Anda di halaman 1dari 18

TUGAS SISTEM TRANSMISI DAN GETARAN PERMESINAN (A)

Torsional Vibration
Evaluasi Akhir Semester

Dosen pengampu :
Edi Jatmiko
NIP. 197807062008011012

Oleh :
Reza Aji Nur Pratama
NRP. 5019201190

Data Ukuran Utama Kapal


Data diambil dari Desain 2

Tipe Kapal : Container

Nama Kapal : M.V Sunny Go

Ukuran Utama

Lpp = 158 m

Lwl = 165 m

L displ = 161.5 m

B = 24 m

H = 15 m

T = 11 m

Cb = 0.66

Cp = 0.695

Vs = 18 knot, 1 knot = 0.5144 m/s

= 18 x 0,5144

= 9.25 m/s
CLASS NK (ORIGINAL CALCULATION) CLASS BKI (COMPARISON CALCULATION)
PERHITUNGAN POROS
Intermediate shaft Intermediate shaft
Class NK 2017 Part D, Chapter 6.2.4 Class BKI 2015 Vol. III Sect. 4, C.2
Pw

d o =F1 k 1 3
H
( 560
N o T s +160)xK da ≥ d ≥ F . k
Dimana,

3

n.¿¿
¿

Dimana,
do = kebutuhan diameter minimum intermediate d = kebutuhan diameter minimum shaft (mm)
shaft (mm) da = diameter poros yang sesungguhnya (mm)
H = maximum output dari engine (kW) di = diameter shaft boros yang sesungguhnya
No = putaran pada saat maximum output dari Pw = daya penggerak motor propulsi (kW)
engine (rpm) n = putaran pada maximum output dari mesin
F1 = factor yang mengacu pada table D6.1 (100 (Rpm)
untuk diesel installation, 95 untuk steam dan gas F = Propeller shaft (100 untuk semua jenis
turbin installation) instalasi), Intermediate and thrust shaft (95 untuk
k1 = factor yang mengacu pada table D6.2 (1.0 turbin, mesin diesel, electric propulsion dan 100
untuk shaft menggunakan flange coupling) utnuk semua system propulsi)
Ts = spesifik tensile strength untuk material Cw = material factor
pada intermediate shaft. Batas atas untuk nilai Ts 560
adalah 760 N/mm untuk karbon steel, 800N/mm Rm +160
2 2

untuk low alloy steel Rm = spesifik tensile strength lihat table B.1
K = factor untuk hollow shaft. Jika diameter k = factor shaft
dalam kurang dari sama dengan0.4 diameter luar,
maka nilai K diasumsikan sama dnegan 1.

Sehingga, Sehingga,
9280
d o =100 x 1

3 9280
( 560
750 800+160 )
x1 d o =100.1

3

750. ¿ ¿
¿

d o =240.978 mm
d o =240.593 mm Maka minimum diameter yang direncanakan adalah
250 mm
Maka minimum diameter yang direncanakan
adalah 250 mm
Propeller shaft Propeller shaft
Class NK 2017 Part D, Chapter 6.2.4 Class BKI 2015 Vol. III Sect. 4, C.2
Pw

d s =F2 k 2 3
H
( 560
N o T s+ 160)xK ds ≥ d ≥ F . k

3

n. ¿ ¿
¿

Dimana,
Dimana, ds = minimum diameter dari propeller shaft (mm)
ds = minimum diameter dari propeller shaft k = factor yang mengacu pada table D6. (karena
(mm) propeller shaft nantinya akan diselubungi oleh stern
k2 = factor yang mengacu pada table D6. (karena tube, maka nilai k2 = 1.15)
Ts = nilai batas untuk Ts adalah 600 N/mm 2
propeller shaft nantinya akan diselubungi oleh
stern tube, maka nilai k2 = 1.15)
Ts = nilai batas untuk Ts adalah 600 N/mm 2 Sehingga,
9280
Sehingga, d s =100.1.15

