Tindak Pidana itu diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih (Pasal 21 Ayat (4) a KUHAP)
Tindak Pidana yang ancaman hukumannya kurang dari 5 tahun, tetapi ditentukan dalam Pasal 21
Ayat (4) b KUHAP:
o KUHP
o Pelanggaran terhadap ordonantie Bea dan Cukai
o Tindak Pidana Imigrasi yaitu antara lain: tidak punya dokumen imigrasi yang sah, atau orang yang
memberikan pemondokan atau bantuan kepada orang asing yang tidak mempunyai dokumen
imigrasi yang sah
o Tindak Pidana Narkotika
Hak Tahanan
1. Hak yang bersifat umum (Pasal 50, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 62, dan 63 KUHAP)
8. Mengirim surat atau menerima surat dari penasihat hukum dan sanak keluarga tanpa diperiksa oleh
penyidik/penuntut umum/hakim/pejabat rumah tahanan negara
11. Bebas dari tekanan seperti: diintimidasi, ditakut-takuti, dan disiksa secara fisik
Jenis-jenis penahanan yang diatur dalam Pasal 22 Ayat (1) KUHAP adalah:
2. Penahanan Rumah
3. Penahanan Kota
2. Penahanan Rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka/terdakwa
dengan pengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat
menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan
3. Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa
dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan
a. wajib lapor;
a. berupa uang
b. berupa orang
Penggeledahan
1. Penggeledahan biasa harus ada Surat Izin dari Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 33 Ayat (1) KUHAP)
PraPeradilan
Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini:
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan atas permintaan demi
tegaknya hukum dan keadilan
3. Penghentian ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas
kuasa yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan
Menurut Oemar Seno Adji, lembaga “rechter commissaris” (hakim yang memimpin memeriksa
pendahuluan) muncul sebagai perwujudan keaktifan hakim, di Eropa Tengah mempunyai posisi penting
yang mempunyai kewenangan untuk upaya paksa (dwang middelen), penahanan, penyitaan,
penggeledahan badan, rumah, dan pemeriksaan surat-surat.
Asas Presumption of innocence (praduga tak bersalah), yang mengajarkan bahwa seseorang dianggap
tidak bersalah sebelum ada putusan hakim berkekuatan tetap, maka harus diberlakukan sebagai
orang yang bukan bersalah
Oleh karena itu tujuan praperadilan dalam KUHAP adalah untuk membatasi kesewenang-wenangan
tindakan Penyidik dan Jaksa Penuntut Hukum sebagai Penegak Hukum.
Praperadilan akan berfungsi sebagai perisai bagi tersangka, yaitu sebagai alat yang cukup ampuh
untuk dilakukan penuntutan kepada penyidik dan penuntut umum tentang sah atau tidaknya suatu
penangkapan, dan atau penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan serta
tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi.
Di Belanda, Hakim Komisaris melakukan tugas pengawasan terhadap pelaksanaan tugas jaksa,
kemudian jaksa melaksanakan hal yang sama terhadap pelaksanaan tugas polisi.
Acara Praperadilan: dapat dikatakan sebagai suatu lembaga pengawasan secara horizontal bagi
penyidik dan penuntut umum
Pengawasan secara horizontal, dilakukan oleh Pengadilan terhadap tindakan Aparat Penegak Hukum
(penyidik dan penuntut umum) apakah dibenarkan atau tidak menurut hukum
3. Penangkapan tidak dilakukan oleh Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau Pejabat yang
berwewenang dengan memperlihatkan surat tugas, serta memberikan kepada tersangka surat perintah
penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka, dan menyebutkan alasan penangkapan serta
uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.
4. Tembusan surat perintah penangkapan dari pejabat yang berwewenang tidak diberikan kepada
keluarga tersangka
5. Surat perintah penangkapan dikeluarkan setelah 1x24 jam sejak penangkapan dilakukan
6. Penangkapan dilakukan dengan tindak kekerasan terhadap tubuh dan mental tersangka
Pengajuan Praperadilan Atas Sah Atau Tidaknya Penahanan, Lazimnya Dilakukan Apabila:
1. Penahanan yang dilakukan oleh pejabat yang tidak berwenang melakukan penahanan. Yang
berwenang melakukan penahanan adalah Polisi, Jaksa, dan Hakim
2. Penahanan dilakukan di tempat yang bukan diperuntukkan penahanan (bagi tahanan rutan)
3. Penahanan dilakukan tanpa memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang
mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian
singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan
4. Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim tidak diberikan
kepada keluarga tersangka atau terdakwa.
1. Ganti Kerugian
Pasal 1 Angka 22 KUHAP: Ganti kerugian adalah hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas
penuntutannya berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili, tanpa
alasan yang didasarkan pada Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum
yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 95 Ayat (2) Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau
penahanan atau tindakan lain tanpa alasan berdasarkan undang-undang…………, diputus di sidang
praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 KUHAP.
2. Rehabilitasi
Pasal 1 Angka 23 KUHAP: Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam
kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan,
penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang. Atau karena kekeliruan mengenai orangnya, atau hukum yang diterapkan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Acara Praperadilan
1. Dalam waktu 3 hari setelah diterimanya permintaan praperadilan, hakim yang ditunjuk menetapkan
hari sidang;
2. Dalam hal pemeriksaan atau memutus tuntutan praperadilan, hakim mendengarkan keterangan baik
tersangka atau pemohon atau dari pejabat yang berwewenang;
3. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari hakim harus
sudah menjatuhkan putusan
4. Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh PN, sedangkan pemeriksaan praperadilannya
belum selesai, maka permintaan praperadilan gugur
5. Putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan
praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan
baru (butir 1 s.d. 5 diatur dalam Pasal 82 Ayat (1) KUHAP).
6. Putusah hakim dalam Praperadilan harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya (Pasal 82 Ayat
(2) KUHAP)
7. Selain yang disebut dalam angka 6 (enam) di atas, juga memuat:
a.Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka
penyidik atau jaksa penuntut umum harus segera membebaskan tersangka
b.Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah,
maka penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan
c. Dalam hal putusan menentapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka
putusan mencantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan
d.Sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah, tersangkanya
tidak ditahan, maka dalam putusan mencantumkan rehabilitasi
e.Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat
pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan
kepada tersangka atau kepada siapa benda itu disita.
Koneksitas
Koneksitas adalah tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk di
lingkungan peradilan umum (sipil) dan lingkungan peradilan militer (tentara)
Dasar Hukum
Pasal 24 UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan telah diganti dengan Pasal 16 UU No.
48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal 89-94 KUHAP (UU No.8 tahun 1981) jo. Pasal
198-203 KUHAP Militer (UU No. 31 tahun 1997).
Pemeriksaan dan peradilan perkara, diperiksa dan diadili di lingkungan peradilan umum.
Pasal 14 UU No. 48 tahun 2009: Tindak Pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang
termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh
pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan tertentu menurut Keputusan
Ketua Mahaman Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan
peradilan militer.
Pengecualiannya:
Dapat diperiksa dan diadili di lingkungan peradilan militer, dengan syarat (Pasal 89 Ayat (1) KUHAP):
a. Jika ada Putusan Menteri Pertahanan yang mengharuskan perkara koneksitas tersebut
diperiksan dan diadili oleh lingkungan peradilan militer;
b. Keputusan tersebut telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman, bahwa perkara
tersebut diadili oleh lingkungan peradilan militer.
Pasal 16 UU No. 48 tahun 2009: Kecualian dalam keadaan tertentu menurut Keputusan Ketua
Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan
militer.
Kapan diperiksa dan diadili dalam lingkungan peradilan militer?
a. Diukur dari segi kerugian yang diukur dalam tindak pidana itu;
b. Apabila kerugian yang diakibatkan tindak pidana tersebut lebih banyak bobotnya merugikan
kepentingan militer, sekalipun pelakunya lebih banyak kepentingan umum atau sipil, maka
perkara koneksitas akan dilakukan oleh peradilan militer.
Aparat Penyidik Perkara Koneksitas terdiri dari satu tim tetap, yang dibentuk dengan surat keputusan
bersama Menteri Pertahanan dan Menteri Kehakiman (Pasal 89 Ayat (2) KUHAP) yang terdiri dari unsur-
unsur:
1. Penyidik Polri;
Pemeriksaan:
2. Tersangka pelaku tentara diperiksa oleh unsur Polisi Militer atau Oditur Militer
Untuk menentukan lingkungan peradilan yang akan memeriksa perkara koneksitas, maka terlebih
dahulu diadakan:
Penelitian bersama atas hasil pemeriksaan penyidikan yang dilakukan oleh tim penyidik;
Anggota peneliti bersama terdiri dari Jaksa atau Jaksa Tinggi dan Oditur atau Oditur Tinggi;
Pendapat dari penelitian bersama atas hasil pemeriksaan tim penyidik, dituangkan dalam bentuk
berita acara dan ditandatangani masing-masing pihak peneliti.
