Anda di halaman 1dari 2

KONFLIK SYIAH VS SUNNI DI SAMPANG

Kekuasaan atau power diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain
untuk melakukan hal yang diinginkan pemilik kekuasaan, meskipun seseorang tersebut enggan
melakukannya. Kekuasaan kerap menjadi salah satu pemicu konflik. Simon Fischer dalam
bukunya Mengelola Konflik mendefinisikan konflik sebagai hubungan antara dua pihak atau
lebih yang memiliki atau merasa memiliki sasaran – sasaran yang tidak sejalan.

Para teoritisi resolusi konflik membedakan kekuasaan menjadi dua yakni kekuasaan yang keras
berupa pemaksaan dan kekuasaan yang lembut dan bersifat persuasif. Sering kali yang
pemaksaan terjadi, ketika upaya persuasif tidak berhasil dilakukan.

Konflik antar aumat beragama beraliran Sunni dan Syiah di Sampang adalah salah satu konflik
kekuasaan dimana dalam komunitas masyarakat dimana pengaruh kiai yang dominan mampu
mendoktrin sebagian besar masyarakat untuk bertindak anarkis dan menganggapnya
bertentangan dengan ajaran agama yang benar. Semua konflik yang berlandaskan ajaran agama
pasti yang ada adalah mutlak benar atau salah, tidak ada yang abu-abu dalam hal agama, surga
dan neraka adalah sebuah pemilihan tindakan untuk dianggap benar atau salah. Semua itu
dilandaskan pada doktrin dari ajaran agama dari pihak yang mengaggap ilmu agama yang
dimiliki lebih tinggi atau lebih baik daripada umat lain, meskipun sebenarnya mereka seagama.

Puncak konflik Syiah Sunni terjadi pada Desember 2011 dan Agustus 2012, sejumlah rumah
penduduk syiah dibakar oleh sekelompok orang di Karang Gayam dan Bluuran Sampang
Madura. Pada Agustus 2012, sebanyak dua pengikut Syiah tewas dan tiga orang luka – luka.
Sementara di kelompok yang penyerang ada dua orang yang luka berat.

Pemetaan Konflik.

Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk memetakan konflik. Diantaranya adalah pohon
konflik. Dalam pohon konflik ada beberapa hal yang perlu diidentifkasi yakni penyebab konflik,
masalah inti dan efek.Dalam konflik Syiah Sunni di Sampang dapat kami petakan sebagai
berikut:

 Penyebab Konflik

Banyak dugaan yang muncul terkait penyebab konflik Syiah – Sunni di Sampang. Pertama
terkait dengan persoalan keluarga antara kakak adik Tajul (Syiah) dan Rois (Sunni). Dulunya,
Rois adalah Syiah. Namun karena dia tidak mendapat posisi dan kesempatan di pesantren yang
dibangun oleh Tajul, dia memutuskan keluar dan menjadi Sunni. Kakak adik ini adalah ustad
yang memiliki pengikut masing – masing. Konflik antara keduanya pun akhirnya merampah
pada persoalan Syiah – Sunni dikalangan pengikut mereka masing – masing.

Dugaan penyebab kedua, adanya kecemburuan para kiai NU terhadap Tajul yang dinilai pintar
dan pandai bergaul. Di tengah masyarakat dan kiai di Sampang yang mudah memberi cap kepada
orang lain yang tidak sepaham sebagai kafir dan sesat itulah, muncul Tajul dengan Syiah. Habib
Umar Albayyiti, dari Desa Temoran, Omben, menggambarkan Tajul sebagai orang yang alim,
dan suka membantu. Tajul memiliki banyak tamu dan punya banyak santri. Hal tersebut dinilai
memunculkan kecemburuan para kiai NU. Tajul dianggap merongrong pamor para kiai yang
mulai kehilangan wibawa karena sering mempersoalkan masalah ‘amplop’ pengajian.

Ketiga adalah ajaran Syiah yang dinilai menyimpang dari Sunni. Misalnya Syiah dikatakan
hanya sholat tiga kali sehari dan memperbolehkan suami berhubungan dengan istri meskipun
sedang datang bulan. Dari reportase mendalam yang dilakukan oleh Rusdi Mathari diketahui
banyak selintingan yang mengatakan bahwa ajaran tersebut diumumkan keras – keras lewat
pengeras suara masjid. Namun saat Rusdi mengkonfirmasi ke banyak warga di Sampang mereka
tidak pernah mendengar langsung. Hanya dengar – dengar dari orang lain saja.

 Masalah Inti

Dari kronologi konflik syiah – sunni di Sampang dapat diketahui bahwa persoalan inti yang
terjadi adalah persoalan konflik individual dan kelompok yang dibalut dalam konflik religius.

 Efek yang muncul akibat persoalan ini.

Pertama, efek yang muncul dari persoalan ini munculnya perselisihan dan kecurigaan.
Diceritakan dalam reportase Rusli, bahwa muncul perselisihan antara Zainul Jakfar [anak asuh
Rois] dan Mudawi [anak asuh Tajul]. Konon, Mudawi mengacungkan celurit kepada Zainul.
Kejadian itu disaksikan oleh para tetangga, sehingga hampir memicu bentrok antara pengikut
Rois dan Tajul.

Kemudian ada lagi perselisihan seorang ibu bernama Mitsirah menolak pemberian Rustami,
anaknya yang Syiah. Rustami tersinggung dan kabarnya mengucapkan kata-kata yang intinya
memutuskan hubungan silaturahmi antara orang tua dengan anak. Saudara Rustami bernama
Mistari, yang mendengar ucapan Rustami kepada ibunya, tidak terima. Dia mengancam
membunuh Rustami. Para tetangga datang untuk melerai tapi kasus itu tidak berkelanjutan.

Kedua, pembakaran rumah dan pengusiran orang -orang syiah pada pada 30 Desember 2011.
Saat itu terjadi aksi pembakaran empat rumah, musala dan madrasah di komplek pondok
pesantren yang diasuh Ustad Tajul. Penyerangan yang disertai pembakaran dilakukan kelompok
anti-Syiah. Buntut dari peristiwa tersebut, polisi menetapkan Ustad Tajul sebagai tersangka pada
16 Maret 2012 lalu atas dasar laporan dari kerabatnya sendiri, Rois Al Hukuma. Ustad Tajul
kemudian divonis dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Sampang dengan pasal penistaan
agama.

Ketiga yakni pengusirah. Pada Agustus 2012 terjadi lagi pembakaran sekitar sepuluh rumah
warga syiah. Mereka juga diusir dan mengungsi ke GOR Sampang. Kemudian, pada Juni 2013
mereka diminta pindah oleh Kepolisan dan Pemerintah setempat ke Pasar Puspa Argo Sidoarjo.

Anda mungkin juga menyukai