Anda di halaman 1dari 2

Contoh Teks Negosiasi Jual Beli Rumah

Rumah
Negosiasi jual beli rumah cenderung lebih panjang, karena banyak hal yang akan diperdebatkan
dan diskusikan sebelum mencapai kesepakatan bersama.
Untuk selengkapnya, silahkan lihat pada contoh teks negosiasi jual beli rumah beserta
strukturnya berikut.
Jarang-jarang bapak Raffi pergi berkunjung ke rumah temannya, namun siang ini ia berkunjung
ke rumah bapak Bagus dengan suatu maksud. Yaitu untuk membeli rumahnya bapak Bagus.
Berikut percakapan mereka berdua.
Orientasi
Bapak Raffi: “Assalamualaikum, pak Bagus ada di rumah?”
Bapak Bagus: “Waalaikumsalam, kebetulan ini saya ada di rumah pak. Ayo masuk dulu masuk.”
Bapak Raffi: “Gimana pak Bagus? Sehat?”
Bapak Bagus: “Sehat, alhamdulillah sehat. Bapak sendiri bagaimana? Jadi, ada keperluan
apa nih datang ke sini? Jarang-jarang lho kan orang seperti pak Raffi ini keluar rumah hahaha.”
Permintaan
Bapak Raffi: “Haha iya bisa aja nih pak Bagus. Jadi begini pak, saya dengar-dengar dari tetangga
dan pak RW, katanya pak Bagus mau jual rumah yang ada di depan komplek itu?”
Pemenuhan
Bapak Bagus: “Wah iya benar pak. Rumah itu memang mau saya jual. Agak repot juga kalau
saya ngurus rumah dua-dua seperti sekarang ini. Kalau pun akan dikontrakan, rasanya saya
harus keluar modal banyak lagi buat renovasinya. Karena kayaknya itu rumah harus direnovasi
lagi biar orang tertarik. Jadi mendingan saya jual aja, nanti uangnya bisa buat nambah-nambah
usaha toko depan rumah yang ini.”
Bapak Raffi: “Bapak Bagus ini memang jiwa wirausahanya sangat membara-bara ya haha.
Bapak Bagus: “Yah namanya juga buat hari tua, pak. Saya nggak mau ngerepotin anak-anak
haha. Mereka juga kan sudah punya rumah masing-masing, jadi yang itu benar-
benar nggak terpakai.”
Bapak Raffi: “Kebetulan maksud saya ke sini karena saya berminat untuk beli rumah tersebut
pak. Tentunya kalau sesuai dengan keuangan saya ya, hehe.”
Bapak Bagus: “Wah kalau sama teman dekat sendiri nggak saya jual mahal, kok haha.”
Bapak Raffi: “Jadi berapa harganya nih, pak?”
Bapak Bagus: “Karena harus direnov lagi, saya pasang harga tanah sama bangunannya saja ya
pak. Luas tanahnya 250 meter dan luas bangunannya 200 meter. Detail lainnya nanti bapak bisa
lihat di sertifikatnya. Pakai ukuran tanah daerah sini dan harga bangunan sekarang ini, buat
bapak saya jual Rp1,8 miliar saja pak.”
Penawaran
Bapak Raffi: “Hm.. begitu ya, saya kira nggak sampai segitu pak haha.”
Bapak Bagus: “Yah kalau buat orang lain tadinya saya pasang harga Rp2 miliar pak. Ditawar saja
silahkan.”
Bapak Raffi: “Kebetulan budget saya sekarang ini cash cuma ada Rp1 miliar pak.”
Bapak Bagus: “Rp1 miliar saya rasa kurang pak. Nanti modal saya buat buka
tokonya kan terbatas juga haha.”
Bapak Raffi: “Ahaha ya saya paham, pak. Tapi kalau bapak mau menunggu sampai bulan depan,
saya bisa siapkan Rp1,5 miliar pak. Bagaimana?”
Persetujuan
Bapak Bagus: “Lho tidak apa-apa, pak. Saya jual santai ini, kok. Rp1,5 miliar ya pak.”
Bapak Raffi: “Kalau begitu yang Rp1,5 miliarnya saya jadikan uang muka saja ya pak. Nanti
sisanya bulan depan saya lunasin sekalian kita omongin masalah notarisnya.”
Bapak Bagus: “Baik pak, kalau tidak repot juga nanti biar saya yang urus notarisnya haha.”
Pembelian
Bapak Raffi: “Wah alhamdulillah. Baik ini uangnya pak langsung saya bawa.”
Bapak Bagus: “Sebentar ya pak, saya ambilkan kwitansi dan materia dulu.”
Bapak Raffi: “Iya pak.”
Bapak Bagus: “Nah ini pak, silahkan tanda tangan.”
Penutup
Bapak Raffi: “Baik pak sudah. Kalau begitu saya pamit dulu ya pak. Senang berbisnis dengan
bapak, hehe. Assalamualaikum.”
Bapak Bagus: “Iya pak, terima kasih banyak ya. Waalaikumsalam”

Anda mungkin juga menyukai