&
ANGGARAN RUMAH TANGGA
PARTAI GELORA INDONESIA
PEMBUKAAN
Jauh di dasar sanubari kita sebagai bangsa besar ada ketakutan yang akut bahwa sekarang,
setelah dua dekade menikmati demokrasi, kita sedang berjalan tanpa peta jalan yang jelas.
Ketidakterarahan ini membuat grafik sejarah kita terus mendatar dan tidak lagi mendaki
pencapaian yang tinggi. Padahal seluruh potensi besar kita sebagai bangsa seharusnya
meledak saat kita beralih ke sistem demokrasi. Langit kita terlalu tinggi tapi kita terbang
terlalu rendah. Ketakutan yang akut itu menandai adanya krisis yang kompleks, baik dalam
narasi maupun kepemimpinan.
Sementara itu dalam percaturan global kita menyaksikan dunia yang semakin kacau dan
setiap saat dapat berkembang menjadi perang dunia yang lebih mengerikan dari dua perang
dunia sebelumnya. Perubahan pada perimbangan kekuatan global dalam bidang ekonomi,
teknologi dan militer telah memicu perang supremasi baru antara kekuatan global; Amerika
Serikat, Tiongkok,Rusia dan Eropa. Perang ini pasti akan berlangsung lama, tanpa kaidah yang
jelas, dan tentu akan merambah semua sektor kehidupan kita, dari perang dagang, perang
teknologi, perlombaan senjata, perang geopolitik hingga perang ideologi.
Sistem global mulai tidak berfungsi, dan seluruh institusinya seperti lumpuh dan tidak
berdaya menghadapi krisis global ini. Perang selalu hadir saat sejarah menemui jalan buntu.
Dua krisis ini, nasional dan global, semakin memperkuat ketakutan kita bahwa perjalanan kita
- sebagai bangsa dan negara - bukan saja akan semakin lambat dan terseok-seok, tapi juga
bisa menjadikan kita korban yang sia-sia akibat krisis global. Patahan-patahan sejarah yang
telah kita lalui sejak masa penjajahan Belanda dan Jepang hingga G30 S PKI tahun 1965
sebagai residu perang dingin adalah fakta kasat mata bagaimana kita menjadi korban dari
krisis yang terjadi di tataran global.
Perjalanan sejarah panjang sebagai bangsa Indonesia, mengantarkan pada fakta bahwa
setidaknya kita melalui dua gelombang sejarah yang penting, pertama adalah menjadi
Indonesia dan kedua adalah menjadi negara-bangsa moderen yang kuat. Seharusnya
sekarang kita memasuki gelombang ketiga dimana Indonesia menjadi salah satu kekuatan
utama dan merupakan bagian dari kepemimpinan dunia.
Sebuah gerakan kebangkitan baru Indonesia menjadi niscaya dan merupakan kewajiban
sejarah dan agama. Gerakan kebangkitan baru bertujuan menyelesaikan krisis narasi dan
kepemimpinan nasional, sekaligus mengantarkan Indonesia memasuki gelombang ketiga
sejarahnya dengan menjadi kekuatan utama dunia dan ikut berpartisipasi dalam menemukan
keseimbangan global baru agar umat manusia terhindar dari ancaman perang global yang
akan membinasakan eksistensinya.
Gerakan kebangkitan itu harus kuat dan massif, berderu-deru dari gelora cita dan cinta yang
tak terbendung, digerakkan oleh rakyat dan untuk rakyat, seperti irama gelombang samudera
yang tak terlawan.
Dengan bertawakal kepada Allah SWT dan untuk menunaikan kewajiban sejarah dan agama
itulah kami dengan ini menyatakan berdirinya Partai Gelombang Rakyat Indonesia.
BAB I
NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN
Bagian Kesatu
Nama
Pasal 1
Partai ini bernama Partai Gelombang Rakyat Indonesia yang disingkat menjadi Partai Gelora
Indonesia selanjutnya disebut Partai dalam Anggaran Dasar ini.
Bagian Kedua
Waktu Pendirian
Pasal 2
Bagian Ketiga
Pasal 3
Dewan Pimpinan Nasional Partai berkedudukan di Jakarta atau Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
BAB II
ASAS DAN JATIDIRI
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 4
Asas Partai adalah Pancasila dan berlandaskan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Bagian Kedua
Jatidiri
Pasal 5
Pasal 6
1. Islam sebagaimana yang dimaksud dalam jatidiri partai ini adalah nilai-nilai keislaman
dalam perspektif kehidupan berbangsa, bernegara yang didasari oleh Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai energi yang menyatukan tanah air
dan rakyatnya, dengan menjunjung tinggi norma, etika, serta kemanusiaan, dan
penghormatan terhadap segenap agama yang ber-ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Nasionalisme sebagaimana yang dimaksud dalam jatidiri partai ini adalah rasa cinta, setia
dan semangat pembelaan terhadap tanah air, bangsa dan negara Indonesia maupun
penghormatan kepada segenap warga negara dengan kemajemukannya, untuk menjaga
dan memajukan peradaban bangsa, tanpa membedakan suku, agama, ras, serta
golongan.
3. Demokrasi sebagaimana yang dimaksud dalam jatidiri partai ini adalah semangat untuk
membangun pemerintahan dan peradaban Indonesia dengan penghormatan terhadap
hak-hak warga negara dan nilai-nilai kebebasan, persamaan, keterbukaan, tanggung
jawab serta penghargaan terhadap kebhinekaan.
4. Kemanusiaan sebagaimana yang dimaksud dalam jatidiri partai ini adalah semangat
untuk meletakan manusia dan sifat kemanusiaannya pada tempat yang mulia dan
menjadi pijakan pelembagaan sikap partai dalam perumusan kebijakan negara.
5. Kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam jatidiri partai ini adalah semangat untuk
mengelola bumi, air dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalam negara
Indonesia untuk digunakan sebesar-sebesarnya meningkatkan kemakmuran dan standar
kualitas hidup rakyat, dengan mendorong etos kerja, menumbuh kembangkan jiwa
kewirausahaan dan kedermawanan menuju Indonesia yang makmur dan berdaulat.
BAB III
LAMBANG DAN ATRIBUT
Bagian Kesatu
Lambang
Pasal 7
Bagian Kedua
Atribut
Pasal 8
BAB IV
VISI DAN MISI
Bagian Kesatu
Visi
Pasal 9
Visi Partai ialah mewujudkan Indonesia yang berdaulat, adil, makmur dan menjadi bagian dari
kepemimpinan dunia.
Bagian kedua
Misi
Pasal 10
BAB V
TUJUAN DAN FUNGSI
Bagian Kesatu
Tujuan
Pasal 11
Partai bertujuan:
1. Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Meningkatkan partisipasi politik anggota, relawan dan masyarakat dalam rangka
penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan.
6. Memperjuangkan cita-cita partai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
7. Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 12
BAB VI
KEANGGOTAAN DAN RELAWAN
Bagian Kesatu
Keanggotaan
Pasal 13
1. Partai melakukan rekrutmen terhadap Warga Negara Indonesia untuk menjadi anggota
Partai.
2. Anggota Partai adalah Warga Negara Republik Indonesia yang dengan sukarela ingin
menjadi anggota dan memenuhi syarat sebagaimana yang diatur dalam ketentuan
perundang-undangan.
3. Keanggotaan Partai terbagi menjadi.
a. Anggota, adalah Warga Negara Indonesia yang mendaftar menjadi anggota partai.
b. Kader, adalah anggota Partai yang telah mengikuti program pendidikan dan
pengkaderan Partai.
c. Fungsionaris, adalah anggota Partai yang diamanahi sebagai pengurus Partai.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Anggota
Pasal 14
Pasal 15
Setiap anggota berhak untuk:
1. Bicara dan memberikan suara.
2. Memilih dan dipilih dalam jabatan politik/publik.
3. Membela diri.
4. Mendapatkan pendidikan dan pengkaderan.
Bagian Keempat
Pendidikan dan Pengkaderan
Pasal 16
Bagian Kelima
Kehilangan Keanggotaan
Pasal 17
Pasal 18
Proses kehilangan keanggotaan yang disebabkan pelanggaran Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
Bagian Ketiga
Relawan
Pasal 19
1. Partai dapat melibatkan relawan dengan semangat untuk pemberdayaan dan pendidikan
politik bagi warga negara.
2. Relawan adalah warga negara Indonesia yang terlibat dan berkontribusi dalam program
dan/atau kegiatan partai tanpa mengikatkan diri dalam keanggotaan Partai.
BAB VII
ORGANISASI PARTAI
Pasal 20
Organisasi Partai terdiri dari organisasi Partai tingkat pusat, tingkat wilayah, tingkat daerah
dan tingkat cabang.
Pasal 21
Pasal 22
Organisasi Partai tingkat wilayah adalah Dewan Pimpinan Wilayah yang mewakili Partai pada
tingkatan provinsi dan berkedudukan di ibu kota provinsi.
Pasal 23
Organisasi Partai tingkat daerah adalah Dewan Pimpinan Daerah yang mewakili Partai pada
tingkatan kabupaten/kota dan berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
Pasal 24
Organisasi Partai tingkat cabang adalah Dewan Pimpinan Cabang yang mewakili partai pada
tingkatan kecamatan dan berkedudukan di ibu kota kecamatan.
Pasal 25
BAB VIII
MAJELIS PERMUSYAWARATAN NASIONAL
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 26
Majelis Permusyawaratan Nasional adalah lembaga pengambilan keputusan tertinggi Partai.
Pasal 27
1. Anggota Majelis Permusyaratan Nasional terdiri dari Dewan Pimpinan Nasional, Dewan
Pimpinan Wilayah, Dewan Pimpinan Daerah dan struktur organisasi sayap Partai.
2. Ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat (1) akan berlaku setelah keikutsertaan partai
dalam Pemilihan Umum untuk pertama kali.
3. Sebelum keikutsertaan partai dalam Pemilihan Umum untuk pertama kali, Anggota
Majelis Permusyawaratan Nasional berasal dari Ketua Umum, Wakil Ketua Umum,
Sekretaris Jenderal, Bendahara Umum, serta unsur para pendiri Partai .
4. Majelis Permusyawaratan Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berjumlah
sedikit-dikitnya 33 (tiga puluh tiga) orang dan ditetapkan oleh Ketua Umum.
Bagian Kedua
Pimpinan
Pasal 28
1. Pimpinan Majelis Permusyaratan Nasional berjumlah 3 (tiga) orang, yang dipilih dari dan
oleh Anggota Majelis Permusyawaratan.
2. Pimpinan Majelis Permusyawaratan Nasional tidak boleh merangkap sebagai
pimpinan/pengurus Dewan Pimpinan Nasional.
3. Majelis Permusyawaratan Nasional memilih 1 (satu) orang Ketua dan 2 (dua) orang Wakil
Ketua.
4. Pimpinan Majelis Permusyaratan Nasional bertugas untuk menjadwalkan, mengundang
dan memimpin jalannya sidang-sidang.
Bagian Kedua
Sidang dan kewenangan
Pasal 29
Bagian Ketiga
Musyawarah Nasional
Pasal 30
Pasal 31
Dalam hal terjadi kejadian luar biasa maka Majelis Permusyawaratan Nasional dapat
menyelenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa.
Pasal 32
Hal-hal yang dimaksud dengan kejadian luar biasa diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah
Tangga.
Bagian Keempat
Musyawarah Kerja
Pasal 33
Musyawarah Kerja Majelis Permusyaratan Nasional dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali
dalam satu tahun, dengan tugas:
1. Membahas capaian garis kebijakan Partai dalam satu tahun.
2. Memberikan rekomendasi kepada Dewan Pimpinan Nasional dan Mahkamah Partai
berkaitan dengan tugas yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
3. Menyusun dan mengembangkan ideologi dan konsepsi perjuangan Partai.
4. Melanjutkan agenda Musyawarah Nasional.
Pasal 34
Pasal 35
Ketentuan tentang Majelis Permusyawaratan Nasional diatur lebih lanjut dalam Anggaran
Rumah Tangga Partai.
BAB IX
DEWAN PIMPINAN NASIONAL
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 36
Dewan Pimpinan Nasional adalah badan eksekutif Partai.
Pasal 37
Dewan Pimpinan Nasional diketuai oleh Ketua Umum yang dipilih dalam Musyawarah
Nasional.
Bagian Kedua
Kewenangan
Pasal 38
Bagian Ketiga
Tugas
Pasal 39
Bagian Keempat
Kepengurusan
Pasal 40
Ketua Umum memilih dan menetapkan Wakil Ketua Umum, Sekretaris Jenderal dan
Bendahara Umum.
Pasal 41
Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, Sekretaris Jenderal dan Bendahara Umum Partai
membentuk kepengurusan di tingkat Dewan Pimpinan Nasional, yang terdiri dari:
1. Bidang.
2. Biro.
3. Struktur maupun alat kelengkapan lain yang dianggap perlu.
Pasal 42
Ketua Umum dapat mengganti kepengurusan di tingkat Dewan Pimpinan Nasional sejauh
untuk kepentingan dan kemaslahatan partai.
Pasal 43
Ketentuan tentang Dewan Pimpinan Nasional diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah
Tangga.
BAB X
MAHKAMAH PARTAI
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 44
Mahkamah Partai adalah lembaga yang menyelesaikan perselisihan internal partai,
sebagaimana yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan dan Anggaran Dasar serta
Anggaran Rumah Tangga Partai.
Bagian Kedua
Tugas
Pasal 45
Bagian Kedua
Susunan
Pasal 46
Mahkamah Partai beranggotakan 5 (lima) orang yang dipilih dari anggota partai yang memiliki
kualifikasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 47
Ketua dan Anggota Mahkamah Partai dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Nasional dalam
Musyawarah Nasional atau Musyawarah Kerja.
Bagian Ketiga
Obyek
Pasal 48
Mahkamah Partai memeriksa, mengadili dan memutus laporan perselisihan yang bersifat
publik dan/atau pelanggaran aturan organisasi yang berkaitan tentang:
1. Sengketa kepengurusan.
2. Pelanggaran terhadap hak anggota Partai.
3. Pemberhentian keanggotaan.
4. Hal lain sebagaimana yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
Pasal 49
Bagian Keempat
Mekanisme
Pasal 50
Pasal 51
Mahkamah Partai bersifat pasif dalam melaksanakan tugasnya, menunggu pelaporan dari
para pihak dan terlebih dahulu memberikan kesempatan Dewan Pimpinan Nasional
melakukan proses mediasi atau musyawarah.
Pasal 52
Dewan Pimpinan Nasional memberikan dukungan operasional dan keuangan dalam
pelaksanaan tugas Mahkamah Partai.
Pasal 53
Ketentuan tentang Mahkamah Partai akan dijelaskan lebih lanjut dalam Anggaran Rumah
Tangga.
BAB XI
DEWAN PIMPINAN WILAYAH
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 54
Bagian Kedua
Pimpinan
Pasal 55
Dewan Pimpinan Wilayah dipimpin oleh Ketua dan Sekretaris yang dipilih dalam Musyawarah
Wilayah.
Bagian Ketiga
Kepengurusan
Pasal 56
Ketua dan Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah menyusun dan membentuk kepengurusan,
yang diantaranya terdiri atas:
1. Bendahara.
2. Bidang.
3. Biro.
4. Struktur dan alat kelengkapan lain yang dianggap perlu.
Pasal 57
Bagian Keempat
Kewenangan dan Tugas
Pasal 58
Dewan Pimpinan Wilayah berwenang untuk:
1. Menentukan kebijakan partai pada tingkat Provinsi.
2. Menyusun dan menetapkan program kerja di tingkat wilayah.
3. Memilih Komposisi Personalia Dewan Pimpinan Wilayah.
4. Mengesahkan Komposisi dan Personalia Dewan Pengurus Daerah Kabupaten/Kota.
5. Menyelesaikan perselisihan kepengurusan Dewan Pengurus Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 59
Bagian Kelima
Musyawarah wilayah
Pasal 60
Pasal 61
Ketentuan mengenai Dewan Pimpinan Wilayah dan Musyawarah Wilayah diatur lebih lanjut
dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XII
DEWAN PIMPINAN DAERAH
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 62
Dewan Pimpinan Daerah DPD adalah badan eksekutif partai di tingkat kabupaten/kota.
Bagian Kedua
Pimpinan
Pasal 63
Dewan Pimpinan Daerah dipimpin oleh Ketua dan Sekretaris yang dipilih dalam Musyawarah
Daerah.
Bagian Ketiga
Kepengurusan
Pasal 64
Ketua dan Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah menyusun dan membentuk kepengurusan,
yang diantaranya terdiri atas:
1. Bendahara.
2. Bidang.
3. Biro.
4. Struktur dan alat kelengkapan lain yang dianggap perlu.
Pasal 65
Bagian Keempat
Kewenangan
Pasal 66
Bagian Kelima
Tugas
Pasal 67
Bagian Keenam
Musyawarah Daerah
Pasal 68
Pasal 69
Ketentuan mengenai Dewan Pimpinan Daerah dan Musyawarah Daerah diatur lebih lanjut
dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XIII
DEWAN PIMPINAN CABANG
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 70
Bagian Kedua
Pimpinan
Pasal 71
Dewan Pimpinan Cabang dipimpin oleh Ketua dan Sekretaris yang dipilih dalam Musyawarah
Cabang.