3

750. ¿ ¿
d o =462.944 mm
¿

9280 560
d o =100 x 1.15
d o =462.204

3
(
750 600+160)x1 Maka diameter propeller shaft direncanakan adalah
470 mm

Maka diameter propeller shaft direncanakan


adalah 470 mm

PERENCANAAN BOSS PROPELLER


Diameter Boss Propeller
Db = 2 x Ds
= 2 x 470
= 940 mm

Diameter Boss Propeller Terkecil (Dba)


Dba = Nilai antara 0.85 – 0.9 maka dambil nilai 0.85
= 0.85 x Db
= 799 mm

Diameter Boss Propeller Terbesar (Dbf)


Dbf = Nilai antara 1.05 – 1.10 maka dambil nilai 1.05
= 1.05 x Db
= 987 mm

Panjang Boss Propeller (Lb)


Lb = Nilai antara 0.85 – 3.0 maka dambil nilai 2
= 2.4 x Ds
= 1128 mm

Panjang Lubang Dalam Boss Propeller (Ln)


Ln = 0.3 x Lb
= 338.4 mm ~ 339 mm

Tb/tr = 0.75
Tb = 0.75 x tr (0.045 x Dprop)
= 121.837 mm, dibulatkan menjadi 180 mm
rb/tr = 1
rb = 1 x tr
= 162.45 mm, dibulatkan menjadi 236 mm
rf/tr = 0.75
rt = 0.75 x tr
= 121.837 mm, dibulatkan menjadi 180 mm

PERHITUNGAN BENTUK UJUNG POROS


Panjang Konis
Panjang konis berkisar antara 1,8 - 2,4 diameter poros. Diambil Lb = 2,4 x Ds
Lb = 2.4 Ds
= 1128 mm ~ 1130 mm

Kemiringan Konis
Biro Klasifikasi Indonesia menyarankan harga konis berkisar antara 1/10 sampai 1/15. Sehingga
dalam perencanaan ini harga kemiringan konis (x) diambil 1/12 Lb.
x = 1/12 x Lb
= 93.99 mm ~ 100 mm

Diameter Terkecil Ujung Konis


Da = Ds – 2x
= 470 – (2 x 100)
= 270 mm

Mur Pengikat dari Propeller


Diameter Luar Ulir (d)
D = 0.6 x Ds
= 282 mm
Diameter Inti
Di = 0.8 x D
= 225 mm
Diameter Luar Mur (Do)
Do =2xD
= 564 mm
Tinggi Mur = 0.8 x D
= 225 mm

PERENCANAAN SPIE POROS PROPELLER


Momen Torsi pada Pasak
DHP = 8,758.28 Kw
n = 750 rpm
DHP x 75 x 60
Mt =
2 πxN
= 20,518.89

Panjang Pasak (L)


Menurut buku Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin hal 27. Panjang pasak adalah
antara 0,75–1,5 Ds.
L = 1 x Ds
= 500 mm

Lebar Pasak (B)


Menurut buku Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin hal. 27 lebar pasak adalah 25 %
- 35 % dari diameter poros
B = 30% x Ds
= 107.04 mm ~ 107 mm

Tebal Pasak (t)


t = 1/6 x Ds
= 1/6 x 240
= 59.47 mm

Radius Ujung Pasak


R = 0.125 x Ds
= 0.125 x 240
= 44.6 mm

Luas Bidang Geser


A = 0.25 x Ds2
= 31,826.65 mm2

Gaya Sentrifungal
Bila momen rencana T ditekankan pada suatu diameter poros (Ds), maka gaya sentrifugal (F) yang terjadi
pada permukaan poros adalah :
Pd
9.74 x 105 x
N
T = 6801117.34 kg.mm
T
F =
0.5 x Ds
= 56675.97 kg
Sedangkan tegangan gesek yang diijinkan (τka) untuk pemakaian umum pada poros diperoleh dengan
membagi kekuatan tarik σ. Dengan faktor keamanan (Sf 1 x Sf2), sedang harga untuk Sf umumnya telah
ditentukan :
Sf1 = umumnya diambil 6 (material baja)
Sf2 = 1,0 – 1,5 , (beban dikenakan secara tiba-tiba)
= 1,5 – 3,0 , (beban dikenakan tumbukan ringan)
= 3,0 – 5,0 , (beban dikenakan secara tiba-tiba dan tumbukan berat)
Beban pada propeller yang terjadi secara tiba-tiba adalah karena gelombang laut, namun sifatnya terjadi
secara lunak, maka Sf2 = 1.8 Bahan pasak digunakan S 35 C, harga σb = 58 kg/mm2 Sehingga tegangan
gesek yang diizinkan adalah:
σ
TKa =
Sf 1 Sf 2
= 5.3703 kg/mm2
Sedangkan tegangan gesek yang terjadi pada pasak adalah
F
TK =
BxL
= 3.148 KG/mm2
Karena nilai tegangan gesek yang terjadi pada pasak ≤ nilai tegangan gesek yang diijinkan berarti pasak
tersebut telah memenuhi syarat.

