KEWARGANEGARAAN
Kelompok 2 :
Wahana Mulyaning Galih (195090500111041)
Tiara Diva Adiputri Wlantari (195090500111058)
Matius Albert Anggaraksa (195090500111064)
Abi Wildan Ghilmanul Faqih (195090507111041)
Beliana Putri Permatasari (195090507111051)
JURUSAN STATISTIKA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN 2
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan dan Manfaat Pembahasan 3
2 PEMBAHASAN 5
2.1 Pengertian Korupsi dan Sejarah Korupsi di Indonesia 5
2.2 Perilaku Koruptif (Lembaga Negara dan Warga Negara) 13
2.3 UU TIPIKOR (Bentuk - Bentuk Kejahatan Korupsi) 16
2.3.1 Kerugian Keuangan Negara 17
2.3.2 Suap-menyuap 19
2.3.3 Penggelapan dalam Jabatan 23
2.3.4 Pemerasan 25
2.3.5 Perbuatan Curang 26
2.3.6 Benturan Kepentingan dalam Pengadaan 28
2.3.7 Gratifikasi 28
2.4 Perbandingan Korupsi di Indonesia dan negara lain 30
2.5 Strategi Pemberantasan Korupsi 36
1.1.1 Peningkatan Integritas dan Etika Penyelenggara Negara 37
1.1.2 Pemantapan dan Percepatan Reformasi Birokrasi 38
1.1.3 Pembangunan Budaya Anti Korupsi Masyarakat 41
1.1.4 Penegakan Hukum yang Tegas, Konsisten, dan Terpadu 42
2.6 Studi Kasus: Korupsi Dana Bansos Covid-19 43
3 PENUTUP 46
3.1 Kesimpulan 46
3.2 Saran 46
1
1 PENDAHULUAN
2
2. Bagaimana perilaku koruptif baik pada lembaga negara maupun
warga negara
3. Bagaimana pengaturan Tindak Pidana Korupsi dalam hukum
pidana di Indonesia
4. Bagaimana perbandingan tindak pidana korupsi di Indonesia
dengan negara lain
5. Bagaimana strategi pemberantasan korupsi yang diterapkan dalam
upaya mengurangi tindak pidana korupsi
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran di
bidang ilmu kewarganegaraan pada umumnya dan tindak
pidana korupsi pada khususnya
3
b. Dapat bermanfaat sebagai literatur dan bahan informasi ilmiah
dalam konteks kasus tindak pidana korupsi
c. Dapat dipakai sebagai acuan terhadap makalah-makalah
sejenis berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil pembahasan ini diharapkan dapat memberikan masukan
bagi semua pihak yang berkepentingan dan menjawab
permasalahan yang sedang diteliti.
b. Meningkatkan daya penalaran, daya kritis, dan membentuk
pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan
penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh.
c. Dapat memperkaya wacana keilmuan terkait Tindak Pidana
Korupsi khususnya di Indonesia
4
2 PEMBAHASAN
5
sanksi pidana karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana
korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
6
Tindak pidana korupsi tidak saja terbatas di sektor publik, namun juga
di sektor swasta dan bahkan lembaga dan perusahaan internasional yang
beroperasi di suatu negara. Patut dicatat bahwa di Indonesia, definisi
korupsi terbatas untuk sektor publik mengingat demikianlah batasan definisi
korupsi sesuai dengan UU Antikorupsi (UU no 31/1999 jo UU 20/2001).
Sesuai dengan UNCAC (United National Convention Against Corruption)
definisi korupsi tidak saja mencakup korupsi di sektor publik, namun juga di
sektor swasta maupun lembaga/organisasi/perusahaan asing yang beroperasi
di suatu negara. Bahkan the Bribery Act di Inggris mampu menjerat
koruptor dan praktik korupsi yang terjadi di luar wilayah geografi Inggris,
selama individu/lembaga asing tersebut memiliki hubungan kerja dengan
pemerintah/lembaga yang berafiliasi dengan Inggris.
7
keraton, bupati, pengawas pengairan, jagal, pencatat penduduk,
penarik pajak, kepala desa, dan lain sebagainya telah berdiri sendiri
dalam keuangan.
