Anda di halaman 1dari 30

Syarat-Syarat Untuk dapat dilakukan penahanan:

Syarat Subyektif (Pasal 21 Ayat (1) KUHAP)

1. Tersangka/Terdakwa diduga keras melakukan Tindak Pidana;

2. Berdasarkan Bukti yang cukup;

3. Dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka/terdakwa:

a. Akan melarikan diri

b. Merusak/menghilangkan barang bukti;

c. Mengulangi Tindak Pidana

Syarat Obyektif (Pasal 21 Ayat (4) KUHAP)

 Tindak Pidana itu diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih (Pasal 21 Ayat (4) a KUHAP)
 Tindak Pidana yang ancaman hukumannya kurang dari 5 tahun, tetapi ditentukan dalam Pasal 21
Ayat (4) b KUHAP:
o KUHP
o Pelanggaran terhadap ordonantie Bea dan Cukai
o Tindak Pidana Imigrasi yaitu antara lain: tidak punya dokumen imigrasi yang sah, atau orang yang
memberikan pemondokan atau bantuan kepada orang asing yang tidak mempunyai dokumen
imigrasi yang sah
o Tindak Pidana Narkotika

Hak Tahanan

1. Hak yang bersifat umum (Pasal 50, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 62, dan 63 KUHAP)

2. Hak atas perawatan kesehatan:

1.Perawatan rutin di Rumah Sakit


2.Pengobatan dalam keadaan terpaksa
3.Perawatan tahanan yang sakit jiwa
3. Hak perawatan rohani
4. Larangan wajib kerja
5. Hak mendapat kunjungan

Dalam proses penahanan seorang tersangka berhak untuk:

1. Menghubungi penasihat hukumnya

2. Segera diperiksa penyidik setelah 1 hari ditahan


3. Menghubungi dan menerima kunjungan pihak keluarga atau orang lain untuk kepentingan
penangguhan penahanan atau usaha mendapat bantuan hukum

4. Meminta atau mengajukan penangguhan penahanan

5. Menghubungi atau menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan

6. Mendapatkan penangguhan penahanan atau perubahan status tahanan

7. Menghubungi atau menerima kunjungan sanak keluarga

8. Mengirim surat atau menerima surat dari penasihat hukum dan sanak keluarga tanpa diperiksa oleh
penyidik/penuntut umum/hakim/pejabat rumah tahanan negara

9. Mengajukan keberatan atas penahanan atau jenis penahanan oleh penyidik

10. Menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan

11. Bebas dari tekanan seperti: diintimidasi, ditakut-takuti, dan disiksa secara fisik

Dalam melaksanakan penahanan terhadap tersangka/terdakwa, maka pejabat yang berwewenang


menahan harus dilengkapi dengan surat perintah penahanan dari penyidik, surat perintah penahanan
dari jaksa penuntut umum atau surat penetapan dari hakim yang memerintahkan penahanan itu.

Jenis-jenis penahanan yang diatur dalam Pasal 22 Ayat (1) KUHAP adalah:

1. Penahanan Rumah Tahanan Negara (Rutan)

2. Penahanan Rumah

3. Penahanan Kota

Jangka Waktu Penahanan dan Penahanan Lanjut

Penahanan/Perpanjangan Oleh Waktu Dasar Hukum


KUHAP
1 Penyidik 20 hari 24 (1)
Diperpanjang JPU 40 hari 24 (2)
2 Penuntut Umum 20 hari 25 (1)
Diperpanjang Ketua PN 30 hari 25 (2)
3 Hakim Pengadilan Negeri 30 hari 26 (1)
Diperpanjang Ketua PN 60 hari 26 (2)
4 Hakim Pengadilan Tinggi 30 hari 27 (1)
Diperpanjang Ketua PT 60 hari 27 (2)
5 Hakim Mahkamah Agung 50 hari 28 (1)
Diperpanjang Ketua MA 60 hari 28 (2)
Jumlah 390 hari
Pengecualian Dalam Perpanjangan Penahanan

Tingkat Diberikan Oleh Dasar Hukum


KUHAP
1 Penyidikan Ketua PN 30 hari
Perpanjangan Ketua PN 30 hari
2 Penuntutan Ketua PN 30 hari
Perpanjangan Ketua PN 30 hari
3 Pemeriksaaan di PN Ketua PT 30 hari
Perpanjangan Ketua PT 30 hari
4 Pemeriksaan Banding Hakim MA 30 hari
Perpanjangan Hakim MA 30 hari
5 Pemeriksaan Kasasi Ketua MA 30 hari
Perpanjangan Ketua MA 30 hari
Jumlah 300 hari

1. Penahanan Rumah Tahanan Negara

2. Penahanan Rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka/terdakwa
dengan pengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat
menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan

3. Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa
dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan

Pengalihan Jenis Penahanan

 Penahanan Rutan, pengurangannya sama dengan jumlah penahanan


 Penahanan Rumah, pengurangan sama dengan 1/3 jumlah masa penahanan rumah
 Penahanan Kota, jumlah pengurangan sama dengan 1/5 jumlah masa penahanan kota
Penangguhan Penahanan

1. Syarat Penangguhan Penahanan (Penjelasan Pasal 31 KUHAP)

a. wajib lapor;

b. tidak keluar rumah

c. tidak keluar kota.

2. Jaminan Penangguhan Penahanan:

a. berupa uang

b. berupa orang

Penggeledahan

Penggeledahan diatur dalam Pasal 32-37 dan Pasal 125-127 KUHAP

1. Penggeledahan biasa harus ada Surat Izin dari Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 33 Ayat (1) KUHAP)

2. Penggeledahan yang sangat perlu dan mendesak (Pasal 34 KUHAP)

PraPeradilan

Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini:

1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan

2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan atas permintaan demi
tegaknya hukum dan keadilan

3. Penghentian ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas
kuasa yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan

Menurut Oemar Seno Adji, lembaga “rechter commissaris” (hakim yang memimpin memeriksa
pendahuluan) muncul sebagai perwujudan keaktifan hakim, di Eropa Tengah mempunyai posisi penting
yang mempunyai kewenangan untuk upaya paksa (dwang middelen), penahanan, penyitaan,
penggeledahan badan, rumah, dan pemeriksaan surat-surat.

 Asas Presumption of innocence (praduga tak bersalah), yang mengajarkan bahwa seseorang dianggap
tidak bersalah sebelum ada putusan hakim berkekuatan tetap, maka harus diberlakukan sebagai
orang yang bukan bersalah
 Oleh karena itu tujuan praperadilan dalam KUHAP adalah untuk membatasi kesewenang-wenangan
tindakan Penyidik dan Jaksa Penuntut Hukum sebagai Penegak Hukum.

 Praperadilan akan berfungsi sebagai perisai bagi tersangka, yaitu sebagai alat yang cukup ampuh
untuk dilakukan penuntutan kepada penyidik dan penuntut umum tentang sah atau tidaknya suatu
penangkapan, dan atau penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan serta
tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi.

 Di Belanda, Hakim Komisaris melakukan tugas pengawasan terhadap pelaksanaan tugas jaksa,
kemudian jaksa melaksanakan hal yang sama terhadap pelaksanaan tugas polisi.

 Praperadilan di Indonesia melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas polisi (penyidik)


dan Jaksa (Jaksa Penuntut Umum).

 Acara Praperadilan: dapat dikatakan sebagai suatu lembaga pengawasan secara horizontal bagi
penyidik dan penuntut umum

 Pengawasan secara horizontal, dilakukan oleh Pengadilan terhadap tindakan Aparat Penegak Hukum
(penyidik dan penuntut umum) apakah dibenarkan atau tidak menurut hukum

Pihak-Pihak Yang Berhak mengajukan Tuntutan Praperadilan

Tuntutan Praperadilan Dalam Penuntut/Pemohon Pasal KUHAP


Hal Praperadilan
- Sah/Tidaknya - Tersangka 79
Penangkapan/Penahanan - Keluarga Tersangka
- Sahnya Penghentian - Tersangka 79
Penyidikan - Pihak ke 3 yang
berkepentingan
- Tidak sahnya Penghentian - Pihak ke 3 yang 80
Penyidikan berkepentingan
- Penuntut Umum
- Sahnya penghentian - Tersangka/Terdakwa 80
Penuntutan - Pihak ke 3 yang
berkepentingan
- Tidak sahnya penghentian - Pihak ke 3 yang 80
Penuntutan berkepentingan
- Penyidik
Pengajuan Praperadilan Atas Sah Atau Tidaknya Penangkapan, Lazimnya Dilakukan Apabila:

1. Penangkapan dilakukan tanpa didasarkan pada bukti permulaan yang cukup.

2. Penangkapan dilakukan tanpa memperlihatkan dan memberikan surat perintah penangkapan

3. Penangkapan tidak dilakukan oleh Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau Pejabat yang
berwewenang dengan memperlihatkan surat tugas, serta memberikan kepada tersangka surat perintah
penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka, dan menyebutkan alasan penangkapan serta
uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.

4. Tembusan surat perintah penangkapan dari pejabat yang berwewenang tidak diberikan kepada
keluarga tersangka

5. Surat perintah penangkapan dikeluarkan setelah 1x24 jam sejak penangkapan dilakukan

6. Penangkapan dilakukan dengan tindak kekerasan terhadap tubuh dan mental tersangka

Pengajuan Praperadilan Atas Sah Atau Tidaknya Penahanan, Lazimnya Dilakukan Apabila:

1. Penahanan yang dilakukan oleh pejabat yang tidak berwenang melakukan penahanan. Yang
berwenang melakukan penahanan adalah Polisi, Jaksa, dan Hakim

2. Penahanan dilakukan di tempat yang bukan diperuntukkan penahanan (bagi tahanan rutan)

3. Penahanan dilakukan tanpa memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang
mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian
singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan

4. Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim tidak diberikan
kepada keluarga tersangka atau terdakwa.

Pihak-Pihak Tertuntut Dalam Praperadilan

Tertuntut Praperadilan Pangkat Dasar Hukum


Penyidik: Aipda Pasal 1 angka 10, 77, 78, 80, 81
a. Pejabat Polisi Tertentu II/b dan 95 KUHAP
b. Pejabat PPNS Kepres No. 372/1962 jo. Pasal 7
c. Polisi Khusus: Ayat (2) jo. Penjelasan Pasal 7
- Pejabat Bea Cukai Ayat (2) KUHAP jo. Kep.
- Pejabat Imigrasi Menhankam/Pangab No.
- Polisi Kehutanan Ke/B/17/74, SK. Men. Keh.
- dll. No.07.03 tahun 1987
Penyidik Pembantu: Brigda
- Pejabat Polisi Tertentu
- PPNS Tertentu
Penuntut Umum Pasal 77, 78, 80, 81, dan 95
KUHAP
Tuntutan Yang Dapat Diajukan:

1. Ganti Kerugian

Pasal 1 Angka 22 KUHAP: Ganti kerugian adalah hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas
penuntutannya berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili, tanpa
alasan yang didasarkan pada Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum
yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Pasal 95 Ayat (2) Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau
penahanan atau tindakan lain tanpa alasan berdasarkan undang-undang…………, diputus di sidang
praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 KUHAP.

2. Rehabilitasi

Pasal 1 Angka 23 KUHAP: Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam
kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan,
penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang. Atau karena kekeliruan mengenai orangnya, atau hukum yang diterapkan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Acara Praperadilan

1. Dalam waktu 3 hari setelah diterimanya permintaan praperadilan, hakim yang ditunjuk menetapkan
hari sidang;
2. Dalam hal pemeriksaan atau memutus tuntutan praperadilan, hakim mendengarkan keterangan baik
tersangka atau pemohon atau dari pejabat yang berwewenang;
3. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari hakim harus
sudah menjatuhkan putusan
4. Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh PN, sedangkan pemeriksaan praperadilannya
belum selesai, maka permintaan praperadilan gugur
5. Putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan
praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan
baru (butir 1 s.d. 5 diatur dalam Pasal 82 Ayat (1) KUHAP).
6. Putusah hakim dalam Praperadilan harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya (Pasal 82 Ayat
(2) KUHAP)
7. Selain yang disebut dalam angka 6 (enam) di atas, juga memuat:
a.Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka
penyidik atau jaksa penuntut umum harus segera membebaskan tersangka
b.Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah,
maka penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan
c. Dalam hal putusan menentapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka
putusan mencantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan
d.Sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah, tersangkanya
tidak ditahan, maka dalam putusan mencantumkan rehabilitasi
e.Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat
pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan
kepada tersangka atau kepada siapa benda itu disita.

Koneksitas

Koneksitas adalah tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk di
lingkungan peradilan umum (sipil) dan lingkungan peradilan militer (tentara)

Dasar Hukum

Pasal 24 UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan telah diganti dengan Pasal 16 UU No.
48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal 89-94 KUHAP (UU No.8 tahun 1981) jo. Pasal
198-203 KUHAP Militer (UU No. 31 tahun 1997).

Prinsip Umum Koneksitas

Pemeriksaan dan peradilan perkara, diperiksa dan diadili di lingkungan peradilan umum.

Pasal 14 UU No. 48 tahun 2009: Tindak Pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang
termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh
pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan tertentu menurut Keputusan
Ketua Mahaman Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan
peradilan militer.

Pengecualiannya:

Dapat diperiksa dan diadili di lingkungan peradilan militer, dengan syarat (Pasal 89 Ayat (1) KUHAP):

a. Jika ada Putusan Menteri Pertahanan yang mengharuskan perkara koneksitas tersebut
diperiksan dan diadili oleh lingkungan peradilan militer;
b. Keputusan tersebut telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman, bahwa perkara
tersebut diadili oleh lingkungan peradilan militer.

 Pasal 16 UU No. 48 tahun 2009: Kecualian dalam keadaan tertentu menurut Keputusan Ketua
Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan
militer.
 Kapan diperiksa dan diadili dalam lingkungan peradilan militer?

 Pasal 90 KUHAP menjelaskan:

a. Diukur dari segi kerugian yang diukur dalam tindak pidana itu;
b. Apabila kerugian yang diakibatkan tindak pidana tersebut lebih banyak bobotnya merugikan
kepentingan militer, sekalipun pelakunya lebih banyak kepentingan umum atau sipil, maka
perkara koneksitas akan dilakukan oleh peradilan militer.

