A. PENDAHULUAN
Reaksi transfusi hemolitik akut (RTHA) sering terjadi sebagai konsekuensi
adanya antibodi pada penerima yang berekasi melawan sel darah merah pendonor.
Golongan darah yang paling sering berkaitan dengan RTHA adalah golongan darah
ABO, namun antibodi pada golongan darah lain, seperti Duffy, Rh, Kidd, MNS, dan
Kell, juga dapat menimbulkan reaksi hemolisis yang parah. 1
B. EPIDEMIOLOGI
Penyebab paling sering transfusi inkompatibilitas ABO adalah kesalahan
administrasi. Label spesimen yang salah, jenis sampel yang didapat dari pasien yang
salah, sampel spesimen yang tertukar di laboratorium, atau administrasi komponen
darah yang tidak benar merupakan penyebab paling sering dari RTHA ABO. Pada
penelitian yang dilakukan pada tahun 1990 sampai 1999 di New York, frekuensi
RTHA ABO diperkirakan terjadi pada 1 per 76.000 transfusi sel darah merah, dengan
mortalitas 1 per 1.800.000 transfusi sel darah merah. 1
Sistem dan teknologi barcode didesain untuk menurunkan kesalahan dalam
mengidentifikasi pasien yang menyebabkan kesalahan transfusi, yang akhirnya
menurunkan kejadian RTHA ABO sejak 2001. Pada tahun 2012, terdapat 3 kasus
kematian yang berkaitan dengan RTHA ABO dilaporkan ke FDA. Meskipun begitu,
kasus RTHA non ABO meningkat pada beberapa tahun, dengan 5 kasus kematian
dilaporkan pada tahun 2012. Penyebab paling umum pada RTHA non ABO memiliki
keterbatasan dalam hal teknik identifikasi antibodi dan pelepasan sel darah merah
pada pasien dengan antibodi yang tidak terduga.1
Pada kasus yang lebih jarang, RTHA dapat terjadi pada transfusi plasma
yang membawa antibodi melawan sel penerima. Walaupun penggunaan trombosit
yang tidak kompatibel dengan ABO tidak optimal, pasien sering menerima
trombosit dari plasma yang tidak kompatibel oleh karena alasan manajemen
inventaris. Beberapa pengukuran perlu dilakukan untuk menghindari rekasi
hemolitik akut ketika melakukan transfusi plasma yang tidak kompatibel, termasuk
usia penerima (anak-anak contohnya, lebih tidak mentolerir inkompatibilitas
plasma) dan jumlah plasma yang ditransfusikan.1
C. ETIOPATOGENESIS
D. PATOFISIOLOGI
Reaksi transfusi hemolitik akut terjadi karena antibodi (igM atau IgG) pada
penerima berikatan dengan sel darah merah donor. Antibodi IgM memiliki struktur
pentamer dan molekul tunggal yang dapat berikatan dengan komplemen pada
ruang intravaskuler. Kompleks antigen-antibodi berikatan dengan C1q untuk
E. MANIFESTASI KLINIS
Reaksi transfusi hemolitik akut (RTHA) terjadi dalam 24 jam pasca transfusi,
namun sebagian besar terjadi dalam 15 pertama pasca transfusi. 1
Tanda dan gejala RTHA meliputi:1,2
F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Manifestasi yang terjadi pada pemeriksaan laboratorium antara lain: 2
a. Uji aglutinin langsung (uji Coomb’s) menunjukkan hasil positif.
b. Penurunan fibrinogen
c. Penurunan haptoglobin
d. Peningkatan bilirubin
e. Peningkatan LDH
f. Hemoglobinemia
g. Hemogobinuria
h. Perubahan warna plasma yang konsisten dengan hemolisis
i. Sperosit pada pemeriksaan apusan darah.
G. PENCEGAHAN
H. PENATALAKSANAAN
Terapi RTHA terutama bersifat suportif, termasuk menjaga tekanan darah, hidrasi
dikombinasikan dengan diuretik untuk meningkatkan urine output, dialisis pada kasus
gagal ginjal, dan terapi yang tepat untuk koagulopati intravaskular diseminata. 1
Apabila dicurigai adanya reaksi transfusi akut, penatalaksanaan awal yang dapat
dilakukan antara lain:3
1. Hentikan transfusi
2. Menjaga akses intravena, berikan bolus larutan NaCl 0.9% dilanjutkan dosis
pemeliharaan
3. Periksa tanda-tanda vital
4. Verifikasi apakah label nama pasien sesuai dengan yang tertera pada label
kantong darah