Jika terdapat pesesuaian pendapat yang menetapkan titik berat kerugian yang ditimbulkan adalah
kepentingan umum, yang berarti:
2. Perwira penyerah perkara (papera) harus segera membuat surat keputusan “penyerahan perkara”
3. Penyerahan perkara itu dilakukan oleh perwira penyerah perkara (papera) kepada penuntut umum
melalui Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi.
4. Keputusan penyerahan perkara sebagai dasar dari penuntut umum untuk dasar mengajukan perkara
tersebut ke sidang Pengadilan Negeri yang berwenang sesuai dengan kompetensi relative.
Jika terdapat pesesuaian pendapat yang menetapkan titik berat kerugian yang ditimbulkan adalah
kepentingan militer, berarti:
2. Oditur militer mengusulkan kepada Menhan agar dengan persetujuan Menteri Kehakiman
dikeluarkan surat keputusan Menhan yang menetapkan perkara koneksitas diadili oleh Peradilan Militer;
3. Surat Keputusan Menhan ini menjadi dasar bagi perwira penyerah perkara dan Jaksa/Jaksa Tinggi
untuk menyerahkan berkas perkara kepada Mahkamah Militer atau Mahkamah Militer Tinggi;
4. Berita Acara hasil tim penyidik diperbuat catatan oleh Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi yang berisi
Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi ‘mengambil alih’ berita acara yang dibuat oleh tim penyidik (Pasal 92
Ayat (2) KUHAP)
Jika tidak terdapat persesuaian pendapat, maka yang menentukan perkara koneksitas tersebut adalah
pendapat Jaksa Agung
3. Hakim anggota diambil dari lingkungan peradilan umum dan militer secara seimbang.
3. Hakim anggota diambil dari lingkungan peradilan umum dan militer secara seimbang.
4. Hakim anggota yang berasal dari Peradilan Umum diberi pangkat militer ‘tituler’
5. Yang menghasilkan hakim anggota adalah Menteri Kehakiman dan Menhan secara timbal balik
Pemeriksaan Perkara Pidana
(Perkara Tolakan), yaitu perkara-perkara yang sulit dan besar yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum
dengan Surat Tolakan
d. Pemeriksaan terhadap terdakwa dan saksi dilakukan secara langsung dan lisan
f. Pemeriksaan dibuka oleh ketua Majelis Hakim dan terbuka utuk umum (kecuali dalam masalah delik
kesusilaan dan anak di bawah umur)
Acara Pemeriksaan Singkat (perkara Sumir) adalah perkara-perkara yang bersahaja khususnya soal
pembuktian dan pemakaian undang-undang dan pidana yang diancamkan tidak lebih dari 1 (satu) tahun
b. JPU menghadapkan terdakwa, saksi-saksi dan juru bahasa, dan barang bukti
c. Hakim ketua sidang mengingatkan terdakwa untuk memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan
dilihatnya di sidang pengadilan (Pasal 155 ayat (1) KUHAP)
d. Ketua Sidang memerintahkan JPU untuk memberitahukan secara lisan tentang tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan
e. Pemberitahuan itu dicatat dalam berita acara sidang dan merupakan pengganti Surat Dakwaan
f. Bila hakim menganggap perlu ada pemeriksaan tambahan, maka dalam waktu 14 hari harus sudah
menyelesaikan pemeriksaan tambahan tersebut.
g. Apabila dalam waktu 14 hari belum selesai, maka perkara itu harus diajukan ke sidang pengadilan
dengan Acara Biasa (Pasal 203 ayat (2) 2.b. KUHAP).
h. Putusan tidak dibuat secara khusus tetapi dicatat di dalam Berita Acara Sidang
1. Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.
7.500,- (kecuali Pasal 205 ayat 2)
2. Penyidik atas kuasa JPU dalam waktu 3 hari setelah Berita Acara Pemeriksaan selesai menghadapkan
terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan
3. Hakim yang mengadili adalah hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali ada
penjatuhan pidana perampasan kemerdekaan, maka dapat diminta banding.
4. Pemeriksaan dilakukan pada hari itu juga (Pasal 205 ayat (1) b KUHAP)
6. Panitera mencatat dalam buku register semua jalannya persidangan dan mencantumkan identitas
terdakwa secara lengkap
7. Saksi memberikan kesaksian tanpa sumpah, kecuali hakim menganggap perlu (Pasal 208 KUHAP)
8. Putusan dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkara dan selanjutnya mencatatnya dalam buku
register dan ditandatangi oleh hakim dan panitera yang bersangkutan
9. Berita Acara tidak dibuat, kecuali ada hal yang tidak sesuai dengan berita acara yang dibuat penyidik
Contoh: Peraturan MA No. 2/2012 Tindak Pidana pencurian dengan kerugian < 2.5 juta, contoh HP
3. Perkara pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan (Pasal 211 KUHAP)
5. Tanpa hadirnya terdakwa/wakilnya dapat dilanjutkan dan perkara diputus secara verstek
6. Kalau putusan berisi pidana perampasan kemerdekaan, maka terdakwa dapat melakukan perlawanan
(verzet) kepada Pengadilan Negeri yang memutus perkara, dalam waktu 7 hari
7. Dengan adanya verzet maka putusan di luar hadirnya terdakwa menjadi gugur (Pasal 214 ayat (6)
KUHAP)
8. Bila putusan pidana berupa pidana perampasan kemerdekaan, maka terdakwa dapat mengajukan
banding
Penuntutan
Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan
negeri yang berwewenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dengan UU dengan
permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan (Pasal 1 angka 3 UU
No. 16 tahun 2004 tentang kejaksaan RI).
Limitasi dalam KUHAP yaitu 7 hari atau 14 hari. Unttuk mengakalinya (dalam proses
pelimpahan), menggunakan Berita Acara konsultasi yang sebenarnya ‘mengakali’ waktu yang
sudah disetujui dalam KUHAP.
2. Khusus
Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh UU untuk melaksanakan penetapan
hakim (Pasal 1 angka 6 (b) KUHAP jo. Pasal 2 UU No. 16 2004).
Kompetensi Penuntutan
- Penuntut Umum menuntut perkara Tindak Pidana yang terjadi di dalam daerah hukumnya
menurut ketentuan UU (Pasal 15 KUHAP)
- Penuntut Umum berwewenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa
melakukan suatu Tindak Pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke
Pengadilan yang berwenang (Pasal 137 KUHAP).
- Di bidang Perdata dan Tata Usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik
di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
- Penuntut Umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan
menelitinya dalam waktu 7 hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakan hasil penyidikan
itu sudah lengkap atau belum (Pasal 138 ayat (1) KUHAP)
- Dalam hal hasil penyidikan belum lengkap, PU mengembalikan berkas kepada penyidik
disertai petunjuk tentang hal yang yang harus dilengkapi dalam waktu 14 hari sejak tanggal
penerimaan berkas, penyidik harus menyampaikan kembali berkas itu kepada Penuntut Umum
(Pasal 138 ayat (2) KUHAP).
- Setelah Penuntut Umum menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia
menentukan apakah berkas itu sudah memenuhi persyarata untuk dapat atau tidak dilimpahkan
ke pengadilan (Pasal 139 KUHAP).
- Dalam hal Penuntut Umum berpendapat dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia
dalam waktu secepatnya membuat Surat Dakwaan (Pasal 140 (1))
Pengertian Surat Dakwaan
Karim Nasution: “suatu surat atau akte yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang
didakwakan, yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang
merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan, yang bila ternyata cukup bukti,
terdakwa dapat dijatuhi hukuman.”
M. Yahya Harahap:
- Surat Akta
- Memuat perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa
- Perumusan mana ditarik dan disimpulkan dari hasil pemeriksaan penyidikan dihubungkan
dengan unsur delik pasal tindak pidana yang dilanggar dan didakwakan pada terdakwa, dan
- Surat Dakwaan tersebut menjadi dasar pemeriksaan bagi hakim dalam sidang pengadilan
b. Syarat Materi
Syarat materil memuat dua unsur yang tak boleh dilalaikan:
1. uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai Tindak Pidana yang didakwakan
2. menyebut waktu dan tempat tindak pidana itu dilaksanakan (Tempus delicti dan locus delicti).
- Surat Dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dalam Pasal 143 ayat (2) hutuf b
(tidak memenuhi Syarat Material) adalah batal demi hukum.
- Surat Dakwaan yang tidak memenuhi (tidak memenuhi Syarat Formil), dapat dibatalkan.
Di antara beberapa Tindak Pidana itu, belum pernah ada putusan hakim, sehingga setiap Tindak
Pidana harus dibuktikan dan diputuskan.
Contoh kumulasi:
- Dakwaan Pidana I
Primer: 340
Subsider: 338
355
- Dakwaan Pidana II
Primer: Penganiayaan (Pasal 355)
Subsider: 351
Contoh:
Abu dan kawan-kawannya sebanyak sepuluh orang melakukan penyerangan ke suatu desa
dengan mempergunakan senjata tajam. Dalam peristiwa penyerangan tersebut mereka melukai
beberapa orang penduduk dan sekaligus pula membakar beberapa rumah.
Dalam contoh peristiwa ini, jelas dilihat adanya perbuatan tindak pidana (penyerangan,
melanggar Pasal 170 KUHP), pembakaran terhadap rumah penduduk (melanggar atau mengena
kepada Pasal 187 KUHP)
Rumusan dakwaan kumulasinya:
Sekaligus berbarengan kumulasi terdakwanya dengan kumulasi dakwaannya
Dengan dmikian para terdakwa (terdakwanya 10 orang) dikumulasikan dalam satu surat
dakwaan
Serta tindak pidana yang didakwakan juga dikumulasikan dalam satu surat dakwaan:
- Dakwaan pertama: Pasal 170 KUHP
- Dakwaan kedua: Pasal 187 KUHP
Terdakwa mengendarai mobil dan menabrak sepeda moto. Yang satu meninggal dunia, sedang
yang dibonceng luka parah. Yang ditabrak meninggal dunia (Pasal 359 KUHP), sedang yang
luka berat (Pasal 360 KUHP).
Rumusan dakwaan kumulasinya:
Sekaligus mengajukan dua dakwaan tindak pidana kepada terdakwa
Bentuk surat dakwaannya:
- Pertama (I): Pasal 359 KUHP
- Kedua (II): Pasal 360 KUHP
Contoh:
Terdakwa telah melakukan pencurian pada malam hari di rumah X. Pagi hari elakukan
penganiayaan kepada Y dan pada sore hari menipu Z.
Dengan demikian, rumusan surat dakwaan yang mesti diajukan ialan dakwaan kumulasi yang
berisi penggabungan tiga tindak pidana:
- Dakwaan I: melakukan pencurian di rumah X (Pasal 362 KUHP)
- Dakwaan II: melakukan penganiayaan terhadap Y (Pasal 351 KUHP)
- Dakwaan III: melakukan penipuan terhadap Z (Pasal 378 KUHP)
1) Concursus idealis
Terdakwa pada suatu sore telah mendatangi rumah A. Dengan tipu muslihat terdakwa
memperdaya A menyerahkan uang sebesar Rp. 1.000.000,-. Pada saat A pergi mengambil uang
ke kamara, kesempatan itu dimanfaatkan terdakwa mencuri perhiasan yang terletak di atas meja,
dan sewaktu hendak berangkat, terdakwa telah memukul A karena tidak merasa senang atas
tuduhan A bahwa terdakwa telah mengambil perhiasan yang terletak di atas meja.
Dalam contoh ini ada perbarengan perbuatan yang ancaman hukuman pokoknya ada yang murni
hukuman penjara saja (Penipuan, PAsal 378 KUHP), sedang selebihnya mempunyai hukuman
pokok yang bersifat alternatif berupa hukuman penjara atau dengan (Pencurian Pasal 362 dan
Penganiayaan Pasal 351 KUHP).
Penggabungan Perkara
- Penuntut Umum dapat menggabungkan perkara dalam satu Surat Dakwaan (Pasal 141
KUHAP)
a. Beberapa Tindak Pidana yang dilakukan orang yang sama
b. Beberapa Tindak Pidana yang bersangkut paut satu dengan yang lainnya
c. Beberapa Tindak Pidana yang bersangkut paut satu dengan yang lainnya di mana dalam hal ini
penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan
Pembuktian
Pasal 39 KUHAP Ayat (1) mengenai barang Bukti: Corpora dan Instrumen delicti
Barang Bukti tidak merupakan Alat Bukti, tetapi merupakan satu kesatuan pembuktian menurut
KUHAP baru.