Penyidikan Peradilan Koneksitas

Aparat Penyidik Perkara Koneksitas terdiri dari satu tim tetap, yang dibentuk dengan surat keputusan
bersama Menteri Pertahanan dan Menteri Kehakiman (Pasal 89 Ayat (2) KUHAP) yang terdiri dari unsur-
unsur:

1. Penyidik Polri;

2. Polisi Militer; dan

3. Oditur Militer atau Oditer Militer Tinggi.

Pemeriksaan:

1. Tersangka pelaku sipil diperiksa oleh unsur Penyidik Polri;

2. Tersangka pelaku tentara diperiksa oleh unsur Polisi Militer atau Oditur Militer

Penuntutan Peradilan Koneksitas

Untuk menentukan lingkungan peradilan yang akan memeriksa perkara koneksitas, maka terlebih
dahulu diadakan:

 Penelitian bersama atas hasil pemeriksaan penyidikan yang dilakukan oleh tim penyidik;
 Anggota peneliti bersama terdiri dari Jaksa atau Jaksa Tinggi dan Oditur atau Oditur Tinggi;
 Pendapat dari penelitian bersama atas hasil pemeriksaan tim penyidik, dituangkan dalam bentuk
berita acara dan ditandatangani masing-masing pihak peneliti.

Jika terdapat pesesuaian pendapat yang menetapkan titik berat kerugian yang ditimbulkan adalah
kepentingan umum, yang berarti:

1. Perkara koneksitas diperiksa di lingkungan peradilan umum;

2. Perwira penyerah perkara (papera) harus segera membuat surat keputusan “penyerahan perkara”

3. Penyerahan perkara itu dilakukan oleh perwira penyerah perkara (papera) kepada penuntut umum
melalui Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi.
4. Keputusan penyerahan perkara sebagai dasar dari penuntut umum untuk dasar mengajukan perkara
tersebut ke sidang Pengadilan Negeri yang berwenang sesuai dengan kompetensi relative.

Jika terdapat pesesuaian pendapat yang menetapkan titik berat kerugian yang ditimbulkan adalah
kepentingan militer, berarti:

1. Perkara koneksitas diperiksa di lingkungan peradilan militer;

2. Oditur militer mengusulkan kepada Menhan agar dengan persetujuan Menteri Kehakiman
dikeluarkan surat keputusan Menhan yang menetapkan perkara koneksitas diadili oleh Peradilan Militer;

3. Surat Keputusan Menhan ini menjadi dasar bagi perwira penyerah perkara dan Jaksa/Jaksa Tinggi
untuk menyerahkan berkas perkara kepada Mahkamah Militer atau Mahkamah Militer Tinggi;

4. Berita Acara hasil tim penyidik diperbuat catatan oleh Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi yang berisi
Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi ‘mengambil alih’ berita acara yang dibuat oleh tim penyidik (Pasal 92
Ayat (2) KUHAP)

Jika tidak terdapat persesuaian pendapat, maka yang menentukan perkara koneksitas tersebut adalah
pendapat Jaksa Agung

Susunan Majelis Hakim Koneksitas

Bila diperiksa di Peradilan Umum maka susunan Majelis Hakim adalah:

1. Sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang hakim;

2. Hakim Ketua Majelis Hakim dari Pengadilan Negeri;

3. Hakim anggota diambil dari lingkungan peradilan umum dan militer secara seimbang.

Bila diperiksa di Peradilan Militer maka susunan Majelis Hakim adalah:

1. Sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang hakim;

2. Hakim Ketua Majelis Hakim dari Pengadilan Militer;

3. Hakim anggota diambil dari lingkungan peradilan umum dan militer secara seimbang.

4. Hakim anggota yang berasal dari Peradilan Umum diberi pangkat militer ‘tituler’

5. Yang menghasilkan hakim anggota adalah Menteri Kehakiman dan Menhan secara timbal balik
Pemeriksaan Perkara Pidana

1. Acara Pemeriksaan Biasa

2. Acara Pemeriksaan Singkat

3. Acara Pemeriksaan Cepat

Acara Pemeriksaan Biasa

(Perkara Tolakan), yaitu perkara-perkara yang sulit dan besar yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum
dengan Surat Tolakan

KUHAP menyebut sebagai Acara Pemeriksaan Biasa

Tata Cara (Pasal 154 KUHAP)

a. Pengadilan negeri menerima pelimpahan perkara dari Jasa Penuntut Umum

b. Ketua PN menunjuk Majelis Hakim

c. Majelis Hakim menentukan hari sidang

d. Pemeriksaan terhadap terdakwa dan saksi dilakukan secara langsung dan lisan

e. Langsung dan lisan

f. Pemeriksaan dibuka oleh ketua Majelis Hakim dan terbuka utuk umum (kecuali dalam masalah delik
kesusilaan dan anak di bawah umur)

g. Terdakwa dalam pemeriksaan di sidang pengadilan dalam keadaan bebas

h. Terdakwa yang tidak ditahan harus dipanggil secara sah

i. Dasar pemeriksaan dalam pengadilan adalah Surat Dakwaan.

Acara Pemeriksaan Singkat (Bersahaja)

Acara Pemeriksaan Singkat (perkara Sumir) adalah perkara-perkara yang bersahaja khususnya soal
pembuktian dan pemakaian undang-undang dan pidana yang diancamkan tidak lebih dari 1 (satu) tahun

Tata Cara pemeriksaan perkara singkat

a. Tidak ada surat dakwaan

b. JPU menghadapkan terdakwa, saksi-saksi dan juru bahasa, dan barang bukti

c. Hakim ketua sidang mengingatkan terdakwa untuk memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan
dilihatnya di sidang pengadilan (Pasal 155 ayat (1) KUHAP)
d. Ketua Sidang memerintahkan JPU untuk memberitahukan secara lisan tentang tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan

e. Pemberitahuan itu dicatat dalam berita acara sidang dan merupakan pengganti Surat Dakwaan

f. Bila hakim menganggap perlu ada pemeriksaan tambahan, maka dalam waktu 14 hari harus sudah
menyelesaikan pemeriksaan tambahan tersebut.

g. Apabila dalam waktu 14 hari belum selesai, maka perkara itu harus diajukan ke sidang pengadilan
dengan Acara Biasa (Pasal 203 ayat (2) 2.b. KUHAP).

h. Putusan tidak dibuat secara khusus tetapi dicatat di dalam Berita Acara Sidang

Acara Pemeriksaan Cepat

a. Tindak Pidana Ringan

1. Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.
7.500,- (kecuali Pasal 205 ayat 2)

2. Penyidik atas kuasa JPU dalam waktu 3 hari setelah Berita Acara Pemeriksaan selesai menghadapkan
terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan

3. Hakim yang mengadili adalah hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali ada
penjatuhan pidana perampasan kemerdekaan, maka dapat diminta banding.