Penampang Pasak
A =Bxt
= 3000 mm2

Kedalaman Alur Pasak pada Poros (t1)


t1 = 0.5 x t
= 20 mm

Detail Pasak
Ds = 240
Maka r5 yang digunakan adalah = 4 mm
PROPELLER SHAFT DAN STERN TUBE SHAFT SLEEVE
Sleeve akan terpasang sepanjang propeller shaft dan stern tube shaft. Dengan ketebalan sesuai
rumus dibawah ini

Class NK 2017 Part D, Chapter 6.2.4 Class BKI 2015 Vol. III Sect. 4, D.3.2.3
ts = 0.03 ds + 7.5 s = 0.03 . d + 7.5
ts = ¾ t1
Dimana,
Dimana, d = shaft diameter under liner (mm)
t1 = tebal dari sleeve yang terdapat bearing atau
bracket bearing diatasnya (mm) Sehingga,
t2 = Tebal dari sleeve yang tidak terdapat s = 0.03 . 240 + 7.5
komponen diatasnya (mm) = 14.7 mm, maka direncanakan 15 mm
ds = diameter dari propeller shaft (mm)

Sehingga,
t1 = 0.03 x 240 + 7.5
t1 = 14,7 mm, maka direncanakan 15 mm
t2 = ¾ 15
t2 =11,25 mm, maka direncanakan 12 mm
Stern Tube Bearing dan Shaft Bracket Bearing
Bearing atau bantalan adalah sebuah komponen penting yang berfungsi untuk mengurangi gesekan
antara komponen yang berputar dan komponen yang diam. Komponen berputar yang dimaksud adalah
poros atau shafting beserta komponen pendukungnya seperti sleeve. Sedangkan komponen yang tidak
perputar ini adalah stern tube. Material dari bearing terbagi menjadi 2 tergantung jenis pelumasanya.
Dalam kasus ini menggunakan pelumasan jenis minyak. Sehingga material bearing yang digunakan
adalah white metal. Sedangkan bracket bearing adalah tempat dudukan dari bearing atau biasa dikenal
dengan rumah bearing. Untuk spesifikasi dari bearing mengacu pada ClassNK 2017 chapter 6.2.10
dengan ketentuan sebagai berikut (pelumasan oleh minyak) :
 Panjang bearing tidak boleh kurang dari 2 kali diameter propeller shaft.
Namun masih dapat dikurangi dengan syarat telah disetujui oleh class.
Sehingga panjang minimal bearing untuk kapal ini adalah 740 mm.
 Stern tube akan selalui dipenuhi oleh oli, sehingga stern tube harus mampu menahan dari
temperature oli tersebut.
 Gravity tank penyuplai minyak haruslah terletak diatas garis air laut dan harus tersedia alarm
dengan level rendah. Namun jika tekanan dari static oil yang berada di gravity tank lebih kecil
daripada tekanan air laut, maka gravity tank tidak perlu diletakan diatas garis air laut

PERENCANAAN MUR DAN PENGIKAT PROPELLER


Dalam perencanaan konis poros propeller, ada beberapa perhitungan yang dipakai untuk
mendapat konis yang dibutuhkan. Untuk mur pengikat poros yang ada di flange juga terdapat
perhitungan untuk memenuhi kebutuhan.

