Anda di halaman 1dari 43

PROPOSAL PRATIKUM II

Efektifitas Metode MIDVAS Dalam Meningkatkan Kemampuan


Irama/Kelancaran pada Klien Gagap Usia 23 Tahun di Kota
Padang

Oleh:
Okta Bima Hasanah
1831031

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TERAPI WICARA


STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang
2021
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL
Judul :Efektivitas Metode MIDVAS dalam
Meningkatkan Kemampuan Irama/kelancaran pada
Klien Gagap Usia 23 Tahun di Kota Padang
Penyusun : Okta Bima Hasanah
NIM : 1831031
Pembimbing 1 : Iman Wahyudi
Pembimbing 2 : Harry Rahmad Suda, A.Md. TW., SKM
Tanggal Seminar :

Di setujui oleh

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Iman Wahyudi, A.Md, TW. S.Pd Harry Rahmad SudaA.Md. TW., SKM

Mengetahui:
Ketua Prodi D III Terapi Wicara
STIKes Mercubaktijaya Padang

Meria Kontesa, S.Kep.M.Kep


NIDN. 1018087402

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadiran Allah SWT atas berkat rahmat beliau penulis dapat
menyelesaikan laporan yang berjudul “Efektivitas Metode MIDVAS Dalam
Meningkatkan Kemampuan Irama/Kelancaran pada Klien Gagap usia 23 Tahun
di Kota Padang” . Penulisan Proposal ini ditujukan sebagai syarat untuk Studi
Kasus. Laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, tidak
ada salahnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Jasmarizal, SKP.MARS selaku Ketua Yayasan
MERCUBAKTIJAYA Padang.
2. Ibu Ises Reni, SKp, M.Kep selaku Ketua STIKes MERCUBAKTIJAYA
Padang.
3. Bapak Iman Wahyudi selaku Pembimbing 1
4. Bapak Harry Rahmad Suda AMd. TW, SKM selaku Pembimbing 2.
5. Ibu Meria Kontesa, SKp. M.Kep selaku Ketua Prodi DIII Terapi Wicara.
6. Bapak Ilham Akerda Edyul, M.Pd selaku Fasilitator.
7. Terima kasih kepada SLB Muhammadiyah IX Pauh Kota Padang yang
telah memberi izin untuk melakukan praktek lapangan.
8. Terima kasih kepada klien yang telah bersedia menjadi klien dalam
kegiatan pratikum 2 ini.
9. Terima kasih kepada orang tua yang telah ikut mendoakan penulis dan
mendukung penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
10. Kepada teman-teman seperjuangan yang ikut membantu menjawab
pertanyaan-pertanyaan jika penulis ragu.
11. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan yang tidak
dapat saya sebutkan satu persatu dalam menyelesaikan proposal ini.

ii
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih memerlukan penyempurnaan. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik, saran dan masukan yang dapat memperbaiki laporan ini.
Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

Padang, 2 Maret 2021

Okta Bima Hasanah

iii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING···················································· i
KATA PENGANTAR··································································· ii
DAFTAR ISI·············································································· iv
DAFTAR TABEL········································································ vi
DAFTAR GAMBAR···································································· vii
DAFTAR LAMPIRAN··································································viii
BAB I PENDAHULUAN······························································· 1
1.1 Latar Belakang································································ 1
1.2 Tujuan Studi Kasus···························································2
BAB II LAPORAN DIAGNOSTIK·················································· 3
2.1 Identitas Klien··································································3
2.2 Keluhan········································································· 3
2.3 Riwayat Kasus································································· 3
2.3.1 Riwayat Medis ························································· 3
2.3.2 Riwayat Layanan Terapi·············································· 3
2.4 Temuan Asesmen······························································4
2.4.1 Sindrom Bahasa························································ 4
2.4.2 Sindrom Wicara························································ 4
2.4.3 Sindrom Suara·························································· 4
2.4.4 Sindroma Irama Kelancaran·········································· 5
2.4.5 Sindrom Menelan······················································ 9
2.4.6 Data Lain yang Relevan··············································· 9
2.4.7 Data Ahli yang Relevan··············································· 10
2.5 Analisis Data··································································· 11
2.6 Diagnosa········································································ 14
2.7 Prognosa········································································ 14
BAB III PERENCANAAN PENANGANAN·······································15
3.1 Tujuan Jangka Panjang dan Jangka Pendek······························· 15
3.2 Frekuensi dan Durasi Terapi················································· 15
3.2.1 Frekuensi································································ 15

iv
3.2.2 Durasai···································································15
3.2.3 Tempat Pelaksanaan··················································· 15
3.3 Metode Terapi··································································16
3.3.1 Nama Metode··························································· 16
3.3.2 Tujuan Metode··························································17
3.3.3 Langkah-langkah Metode············································· 17
3.4 Rencana Terapi································································ 18
3.5 Perencanaan Evaluasi························································· 20
3.5.1 Tujuan Evaluasi························································ 20
3.5.2 Prosedur Evaluasi······················································ 20
3.5.3 Kriteria Penilaian dan Keberhasilan································· 22
DAFTAR PUSTAKA····································································24
LAMPIRAN··············································································· 25

v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Fluensi Primer···························································· 5
Tabel 2. Hasil Fluensi Sekunder·························································6
Tabel 3. Hasil Format S-Scale··························································· 6
Tabel 4. Langkah-langkah Metode MIDVAS········································· 16
Tabel 5. Rencana Terapi·································································· 18

vi
DAFTAR GAMBAR

vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Format Wawancara Gagap················································25
Lampiran 2. Tes Fluensi·································································· 28
Lampiran 3. Format S-Scale····························································· 32

viii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terapi Wicara adalah bentuk pelayanan kesehatan profesional berdasarkan
ilmu pengetahuan, teknologi dalam bidang bahasa, wicara, suara,
irama/kelancaran (komunikasi) dan menelan yang ditunjukkan kepada individu,
keluarga dan/atau kelompok untuk meningkatkan upaya kesehatan yang
diakibatkan oleh adanya gangguan/kelainan anatomis, fisiologis, psikologis dan
sosiologis ( PERMENKES RI No. 81 Tahun 2014 Pasal 1 tentang Standar
Pelayanan Terapi wicara ).
Terapis Wicara adalah seseorang yang telah lulus pendidikan terapis wicara
baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku ( PERMENKES RI No. 81 Tahun 2014 Pasal
1 tentang Standar Pelayanan Terapi wicara ).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan pada Pasal 1 ayat 6 Kompetensi adalah kemampuan yang
dimiliki seseorang Tenaga Kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan,
keterampilan, dan sikap profesional untuk dapat menjalankan praktik.
Bidang Garap Pelayanan Terapi Wicara meliputi gangguan bahasa,
gangguan wicara, gangguan suara, gangguan irama/kelancaran dan gangguan
menelan.
Salah satu pasien yang ditangani oleh terapis wicara adalah Gagap.
Menurut Peraturam Menteri Kesehatan Nomor 81 tahun 2014 Gagap adalah
ketidaklancaran pada saat bicara yang tidak sesuai dengan usia si pembicara dan
ketidaklancaran ini mempengaruhi irama, rata-rata kata yang diproduksi ketika
bicara dan menimbulkan suatu usaha yang kuat dari pembicara untuk dapat
berbicara lancar.
Pada tanggal 18 Februari 2021 dilakukan pengkajian terhadap klien
dengan diagnosis Gagap yang mengalami gangguan iram kelancaran di Kota
Padang usia 23 tahun. Diperoleh data bahwa klien masih berbicara secara gagap
dan sampailah pada penulisan proposal tersebut dengan judul “Efektifitas Metode

1
Midvas dalam Meningkatkan Kemampuan Irama/Kelancaran pada Klien Gagap
Usia 23 Tahun di Kota Padang”

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pengajuan proposal ini adalah untuk mengetahui
Efektivitas Midvas Untuk Meningkatkan Kemampuan Irama/Kelancaran pada
klien Gagap usia 23 Tahun Kota Padang.

2
BAB 2
LAPORAN DIAGNOSTIK
2.1 Identitas
Nama :I
Tanggal lahir / Umur : 2 Februari 1998 / 23
Alamat : Jln. Patenggangan Air Tawar
Anak ke : 2 dari 3 bersaudara
Nama Ayah / usia : M. S
Alamat : Padang Panjang
2.2 Keluhan
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada klien
diperoleh data bahwa klien berbicara gagap pada saat pasien tertekan, ketika
diajak bicara serius dan ketika marah.
2.3 Riwayat Kasus
2.3.1 Riwayat Medis
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada klien diperoleh
data bahwa klien tidak mengetahui faktor pasti terjadinya gagap tersebut.
Tetapi klien pernah berdiskusi dengan teman klien yang jurusan Psikologi dan
mengatakan bahwa klien pernah mengalami tekanan yang berat. klien pun
mengalami tekanan karena semasa kecil pada saat kelas 2 SD pada saat klien
mengalami tekanan berupa di bully sama teman-temannya yang menyebabkan
klien agak sedikit pendiam dan akhirnya mengalami kegagapan.
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya
gagap pada klien adalah faktor tekanan yang terjadi pada klien yang
diakibatkan dari faktor di bully oleh teman-teman pada saat kelas 2 SD.
2.3.2 Riwayat Layanan Terapi
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada klien.
Diperoleh data bahwa klien belum pernah melakukan terapi, baik terapi
wicara ataupun terapi yang lain.

3
2.4. Temuan Asesmen
2.4.1 Sindroma Bahasa
Beradasarkan hasil observasi yang diakukan untuk bahasa reseptif klien
diperoleh data bahwa bahasa reseptif klien normal, hal ini dapat dilihat ketika kien
berbicara dengan ibu klien paham apa yang dibicarakan. karena ketika ibu
meminta untuk mengambilkan air kepada klien, maka klien langsung bergerak
untuk mengambil air. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan diperoleh data
bahwa klien berbicara secara verbal tetapi dengan banyaknya pengehentian,
perngulangan dan perpanjangan bunyi huruf.
2.4.2 Sindrom Wicara
Beradasarkan hasil observasi yang dilakukan kepada klien didapatkan
secara kasat mata, tingkat kejelasan bicara klien itu jelas dan tidak ada gangguan
artikulasi berupa SODA yang dialami oleh pasien.
2.4.3 Sindrom Suara
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan kepada pasien didapatkan hasil
bahwa suara pasien terkesan normal dan tidak ada suara serak dan mengalami
hipernasal dan hiponasal. Kenyaringan suara klien yang terdengar nyaring dan
nada pasien terkesan normal atau tidak monoton.
Berdasarkan hasil tes yang dilakukan dengan cara meminta klien untuk
berbicara didapatkan hasil bahwa suara pasien ketika berbicara terkesan nyaring
dan tidak terdapat serak. Serta dilakukan tes dengan cara meminta klien
memegang hidung nya sendiri lalu meminta untuk melakukan bunyi vokal “a”
diperoleh data tidak ada getaran di hidung klien hal ini menandakan bahwa tidak
adanya hipernasal pada klien. Tes yang kedua dilakukan dengan cara yang sama
tapi yang kedua menggunakan bunyi konsonan “m” dan di peroleh data bahwa
adanya getaran pada hidung pasien. Hal ini menandakan pasien tidak mengalami
hiponasal. Tes selanjutnya diminta klien untuk bernada-nada dari do-re-mi-fa-sol-
la-si-do diperoleh data bahwa nada suara klien tidak monoton.

4
2.4.1 Gangguan Irama Kelancaran
2.4.4.1 Tes
a. Perilaku Primer
Tabel 1. Hasil Tes Fluensi Primer
Nama tes Tes Fluensi (primer)
Tujuan Untuk mengetahui speech rate dan indeks kegagapan klien.
Data Data yang dihasilkan dalam tes fluensi adalah dengan meminta
pasien membaca bacaan didapatkan bahwa jumlah kata yang
dibaca pada teks pertama adalah 117 kata yang dibaca dalam
waktu 65 detik.
Didapatkan data bahwa jumlah pengulangan sebanyak 6 kali,
penghentian sebanyak 11 kali dan perpanjangan sebanyak 1 kali
Pada tes kedua diminta pasien dengan cara meminta pasien
bercerita kegiatan sehari-hari didapatkan banyak ucapan
sebanyak 250 kata dalam waktu 184 detik.
Didapatkan data bahwa jumlah pengulangan sebanyak 15 kali,
penghentian sebanyak 13 kali dan perpanjangan sebanyak 3
kali.
Kesimpulan Berdasarkan data tersebut maka dapat dihitung adalah speech
rate, dan persentase kegagapan perilaku inti.
Speech rate dengan rumus jumlah waktu satu menit / jumlah
waktu dalam waktu baca X jumlah kata.
Membaca :
60/65 X 117 = 107 WPM
Untuk indeks kegagapan dapat dicari menggunakan rumus
indeks kegagapan ( penghentian, pengulangan, perpanjangan)/
seluruh kata X 100%
a. membaca
Perpanjangan : 1/117 X100% = 0,8%
Pengulangan : 6/117X 100% = 5%
Penghentian : 11/117X 100%= 9,4%
Total indeks kegagapan adalah 18/117X100% = 15 %
Berdasarkan data tes membaca dapat dihitung speech rate
dengan menggunakan rumus yang sama. Maka dapat dicari:
180/184 X 250=242 WPM

b. bercerita
Perpanjangan : 3/ 250 X 100% = 1,2%
Penghentian : 13/250 X 100% = 5,2%
Pengulangan : 15/250 X 100% = 6 %
Total indeks kegagapan : 31/250 X 250= 12,4%
Berdasarkan data diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan
speech rate klien saat membaca adalah 107 WPM, sedangkan untuk orang
dewasa kecepatan bicara pasien ketika membaca seharusnya 160 WPM.

5
Berdasarkan data tersebut menurut penulis kecepatan bicara klien lambat.
Sedangkan untuk kecepatan bicara klien ketika bercerita adalah 242 WPM.
Berdasarkan data tersebut kecepatan bicara pasien normal. Karena utuk klien
dewasa kecepatan bicara klien dewasa sekitar 220-410 WPM.
Berdasarkan perolehan data di atas dapat diambil kesimpulan klien
memiliki perilaku inti kegagapan pada saat bercerita dan pada saat membaca.
Pada saat bercerita terdapat perpanjangan 1,2%, penghentian 5,2%, pengulangan
6% dan indeks total kegagapan saat bercerita adalah . Pada saat membaca klien
mengalami perpanjangan 0,8%, Pengulangan 5%, Penghentian 9,4%
b. Perilaku Sekunder
Tabel 2. Tes Fluensi ( Perilaku Sekunder)
Nama Tes Tes Kemampuan Fluensi ( sekunder)
Tujuan Untuk mengetahui apakah ada gangguan penyerta pada klien
atau tidak.
Data Perilaku motorik pasien:
a. mata ( menutup mata dan melirik keatas)
b. Tidak ada gerakan pada hidung
c. Tidak ada gerakan pada dahi
d. Gerakan kepala ( bergerak ke bawah )
e. Tidak ada gerakan pada bibir
f. Tidak ada gerakan pada lidah
g. Rahang ( rahang terbuka )
h. Tangan ( mengepalkan tangan )
i. Kaki ( menggerakan jari kaki)

Perilaku fisiologi pasien:


a. Pernapasan ( napas terhenti )
b. Tidak ada gangguan pada fonasi
c. Pengelakan
Primer ( starter dan retrial)
Sekunder ( jarang berkomunikasi atau tidak berbicara sama
sekali)
kesimpulan Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa pasien
memiliki perilaku sekunder yang menyertai kegagapan pasien.

c. Feeling dan attitude


Tabel 3. hasil format S-Scale
Nama Tes Format modifikasi S-Scale
Tujuan Untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan feel attitude
pada klien.

6
Data :
No Pertanyaan Iya Tidak Skor
1 Saya memberikan kesan yang menyenangkan √ 0
ketika berbicara.
2 Mudah bagi saya untuk berbicara dengan √ 1
semua orang.
3 Mudah bagi saya untuk melihat ke lawan √ 1
bicara, ketika bicara pada suatu
group/kelompok.
4 Guru saya atau atasan saya merupakan orang √ 0
yang sulit untuk diajak berbicara
5 Ide dimana saya harus berbicara di depan √ 1
publik umum) membuat saya takut.
6 Ada beberapa kata yang sangat sulit saya √ 1
ucapkan
7 Saya lupa tentang diri saya, tidak lama saya √ 1
mulai memberikan sambutan/ceramah
8 Saya mudah berbaur √ 0
9 Lawan bicara saya terlihat tidak nyaman √ 0
ketika saya berbicara kepada mereka.
10 Saya tidak suka memperkenalkan diri √ 0
seseorang kepada lainnya
11 Saya sering bertanya ketika sedang dalam √ 1
diskusi kelompok
12 Mudah bagi saya untuk mengontrol suara √ 1
saya ketika berbicara
13 Saya tidak memiliki masalah bicara di √ 1
depan publik (umum).
14 Saya jarang menyampaikan keberatan saya √ 1
terhadap mengerjakan pekerjaan yang saya
tidak suka
15 Suara saya ketika berbicara sangat √ 1
menyenangkan untuk di dengar
16 Terkadang saya malu dengan cara saya √ 1
berbicara.
17 Saya menghadapi situasi bicara dengan √ 1
percaya diri.
18 Ada beberapa orang yang dapat saya ajak √ 0
bicara dengan mudah.
19 Saya lebih dapat berbicara dari pada √ 0
melalui tulisan
20 Saya sering merasa gugup Ketika berbicara √ 0
21 Saya sulit berbicara dengan orang yang √ 0
baru saya kenal
22 Saya merasa cukup percaya diri dengan √ 1
kemampuan bicara saya.
23 Seandainya saja saya dalam mengatakan √ 0
hal-hal seperti yang lainnya.

7
24 Walaupun saya tahu jawabannya yang √ 1
benar, saya sulit menjawab, karena takut
untuk berbicarta.

Skor 14

Berdasarkan data diatas maka penulis memberikan nilai 1 pada kriteria perilaku
yang tertutp dan poin nol untuk kriteria perilaku yang terbuka. Jadi berdasarkan
penghitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa klien berada pada tingkat
several-moderet.
Dalam bukunya Kenneth memaparkan “Stuttering is a debilitating handicap that
can cause feelings of great pain, anguish, and frustration. The person who stutters
may be corrected, teased, ridiculed, mocked, chastised, avoided, isolated, pitied,
or scorned because of the speech disorder. He or she is likely to experience
negative feelings and attitudes as a result of the communication difficulty.
Erickson (1969) developed the S-Scale, a 39-item form used to assess stutterers’
attitudes about various speaking situations.This scale was later modified into a
24-item scale by Andrews and Cutler (1974) so that it could be readministered
across time to assess progress.” (Kenneth & Julie, 2016 : 388)
Artinya: Gagap adalah kecacatan yang melemahkan yang dapat menyebabkan
perasaan sangat sakit, sedih, dan frustrasi. Orang yang gagap dapat dikoreksi,
diejek, dicaci, dihindari, diasingkan, dikasihani, atau dicemooh karena gangguan
bicara. Dia kemungkinan besar akan mengalami perasaan dan sikap negatif
sebagai akibat dari kesulitan komunikasi. Erickson (1969) mengembangkan
Skala-S, bentuk 39 item yang digunakan untuk menilai sikap orang gagap tentang
berbagai situasi berbicara. Skala ini kemudian diubah menjadi skala 24 item oleh
Andrews dan Cutler (1974) sehingga dapat dikelola kembali sepanjang waktu
untuk menilai kemajuan.

2.4.4.2 Observasi
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis kepada klien
diperoleh data bahwa pada saat wawancara dilakukan kepada klien diperoleh data

8
bahwa perilaku sekunder saat gagap adalah klien menutup mata dan mata melirik
keatas.

2.4.4.3 Wawancara
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada klien,
diperoleh data bahwa klien mengalami gagap pada kata yang diawali dengan
konsonan tertentu itu seperti /t/, /d/, /b/, /p/, dan pada kondisi marah, serius,
tertekan. Ketika klien merasakan kegagapan maka klien akan terdiam untuk
menghindari sikap gagap yang berlebihan pada klien.

2.4.5 Menelan
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, di peroleh data bahwa tidak
ada gangguan menelan pada klien, hal ini dapat dilihat ketika klien makan
gorengan dan klien pun tidak tersedak atau pun mengalami sulit menelan.

2.4.6 Data Lain yang Relevan


a. Kondisi Umum
a) Motorik kasar
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis kepada klien
diperoleh data bahwa motorik kasar pasien tidak mengalami gangguan
karena pada saat berjalan dan mengayunkan tangan terkesan normal
dan tidak ada gangguan.
b) Motorik halus
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan ketika pasien
mengambil minum untuk ibu pasien. Pasien bisa memegang minuman
tersebut dengan kuat tanpa terjatuh.
c) Visiomotor koordinasi
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis kepada
klien diperoleh data bahwa koordinasi visiomotor klien bagus hal ini
terbukti dengan klien mengambil gorengan dari piring dan menyuapnya
ke mulut

9
d) Keseimbangan
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis kepada
klien diperoleh data bahwa klien mampu berjalan seimbang saat
membawa air minum untuk ibu klien.

e) Lateralisasi
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis kepada
klien diperoleh data bahwa klien lebih cendrung menggunakan tangan
kanan dibandingkan tangan kiri. Hal ini dapat dilihat ketika klien
menulis dan membawa air menggunakan tangan kanan.

b. Kemampuan Sensorik
a) Pendengaran
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan kepada klien
diperoleh data bahwa pendengaran klien tidak mengalami masalah. Hal
ini terlihat ketika penulis mengajak berbicara kepada klien dan klien
mampu menjawab dengan baik.
b) Penglihatan
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis kepada
klien diperoleh data bahwa penglihatan pasien tidak mengalami
gangguan, hal ini dapat dilihat dari klien bisa mengenali wajah terapis
pada saat pertama kali bertemu

c) Taktil kinestetik
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh penuis kepada
klien diperoleh data bahwa klien mampu merasakan sensasi panas
ketika hendak mengambil gorengan.

10
2.4.7 Data Ahli Lain yang Relevan
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada klien,
diperoleh data bahwa klien tidak pernah melakukan terapi ataupun pemeriksaan
ahli lainya.

2.5 Analisa Data


Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada klien
diperoleh data bahwa klien mengalami kegagapan karena faktor tekanan yang
terjadi pada klien yang diakibatkan dari faktor di bully oleh teman-teman pada
saat kelas 2 SD.
Data diatas sesuai dengan Indah dalam buku Gangguan Berbahasa (2017 :71)
yang mengatakan bahwa penyebab gagap belum diketahui secara pasti namun,
ada hal-hal yang dianggap berperan misalnya faktor stress, pendidikan yang
terlalu keras, adanya kerusakan pada belahan otak, dan faktor neunatik famial.

Berdasarkan hasil tes kemampuan fluensi yang telah dilakukan oleh


penulis kepada klien diperoleh datal bahwa ketika saat membaca kecepatan bicara
klien adalah 107 WPM. Untuk indeks kegagapan ketika waktu membaca adalah
perpanjangan 0,8 %, pengulangan 5 %, penghentian 9,4% dan untuk indeks total
kegagapan adalah 15%.

Berdasarkan hasil tes kemampuan fluensi yang telah dilakukan oleh


penulis kepada klien diperoleh data bahwa ketika klien diminta untuk bercerita
spontan kecepatan bicara klien adalah 242 WPM. perilaku inti kegagapan pada
saat bercerita dan pada saat membaca. Pada saat bercerita terdapat perpanjangan
1,2%, penghentian 5,2% dan pengulangan 6%. Pada saat membaca klien
mengalami perpanjangan 0,8%, Pengulangan 5%, Penghentian 9,4%
Menurut Van Riper (1971, 1982) dalam theodore (1991: 10) who uses it to
describe the basic behaviours of stuttering, wich include repetition, prolongation,
and block. These are the stuttering behaviours that seem involuntary to the
stutterer, as tough they were out of his control. They contrast with secondary

11
behaviors “ that stutterer has developed as a learned reaction to the basic
behaviour.
Artinya : yang menggunakan untuk mengambarkan perilaku dasar gagap, yang
meliputi pengulangan, perpanjangan, penghentian. Ini adalah yang tampak tidak
sengaja oleh si gagap, seolah-olah di luar kendalinya mereka bertolak belakang
dengan perilaku sekunder yang dikembangkan oleh si gagap sebagai reaksi yang
di pelajari terhadap pelaku
Berdasarkan hasil tes fluensi yang telah dilakukan untuk menngamati
perilaku sekunder klien didapatkan hasil Perilaku motorik klien mata ( menutup mata
dan melirik keatas), Tidak ada gerakan pada hidung, Tidak ada gerakan pada dahi,
Gerakan kepala ( bergerak ke bawah ), Tidak ada gerakan pada bibir, Tidak ada gerakan
pada lidah, Rahang ( rahang terbuka ), Tangan ( mengepalkan tangan ), Kaki
( menggerakan jari kaki). Perilaku fisiologi pasien Pernapasan ( napas terhenti ),Tidak
ada gangguan pada fonasi, Pengelakan , Primer ( starter dan retrial), Sekunder ( jarang
berkomunikasi atau tidak berbicara sama sekali)
Menurut Guitar, (2013) I divide secondary behaviors into two broad
classes: escape behaviors and avoidance behaviors. The terms "escape" and
"avoidance" are borrowed from behavioral learning literature. Briefly, escape
behaviors occur when a speaker is stuttering and attempts to terminate the stutter
and finish the word. Common examples of escape behaviors are eye blinks, head
nods, and interjections of extra sounds, such as "uh," which are often followed by
the termination of a stutter and are therefore reinforced. Avoidance behaviors, on
the other hand are learned when a speaker anticipates stuttering and recalls
negative experiences he has had when stuttering. To avoid stuttering and the
negative experience that it entails, he often resorts to behaviors he has used
previously to escape from moments of stuttering-eye blinks or "uhs," for example.
Or, he may ry something different, such as changing the word he was planning to
say.
Artinya : Guitar (2013) membagi dua perilaku sekunder menjadi dua kelas
besar yaitu perilaku melarikan diri dan perilaku menghindar. Istilah melarikan diri
dan penghindaran dipinjam dari literatur pembelajaran perilaku. Singkatnya

12
perilaku melarikan diri terjadi ketika pembicara gagap dan mencoba
menghentikan gagapnya dan menyelesaikan kata. Contoh umum dari perilaku
melarikan diri adalah kedipan mata, anggukan kepala serta interjeksi suara ekstra
seperti “uh” Perilaku menghindari dipelajari ketika pembicara mengantisipasi
gagap dan mengingat pengalaman negatif yang di timbulkanya, dia sering
menggunakan perilaku yang sudah pernah dia lakukan sebelumnya.
Berdasarkan data S-Scale klien mendapatkan total skor S-Scale sebanyak
14 dan dari data tersebut klien masuk dalam level moderet - several.
Dalam bukunya Kenneth memaparkan “Stuttering is a debilitating handicap that
can cause feelings of great pain, anguish, and frustration. The person who stutters
may be corrected, teased, ridiculed, mocked, chastised, avoided, isolated, pitied,
or scorned because of the speech disorder. He or she is likely to experience
negative feelings and attitudes as a result of the communication difficulty.
Erickson (1969) developed the S-Scale, a 39-item form used to assess stutterers’
attitudes about various speaking situations.This scale was later modified into a
24-item scale by Andrews and Cutler (1974) so that it could be readministered
across time to assess progress.” (Kenneth & Julie, 2016 : 388)
Artinya: Gagap adalah kecacatan yang melemahkan yang dapat menyebabkan
perasaan sangat sakit, sedih, dan frustrasi. Orang yang gagap dapat dikoreksi,
diejek, dicaci, dihindari, diasingkan, dikasihani, atau dicemooh karena gangguan
bicara. Dia kemungkinan besar akan mengalami perasaan dan sikap negatif
sebagai akibat dari kesulitan komunikasi. Erickson (1969) mengembangkan
Skala-S, bentuk 39 item yang digunakan untuk menilai sikap orang gagap tentang
berbagai situasi berbicara. Skala ini kemudian diubah menjadi skala 24 item oleh
Andrews dan Cutler (1974) sehingga dapat dikelola kembali sepanjang waktu
untuk menilai kemajuan.
Menurut kriteria diagnostik gagap menurut DSM 4 kelancaran normal
dan pada waktu bicara tidak sesuai dengan usia dan kemampuan bahasa individu
menetap sepanjang waktu ( pada kebanyakan kasus) dan ditandai dengan sering
adanya salah satu atau lebih hal berikut:
1. Pengulangan bunyi dan suku kata

13
2. Perpanjangan kata baik vokal maupun konsonan
3. Kata-kata yang putus
4. Penghentian diam-diam atau terdengar ( penghentian terisi atau tidak terisi
dalam berbicara)
5. Penggunaan terlalu banyak kata-kata yang tidak perlu ( penggantian kata
untuk menghindari kata yang menyulitkan )
6. Kata-kata yang di produksi dari ketegangan fisik yang berlebihan
7. Pengulangan keseluruhan kata yang bersuku kata.
8. Kecemasan tentang gejala 1-8 menyebabkan penghindaran yang
berhubungan dengan situasi berbicara.
2.6 Kesimpulan
2.6.1 Diagnosa
Berdasarkan semua data yang ditemukan didapatkan kesimpulan bahwa
diagnosa klien adalah Gagap.
2.6.2 Sindroma
Adapun sindrom yang mendukung diagnosa tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kecepatan bicara sewaktu membaca lambat
2. Terdapat perilaku inti kegagapan seperti penghentian,
pengulangan dan perpanjangan kata
3. Terdapat perilaku sekunder gagap
4. S-Scale kategori several-moderet
2.6.3 Prognosa
1. Klien memiliki pronosis : sedang
2. klien memiliki modalitas :
a. Klien memiliki keinginan yang kuat untuk belajar.
b. Klien memiliki dukungan dari orang tua untuk klien bisa sembuh
3.Klien memiliki limitasi
a. Kurang percaya diri ketika berbicara dengan orang baru
b. Kurang percaya diri karena kegagapan yang dimiliki

14
BAB 3
PERENCANAAN TERAPI
3.1 Tujuan Jangka Panjang dan Tujuan Jangka Pendek
Jangka Panjang Jangka Pendek
Tujuan Jangka Panjang Tujuan Jangka Pendek
1. Meningkatkan kemampuan klien Meningkatkan kemampuan klien dalam
dalam mengurangi perilaku inti berupa mengurangi perilaku inti berupa
pengulangan, penghentian, dan penghentian, perpanjangan dan
perpanjangan pengulangan saat diminta penulis
2. Meningkatkan kemampuan klien membaca paragraf dengan benar tanpa
dalam berkomunikasi dengan baik tanpa bantuan
adanya perilaku sekunder.
3. Meningkatkan kemampuan klien
dalam berkomunikasi dalam situasi
apapun dan dengan siapapun.
Program Jangka Panjang Program Jangka Pendek
1. Melatih kemampuan klien dalam Melatih kemampuan klien dalam
mengurangi perilaku inti berupa mengurangi perilaku inti berupa
pengulangan, penghentian, dan penghentian, perpanjangan dan
perpanjangan. pengulangan saat diminta penulis
2. Meningkatkan kemampuan klien membaca paragraf dengan benar tanpa
dalam berkomunikasi dengan baik tanpa bantuan.
adanya perilaku sekunder.
3. Meningkatkan kemampuan klien
dalam berkomunikasi dalam situasi
apapun dan dengan siapapun.

3.2 Frekuensi dan Durasi Terapi


a.Frekuensi
Terapi akan dilakukan sebanyak 5 kali dalam seminggu dan ditambah 1 kali
untuk evaluasi
b.Durasi
Dalam satu kali sesi terapi akan dilakukan selama 45 menit, satu kali
pertemuan yang terdiri dari : pembukaan, kegiatan inti dan penutup.
c.Tempat Pelaksanaan
Terapi akan dilaksanakan di Kota Padang.
3.3 Metode Terapi
3.3.1 Nama Metode
Metode yang digunakan dalam proposal ini adalah MIDVAS. Stuttering
modification adalah dignakan untuk melatih penggagap untuk mengubah cara

15
kegagapannya. Van Riper merupakan pemarkasa paling terkenal dari pendekatan
stuttering modification, pendekatan ini sering disebut pendekatan MIDVAS.
MIDVAS sendiri merupakan singkatan dari moticasi, identifikasi, desensitasi,
variasi, aproksimasi, stabilisasi.

3.3.2. Tujuan Metode


Stuttering modification adalah dignakan untuk melatih penggagap untuk
mengubah cara kegagapannya.
3.3.3. Langkah-langkah metode
Tabel 4. Langkah-langkah metode
Tahap Respon Prosedur
Motivasi Menyiapkan emosi dan mental 1. Klien memberitahukan
terapis tentang
klien untuk siap mengikuti
kegagapan
proses terapi 2. Mendiskusikan perasaan
klien
3. Menjelaskan tentang
pelaksanaan terapi
Idenntifikasi Menjelaskan dan membantu 1. Klien menjelaskan
kegagapan secara
klien dalam mengetahui
detail
bentuk kegagapan dan mental 2. Penugasan kepada klien
untuk mengamati
emosi yang disarankan ketika
reaksi lawab bicara
gagap
desensitisasi Mengurangi ketakutan kien, 1. Freezing; klien diminta
bicara/membaca. Ketika
frustasi, dan malu karena
muncul perilaku inti,
gagap. terapis mengatakan
freeze. Saat terapis
Desentisasi artinya
mengatakan freeze, klien
memberikan ransangan yang harus meneruskan
kegagapannya sampai
membuat takut atau cemas,
terapis mengatakan lanjut.
sampai klien tidak merasa Proses ini dilakukan dari
tahap mudah hingga sulit,
takut atau cemas
artinya frekuensi dan
durasi semakin lama
semakin meningkat
2. Pseudostuttering; klien

16
diminta berpura-pura
gagap di depan terapis.
Dimulai dari kata yang
ditakuti. Tahap awal
dilakukan di ruang terapi.
Reaksi terapis harus tetap
tenang ketika klien pura-
pura gagap. Secara
bertahap klien harus pura-
pura gagap di depan orang
lain, untuk dapat belajar
bagaimana menerima
kegagapannya.Ketika
emosi negatif klien
berkurang terhadap
kegagapannya dan reaksi
lawab bicaranya, maka
tahap selanjutnya
dilakukan.
variasi Mengajarkan klien untuk Meminta klien untuk
mengubah pola gagapnya mengeksplor berbagai cara
gagap didepan umum dimulai
dari ruang terapi.
aproksimasi Mengajarkan klien 1. Cancellation; ketika klien
gagap dalam
mengurangi kegagapan dengan
menyebutkan sebuah kata,
gaya baru klien diminta untuk
berhenti beberapa detik
dan mengulanginya lagi
dengan santai. Klien harus
dalam kondisi yang
tenang. Hal ini terus
diulang-ulang hingga
klien dapat dengan
sendirinya melakukan
teknik ini
2. Pull out; ketika klien
gagap, minta klien untuk
mengubah kegagapan;
biarkan klien menarik diri
dengan cara
memperlambat produksi
kata dengan cara yang
halus dan lembut

17
3. Preparatorysets; ini
merupakan langkah
terakhir dari tahap variasi.
Ketika individu
menyadari situasi dan kata
yang ditakuti, maka klien
harus mempersiapkan diri
dengan perilaku bicara
baru yang telah dipelajari
sebelumnya. Klien harus
dalam kondisi tenang
stabilisasi Membantu klien menjadi Menerapkan tekhnik yang
terapis untuk dirinya sendiri dipelajari sebelumnya

3.4. Rencana Terapi


Tabel 5. Tabel Rencana Terapi
Sesi #1 Aktivitas
Tanggal : Pembukaan : salam dan perkenalan diri
Durasi : 45 menit Inti :
Tujuan harian : 1. Klien memberitahukan terapis
 Performance : agar klien mampu tentang perasaan klien saat
mengeluarkan perasaan mengenai berbicara
kesulitan klien
 Condition : saat diminta Pentup : salam
menceritakan
 Criteria : tanpa ada perasaan takut
dan cemas
Program Harian #1
Materi terapi : menceritakan kesulitan
klien dan klien termotivasi untuk terapi
Alat terapi :
1. Buku
2. Pena
3. Perekam suara
Jenis reinforcement : pujian
Schedul reinforcement : saat klien setelah
menceritakan kesulitan tanpa rasa takut.
Sesi #2 aktivitas
Tanggal : Pembukaan : salam dan berdoa
Durasi : 45 menit Inti :
Tujuan harian : 1. Klien menjelaskan kegagapan
 Performance : agar klien secara detail
mengeluarkan perasaan mengenai 2. Mendiskusikan perasaan klien
kesulitan berbicara dengan terapis
 Condition : saat diminta bercerita 3. Menjelaskan tentang pelaksanaan

18
 Criteria : tanpa ada perasaan takut terapi
dan cemas Pentup : doa
Program Harian #2
Materi terapi : mendiskusikan perasaan
klien dengan terapis dan menjelaskan
tentang pelaksanaan terapi
Alat terapi :
1. Buku
2. Pena
3. Perekam suara

Jenis reinforcement : kalimat pujian


Schedul reinforcement : saat klien selesai
mendiskusikan perasaan dengan terapis
tanpa rasa takut
Sesi #3 aktivitas
Tanggal : Pembukaan :
Durasi : 45 menit Salam dan berdoa
Tujuan harian : Inti :
 Performance : agar klien mampu 1. Meminta pasien membaca teks
mengetahui karakteristik kegagapan bacaan
 Condition : saat diminta membaca 2. Mengidentifikasi karakteristik gagap
 Criteria : tanpa diberi bantuan klien
Program Harian #3
Materi terapi : mengidentifikasi Pentup : salam dan doa
karakteristik kegagapan klien pada saat
membaca
Alat terapi :
1. Paragraf bacaan
2. Perekam suara
3. Stopwatch
Jenis reinforcement : kalimat pujian
Schedul reinforcement : ketika klien
mampu melakukan sesuai target terapi
Sesi #4 aktivitas
Tanggal : Pembukaan : salam dan doa
Durasi : 45 menit Inti :
Tujuan harian : 1. Meminta klien bercerita
 Performance : agar klien mampu 2. Mengidentifikasi karakteristik
mengetahui karakteristik kegagapan kegagapan klien saat bercerita
 Condition : saat diminta bercerita
 Criteria :
Program Harian #4 Pentup : salam dan mengucapkan
Materi terapi : mengidentifikasi alhamdulillah
karakteristik kegagapan pada saat
bercerita
Alat terapi :
1. Stopwatch
2. Perekam suara
Jenis reinforcement : kalimat pujian

19
berupa bagus
Schedul reinforcement : saat target terapi
sudah terpenuhi
Sesi #5 aktivitas
Tanggal : Pembukaan : salam dan pembukaan
Durasi : 45
Tujuan harian : Inti :
 Performance : agar klien dapat 1. Meminta klien untuk berkomunikasi
mengetahui karakteristik kegagapan dengan orang baru
pada saat percakapan dengan orang 2. Mengidentifikasi kegagapan saat
abru berkomunikasi dengan orang baru
 Condition : saat diminta Pentup : salam dan mengucapkan
berkomunikasi alhamdulillah.
 Criteria :
Program Harian #5
Materi terapi : melakukan identifikasi
karakteristik kegagapan klien pada saat
berkomunikasi dengan orang baru

Alat terapi :
1. buku
2. Pena
3. Perekam suara
4. Stopwatch

Jenis reinforcement : kalimat pujian


Schedul reinforcement : ketika klien
mampu mencapai target terapi

3.5 Perencanaan Evaluasi


3.5.1. Tujuan Evaluasi
3.5.1.1 Evaluasi Tujuan Jangka Pendek
Untuk mengevaluasi apakah terjadi perubahan nilai sebelum (pretest) dan
sesudah terapi (post-test) serta melihat apakah tujuan jangka pendek tercapai atau
tidak.
3.5.1.2 Evaluasi Tujuan Harian
Mengetahui tujuan harian tercapai atau tidak.
3.5.2. Prosedur Evaluasi
3.5.2.1 Prosedur Evaluasi Tujuan Jangka Pendek
Melatih kemampuan klien dalam mengurangi perilaku inti berupa
penghentian, perpanjangan dan pengulangan saat diminta penulis membaca
paragraf dengan benar tanpa bantuan.

20
3.5.2.1.1 Sebelum Terapi
no materi respon Sebelum terapi
1 menceritakan kesulitan Belum dilakukan 0
klien dan klien
termotivasi untuk
terapi

2 mendiskusikan Belum dilakukan 0


perasaan klien dengan
terapis dan
menjelaskan tentang
pelaksanaan terapi
3 mengidentifikasi Belum dilakukan 0
karakteristik
kegagapan klien pada
saat membaca

4 mengidentifikasi Belum dilakukan 0


karakteristik
kegagapan pada saat
bercerita
5 melakukan identifikasi Belum dilakukan 0
karakteristik
kegagapan klien pada
saat berkomunikasi
dengan orang baru

3.5.2.1.2 Sesudah Terapi


no materi respon Sebelum terapi
1 menceritakan kesulitan Belum dilakukan 0
klien dan klien
termotivasi untuk
terapi

2 mendiskusikan Belum dilakukan 0


perasaan klien dengan
terapis dan
menjelaskan tentang
pelaksanaan terapi
3 mengidentifikasi Belum dilakukan 0
karakteristik
kegagapan klien pada
saat membaca

4 mengidentifikasi Belum dilakukan 0


karakteristik
kegagapan pada saat
bercerita
5 melakukan identifikasi Belum dilakukan 0

21
karakteristik
kegagapan klien pada
saat berkomunikasi
dengan orang baru

3.5.3 Kriteria Penilaian dan Keberhasilan


3.5.3.1 Kriteria Penilaian dan Keberhasilan Tujuan Jangka Pendek
3.5.3.1.1. Kriteria Penilaian
Melatih kemampuan klien dalam mengurangi perilaku inti berupa
penghentian, perpanjangan dan pengulangan saat diminta penulis membaca
paragraf dengan benar tanpa bantuan.
a. Untuk menentukan jenis kegagapan yang dilakukan penulis
membuat kriteria respon sebagai berikut :
1) Pengulangan : saat klien memproduksi kembali bunyi suku kata,
kemudian penulis akan mencatat pada kolom pengulangan.
2) Perpanjangan : saat klien memproduksi ujaran dengan
perpanjangan bunyi, maka penulis akan mencatat di kolom
perpanjangan.
3) Penghentian : terputus alur ujaran pada saat klien memproduksi
kalimat posisi awal, tengah maupun akhir.

b. Kriteria Pindah Tahap


1) Apabila klien telah memiliki motivasi atau telah menyadari
bahwa klien mengalami gangguan irama/kelancaran dan klien
memiliki keinginan untuk diterapi. Dilanjutkan tahap
identifikasi.
2) Apabila klien telah mampu mengidentifikasi bentuk-bentuk
kegagapannya baik perilaku inti maupun sekunder maka
penanganan dapat dilanjutkan pada tahap selanjutnya yaitu tahap
Desensitisasi

22
3) Apabila klien dapat mengetahui perasaan takut pada saat situasi
kegagapan berkurang, saat bercakapan, bercerita, menelpon
maka penanganan dapat dilanjutkan pada tahap variasi
4) Apabila klien mampu memodifikasi, menerapkan kegagapan
dengan respon baru, maka penanganan dapat dilanjutkan pada
tahap aproksimasi
5) Apabila klien mampu menstabilkan kelancaran bicara dari
teknik stuttering (gagap) pull-out maka penanganan telah
selesai dilaksanakan.
c. Cara menghitung kriteria keberhasilan
1) Hitung persentase dengan menggunakan rumus frekuensi
jumlah indeks kegagapan dibagi seluruh kata di kali 100%
2) Hitung persentase pre-test dengan cara menghitung persentase
gagap sebelum dilakukan terapi.
3) Hitung persentase post-test dengan cara menghitung persentase
gagap sesudah di terapi

3.5.3.1.2 kriteria keberhasilan


Berdassarkan prosedur diatas maka penulis membuat kriteria
keberhasilan sebagai berikut :
a) Berhasil : apabila terjadi peningkatan sebesar 15-20%
b) Cukup berhasil : apabila terjadi peningkatan sebesar 10-14%
c) Tidak berhasil : apabila terjadi peningkatan < 10%

23
DAFTAR PUSTAKA

Guitar, B. (2013). Stuttering: An Integrated Approach to Its Nature and

Treatment. Lippincott Williams & Wilkins.

Shipley, Kennet G. 2016. ASSESMEN in Speech-language pathology: a resource

manual. Engglish: Boston.

Peter, theodore j dan Barry guitar. 1991. Stuttering An Integrated Apprroach to

Its Nature and Treatment. Mariland : Wiliam & Wilkins.

American Psychiatric Association. (1994). Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorders DSM-IV (4th ed.). American Psychiatric Association.

24
Lampiran

Lampiran. 1 Format Wawancara Gagap

25
26
27
Lampiran 2. Tes Fluensi

28
29
30
31
Lampiran 3. Format S-Scale

32
33
34

Anda mungkin juga menyukai