4. Pemeriksaan dilakukan pada hari itu juga (Pasal 205 ayat (1) b KUHAP)

5. Pemeriksaan Perkara tanpa Surat Dakwaan

6. Panitera mencatat dalam buku register semua jalannya persidangan dan mencantumkan identitas
terdakwa secara lengkap

7. Saksi memberikan kesaksian tanpa sumpah, kecuali hakim menganggap perlu (Pasal 208 KUHAP)

8. Putusan dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkara dan selanjutnya mencatatnya dalam buku
register dan ditandatangi oleh hakim dan panitera yang bersangkutan

9. Berita Acara tidak dibuat, kecuali ada hal yang tidak sesuai dengan berita acara yang dibuat penyidik

Contoh: Peraturan MA No. 2/2012  Tindak Pidana pencurian dengan kerugian < 2.5 juta, contoh HP

b. Perkara Rol Polisi (Novies)

1. Perkara diajukan ke pengadilan tanpa Surat Dakwaan

2. Perkara pelanggaran terhadap Lalu Lintas

3. Perkara pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan (Pasal 211 KUHAP)

4. Terdakwa dapat diwakilkan

5. Tanpa hadirnya terdakwa/wakilnya dapat dilanjutkan dan perkara diputus secara verstek
6. Kalau putusan berisi pidana perampasan kemerdekaan, maka terdakwa dapat melakukan perlawanan
(verzet) kepada Pengadilan Negeri yang memutus perkara, dalam waktu 7 hari

7. Dengan adanya verzet maka putusan di luar hadirnya terdakwa menjadi gugur (Pasal 214 ayat (6)
KUHAP)

8. Bila putusan pidana berupa pidana perampasan kemerdekaan, maka terdakwa dapat mengajukan
banding

Penuntutan
Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan
negeri yang berwewenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dengan UU dengan
permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan (Pasal 1 angka 3 UU
No. 16 tahun 2004 tentang kejaksaan RI).

Limitasi dalam KUHAP yaitu 7 hari atau 14 hari. Unttuk mengakalinya (dalam proses
pelimpahan), menggunakan Berita Acara konsultasi yang sebenarnya ‘mengakali’ waktu yang
sudah disetujui dalam KUHAP.

Terdapat: Jaksa Penuntut Umum dan Jaksa Pengacara Negara.

JPU  lebih fokus ke Pidana


JPN  lebih fokus ke Perdata dan Tata Usaha Negara

Pejabat-Pejabat dalam Penuntutan:


1. Umum
Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak sebagai Penuntut Umum
serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 1
angka 6 (a) KUHAP jo. Pasal 1 angka 1 UU No. 16 tahun 2004).

2. Khusus
Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh UU untuk melaksanakan penetapan
hakim (Pasal 1 angka 6 (b) KUHAP jo. Pasal 2 UU No. 16 2004).

Kompetensi Penuntutan
- Penuntut Umum menuntut perkara Tindak Pidana yang terjadi di dalam daerah hukumnya
menurut ketentuan UU (Pasal 15 KUHAP)
- Penuntut Umum berwewenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa
melakukan suatu Tindak Pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke
Pengadilan yang berwenang (Pasal 137 KUHAP).

Tugas dan Wewenang Jaksa


Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
1. Melakukan penuntutan
2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana
pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat
4. Melakukan penyidikan terhadap Tindak Pidana tertentu berdasarkan UU
5. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik

- Di bidang Perdata dan Tata Usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik
di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.

- Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan menyelenggarakan kegiatan:


a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat
b. Pengamanan kebijakan penegak hukum
c. Pengawasan peredaran barang cetakan
d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara
e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama
f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statistic criminal

Jaksa Agung mempunyai Tugas dan Wewenang


1. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang
lingkup tugas dan wewenang kejaksaan
2. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang
3. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum
4. Menagjukan kasasi demi kepentingan hukum kepada MA dalam perkara pidana, perdata, dan
Tata Usaha Negara
5. Mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada MA dalam pemeriksaan kasasi perkara
pidana
6. Mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan
RI karena keterlibatannya dalam PP sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan

- Penuntut Umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan
menelitinya dalam waktu 7 hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakan hasil penyidikan
itu sudah lengkap atau belum (Pasal 138 ayat (1) KUHAP)
- Dalam hal hasil penyidikan belum lengkap, PU mengembalikan berkas kepada penyidik
disertai petunjuk tentang hal yang yang harus dilengkapi dalam waktu 14 hari sejak tanggal
penerimaan berkas, penyidik harus menyampaikan kembali berkas itu kepada Penuntut Umum
(Pasal 138 ayat (2) KUHAP).
- Setelah Penuntut Umum menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia
menentukan apakah berkas itu sudah memenuhi persyarata untuk dapat atau tidak dilimpahkan
ke pengadilan (Pasal 139 KUHAP).
- Dalam hal Penuntut Umum berpendapat dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia
dalam waktu secepatnya membuat Surat Dakwaan (Pasal 140 (1))
Pengertian Surat Dakwaan
Karim Nasution: “suatu surat atau akte yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang
didakwakan, yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang
merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan, yang bila ternyata cukup bukti,
terdakwa dapat dijatuhi hukuman.”

M. Yahya Harahap:
- Surat Akta
- Memuat perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa
- Perumusan mana ditarik dan disimpulkan dari hasil pemeriksaan penyidikan dihubungkan
dengan unsur delik pasal tindak pidana yang dilanggar dan didakwakan pada terdakwa, dan
- Surat Dakwaan tersebut menjadi dasar pemeriksaan bagi hakim dalam sidang pengadilan

Dari Perngertian Surat Dakwaan, maka Surat Dakwaan harus memperhatikan:


a. Perumusan Surat Dakwaan konsisten dan sinkron dengan hasil pemeriksaan penyidikan
b. Surat Dakwaan landasan pemeriksaan sidang pengadilan

Fungsi Surat Dakwaan


a. Surat Dakwaan dalam pemeriksaan Sistem Pengadilan adalah surat sangat penting yang
menjadi dasar pemeriksaan, dan batas-batas pemeriksaan.
b. Surat Dakwaan merupakan batasan dan pegangan semua pihak yang terlihat dalam
pemeriksaan dalam pemeriksaan perkara (Hakim-PU-Terdakwa/Penasihat Hukum).
- Hakim terikat oleh Surat Dakwaan, karena hakim tidak boleh memutus perkara lebih dari yang
didakwakan.
- JPU terikat dengan Surat Dakwaan, karena ia wajib pembuktian perbuatan yang didakwakan
saja.
- Terdakwa/Penasihat Hukum terikat oleh Surat Dakwaan, karena Terdakwa hanya dapat
dipersalahkan atas perbuatan yang didakwakan saja. Sehingga Surat Dakwaan itu bagi terdakwa
merupakan pemberitahuan untuk apa (atas dasar apa) ia dihadapkan ke Pengadilan

Syarat Surat Dakwaan


Mengenai syarat-syarat surat dakwaan dapat dilihat pada Pasal 143 KUHAP. Memperhatikan
pasal tersebut, ditentukan dua syarat yang harus dipenuhi surat dakwaan.
a. Harus memuat Syarat Formil
Syarat formil memnuat hal-hal yang berhubungan dengan:
1. Surat dakwaan, diberi tanggal dan ditandatangani oleh penuntut umum/jaksa
2. Nama lengkap, tanggal lahir, umur dan tanggal lahir, jenis kelamis, kebangsaan, tempat
tinggal. Agama, dan pekerjaan tersangka.

b. Syarat Materi
Syarat materil memuat dua unsur yang tak boleh dilalaikan:
1. uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang didakwakan
2. menyebut waktu dan tempat tindak pidana itu dilaksanakan (Tempus delicti dan locus delicti).
- Surat Dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dalam Pasal 143 ayat (2) hutuf b
(tidak memenuhi Syarat Material) adalah batal demi hukum.

- Surat Dakwaan yang tidak memenuhi  (tidak memenuhi Syarat Formil), dapat dibatalkan.

Surat Dakwaan yang tidak memenuhi syarat


Pada dasarnya, surat dakwaan dianggap tidak memenuhi syarat materiil, antara lain:
a. Tidak terang
b. Surat Dakwaan yang mengandung pertentangan satu dengan yang lainnya.
- Surat Dakwaan tidak boleh kabur/obscuur libel
- Surat Dakwaan harus rinci dan jelas
a. Bagaimana cara Tindak Pidana dilakukan
b. Waktu dan tempat

Bentuk-Bentuk Surat Dakwaan


1. Dakwaan Tunggal
Surat Dakwaan yang didakwakan satu jenis Tindak Pidana yang dilakukan oleh terdakwa.
2. Dakwaan Alternatif
Surat Dakwaan antara dakwaan yang satu dengan yang lain saling mengecualikan
Jaksa Penuntut Umum ragu-ragu mengenai Tindak Pidana yang dilakukan. Dalam hal ini, hakim
dapat memilih perbuatan mana yang terbukti
3. Dakwaan Subsider (Pengganti)
Surat Dakwaan yang berisi beberapa Tindak Pidana
Contoh: dalam kasus Pembunuhan, maka dibuat dakwaan subside berlapis
4. Dakwaan Kumulatif
Surat Dakwaan yang berisi beberapa Tindak Pidana yang melanggar beberapa Pasal Tindak
Pidana (Concursus)

Di antara beberapa Tindak Pidana itu, belum pernah ada putusan hakim, sehingga setiap Tindak
Pidana harus dibuktikan dan diputuskan.

Contoh kumulasi:
- Dakwaan Pidana I
Primer: 340
Subsider: 338
355
- Dakwaan Pidana II
Primer: Penganiayaan (Pasal 355)
Subsider: 351

Surat Dakwaan Kumulasi


Menurut Pasal 141 KUHAP, penuntut umum dapat mengajukan dakwaan yang berbentuk
kumulasi atau kumulatif apabila dalam waktu yang sama atau hamper bersamaan menerima
beberapa perkara dalam hal:
1. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan
tidak menjadikan halangan terhadap penggabungan
2. Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain
a. Dakwaan Kumulasi dalam Penyertaan Perbuatan Tindak Pidana
1) Kawan berbuat (mededaderschap) atau accomplice
2) Ambil bagian sebagai pembantu (medeplichtig)

b. Bentuk Dakwaan Kumulasi dalam Concursus


1) Concursus idealis

Contoh:
Abu dan kawan-kawannya sebanyak sepuluh orang melakukan penyerangan ke suatu desa
dengan mempergunakan senjata tajam. Dalam peristiwa penyerangan tersebut mereka melukai
beberapa orang penduduk dan sekaligus pula membakar beberapa rumah.
Dalam contoh peristiwa ini, jelas dilihat adanya perbuatan tindak pidana (penyerangan,
melanggar Pasal 170 KUHP), pembakaran terhadap rumah penduduk (melanggar atau mengena
kepada Pasal 187 KUHP)
Rumusan dakwaan kumulasinya:
 Sekaligus berbarengan kumulasi terdakwanya dengan kumulasi dakwaannya
 Dengan dmikian para terdakwa (terdakwanya 10 orang) dikumulasikan dalam satu surat
dakwaan
 Serta tindak pidana yang didakwakan juga dikumulasikan dalam satu surat dakwaan:
- Dakwaan pertama: Pasal 170 KUHP
- Dakwaan kedua: Pasal 187 KUHP

Terdakwa mengendarai mobil dan menabrak sepeda moto. Yang satu meninggal dunia, sedang
yang dibonceng luka parah. Yang ditabrak meninggal dunia (Pasal 359 KUHP), sedang yang
luka berat (Pasal 360 KUHP).
Rumusan dakwaan kumulasinya:
 Sekaligus mengajukan dua dakwaan tindak pidana kepada terdakwa
 Bentuk surat dakwaannya:
- Pertama (I): Pasal 359 KUHP
- Kedua (II): Pasal 360 KUHP

2). Perbuatan berlanjut (voogezette handeling)

Contoh:
Terdakwa telah melakukan pencurian pada malam hari di rumah X. Pagi hari elakukan
penganiayaan kepada Y dan pada sore hari menipu Z.
Dengan demikian, rumusan surat dakwaan yang mesti diajukan ialan dakwaan kumulasi yang
berisi penggabungan tiga tindak pidana:
- Dakwaan I: melakukan pencurian di rumah X (Pasal 362 KUHP)
- Dakwaan II: melakukan penganiayaan terhadap Y (Pasal 351 KUHP)
- Dakwaan III: melakukan penipuan terhadap Z (Pasal 378 KUHP)

1) Concursus idealis
Terdakwa pada suatu sore telah mendatangi rumah A. Dengan tipu muslihat terdakwa
memperdaya A menyerahkan uang sebesar Rp. 1.000.000,-. Pada saat A pergi mengambil uang
ke kamara, kesempatan itu dimanfaatkan terdakwa mencuri perhiasan yang terletak di atas meja,
dan sewaktu hendak berangkat, terdakwa telah memukul A karena tidak merasa senang atas
tuduhan A bahwa terdakwa telah mengambil perhiasan yang terletak di atas meja.
Dalam contoh ini ada perbarengan perbuatan yang ancaman hukuman pokoknya ada yang murni
hukuman penjara saja (Penipuan, PAsal 378 KUHP), sedang selebihnya mempunyai hukuman
pokok yang bersifat alternatif berupa hukuman penjara atau dengan (Pencurian Pasal 362 dan
Penganiayaan Pasal 351 KUHP).

Contoh dakwaan subsidair yang ‘berlapis’


- Primair: melanggar Pasal 340 KUHP
- Subsidair: melanggar Pasal 338 KUHP
- Lebih Subsidair: melanggar Pasal 355 KUHP
- Lebih Subsidair: melanggar Pasal 353 KUHP

Penggabungan Perkara
- Penuntut Umum dapat menggabungkan perkara dalam satu Surat Dakwaan (Pasal 141
KUHAP)
a. Beberapa Tindak Pidana yang dilakukan orang yang sama
b. Beberapa Tindak Pidana yang bersangkut paut satu dengan yang lainnya
c. Beberapa Tindak Pidana yang bersangkut paut satu dengan yang lainnya di mana dalam hal ini
penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan

Tata Cara Penghentian Penuntutan


1. SP3 (Surat Penetapan Penghentian Penuntutan)
Atau SKP2 (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan)
2. Isi  diberitahukan kepada terdakwa
3. Penuntut Umum SP3  terdakwa dibebaskan
4. Turunan SKP2 disampaikan kepada Terdakwa, Keluarga, dan Penasihat Hukumnya

Mengubah Surat Dakwaan (Pasal 144 KUHAP)


1. Penuntut Umum dapat mengubah Surat Dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari
sidang, baik dengan tujuan penyempurnaan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya
2. Mengubah Surat Dakwaan hanya dilakukan 1x, selambat-lambatnya 7 hari sebelum sidang
mulai
3. Mengubah  turunannya kepada Tersangka, Penasihat Hukum, dan Penyidik.

Penghentian Penuntutan Pasal 140 Ayat (2)


a. Dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat
cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup
demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan.
b. Isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangka dan bila ia ditahan, wajib segera
dibebaskan.
c. Turunan surat ketetapan itu wajib disampaikan kepada tersangka atau keluarga atau penasihat
hukum, pejabat rumah tahanan negara, penyidik dan hakim.
d. Apabila kemudian ternyata ada alasan baru, penuntut umum dapat melakukan penuntutan
terhadap tersangka.

Deponeering  Pasal 35 UU No. 16/2004


Penjelasan huruf c: yang dimaksud ‘kepentingan umum’ adalah pelaksanaan Asas Oportunitas

Penghentian Penuntutan dilakukan, karena:


1. Tidak ada cukup bukti
2. Tidak ada Tindak Pidana
3. Demi hukum:
a. Meninggal dunia
b. Ne bis in idem
c. Kadaluarsa

Pembuktian

Pembuktian itu ada di tangan Jaksa Penuntut Umum


“Siapa yang mendalilkan ia yang harus membuktikan”
Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi, Tindak Pidana Pencucian uang ada pembuktian terbalik.
“Terdakwa tidak dibeban pembuktian” kecuali Tipikor dan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Alat Bukti: Pasal 184 KUHAP


Barang Bukti: corpora delicti dan instrument delicti

Corpora delicti: contoh jam Rolex


Instrumen delicti: alat yang digunakan untuk melakukan Tindak Pidana

Pasal 39 KUHAP Ayat (1) mengenai barang Bukti: Corpora dan Instrumen delicti

Barang Bukti tidak merupakan Alat Bukti, tetapi merupakan satu kesatuan pembuktian menurut
KUHAP baru.

Perbedaan Alat Bukti Pidana dan PErdata


Pidana: #1 Keterangan Saksi
Perdata: #1 Surat

Arti Pembuktian:
1. Ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalah usaha mencari dan mempertahankan
kebenaran
2. Majelis hakim dalam mencari dan meletakkan kebenaran yang akan dijatuhkan dalam putusan,
harus berdasarkan alat-alat bukti yang ditentukan secara limitative.

Pedoman Pembuktian Menurut KUHAP


1. Penuntut Umum yang berwewenang membuktikan kesalahan yang tidak didakwakan kepada
terdakwa
2. Terdakwa atau Penasihat hukum berhak melumpuhkan pembuktian yang diajukan oleh
Penuntut Umum, berupa:
Sangkalan atau bantahan yang beralasan, dengan mengajukan saksi yang meringankan (saksi a
decarge) maupun dengan alibi
3. Pembuktian juga sebagai suatu pengesahan bahwa suatu ketentuan Tindak Pidana lain yang
dijatuhkan kepada terdakwa (Surat Dakwaan Alternatif)

Teori Sistem Pembuktian


1. Conviction-in Time: kesalahan terdakwa semata-mata ditentukan oleh penilaian keyakinan
hakim.
2. Conviction-raisonae
Keyakinan hakim tetap memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya terdakwa.
Akan tetapi, dalam sistem pembuktian ini, faktor keyakinan hakim dibatasi dengan dukungan
alasan-alasan yang jelas. Hakim wajib menguraikan dan menjelaskan alasan-alasan apa yang
mendasari keyakinannya atas kesalahan terdakwa.Tegasnya, keyakinan hakim dilandasi
reasoning dan harus reasonable yakni berdasar alasan yang dapat diterima.
3. Pembuktian menurut Undang-Undang secara positif: menentukan salah atau tidaknya
terdakwa digantungkan kepada alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang
4. Pembuktian menurut UU secara negative (negatief wettelijk stelsel): sistem pembuktian
gabungan antara teori pembuktian menurut Undang-Undang dengan pembuktian menurut
keyakinan hakim (conviction-in time).
KUHAP menganut teori ini: PAsal 183 KUHAP

Keentuan lain dalam Pembuktian


1. Pengakuan tidak melenyapkan kewajiban pembuktian (baca Pasal 189 ayat (4) KUHAP)
2. Hal yang secara umum diketahui tidak perlu dibuktikan (Pasal 184 ayat (2) KUHAP, dengan
istilah-istilah feiten notorious (generally known) yang berarti sudah umum diketahui

Alat-alat Bukti (Pasal 184 ayat (1) KUHAP)


1. Keterangan Saksi
2. Keterangan Ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan Terdakwa

Indonesia, alat buktinya singular (tunggal): 100 saksi dianggap 1 alat bukti
Kalau di Belanda, plural: 100 saksi dianggap 100 alat bukti

Keterangan Saksi:

a. Syarat sah keterangan saksi, harus:


1. Wajib mengucapkan sumpah atau janji (Pasal 160 ayat (3) KUHAP)
2. Keterangan saksi yang mempunyai nilai ialah: yang saksi lihat sendiri, dengar sendiri, dan
alami sendiri
(Pasal 1 angka 27 jo. Pasal 185 ayat (1) KUHAP)
Putusan MK 65/PUU-VIII/2010 berjudul Daya Ikat Putusan Mahkamah Konstitusi
tentang “Testimonium De Auditu” Dalam Peradilan Pidana (hal. 42) yang kami akses
dari laman Komisi Yudisial antara lain dijelaskan bahwa putusan ini mengakui
saksi testimonium de auditu dalam peradilan pidana, putusan ini merupakan cerminan
perlindungan terhadap hak-hak tersangka dan terdakwa. Perlindungan dan pemenuhan
hak-hak tersangka dan terdakwa merupakan prinsip utama dalam hukum acara Pidana.
Ini artinya, terbuka peluang saksi testimonium de auditu tidak lagi ditolak keterangannya
sebagai saksi. Masih bersumber dari laman yang sama, dijelaskan bahwa mengingat
pentingnya putusan ini seyogianya penyidik, jaksa penuntut umum dan hakim wajib
melaksanakan kewajibannya melaksanakan due process of law dengan berpegang teguh
pada prinsip-prinsip hak asasi manusia, karena pada akhirnya penyelenggaraan peradilan
adalah untuk menemukan keadilan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.

3. Keterangan seseorang saksi saja tidak cukup (Pasal 185 ayat (2) KUHAP)
4. Keterangan saksi yang berdiri sendiri (Pasal 185 ayat (4) KUHAP)

b. Cara Menilai Pembuktian


1. Persesuaian antara keterangan saksi
2. Persesuaian keterangan saksi dengan alat bukti lain
3. Alasan saksi memberi keterangan tertentu

c. Nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi


1. Keterangan yang diberikan tanpa sumpah
2. Nilai kekuatan pembuktian saksi yang disumpah

2. Keterangan Ahli
a. Tata Cara Pemberian Keterangan Ahli
- Oleh Penyidik kepada Ahli Kedokteran Kehakiman: berupa laporan Visum et Repertum (Pasal
133 jo. 186 KUHAP)
- Oleh Hakim atas permintaan JPU atau Terdakwa atau Penasihat Hukumnya pada waktu
persidangan
Praktis: melalui penyidik dimintakan ke RS. Di Bandung tidak semua memiliki fasilitas visum,
hanya RS Kepolisian, RSHS, dan RS Al Islam.

b. Pengertian Keterangan Ahli sebagai alat bukti


(Pasal 1 angka 18 KUHAP)
- Keterangan Ahli ialah keterangan yang diberikan seorang ahli yang memiliki keahliah khusus
tentang masalah yang diperbelukan penjelasannya dalam suatu perkara pidana yang sedang
diperiksa.
- Maksud keterangan khusus dari ahli, agar perkara yang sedang diperiksa menjadi terang demi
untuk penyelesaian pemeriksaan perkara yang bersangkutan.
Contoh: Ahli Psikologi, Toksikologi, Ahli Hukum Pidana, Ahli Patalogi Forensik di kasus
Jessica.

c. Sifat Dualisme alat bukti keterangan ahli


1) Alat bukti keterangan ahli berbentuk laporan atau visum et repertum (pada tahap penyidikan
Pasal 133 jo. Penjelasan Pasal 186 KUHAP)
2) Alat bukti keterangan ahli yang berbentuk keterangan lansung secara lisan di sidang
pengadilan (Pasal 179 dan 186 KUHAP)

d. Nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli


- Kekuatan pembuktian “bebas” atau “vrij bewijskracht”
- Keterangan ahli dapat dianggap cukup harus disertai dengan alat bukti lain

Hakim tidak harus tunduk kepada keterangan ahli. (ius curia novit)

3. Alat Bukti Surat


a. Pengertian surat sebagai alat bukti (Pasal 187 KUHAP)
- Surat yang dibuat atas sumpah jabatan
- Surat yang dikuatkan dengan sumpah

Bentuk surat sebagaimana disebut di atas:


1. Surat yang dibuat di hadapan pejabat umum yang berwewenang (contoh PPAT)
2. Surat yang berbentuk “menurut ketentuan UU” (contoh Ijazah)
3. Surat keterangan dari seorang ahli yang diminta secara resmi
4. Bentuk surat lain (surat pada umumnya), yang hanya berlaku jika hubungannya dengan isi dari
alat pembuktian yang lain (Pasal 187 huruf d). Misal:korespondensi, surat ancaman, surat
pernyataan, diary.

- Nilai pembuktian surat ditinjau dari segi formal sebagai alat bukti yang sempurna (Pasal 187
huruf a, b, c).
- Bentuk-bentuk surat ang disebut di dalamnya dibuat secara resmi menurut formalitas yang
ditentukan oleh Per UU
- Surat yang berisi keterangan resmi dari seorang pejabat yang berwewenang di bawah sumpah
jabatan
- Mempunyai nilai-nilai pembuktian formal yang sempurna

4. Alat Bukti Petunjuk

(1)  Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik
antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa
telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
(2)  Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari;
a.   keterangan saksi;
b.   surat;
c.   keterangan terdakwa.
(3)  Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu
dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan
penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.
Di manakah kedudukan alat bukti elektronik seperti CCTV?
Keputuan MK, masuk ke dalam alat bukti Petunjuk
Perluasannya ada di UU ITE
Pengaturan CCTV sebagai alat bukti dalam persidangan perkara pidana pada hakekatnya tidak
mampu di pisahkan dari UU ITE serta Putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-XIV/2016.
CCTV masuk dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 dan angka 4 yang merupakan alat bukti sah pada
hukum acara yang diterapkan, yang mana bisa dipergunakan sebagai alat bukti dalam proses
penyidikan, penuntutan dan persidangan
CCTV untuk dapat dijadikan sebagai suatu alat bukti petunjuk tetap harus berpedoman dari Pasal
188 Kitab Undang -Undang Hukum Acara Pidana di mana CCTV Jurnal Analogi Hukum,
Volume 1, Nomor 2, 2019. CC-BY-SA 4.0 License 164 Peranan Closed Circuit Television
(Cctv) Sebagai Alat Bukti Dalam Persidangan Perkara Pidana harus diperoleh atau mempunyai
keterkaitan dengan keterangan saksi, surat, maupun keterangan terdakwa. CCTV yang
mempunyai keterkaitan tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti petunjuk untuk memberi
pencerahan atau memperjelas apa yang telah diperoleh dari keterangan saksi, surat, maupun
keterangan terdakwa. Dalam hal demikian, Hakim juga harus mempertimbangkan CCTV sebagai
alat bukti.

Penilaian pembuktian alat bukti bukti petunjuk dilakukan oleh hakim dengan:
- arif dan bijaksana
- lebih dahulu mengadakan pemeriksaan dengan cermat dan seksama

- Kapan dibutuhkan?
Jika alat bukti lain (saksi, ahli, dan surat) belum mencukupi membuktikan kesalahan terdakwa.

5. Keterangan Terdakwa
- Pasal 189 ayat (1) KUHAP, Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang
tentang perbuatan yang dilakukan atau yang ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri.
- Dalam HIR, alat bukti ini disebut: “pengakuan tertuduh”, KUHAP memakai istilah “Keterangan
Terdakwa”
Dalam HIR, “Keterangan Terdakwa” ada di nomor 1.
- Pengakuan tertuduk: hanya terbatas pada pernyataan pengakuan itu sendiri, tanpa mencakup
pengertian pengingkaran
- Keterangan terdakwa: sekalipun meliputi pengakuan dan pengingkaran

Asas Penilaian:
1. Keterangan dinyatakan di sidang pengadilan
2. Tentang perbuatan yang ia lakukan, atau yang ia ketahui, atau alami sendiri

- Keterangan terdakwa sendiri tidak cukup membuktikan kesalahannya (Pasal 189 ayat (4) KUHAP)
- Keterangan terdakwa di luar sidang (the confession outside the court), dapat digunakan membantu
menemukan bukti di sidang pengadilan.

Terdakwa: “non-self incrimination” dapat berbohong  tidak disumpah/janji

Putusan Pengadilan
Bentuk Putusan Pengadilan:
1. Putusan Bebas
2. Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hakim
3. Putusan Pemidanaan
4. Penetapan Tidak Berwewenang mengadili
5. Putusan yang menyatakan dakwaan tidak dapat diterima

1 2 3 adalah eind vonis


4 5 6 toessend vonis

1. Putusan Bebas (Pasal 191 ayat (1) KUHAP)


PB (vrijspraak atau acquittal)
a. Tidak memenuhi asas pembuktian menurut UU secara negatif (2 alat bukti dan 1 Keyakinan
Hakim)
b. Tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian
1. Kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa sama sekali tidak terbukti
2. Secara nyata hakim menilai, pembuktian kesalahan yang didakwakan tidak memenuhi
ketentuan batas minimum pembuktian
3. Putusan bebas juga didasarkan penilaiain, kesalahan yang terbukti itu tidak didukung oleh
keyakinan hakim

Putusan Bebas yang diatur oleh KUHAP karena Alasan Pemaaf


1. Pasal 44 KUHP (sakit jiwa)
2. Pasal 45 KUHP jo. UU No. 3/1997 (anak di bawah umur)
3. Pasal 48 KUHP (overmacht/daya paksa)
4. Pasal 49 KUHP (pembelaan darurat)
5. Pasal 50 KUHP (melaksanakan Perintah UU)

2. Putusan Lepas dari segala tuntutan hukum


PAsal 191 ayat (2) KUHAP
Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum (onslag van rechtsvervolging)
a. Apa yang didakwakan kepada terdakwa memang terbukti sah dan meyakinkan;
b. Tetapi sekalipun terbukti, hakim berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan tidak
merupakan Tindak Pidana

Contoh:
- Syarifuding Tumenggung (dalam kasus BLBI) ternyata merupakan kasus keperdataan
- Karen Agustina (Pembelian Blok Pertamina) yang memberikan kerugian negara tapi masuk ke
ranah perdata

3. Putusan Pemidanaan
Putusan pemidanaan, apabila terbukti kesalahannya melakukan suatu Tindak Pidana (Pasal 193 ayat (1)
KUHAP).

a. Kesalahan terbukti secara cukup


b. Sekurang-kurang 2 alat bukti

c. Adanya keyakinan hakim terhadap alat bukti

d. Terdakwalah pelakunya

Putusan Pemidaan harus memuat (PAsal 197 ayat (1) KUHAP)

a. Berkepala: Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

b. Identitas Terdakwa

c. Dakwaan sebagaimana terdapat dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum

d. Pertimbangan yang lengkap

e. Tuntutan Pidana Penuntut Umum (Resivitor)

f. Peraturan Undang-Undang yang menjadi dasar pemidanaan

g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah Majelis

h. Pernyatan kesalahan terdakwa

i. Pembebanan biaya perkara dan penentuan barang bukti

j. Penjelasan tentang Surat Palsu

k. Perintah penahanan, tetap dalam tahanan atau pembebasan

l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, hakim yang memutus, dan panitera

Apa yang mutlak harus dimuat dalam putusan pemidanaan, yakni meliputi ketentuan yang disebut Pasal
197 ayat (1) huruf a, b, c, d, f, h, j, k, dan l.

Kelalaian memuat huruf g dan I tidak merupakan faktor yang mengakibatkan batalnya putusan demi
hukum. Tetapi kealpaan memuat ketentuan selain daripada huruf g dan I dengan sendirinya
mengakibatkan putusan batal demi hukum

Kekeliruan Penulisan tidak menyebabkan Putusan Batal Demi Hukum.

Memperhatikan Pasal 197 ayat 2), kecuali yang tersebut huruf a, e, f, dan h apabila terjadi kekhilafan
dan atau kekeliruan penulisan maka kekhilafan penulisan dan atau pengetikan tidak menyebabkan
batalnya putusan demi hukum.

Putusan Batal Demi Hukum

Artinya:
- Dianggap tidak pernah ada

- Dianggap tidak punya kekuatan

- Dianggal tidak punya eksekutorial

Yang berhak mengatakan Putusan Batal Demi Hukum adalah Instansi Pengadilan yang lebih tinggi atas
pengajuan

Upaya Hukum

- Biasa

- Luar Biasa

A. Biasa

1. Banding

2. Kasasi

B. Luar Biasa

1. Kasasi Demi Kepentingan Hukum

2. Peninjauan Kembali (Herzening)

1. Banding

Putusan Pengadilan Tingkat Pertama yang dapat dibanding:

1. Putusan Pemidaan dalam acara biasa

2. Putusan pemidanaan dalam acara singkat

3. Putusan yang menyatakan dakwaan tidak dapat diterima dalam acara biasa dan singkat

4. Putusan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum

5. Putusan perampasan kemerdekaan dalam acara cepat

6. Putusan Praperadilan terhadap penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan

Putusan Pengadilan Tingkat I yang tidak dapat dibanding


1. Putusan bebas atau vrijspraak (acquitted)

2. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau putusan Onslag van Rechts Vervolging

3. Putusan Acara Cepat

Putusan Banding

1. Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri

a. Menguatkan putusan PN secara resmi

b. Menguatkan putusan PN dengan tambahan pertimbangan

c. Menguatkan putusan PN dengan alasan pertimbangan lain

2. Mengubah dan memperbaiki Amar Putusan PN

a. Perubahan dan perbaikan kualifikasi Tindak Pidana

b. Perubahan dan perbaikan mengenai Barang Bukti

Putusan Bebas

Putusan dapat dikasasi:

1. Semua putusan perkara pidana pada tingkat terakhir oleh PN dan PT

2. Putusan bebas tidak murni

Raden Sonson Natalegawa  Keputusan MK

3. Kecuali terhadap Putusan MA sendiri dan putusan bebas murni

Putusan Kasasi

1. Menyatakan kasasi tidak dapat diterima

a. Permohonan kasasi terlambat diajukan

b. Tidak mengajukan Memori Kasasi

c. Memori Kasasi terlambat disampaikan


2. Menolak Permohonan Kasasi

a. Permohonan kasasi tidak memenuhi syarat formil

b. Pemeriksaan perkara telah sampai menguji mengenai hukumnya

c. Tetapi putusan yang dikasasi tidak ternyata mengandung kesalaman dalam penerapan hukum
sebagaimana mestinya.

3. Mengabulkan Permohonan Kasasi

a. Peraturan Hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya

b. Cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang

Putusan Bebas  lansung ke Kasasi (tidak melalui banding

Putusan Bebas Murni dan TIdak Murni  Pasal 244

Upaya Hukum Luar Biasa

1. Diajukan dan ditujukan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap

2. Diajukan dalam keadaan tertentu sebagai syarat pengajuannya

3. Final dan binding

Tujuan Upaya Hukum Luar Biasa

1. Mengoreksi dan meluruskan kesalahan yang terdapat dalam putusan yang diajukan

2. Pelurusan kesalahan dimaksudkan demi tegaknya hukum, kebenaran, dan keadilan

Kasus Senkon dan Karta: korban kelalaian dari penegak hukum

1. Kasasi demi kepentingan umum

a. Diajukan terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (kecuali Putusan
MA)

b. Yang berhak mengajukan kasasi Demi Kepentingan Hukum

(Pasal 259 ayat (1) KUHAP jo. Pasal 35 butir d UU No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI)

c. Putusan Kasasi Demi Kepentingan Umum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan
d. Permohonan Kasasi Demi Kepentingan umum hanya dapat diajukan satu kali

2. Peninjauan Kembali (Pasal 263 ayat (1) KUHAP)

a. Terpidana

b. Ahli warisnya

Kasus Sugiono Timan

Istrinya mengajukan PK, tetapi Sugiono Timan melarikan diri tidak diketahui sudah meninggal/belum

Kasus Polycarpus  diajukan PK melalui Jaksa Penuntut Umum

3. Alasan PK

a. Apabila terdapat keadaan baru (novum)

b. Apabila dalam pelbagai peraturan terdapat saling bertentangan

c. Apabila terdapat kekhilafan yang nyata dalam putusan (kekhilafan atau kekeliruan hakim)

4. Panitera

Asas-asas Peninjauan Kembali

1. Pasal 266 ayat (3) KUHAP  tidak b

2. PAsal 268 ayat (1) KUHAP  tidak menangguhkan Putusan

3. PAsal 268 ayat (3) KUHAP  hanya dilakukan 1x

Antasari Azhar mengajukan Judicial Review ke MK.

MK memutuskan PK bisa lebih dari 1x

“kritikan” SE MA  hanya dilakukan 1 x

Asas Litis Finiri Oportet  Keputusan MK untuk PK. Pasal 268 ayat 3. Tidak operasional, karena ada SE
MA

asas “litis finiri oportet", yakni setiap perkara harus ada akhirnya. ... Pembatasan ini dimaksudkan untuk
memberikan kepastian hukum atas penyelesaian suatu perkara, sehingga seseorang tidak dengan
mudahnya melakukan upaya hukum peninjauan kembali secara berulang-ulang

Anda mungkin juga menyukai