Diameter luar ulir (d)


Diameter luar ulir (d) ≥ diameter konis yang besar :
d ≥ 0,6 x Ds d ≥ 256 mm
diambil 256 mm

Diameter inti (di)


di = 0,8 x d
di = 171.2 mm
Dibulatkan menjadi 171 mm

Diameter luar mur (Do)


Do =2xd
Do = 428.1 mm
Tebal/tinggi mur
H = 0,8 x d
H =171.2 mm
Dibulatkan menjadi 171 mm

PERENCANAAN PASAK PROPELLER


Dasar perancanaan pasak diambil dari buku Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin Ir.
Soelarso Ms.Me. Dalam menentukan dimensi dan spesifikasi pasak propeller yang diperlukan,
berikut ini urutan perhitungannya:

Menghitung Momen Torsi pada Pasak

DHP x 75 x 60
M=
2π x N
Dengan DHP = 11796kW dan Nprop = 142 rpm, didaparkan Mt sebesar 59442 Nm

Panjang Pasak
Menurut buku Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin hal 27. Panjang pasak adalah
antara 0,75–1,5 Ds. Diambil nilai
L = 1,5× Ds
Sehingga didapatkan panjang pasak propeller 640 mm.

Lebar Pasak
Menurut buku Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin hal 27.Lebar pasak adalah
antara 0.25-0.35 Ds. Diambil nilai
B = 0.27 x Ds
Sehingga didapatkan lebar pasak propeller 107.4 mm, dibulatkan menjadi 115 mm.

Tebal Pasak
T = 1/6 x Ds
Sehingga didapatkan tebal pasak sebesar 60 mm

Radius Pasak
R =0,125× Ds
Dengan rumus tersebut, didaparkan nilai radius ujung pasak sebesar 44.6 mm
Luas Bidang Geser
A = 0.25 x Ds2
Sehingga didapatkan luas bidang geser pasak sebesar 31826.6 mm2.

Gaya Sentrifugal
Bila momen rencana T ditekankan pada suatu diameter poros (Ds), maka gaya sentrifugal (F)
yang terjadi pada permukaan poros adalah:
T = 9.74 x 105 x Pd / N
T = 61619975 Kg.mm
F = T / (0.5 x Ds)
F = 288799 Kg
Sedangkan tegangan gesek yang diijinkan (τka) untuk pemakaian umum pada poros diperoleh
dengan membagi kekuatan tarik σb dengan faktor keamanan (Sf1 x Sf2), sedang harga untuk Sf
umumnya telah ditentukan
Sf1 = umumnya diambil 6 (material baja)
Sf2 = 1.0-1.5; (beban dikenakan secara tiba-tiba)
= 1.5-3.0; (beban dikenakan tumbukan ringan)
= 3.0-5.0; (beban dikenakan secara tiba-tiba dan tumbukan berat)
Beban pada propeller yang terjadi secara tiba-tiba adalah karena gelombang laut, namun
sifatnya terjadi secara lunak, maka Sf2 = 2.5. Bahan pasak yang digunakan S 50 C dengan harga
σb = 62 kg/mm2 Sehingga nilai tegangan gesek yang diijinkan :

Sedangkan tegangan gesek yang terjadi pada pasak adalah


τka3.92 kg mm2
Karena nilai tegangan gesek yang terjadi pada pasak ≤ nilai tegangan gesek yang diijinkan
berarti pasak tersebut telah memenuhi syarat.

Penampang Pasak
Ab × t
Sehingga didapatkan luas penampang pasak sebesar 8195 mm2.

Keadalaman Alur Pasak pada Poros


t1 = 0,5 × t
Dengan rumus tersebut di atas, didapatkan kedalaman alur pasak sedalam 25 mm.
PERENCANAAN KOPLING
Perencanaan Bentuk Ujung Poros Kopling

 Panjang Konis
Panjang konis atau Lk berkisar antara 1,25 sampai 1,5 kali diameter poros. Diambil nilai
1,5.
Lk = 1,5 × Ds
Sehingga didapatkan panjang konis sepanjang 640 mm.

 Kekonisan yang Disarankan


Biro klasifikasi Indonesia menyarankan harga kemiringan konis berkisar antara 1/12
hingga 1/20. Dalam perencanaan ini harga kemiringan konis adalah 1/15 Lb.
2X = 1/10 x Lb
= 64 mm

 Diameter Terkecil Ujung Poros


Da = Ds - 2x
Sehingga diameter terkecil ujung poros pada kopling sebesar 299 mm.

 Diameter Lingkaran Kopling yang Direncanakan


Db = 2,5 × Ds
Sehingga didapatkan diameter lingkaran kopling sebesar 1067 mm.

 Diameter Luar Kopling


Nilai D out adalah 3 ~ 5.8 kali diameter poros (Ds), Diambil nilai 3,5 pada perencanaan
ini.
Dout = 3 × Ds
Dengan rumus di atas,didapatkan Dout sebesar 1280 mm.

 Panjang Kopling
Panjang kopling atau L adalah berkisar antara 2,5 sampai 5,5 dari setengah diameter
poros. Pada perencanaan ini diambil nilai makximum, yaitu 4.
L5 × 0,5 × Ds
Didapatkan panjang kopling sepanjang 1067 mm.

 Tebal Flange
Tebal flange tanpa konstruksi poros menurut Biro Klasifikasi Indonesia adalah paling
sedikit sebesar 20% dari diameter poros. Pada perncanaan ini diambil 20%
Sfl = 20 × Ds
Sehingga bisa didapatkan nilai tebal flange 85 mm.

 Diamater Minimum Baut Pengikat Kopling


Dengan data-data dibawah ini:
SHP :13805 KW
Nprop : 197 rpm
Jumlah Baut (Z) : 13 buah
Diamater baut yang direncanakan : 1067 mm
Kekuatan tarik material (Rm) : 607.6 N/mm2
Dengan data-data dan rumus di atas, didapatkan nilai diameter minimum pengikat
kopling sebesar 40 mm.

 Diamater Luar Mur


Do = 2 × Df
Sehingga didapatkan nilai 80 mm.

 Tinggi Mur
Nilanya adalah antara 0.8 ~ 1 kali Df. Diambil nilai 1.
H = 1 × Df
Sehingga nilai tinggi mur yang direncanakan setebal 40mm.

Perhitungan Pasak Kopling

 Bahan Pasak
Bahan pasak yang direncanakan adalah S 50 C, dengan σB = 80 kg/mm2.

 Tegangan Geser yang Diijinkan


Perencanaan faktor keamanan sbagai berikut:
sf1 =6 (untuk material baja)
sf2 = 1,3-3 (diambil 1,7)
Sehingga didapatkan σ A = 62 kg/mm.
Dengan gaya tangensial pada permukaan poros:
F = 339763.55 N
dimana T = 61619975 kg.mm

 Lebar Pasak
Lebar pasak kopling berkisar antara 0,25 sampai dengan 0,85 kali diameter poros
propeller:
B = 0,27 × Ds
Sehingga lebar pasak kopling sebesar 115 mm

 Panjang Pasak
Dalam perencanaan ini panjang pasak dibatasi berkisar antara 0,75 sampai dengan 1,5
kali diameter poros. Dalam perencanaan ini diambil 1.3.
L = 0.9 × Ds
Sehingga direncanakan panjang pasak kopling sepanjang 384 mm.

 Kedalaman Alur Pasak


t1 = 1/6 X T
Dengan rumus tersebut di atas, didapatkan kedalaman alur pasak sedalam 80 mm.
dibulatkan menjadi 71 mm.

 Radius Ujung Pasak


R = 0,125× Ds
Dengan rumus tersebut, didaparkan nilai radius ujung pasak sebesar 53 mm.

Mur Pengikat Kopling

 Diameter Luar Ulir


Menurut BKI ”78 Vol. III, diameter luar ulir(d) ≥ diameter konis yang besar :
d ≥ 0,6 × Ds
Diameter luar ulir pengikat propeller yang direncanakan harus lebih besar sama dengan
256 mm.

 Diameter Inti
Di = 0,8 × d
Diameter inti didapatkan sebesar 205 mm.
 Diameter Luar Mur
Do =2×d
Sehingga diameter luar mur sebesar 512mm.

 Tebal/Tinggi Mur
Berdasarkan buku Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin untuk ukuran
standar tebal mur adalah (0,8 - 1) kali diameter poros.
H = 0,8 × d
Tebal/tinggi mur yang direncanakan sebesar 205 mm.