Arti Pembuktian:
1. Ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalah usaha mencari dan mempertahankan
kebenaran
2. Majelis hakim dalam mencari dan meletakkan kebenaran yang akan dijatuhkan dalam putusan,
harus berdasarkan alat-alat bukti yang ditentukan secara limitative.
Indonesia, alat buktinya singular (tunggal): 100 saksi dianggap 1 alat bukti
Kalau di Belanda, plural: 100 saksi dianggap 100 alat bukti
Keterangan Saksi:
3. Keterangan seseorang saksi saja tidak cukup (Pasal 185 ayat (2) KUHAP)
4. Keterangan saksi yang berdiri sendiri (Pasal 185 ayat (4) KUHAP)
2. Keterangan Ahli
a. Tata Cara Pemberian Keterangan Ahli
- Oleh Penyidik kepada Ahli Kedokteran Kehakiman: berupa laporan Visum et Repertum (Pasal
133 jo. 186 KUHAP)
- Oleh Hakim atas permintaan JPU atau Terdakwa atau Penasihat Hukumnya pada waktu
persidangan
Praktis: melalui penyidik dimintakan ke RS. Di Bandung tidak semua memiliki fasilitas visum,
hanya RS Kepolisian, RSHS, dan RS Al Islam.
Hakim tidak harus tunduk kepada keterangan ahli. (ius curia novit)
- Nilai pembuktian surat ditinjau dari segi formal sebagai alat bukti yang sempurna (Pasal 187
huruf a, b, c).
- Bentuk-bentuk surat ang disebut di dalamnya dibuat secara resmi menurut formalitas yang
ditentukan oleh Per UU
- Surat yang berisi keterangan resmi dari seorang pejabat yang berwewenang di bawah sumpah
jabatan
- Mempunyai nilai-nilai pembuktian formal yang sempurna
(1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik
antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa
telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
(2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari;
a. keterangan saksi;
b. surat;
c. keterangan terdakwa.
(3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu
dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan
penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.
Di manakah kedudukan alat bukti elektronik seperti CCTV?
Keputuan MK, masuk ke dalam alat bukti Petunjuk
Perluasannya ada di UU ITE
Pengaturan CCTV sebagai alat bukti dalam persidangan perkara pidana pada hakekatnya tidak
mampu di pisahkan dari UU ITE serta Putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-XIV/2016.
CCTV masuk dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 dan angka 4 yang merupakan alat bukti sah pada
hukum acara yang diterapkan, yang mana bisa dipergunakan sebagai alat bukti dalam proses
penyidikan, penuntutan dan persidangan
CCTV untuk dapat dijadikan sebagai suatu alat bukti petunjuk tetap harus berpedoman dari Pasal
188 Kitab Undang -Undang Hukum Acara Pidana di mana CCTV Jurnal Analogi Hukum,
Volume 1, Nomor 2, 2019. CC-BY-SA 4.0 License 164 Peranan Closed Circuit Television
(Cctv) Sebagai Alat Bukti Dalam Persidangan Perkara Pidana harus diperoleh atau mempunyai
keterkaitan dengan keterangan saksi, surat, maupun keterangan terdakwa. CCTV yang
mempunyai keterkaitan tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti petunjuk untuk memberi
pencerahan atau memperjelas apa yang telah diperoleh dari keterangan saksi, surat, maupun
keterangan terdakwa. Dalam hal demikian, Hakim juga harus mempertimbangkan CCTV sebagai
alat bukti.
Penilaian pembuktian alat bukti bukti petunjuk dilakukan oleh hakim dengan:
- arif dan bijaksana
- lebih dahulu mengadakan pemeriksaan dengan cermat dan seksama
- Kapan dibutuhkan?
Jika alat bukti lain (saksi, ahli, dan surat) belum mencukupi membuktikan kesalahan terdakwa.
5. Keterangan Terdakwa
- Pasal 189 ayat (1) KUHAP, Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang
tentang perbuatan yang dilakukan atau yang ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri.
- Dalam HIR, alat bukti ini disebut: “pengakuan tertuduh”, KUHAP memakai istilah “Keterangan
Terdakwa”
Dalam HIR, “Keterangan Terdakwa” ada di nomor 1.
- Pengakuan tertuduk: hanya terbatas pada pernyataan pengakuan itu sendiri, tanpa mencakup
pengertian pengingkaran
- Keterangan terdakwa: sekalipun meliputi pengakuan dan pengingkaran
Asas Penilaian:
1. Keterangan dinyatakan di sidang pengadilan
2. Tentang perbuatan yang ia lakukan, atau yang ia ketahui, atau alami sendiri
- Keterangan terdakwa sendiri tidak cukup membuktikan kesalahannya (Pasal 189 ayat (4) KUHAP)
- Keterangan terdakwa di luar sidang (the confession outside the court), dapat digunakan membantu
menemukan bukti di sidang pengadilan.
Putusan Pengadilan
Bentuk Putusan Pengadilan:
1. Putusan Bebas
2. Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hakim
3. Putusan Pemidanaan
4. Penetapan Tidak Berwewenang mengadili
5. Putusan yang menyatakan dakwaan tidak dapat diterima
Contoh:
- Syarifuding Tumenggung (dalam kasus BLBI) ternyata merupakan kasus keperdataan
- Karen Agustina (Pembelian Blok Pertamina) yang memberikan kerugian negara tapi masuk ke
ranah perdata
3. Putusan Pemidanaan
Putusan pemidanaan, apabila terbukti kesalahannya melakukan suatu Tindak Pidana (Pasal 193 ayat (1)
KUHAP).
d. Terdakwalah pelakunya
b. Identitas Terdakwa
l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, hakim yang memutus, dan panitera
Apa yang mutlak harus dimuat dalam putusan pemidanaan, yakni meliputi ketentuan yang disebut Pasal
197 ayat (1) huruf a, b, c, d, f, h, j, k, dan l.
Kelalaian memuat huruf g dan I tidak merupakan faktor yang mengakibatkan batalnya putusan demi
hukum. Tetapi kealpaan memuat ketentuan selain daripada huruf g dan I dengan sendirinya
mengakibatkan putusan batal demi hukum
Memperhatikan Pasal 197 ayat 2), kecuali yang tersebut huruf a, e, f, dan h apabila terjadi kekhilafan
dan atau kekeliruan penulisan maka kekhilafan penulisan dan atau pengetikan tidak menyebabkan
batalnya putusan demi hukum.
Artinya:
- Dianggap tidak pernah ada
Yang berhak mengatakan Putusan Batal Demi Hukum adalah Instansi Pengadilan yang lebih tinggi atas
pengajuan
Upaya Hukum
- Biasa
- Luar Biasa
A. Biasa
1. Banding
2. Kasasi
B. Luar Biasa
1. Banding
3. Putusan yang menyatakan dakwaan tidak dapat diterima dalam acara biasa dan singkat
2. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau putusan Onslag van Rechts Vervolging
Putusan Banding
Putusan Bebas
Putusan Kasasi
c. Tetapi putusan yang dikasasi tidak ternyata mengandung kesalaman dalam penerapan hukum
sebagaimana mestinya.
1. Diajukan dan ditujukan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap
1. Mengoreksi dan meluruskan kesalahan yang terdapat dalam putusan yang diajukan
a. Diajukan terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (kecuali Putusan
MA)
(Pasal 259 ayat (1) KUHAP jo. Pasal 35 butir d UU No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI)
c. Putusan Kasasi Demi Kepentingan Umum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan
d. Permohonan Kasasi Demi Kepentingan umum hanya dapat diajukan satu kali
a. Terpidana
b. Ahli warisnya
Istrinya mengajukan PK, tetapi Sugiono Timan melarikan diri tidak diketahui sudah meninggal/belum
3. Alasan PK
c. Apabila terdapat kekhilafan yang nyata dalam putusan (kekhilafan atau kekeliruan hakim)
4. Panitera
Asas Litis Finiri Oportet Keputusan MK untuk PK. Pasal 268 ayat 3. Tidak operasional, karena ada SE
MA
asas “litis finiri oportet", yakni setiap perkara harus ada akhirnya. ... Pembatasan ini dimaksudkan untuk
memberikan kepastian hukum atas penyelesaian suatu perkara, sehingga seseorang tidak dengan
mudahnya melakukan upaya hukum peninjauan kembali secara berulang-ulang