2. Korupsi pada masa VOC
VOC adalah sebuah asosiasi dagang yang pernah
menguasai dan memonopoli perekonomian nusantara, asosiasi ini
bahkan bertindak sebagai “pemerintah” yang mengatur dan
berkuasa atas wilayah nusantara, praktek dagang yang di
kembangkan sangat monopolis, sehingga hubungan dagang
diwarnai kecurangan dan persengkongkolan yang cenderung
korup, karena tingginya tingkat korupsi di dalam tubuh VOC
hingga mengalami kebangkrutan.
Di tahun 1799 asosiasi dagang VOC (Verenigde oost
Indische Compagnie) yang di plesetkan dengan Vergaan onder
Corruptie, runtuh lantaran korupsi, Gubernur Antonio van Diemen
menyurati Heeren XVII tentang parahnya korupsi di tubuh VOC,
di samping sistem perekonomian yang monopolik yang cenderung
korup, korupsi di tubuh VOC juga diakibatkan korupsi yang terjadi
di lingkungan pegawai VOC, gaji pegawai VOC yang sangat
rendah yang berkisar antara 16-24 gulden perbulan, tidak sesuai
dengan gaya hidup batavia pada saat itu, kesenjangan gaji yang
diterima para pegawai VOC dan birokrasi VOC telah
mengakibatkan tingkat korupsi yang begitu tinggi. Pasalnya gaji
yang diterima gubernur jenderal berkisar antara 600-700 gulden,
bandingkan dengan gaji pegawai yang terlalu minim.
VOC zaman itu hanya memberikan gaji nominal, sekedar
uang pengikat. Seorang Gubernur Pantai Utara Jawa, misalnya
hanya digaji 80 gulden sebulan. Oleh sebab itu, kebanyakan di
antaranya melakukan praktik curang. Mereka harus berdagang
demi kepentingan majikannya, justru berusaha berdagang demi
keuntungan sendiri.
8
Menurut penuturan seorang komisioner VOC, Dirk van
Hogendorp (1761-1822), ia melihat sendiri pungutan yang diambil
oleh pejabat VOC banyak berasal dari denda barang-barang yang
overweight (melampaui batas) milik orang-orang China dan Jawa,
keuntungan penjualan opium, hadiah-hadiah dan sebagainya.
Dirk dikutip Sri Margana dalam buku Korupsi Dalam
Silang Sejarah Indonesia (2016) menyebutkan jenis-jenis hadiah
yang didapat dari para pejabat pribumi, bupati, misalnya hadiah
pada penunjukkan pejabat baru, hadiah setiap tahun baru, hadiah
buat istri pejabat yang melahirkan, pungutan setiap kali mau
menghadap Gubernur di Semarang, setiap menghadap Gubernur
Jenderal di Hindia-Belanda, setiap kali mendatangi penobatan
bupati pribumi yang baru terpilih dan sebagainya.
3. Korupsi pada masa orde lama
Sejak Indonesia merdeka, pasca 1945, korupsi juga telah
mengguncang sejumlah partai politik. Sejarawan Bonnie Triyana
menceritakan, skandal korupsi menimpa politisi senior PNI, Iskaq
Tjokrohadisurjo, yang adalah mantan Menteri Perekonomian di
Kabinet Ali Sastroamidjojo I. Kasus tersebut bergulir 14 April
1958. Kejaksaan Agung yang memeriksa Iskaq memperoleh bukti
cukup untuk menyeretnya ke pengadilan terkait kepemilikan devisa
di luar negeri berupa uang, tiket pesawat terbang, kereta, dan mobil
tanpa seizin Lembaga Alat-Alat Pembayaran Luar Negeri
(LAAPLN). Iskaq akhirnya mendapat grasi dari Presiden
Soekarno. Namun, mobil Mercedes Benz 300 yang diimpornya
dari Eropa tetap disita untuk negara.
Kasus lain adalah Menteri Kehakiman Mr Djody
Gondokusumo (menjabat 30 Juli 1953-11 Agustus 1955) yang
tersandung perkara gratifikasi dari pengusaha asal Hongkong,
Bong Kim Tjhong, yang memperoleh kemudahan memperpanjang
visa dari Menteri Kehakiman. Visa tersebut ternyata dibayar
dengan imbalan Rp 20.000. Jaksa Agung Muda Abdul Muthalib
9
Moro menduga uang pemberian pengurusan visa tersebut
digunakan untuk membiayai Partai Rakyat Nasional pimpinan
Djody. Partai besar lain, yakni Masyumi, juga terseret korupsi.