PERENCANAAN STERN POST


Berdasarkan peraturan yang diberikan oleh Biro Klasifikasi Indonesia, jika penampangnya
berbentuk segi empat maka :
L = 1.4 L+90
B = 1.6 L+15
T = 0,6 ×b
Dengan Lpp = 105.49m, akan diperoleh
Lebar (l) = 236.58 mm dan Tebal (T) = 182.52 mm.

PERENCANAAN PANJANG TABUNG POROS PROPELLER


Panjang stern tube disesuaikan dengan jarak antara stern post dengan sekat belakang kamar
mesin, dalam hal ini diperoleh berdasarkan minimal 3 jarak gading. Dalam TRG sudah
ditentukan panjang Ls ini, yaitu:
Ls = 4 × Jarak Gading
Direncanakan jarak gading 600 mm, jadi panjang tabung poros propeller didapatkan sepanjang
2400 mm = 2.4 m. `

PERENCANAAN BANTALAN
Panjang Bantalan Belakang
Berdasarkan peraturan BKI Volume III, Section 4 Hal 9/12, panjang bantalan belakang
dirumuskan:
Lsa = 2 × Ds
Maka dihasilkan panjang bantalan belakang sepanjang 1707 mm
Panjang Bantalan Depan
Berdasarkan peraturan BKI Volume III, Section 4 Hal 9/12, panjang bantalan depan dirumuskan:
Lsf = 0,8× Ds
Maka dihasilkan panjang bantalan belakang sepanjang 640 mm

Tebal Bantalan
Berdasarkan buku Dasar perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, hal 109, Ir. Soelarso, tebal
bantalan dirumuskan:
Sehingga tebal bantalan bisa didapatkan setebal 45.16 mm. dibulatkan menjadi 45 mm.

Direncanakan bahan rumah bantalan (bearing bushing) adalah manganese Bronze dan tebal
bushing bearing dirumuskan: t b= 0,18 × Ds Sehingga didapatkan nilai 76.81 mm. dibulatkan
menjadi 77 mm.

PERENCANAAN PERLENGKAPAN PACKING


Diameter baut penekan packing
Dengan diameter poros 427 mm dan direncanakan jumlah baut 8, diameter baut penekan
packing sebesar 17 mm.

TORSIONAL VIBRATION

1. Perhitungan Frekuensi Eksitasi


RPM rad
ω=2 π N( )
60 s
Diketahui data sebagai berikut:
RPM Mesin Induk : 250
*Pada spesifikasi mesin induk, RPM yang tertera adalah 400 RPM. Namun, pada kondisi
sesungguhnya, mesin induk sudah tidak mampu mencapai kondisi RPM tersebut.

Jumlah Daun Propeller : 4


Sehingga,

2. Perhitungan Frekuensi Natural


Dimana harus dicari terlebih dahulu nilai dari Kekakuan Pegas (K),
1 k rad
ω=
2π √
K
(
J s
)

= Kekakuan pegas (N/m)


𝑘 = 𝐺 𝑥 𝐽𝑎 / 𝑙

Diketahui:
G = Modulus Geser Baja = 79,3 x 109 N/m2
Ja = Momen inertia luas
𝐽𝑎 = 𝜋 𝑥 𝑟4 / 2
𝐽𝑎 = 3,14 𝑥 0,754 / 2
𝐽𝑎 = 0,496 m

l = 16,1 m
sehingga didapatkan nilai dari kekuan pegas adalah:
𝑘 = 79,3 𝑥 109 𝑥 3,23 𝑥 10−3 / 16,1
𝑘 = 15,1 x 10

Setelah itu mencari nilai dari momen inertia massa (J). Dimana momen inertia massa
bisa didapatkan dari:
𝐽 = 1,25 𝐽𝑝𝑟𝑜𝑝𝑒𝑙𝑙𝑒𝑟 𝑥 0,3𝐽𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠
Perhitungan JPropeller
𝐽𝑃𝑟𝑜𝑝𝑒𝑙𝑙𝑒𝑟 = 0,25𝑟2 𝑥 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑝𝑒𝑙𝑙𝑒𝑟

Diketahui:
rPropeller = 750 mm = 0,213 ft
mPropeller = 275 Kg
sehingga didapatkan nilai dari JPropeler adalah:
𝐽𝑃𝑟𝑜𝑝𝑒𝑙𝑙𝑒𝑟 = 0,25(0,75)2 𝑥 275
𝐽𝑃𝑟𝑜𝑝𝑒𝑙𝑙𝑒𝑟 = 38,672

Perhitungan Jporos
𝐽𝑃𝑜ro𝑠 = 𝐽𝑎 𝑥 𝑙𝑃𝑜𝑟𝑜𝑠
𝐽𝑃𝑜𝑟𝑜𝑠 = 0,496 𝑥 16,1
𝐽𝑃𝑜𝑟𝑜𝑠 = 7,985

Sehingga nilai besaran dari momen inertia massa adalah:


𝐽 = 1,25 𝐽𝑝𝑟𝑜𝑝𝑒𝑙𝑙𝑒𝑟 𝑥 0,3𝐽𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠
𝐽 = 1,25 (38,672) 𝑥 0,3(7,985)
𝐽 = 115,798

Didapatkan nilai dari frekuensi natural sistem adalah sebagai berikut:


𝜔𝑛 = 1/2𝜋 𝑘 𝐽 (rad/s)
𝜔𝑛 = 1 / 2(3,14) 15,1 𝑥106 115,798 (rad/s)
𝜔𝑛 = 56,501 (rad/s)

3. Perhitungan Osilasi Torsi


Ms β
=
Qo 2

√[
1−
ω 2
ωn ( )]
Dimana diketahui:
+⌊2ℶ
ω 2
ωn

ζ = koefeisien redaman.
𝜁 =𝐶/2 𝑥 𝐽 𝑥 𝜔𝑛
C = Koefesien damping
𝐶 = 39 𝑥 𝑟𝑝𝑟𝑜𝑝𝑒𝑙𝑙𝑒𝑟
J = Momen Inertia Massa (N)

Sehingga didapatkan nilai dari koefesien redaman adalah:

𝜁 = 𝐶/ 2 𝑥 𝐽 𝑥 𝜔𝑛
Diketahui:
𝐶 = 95,94
𝐽 = 115,798
𝜔𝑛 = 56,501 𝑟𝑎𝑑/𝑠

𝜁 = 95,94 / 2 𝑥 115,798 𝑥 56,501


𝜁 = 0,00733

Setelah itu bisa didapatkan nilai dari osilasi torsi adalah:


Ms β
=
Qo 2 2

√[ 1−
ω
( )]
ωn
+⌊2ℶ
ω 2
ωn

Diketahui:
β adalah persetase besarnya amplitudo eksitasi. Besarnya nilai β sendiri berkisar antara 0%
-15%, tergantung dari permukaan buritan dan desain daun propeller.

Pada perhitungan ini diambil nilai dari β sebesar 7,5%.


𝛽 = 0,075
𝜁 = 0,00733

𝑀𝑠 / 𝑄𝑂 = 0.0127

4. Pengecekan Standar dam Aturan Getaran


ABS (American Bureau of Shipping)
Pada standart ABS menyatakan bahwa: “Amplitudo eksitasi pada getaran torsional pada
kapal yang menggunakan twin screw rata-rata adalah 0,022To untuk propeller dengan
jumlah daun 4, 0,017To untuk propeller dengan jumlah daun 5 dan 0,015To untuk
propeller dengan jumlah daun 6”
Sedangkan untuk getaran torsional, ABS menyatakan bahwa:
“Torsi getaran atau torsi yang berosilasi pada kapal yang menggunakan twin screw
memiliki rata-rata torsi sebesar 0,016 pada 4 baling-baling, 0,0014 pada 5 baling-baling
dan 0,0010 pada 6 baling-baling”
Berdasarkan perhitungan manual terhadap getaran torsional sistem propulsi kapal M.V.
Sunny Go didapatkan nilai sebesar 0,0127.

Sehingga,
0,0127 < 0,016

Dari perhitungan secara manual dapat ditarik kesimpulan bahwasa nya nilai dari getaran
torsional pada M.V. Sunny Go menurut standar ABS, masih dibawah standart yang telah
ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai