Anda di halaman 1dari 48

Clinical Science Session

TRANSFUSI DARAH

Preseptor: dr. M. Zulfadli Syahrul, Sp. An


Presentan: Tety Mariani Doris – Hasbiyetil Husni – Fadil Zainius
1110313027 1210312061 1740312128
BAB I PENDAHULUAN
• Pelayanan kesehatan modern
TRANSFUSI
• Menyelamatkan jiwa pasien dan
DARAH meningkatkan derajat kesehatan

GOLONGAN • Cegah reaksi pada resipien:


dilakukan pemeriksaan golongan
DARAH darah ABO dan Rhesus + uji silang
1.2 Batasan Masalah
Membahas tentang definisi transfusi darah, produk darah, reaksi
transfusi dan penatalaksanaannya.

1.3 Tujuan Penulisan


Menambah pengetahuan pembaca dan penulis khususnya mengenai
transfusi darah.

1.4 Metode Penulisan


Disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
beberapa literatur.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. TRANSFUSI DARAH

• Transfer darah atau komponen darah dari


DEFINISI donor ke resipien yang bertujuan untuk
mengganti komponen darah yang hilang

• Homologous Transfusion
KLASIFIKASI • Autologous Transfusion
Indikasi:
Diberikan saat operasi untuk meningkatkan kapasitas
pengangkutan oksigen dan volume intravaskular.
1.Pasien sehat dengan Ht < 30% membutuhkan
transfusi darah perioperatif.
2.Pasien anemia akut dengan Ht < 21% membutuhkan
transfusi darah segera.
3.Pasien anemia kronis yang tidak dapat menoleransi
kadar Hb < 7 gr/dl.
Indikasi:
• Mengembalikan dan mempertahankan volume
peredaran darah
• mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia
darah, misalnya anemia.
2. PRODUK DARAH
1. Whole Blood
• Setiap kantungnya berisi 250 ml darah dan 37 ml
antikoagulan.
• Berisi sel darah merah, leukosit, trombosit, dan plasma.
• Lama penyimpanan  tergantung pengawet
ex: CPD  21 hari
CPDA  35 hari
• Digunakan untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan
volume plasma dengan waktu yang bersamaan.
2. Packed Red Blood Cell
• Volume PRBC sekitar 150-300 ml dengan massa sel darah
merah sekitar 100-200 ml.
• mengandung eritrosit, trombosit, leukosit dan sedikit plasma,
dengan nilai hematokrit 60-70%.
• Lama penyimpanan  tergantung pengawet.
• Diindikasikan pada transfusi dengan tujuan untuk
meningkatkan jumlah sel darah merah pada pasien anemia
yang membutuhkan tambahan eritrosit untuk membawa
oksigen
• Terdapat 3 jenis dari PRBC, yaitu PRBCLR, PRBCW, dan PRBCF.
a. Packed Red Blood Cell Leucocyt Reduced
• PRBCLR mengandung leukosit kurang dari 5 x 106
leukosit/unit.
• PRBCLR bertujuan untuk meningkatkan jumlah eritrosit
pada pasien yang menunjukkan gejala anemia, yang hanya
memerlukan massa sel darah merah pembawa oksigen.
b. Packed Red Blood Cell Washed
• PRBCW mengandung sel darah merah yang sudah dicuci
dengan NS sehingga memiliki hematokrit 70-80% dengan
volume 180 ml.
• Komponen ini hanya dapat disimpan dalam waktu 24 jam.
• Produk darah ini biasanya digunakan untuk mencegah
reaksi alergi yang berat atau alergi yang berulang, dapat
pula digunakan pada transfusi neonatal atau transfusi
intrauterin.
c. Packed Red Blood Cell Frozen, Packed Red
Blood Cell Deglycerolized
• PRBCF dibuat dengan penambahan gliserol, suatu sediaan
krioprotektif terhadap darah yang usianya kurang dari 6 hari.
• Darah nantinya akan dibekukan pada suhu -650 C atau -2000 C
dan dapat disimpan selama 10 tahun.
• Teknik ini biasanya digunakan untuk menyimpan darah langka,
tetapi tidak menutup kemungkinan adanya kontaminasi dari
bakteri.
3. Trombocyte Concentrate
• Satu kantung TC memiliki volume sekitar 50 ml.
• Berisi trombosit, sedikit leukosit dan sel darah merah serta
plasma.
• Indikasi penggunaan TC biasanya pada kasus perdarahan
karena trombositopenia (trombosit < 50.000/uL) atau
trombositopati kongeintal/didapat.
• Pada saat transfusi, mungkin terjadi reaksi menggigil, panas
atau alergi. Dalam kondisi ini, antipiretik yang dipilih
hendaknya bukan golongan aspirin karena dapat
menghambat agregasi dan fungsi trombosit.
4. Fresh-Frozen Plasma
• Berisi plasma, semua faktor pembekuan stabil dan labil,
komponen dan protein plasma.
• Komponen ini digunakan untuk mengganti kekurangan
faktor koagulasi.
• Produk ini dapat dipakai untuk pasien dengan gangguan
proses pembekuan bila tidak tersedia faktor pembekuan
pekat atau kriopresipitat, misalnya pada defisiensi faktor
pembekuan multipel.
5. Kriopresipitat Faktor Anti Hemolitik
• Kriopresipitat berisi konsentrat plasma protein tertentu,
yaitu faktor VIII, fibrinogen, faktor Von Willebrand, dan
faktor XII.
• Kriopresipitat digunakan pada pasien yang kekurangan
faktor VIII (hemofilia A), fibrinogen, dan pada penyakit Von
Willebrand.
6. Granulocytes Pheresis
• Produk darah ini diperoleh dengan cara sitoferesis dari
donor tunggal, berisi granulosit, limfosit, trombosit,
beberapa sel darah merah dan sedikit plasma.
• Digunakan untuk meningkatkan jumlah granulosit pada
pasien sepsis dengan leukopenia yang tidak menunjukkan
perbaikan antibiotik dan pada pemeriksaan sumsum tulang
menunjukkan hipoplasia.
7. Albumin
• Albumin merupakan derivat plasma yang terdiri dari 98%
albumin dan 4% globulin serta beberapa protein lain.
• Digunakan untuk meningkatkan volume sirkulasi. Namun
sekarang, dengan tersedianya banyak cairan sintetik
pengganti volume tubuh, penggunaan albumin sudah
sangat selektif.
8. Imunoglobulin
• Komponen ini berisi IgG dengan sedikit IgA dan IgM.
• Terdapat dua sediaan, yaitu intramuskular dan intravena.
• Digunakan untuk profilaksis antibodi secara pasif pada
orang yang rentan pada penyakit tertentu dan sebagai
terapi pengganti pada orang dengan imunodefisiensi
primer.
3. REAKSI TRANFUSI DARAH

