Anda di halaman 1dari 6

Tema : Romance

Judul : Skala Prioritas

Takdir selalu saja sulit di mengerti, seperti datangnya salju kala musim panas dan seperti
datangnya cinta kala hati enggan memiliki. Namun di balik semua kejadian itu, takdir
tetaplah takdir. Ia hanya mampu diubah oleh tindakan yang istimewa.

Awal penghujung musim salju. Roy menatap punggung gadis itu lamat-lamat.

"Aku tidak akan melepaskan mu Shila, meskipun kau tetap pada keputusan mu"

Bulir air mata kesedihan menetes satu persatu. Sesak, itu yang ku rasakan. Terkadang
mencintai seseorang memang harus dengan cara melepaskannya.

Dinginnya salju menyeruak menembus tulang. Gumpalan salju berjatuhan di luar sana. Aku
mematung di depan kaca jendela, mengusapnya secara perlahan. Kenangan itu seakan
menyeruak kembali. Salju mudah sekali membuat ingatan ku memutar memori masa lalu.
Aku sangat menyukai salju, ia selalu turun bertepatan dengan semua peristiwa penting dalam
hidupku. Seperti musim salju tahun lalu, disaat aku mulai merasakan sesuatu yang tumbuh di
hati.

Apa kabar Arkan? Apa kabar Finlandia? Aku selalu ingin menanyakan itu

Kejadian beberapa bulan lalu, saat aku di pertemukan dengan Arkan. Membuatku rindu

Rindu dengan canda tawanya, rindu dengan perbincangan kita, dan masih banyak lagi.
Pemuda itu berhasil mengambil hatiku. Membuat perhatianku tertuju padanya. Namun
sayang, aku harus menunggu 1 tahun lagi untuk bisa bertemu dengannya. Setelah Arkan
memutuskan untuk melanjutkan study ke universitas ternama di Finlandia. Aku ikut senang
mendengar kabar itu, sekaligus sedih dengan keputusan itu. Berarti, secara tidak langsung
Arkan akan meninggalkan ku. Aku meraih foto yang berada di dalam bingkai. Memori itupun
terkuak kembali, dan bertepatan disaat salju sedang berguguran.

Salju berguguran dengan skala besar. Menimpa tanah, membungkusnya menjadi warna putih.
Udara diluar sangat dingin, minus 30 derajat celcius. Langkah kakiku tampak tergesa-gesa.
Aku harus mencari tumpangan bus rute 12 untuk menuju ballroom hotel, menghadiri sebuah
acara. Acara perayaan puncak musim salju sangat mewah. Tampak beberapa ukiran dari salju
yang di pamerkan. Hiasan-hiasan lampu dan pernak-pernik furnitur terkesan sangat glamour.
Ruangan 7×7 yang redup seketika lalu disambut pancaran biru kristal dari bongkahan es
raksasa. Sungguh pemandangan yang menakjubkan. Aku berjalan perlahan memutari ruangan
itu, memilih tempat duduk yang dirasa cukup nyaman. Hingga langkah ku terhenti. Tepat di
depan seseorang yang pernah ku kenali setahun yang lalu. Seseorang yang sempat aku
lupakan, dan kini kembali hadir dalam suasana yang tak jauh berbeda. Salju.

Hening. Aku hanya mematung. 10 menit yang lengang. Saling tatap.

"lama tak berjumpa" ucap Roy

Terdengar sangat miris, seperti ada sesuatu yang menyembul dari nada suaranya, rindu. Ya,
rindu yang telah sekian lama dipendam pemuda itu. Kalimat yang tepat untuk
mengungkapkannya.

"Akupun berpikir demikian" ucapku lirih

"Apa kabar Shila?"

"Apakah hari mu baik?" Aku menghembuskan nafas.

"Lebih baik dari hari ini" jawabku tanpa menatapnya.

Getir, pilu yang kurasa. Hingga akhirnya lengang beberapa menit lagi. Tanpa pertanyaan dan
jawaban. Pertemuan ini bukanlah untuk pertama kali. Tetapi suasana memang tak sehangat
waktu itu. Waktu dimana perasaan cinta belum tumbuh. Waktu dimana kita hanya sekedar
sahabat. Teman kecil, itu saja. Tidak lebih. Waktu yang mengubah segalanya menjadi
kebekuan.

"Aku harus pergi Roy" ucapku lirih

Roy hanya mengangguk, tanpa memandang ku sama sekali. Perih.

Aku melangkah beranjak pergi meninggalkannya. Waktu terasa sangat cepat. Acara
berlangsung lancar tanpa ada halangan. Aku tampak menikmati beberapa rangkaian acara

Sebelum akhirnya, aku memutuskan untuk pergi. Meninggalkan acara tepat sebelum ku lihat
lagi sosoknya, yang akan menimbulkan rasa rindu.

Bus rute 7 berhenti di halte yang berjarak beberapa meter dari rumah. Aku menyerahkan
sejumlah uang lalu bergegas turun. Berjalan melewati beberapa gang perumahan yang sepi.
Sepertinya para warga di kota ini lebih suka menghabiskan liburan musim salju di rumah
mereka. Berkumpul bersama keluarga sungguh menyenangkan.
"Apa kabar Arkan?" Pertanyaan itu muncul kembali. Mengingat setelah sekian lama tidak
bertemu. Kerinduan kepada Arkan yang dulu semakin bertambah. Ku buka pagar kayu
perlahan, lalu masuk melewati halaman luas dengan bunga-bunga yang tertutup salju. Ku raih
gagang pintu utama. Hawa panas dari mesin penghangat langsung terasa. Kulepas matel bulu,
lalu menggantungnya di tiang.

Pukul 10.30 udara di luar tetap terasa dingin. Salju turun lebih deras, mengalahkan pancaran
sinar mentari. Akhir-akhir ini suhu di luar memang tidak stabil. Aku merebahkan diri di atas
kasur. Rasa lelah dan kantuk menjadi perpaduan yang tepat untuk memejamkan mata.
Mengusir semua kepenatan yang ada. Refresh.

Ku hirup udara dalam-dalam, lalu ku hembuskan perlahan. Mencoba melupakan kejadian


beberapa jam yang lalu. Memori yang seharusnya tak pernah hadir kembali. Baru beberapa
menit memejamkan mata, terdengar dering telepon dari hologram di pergelangan tangan. Aku
menggoyangkan lengan. Gelang hologram muncul seketika. Wajah seseorang yang tak asing
lagi, muncul di dalamnya.

"Arkan?" Aku hampir tak berteriak, tak percaya. Arkan menelepon dari Finlandia. Terlihat
jelas dari latar belakangnya.

"Hai Shila, apa kabar?"

"Baik"

Arkan tersenyum.

"Bagaimana liburan mu?" "Apakah menyenangkan?"

Aku menggelengkan kepala.

"Aku ada proyek pada liburan musim salju kali ini"

"Kemungkinan tahun ini aku belum bisa pulang..." "Dan semoga ini bukan kabar buruk
bagimu, Shila"

Wajah ku murung. Tentu saja ini kabar buruk. Apakah ini artinya, aku harus bersabar
menunggu 1 tahun lagi?

Arkan tersenyum, seolah mengerti akan kegelisahan ku.

"Tahun berikutnya, aku akan mengajak mu jalan-jalan ke taman kota"


"Kita akan menghabiskan waktu bersama, sambil menikmati coklat hangat seperti dulu lagi"

Air mataku hampir tumpah, melihat Arkan sungguh-sungguh mengucapkannya. Namun


segera kuseka, sebelum dia tau aku sedang bersedih. "Aku janji" ucapnya.

Terlihat jelas betapa sibuknya Arkan. Proyeksi mesin-mesin canggih sedang di rancang di
belakang sana. Dia memang jenius.

"Jam telepon ku habis, aku harus kembali bekerja sekarang"

Aku mengangguk memahami kondisi saat itu.

"Bye Shila", "Bye Arkan"

Wajah Arkan mulai lenyap dari hologram 4 dimensi. Aku menggoyangkan kembali gelang di
pergelangan tangan dengan seketika, menjadi transparan. Teknologi ini sudah ada sejak tahun
2023 ditemukan oleh seorang profesor almamater universitas terkenal di Finlandia saat ini,
tempat study Arkan.

