Anda di halaman 1dari 49

1

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................3

2.1. Komposisi Darah ..............................................................................................4

2.2. Fisiologi Darah .................................................................................................5

2.3. Transfusi Darah ...............................................................................................6

Pengertian Transfusi ...............................................................................................6

Indikasi Transfusi ...................................................................................................8

Jenis-Jenis Transfusi ...............................................................................................9

Transfusi Darah dalam Keperluan Medis .............................................................36

Teknis Pemberian Darah Untuk Keperluan Medis ..............................................41

Komplikasi Transfusi Dan Penanganannya .........................................................45

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................48


2

BAB 1
PENDAHULUAN

Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu
orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah umumnya berhubungan dengan
kehilangan darah dalam jumlah besar yang disebabkan oleh trauma, operasi, syok dan tidak
berfungsinya organ pembentuk sel darah merah. Bila digunakan dengan benar, transfusi dapat
menyelamatkan jiwa pasien dan meningkatkan derajat kesehatan. Indikasi tepat transfusi darah
dan komponen darah adalah untuk mengatasi kondisi yang menyebabkan morbiditas dan
mortalitas bermakna yang tidak dapat diatasi dengan cara lain. Keputusan melakukan transfusi
harus selalu berdasarkan penilaian yang tepat dari segi klinis penyakit dan hasil pemeriksaan
laboratorium1,2.
WHO Global Database on Blood Safety melaporkan bahwa 20% populasi dunia berada di
negara maju dan sebanyak 80% telah memakai darah donor yang aman, sedangkan 80% populasi
dunia yang berada di negara berkembang hanya 20% memakai darah donor yang aman.
Transfusi darah atas indikasi yang tidak tepat tidak akan memberi keuntungan bagi pasien,
bahkan memberi risiko yang tidak perlu2.
Penggunaan transfusi darah yang rasional sangatlah penting untuk meningkatkan drajat
kesehatan pasien sekaligus untuk mencegah komplikasi dari transfusi darah atau produk darah itu
sendiri, serta mencegah penggunaan darah tanpa indikasi, sehingga nilai efisiensi dari transfusi
tetap ada.
Oleh karena tindakan transfusi merupakan suatu tindakan yang berisiko, pemahaman serta
pengetahuan mengenai komponen dari transfusi, termasuk produk darah dan indikasi
pemakaiannya sertadiberikan dalam dosis yang tepat menjadi sangat penting untuk dimiliki oleh
seorang dokter. Komplikasi transfusi dan penanganannya yang sifantya darurat juga menjadi
kompetensi yang wajib diketahui oleh seorang dokter atau tenaga kesehatan lain, sehingga
mengurangi angka motalitas maupun morbiditas akibat transfusi itu sendiri.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komposisi Darah


Komponen tubuh manusia dewasa sebagian besar berupa cairan. Total cairan dalam tubuh
manusia adalah 60% dari berat badan. Cairan ini dibagi menjadi dua kompartemen besar, yaitu
kompartemen intrasel dan kompartemen ekstrasel. Kompartemen ekstrasel menempati hampir
sepertiga bagian dari cairan tubuh (20%), dan cairan intrasel 40% dari total cairan tubuh. Darah
merupakan bagian dari cairan intravaskular dan merupakan 5% bagian dari cairan ekstrasel,
karena 15% bagian lain adalah cairan interstitial3.
Darah dalam tubuh manusia seperti yang telah diuraikan diatas memiliki total volum kira-
kira 5% dari berat badan manusia dewasa , pada literatur yang berbeda ada yang menyebutkan 7-
8% dari total berat badan. Teori yang memperkirakan total volume darah dalam tubuh manusia
ini memudahkan untuk menentukan perkiraan total volume darah, misalnya pada laki–laki
dewasa dengan berat badan 70 kilogram, total volume darahnya adalah 4,5-5 Liter, sedangkan
untuk wanita dewasa dengan berat badan yang sama adalah 4-4,5 Liter, bila menggunakan
konsep yang menyebutkan total darah adalah 7-8% dari berat badan maka volume darah berkisar
dari 5-6 liter3,4. Penting untuk dipahami bahwa volume darah ini akan bervariasi pada masing-
masing orang, tergantung dari jenis kelamin, berat badan, dan faktor lainnya3.
Darah secara teknis adalah cairan yang berada di dalam vaskular yang beredar di seluruh
bagian tubuh karena dipompa oleh organ jantung. Darah secara dasar terdiri dari cairan dan
jaringan. Darah merupakan sebuah jaringan karena terdiri dari berbagai macam sel darah yang
memiliki fungsi yang beragam untuk setiap sel yang berbeda. Darah merupakan cairan karena
mengandung plasma, tempat dimana sel-sel darah terbenam dan mengalir dalam pembuluh
darah. Istilah darah adalah sebuah jaringan dipakai untuk menggambarkan komposisi darah yang
terdiri dari elemen intraseluler dan ekstraseluler, komponen intrasesuler ini kemudian disebut
dengan unsur yang berbentuk (formed elements) dan komponen matriks ekstraseluler yang
disebut dengan plasma5,6.
4

Gambar 2.1. Komposisi darah yang telah disentrifus


(Sumber : Physiology Netter,Elsevier)7

Gambar diatas menunjukkan bahwa darah terdiri dari elemen yang berbentuk atau elemen
yang padat dan elemen yang cair. Pembentuk elemen yang cair dari adalah plasma. Plasma
merupakan cairan yang jernih, sedikit lengket, dan berwarna kekuningan, dengan hampir 92%
bagiannya terdiri atas air, dan sisanya adalah protein plasma dan komponen larut plasma lainnya
(protein faktor pembekuan, hormone, enzim). Sementara bagian yang padat tampak pada gambar
diatas sebagai lapisan buffy coat dan red blood. Lapisan buffy coat mengandung platelet dan
leukosit dan hanya 1% dari bagian darah, sementara lapisan dari red blood didominasi oleh sel
darah merah, memiliki warna merah karena kaya akan hemoglobin. Hemoglobin yang kaya akan
oksgien akan memberikan warna merah terang pada darah, sementara pada hemoglobin yang
miskin oksigen akan memberikan warna merah gelap. Hal ini merupakan alasan warna darah
akan lebih gelap bila diambil dari pembuluh darah vena daripada pembuluh darah arteri.
Komponen atau lapisan darah seperti yang ditunjukan pada gambar diatas terbentuk setelah
darah segar yang diambil dari pembuluh darah dimasukkan kedalam tabung dan mengalami
proses apheresis, yaitu suatu proses pemisahan komponen darah yang padat dari komponen cair
hingga menjadi komponen yang lebih kecil lainnya. Penjelasan lebih lengkap mengenai
komponen pembentuk darah dan persentasenya dalam darah dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah
ini5,6.
5

Tabel 2.1. Komponen pembentuk darah dan sub-komponennya


(Sumber : An Overview of Blood by OpenstaxCollege, Rice University)6
Komponen
Sub-komponen dari Darah Jenis dan
Darah dan Tempat Produksi Utama
dan Peresentasenya Presentasenya
Presentasenya
Plasma (46- Air (92%) Cairan Hasil absorbsi dari traktus GI
63%) dan hasil metabolisme
Protein plasma (7%) Albumin (54-60%) Hepar
Globulin (35-38%) α globulin (hepar)
β globulin (hepar)
γ globulin (pembentuk
imunoglobulin) oleh sel plasma
Fibrinogen (4-7%) Liver
Protein untuk sistem Hormon dan enzim Dari berbagai organ
regulasi tubuh <1%
Komponen larut lainnya Makro dan Absorbsi dari traktus GI,
<1% mikronutrisi, gas, dan pertukaran gas di system
metabolit respirasi, produk dari sel
Formed Eritrosit (99%) Red Bone Marrow
Elements Leukosit < 1% Granulosit : Red Bone Marrow
37-54% Neutrophil,
Eosinophil, Basophil
Agranulosit : Limfosit, Limfosit :
Monosit Red Bone Marrow dan jaringan
Limfatik
Monosit : Red Bone Marrow
Platelet <1% Megakariosit

2.2. Fisiologi Darah


Darah di dalam tubuh manusia memiliki peranan yang penting dalam sistem hemostasis.
Hemostasis adalah proses dimana tubuh melakukan penyesuaian terhadap perubahan faal tubuh.
Untuk menunjang proses ini darah menjalankan beberapa fungsinya, antara lain8 :

1) Fungsi Transportasi
a. Respirasi : darah mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan CO2 dari jaringan
ke paru-paru.
b. Nutrisi : darah mengangkut zat makanan yang diabsorbsi
c. Ekskresi : darah mengangku zat sisa metabolism ke ginjal, paru-paru, kulit, dan usus
untuk dibuang.
d. Hormon dan metabolit: mengangkut hormon dan metabolit
6

2) Fungsi Pertahanan
Darah membentuk sistem pertahanan terhadap infeksi melalui sel darah putih dan antibodi
dalam sirkulasi.

3) Fungsi Termoregulasi
Termoregulasi : mengatur suhu tubuh melalui distribusi panas tubuh

4) Fungsi Keseimbangan
a. Memelihara keseimbangan asam-basa dalam tubuh
b. Mengatur keseimbangan air melalui efek darah pada pertukaran air antara cairan yang
beredar dan cairan jaringan.

2.3. Transfusi Darah


2.3.1. Pengertian Transfusi Darah

Ilmu transfusi darah dalam dunia medis dikenal dengan istilah Ilmu kedokteran transfusi
(Transfusion Medicine). Transfusi darah/ produk darah yang aman dan konservasi adalah fokus
utama dari ilmu kedokteran transfusi. Transfusi darah bertujuan untuk memindahkan darah
secara aman dan komponen-komponen darah dari seorang donor ke seoran resepien, sementara
konservasi darah adalah teknik atau usaha untuk mengurangi kebutuhan transfusi darah. Teknik
konservasi juga menjadi fokus utama dalam tatalaksana atau menejemen transfusi darah yang
aman dalam mencapai transfusi darah yang rasional. Transfusi darah rasional dapat tercapai bila
darah yang digunakan memenuhi syarat darah donor yang aman untuk transfusi. Adanya indikasi
transfusi dan pemantauan pada resepien sebelum transfusi, selama transfusi dan setelah
transfusi9,10.

Transfusi darah berdasarkan asal pendonor darah dibagi menjadi dua yaitu autologous
transfusion dan non-autologous transfusion (allogenic)9,11.
7

a) Transfusi Autologus
Transfusi autologous adlaah transfusi adrah atau produk darah yang berasl dari darah
resepien sendiri. Prosedur ini mulai seirng dilakukan setelah diketahui adanya risiko penularan
penyakit, terutama infeksi HIV, melalui transfusi darah9,11.
Dengan demikian, teknik ini memiliki risiko bahaya seperti penularan hepatitis dan HIV dari
donor darah yang berbeda dapat dihilangkan. Walapupun demikian, transfusi autologous tetap
memiliki beberapa kelemahan, yaitu11 :
 Tidak menghilangkan risiko kontaminasi bakteri atau overload volume
 Tidak mengurangi risiko kesalahan administrative yang menyebabkan inkompatibilitas
ABO
 Biayanya lebih tinggi dibandingkan transfusi alogenik
 Umumnya ada sisa darah yang tidak digunakan dan dibuang
 Menyebabkan anemia perioperative dan meningkatkan kemungkinan diperlukannya
transfusi.

Indikasi transfusi autologous adalah9 :

1. Pasien yang menunjukkan reaksi transfusi dengan pemberian semua darah yang homolog
2. Pasien dengan golongan darah langkah yang sangat jarang atau memiliki antibodi yang
tidak diharapkan.
3. Pasien yang menolak transfusi dari donor lain karena alasan kepercayaan

Hasil survey dari beberapa ahli dan konsultan anggota ASA (American Society of
Anasthesiologist) setuju dilakukan persiapan transfusi darah pada pasien dengan kecurigaan
terjadinya perdarahan dengan volume darah yang banyak, dan penggunaan transfusi autologous
lebih dipilih bila tersedia, oleh karena itu pasien ditawarkan untuk mendonorkan darahnya
sebelum hari dilakukan tindakan operasi, dengan memastikan jumlah hari yang tersisa sebelum
hari operatif dan setelah hari pengambilan darah donor cukup untuk tubuh melakukan proses
rekonstitusi eritropoesis12.
8

b) Transfusi Alogenik
Transfusi alogenik adalah trasnfusi darah yang berasal pendonor lain atau bukan dari
resepien itu sendiri. Transfusi darah jenis ini adalah yang paling sering ditemukan dalam praktik
klinis sehari-hari. Transfusi alogenik memiliki beberapa kelemahan dari transfusi autologous
karena beberapa hal, anatara lain11 :
 Meningkat risiko rerjadinya reaksi transfusi
 Meningkatnya risiko penularan virus penyebab penyakit, atau agen infeksus lainnya.
 Meningkatnya mortalitas akibat reaksi transfusi yang ditimbulkan
 Meningkatnya risiko terjadi disfungsi organ
 Lambatnya terjadi reaksi penyembuhan luka oleh tubuh.

Darah donor untuk transfusi dinilai aman digunakan untuk transfusi apabila memenuhi
kriteria dibawah ini, Kriteria darah yang aman untuk donor13:

1. Darah dipilih secara selektif dari pendonor yang sehat


2. Darah bebas dari penyebab infeksi yang dapat membahayakan pasien
3. Darah telah diproses melalui metode uji yang terpercaya, melewati proses pemilahan
komponen darah, disimpan secara tepat, dan ditranspor secara aman.
4. Transfusi dilakukan bila ada indikasi, sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang kesehatan
dan kesejahteraan pasien.

2.3.2. Indikasi Tranfusi Darah


Transfusi mempunyai risiko yang cukup besar, maka pertimbangan risiko dan manfaat benar-
benar harus dilakukan denganc ermat sebelum memutuskan pemberian transfusi. Secara umum,
dari beberapa panduan yang telah dipublikasikan, tidak direkomendasikan untuk melakukan
transfusi profilaksis dan ambang batas untuk melakukan transfusi adalah kadar hemoglobin
dibawah 7,0 atau 8,0g/dL, kecuali untuk pasien dengan penyakit kritis. Walaupun sebuah studi
pada 838 pasien dengan penyakit kritis melaporkan bahwa tidak ada perbedaan laju mortalitas
selama 30 hari pad akelompok yang ditransfusi dengan batasan kadar hemoglobin dibawah
10,0g/dL dan 7,0g/dL, dari penelitian ini menunjukkan bahwa belum ada penelitian yang
menunjukkan batas ambang yang pasti untuk indikasi transfusi pada pasien dengan penyakit
kritis9.
9

Kadar hemoglobin 8,0 g/dL adalah ambang batas transfusi untuk pasien yang dioperasi yang
tidak memiliki faktor risiko iskemia, sementara untuk pasien dengan risiko iskemia, ambang
batasnya dapat dinaikkan sampai 10,0g/dL. Pemberian transfusi untuk menambah
kapasitaspengirman oksigen, seperti yang kerap dilkukan di unit perawatan intensif, tidak
dianjurkan. Sebuah studi pada pasien sepsi melaporkan bahwa transfusi tidak menyebabkan
perubahan kapasitas pengiriman oksigen enam jam setelah transfusi9.

2.3.3. Jenis-Jenis Transfusi Darah


Produk darah yang digunakan untuk transfusi tersedia dalam beberapa bentuk. Produk darah
tersebut secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu13,14 :

1) Whole Blood

2) Komponen dari Darah


o Sel Darah Merah Pekat (Red cell concentrate)
o (Red cell suspensions)
o Plasma
o (Platelet concentrate)
o Cryoprecipitate, (diambil dari Fresh Frozen Plasma)

3) Komponen dari Plasma


o Albumin
o (Coagulation factor concentrate)
o Immunoglobulin

Pembagian produk transfusi yang telah disebutkan diatas akan dijabarkan secara lebih
terperinci dibawah ini,
10

 WHOLE BLOOD

Gambar 2.2. Produk Whole Blood


(sumber : Journal of Emergency Medical Services,2018)15

Deskripsi : Tersedia dalam kemasan 510 mL, yang terdiri dari9,14 :

 450 mL darah donor


 63 mL anticoagulant-presertive solution
 Hemoglobin +/- 12g/mL
 Hematokrit 35-45%
 Mengandung platelet nonfungsional
 Mengandung faktor koagulasi yang tidak stabil (factor V dan VIII)

Di Indonesia satu kantong darah lengkap berisi 250 mL dengan 37 mL antikoagulan, ada juga
yang satu unit kantong berisi 350 mL darah dengan 49mL antikoagulan.

Penyimpanan :

 Disimpan pada suhu +2°C dan 6°C pada lemari pendingin khusus untuk penyimpanan
Whole blood berstandar yang memiliki alarm dan pengatur temparatur. Di indonesia suhu
simpannya berkisar 1-6ºC. lama simpan dari produk darah ini tergantung dari jenis
antikoagulan yang digunakan, bila menggunakan sitrat fosfat dekstrose (CPD) lama
simpannya adalah 21 hari, sedangkan menggunakan CPD adenine (CPDA) lama
simpannya menjadi 35 hari.
11

Darah lengkap atau Whole blood berdasarkan lama masa simpannya secara invitro dibagi
menjadi dua jenis darah lengkap, yaitu darah lengkap segar dan darah lengkap baru.
Darah lengkap segar yaitu darah yang disimpan sampai 48 jam , sedang darah baru yaitu
darah yang disimpan sampai dengan lima hari. Perbedaan diantara kedua jenis darah ini
terletak pada pengaruhnya untuk terjadinya pembekuan dari fungsi trombosit dan faktor
pembekuan labil (V fan VIIl), dimana pada darah segar fungsinya masih cukup untuk
terjadinya pembekuan, sedangkan pada darah baru fungsi ini sudah menurun. Perbedaan
lainnya yaitu kadar 2,3 difosfogliserat (2,3 DPG) pada darah baru sudah mulai menurun
dibandingkan darah segar. 2,3 difosfogliserat memiliki fungsi untuk mempermudah
pelepasan oksigen dari molekul hemoglobin yang terdapat di sel darah merah ke jaringan.
 Darah harus segera digunakan dalam waktu 30 menit setelah keluar dari lemari
pendingin.

Indikasi :

 Perdarahan akut yang menyebabkan terjadinya hipovolemia


 Transfusi tukar
 Keadaan tidak tersedianya PRC atau suspensi sel darah merah (Red Cell Suspension)

Kontraindikasi :

 Pasien yang berisiko untuk mudah mengalami kelebihan cairan, misalnya pada pasien
dengan anemia kronik (pada penyakit gagal ginjal) atau dengan anemia kronik
normovolemik yang hanya bertujuan untuk menignkatkan sel darah merah dan pasien
dengan gagal jantung.

Cara pemberian :

 ABO dan Rhd penerima sama dengan resipien


 Tidak boleh menambahkan obat apapun kedalam darah selama transfusi baik pada
produk darah maupun melalui untuk transfusi.
12

 Pemberian harus segera mulai diberikan dalam 30 menit setelah dikeluarkan dari lemari
pendingin
 Darah dihabiskan dalam waktu empat jam sejak pemasangan

Risiko Infeksi :

 Memiliki risiko infeksi yang tinggi oleh agen penyebab infeksi yang tidak terdeteksi
melalui pemeriksaan darah transfusi rutin seperti HIV-1, HIV-2, hepatitis B dan C, virus
hepatitis tipe lain, sifilis, malaria, dan Chagas diseases.

Dosis Whole Blood :

Dosis darah lengkap tergantung dari keadaan klinis pasien. Pada orang dewasa, 1 unit darah
lengkap akan meningkatkan Hb sekitar 1g/dL atau hematokrit 3-4%. Pada anak-anak darah
lengkap 8 mL/KgBB akan meningkatkan Hb sekitar 1g/dL. Pemberian darah lengkap sebaiknya
melalui filter darah dengan kecepatan tetesan tergantung keadaan klinis pasien, namun setiap
unitnya sebaiknya diberikan dalam 4 jam.

 Sel Darah Merah Pekat (Packed Red Cell)-PRC

Gambar 2.3. Produk Packed Red Cell


(sumber : Auckland District Health Board,2018)16
13

Deskripsi : merupakan konsentrat sel darah yang berasal dari Whole blood yang sebagian besar
plasmanya telah dipisahkan. Sediaan sel darah merah pekat ini mengandung eritrosit, trombosit,
lekosit dan sedikit plasma.

Sediaan :

 Tersedia dalam 150-200 mL sel darah merah yang sebagian besar telah dipisahkan dari
plasma.
 Mengandung hemoglobin 20g/100mL sediaan PRC (dalam satu unit kadar hemoglobin
tidak kurang dari 45g).
 Jumlah hematokrit dalam satu unit PRC sebesar 55-75%

Penyimpanan :

 Dilakukan sama dengan penyimpanan pada whole blood. Pada sediaan yang
menggunakan CPDA sebagai antikoagulan, maka dapat disimpan selama 35 hari dengan
nilai hematocrit yang lebih tinggi yaitu 70-80%. Namun besaran volume dan kandungan
heamtokrit pada sediaan PRC bergantung dari besar atau jenis kantong darah yang
digunakan.
 PRC yang menggunakan CPD sebagai antikoagulan mempunyai masa simapn selama 21
hari, sementara komponen sel darah merah yang yang disimpan dalam larutan tambahan
(buffer, dekstrosa, adenine, manitol) memiliki nilai hematokrit 52-60%.

Indikasi :

 Menggantikan sel darah merah pada pasien dengan anemia kronik. Sel darah merah pekat
ini digunakan untuk meningkatkan jumlah sel darah merah pada pasien yang
menunjukkan gejala anemia, yang hanya memerlukan masa sel darah merah pembawa
oksigen saja misalnya pada pasien dengan gagal ginjal atau anemia karena keganasan.
Pemberian unit darah jenis ini disesuaikan dengan kondisi klinis pasien dan bukan pada
nilai Hb atau hematokrit.
14

 Digunakan bersamaan dengan cairan kristaloid atau koloid pada saat perdarahan akut.

Kontraindikasi :
 Dapat menyebabkan hypervolemia jika diberikan dalam jumlah banyak dan dalam waktu
yang singkat.

Risiko Infeksi :

 Memiliki risiko terjadinya trasmisi agen infeksi (sama dengan whole blood), karena tidak
melewati proses sterilisasi.

Cara pemberian :

 ABO dan Rhd penerima sama dengan resipien


 Tidak boleh menambahkan obat apapun kedalam darah
 Darah dihabiskan dalam waktu empat jam sejak pemasangan
 Untuk memperlancar aliran darah saat transfusi, dapat ditambahkan larutan normal saline
50-100 cc melalui Y-pattern infusion set. Pada rujukan lain menejlaskan bahwa akibat
hematocrit yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya hiperviskositas dan menyebabkan
kecepatan transfusi menurun sehingga untuk mengatasinya maka diberikan salin normal
50-100 cc sebagai pencampur sediaan sel darah merah dalam CPD atau CPDA-1 tetapi
harus hati-hati karena dapat terjadi kelebihan beban.
 Pemeberian sel darah ini harus melalui filter darah standar (170µ).

 Suspensi Sel Darah Merah/ Sel Darah Merah Pekat Cuci (Packed Red Blood Cell
Washed)

Deskripsi : tersedia dalam 150-200mL sel darah merah dengan sisa plasma yang minimal
ditambah dengan ± 100mL normal saline, adenine, glukosa larutan manitol (SAG-M) atau
larutan yang ekuivalen dengan larutan nutrisi sel darah merah. Sel darah merah mengalami
15

pencucian dengan normal saline dan membuang hampir seluruh plasma (98%), sehingga
menurunkan konsentrasi leukosit, trombosit dan debris9,14.

Sediaan :

 Tersedia dalam volume 150-200mL dengan sisa plasma yang minimal14


 Sediaan 180mL. pada sediaan ini memiliki hematokrit sebesar 70-80%9.

Penyimpanan :

 Penyimpanan Suspensi darah merah ini dilakukan sama dengan penyimpanan untuk
whole blood, bila menigkuti pedoman yang bersumber dari WHO dengan judul The
Clinical Use of Blood, sementara ada juga literatur yang menjelaskan bahwa
penyimpanan dari suspense sel darah merah hanya disimpan selama 24 jam pada suhu 1-
6ºC.

Risiko Infeksi :

 Memiliki risiko infeksi yang sama dengan whole blood dan packed red cell.
 Harus tetap hati-hati terhadap kontaminasi bakteri akibat cara pembuatannya c=secara
terbuka, masih dapat menularkan hepatitis dan infeksi bakteri lainnya. Larena masih
mengandung sejumlah kecil leukosit yang viable, komponen ini tidak menjamin
pencegahan terjadinya graft vs host disease (GVHD) atau infeksi CMV pasca transfusi.

Indikasi :

 Menggantikan sel darah merah pada pasien dengan anemia kronik


 Digunakan bersamaan dengan cairan kristaloid atau koloid pada saat perdarahan akut.
 Sediaan ini dapat diberikan atau menjadi pilihan untuk pasien dengan reaksi transfusi
berupa demam berulang tiap pemberian produk Whole blood atau PRC.
16

Kontraindikasi :

 Tidak dianjurkan untuk digunakan dalam transfusi tukar pada neonates, namun pada
literatur yang berbeda dapat menjadi pilihan untuk transfusi pada neonatus dengan
penyakit anemia hemolitik.

 Darah Merah Pekat Miskin Leukosit (Leucocyte-Depleted Red Cells)

Deskripsi : merupakan suspensi darah merah atau konsentrat sel darah merah (Packed Red Cell)
yang mengadung sel darah putih berjumlah kurang dari 5x106 sel per kantong darah. Konsistensi
ini didapatkan setelah melalui penyaring sel darah dengan leucocyte-depleting filter9,14.

Risiko Infeksi :

 Memiliki risiko infeksi yang sama dengan whole blood dan packed red cell.

Indikasi :

 Untuk mengurangi pemberian sel darah putih yang berlebihan pada pasien yang
menerima sel darah merah berulang-ulang. Pada keadan ini komponen darah yang
diberikan kepada pasien harus yang rendah leukosit.
 Untuk menurunkan risiko infeksi dari Citomegalovirus (CMV) pada daerah tertentu.
 Pada pasien yang telah mengalami dua kali atau lebih reaksi demam pada saat transfusi
dengan sel darah merah.

Penyimpanan :

 Bergantung pada tiap metode produksi dari setiap manufaktur yang berbeda .
17

Kontraindikasi :

 Tidak untuk mencegah graft vs host disease : untuk kepentingan demikian, komponen
darah harus melalui radiasi jika tersedia fasilitas yang memadai (dosis radiasi : 25-30
Gy).

Cara pemberian :

 Cara pemberian sama dengan Whole Blood14


 Leucocyte Filter juga dapat digunakan jika transfusi konsentrat sel darah merah atau
Whole Blood tidak tersedia. Pada pemberian produk ini sebaiknya menggunakan filter
darah generasi ketiga9.

 Platelet Concentrates (diambil dari Donor Whole Blood)

Deskripsi : Satu unit donor dengan jumlah volum sebanyak 50-6- mL sebaiknya mengandung
kurang lebih 55 x 109 platelet, <1.2 x 109 sel darah merah, <0.12 x 109 leukosit. Sediaan
konsentrat platelet ini terdiri dari :

 Single donor unit : platelet yang diambil dari 1 donor


 Pooled unit : platetet yang diambil dari 4 hingga 6 unit darah donor dan ditampung dalam
satu kantong darah untuk mencapai satu dosis dewasa yaitu kurang lebih 240x109 .

Risiko Infeksi :

 Memiliki risiko infeksi yang sama dengan Whole blood, namun paparan terhadap agen
infeksi berasal dari 4-6 pendonor. Pada sediaan pooled unit infeksi bakteri terjadi pada
1% dari setiap sediaannya.
18

Penyimpanan :

 Pada suhu 20°C hingga 24°C untuk penyimpanan selama lebih dari 72 jam, kecuali bila
diproduksi dengan kemasan khusus dapat disimpan untuk periode yang lebih lama,
misalnya menggunakan dengan menggunakan kantong darah khusus dapat bertahan
hingga lima hari. Tidak dianjurkan untuk disimpan pada suhu 2°C hingga 6°C, walaupun
pada literatur yang berbeda ada juga yang membenarkan penyimpanan pada suhu 1-6ºC
untuk tiga hari, dimana produk ini fungsi hemostatiknya lebih baik namun viability pasca
transfusinya kurang9,14.

Indikasi :

 Terapi pada pasien dengan gangguan perdarahan akibat : trombositopenia, dan gangguan
fungsi platelet. Patokan jumlah trombosit untuk diberikan transfusi platelet konsentrat
adalah trombosit <50.000/µL pada pasien yang mengalami perdarahan9,14.
 Pencegahan perdarahan pada pasien dengan trombositopenia yaitu bila trombosit 5000-
10.000/µL, seperti pada kegagalan fungsi produksi di sumsum tulang, hipoplasi
sumsumtulang akibat kemoterapi, invasi tumor atau aplasia primer sumsum tulang9,14.

Kontraindikasi :

 Umumnya tidak diindikasikan untuk profilaksis perdarahan pada pasien yang akan
menjalani prosedur operatif, kecuali secara signifikan memiliki defisiensi platelet pre-
operatif.
 Tidak diindikasikan pada pasien dengan :
o Idiopathic autoimmune thrombocytopenic purpura (ITP)
o Thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP)
o Untreated disseminated intravascular coagulation (DIC)
o Thrombocytopenia associated with septicemia, hingga pasien telah mendapat
terapi yang adekuat atau adanya hipersplenisme.
19

Dosis :

 Satu unit platelet concentrate/10kgBB : untuk pasien dewasa dengan berat badan 60 atau
70 kg, 4 hingga 6 unit darah donor mengandung kurang lebih 240x109/L untuk mencapai
hitung jenis platelet 20-40 x 109/L, dari literatur yang berbeda menyebutkan dapat
mencapai 5-7 unit kantong yang diperlukan. Sementara satu unit platelet konsentrat yang
berasal dari 450mL darah lengkap dapat menaikkan jumlah trombosit sebanyak 9000-
11000/µL/m2 luas permukaan tubuh. Dan untuk dewasa dengan berat badan 70 kg
diperkirakan dapat menaikkan 5000-10.000/µL. Penghitungan peningkatan jumlah
trombosit yang dikoreksi (corrected count increment=CCI) dapat dihitung leih akurat
dengan rumus 9,14:

 Post tx : pasca transfusi


 Pre tx : pratransfusi
 BSA : body surface area (luas permukaan tubuh).

Keberhasilan transfusi trombosit dapat dipantau dengan menghtiung jumlah trombosit (CCI) 1
jam pasca transfusi dimana CCI>7,5-10 x 109/L atau CCI>4,5-10 x 109/L yang diperiksa 18-24
jam pasca transfusi14.

Cara Pemberian9,14 :

 Diberikan segera mungkin setelah pooling, umumnya diberikan dalam empat jam,
karena berisiko terjadi proliferasi bakteri.
 Tidak boleh dimasukkan ke dalam pendingin lagi sesaat sebelum diberikan, karena akan
menurunkan fungsi platelet.
20

 4-6 unit platelet concentrates donor sebaiknya di berikan menggukan set transfusi yang
masih baru dan berstandar.
 Tidak ada infus set khusus pada pemberian platelet concentrates.
 Diberikan selama 30 menit
 Tidak boleh memberikan platelet concentrates dari donor dengan RhD positif ke pasien
perempuan dengan RhD negative yangs sedang menyusui.
 Sebisa mungkin diberikan pada pasien dengan golongan ABO yang sesuai

Komplikasi :

Reaksi demam non-hemolitik dan reaksi urtikaria adalah reaksi yang jarang ditimbulkan,
terkhusus pada pasien dengan multiple transfusions. Namun komplikasi ini tetap dapat terjadi,
dan bila terjadi reaski transfusi seperti demam, antipiretik yang dipili sebaiknya buka golongan
aspirin karena dapat menghambat agregasi dan fungsi trombosit9,14.

Perlu diketahui bahwa transfusi berulang dari trombosit dapat menyebabkan aloimunisasi
terhadap HLA dan antigen lainnya serta dapat terjadi refrakter yang ditandai dengan tidak
adanya peningkatan trombosit. Pada pasien dengan sepsis dan hiperslenisme walaupun tidak
dianjurkan pemebrian produk ini, namun bila terdapat perdarahan aktif, dapat dipertimbangkan
untuk diberikan produk ini14.
21

 Platelet Concentrates (diambil melalui plateletpheresis)

Gambar 2.4. Produk Konsentrat Platelet


(sumber : Queens University, School of Medicine)17

Deskripsi : tersedia dalam sedaian 150-300mL, platelet dengan kandungan 150-500 x109,
ekuivalen 3-10 Platelet Concentrates dari donor tunggal, kandungan platelet, volume dari
plasma dan kontaminasi leukosit bergantung dari prosedur pembuatannya.

Risiko Infeksi :
 Memiliki risiko infeksi yang sama dengan whole blood dan packed red cell.

Penyimpanan :

 Pada suhu 20°C hingga 24°C untuk penyimpanan selama lebih dari 72 jam, kecuali bila
diproduksi dengan kemasan khusus dapat disimpan untuk periode yang lebih lama. Tidak
dianjurkan untuk disimpan pada suhu 2°C hingga 6°C9,14.

Indikasi :
 Memiliki indikasi yang sama dengan Platelet concentrates yang diambil dari Whole
blood.
22

Dosis :

Satu unit sediaan platelet concentrate yang diambil dari pendonor tunggal melalui apheresis
umumnya sesuai dengan satu dosis teraupetik.

Cara pemberian :

Cara pemberian pada platelet concentrate yang diambil melalui platepheresis sangat
menekankan untuk memperhatikan adanya kesesuaian ABO antar darah pendonor dengan
resepien. Karena titer anti-A atau anti-B yang tinggi pada darah donor akan mensuspend platelet
yang dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah resepien.

 Fresh Frozen Plasma (FFP) - Plasma Beku Segar

Gambar 2.5. Produk Plasma Beku Segar


(sumber : Auckland District Health Board,2018)16

Deskripsi : satu sediaan terdiri dari plasma yang dipisahkan dari satu unit darah donor Whole
blood dalam waktu enam jam, dan kemudian di bekukan pada suhu -18- (-25°)C atau lebih
untuk penyimpanan selama satu tahun. Mengandung plasma dengan dengan kandungan faktor
pembekuan yang stabil, albumin, dan immunoglobulin.
23

Sediaan :

 Umumnya tersedia dalam kantong berisi 200-300mL, dan 200-250mL. Sediaan FFP 200-
300 mL mengandung 70% faktor pembekuaan VIII dari level FFP yang normal,
sementara berdasarkan rujukan yang menyebutkan sediaan FFP tersedia dalam 200-250
cc mengandung 1 IU/mL untuk setiap faktor pembekuan dan 200-400mg fibrinogen. Satu
unit FFP dapat meningkatkan 2-3 % nilai dari faktor pembekuan9,14.
 Tersedia volume yang lebih kecil untuk anak-anak

Risiko infeksi :

 Memiliki risiko infeksi yang sama dengan Whole blood bila tidak melalui proses
sterilisasi dengan UV atau pemanasan lainnya.
 FFP akan memiliki risiko infeksi yang rendah bila melalui proses sterilisasi dengan
methylene blue atau penyinaran dengan ultraviolet light inactivation.

Penyimpanan 9,14:

 Disimpan pada suhu dibawah 18- (-25)°C atau pada suhu yang lebih rendah untuk
penyimpanan selama lebih dari satu tahun.
 Sebelum digunakan harus dicairkan di bank darah dengan air bersuhu 30-37°C.
Temperatur suhu yang lebih tinggi dapat merusak komponen faktor pembekuan dan
kandungan protein lainnya.
 FFP yang sudah dicairkan, dan belum digunakan (harus segera digunakan dalam enam
jam setelah dicairkan), disarakan untuk disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu
+2-+6ºC
24

Indikasi :

 Digunakan untuk terapi pengganti pada keadaan defisiensi multiple coagulation factors,
misalnya pada : penyakit liver, overdosis obat warfarin, dan keadaan deplesi faktor
koagulasi pada pasien yang menerima transfusi darah dalam jumlah yang besar.
 Penyakit Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
 Koagulopati dilusional
 Penyakit Thrombotic thrombocytopenic purpura (TIP)
 Familial deficiency of factor-V, II,VII, IX
 Defisiensi antitrombin III

Kontraindikasi :

 pasien dengan protrombine time dalam range yang normal.


 Mengembalikan volume pembuluh darah
 Menggunakan FFP sebagai sumber immunoglobulin pada terapi hipoproteinemia.

Dosis :

Dosis inisial yang diberikan adalah 15mL/kg. Produk ini dierikan dalam enam jam setelah
pencairan, dengan memakai saringan/filter standar. Plasma harus cocok golongan ABO-nya
dengan sel darah merah pasien dan tidak perlu uji silang. Jila plasma diberikan sebagai pengganti
faktor koagulasi dosisnya adalah 10-20mL/KgBB (4-6 unit untuk orang dewasa) dapat
meningkatkan faktor koagulasi 20-30%, dapat pul meningkatkan faktor VIII 2% (1 unit/kg)9,14.

Cara Pemberian9,14 :

 Pemberian donor idealnya harus adanya kesesuaian golongan darah untuk mencegah
hemolysis sel darah dari resepien.
 Tidak diperlukan dilakukan tes kompatibilitas
 Transfusi diberikan dengan menggunakan set infus berstandar untuk transfusi darah
segera setelah FFP yang beku sudah mencair.
25

 FFP harus dugunakan dalam enam jam setelah mencair.

 Liquid Plasma

Deskripsi : adalah hasil pemisahan plasma dari satu unit whole blood dan disimpan pada suhu
+4°C.

 Freeze-Dried Pooled Plasma

Deskripsi : Gabungan plasma dari beberapa donor yang digabung sebelum dibekukan dan di
keringkan.

Risiko Infeksi :

Tahap pemrosesan untuk liquid plasma tidak terdapat tahap penginaktivasi virus, sehingga
kemungkinan infeksi oleh virus dapat terjadi dan bisa meningkat beberapa kali. Jenis produk
darah ini merupakan jenis yang sudah lama ditinggalkan.

 Cryoprecipitate-Depleted Plasma

Deskripsi : plasma yang hampir sebagian komponen fibrinogen dan faktor pembekuan-VIII
telah diambil sebagai cryoprecipitate, tetapi masih mengandung konstituen plasma lainnya.

 Virus ‘Inactivated’ Plasma


Deskripsi : adalah sediaan produk dari darah yang telah melewati proses penyinaran dengan
methylene blue atau dengan sinar ultraviolet untuk mengurangi risiko infeksi HIV, virus hepatitis
B, dan hepatitis C. Produk darah jenis ini umumnya memiliki harga yang cukup tinggi
dibandingkan dengan produk plasma konvensional lainnya seperti fresh frozen plasma.
26

Risiko infeksi : tidak efektif untuk inaktivasi virus hepatitis A dan vParvovirus B19.

 Cryoprecipitate

Gambar 2.5. Produk Cryoprecipitate


(sumber : Auckland District Health Board,2018)16

Deskripsi : diambil dari fresh frozen plasma , dengan mengumpulkan bagian yang mengalami
presipitasi selama pengontrolan pencairan pada suhu +4°C selamam 12-14 jam atau pada
circulating waterbath pada suhu +4°C selama 75 menit dan dilakukan resuspending dalam 10-20
mL plasma untuk memisahkan komponen yang berpresipitasi pada suhu tersebut. Komponen
yang masih berpresipitat itu adalah kriopresipitat9,14.

Produk ini mengandung faktor pembekuan VIII dan fibrinogen dari separuh bagian darah donor
whole blood, kandungan dalam satu sedaian yaitu untuk factor emebekuan VIII : 80-
100iu/kantong ; fibrinogen :150-300mg/kantong9,14.
27

Sediaan :

Satu kantong sediaan cryoprecipitate umumnya berasal dari satu donor darah atau dapat berasal
dari enam atau lebih darah donor yang telah disatukan menjadi satu unit sediaan cryoprecipitate.

Risiko infeksi :

Cryoprecipitate memiliki risiko infeksi yang sama dengan plasma, namun untuk dosis normal
orang dewasa setidakya terpapar dari enam donor yang berbeda.

Penyimpanan : pada suhu -18 – (-25)°C atau lebih dingin untuk penyimpanan lebih dari satu
tahun dengan volume 10-15mL.

Indikasi :

 Alternatif pilihan terapi pada pasien dengan kelainan genetik berupa defisiensi dari :
 Von Wiilebrand factor (von willebrands disease)
 Faktor pembekuan VIII (hemophilia A)
 Faktor XIII
 Sebagai sumber fibrinogen pada acquired coagulopathies : seperti pada Disseminated
intravascular coagulation (DIC).

Dosis :

sebelum digunakan, kriopresipitat harus dicairkan terlebih dahulu dengan menempatkannya


dalam waterbathh pada suhu 30-37ºC. komponen ini harus diberikan pad apasien dalam waktu 6
jam setelah pencairan atau 4 jam setelah pooling. Plasma yang diberikan hendaknya sama
golongan ABOnya dengans el darah emrah pasie, uji silang tidak perlu dilakukan, dan diberikan
dengan saringan/filter standar. Dosis untuk hipofibrinogenemia adlaah 10 kantong pada orang
dewasa dengan berat badan 70 kg, sedang dosis pad anak-anak adalah 1 kantong/10 kg dapat
28

meningkatkan fibrinogen 60-100mg/dL. Pad pasien hemofilia A satu kanotng kriopresipitat yang
mengandung faktor VIII 35%9,14.

Cara Pemberian :

 Jika memungkinkan, gunakan produk yang ABO-compatible sesua dengan kompatibilitas


golonga darah.
 Tidak diperlukan tes kompatibilitas terlebih dahulu.
 Diberikan segera setelah sediaan yang dalam kondisi beku telah mencair dengan set
transfusi berstandar.
 Harus diberikan dalam 6 jam setelah sediaan produk sudah mencair.

PRODUK DERIFAT PLASMA

 Albumin

Gambar 2.5. Produk Albumin


(sumber : Human Albumin 20% BIOTEST)16

Deskripsi : hasil produk fraksinasi dari sejumlah besar donor plasma yang telah digabungkan.

Sediaan :
 Albumin 5% : mengandung 50mg/mL albumin
29

 Albumin 20% : mengadung 200mg.mL albumin


 Albumin 25% : mengandung 250mg/mL albumin
 Stable plasma protein solution (SPPS) dan fraksi protein plasma : mengandung albumin
yang setara dengan albumin 5%.

Risiko infeksi : tidak ada risiko transmisi dari infeksi virus bila diproses secara tepat.

Indikasi9 :

 Untuk menggantikan cairan pada terapi plasma tukar


 Untuk terapi edema resisten diuretic pada pasien dengan hipoproteinemia (sindrom
nefrotik atau asites). Digunakan albumin 20% bersamaan dengan diuretik.
 Albumin 5% saat ini memiliki izin penggunaan dengan indikasi yang luas (contoh : pada
pasien dengan luka bakar, resusitasi cairan, dan hipoalbuminemia), namun hingga saat ini
belum terdapat penelitian yang membuktikan penggunaan albumin memiliki keunggulan
dibandingkan terapi dengan carian kristaloid pada kasus acute plasma volume
replacement.

Penting untuk diperhatikan :

Pada penggunaan albumin 20% dapat menyebabkan ekspansi intravaskular yang terjadi
secara akut sehingga berisiko terjadinya edema paru.

Kontraindikasi :

Albumin intravena tidak digunakan untuk terapi nutrisi secara parenteral karena memiliki harga
yang mahal dan tidak efisien sebagai sumber asam amino.
30

Dosis :

Albumin dan fraksni protein plasma tidak memerlukan filter dalam pemberiannya. Pengobatan
hipotensi dengan albumin hendaklah disesuaikan dengan hemodinamik pasien. Dosis 500mL
(10-20Ml/kg pada anak-anak) diberikan secara cepat unutk mengatasi syok. Pada pasien luka
bakar dosis albumin atau fraksi plasma protein diberikan dalam dosis tertentu untuk
mempertahakan kadar protein plasma 5.2g/dL atau lebih tnggi. Albumin tidak digunakan untuk
jangka panjang9,4.

Cara pemberian :

 Tidak perlu dilakukan tes kompatibilitas terlebih dahulu


 Tidak diperlukan penyaring

 Konsentrat Faktor VIII

Gambar 2.6. Produk Konsentrat faktor VIII


(sumber : www.biotest.com)19

Deskripsi9 :
 Konsentrat faktor VIII merupakan hasil pencucian sebagian dari plasma pools yaitu
kumpulan dari sejumlah besar plasma dari beberapa donor darah.
 Faktor VIII memiliki rentang kandungan sebanyak 0.5-20 iu/mg protein
31

 Prosuk ini telah tersedia dan mendapat izin penggunaan di beberapa Negara (USA dan
Euripean Union), telah melewait proses pemanasan dan beberapa proses untuk
mengurangi risiko transmisi dari beberapa virus.

Sediaan :

 Tersedia dalam sediaan vial berupa protein kering-beku berlabel, yang umumnya
mendung 250 iu dari Faktor pembekuaan VIII.

Risiko infeksi :

Produk dengan label bertuliskan virus ‘inactivated’ yang saat ini sudah banyak ditemukan
dimasyarakat, tidak menunjukkan kemungkinan transmisi dari HIV, HTLV, viru hepatitis B dan
C, dan beberapa virus lainnya yang meimiliki selubung lemak, namun pada virus yang tidak
memiliki struktur selubung lemak seperti pada virus hepatitis A dan Parvovirus hal ini kurang
efektif.

Penyimpanan :

Sediaan ini disimpan pada suhu +2°C hingga 6°C.

Indikasi :

 Untuk terapi pada penyakit hemophilia A


 Untuk terapi pada pasien dengan Von Willebrand’s Disease : hanya untuk sediaan yang
mengandung faktor von willebrand.

Dosis :

Banyaknya aktivitas faktot VIII koagulan digunakan dengan mempergunakan International


Units (IU). Satu unit IU adalah jumlah aktivitas faktor VIII koagulan dalam 1 mL plasma
normal. Dosis permulaan untuk mencapai kadar 30-100% dihitung dengan rumus14 :
32

Cara lain adalah : tiap unit faktor VIII/kgBB akan menignkatkan 2% (0.02IU/mL).
Pemberiannya dapat melalui infus dengan menggunakan sarigan/filter darah standar atau dengan
jarum suntik dengan filter yang telah tersedia bersama sediaannya14.

Cara Pemberian :

 Pemberian disesuaikan dengan jenis produk dagang


 Setelah sediaan sudah dilarutkan dengan pelarut, ambil dengan menggunakan jarum dan
kemudian diinfus menggunakan set infus yang sesuai.

 Konsentrat Kompleks Prothrombin (PPC)


Konsentrat Faktor IX

Deskripsi : tersedia dalam sediaan yang mengandung :


 Faktor pembekuan II, IX dan X
 Hanya faktor pembekuan IX saja
 Pada beberapa sediaan ada juga yang mengandung faktor pembekuan VII

Sediaan :

Tersedia dalam kemasan vial yang berisi protein kering beku berlabel, umumnya mengandung
350-600 iu faktor pembekuan IX
33

Risiko Infeksi : memiliki risiko infeksi yang sama dengan

Penyimpanan :

Penyimpanan sediaan ini dilakukan sama dengan penyimpanan untuk sediaan faktor pembekuan
VIII.

Indikasi :

 Untuk terapi pada pasien dengan hemofilia B (Christmas Disease)


 Untuk koreksi yang sifatnya harus segeradilakukan pada pasien dengan prolonged
prothrombin time.

Kontraindikasi :

PCC tidak disarankan untuk digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi hepar atau
thrombotic tendency.

Dosis :

Satu unit faktor IX setara dengan satu milliliter plasma manusia. Dosis yang diberikan
tergantung gejala klinis dan kebutuhan pasien. Sejumlah konsentrat faktro IX diinfuskan dengan
rumus seperti menghitung penggunaan dosis faktor VIII, namun secara invivo hanya sekitar 50%
yang dipakai karena distribusi ke ekstravaskular. Jadi setiap unit yang diinfuskan per kgBB akan
mengingkatkan 1% faktor IX14.

Cara pemberian :

Sediaan diberikan sesuai dengan cara pemberian untuk faktor pembekuaan VIII
34

 Produk Faktor Koagulasi untuk Pasien dengan Inhibitor Faktor VIII

Deskripsi :
Merupakan hasil fraksinasi dari plasma yang telah diolah dan melewati proses pemanasan,
mengandung separuh bagian faktor koagulasi yang aktif.
Risiko Infeksi :
 Kemungkinan memiliki risiko infeksi yang sama dengan hasil fraksinasi lain yang sudah
melalui proses pemanasan sebelumnya.

Indikasi :
 Hanya digunakan pada pasien dengan Inhibitor faktor VIII

Cara Pemberian :
 Sediaan ini hanya digunakan bila ada saran dari dokter ahli

 Immunoglobulin Intramuskular
Deskripsi : merupakan sediaan larutan pekat yang mengandung komponen plasma berupa
antibodi IgG.

Sediaan :
Tersedia dalam satu unit yang mengandung immunoglobulin manusia berstandar yang diambil
dari sejumlah besar darah donor dan mengandung antibodi aktif,untuk melawan agen infeksius,
yang mana sebelumnya sudah terpapar pada darah donor9.

Risiko Infeksi9 :
 Laporan transmisi oleh infeksi virus belum ada laporan untuk penggunan
immunoglobulin secara intramuskular.
35

Indikasi :
 Untuk pencegahan beberapa infeksi tertentu
 Untuk pasien dengan hiperimunitas atau memiliki antibody spesifik: pasien dengan kadar
antibodi yang tinggi untuk agen infeksi tertentu: misalnya virus hepatitis B, rebies,
tetanus,
 Untuk terapi pada keadaan defisiensi imun

Cara pemberian :
Tidak diperbolehkan memberikan secara inttavena bila terjadi reaksi alergi yang berat.

 Anti-Rhd Imunoglobulin9
Deskripsi : diambil dari plasma yang mengandung kadar antibody anti-RhD yang tinggi dari
donor yang sebelumnya sudah menerima imunisasi

Indikasi :
 Untuk persiapan pencegahan penyakit hemolitik autoimun pada bayi baru lahir dari
ibu dengan RhD-negatif.

 Immunoglobulin Intravena
Deskripsi : merupakan produk yang sama dengan Anti-Rhd untuk penggunaaan
intramuscular, namun telah melewati beberapa proses sehingga aman untuk diberikan secara
intravena9.
Indikasi :
 Untuk pasien dengan Idiopathic Autoimune thrombocytopenia purpura (ITP) dan
beberapa penyakit imun lainnya
 Terapi pada keadaan defisiensi imun
 Hipogammaglobulinemia
 Penyakit penyerta pada pasien dengan HIV
36

Dosis :

Penggunaan intravena maupun intramuscular tergantung indikasi, karakter pasien, dosis yang
digunakan adalah sebagai berikut14 :

 ITP dan penyakit autoimun alinnya : IV 400g/kg/hari selama 2-5 hari atau 0.8g/kg/hr
selama 1-2 hari.
 Defidiensi immunoglobulin kongenital :
IM : 0.7mL/kg/bulan
IV : 200-800mg/kg/bulan
 Profilaksis hepatitis A : IM 0.02-0.04ml/kg
 Hepatitis B : 0.06Ml/kg IM diulang satu bulan

2.3.4. Transfusi Darah dalam Keperluan Medis


Transfusi darah dilalukan berdasarkan indikasi yang tepat. Indikasi dilakukan transfusi dibuat
berdasarkan beberapa tujuan, antara lain13 :
1. Untuk meningkatkan kapasitas okigen dalam dalam guna memberikan perfusi ke
jaringan dengan baik.
2. Untuk menyongkong volume dari pembuluh darah sehingga perfusi ke jaringan dapat
berjalan dengan baik.
3. Untuk menggantikan platelet, faktor koagulasi atau beberapa produk protein darah
lainnya.

Berdasarkan tujuan dari transfusi darah diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari transfusi
salah satunya adalah menjaga atau menyelamatkan perfusi jaringan dari keadaan yang dapat
mengancam nyawa dari pasien. Perfusi jaringan dari seorang pasien dapat kita evaluasi dari
keadaan klinis pasien itu sendiri. Pada guideline terbaru menjelaskan bahwa hemoglobin
bukanlah penentu dilakukannya tindakan transfusi. Keputusan dilakukannya tindakan transfusi
sangat bergantung dari keadaan klinis pasien. Pada kadar hemoglobin sebesar 8gr/dL, masih
dapat menunjang perfusi oksigen ke jaringan, oleh karena itu secara klinis umumnya
asimptomatik9,20.
37

a) Transfusi pada Keadaan Klinis Tertentu


b) Transfusi pada Pembedahan dan Anastesi
Kehilangan darah saat prosedur pembedahan adalah salah satu indikator yang penting untuk
diperhatikan. Kehilangan darah yang masif dapat mengganggu hemodinamik dari tubuh, yang
ditandai dengan perubahan klinis dari pasien (tanda-tanda vital). Hemodinamik yang baik dari
tubuh dapat tercapai bila adanya perfusi oksigen yang baik kejaringan, perfusi yang baik ini akan
tercapai bila faktor pendukung seperti komponen vaskular (darah), vaskular, dan jantung adekuat
untuk menjalankan proses sirkulasi, salah satu fungsi saja yang menurun, akan berimbas ke
fungsi lainnya. Pada kasus perdarahan atau kehilangan darah, mengarah ke komponen vascular
yang menurun, sehingga akan menurunkan resistensi perifer, menurunkan perfusi, dan kemudian
menimbulkan keadaan hipoksia jaringan. Feedback atau proses homeostatis yang dilakukan oleh
tubuh berupa kompensasi untuk mempertahankan perfusi dengan meningkatkan cardiac output
(terdinya peningkatan denyut nadi). Mencegah terjadinya penurunan hemodinamik yang drastis
hingga dapat mengancam nyawa akibat dari kehilangan darah saat prosedur, perlu dilakukan
perhitungan estimasi volume darah pasien, dan menghitung dengan teliti jumlah darah yang
hilang selama prosedur tersebut9,20.
Menghitung kehilangan darah saat pembedahan bukanlah perkara yang mudah. Volume
darah yang hilang dapat diperoleh dengan menggunakan metode yang paling sering digunakan
yaitu menghitung jumlah darah yang terisi pada wadah penampung suction (suction container),
darah yang terserap pada kasssa atau sponge bedah dan sponge lap yang biasa digunakan pada
prosedur laparotomi. Satu sponge bedah yang penuh mengandung darah dengan ukuran 4x4 inch
(10.1x10.1 cm) diperkirakan setara dengan 10 mL darah, sementara 1 pad atau sponge lap setara
dengan 100-150 mL darah. Hasil pengukuran volume darah pada sponge bedah akan lebih akurat
lagi bila sebelum digunakan berat sponge ditimbang terlebih dahulu, hal ini penting untuk
dilakukan terlebih pada pasien pediatric. Walaupun demikian, metode ini tidak sepenuhnya
mudah untuk diterapkan karena akan timbul banyak bias atau faktor perancu, karena pada
penghisapan mesin suction selama pembedahan tidak hanya darah saja yang dihisap tetapi juga
larutan yang digunakan untuk irigasi atau pencuci, sehingga menurunkan keakuratan, namun
bagaimanapun hal ini tidak dapat disampingkan dan harus tetap diperhatikan. Selain
memperhatikan darah yang hilang selama tindakan operatif, pemantauan cairan yang masuk
selama intraoperatif juga perlu untuk diperhitungkan14,20.
38

Transfusi darah bukan menjadi pilihan utama sebagai pengganti cairan dan darah yang hilang
selama intraoperatif. Tujuan dari transfusi adalah menyongkong oksigenasi ke jaringan yang
membutuhkan, dan bukan menjadi pilihan utama saat keadaan hipovolemia, karena terdapat
pilihan cairan lainnya yang dapat diberikan sebelum keadaan pasien menunjukkan batas harus
segera diberikannya transfusi karena konsentrasi oksigen yang sedikit dan memang sudah tidak
dapat dikompensasi lagi oleh tubuh. Penentuan batas atau tolak ukur harus diberikannya darah
atau transfusi bergantung dari keadaan klinis pasien, termasuk penyakit dasar dari pasien tersebut
dan terdapat beberapa faktor lainnya. Pada keadaan hemoglobin < 7g/dL, cardiac output akan
meningkat untuk menyokong oksigenasi ke jaringan, pada kasus pasien yang berusia lebih tua
(geriatric patient), pasien dengan penyakit jantung atau gangguan fungsi paru-paru, berdasarkan
dari bukti klinis menunjukkan diperlukannya menaikkan kadar hemoglobin yang lebih tinggi
dibandingkan pasien tanpa gangguan dasar tersebut20.
Penggunaan cairan pengganti cairan dan darah yang hilang selama prosedur operatif
berlangsung, umunya klinisi menggunakan cairan kristaloid atau koloid, atau keduaanya
sekaligus dengan perbandingan 1:1. Pemilihan cairan kristaloid dan koloid untuk mengatasi
keadaan hipovolemia sebelum batas kritis segera dibutuhkannya transfusi darah, memungkinkan
tubuh pasien dapat secara aman mentolerir keadaan hipovolemia, hal ini terjadi karena beberapa
alasan, antara lain14 :
1. Suplai oksigen pada orang dewasa sehat dalam keadaan istirahat (tidak melakukan aktivitas)
dengan kadar hemoglobin yang normal tiga hingga empat kali lebih besar daripada yang
dibutuhkan oleh jairngan untuk metabolisme. Hal ini adalah yang memungkinkan penurunan
kadar hemoglobin dapat terjadi tanpa adanya konsekuensi serius dari tubuh.
2. Adanya mekanisme kompensasi yang dilakukan oleh tubuh saat terjadinya perdarahan, untuk
menjada perfusi oksigen ke jaringan.
3. Mekanisme kompensasi yang dilakukan oleh tubuh dan suplai oksigen ke tubuh akan terjaga
dengan baik bila diberikan cairan pengganti saat terjadinya perdarahan tersebut.
4. Penggantian darah yang hilang dengan kristaloid atau koloid akan menyebabkan terjadinya
hemodilusi. Hal ini akan menurunkan viskositas darah dan meningkatkan aliran darah di
pembuluh vena maupun kapiler, meningkatkan kembali cardiac output, dan meningkatkan
suplai oksigen ke jaringan.
39

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas, menyimpulkan bahwa penentuan timing
yang tepat untuk dilakukannya transfusi. Sumber yang disalur dari buku Morgan and Mikhail’s
Clinical Anasthesia, pertimbangan perlu diberikannya transfusi dilihat keadaan klinis pasien
sebagai patokan utama, dan hal ini juga ditekankan pada beberapa literatur lainnya, karean
keadaan klinis adalah respon langsung dan nyata dari adanya gangguan hemodinamik pasien itu
sendiri. Selain itu untuk menentukan target waktu transfusi ini juga dapat ditentukan sebelum
tindakan pemebedahan (pre-operatif) dengan memperkirakan estimasi volume darah (estimating
blood volume/EBV) dari hematocrit pre-operatif pasien. Estimasi volume darah pasien dapat
diperhatikan pada tabel dibawah ini14,20,

Tabel 2.2. Perkiraan Volume Darah berdasarkan Berat Badan


(sumber : Morgan & Mikhails : Clinical Anasthesia, 2013)20
Usia Volume Darah
Neonatus
Preterm 95mL/Kg
Aterm 85mL/Kg
Infants 80mL/Kg
Orang Dewasa
Laki-laki 75mL/Kg
Perempuan 65mL/Kg

Pada sumber yang disalur dari The Clinilcal Use of Blood by WHO, Geneva (tahun 2002)
untuk pasien anak-anak estimasi volume darah didapatkan dari 80mL/KgBB, sementara masih
dari sumber yang sama, perkiraan volume darah orang dewasa tanpa memandang jenis kelamin
adalah 70mL/KgBB14.
Pasien dengan nilai hematokrit yang normal, diberikan transfusi darah apabila telah
kehilangan darah sebesar 10-20% dari total volume darah, namun perlu diingat bahwa keadaan
klinis pasien tetap menjadi patokan utama dan juga mempertimbangkan prosedur operasi yang
dilakukan, hal ini untuk mencegah terjadinya penurunan hemodinamik yang drastis yang tidak
disadari karena hanya berpatokan dari persentase darah yang hilang20.
Menentukan jumlah volume darah yang diperlukan untuk menurunkan nilai hematorit hingga
30% adalah dengan menghitung beberapa hal dibawah ini 20:
40

1. Estimasi volume darah (Estimated blood volume/ EBV) di dalam tubuh (sesuai tabel
2.2 atau berdasarkan panduan dari WHO)
2. Estimasi red blood cell volume (RBCV) berdasarkan hematokrit pre-operatif
(RBCVpreop).
3. Estimasi RBCV pada hematokrit 30%, dengan mengasumsikan volume darah adalah
normal.
4. Menghitung RBCV yang hilang saat Hematokrit mencapai 30% ; RBCVlost =
RBCVpreop – RBCV30%.
5. Allowable blood loss = RBCVlost x 3

Contoh 20:

Diketahui : Seorang perempuan dengan berat badan 85 Kg memiliki nilai hematokrit preoperatif
35%.

Ditanya : Berapa volume darah yang hilang yang dapat menurunkan hematokrit hingga 30%?

Penyelesaian :

EBV = 65mL/kg x 85 kg
= 5525 mL
RBCV35% = 5525 x 35%
= 1934 mL
RBCV30% = 5525 x 30%
= 1658 Ml

Jadi, jumlah volume darah yang hilang untuk mencapai hematokrit 30% = 1934 mL
-1658 mL = 276 mL.

Sementara Allowable blood loss (jumlah kehilangan darah yang masih dapat ditolerir
oleh tubuh) = 3 x 276 mL = 828 mL.

Oleh karena itu, pertimbangan untuk melakukan transfusi harus segera dibuat bila pasien
telah kehilangan darah lebih dari 800mL. Panduan terkini meyakinkan bahwa transfusi tidak
diperkenankan hingga nilai hematokrit mencapai ≤ 24% atau hemoglobin < 8 g/dL, namun pada
41

keadaan khusus dengan komorbid seperti penyakit jantung, hal ini perlu untuk dipertimbangkan
kembali, terlebih pada keadaan perdarahan mencapai 800mL20.

Panduan klinis yang umum digunakan untuk menentukan berapa banyak darah yang akan
diberikan saat transfusi, berpatokan pada dasar teori berikut ini20 :

 Satu unit PRC akan meningkatkan hemoglobin sebesar 1g/dL dan hematokrit 2-3% pada
orang dewasa.
 10mL/KgBB transfusi sel darah merah atau PRC yang diberikan dapat meningkatkan
hemoglobin sebesar 3g/dL dan hematokrit 10%.

2.3.5. Teknis Pemberian Darah dalam Praktik Medis


Pemberian darah atau produk darah dengan benar dalam praktik klinis sehari-hari adalah hal
penting, mengingat cara pemberian yang salah tentu akan membuat tujuan dari transfusi yang
diberikan tidak akan tercapai. Pemberian untuk mencapai target dari transfusi yang kita inginkan,
beberapa hal dibawah ini penting untuk dipahami14 :

A. Batas Waktu Pemberian Transfusi


Risiko terjadinya proliferasi bakteri pada produk darah yang akan digunakan atau hilangnya
fungsi dari darah atau produk darah setelah dikeluarkan dari tempat penyimpanannya adalah
kemungkinan yang dapat terjadi bila waktu pemberiaan transfusi tidak tepat. Menghindari
kemungkinan yang tidak diharapkan dapat dicegah dengan mengetahui waktu pemberian dari
beberapa produk dari darah pada tabel berikut ini,
42

Tabel 2.3. Batas untuk memulai pemberian darah atau produk darah dalam transfusi darah
(sumber : The Clinical Use of Blood, WHO,Geneva, 2002)14
Batas Waktu Pemberian Transfusi
Produk Darah Mulai Transfusi Waktu selesai Transfusi
Whole Blood dan produk Sel Dimulai dalam 30 menit Transfusi diberikan selama 4
darah Merah pekat setelah diambil dari tempat jam (< 4 jam pada suhu yang
penyimpanan lebih tinggi)
Platelet concentrates Segera setelah dikeluarkan Transfusi diberikan selama
dari tempat penyimpanan 20 menit
Fresh Frozen Plasma dan Segera mungkin setelah Transfusi diberikan selama
cryoprecipitate dikeluarkan dari tempat 20 menit
penyimpanan

B. Perlengkapan transfusi Whole Blood, PRC, Plasma, Cryoprecipitate


Persyaratan kanul atau abocath yang digunakan untuk transfusi harus memenuhi syarat
dibawah ini :
 Menggunakan kanul baru dan steril
 Menggunakan kanul atau abocath dengan bahan plastic yang sifatnya fleksibel, karena
lebih aman dan tidak mencederai pembuluh darah vena sehingga lebih bertahan bila
digunakan.
 Diameter kanul menentukan laju aliran darah kedalam pembuluh darah, oleh sebab itu
disarankan untuk menggunakan ukuran kanul dengan ukuran yang besar yaitu kanul
atau abocath no.16.

Transfusi set atau infus set yang digunakan untuk transfusi darah dihrapkan sesuai dengan
beberapa saran dibawah ini,

 Menggunakan transfusi set baru, dalam keadaan yang masih steril dan memiliki
mikrofilter berukuran 170-200 micron.
 Transfusi set digantikan setiap 12 jam selama proses transfusi darah masih
berkelanjutan.

C. Menghangatkan Darah
Mengahangatkan darah atau produk darah yang baru dikeluarkan dari lemari pendingin,
hingga saat ini belum terdapat bukti bahwa melakukan hal tersebut memberikan suatu
keuntungan saat laju transfusi dijalankan dengan pelan.
43

Laju transfusi lebih dari 100mL/menit, dengan darah yang masih dingin memungkinkan
untuk terjadinya cardiac arrest. Walaupun demikian, pada keadaan ini, mengahangatkan atau
menjaga suhu tubuh pasien lebih penting daripada menghangatkan darah yang akan diinfus itu
sendiri.
Menghangatkan darah umumnya perlu dilakukan pada keadaan berikut ini :
 Transfusi dengan volum darah besar dan diberikan secara cepat :
 Dewasa : >50mL/kg/jam
 Anak-anak : > 15mL/Kg/jam
 Transfusi tukar pada neonatus

Darah yang akan ditransfusikan tidak boleh dihangatkan didalam wadah berisi air panas,
karena dapat mengakibatkan terjadinya hemolysis dari sel darah merah, yang bila diberikan akan
mengancam nyawa dari pasien.

D. Monitoring Pasien yang Menerima Transfusi


Pemantauan selama proses transfusi penting untuk dilakukan demi keberhasilan transfusi dan
kesejateraan serta lenyamanan dari pasien. Pencatatan hasil monitoring dari sebelum mulai
transfusi hingga beberapa jam setelah transfusi perlu dilakukan selain untuk kepentingan medis,
juga untuk kepentingan medikolegal. Beberapa ha dibawah ini perlu dicatat pada catatan rekan
medis pasien :
1. Pasien atau keluarga pasien telah menerima informasi mengenai tujuan dilakukannya
transfusi dan telah memberikan persetujuan.
2. Alasan diberikan transfusi darah
3. Pra-transfusi :cross-check :
 Identitas pasien
 Label pada produk darah
 Label kompatibilitas
 Tanda tangan dari tenaga medis yang melakukan cross-check.
4. Selama transfusi :
 Tipe produk darah dan volume transfusi yang diberikan
44

 Nomor donasi darah


 Golongan darah dari produk daah yang diberikan
 Waktu diberikannya transfusi darah
 Memonitor pasien sebelum,saat, dan sesudah transfusi
5. Pemantauan ada tidaknya reaksi tranfusi

Monitor pasien yang menerima transfusi sebaiknya dilakukan sebelum transfusi, saat
tansfusi dan setelah diberikan transfusi, panduan monitoring pada pasien yang akan diberikan
transfusi dapat diperhatikan pada langkah-langkah dibawah ini :
a) Setiap pemberian satu unit produk darah, monitor hal berikut ini :
 Sebelum diberikan transfusi
 Segera setelah diberikan transfusi
 15 meit setelah diberikan transfusi
 Setiap jam setelah diberikan trasnfusi
 Setelah trasnfusi selesai
 4 jam setelah transfusi selesai
b) Pada setiap tahap pemantauan, catat beberapa informasi yang diperoleh dari pasien
berikut ini :
 Keadaan umum pasien
 Temperature
 Denyut nadi
 Tekanan darah
 Laju pernafasan
 Balans cairan :
 Oral intake dan cairan yang diberikan IV
 Produksi urin
c) Catat :
 Waktu dimulainya transfusi
 Waktu selesai transfusi
 Volume dan tipe produk darah yang ditransfusikan
45

 Nomor khusus pada produk darah yang ditransfusikan


 Reaksi transfusi

2.3.6. Komplikasi Transfusi dan Penanganannya


Reaksi transfusi dapat terjadi pada 1-2% dari pasien yang menerima transfusi. Penegakkan
adanya satu reaksi transfusi dan penanganan yang tepat dari reaksi transfusi dapat
menyelamatkan jiwa pasien. Selama proses penanganan observasi dan penilaian klinis yang tepat
harus dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab dan untuk menangani masalah utama dari
pasien.
Sebuah penelitian yang berbeda melaporkan bahwa reaksi transfusi yang tidak diharapkan
ditemukan pada 6,6% resipien, dimana sebagian besar (55%) berupa demam. Gejala lain adalah
menggigil tanpa demam sebanyak 14%, reaksi alergi (terutama urtikaria) 20%, hepatitis seru
positif 6%, reaksi hemolitik 4%, dan overload sirkulasi 1%9,10.
Berikut adalah reaksi atau komplikasi dari transfusi yang dapat terjadi pada pasien yang
menerima transfusi :

1. Demam
Demam merupakan komplikasi yang paling seing dijumpai dalam praktik klinis. Pada
beberapa literatur menggunakan istilah febrile nonhemolytic transfusion reaction (FNHTRs),
untuk menjelaskan suatu demam yang timbul pada pasien yang sedang menerima transfuse atau
pasca transfusi. Peningkatan suhu badan saat menjalani transfusi dapat disebabkan oleh antibody
leukosit, antibody trombosit, atau senyawa pirogen. Untuk menghindari reaksi ini, dapat
dilakukan uji cocok silang antara leukosit donor dengan serum resipien pada pasien yang
mendapat transfusi leukosit. Cara lain adalah dengan memberikan produk darah yang
mengandung sedikit leukosit, leukosit yang dibuang pada produk ini minimal 90% dari total
jumlah leukosit. Transfusi juga dapat dilakukan dengan memasang mikrofiltrasi yang
mempunyai ukuran pori 40mm. dengan filter ukuran ini jumlah leukosit dapat berkurang sampai
60%. Pemberian prednisone 50mg atau lebih sehari atau 50mg Kostison oral setiap 6 jam selama
48 jam sebelum transfusi atau aspirin 1 g saat mulai menggigil atau satu jam sebelum transfusi,
dilaporkan dapat mencegah demam akibat transfusi. Pemberian obat sebelum transfusi ini
46

termasuk dalam tindakan premedikasi. Disalur dari penelitian yang dilakukan oleh Geiger dan
Howard pada tahun 2007, pada sebuah rumah sakit di USA, hampir semua klinis meresepkan
agen antipiretik dan anti (dalam hal ini obat parasetamol dan dyphenidramine) untuk pasien yang
akan menjalani transfusi darah. Namun sampai saat ini tujuan dan efektifitas tindakan
premedikasi sebelum transfusi masih diragukan, karena adanya pro dan kontra yang ditemukan
dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan9,10.

2. Reaksi Alergi
Reaksi anafilaktif atau biasa disebut rejatan anafilaktif terjadi pada 20.000 transfusi. Reaksi
alergi ringan yang menyerupai urtikaria timbul pada 3% transfusi. Reaksi anafilaktif yang berat
terjadi akibat interaksi antara IgA pada darah donor dengan anti-IgA spesifik pada plasma
resepien9.

3. Reaksi Hemolitik
Reaksi hemolitik pada pasien yang menerima transfusi terjadi karena sel darah merah
mengalami destruksi akibat darah donor yang incompatible. Reaksi hemolitik dapat terjadi akibat
transfusi eritrosit yang rusak akibat paparan dengan dekstrose 5%, injeksi air ke dalam sirkulasi ,
transfusi darah yang lisis, transfusi darah dengan pemanasan yang berlebihan, transfusi darah
beku, transfusi dengan darah yang terinfeksi, trnasfusi darah dengan tekanan tinggi9.
Jika seseorang yang menerima transfusi darah memiliki struktur antigen eritrosit berbeda
dengan donor, maka dapat terbentuk antibodi pada tubuh resepien darah. Rekasi antara antigen
eritrosit dan antibodi plasma, baik yang spesifik maupun nonspesifik, menyebabkan antibodi
merusak eritrosit. Destruksi eritrosit yang cepat akan melepaskan hemoglobin bebas ke dalam
plasma sehingga menyebabkan kerusakan ginjal, toksemia, dan kematian.
Reaksi tranfsui ini dapat bersifat segera (immediate) atau lambat (delayed). Pada reaksi tipe
cepat dibagi lagi menjadi reaksi tipe cepat yang mengancam nyawa dan yang tidak mengancam
nyawa. Reaksi tipe cepat yang mengancam nyawa terjadi berkaitan dengan hemolysis
intravaskular masif karena adanya antibody pengaktif komplemen dari kelas igG dan igM ,
biasnaya dengan spesifitas ABO. Sementara untuk reaksi yang tidak begitu mengancam nyawa
berkaitan dengan hemolysis ekstravaskular (misalnya antibody imun system Rh yang tidak
mampu mengaktifkan komplemen). Sekitar 1 dari 1000 pasien secara klinis menunjukkan
47

manifestasi reaksi transfusi lambat dan 1 dari 260.000 pasien menunjukkan reaksi hemolitik
yang nyata karena mempunyai antibodi terhadap antigen eritrosit minor yang tidak terdeteksi
oleh tes antibodi rutin sebelum transfusi. Reaksi ini akan lebih mudah terjadi pada populasi yang
mempunyai risiko seperti penyakit anemia sel bulan sabit (sickle cell anemia)9,10.

4. Penularan Penyakit
Selain masalah infeksi antigen-antibodi, maka transfuse yang aman juga harus
memeperhaitkan kemungkinan penularan penyakit yang dapat menular melalui darah, seperti
HIV, hepatitis B, hepatitis C, dan virus lainnya. Bakteri juga dapat mengkontaminasi eritrosit
dan trormbosit sehingga dapat menyebabkan infeksi dan terjadinya sepsis setelah transfusi9.

5. Cedera Paru Akut


Risiko transfusi yang yang lain adalah cedera paru aku yang berhubungan dengan transfusi
(transfusion-related acute lung injury, TRALI). Kondisi ini adalah suatu diagnosis klinik berupa
manifestasi hipoksemia akut dan edema pulmoner bilateral yang terjadi dalam enam jam setelah
transfuse. Manifestasi klinis yang daoat ditemui adalah dyspnea, takipnea, demam takikardi,
hipo-/hipertensi, dan leukopenia akut sementara. Angka kejadiannya dilaporkan sekitar satu dari
1.200 sampai 25000 transfusi. Terdapat beberapa memkanisme yang diperkirakan menjadi
penyebab dari kondisi ini. Salah satu satunya adalah rekasi antara neutrophil resipien dengan
antibody donor yang spesifik; akibatnya terjadi peningkatan permebilitas kapiler pada sirkulasi
mikro di paru9.
48

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiohadi B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Keempat. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.
2. New Zealand Blood Service. Transfusion Medicine Handbook Third Edition ,. 2016;
3. Guyton A, Hall J. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. In: Rachman L, Hartanto H, Novrianti
A, Wulandari N, editors. 11th ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 3–4. 1.
4. Silbernagl S, Despopoulos A. Color Atlas of Physiology. In: Wandrey SO, editor. 6th ed.
New York,USA: Thieme Publishing Group; 2009. p. 88–9. Available from:
http://www.thieme.com
5. Britannica Educational Publishing. The Human Body : Blood Physiology and Circulation.
In: Rogers K, editor. 1st ed. New York: Britannica Educational Publishing, Rosen
Educational Services; 2011. p. 19–23.
6. OpenStax College Rice University. Anatomy and Physiology. In Houston,Texas: Rice
University; 2013. p. 738–40. Available from: http://openstaxcollege.org.
7. Netter, Frank.H. Atlas Of Human Anatomy 18th Edition. Philadelphia, PA,
Saunders/Elsevier.
8. Murray, R.K., Granner, D.K., & V.W. Biokimia harper (27 ed.). Jakarta: Buku Kedokteran
EGC: 2008.
9. Adi, P.R., 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta`: Interna Publishing,
p.1425.
10. Hoffbrand A, Moss P. Kapita Selekta Hematologi. In: Sandra F, editor. 6th ed. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC; 2011. p. 366,373.
11. Huang J, Qin D, Gu C, Huang Y, Ma H, Huang H, et al. Autologous and Nonautologous
Blood Transfusion in Patients with Ruptured Ectopic Pregnancy and Severe Blood Loss.
2017;2017.
12. American Society of Anesthesiologists. Practice Guidelines for Perioperative Blood
Management. Anasthessiolgy J [Internet]. 2015;122(2):241–0. Available from:
www.anesthesiolgy.org
49

13. World Health Organization. 2011. Clinical Transfusion Practise Guidelines For Medical
Interns. Bangladesh.
14. WHO. The clinical use of blood: handbook. Geneva, 2002. Available from:
http://www.who.int/bct/Main_areas_of_work/Resource_Centre/CUB/English/Handbook.p
df.
15. Dodge M. Whole Blood in EMS May Save Lives. J Emerg Med Serv [Internet].
2018;43(2). Available from: www.jems.com/articles/print/volume-43.issue-
2/features/whole-blood-in-ems-may-save-lives.html
16. Auckland District Health Board. How to Administer Red Cell-Quick Guide [Internet].
[cited 2018 Nov 7]. Available from:
www.clinicaldata.nzblood.co.nz/resourcefolder/redcells.php?dhbid=1
17. Blood Transfusion [Internet]. Queens University ,school of Medicine. [cited 2018 Nov 7].
Available from:
https://meds.queensu.ca/central/assest/modules/clerk_bloodtrans_draft/platelet_concentrate
.html
18. Human Albumin 20% BIOTEST albumin serum normal [Internet]. IKPP. [cited 2018 Nov
7]. Available from: https://e-katalog.ikkp.go.id/backend/katalog/lihat_produk/377544
19. Haemoctin [Internet]. Biotest : from nature for life. Available from: www.biotest.com
20. Morgan, Mikhail. Clinical Anesthesiology. 5th ed. Butterworth J, Mackey D, Wasnick J,
editors. USA: Mc-Graw-Hill Education; 2013. 3183-0 p.

Anda mungkin juga menyukai