Pada 28 Maret 1957, politisi Masyumi, Jusuf Wibisono, ditahan
tentara di Hotel Talagasari, Jalan Setiabudi, Bandung, karena
diduga terlibat korupsi.
Bonnie Triyana mengutip harian Suluh Indonesia, 20 April
1957, menceritakan, Hotel Talagasari dipenuhi tersangka korupsi.
Terdapat lima mantan menteri, anggota konstituante, anggota
parlemen, kepala jawatan, komisaris polisi, jaksa, pengusaha, dan
lain-lain. Sedangkan yang diperiksa mencapai 60 orang. Periode
1950-1965 tersebut memang dipenuhi gonjang-ganjing korupsi dan
pemberontakan. Deskripsi tentang kehidupan penguasa dan politisi
korup pada zaman itu bisa dibaca jelas dalam novel Senja di
Jakarta karya wartawan senior Mochtar Lubis.
4. Korupsi pada masa orde baru dan reformasi
Di masa awal Orde Baru, pemerintah menerbitkan Keppres
No.28 Tahun 1967 tentang Pembentukan Tim Pemberantasan
Korupsi. Dalam pelaksanaannya, tim tidak bisa melakukan
pemberantasan korupsi secara maksimal, bahkan bisa dikatakan
hampir tidak berfungsi. Peraturan ini malahan memicu berbagai
bentuk protes dan demonstrasi mulai tahun 1969 dan puncaknya di
tahun 1970 yang kemudian ditandai dengan dibentuknya Komisi
IV yang bertugas menganalisa permasalahan dalam birokrasi dan
mengeluarkan rekomendasi untuk mengatasinya.
Masih di tahun yang sama, mantan wakil presiden pertama
RI Bung Hatta memunculkan wacana bahwa korupsi telah
membudaya di Indonesia. Lanjut Hatta, korupsi telah menjadi
perilaku dari sebuah rezim baru yang dipimpin Soeharto, padahal
usia rezim ini masih begitu muda. Hatta seperti merasakan cita-cita
pendiri Republik ini telah dikhianati dalam masa yang masih
sangat muda. Ahli sejarah JJ Rizal mengungkapkan bahwa Hatta
10
saat itu merasa cita-cita negara telah dikhianati dan lebih parah lagi
karena korupsi itu justru seperti diberi fasilitas. Padahal menurut
dia, tak ada kompromi apapun dengan korupsi.
11
masa pemerintahan Abdurrahman Wahid Muncul Tap MPR Nomor
XI/MPR/1998 tentang Pengelolaan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
Pemerintahan Gus Dur kemudian membentuk badan-badan negara untuk
mendukung upaya pemberantasan korupsi, antara lain: Tim Gabungan
Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Ombudsman Nasional,
Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara dan beberapa lainnya.
Pada masa itu, ada beberapa catatan langkah radikal yang dilakukan
oleh pemerintahan Gus Dur. Salah satunya, mengangkat Baharudin Lopa
sebagai Menteri Kehakiman yang kemudian menjadi Jaksa Agung.
Kejaksaan Agung RI sempat melakukan langkah-langkah konkret
penegakan hukum korupsi. Banyak koruptor kelas kakap yang diperiksa dan
dijadikan tersangka pada saat itu.
12
20 Tahun 2001, pembahasan RUU KPK dapat dikatakan merupakan bentuk
keseriusan pemerintahan Megawati Soekarnoputri dalam pemberantasan
korupsi. Keterlambatan pembahasan RUU tersebut dilatarbelakangi oleh
banyak sebab. Pertama, perubahan konstitusi yang berimplikasi pada
perubahan peta ketatanegaraan. Kedua, kecenderungan legislative heavy
pada DPR. Ketiga, kecenderungan tirani DPR. Keterlambatan pembahasan
RUU KPK salah satunya juga disebabkan oleh persoalan internal yang
melanda sistem politik di Indonesia pada era reformasi.
13
kewenangan namun lemah dalam akuntabilitas. Namun dari hasil kajian,
analisa dan pengalaman di lapangan, rumusan yang dikemukakan oleh
Klitgaard ini memiliki kecenderungan yang cocok diterapkan pada kondisi
sebuah institusional, kelembagaan, atau organisasi. Rumusan tersebut
kurang mampu mengulas bila dihadapkan pada kondisi global atau yang
berlaku umum.
Amien Rais, membagi jenis korupsi yang harus diwaspadai dan dinilai
telah merajalela di Indonesia ke dalam empat tipe. yaitu :
14
pengusaha terpaksa memberikan sogokan (bribery) pada pejabat
tertentu agar bisa mendapat ijin usaha, perlindungan terhadap
usaha sang penyogok.
d. Korupsi subversif.
15
adalah pemberian uang damai kepada polisi saat melanggar lalu lintas.
Contoh lain, petugas KUA yang meminta uang tambahan untuk transport,
pemberian uang jaminan kepada guru agar anaknya diterima masuk ke
sekolah yang diajarnya, hingga pembagian uang dan barang pada
pelaksanaan pemilu.
16
Sekretariat Jenderal Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara
Negara
17
Pasal 2
Ayat (1): “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Ayat (2): Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan”.
Pasal 3
18
2.3.2 Suap-menyuap
Suap mencakup semua bentuk tindakan pemberian/menerima uang
maupun barang yang dilakukan oleh siapapun baik itu perorangan atau
badan hukum (korporasi) yang dilakukan untuk mengubah sikap penerima
atas kepentingan/minat si pemberi, walaupun sikap tersebut berlawanan
dengan penerima.
Pasal 5
Ayat (1): Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
Ayat (2): Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau
huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).
19
Pasal 6
Ayat (1): Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
Ayat (2): Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian
atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan
pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 11
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan
yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang
yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan
jabatannya.
20
Pasal 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
Pasal 12 A
21
Ayat (2): Bagi pelaku tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 12 B
Pasal 12 C
22
Ayat (3): Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan
wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik
negara.
Pasal 13
Setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri
dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan
atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat
pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 8
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau
23
orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja
menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya,
atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau
digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan
tersebut.
Pasal 9
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri
yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus
atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau
daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.
Pasal 10
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling
lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima
puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau
untuk sementara waktu, dengan sengaja:
24
c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan,
merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat,
atau daftar tersebut.
2.3.4 Pemerasan
Pemerasan adalah tindakan yang dilakukan oleh pegawai negeri
atau penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu
bagi dirinya sendiri.
Pasal 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
25
menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan
sesuatu bagi dirinya sendiri;
f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu
menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong
pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut
mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan utang;
g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu
menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau
penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya,
padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
Pasal 7
Ayat (1): Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00
(tiga ratus lima puluh juta rupiah):
26
b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau
penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan
curang sebagaimana di maksud dalam huruf a;
c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan
Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik
Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keselamatan negara dalam keadaan perang; atau
d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang
keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara
Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
Ayat (2): Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau
orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional
Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
27
2.3.6 Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Benturan kepentingan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah
adalah situasi di mana seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara,
baik langsung maupun tidak langsung, dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan
perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.
Pasal 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun
tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,
pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan,
untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.
2.3.7 Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya
dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Korupsi terkait Gratifikasi, diatur dalam Pasal 12B dan Pasal 12C,
sebagai berikut :
Pasal 12 B
28
dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan
sebagai berikut:
Pasal 12 C
29
Undang-undang No. 20 Tahun 2001 juga mengatur jenis tindak pidana
lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Jenis tindak pidana yang
demikian ini diatur dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24.
Dimana bentuk-bentuk pidananya mencakup 6 (enam) macam, yaitu
merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi, tidak memberi keterangan
atau pemberian keterangan yang tidak benar, pihak bank yang tidak
memberikan keterangan rekening tersangka, saksi atau ahli yang tidak
memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu, orang yang
memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberikan
keterangan palsu, dan saksi yang membuka identitas pelapor.
30
Akibat sifat konsumtif individual yang membuat individu tidak
memiliki rasa cukup atau puas dengan hasil kerja yang didapatkan.
Mayoritas kasus korupsi di Indonesia selalu terpaut dengan dana atau uang.
Mereka cenderung memilih jalan instan untuk menggunakan uang agar
mendapatkan kehidupan yang lebih, tanpa memikirkan kemana seharusnya
uang itu tersalurkan.
31
pertambangan (IUP) di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan
Tengah. Atas penerbitan IUP itu Komisi Pemberantasan Korupsi
menduga Supian telah merugikan negara hingga Rp5,8 triliun dan
US$711 ribu atau setara Rp9,9 miliar dengan asumsi kurs Rp 14
ribu. (melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor
Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP).
5. Kasus korupsi terbaru dan masih berjalan yang menyeret nama
Mensos Juliari Peter Batubara (JPB) menerima Rp17 miliar dari
korupsi bansos sembako yang ditujukan untuk keluarga miskin yang
terdampak akibat wabah virus corona.
1. Singapura
Korupsi terjadi di Singapura sejak pemerintahan kolonial
Inggris, namun hal ini tidak terekspos ke permukaan secara luas
dikarenakan adanya kebijakan untuk memindahkan bahkan
memecat pegawai yang terbukti korupsi. Semakin meningkatnya
praktik korupsi di Singapura pasca pemerintahan kolonialisme
Inggris semakin menggerogoti sistem pemerintahan Singapura
masa kini, upaya Lee Kuan Yew untuk menjadikan Singapura
sebagai negara maju maka kebijakan utama yang dikeluarkan oleh
Lee Kuan Yew adalah memberantas bersih praktik korupsi yang
dapat mengganggu cita-cita kemapanan negara Singapura.
Tercapainya sistem perekonomian yang maju tidak terlepas dari
keberhasilan untuk menjadikan warga negara Singapura dan
pemimpinnya sebagai sosok yang taat hukum sehingga pembagian
hak dan kewajiban.
32
2. Filipina
Penyebab terjadinya korupsi di Filipina didorong oleh
beberapa faktor rendahnya gaji pegawai dan pemimpin politik.
Rendahnya tingkat gaji para pegawai, menyebabkan pegawai
publik di Filipina cenderung melakukan praktik korupsi kecil
seperti melakukan pungutan liar. Sistem Red Tape yang
menyebabkan tidak efisiennya kinerja pegawai publik sehingga
meningkatkan peluang terjadinya praktik korupsi. Birokrasi di
Filipina cenderung berbelit-belit atau melalui prosedur yang
sangat panjang, Hal ini pula yang kemudian membuat praktik rent-
seeking di kalangan birokrat dan pengusaha.
Rendahnya risiko deteksi dan hukuman dari praktik korupsi
menjadi penyebab korupsi di Filipina. Hal ini jelas terlihat pada
kasus korupsi yang dilakukan oleh keluarga Presiden Marcos,
dimana hukuman yang diberikan kepada Marcos dan istrinya
dinilai oleh sebagian besar publik sebagai hukuman yang ringan
hal ini berbanding terbalik dengan kerugian besar yang
ditimbulkan oleh keluarga tersebut.
Upaya-upaya yang dilakukan untuk memberantas korupsi
di Filipina telah lama dilakukan namun tidak membuahkan hasil
yang signifikan.
33
Hal inilah yang seharusnya diadopsi oleh Indonesia yaitu dalam
wilayah hukum NKRI harusnya hanya ada satu lembaga yang berperan
secara penuh dalam penanganan tindak pidana korupsi, dalam hal ini
menurut pendapat penulis yaitu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Semua kewenangan dalam penanganan tindak pidana korupsi berada di
tangan KPK, sedangkan Polri dan Kejaksaaan hanya sebagai tugas
pembantuan jika diperlukan oleh KPK sebagai poros utama pemberantasan
korupsi, hal ini dikarenakan korupsi merupakan tindak pidana khusus yang
harus ditangani secara khusus pula. Selain itu PPATK, OJK, ICW dan PBK
juga dapat membantu kinerja KPK dalam rangka pencegahan dan
pengawasan terutama aliran dana yang disinyalir terdapat kejanggalan.
34
Dari data diatas dapat kita lihat bahwa Singapura dan Hongkong
memiliki IPK yang begitu baik yang menunjukkan efektifnya
pemberantasan tindak pidana korupsi di negara tersebut. Hal tersebut
bertolak belakang dari Indonesia yang hanya menempati peringkat 114
dengan IPK 32, yang menunjukkan masih lemahnya pencegahan dan
penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia.
35
1. Penetapan undang-undang dan membentuk tim pemberantasan
korupsi dari tubuh lembaga-lembaga publik yang sifatnya
Independen. (Jepang)
2. Penetapan undang-undang dan membentuk lembaga anti korupsi
yang independen serta pembentukan sebuah lembaga khusus yang
melayani sistem pelayanan publik seperti Ombudsman. (India,
Taiwan, Philipina)
3. Sangat bergantung pada undang-undang pemberantasan korupsi dan
melalui undang-undang tersebut dibentuklah lembaga-lembaga anti
korupsi untuk mengimplementasikan amanat dari undang undang
pemberantasan korupsi, (Singapura, Hongkong, Thailand, Korea
Selatan, Indonesia, dan Mongolia).
36
kebijakan optimalisasi pemberantasan korupsi harus ditindaklanjuti dengan
strategi yang komprehensif, integral, dan holistik agar benar-benar dapat
mencapai hasil yang diharapkan.
37
kerja pemerintah dapat berjalan dengan baik. Untuk itu, salah satu aspek
utama dari program reformasi birokrasi ialah reformasi aspek sumber daya
manusia (SDM), karena aspek inilah yang nantinya akan
mengimplementasikan atau menggerakkan semua program reformasi
birokrasi.
38
masyarakat. Reformasi birokrasi awalnya mencakup 3 (tiga) aspek pokok
yaitu : Kelembagaan (organisasi); Ketatalaksanaan (business process); dan
sumber daya manusia (aparatur).
39
pikir diharapkan aparatur negara memiliki sense of
belonging, sense of responsibility, dan sense of crisis
dalam setiap melaksanakan tugas pokok, fungsi, dan
kewenangannya.
40
1.1.3 Pembangunan Budaya Anti Korupsi Masyarakat
41
dalam pelbagai media terutama media massa. Dengan gerakan kampanye
anti korupsi yang masif serta penanaman nilai nilai anti korupsi sejak dini,
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat betapa
berbahayanya korupsi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu
bagi pelaku harus menyadari bahwa keuntungan yang diperoleh dari
korupsi tidak sebanding dengan penderitaan yang akan diterimanya
(menyesal sampai tujuh keturunan). Dengan tumbuhnya kesadaran seperti
itu, diharapkan mampu membentuk sikap dan mental masyarakat yang anti
korupsi. Kondisi demikian idealnya diperkuat dengan pemahaman dan
pengamalan nilai-nilai kebangsaan, Pancasila, dan nasionalisme Indonesia.
42
bila terjadi inkonsistensi dan ketidakterpaduan dalam penegakan hukum,
masyarakat akan menilai bahwa dalam proses penegakan hukum terjadi
tarik menarik kepentingan, sehingga kepercayaan kepada penegak hukum
akan melemah. Dampak buruknya, hal ini melemahkan budaya hukum dan
kepatuhan terhadap hukum oleh masyarakat.
43
menteri sosial menjadi salah satu contoh dari penyimpangan karakter
tanggung jawab. Seringkali para pejabat pemerintahan lalai akan tanggung
jawabnya sebagai pengayom masyarakat dan melakukan penyimpangan
perlakuan.
44
penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek Tahun 2020 disinyalir sudah
dirancang sejak awal. Berdasarkan informasi yang dihimpun, dari biaya
Rp300.000 yang dikeluarkan per paket sembako, terdapat margin sebesar
Rp70.000 yang akan dibagikan untuk sejumlah pihak yakni pemilik kuota
40 persen, kreator 10 persen dan supplier 50 persen.
45
3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
3.2 Saran
Korupsi merupakan permasalahan yang harus di berantas oleh semua
pihak dan dilakukan dengan cara yang lebih komprehensif dan preventif
sejak dini. Hal ini ditujukan karena tindak pidana korupsi di Indonesia bisa
dianggap sudah mengakar, membudaya serta sudah menjadi jalan pikir dan
mental. Dalam rangka pemberantasan korupsi yang sudah merajalela, paling
tidak ada beberapa usaha yang harus segera dilakukan, yaitu
memaksimalkan hukuman, penegakkan supremasi hukum, perubahan dan
perbaikan sistem yang ada dan revolusi kebudayaan baik pola pikir dan
mental.
46
DAFTAR PUSTAKA
BBC. 2020. Mensos Juliari Batubara jadi tersangka korupsi bansos Covid-19,
ancaman hukuman mati bakal menanti?. https://www.bbc.com/indonesia
/indonesia-55204360. (Diakses pada 13 Mret 2021).
CNN. 2020. Deretan Kasus Korupsi Rugikan Negara di Atas Rp100 Miliar.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200804082317-12-531840/deretan
-kasus-korupsi-rugikan-negara-di-atas-rp100-miliar (diakses pada 13 Maret
2021).
47
Simandjuntak, Marcella Elwina, 2011, Upaya Pemberantasan Korupsi, dalam
Nanang T. Puspito, Marcella Elwina S., Indah Sri Utari, Yusuf Kurniadi,
Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Kemendikbud.
48