Pertemuan 3 Metode Ilmiah
Pertemuan 3 Metode Ilmiah
METODE ILMIAH
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada pertemuan ini akan dijelaskan mengenai metode ilmiah. Melalui
ekspositori, Anda harus mampu:
3.1. Menjelaskan metode ilmiah
3.2. Menjelaskan karakteristik metode ilmiah
3.3. Menjelaskan asumsi-asumsi dalam metode ilmiah
3.4. Menjelaskan metode ilmiah dan langkah-langkah operasionalnya
3.5. Menjelaskan peran metode ilmiah dalam pengembangan ilmu
B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 3.1:
Menjelaskan metode ilmiah
Menurut Pedhaur dan Schmelkin (Seniati, dkk., 2005: 11), disebut metode
ilmiah sebenarnya lebih tepat dilihat sebagai orientasi di kalangan masyarakat
ilmiah, yang ditandai dengan adanya sikap kritis terhadap temuan-temuan dan
pernyataan-pernyataan, suatu pencarian yang aktif untuk menemukan kesalahan,
adanya sikap skeptis pada pengetahuan yang diperoleh karena didasari
pandangan akan adanya kelemahan dan inkonsistensi pemikiran seseorang, serta
melihat penjelasan-penjelasan yang ada sebagai tahp-tahap tentatif dari suatu
proses yang tidak ada akhirnya. Orientasi ilmiah ini ditandai oleh tiga hal, yaitu:
1. Toleransi terhadap ambiguitas. Tercermin dari adanya pengakuan bahwa tidak
ada suatu aturan dan resep tertentu yang mengarahkan kita untuk mencapai
suatu temuan (discovery). Toleransi ini juga menunjukkan adanya kemauan
untuk bekerja tanpa adanya kepastian jawaban yang memuaskan, serta adanya
apresiasi terhadap situasi dimana keraguan dianggap sebagai kondisi yang
tidak menyenangkan dan kepastian adalah sesuatu yang mustahil.
2. Kesediaan dan kemauan untuk mempertanyakan sesuatu yang tampaknya
sudah tidak perlu ditanyakan lagi. Dengan kata lain, metode ilmiah tidak
menerima begitu saja penjelasan dan hasil penelitian yang ada, tetapi berusaha
mengkaji kembali penjelasan dan hasil penelitian tersebut.
3. Keinginan untuk melakukan pengujian terhadap berbagai kemungkinan
jawaban yang saling bertentangan satu sama lain. Hal in berarti, metode
ilmiah terbuka untuk menerima pendapat yang berbeda dan setiap pendapat
terbuka untuk diuji.
Cristensen (Seniati, dkk., 2005: 12) menyatakan bahwa ada tiga karakteristik
utama dari suatu metode ilmiah, yaitu:
1. Adanya definisi operasional
Ilmu pengetahuan ilmiah didasarkan pada metode ilmiah yang memiliki
definisi operasional untuk variabel yang diteliti. Operasionalisasi variabel
berarti variabel yang diteliti harus didefinisikan secara jelas, termasuk cara
pengukurannya. Definisi terhadap variabel perlu dilakukan untuk
menghilangkan kerancuan mengenai cara mengukur gejala. Yang dimaksud
variabel adalah setiap atribut atau properti dimana objek bervariasi. Contoh
variabel adalah tinggi badan, jenis kelamin, kecemasan, dan lain sebagainya.
Definisi operasional
Pertanyaan verbal
Dia:
Menjual banyak
motor
Dia adalah salesman
Menunjukkan aspek
yang baik positif motor
Membantu
penagihan
Menangani keluhan
konsumen
2. Adanya kontrol
Peneliti perlu mengidentifikasi faktor-faktor penyebab gejala alam atau
tingkah laku sehingga dapat melakukan kontrol terhadap faktor lainnya.
Kontrol ini perlu dilakukan pada jenis penelitian apapun, baik penelitian
eksperimental maupun non eksperimental, karena jika tidak adanya kontrol
maka efek yang terjadi dalam penelitian yaitu terjadi pengaruh antara variabel
sekunder terhadap variabel terikat, bukan karena pengaruh variabel bebas
yang ingin diteliti.
3. Dapat diulang
Setiap penelitian yang dilakukan seseorang seharusnya dapat diulang atau
direplikasi oleh peneliti lain. Hal ini sesuai dengan tujuan ilmu pengetahuan
yaitu untuk memperoleh pengetahuan yang sistematis mengenai dunia
berdasarkan metode ilmiah.
Menurut Seniati, dkk. (2005: 13), menyatakan bahwa ada empat asumsi
dasar dalam suatu metode penelitian yang ilmiah, yaitu:
1. Empiricsm, artinya bahwa metode dikatakan ilmiah jika ia dapat memberikan
data atau fakta yang dapat diobservasi dan diukur sehingga pernyataan harus
dapat dibuktikan.
2. Determinism, artinya bahwa semua gejala alam di dunia ini mengikuti aturan
atau hukum tertentu sehingga kita dapat membangun teori mengenai gejala
tersebut.
3. Parsimony, artinya bahwa ketika kita menyusun hipotesis antara suatu
variabel dengan variabel lainnya, maka kita harus memilih hipotesis yang
paling sederhana atau yang paling konkret untuk menjelaskan gejala tersebut.
4. Testability, artinya bahwa harus ada pengujian yang dapat dilakukan untuk
menganalisis apakah hipotesisnya benar atau salah sehingga objektivitas dari
penelitian akan selalu terjaga.
Sikap ilmiah menuntut orang untuk berfikir dengan sikap tertentu. Dari sikap
tersebut orang dituntut dengan cara tertentu untuk menghasilkan ilmu
pengetahuan. Selanjutnya, cara tertentu itu disebut metode ilmiah. Jadi dengan
sikap ilmiah dan metode ilmiah diharapkan dapat menyusun ilmu pengetahuan
secara sistematis dan runtut. Secara garis besar keduanya mempunyai peran atau
tugas yang identik, tugas-tugas tersebut antara lain:
1. Menggambarkan secara jelas dan cermat tentang hal-hal yang dipersoalkan.
2. Menerangkan secara detil kondisi-kondisi yang mendasari terjadinya peristiwa
tersebut.
3. Mencari dan merumuskan hukum-hukum, tata hubungan antara peristiwa
yang satu dengan yang lain.
4. Membuat prediksi (ramalan), estimasi (taksiran), dan proyeksi mengenai
peristiwa yang bakal muncul bila keadaan itu didiamkan.
5. Melakukan tindakan-tindakan guna mengatasi keadaan atau gejala yang bakal
muncul.
D. DAFTAR PUSTAKA
Narbuko, Cholid & Abu Achmadi. 2007. Metodologi Penelitian, Cet. 8. Jakarta:
Bumi Aksara.
Https://afidburhanuddin.files.wordpress.com/2012/05/pengertian-dan-hakikat-metode-
ilmiah_widiati-fadila_sudah-ok.pdf
Https://www.google.com/helen.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F41
768%2F02%2BMETODE%2BILMIAH.pdf