• Semua kejadian ikutan yang terjadi karena transfusi darah.


• Kebanyakan masalah yang muncul hanya pada pasien yang
membutuhkan transfusi berulang atau dalam jumlah besar.
• Klasifikasi: tipe akut dan delayed.
3. REAKSI TRANFUSI DARAH

A. Reaksi Transfusi Akut :


– Imunologi : – Non Imunologi :
• Reaksi Hemolitik Akut • Reaksi Hemolitik Non
• Reaksi Alergi Imunologi
• Reaksi Demam Non • Kelebihan Beban Sirkulasi
Hemolitik • Emboli Gas/Udara
• Reaksi Anafilaksis • Keracunan Sitrat
• Kerusakan Paru akut • Gangguan Irama Jantung
akibat Transfusi • Tromboflebitis
• Gangguan Hemostatis
3. REAKSI TRANFUSI DARAH

B. Reaksi Transfusi Delayed :


– Imunologi : – Non Imunologi :
• Reaksi Hemolitik Lambat • Reaksi Penularan Infeksi
• Sensitisasi imun • Siderosis Transfusi
terhadap antigen Rh D
• Purpura Pasca Transfusi
A. Reaksi Transfusi Akut
• Reaksi yang timbul sampai dengan 24 jam setelah pemberian
transfusi.
A. Reaksi Transfusi Akut
Reaksi Imunologi
1. Reaksi Hemolitik Akut (Acute Hemolytic Reaction)
Adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas sel darah merah
(antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah
yang inkompatibel).
Keluhan rasa panas di muka (flushing), nyeri di tempat infus, nyeri
dada atau punggung, gelisah, cemas, mual, atau diare, dispnea.
Tanda berupa demam dan menggigil serta temuan khas pada syok
dan gagal ginjal. Pasien koma atau dalam anestesi, indikasi
pertama mungkin hemoglobulinuria, atau perdarahan generalisata
akibat koagulasi intravaskuler diseminata.
A. Reaksi Transfusi Akut
Reaksi Imunologi
1. Reaksi Hemolitik Akut (Acute Hemolytic Reaction)
Penatalaksanaan: segera hentikan transfusi, lakukan terapi
simptomatik dengan anti piretik oral/supp dan/atau anti histamin iv,
setelah 15-30 menit berikan hidrokortison dan epinefrin iv
kemudian infus manitol 10 % yang diteruskan dengan pemberian
bikarbonat natrikus serta diuretika. Buat laporan kepada Bank Darah
untuk pemeriksaan akan sebab-sebab reaksi.
Pencegahan hemolisis akibat reaksi transfusi: pemeriksaan teliti
identitas donor dan resipien.
A. Reaksi Transfusi Akut
Reaksi Imunologi
2. Reaksi Alergi
Tanda dan Gejala
– Urtikaria disertai gatal, biasanya timbul segera mulainya
transfusi.
– Dapat disertai demam, sakit kepala dan muntah.
– Edema pada muka, bibir, dan kelopak mata.
– Edema laring jarang, namun bila timbul merupakan komplikasi
yang berat.
– Jarang: reaksi anafilakik dengan gejala shok, tetapi bila ada,
maka tanda awalnya adalah takikardi, impotensi dan sesak nafas.
A. Reaksi Transfusi Akut
Reaksi Imunologi
2. Reaksi Alergi
Penatalaksanaan
• Bila gejala alergi ringan berupa urtikaria, transfusi diperlambat
dan diberikan antihistamin iv.
• Bila timbul gejala – gejala berat, transfusi dihentikan dan
diberikan adrenalin, antihistamin dan kortikosteroid.
A. Reaksi Transfusi Akut
Reaksi Imunologi
3. Reaksi Demam Non Hemolitik
Reaksi imunologi ini disebabkan rangsangan aloantigen asing yang
terdapat pada eritrosit, leukosit, trombosit dan protein plasma.
Bila resipien mendapat transfusi yang mengandung antigen
tersebut maka akan terjadi pembentukan antibodi sehingga kelak
bila mendapat transfusi dapat terjadi mediasi imunologi.
Komplikasi ini hanya terdapat pada pasien yang perlu berulang-
ulang mendapat transfusi atau memerlukan sejumlah darah yang
banyak, sekitar 10 kali transfusi.
A. Reaksi Transfusi Akut
Reaksi Imunologi
3. Reaksi Demam Non Hemolitik
Tanda dan Gejala
• Demam timbul secara tiba – tiba. Biasanya ½ - 3 jam mulainya
transfusi. Suhu badan sekitar 38° C – 40° C.
• Biasanya disertai menggigil, penderita gelisah, sakit kepala dan
disertai mual dan muntah.
• Jarang menimbulkan bahaya pada penderita, kecuali bila
penderita dengan keadaan umum buruk.
A. Reaksi Transfusi Akut
Reaksi Imunologi
3. Reaksi Demam Non Hemolitik
Penatalaksanaan
• Anti piretika dan anti histamin dan/atau kortikosteroid.
• Sedativa bila penderita gelisah.
• Transfusi diperlambat, bila tidak ada perbaikan transfusi
dihentikan atau diganti.
A. Reaksi Transfusi Akut
Reaksi Imunologi
4. Reaksi Anafilaktik
Reaksi anafilaktik ini sangat jarang, diperkirakan hanya terjadi pada
1 dari 170.000 transfusi.
Dua tanda klasik reaksi anafilaktik segera terjadi yaitu gejala hanya
setelah beberapa millimeter darah atau plasma dimasukkan tanpa
ada demam.
A. Reaksi Transfusi Akut
Reaksi Imunologi
4. Reaksi Anafilaktik
Tanda dan Gejala
• Batuk – batuk dengan kesulitan bernafas, disertai bronkospasme.
• Mual, muntah terkadang disertai dengan diare dan dengan
abdominal cramps.
• Penurunan kesadaran, hipotensi, bradikardi, dan shok.
• Tampak beberapa saat setelah diberikannya transfusi.
A. Reaksi Transfusi Akut
Reaksi Imunologi
4. Reaksi Anafilaktik
Penatalaksanaan
• Hentikan transfusi.
• Prinsipnya ABC, yaitu dengan bebaskan jalan nafas dan berikan
bantuan nafas serta sirkulasi agar tetap stabil.
• Berikan epinepherin (0,4 ml dari 1:1000 solution) sc/im
• Berikan cairan koloid jika memungkinkan
• Jangan berikan kembali transfusi, lakukan pemantauan tanda –
tanda vital secara intensif sampai stabil.
A. Reaksi Transfusi Akut
Reaksi Non Imunologi
1. Reaksi Hemolitik Non Imunologi
Adalah reaksi akibat transfusi yang disebabkan bukan karena reaksi
antara antigen dan antibodi, melainkan karena pemberian darah
yang telah mengalami hemolisis atau oleh karena pemberian
transfusi bersama – sama dengan larutan hipotonis.
A. Reaksi Transfusi Akut
Reaksi Non Imunologi
1. Reaksi Hemolitik Non Imunologi
Tanda dan Gejala
Cepat dan beratnya gejala bervariasi, ada yang baru 40 – 50 ml
sudah timbul gejala, ada yang setelah 1-2 jam transfusi dihentikan.
Pada yang cepat, gejalanya birasanya berat. Pada reaksi yang berat
memberikan gejala yang klasik, yakni:
• Penderita gelisah, takut, rasa sesak, mual, munah, sakit pada
region lumbal, kaki, dan pekordial.
• Menggigil, demam, takikardi dan shok.
• Dapat disusul oliguria dan anuria akibat kegagalan ginjal
A. Reaksi Transfusi Akut
Reaksi Non Imunologi
1. Reaksi Hemolitik Non Imunologi
• Dapat timbul gangguan hemostatis berupa perdarahan yang
abnormal dari vena punksi atau luka operasi.
• Pada penderita yang sedang dalam pembiusan tanda dan gejala
sering tidak tampak. Harus dicurigai adanya reaksi hemolitik bila
nadi meningkat dengan cepat, tekanan darah yang tiba-tiba
menurun serta perdarahan yang sukar diatasi.
• Gejala - gejala setelah melewati fase akut yaitu danya ikterus
dan uremia akibat kegagalan ginjal mendadak.
• Terjadinya kegagalan ginjal mendadak dan gangguan hemostatis
disebabkan oleh proses koagulasi intravaskuler (DIC)
A. Reaksi Transfusi Akut
Reaksi Non Imunologi
1. Reaksi Hemolitik Non Imunologi
Penatalaksanaan
• Transfusi segera dihentikan.
• Diganti dengan darah yang kompatibel atau plasma ekspader
untuk mengatasi shok.
• Kortikosteroid dan noradrenalin dapat diberikan
• Untuk merangsang diuresis dapat diberikan manitol atau
pemberian diuretika furosemid dosis tinggi.
• Pada penderita yang menetap dengan anuria atau oligouria
dirawat dengan kegagalan ginjal akut.
A. Reaksi Transfusi Akut
Reaksi Non Imunologi
2. Kelebihan beban sirkulasi
Terjadinya hipervolemia secara mendadak akibat transfusi akan
menyebabkan terjadinya bendungan dalam paru yang disusul
dengan sembab paru dan akan tampak gejala – gejala
dekompensasi jantung mendadak, edema paru serta hiperhidrosis
renalis, dengan tanda dan gejala:
• Penderita sesak, ortopnoe, sianosis, batuk – batuk dengan dahak
kemerah – merahan.
• Tekanan vena sentralis meningkat.
• Pada auskultasi terdengar rhonki basah halus dan krepitasi.
B. Reaksi Transfusi Lambat
• Reaksi transfusi yang terjadi setelah 24 jam pemberian transfusi.
Reaksi Imunologi
1. Reaksi Hemolitik Lambat
Biasanya timbul 3-21 hari setelah transfusi, biasanya ringan
dan dapat sembuh sendiri.
Umumnya bersifat sekunder, terjadi sesudah kemasukan
antigen eritrosit, respons terbentuknya antibodi lambat,
puncak reaksi tercapai juga lambat. Pada reaksi transfusi
hemolitik lambat ini, perusakan eritrosit donor terjadi
ekstravaskular, yaitu di sistem retikulo endotelial.
B. Reaksi Transfusi Lambat
Reaksi Imunologi
1. Reaksi Hemolitik Lambat
Tanda dan Gejala
Gejala yang timbul dapat berupa sakit kepala (berdenyut), sakit
pinggang, panas, muka kemerahan, kelesuan yang hebat, sakit dada,
respirasi menjadi cepat dan pendek, urtikaria, anemia, kadang –
kadang hipotensi dan takikardi, dapat pula mengakibatkan gagal
ginjal akut.
Terapi : seperti terapi pada reaksi hemolitik yang lain.
B. Reaksi Transfusi Lambat
Reaksi Imunologi
2. Sensitisasi imun terhadap antigen Rhesus D
Sensitisasi imun terhadap antibodi Rhesus D dapat menyebabkan
hemolisis ekstravaskuler karena bersifat imun. Hal tersebut terjadi
dari transfusi sebelumnya atau kehamilan.
Tanda dan Gejala
Klinis yang tampak berupa malaise, ikterus serta demam dijumpai
pada 1:500 pasien yang ditransfusi, biasanya ringan dan timbul 5-10
hari setelah transfusi. Syok dan penyulit ginjal jarang terjadi.
B. Reaksi Transfusi Lambat
Reaksi Imunologi
2. Sensitisasi imun terhadap antigen Rhesus D
Penatalaksanaan
Pasien yang mengalami hemolisis ekstravaskuler akibat sensitisasi
imun terhadap rhesus D harus ditangani secara konservatif.
Transfusi lebih lanjut harus ditunda sampai serologi pasien dapat
ditentukan dengan jelas, kecuali bila nyawa pasien terancam.
Penanganan yang lainnya bersifat simptomatik seperti pada
penatalaksanaan reaksi hemolisis yang lain.
B. Reaksi Transfusi Lambat
Reaksi Imunologi
3. Purpura Pasca Transfusi
Merupakan pengembangan trombositopeni yang mengancam
kehidupan, terjadi pada hari ke 5-10 sesudah transfusi. Ini
disebabkan oleh berkembangnya aloantibodi yang ditijukan kepada
antigen khusus trombosit.
B. Reaksi Transfusi Lambat
Reaksi Non Imunologi
1. Reaksi Penularan Penyakit
Tanda dan Gejala
Didahului demam, menggigil, berkeringat, mual, muntah, takikardi
disusul penurunan tekanan darah. Kadang – kadang sulit dibedakan
dengan reaksi hemolitik. Kematian dapat terjadi sesudah transfusi.
B. Reaksi Transfusi Lambat
Reaksi Non Imunologi
1. Reaksi Penularan Penyakit
Penatalaksanaan
Pasien dengan darah terinfeksi mencakup penatalaksanaan syok.
Terapi antibiotika yang sesuai harus dimulai segera setelah
didiagnosis disebut dan sebelum hasil kultur diketahui.

Untuk mengurangi potensi penularan penyakit, dilakukan penapisan


faktor risiko donor berdasarkan riwayat medis dan pemeriksaan
dengan serangkaian uji laboratorium.
B. Reaksi Transfusi Lambat
Reaksi Non Imunologi
2. Hemosiderosis Transfusi
Merupakan tertimbunnya zat besi dalam jaringan – jaringan yang
dapat terjadi pada transfusi yang berulang – ulang pada penderita
anemia yang bukan kekurangan besi. Anak yang menderita
talesemia minor merupakan satu-satunya kelompok yang terkena,
tetapi cukup banyak anak yang menderita anemia kongenital dan
orang dewasa dengan anemia refrakter yang diterapi secara
intensif juga beresiko.
Terapi kelasi besi harus dipertimbangkan untuk semua pasien yang
diperkirakan memerlukan pemberian sel darah intensif.
Penanggulangan reaksi transfusi meliputi:
1. Hentikan transfusi
2. Naikkan tekanan darah dengan koloid, kristaloid, jika perlu
tambah vasokontriktor, inotropik
3. Berikan oksigen 100%
4. Diuretika manitol 50 mg atau furosemid 10-20 mg
5. Antihistamin
6. Steroid dosis tinggi
7. Jika perlu ’exchange transfusion’
8. Periksa analisa gas dan pH darah

Anda mungkin juga menyukai