Belakangan ini Shila sangat sibuk. Jam aktifitasnya di kampus semakin padat. Tugas skripsi
menumpuk, membuat pusing kepala. Shila kurang tidur, matanya lesu, wajahnya pucat. Dia
jelas kurang istirahat. Mengerjakan tugas skripsi tahun ini sangat menyita waktu. Liburan
kemarin dia hanya berdiam diri, meratapi keadaan dalam kesendirian dengan berbagai pikiran
tentang Arkan. Rasa rindu itu menyiksanya, sekaligus membunuhnya. Membuat liburan yang
seharusnya fresh jadi gersang. Suasana hatinya buruk, tak seperti cuaca saat ini. Salju
berguguran dimana-mana. Seluruh kota tertutup salju tebal. Hati Shila terus beku tiap kali
mengingat masa-masa bersama Roy juga Arkan. Dua pilihan yang rumit baginya.

Setumpuk buku tergeletak di atas meja. Juga berlembar-lembar kertas berserakan disana.
Shila duduk mematung di kursi belajar, menatap hampa semua benda di depannya.

Pening. Dia butuh sesuatu. Suatu hiburan yang akan meredakan kepenatannya.

Dia butuh Arkan disini untuk memastikan bahwa semua akan baik-baik saja.

Pemuda itu selalu ceria saat bertemu dengannya. Selalu tersenyum. Senyuman termanis yang
pernah ia lihat. Arkan pemuda tangguh. Dia selalu menutupi semua masalahnya. Tak ingin
perempuan yang ia cintai ikut menanggung beban hidupnya. Itulah Arkan, Shila sangat
mengenalinya.
Suara mesin canggih terdengar di seluruh ruangan. Ruangan 4×4 kini lengang. Suatu ruangan
terpencil yang jauh dari kebisingan.

Arkan melamun menatap laptop di depannya dengan hampa. Berkali-kali ia berpikir.


Mencoba mencari jalan keluar terbaik, tetapi selalu buntu. Ia cerdas. Tetapi persoalan ini
tidak menggunakan akal. Ia harus mengedepankan perasaan. Dan itu keputusan yang berat.

Layar di monitor memunculkan gambar sebuah benda yang berbentuk kotak. Tampak
sederhana, namun fungsinya tentu tidak sesederhana yang ia lihat. Hampir semua teknologi
canggih saat ini di desain sesederhana mungkin. Pada layar monitor muncul wajah seseorang
yang sedang memberinya suatu misi rahasia. Wajah orang itu terlihat serius, karismanya
sebagai seorang profesor sangat terlihat. Ia berbicara panjang, menjelaskan beberapa teori
yang dirasa cukup penting.

"Ini adalah benda paling berharga dan hanya ada satu di bumi" "Benda ini sempat muncul
beberapa tahun yang lalu, dan sekarang menghilang"

"Terdengar kabar bahwa benda ini di buat di Korea tahun 2017 oleh seorang profesor yang
terkenal saat itu" "Aku menugaskan mu dalam misi ini, karena itulah tanah kelahiran mu"

"Kamu lebih dari tau mengenai negara mu itu bukan?" "Maka dari itu, carilah nama sang
pemilik lalu berikan benda itu padaku"

"Tugas terakhir mu ada pada misi ini Arkan..." "Laksanakanlah dengan baik"

Arkan mematung ketika memutar kembali rekaman itu, video rekaman yang di kirim
atasannya beberapa menit yang lalu. Ia mencoba mencari tau mengenai benda LOX tersebut
yang sekarang sedang tersembunyi di negaranya. Mencari tau asal-usulnya hingga ke akar-
akarnya. Berjam-jam ia mencari tau, berkutat di depan laptop. Hingga akhirnya ada titik
terang di sana. Dimana sejarah yang sudah terkubur bertahun-tahun itu terkuak kembali,
dengan sebuah nama yang tak asing di telinganya. 'Profesor Shandi'

Bukankah itu nama kakek Shila? Arkan jelas tidak mau menyakiti Shila sedikitpun. Apalagi
mengkhianatinya. Tapi di satu sisi, study ini penting bagi Arkan, untuk mencapai gelar
profesor butuh perjalanan yang panjang dan ia telah mencapai titik terakhirnya. Apakah ia
rela menyia-nyiakan semua usahanya selama 3 tahun dan membuangnya begitu saja?

Sungguh jika Shila disini, ia akan memeluknya dan mengatakan jika hal semacam ini tak
akan pernah terjadi. Ini jauh dari perkiraannya.
Nama Lengkap : Putri Hasna An-Nabila

Instagram : hasnaannbl_

No. WA : 085643305967

E-mail : putrihasnaannabila1211@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai