DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu
orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah umumnya berhubungan dengan
kehilangan darah dalam jumlah besar yang disebabkan oleh trauma, operasi, syok dan tidak
berfungsinya organ pembentuk sel darah merah. Bila digunakan dengan benar, transfusi dapat
menyelamatkan jiwa pasien dan meningkatkan derajat kesehatan. Indikasi tepat transfusi darah
dan komponen darah adalah untuk mengatasi kondisi yang menyebabkan morbiditas dan
mortalitas bermakna yang tidak dapat diatasi dengan cara lain. Keputusan melakukan transfusi
harus selalu berdasarkan penilaian yang tepat dari segi klinis penyakit dan hasil pemeriksaan
laboratorium1,2.
WHO Global Database on Blood Safety melaporkan bahwa 20% populasi dunia berada di
negara maju dan sebanyak 80% telah memakai darah donor yang aman, sedangkan 80% populasi
dunia yang berada di negara berkembang hanya 20% memakai darah donor yang aman.
Transfusi darah atas indikasi yang tidak tepat tidak akan memberi keuntungan bagi pasien,
bahkan memberi risiko yang tidak perlu2.
Penggunaan transfusi darah yang rasional sangatlah penting untuk meningkatkan drajat
kesehatan pasien sekaligus untuk mencegah komplikasi dari transfusi darah atau produk darah itu
sendiri, serta mencegah penggunaan darah tanpa indikasi, sehingga nilai efisiensi dari transfusi
tetap ada.
Oleh karena tindakan transfusi merupakan suatu tindakan yang berisiko, pemahaman serta
pengetahuan mengenai komponen dari transfusi, termasuk produk darah dan indikasi
pemakaiannya sertadiberikan dalam dosis yang tepat menjadi sangat penting untuk dimiliki oleh
seorang dokter. Komplikasi transfusi dan penanganannya yang sifantya darurat juga menjadi
kompetensi yang wajib diketahui oleh seorang dokter atau tenaga kesehatan lain, sehingga
mengurangi angka motalitas maupun morbiditas akibat transfusi itu sendiri.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar diatas menunjukkan bahwa darah terdiri dari elemen yang berbentuk atau elemen
yang padat dan elemen yang cair. Pembentuk elemen yang cair dari adalah plasma. Plasma
merupakan cairan yang jernih, sedikit lengket, dan berwarna kekuningan, dengan hampir 92%
bagiannya terdiri atas air, dan sisanya adalah protein plasma dan komponen larut plasma lainnya
(protein faktor pembekuan, hormone, enzim). Sementara bagian yang padat tampak pada gambar
diatas sebagai lapisan buffy coat dan red blood. Lapisan buffy coat mengandung platelet dan
leukosit dan hanya 1% dari bagian darah, sementara lapisan dari red blood didominasi oleh sel
darah merah, memiliki warna merah karena kaya akan hemoglobin. Hemoglobin yang kaya akan
oksgien akan memberikan warna merah terang pada darah, sementara pada hemoglobin yang
miskin oksigen akan memberikan warna merah gelap. Hal ini merupakan alasan warna darah
akan lebih gelap bila diambil dari pembuluh darah vena daripada pembuluh darah arteri.
Komponen atau lapisan darah seperti yang ditunjukan pada gambar diatas terbentuk setelah
darah segar yang diambil dari pembuluh darah dimasukkan kedalam tabung dan mengalami
proses apheresis, yaitu suatu proses pemisahan komponen darah yang padat dari komponen cair
hingga menjadi komponen yang lebih kecil lainnya. Penjelasan lebih lengkap mengenai
komponen pembentuk darah dan persentasenya dalam darah dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah
ini5,6.
5
1) Fungsi Transportasi
a. Respirasi : darah mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan CO2 dari jaringan
ke paru-paru.
b. Nutrisi : darah mengangkut zat makanan yang diabsorbsi
c. Ekskresi : darah mengangku zat sisa metabolism ke ginjal, paru-paru, kulit, dan usus
untuk dibuang.
d. Hormon dan metabolit: mengangkut hormon dan metabolit
6
2) Fungsi Pertahanan
Darah membentuk sistem pertahanan terhadap infeksi melalui sel darah putih dan antibodi
dalam sirkulasi.
3) Fungsi Termoregulasi
Termoregulasi : mengatur suhu tubuh melalui distribusi panas tubuh
4) Fungsi Keseimbangan
a. Memelihara keseimbangan asam-basa dalam tubuh
b. Mengatur keseimbangan air melalui efek darah pada pertukaran air antara cairan yang
beredar dan cairan jaringan.
Ilmu transfusi darah dalam dunia medis dikenal dengan istilah Ilmu kedokteran transfusi
(Transfusion Medicine). Transfusi darah/ produk darah yang aman dan konservasi adalah fokus
utama dari ilmu kedokteran transfusi. Transfusi darah bertujuan untuk memindahkan darah
secara aman dan komponen-komponen darah dari seorang donor ke seoran resepien, sementara
konservasi darah adalah teknik atau usaha untuk mengurangi kebutuhan transfusi darah. Teknik
konservasi juga menjadi fokus utama dalam tatalaksana atau menejemen transfusi darah yang
aman dalam mencapai transfusi darah yang rasional. Transfusi darah rasional dapat tercapai bila
darah yang digunakan memenuhi syarat darah donor yang aman untuk transfusi. Adanya indikasi
transfusi dan pemantauan pada resepien sebelum transfusi, selama transfusi dan setelah
transfusi9,10.
Transfusi darah berdasarkan asal pendonor darah dibagi menjadi dua yaitu autologous
transfusion dan non-autologous transfusion (allogenic)9,11.
7
a) Transfusi Autologus
Transfusi autologous adlaah transfusi adrah atau produk darah yang berasl dari darah
resepien sendiri. Prosedur ini mulai seirng dilakukan setelah diketahui adanya risiko penularan
penyakit, terutama infeksi HIV, melalui transfusi darah9,11.
Dengan demikian, teknik ini memiliki risiko bahaya seperti penularan hepatitis dan HIV dari
donor darah yang berbeda dapat dihilangkan. Walapupun demikian, transfusi autologous tetap
memiliki beberapa kelemahan, yaitu11 :
Tidak menghilangkan risiko kontaminasi bakteri atau overload volume
Tidak mengurangi risiko kesalahan administrative yang menyebabkan inkompatibilitas
ABO
Biayanya lebih tinggi dibandingkan transfusi alogenik
Umumnya ada sisa darah yang tidak digunakan dan dibuang
Menyebabkan anemia perioperative dan meningkatkan kemungkinan diperlukannya
transfusi.
1. Pasien yang menunjukkan reaksi transfusi dengan pemberian semua darah yang homolog
2. Pasien dengan golongan darah langkah yang sangat jarang atau memiliki antibodi yang
tidak diharapkan.
3. Pasien yang menolak transfusi dari donor lain karena alasan kepercayaan
Hasil survey dari beberapa ahli dan konsultan anggota ASA (American Society of
Anasthesiologist) setuju dilakukan persiapan transfusi darah pada pasien dengan kecurigaan
terjadinya perdarahan dengan volume darah yang banyak, dan penggunaan transfusi autologous
lebih dipilih bila tersedia, oleh karena itu pasien ditawarkan untuk mendonorkan darahnya
sebelum hari dilakukan tindakan operasi, dengan memastikan jumlah hari yang tersisa sebelum
hari operatif dan setelah hari pengambilan darah donor cukup untuk tubuh melakukan proses
rekonstitusi eritropoesis12.
8
b) Transfusi Alogenik
Transfusi alogenik adalah trasnfusi darah yang berasal pendonor lain atau bukan dari
resepien itu sendiri. Transfusi darah jenis ini adalah yang paling sering ditemukan dalam praktik
klinis sehari-hari. Transfusi alogenik memiliki beberapa kelemahan dari transfusi autologous
karena beberapa hal, anatara lain11 :
Meningkat risiko rerjadinya reaksi transfusi
Meningkatnya risiko penularan virus penyebab penyakit, atau agen infeksus lainnya.
Meningkatnya mortalitas akibat reaksi transfusi yang ditimbulkan
Meningkatnya risiko terjadi disfungsi organ
Lambatnya terjadi reaksi penyembuhan luka oleh tubuh.
Darah donor untuk transfusi dinilai aman digunakan untuk transfusi apabila memenuhi
kriteria dibawah ini, Kriteria darah yang aman untuk donor13:
Kadar hemoglobin 8,0 g/dL adalah ambang batas transfusi untuk pasien yang dioperasi yang
tidak memiliki faktor risiko iskemia, sementara untuk pasien dengan risiko iskemia, ambang
batasnya dapat dinaikkan sampai 10,0g/dL. Pemberian transfusi untuk menambah
kapasitaspengirman oksigen, seperti yang kerap dilkukan di unit perawatan intensif, tidak
dianjurkan. Sebuah studi pada pasien sepsi melaporkan bahwa transfusi tidak menyebabkan
perubahan kapasitas pengiriman oksigen enam jam setelah transfusi9.
1) Whole Blood
Pembagian produk transfusi yang telah disebutkan diatas akan dijabarkan secara lebih
terperinci dibawah ini,
10
WHOLE BLOOD
Di Indonesia satu kantong darah lengkap berisi 250 mL dengan 37 mL antikoagulan, ada juga
yang satu unit kantong berisi 350 mL darah dengan 49mL antikoagulan.
Penyimpanan :
Disimpan pada suhu +2°C dan 6°C pada lemari pendingin khusus untuk penyimpanan
Whole blood berstandar yang memiliki alarm dan pengatur temparatur. Di indonesia suhu
simpannya berkisar 1-6ºC. lama simpan dari produk darah ini tergantung dari jenis
antikoagulan yang digunakan, bila menggunakan sitrat fosfat dekstrose (CPD) lama
simpannya adalah 21 hari, sedangkan menggunakan CPD adenine (CPDA) lama
simpannya menjadi 35 hari.
11
Darah lengkap atau Whole blood berdasarkan lama masa simpannya secara invitro dibagi
menjadi dua jenis darah lengkap, yaitu darah lengkap segar dan darah lengkap baru.
Darah lengkap segar yaitu darah yang disimpan sampai 48 jam , sedang darah baru yaitu
darah yang disimpan sampai dengan lima hari. Perbedaan diantara kedua jenis darah ini
terletak pada pengaruhnya untuk terjadinya pembekuan dari fungsi trombosit dan faktor
pembekuan labil (V fan VIIl), dimana pada darah segar fungsinya masih cukup untuk
terjadinya pembekuan, sedangkan pada darah baru fungsi ini sudah menurun. Perbedaan
lainnya yaitu kadar 2,3 difosfogliserat (2,3 DPG) pada darah baru sudah mulai menurun
dibandingkan darah segar. 2,3 difosfogliserat memiliki fungsi untuk mempermudah
pelepasan oksigen dari molekul hemoglobin yang terdapat di sel darah merah ke jaringan.
Darah harus segera digunakan dalam waktu 30 menit setelah keluar dari lemari
pendingin.
Indikasi :
Kontraindikasi :
Pasien yang berisiko untuk mudah mengalami kelebihan cairan, misalnya pada pasien
dengan anemia kronik (pada penyakit gagal ginjal) atau dengan anemia kronik
normovolemik yang hanya bertujuan untuk menignkatkan sel darah merah dan pasien
dengan gagal jantung.
Cara pemberian :
Pemberian harus segera mulai diberikan dalam 30 menit setelah dikeluarkan dari lemari
pendingin
Darah dihabiskan dalam waktu empat jam sejak pemasangan
Risiko Infeksi :
Memiliki risiko infeksi yang tinggi oleh agen penyebab infeksi yang tidak terdeteksi
melalui pemeriksaan darah transfusi rutin seperti HIV-1, HIV-2, hepatitis B dan C, virus
hepatitis tipe lain, sifilis, malaria, dan Chagas diseases.
Dosis darah lengkap tergantung dari keadaan klinis pasien. Pada orang dewasa, 1 unit darah
lengkap akan meningkatkan Hb sekitar 1g/dL atau hematokrit 3-4%. Pada anak-anak darah
lengkap 8 mL/KgBB akan meningkatkan Hb sekitar 1g/dL. Pemberian darah lengkap sebaiknya
melalui filter darah dengan kecepatan tetesan tergantung keadaan klinis pasien, namun setiap
unitnya sebaiknya diberikan dalam 4 jam.
Deskripsi : merupakan konsentrat sel darah yang berasal dari Whole blood yang sebagian besar
plasmanya telah dipisahkan. Sediaan sel darah merah pekat ini mengandung eritrosit, trombosit,
lekosit dan sedikit plasma.
Sediaan :
Tersedia dalam 150-200 mL sel darah merah yang sebagian besar telah dipisahkan dari
plasma.
Mengandung hemoglobin 20g/100mL sediaan PRC (dalam satu unit kadar hemoglobin
tidak kurang dari 45g).
Jumlah hematokrit dalam satu unit PRC sebesar 55-75%
Penyimpanan :
Dilakukan sama dengan penyimpanan pada whole blood. Pada sediaan yang
menggunakan CPDA sebagai antikoagulan, maka dapat disimpan selama 35 hari dengan
nilai hematocrit yang lebih tinggi yaitu 70-80%. Namun besaran volume dan kandungan
heamtokrit pada sediaan PRC bergantung dari besar atau jenis kantong darah yang
digunakan.
PRC yang menggunakan CPD sebagai antikoagulan mempunyai masa simapn selama 21
hari, sementara komponen sel darah merah yang yang disimpan dalam larutan tambahan
(buffer, dekstrosa, adenine, manitol) memiliki nilai hematokrit 52-60%.
Indikasi :
Menggantikan sel darah merah pada pasien dengan anemia kronik. Sel darah merah pekat
ini digunakan untuk meningkatkan jumlah sel darah merah pada pasien yang
menunjukkan gejala anemia, yang hanya memerlukan masa sel darah merah pembawa
oksigen saja misalnya pada pasien dengan gagal ginjal atau anemia karena keganasan.
Pemberian unit darah jenis ini disesuaikan dengan kondisi klinis pasien dan bukan pada
nilai Hb atau hematokrit.
14
Digunakan bersamaan dengan cairan kristaloid atau koloid pada saat perdarahan akut.
Kontraindikasi :
Dapat menyebabkan hypervolemia jika diberikan dalam jumlah banyak dan dalam waktu
yang singkat.
Risiko Infeksi :
Memiliki risiko terjadinya trasmisi agen infeksi (sama dengan whole blood), karena tidak
melewati proses sterilisasi.
Cara pemberian :
Suspensi Sel Darah Merah/ Sel Darah Merah Pekat Cuci (Packed Red Blood Cell
Washed)
Deskripsi : tersedia dalam 150-200mL sel darah merah dengan sisa plasma yang minimal
ditambah dengan ± 100mL normal saline, adenine, glukosa larutan manitol (SAG-M) atau
larutan yang ekuivalen dengan larutan nutrisi sel darah merah. Sel darah merah mengalami
15
pencucian dengan normal saline dan membuang hampir seluruh plasma (98%), sehingga
menurunkan konsentrasi leukosit, trombosit dan debris9,14.
Sediaan :
Penyimpanan :
Penyimpanan Suspensi darah merah ini dilakukan sama dengan penyimpanan untuk
whole blood, bila menigkuti pedoman yang bersumber dari WHO dengan judul The
Clinical Use of Blood, sementara ada juga literatur yang menjelaskan bahwa
penyimpanan dari suspense sel darah merah hanya disimpan selama 24 jam pada suhu 1-
6ºC.
Risiko Infeksi :
Memiliki risiko infeksi yang sama dengan whole blood dan packed red cell.
Harus tetap hati-hati terhadap kontaminasi bakteri akibat cara pembuatannya c=secara
terbuka, masih dapat menularkan hepatitis dan infeksi bakteri lainnya. Larena masih
mengandung sejumlah kecil leukosit yang viable, komponen ini tidak menjamin
pencegahan terjadinya graft vs host disease (GVHD) atau infeksi CMV pasca transfusi.
Indikasi :
Kontraindikasi :
Tidak dianjurkan untuk digunakan dalam transfusi tukar pada neonates, namun pada
literatur yang berbeda dapat menjadi pilihan untuk transfusi pada neonatus dengan
penyakit anemia hemolitik.
Deskripsi : merupakan suspensi darah merah atau konsentrat sel darah merah (Packed Red Cell)
yang mengadung sel darah putih berjumlah kurang dari 5x106 sel per kantong darah. Konsistensi
ini didapatkan setelah melalui penyaring sel darah dengan leucocyte-depleting filter9,14.
Risiko Infeksi :
Memiliki risiko infeksi yang sama dengan whole blood dan packed red cell.
Indikasi :
Untuk mengurangi pemberian sel darah putih yang berlebihan pada pasien yang
menerima sel darah merah berulang-ulang. Pada keadan ini komponen darah yang
diberikan kepada pasien harus yang rendah leukosit.
Untuk menurunkan risiko infeksi dari Citomegalovirus (CMV) pada daerah tertentu.
Pada pasien yang telah mengalami dua kali atau lebih reaksi demam pada saat transfusi
dengan sel darah merah.
Penyimpanan :
Bergantung pada tiap metode produksi dari setiap manufaktur yang berbeda .
17
Kontraindikasi :
Tidak untuk mencegah graft vs host disease : untuk kepentingan demikian, komponen
darah harus melalui radiasi jika tersedia fasilitas yang memadai (dosis radiasi : 25-30
Gy).
Cara pemberian :
Deskripsi : Satu unit donor dengan jumlah volum sebanyak 50-6- mL sebaiknya mengandung
kurang lebih 55 x 109 platelet, <1.2 x 109 sel darah merah, <0.12 x 109 leukosit. Sediaan
konsentrat platelet ini terdiri dari :
Risiko Infeksi :
Memiliki risiko infeksi yang sama dengan Whole blood, namun paparan terhadap agen
infeksi berasal dari 4-6 pendonor. Pada sediaan pooled unit infeksi bakteri terjadi pada
1% dari setiap sediaannya.
18
Penyimpanan :
Pada suhu 20°C hingga 24°C untuk penyimpanan selama lebih dari 72 jam, kecuali bila
diproduksi dengan kemasan khusus dapat disimpan untuk periode yang lebih lama,
misalnya menggunakan dengan menggunakan kantong darah khusus dapat bertahan
hingga lima hari. Tidak dianjurkan untuk disimpan pada suhu 2°C hingga 6°C, walaupun
pada literatur yang berbeda ada juga yang membenarkan penyimpanan pada suhu 1-6ºC
untuk tiga hari, dimana produk ini fungsi hemostatiknya lebih baik namun viability pasca
transfusinya kurang9,14.
Indikasi :
Terapi pada pasien dengan gangguan perdarahan akibat : trombositopenia, dan gangguan
fungsi platelet. Patokan jumlah trombosit untuk diberikan transfusi platelet konsentrat
adalah trombosit <50.000/µL pada pasien yang mengalami perdarahan9,14.
Pencegahan perdarahan pada pasien dengan trombositopenia yaitu bila trombosit 5000-
10.000/µL, seperti pada kegagalan fungsi produksi di sumsum tulang, hipoplasi
sumsumtulang akibat kemoterapi, invasi tumor atau aplasia primer sumsum tulang9,14.
Kontraindikasi :
Umumnya tidak diindikasikan untuk profilaksis perdarahan pada pasien yang akan
menjalani prosedur operatif, kecuali secara signifikan memiliki defisiensi platelet pre-
operatif.
Tidak diindikasikan pada pasien dengan :
o Idiopathic autoimmune thrombocytopenic purpura (ITP)
o Thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP)
o Untreated disseminated intravascular coagulation (DIC)
o Thrombocytopenia associated with septicemia, hingga pasien telah mendapat
terapi yang adekuat atau adanya hipersplenisme.
19
Dosis :
Satu unit platelet concentrate/10kgBB : untuk pasien dewasa dengan berat badan 60 atau
70 kg, 4 hingga 6 unit darah donor mengandung kurang lebih 240x109/L untuk mencapai
hitung jenis platelet 20-40 x 109/L, dari literatur yang berbeda menyebutkan dapat
mencapai 5-7 unit kantong yang diperlukan. Sementara satu unit platelet konsentrat yang
berasal dari 450mL darah lengkap dapat menaikkan jumlah trombosit sebanyak 9000-
11000/µL/m2 luas permukaan tubuh. Dan untuk dewasa dengan berat badan 70 kg
diperkirakan dapat menaikkan 5000-10.000/µL. Penghitungan peningkatan jumlah
trombosit yang dikoreksi (corrected count increment=CCI) dapat dihitung leih akurat
dengan rumus 9,14:
Keberhasilan transfusi trombosit dapat dipantau dengan menghtiung jumlah trombosit (CCI) 1
jam pasca transfusi dimana CCI>7,5-10 x 109/L atau CCI>4,5-10 x 109/L yang diperiksa 18-24
jam pasca transfusi14.
Cara Pemberian9,14 :
Diberikan segera mungkin setelah pooling, umumnya diberikan dalam empat jam,
karena berisiko terjadi proliferasi bakteri.
Tidak boleh dimasukkan ke dalam pendingin lagi sesaat sebelum diberikan, karena akan
menurunkan fungsi platelet.
20
4-6 unit platelet concentrates donor sebaiknya di berikan menggukan set transfusi yang
masih baru dan berstandar.
Tidak ada infus set khusus pada pemberian platelet concentrates.
Diberikan selama 30 menit
Tidak boleh memberikan platelet concentrates dari donor dengan RhD positif ke pasien
perempuan dengan RhD negative yangs sedang menyusui.
Sebisa mungkin diberikan pada pasien dengan golongan ABO yang sesuai
Komplikasi :
Reaksi demam non-hemolitik dan reaksi urtikaria adalah reaksi yang jarang ditimbulkan,
terkhusus pada pasien dengan multiple transfusions. Namun komplikasi ini tetap dapat terjadi,
dan bila terjadi reaski transfusi seperti demam, antipiretik yang dipili sebaiknya buka golongan
aspirin karena dapat menghambat agregasi dan fungsi trombosit9,14.
Perlu diketahui bahwa transfusi berulang dari trombosit dapat menyebabkan aloimunisasi
terhadap HLA dan antigen lainnya serta dapat terjadi refrakter yang ditandai dengan tidak
adanya peningkatan trombosit. Pada pasien dengan sepsis dan hiperslenisme walaupun tidak
dianjurkan pemebrian produk ini, namun bila terdapat perdarahan aktif, dapat dipertimbangkan
untuk diberikan produk ini14.
21
Deskripsi : tersedia dalam sedaian 150-300mL, platelet dengan kandungan 150-500 x109,
ekuivalen 3-10 Platelet Concentrates dari donor tunggal, kandungan platelet, volume dari
plasma dan kontaminasi leukosit bergantung dari prosedur pembuatannya.
Risiko Infeksi :
Memiliki risiko infeksi yang sama dengan whole blood dan packed red cell.
Penyimpanan :
Pada suhu 20°C hingga 24°C untuk penyimpanan selama lebih dari 72 jam, kecuali bila
diproduksi dengan kemasan khusus dapat disimpan untuk periode yang lebih lama. Tidak
dianjurkan untuk disimpan pada suhu 2°C hingga 6°C9,14.
Indikasi :
Memiliki indikasi yang sama dengan Platelet concentrates yang diambil dari Whole
blood.
22
Dosis :
Satu unit sediaan platelet concentrate yang diambil dari pendonor tunggal melalui apheresis
umumnya sesuai dengan satu dosis teraupetik.
Cara pemberian :
Cara pemberian pada platelet concentrate yang diambil melalui platepheresis sangat
menekankan untuk memperhatikan adanya kesesuaian ABO antar darah pendonor dengan
resepien. Karena titer anti-A atau anti-B yang tinggi pada darah donor akan mensuspend platelet
yang dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah resepien.
Deskripsi : satu sediaan terdiri dari plasma yang dipisahkan dari satu unit darah donor Whole
blood dalam waktu enam jam, dan kemudian di bekukan pada suhu -18- (-25°)C atau lebih
untuk penyimpanan selama satu tahun. Mengandung plasma dengan dengan kandungan faktor
pembekuan yang stabil, albumin, dan immunoglobulin.
23
Sediaan :
Umumnya tersedia dalam kantong berisi 200-300mL, dan 200-250mL. Sediaan FFP 200-
300 mL mengandung 70% faktor pembekuaan VIII dari level FFP yang normal,
sementara berdasarkan rujukan yang menyebutkan sediaan FFP tersedia dalam 200-250
cc mengandung 1 IU/mL untuk setiap faktor pembekuan dan 200-400mg fibrinogen. Satu
unit FFP dapat meningkatkan 2-3 % nilai dari faktor pembekuan9,14.
Tersedia volume yang lebih kecil untuk anak-anak
Risiko infeksi :
Memiliki risiko infeksi yang sama dengan Whole blood bila tidak melalui proses
sterilisasi dengan UV atau pemanasan lainnya.
FFP akan memiliki risiko infeksi yang rendah bila melalui proses sterilisasi dengan
methylene blue atau penyinaran dengan ultraviolet light inactivation.
Penyimpanan 9,14:
Disimpan pada suhu dibawah 18- (-25)°C atau pada suhu yang lebih rendah untuk
penyimpanan selama lebih dari satu tahun.
Sebelum digunakan harus dicairkan di bank darah dengan air bersuhu 30-37°C.
Temperatur suhu yang lebih tinggi dapat merusak komponen faktor pembekuan dan
kandungan protein lainnya.
FFP yang sudah dicairkan, dan belum digunakan (harus segera digunakan dalam enam
jam setelah dicairkan), disarakan untuk disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu
+2-+6ºC
24
Indikasi :
Digunakan untuk terapi pengganti pada keadaan defisiensi multiple coagulation factors,
misalnya pada : penyakit liver, overdosis obat warfarin, dan keadaan deplesi faktor
koagulasi pada pasien yang menerima transfusi darah dalam jumlah yang besar.
Penyakit Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Koagulopati dilusional
Penyakit Thrombotic thrombocytopenic purpura (TIP)
Familial deficiency of factor-V, II,VII, IX
Defisiensi antitrombin III
Kontraindikasi :
Dosis :
Dosis inisial yang diberikan adalah 15mL/kg. Produk ini dierikan dalam enam jam setelah
pencairan, dengan memakai saringan/filter standar. Plasma harus cocok golongan ABO-nya
dengan sel darah merah pasien dan tidak perlu uji silang. Jila plasma diberikan sebagai pengganti
faktor koagulasi dosisnya adalah 10-20mL/KgBB (4-6 unit untuk orang dewasa) dapat
meningkatkan faktor koagulasi 20-30%, dapat pul meningkatkan faktor VIII 2% (1 unit/kg)9,14.
Cara Pemberian9,14 :
Pemberian donor idealnya harus adanya kesesuaian golongan darah untuk mencegah
hemolysis sel darah dari resepien.
Tidak diperlukan dilakukan tes kompatibilitas
Transfusi diberikan dengan menggunakan set infus berstandar untuk transfusi darah
segera setelah FFP yang beku sudah mencair.
25
Liquid Plasma
Deskripsi : adalah hasil pemisahan plasma dari satu unit whole blood dan disimpan pada suhu
+4°C.
Deskripsi : Gabungan plasma dari beberapa donor yang digabung sebelum dibekukan dan di
keringkan.
Risiko Infeksi :
Tahap pemrosesan untuk liquid plasma tidak terdapat tahap penginaktivasi virus, sehingga
kemungkinan infeksi oleh virus dapat terjadi dan bisa meningkat beberapa kali. Jenis produk
darah ini merupakan jenis yang sudah lama ditinggalkan.
Cryoprecipitate-Depleted Plasma
Deskripsi : plasma yang hampir sebagian komponen fibrinogen dan faktor pembekuan-VIII
telah diambil sebagai cryoprecipitate, tetapi masih mengandung konstituen plasma lainnya.
Risiko infeksi : tidak efektif untuk inaktivasi virus hepatitis A dan vParvovirus B19.
Cryoprecipitate
Deskripsi : diambil dari fresh frozen plasma , dengan mengumpulkan bagian yang mengalami
presipitasi selama pengontrolan pencairan pada suhu +4°C selamam 12-14 jam atau pada
circulating waterbath pada suhu +4°C selama 75 menit dan dilakukan resuspending dalam 10-20
mL plasma untuk memisahkan komponen yang berpresipitasi pada suhu tersebut. Komponen
yang masih berpresipitat itu adalah kriopresipitat9,14.
Produk ini mengandung faktor pembekuan VIII dan fibrinogen dari separuh bagian darah donor
whole blood, kandungan dalam satu sedaian yaitu untuk factor emebekuan VIII : 80-
100iu/kantong ; fibrinogen :150-300mg/kantong9,14.
27
Sediaan :
Satu kantong sediaan cryoprecipitate umumnya berasal dari satu donor darah atau dapat berasal
dari enam atau lebih darah donor yang telah disatukan menjadi satu unit sediaan cryoprecipitate.
Risiko infeksi :
Cryoprecipitate memiliki risiko infeksi yang sama dengan plasma, namun untuk dosis normal
orang dewasa setidakya terpapar dari enam donor yang berbeda.
Penyimpanan : pada suhu -18 – (-25)°C atau lebih dingin untuk penyimpanan lebih dari satu
tahun dengan volume 10-15mL.
Indikasi :
Alternatif pilihan terapi pada pasien dengan kelainan genetik berupa defisiensi dari :
Von Wiilebrand factor (von willebrands disease)
Faktor pembekuan VIII (hemophilia A)
Faktor XIII
Sebagai sumber fibrinogen pada acquired coagulopathies : seperti pada Disseminated
intravascular coagulation (DIC).
Dosis :
meningkatkan fibrinogen 60-100mg/dL. Pad pasien hemofilia A satu kanotng kriopresipitat yang
mengandung faktor VIII 35%9,14.
Cara Pemberian :
Albumin
Deskripsi : hasil produk fraksinasi dari sejumlah besar donor plasma yang telah digabungkan.
Sediaan :
Albumin 5% : mengandung 50mg/mL albumin
29
Risiko infeksi : tidak ada risiko transmisi dari infeksi virus bila diproses secara tepat.
Indikasi9 :
Pada penggunaan albumin 20% dapat menyebabkan ekspansi intravaskular yang terjadi
secara akut sehingga berisiko terjadinya edema paru.
Kontraindikasi :
Albumin intravena tidak digunakan untuk terapi nutrisi secara parenteral karena memiliki harga
yang mahal dan tidak efisien sebagai sumber asam amino.
30
Dosis :
Albumin dan fraksni protein plasma tidak memerlukan filter dalam pemberiannya. Pengobatan
hipotensi dengan albumin hendaklah disesuaikan dengan hemodinamik pasien. Dosis 500mL
(10-20Ml/kg pada anak-anak) diberikan secara cepat unutk mengatasi syok. Pada pasien luka
bakar dosis albumin atau fraksi plasma protein diberikan dalam dosis tertentu untuk
mempertahakan kadar protein plasma 5.2g/dL atau lebih tnggi. Albumin tidak digunakan untuk
jangka panjang9,4.
Cara pemberian :
Deskripsi9 :
Konsentrat faktor VIII merupakan hasil pencucian sebagian dari plasma pools yaitu
kumpulan dari sejumlah besar plasma dari beberapa donor darah.
Faktor VIII memiliki rentang kandungan sebanyak 0.5-20 iu/mg protein
31
Prosuk ini telah tersedia dan mendapat izin penggunaan di beberapa Negara (USA dan
Euripean Union), telah melewait proses pemanasan dan beberapa proses untuk
mengurangi risiko transmisi dari beberapa virus.
Sediaan :
Tersedia dalam sediaan vial berupa protein kering-beku berlabel, yang umumnya
mendung 250 iu dari Faktor pembekuaan VIII.
Risiko infeksi :
Produk dengan label bertuliskan virus ‘inactivated’ yang saat ini sudah banyak ditemukan
dimasyarakat, tidak menunjukkan kemungkinan transmisi dari HIV, HTLV, viru hepatitis B dan
C, dan beberapa virus lainnya yang meimiliki selubung lemak, namun pada virus yang tidak
memiliki struktur selubung lemak seperti pada virus hepatitis A dan Parvovirus hal ini kurang
efektif.
Penyimpanan :
Indikasi :
Dosis :
Cara lain adalah : tiap unit faktor VIII/kgBB akan menignkatkan 2% (0.02IU/mL).
Pemberiannya dapat melalui infus dengan menggunakan sarigan/filter darah standar atau dengan
jarum suntik dengan filter yang telah tersedia bersama sediaannya14.
Cara Pemberian :
Sediaan :
Tersedia dalam kemasan vial yang berisi protein kering beku berlabel, umumnya mengandung
350-600 iu faktor pembekuan IX
33
Penyimpanan :
Penyimpanan sediaan ini dilakukan sama dengan penyimpanan untuk sediaan faktor pembekuan
VIII.
Indikasi :
Kontraindikasi :
PCC tidak disarankan untuk digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi hepar atau
thrombotic tendency.
Dosis :
Satu unit faktor IX setara dengan satu milliliter plasma manusia. Dosis yang diberikan
tergantung gejala klinis dan kebutuhan pasien. Sejumlah konsentrat faktro IX diinfuskan dengan
rumus seperti menghitung penggunaan dosis faktor VIII, namun secara invivo hanya sekitar 50%
yang dipakai karena distribusi ke ekstravaskular. Jadi setiap unit yang diinfuskan per kgBB akan
mengingkatkan 1% faktor IX14.
Cara pemberian :
Sediaan diberikan sesuai dengan cara pemberian untuk faktor pembekuaan VIII
34
Deskripsi :
Merupakan hasil fraksinasi dari plasma yang telah diolah dan melewati proses pemanasan,
mengandung separuh bagian faktor koagulasi yang aktif.
Risiko Infeksi :
Kemungkinan memiliki risiko infeksi yang sama dengan hasil fraksinasi lain yang sudah
melalui proses pemanasan sebelumnya.
Indikasi :
Hanya digunakan pada pasien dengan Inhibitor faktor VIII
Cara Pemberian :
Sediaan ini hanya digunakan bila ada saran dari dokter ahli
Immunoglobulin Intramuskular
Deskripsi : merupakan sediaan larutan pekat yang mengandung komponen plasma berupa
antibodi IgG.
Sediaan :
Tersedia dalam satu unit yang mengandung immunoglobulin manusia berstandar yang diambil
dari sejumlah besar darah donor dan mengandung antibodi aktif,untuk melawan agen infeksius,
yang mana sebelumnya sudah terpapar pada darah donor9.
Risiko Infeksi9 :
Laporan transmisi oleh infeksi virus belum ada laporan untuk penggunan
immunoglobulin secara intramuskular.
35
Indikasi :
Untuk pencegahan beberapa infeksi tertentu
Untuk pasien dengan hiperimunitas atau memiliki antibody spesifik: pasien dengan kadar
antibodi yang tinggi untuk agen infeksi tertentu: misalnya virus hepatitis B, rebies,
tetanus,
Untuk terapi pada keadaan defisiensi imun
Cara pemberian :
Tidak diperbolehkan memberikan secara inttavena bila terjadi reaksi alergi yang berat.
Anti-Rhd Imunoglobulin9
Deskripsi : diambil dari plasma yang mengandung kadar antibody anti-RhD yang tinggi dari
donor yang sebelumnya sudah menerima imunisasi
Indikasi :
Untuk persiapan pencegahan penyakit hemolitik autoimun pada bayi baru lahir dari
ibu dengan RhD-negatif.
Immunoglobulin Intravena
Deskripsi : merupakan produk yang sama dengan Anti-Rhd untuk penggunaaan
intramuscular, namun telah melewati beberapa proses sehingga aman untuk diberikan secara
intravena9.
Indikasi :
Untuk pasien dengan Idiopathic Autoimune thrombocytopenia purpura (ITP) dan
beberapa penyakit imun lainnya
Terapi pada keadaan defisiensi imun
Hipogammaglobulinemia
Penyakit penyerta pada pasien dengan HIV
36
Dosis :
Penggunaan intravena maupun intramuscular tergantung indikasi, karakter pasien, dosis yang
digunakan adalah sebagai berikut14 :
ITP dan penyakit autoimun alinnya : IV 400g/kg/hari selama 2-5 hari atau 0.8g/kg/hr
selama 1-2 hari.
Defidiensi immunoglobulin kongenital :
IM : 0.7mL/kg/bulan
IV : 200-800mg/kg/bulan
Profilaksis hepatitis A : IM 0.02-0.04ml/kg
Hepatitis B : 0.06Ml/kg IM diulang satu bulan
Berdasarkan tujuan dari transfusi darah diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari transfusi
salah satunya adalah menjaga atau menyelamatkan perfusi jaringan dari keadaan yang dapat
mengancam nyawa dari pasien. Perfusi jaringan dari seorang pasien dapat kita evaluasi dari
keadaan klinis pasien itu sendiri. Pada guideline terbaru menjelaskan bahwa hemoglobin
bukanlah penentu dilakukannya tindakan transfusi. Keputusan dilakukannya tindakan transfusi
sangat bergantung dari keadaan klinis pasien. Pada kadar hemoglobin sebesar 8gr/dL, masih
dapat menunjang perfusi oksigen ke jaringan, oleh karena itu secara klinis umumnya
asimptomatik9,20.
37
Transfusi darah bukan menjadi pilihan utama sebagai pengganti cairan dan darah yang hilang
selama intraoperatif. Tujuan dari transfusi adalah menyongkong oksigenasi ke jaringan yang
membutuhkan, dan bukan menjadi pilihan utama saat keadaan hipovolemia, karena terdapat
pilihan cairan lainnya yang dapat diberikan sebelum keadaan pasien menunjukkan batas harus
segera diberikannya transfusi karena konsentrasi oksigen yang sedikit dan memang sudah tidak
dapat dikompensasi lagi oleh tubuh. Penentuan batas atau tolak ukur harus diberikannya darah
atau transfusi bergantung dari keadaan klinis pasien, termasuk penyakit dasar dari pasien tersebut
dan terdapat beberapa faktor lainnya. Pada keadaan hemoglobin < 7g/dL, cardiac output akan
meningkat untuk menyokong oksigenasi ke jaringan, pada kasus pasien yang berusia lebih tua
(geriatric patient), pasien dengan penyakit jantung atau gangguan fungsi paru-paru, berdasarkan
dari bukti klinis menunjukkan diperlukannya menaikkan kadar hemoglobin yang lebih tinggi
dibandingkan pasien tanpa gangguan dasar tersebut20.
Penggunaan cairan pengganti cairan dan darah yang hilang selama prosedur operatif
berlangsung, umunya klinisi menggunakan cairan kristaloid atau koloid, atau keduaanya
sekaligus dengan perbandingan 1:1. Pemilihan cairan kristaloid dan koloid untuk mengatasi
keadaan hipovolemia sebelum batas kritis segera dibutuhkannya transfusi darah, memungkinkan
tubuh pasien dapat secara aman mentolerir keadaan hipovolemia, hal ini terjadi karena beberapa
alasan, antara lain14 :
1. Suplai oksigen pada orang dewasa sehat dalam keadaan istirahat (tidak melakukan aktivitas)
dengan kadar hemoglobin yang normal tiga hingga empat kali lebih besar daripada yang
dibutuhkan oleh jairngan untuk metabolisme. Hal ini adalah yang memungkinkan penurunan
kadar hemoglobin dapat terjadi tanpa adanya konsekuensi serius dari tubuh.
2. Adanya mekanisme kompensasi yang dilakukan oleh tubuh saat terjadinya perdarahan, untuk
menjada perfusi oksigen ke jaringan.
3. Mekanisme kompensasi yang dilakukan oleh tubuh dan suplai oksigen ke tubuh akan terjaga
dengan baik bila diberikan cairan pengganti saat terjadinya perdarahan tersebut.
4. Penggantian darah yang hilang dengan kristaloid atau koloid akan menyebabkan terjadinya
hemodilusi. Hal ini akan menurunkan viskositas darah dan meningkatkan aliran darah di
pembuluh vena maupun kapiler, meningkatkan kembali cardiac output, dan meningkatkan
suplai oksigen ke jaringan.
39
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas, menyimpulkan bahwa penentuan timing
yang tepat untuk dilakukannya transfusi. Sumber yang disalur dari buku Morgan and Mikhail’s
Clinical Anasthesia, pertimbangan perlu diberikannya transfusi dilihat keadaan klinis pasien
sebagai patokan utama, dan hal ini juga ditekankan pada beberapa literatur lainnya, karean
keadaan klinis adalah respon langsung dan nyata dari adanya gangguan hemodinamik pasien itu
sendiri. Selain itu untuk menentukan target waktu transfusi ini juga dapat ditentukan sebelum
tindakan pemebedahan (pre-operatif) dengan memperkirakan estimasi volume darah (estimating
blood volume/EBV) dari hematocrit pre-operatif pasien. Estimasi volume darah pasien dapat
diperhatikan pada tabel dibawah ini14,20,
Pada sumber yang disalur dari The Clinilcal Use of Blood by WHO, Geneva (tahun 2002)
untuk pasien anak-anak estimasi volume darah didapatkan dari 80mL/KgBB, sementara masih
dari sumber yang sama, perkiraan volume darah orang dewasa tanpa memandang jenis kelamin
adalah 70mL/KgBB14.
Pasien dengan nilai hematokrit yang normal, diberikan transfusi darah apabila telah
kehilangan darah sebesar 10-20% dari total volume darah, namun perlu diingat bahwa keadaan
klinis pasien tetap menjadi patokan utama dan juga mempertimbangkan prosedur operasi yang
dilakukan, hal ini untuk mencegah terjadinya penurunan hemodinamik yang drastis yang tidak
disadari karena hanya berpatokan dari persentase darah yang hilang20.
Menentukan jumlah volume darah yang diperlukan untuk menurunkan nilai hematorit hingga
30% adalah dengan menghitung beberapa hal dibawah ini 20:
40
1. Estimasi volume darah (Estimated blood volume/ EBV) di dalam tubuh (sesuai tabel
2.2 atau berdasarkan panduan dari WHO)
2. Estimasi red blood cell volume (RBCV) berdasarkan hematokrit pre-operatif
(RBCVpreop).
3. Estimasi RBCV pada hematokrit 30%, dengan mengasumsikan volume darah adalah
normal.
4. Menghitung RBCV yang hilang saat Hematokrit mencapai 30% ; RBCVlost =
RBCVpreop – RBCV30%.
5. Allowable blood loss = RBCVlost x 3
Contoh 20:
Diketahui : Seorang perempuan dengan berat badan 85 Kg memiliki nilai hematokrit preoperatif
35%.
Ditanya : Berapa volume darah yang hilang yang dapat menurunkan hematokrit hingga 30%?
Penyelesaian :
EBV = 65mL/kg x 85 kg
= 5525 mL
RBCV35% = 5525 x 35%
= 1934 mL
RBCV30% = 5525 x 30%
= 1658 Ml
Jadi, jumlah volume darah yang hilang untuk mencapai hematokrit 30% = 1934 mL
-1658 mL = 276 mL.
Sementara Allowable blood loss (jumlah kehilangan darah yang masih dapat ditolerir
oleh tubuh) = 3 x 276 mL = 828 mL.
Oleh karena itu, pertimbangan untuk melakukan transfusi harus segera dibuat bila pasien
telah kehilangan darah lebih dari 800mL. Panduan terkini meyakinkan bahwa transfusi tidak
diperkenankan hingga nilai hematokrit mencapai ≤ 24% atau hemoglobin < 8 g/dL, namun pada
41
keadaan khusus dengan komorbid seperti penyakit jantung, hal ini perlu untuk dipertimbangkan
kembali, terlebih pada keadaan perdarahan mencapai 800mL20.
Panduan klinis yang umum digunakan untuk menentukan berapa banyak darah yang akan
diberikan saat transfusi, berpatokan pada dasar teori berikut ini20 :
Satu unit PRC akan meningkatkan hemoglobin sebesar 1g/dL dan hematokrit 2-3% pada
orang dewasa.
10mL/KgBB transfusi sel darah merah atau PRC yang diberikan dapat meningkatkan
hemoglobin sebesar 3g/dL dan hematokrit 10%.
Tabel 2.3. Batas untuk memulai pemberian darah atau produk darah dalam transfusi darah
(sumber : The Clinical Use of Blood, WHO,Geneva, 2002)14
Batas Waktu Pemberian Transfusi
Produk Darah Mulai Transfusi Waktu selesai Transfusi
Whole Blood dan produk Sel Dimulai dalam 30 menit Transfusi diberikan selama 4
darah Merah pekat setelah diambil dari tempat jam (< 4 jam pada suhu yang
penyimpanan lebih tinggi)
Platelet concentrates Segera setelah dikeluarkan Transfusi diberikan selama
dari tempat penyimpanan 20 menit
Fresh Frozen Plasma dan Segera mungkin setelah Transfusi diberikan selama
cryoprecipitate dikeluarkan dari tempat 20 menit
penyimpanan
Transfusi set atau infus set yang digunakan untuk transfusi darah dihrapkan sesuai dengan
beberapa saran dibawah ini,
Menggunakan transfusi set baru, dalam keadaan yang masih steril dan memiliki
mikrofilter berukuran 170-200 micron.
Transfusi set digantikan setiap 12 jam selama proses transfusi darah masih
berkelanjutan.
C. Menghangatkan Darah
Mengahangatkan darah atau produk darah yang baru dikeluarkan dari lemari pendingin,
hingga saat ini belum terdapat bukti bahwa melakukan hal tersebut memberikan suatu
keuntungan saat laju transfusi dijalankan dengan pelan.
43
Laju transfusi lebih dari 100mL/menit, dengan darah yang masih dingin memungkinkan
untuk terjadinya cardiac arrest. Walaupun demikian, pada keadaan ini, mengahangatkan atau
menjaga suhu tubuh pasien lebih penting daripada menghangatkan darah yang akan diinfus itu
sendiri.
Menghangatkan darah umumnya perlu dilakukan pada keadaan berikut ini :
Transfusi dengan volum darah besar dan diberikan secara cepat :
Dewasa : >50mL/kg/jam
Anak-anak : > 15mL/Kg/jam
Transfusi tukar pada neonatus
Darah yang akan ditransfusikan tidak boleh dihangatkan didalam wadah berisi air panas,
karena dapat mengakibatkan terjadinya hemolysis dari sel darah merah, yang bila diberikan akan
mengancam nyawa dari pasien.
Monitor pasien yang menerima transfusi sebaiknya dilakukan sebelum transfusi, saat
tansfusi dan setelah diberikan transfusi, panduan monitoring pada pasien yang akan diberikan
transfusi dapat diperhatikan pada langkah-langkah dibawah ini :
a) Setiap pemberian satu unit produk darah, monitor hal berikut ini :
Sebelum diberikan transfusi
Segera setelah diberikan transfusi
15 meit setelah diberikan transfusi
Setiap jam setelah diberikan trasnfusi
Setelah trasnfusi selesai
4 jam setelah transfusi selesai
b) Pada setiap tahap pemantauan, catat beberapa informasi yang diperoleh dari pasien
berikut ini :
Keadaan umum pasien
Temperature
Denyut nadi
Tekanan darah
Laju pernafasan
Balans cairan :
Oral intake dan cairan yang diberikan IV
Produksi urin
c) Catat :
Waktu dimulainya transfusi
Waktu selesai transfusi
Volume dan tipe produk darah yang ditransfusikan
45
1. Demam
Demam merupakan komplikasi yang paling seing dijumpai dalam praktik klinis. Pada
beberapa literatur menggunakan istilah febrile nonhemolytic transfusion reaction (FNHTRs),
untuk menjelaskan suatu demam yang timbul pada pasien yang sedang menerima transfuse atau
pasca transfusi. Peningkatan suhu badan saat menjalani transfusi dapat disebabkan oleh antibody
leukosit, antibody trombosit, atau senyawa pirogen. Untuk menghindari reaksi ini, dapat
dilakukan uji cocok silang antara leukosit donor dengan serum resipien pada pasien yang
mendapat transfusi leukosit. Cara lain adalah dengan memberikan produk darah yang
mengandung sedikit leukosit, leukosit yang dibuang pada produk ini minimal 90% dari total
jumlah leukosit. Transfusi juga dapat dilakukan dengan memasang mikrofiltrasi yang
mempunyai ukuran pori 40mm. dengan filter ukuran ini jumlah leukosit dapat berkurang sampai
60%. Pemberian prednisone 50mg atau lebih sehari atau 50mg Kostison oral setiap 6 jam selama
48 jam sebelum transfusi atau aspirin 1 g saat mulai menggigil atau satu jam sebelum transfusi,
dilaporkan dapat mencegah demam akibat transfusi. Pemberian obat sebelum transfusi ini
46
termasuk dalam tindakan premedikasi. Disalur dari penelitian yang dilakukan oleh Geiger dan
Howard pada tahun 2007, pada sebuah rumah sakit di USA, hampir semua klinis meresepkan
agen antipiretik dan anti (dalam hal ini obat parasetamol dan dyphenidramine) untuk pasien yang
akan menjalani transfusi darah. Namun sampai saat ini tujuan dan efektifitas tindakan
premedikasi sebelum transfusi masih diragukan, karena adanya pro dan kontra yang ditemukan
dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan9,10.
2. Reaksi Alergi
Reaksi anafilaktif atau biasa disebut rejatan anafilaktif terjadi pada 20.000 transfusi. Reaksi
alergi ringan yang menyerupai urtikaria timbul pada 3% transfusi. Reaksi anafilaktif yang berat
terjadi akibat interaksi antara IgA pada darah donor dengan anti-IgA spesifik pada plasma
resepien9.
3. Reaksi Hemolitik
Reaksi hemolitik pada pasien yang menerima transfusi terjadi karena sel darah merah
mengalami destruksi akibat darah donor yang incompatible. Reaksi hemolitik dapat terjadi akibat
transfusi eritrosit yang rusak akibat paparan dengan dekstrose 5%, injeksi air ke dalam sirkulasi ,
transfusi darah yang lisis, transfusi darah dengan pemanasan yang berlebihan, transfusi darah
beku, transfusi dengan darah yang terinfeksi, trnasfusi darah dengan tekanan tinggi9.
Jika seseorang yang menerima transfusi darah memiliki struktur antigen eritrosit berbeda
dengan donor, maka dapat terbentuk antibodi pada tubuh resepien darah. Rekasi antara antigen
eritrosit dan antibodi plasma, baik yang spesifik maupun nonspesifik, menyebabkan antibodi
merusak eritrosit. Destruksi eritrosit yang cepat akan melepaskan hemoglobin bebas ke dalam
plasma sehingga menyebabkan kerusakan ginjal, toksemia, dan kematian.
Reaksi tranfsui ini dapat bersifat segera (immediate) atau lambat (delayed). Pada reaksi tipe
cepat dibagi lagi menjadi reaksi tipe cepat yang mengancam nyawa dan yang tidak mengancam
nyawa. Reaksi tipe cepat yang mengancam nyawa terjadi berkaitan dengan hemolysis
intravaskular masif karena adanya antibody pengaktif komplemen dari kelas igG dan igM ,
biasnaya dengan spesifitas ABO. Sementara untuk reaksi yang tidak begitu mengancam nyawa
berkaitan dengan hemolysis ekstravaskular (misalnya antibody imun system Rh yang tidak
mampu mengaktifkan komplemen). Sekitar 1 dari 1000 pasien secara klinis menunjukkan
47
manifestasi reaksi transfusi lambat dan 1 dari 260.000 pasien menunjukkan reaksi hemolitik
yang nyata karena mempunyai antibodi terhadap antigen eritrosit minor yang tidak terdeteksi
oleh tes antibodi rutin sebelum transfusi. Reaksi ini akan lebih mudah terjadi pada populasi yang
mempunyai risiko seperti penyakit anemia sel bulan sabit (sickle cell anemia)9,10.
4. Penularan Penyakit
Selain masalah infeksi antigen-antibodi, maka transfuse yang aman juga harus
memeperhaitkan kemungkinan penularan penyakit yang dapat menular melalui darah, seperti
HIV, hepatitis B, hepatitis C, dan virus lainnya. Bakteri juga dapat mengkontaminasi eritrosit
dan trormbosit sehingga dapat menyebabkan infeksi dan terjadinya sepsis setelah transfusi9.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiohadi B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Keempat. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.
2. New Zealand Blood Service. Transfusion Medicine Handbook Third Edition ,. 2016;
3. Guyton A, Hall J. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. In: Rachman L, Hartanto H, Novrianti
A, Wulandari N, editors. 11th ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 3–4. 1.
4. Silbernagl S, Despopoulos A. Color Atlas of Physiology. In: Wandrey SO, editor. 6th ed.
New York,USA: Thieme Publishing Group; 2009. p. 88–9. Available from:
http://www.thieme.com
5. Britannica Educational Publishing. The Human Body : Blood Physiology and Circulation.
In: Rogers K, editor. 1st ed. New York: Britannica Educational Publishing, Rosen
Educational Services; 2011. p. 19–23.
6. OpenStax College Rice University. Anatomy and Physiology. In Houston,Texas: Rice
University; 2013. p. 738–40. Available from: http://openstaxcollege.org.
7. Netter, Frank.H. Atlas Of Human Anatomy 18th Edition. Philadelphia, PA,
Saunders/Elsevier.
8. Murray, R.K., Granner, D.K., & V.W. Biokimia harper (27 ed.). Jakarta: Buku Kedokteran
EGC: 2008.
9. Adi, P.R., 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta`: Interna Publishing,
p.1425.
10. Hoffbrand A, Moss P. Kapita Selekta Hematologi. In: Sandra F, editor. 6th ed. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC; 2011. p. 366,373.
11. Huang J, Qin D, Gu C, Huang Y, Ma H, Huang H, et al. Autologous and Nonautologous
Blood Transfusion in Patients with Ruptured Ectopic Pregnancy and Severe Blood Loss.
2017;2017.
12. American Society of Anesthesiologists. Practice Guidelines for Perioperative Blood
Management. Anasthessiolgy J [Internet]. 2015;122(2):241–0. Available from:
www.anesthesiolgy.org
49
13. World Health Organization. 2011. Clinical Transfusion Practise Guidelines For Medical
Interns. Bangladesh.
14. WHO. The clinical use of blood: handbook. Geneva, 2002. Available from:
http://www.who.int/bct/Main_areas_of_work/Resource_Centre/CUB/English/Handbook.p
df.
15. Dodge M. Whole Blood in EMS May Save Lives. J Emerg Med Serv [Internet].
2018;43(2). Available from: www.jems.com/articles/print/volume-43.issue-
2/features/whole-blood-in-ems-may-save-lives.html
16. Auckland District Health Board. How to Administer Red Cell-Quick Guide [Internet].
[cited 2018 Nov 7]. Available from:
www.clinicaldata.nzblood.co.nz/resourcefolder/redcells.php?dhbid=1
17. Blood Transfusion [Internet]. Queens University ,school of Medicine. [cited 2018 Nov 7].
Available from:
https://meds.queensu.ca/central/assest/modules/clerk_bloodtrans_draft/platelet_concentrate
.html
18. Human Albumin 20% BIOTEST albumin serum normal [Internet]. IKPP. [cited 2018 Nov
7]. Available from: https://e-katalog.ikkp.go.id/backend/katalog/lihat_produk/377544
19. Haemoctin [Internet]. Biotest : from nature for life. Available from: www.biotest.com
20. Morgan, Mikhail. Clinical Anesthesiology. 5th ed. Butterworth J, Mackey D, Wasnick J,
editors. USA: Mc-Graw-Hill Education; 2013. 3183-0 p.