Bagian Kedua
Kepengurusan
Pasal 72
Ketua dan Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang dapat menyusun dan membentuk
kepengurusan, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan daya dukungnya.
Bagian Ketiga
Kewenangan dan Tugas
Pasal 73
Pasal 74
Bagian Kelima
Musyawarah Cabang
Pasal 75
Pasal 76
Ketentuan mengenai Dewan Pimpinan Cabang dan Musyawarah Cabang diatur lebih lanjut
dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XIV
ORGANISASI SAYAP
Pasal 77
1. DPN dapat membentuk Organisasi Sayap atau Afiliasi untuk membantu tugas-tugas
dalam bidang tertentu.
2. Ketentuan lebih lanjut tentang Organisasi Sayap atau Afiliasi diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
BAB XV
FRAKSI
Pasal 78
1. Fraksi adalah perpanjangan tangan partai dalam memperjuangkan visi dan misi partai di
lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di seluruh Indonesia,
sebagaimana yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
2. Fraksi dibentuk oleh Partai secara berjenjang pada struktur partai yang setingkat.
3. Pembentukan Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wajib mendapatkan persetujuan
struktur partai satu tingkat diatasnya.
BAB XVI
HUBUNGAN DAN KERJASAMA
Pasal 79
Pasal 80
Partai dapat menjalin hubungan dan kerjasama dengan Partai Politik lain untuk mencapai
tujuan bersama dalam rangka memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat.
Pasal 81
Pengaturan lebih lanjut mengenai Hubungan dan kerjasama diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.
BAB XVII
MUSYAWARAH DAN RAPAT
Bagian Kesatu
Musyawarah
Pasal 82
Bagian Kedua
Rapat-rapat
Pasal 83
Pasal 84
Ketentuan tentang musyawarah dan/atau rapat partai, diatur lebih lanjut dalam Anggaran
Rumah Tangga.
BAB XVIII
KUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Bagian Kesatu
Kuorum
Pasal 85
Musyawarah dan/atau rapat Partai dapat diselenggarakan jika dihadiri oleh lebih dari 50%
(per seratus) + 1 (plus satu), dari jumlah peserta yang berhak untuk hadir.
Pasal 86
Bagian Kedua
Pengambilan Keputusan
Pasal 87
BAB XIX
PERATURAN DAN KEPUTUSAN PARTAI
Pasal 88
Partai membentuk Peraturan dan Keputusan untuk membangun ketertiban dan budaya
organisasi yang kokoh, solid dan sesuai dengan kaidah pembentukan serta tata urutan
peraturan yang baik.
Pasal 89
Pasal 90
Untuk melaksanakan peraturan, maka Partai dapat membuat keputusan partai, dengan
susunan:
1. Keputusan Ketua Umum
2. Keputusan Dewan Pimpinan Nasional.
3. Keputusan Dewan Pimpinan Wilayah.
4. Keputusan Dewan Pimpinan Daerah.
5. Keputusan Dewan Pimpinan Cabang.
Pasal 91
Ketentuan mengenai Peraturan dan Keputusan Partai diatur lebih lanjut dalam Anggaran
Rumah Tangga.
BAB XX
KEUANGAN
Pasal 92
Pasal 93
Pengelolaan keuangan Partai dilakukan sesuai dengan kaidah penata kelolaan keuangan dan
peraturan perundang-undangan.
BAB XXI
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUKUM
Pasal 94
1. Partai sebagai badan hukum diwakili oleh Dewan Pimpinan Nasional di dalam dan di luar
pengadilan;
2. Dewan Pimpinan Nasional dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana tersebut pada
ayat satu (1) kepada Dewan Pengurus Wilayah sesuai dengan tingkatannya masing-
masing;
3. Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelesaian Perselisihan Hukum diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.
BAB XXII
PEMBUBARAN PARTAI
Pasal 95
1. Pembubaran Partai hanya dapat dilakukan di dalam suatu Musyawarah Nasional Majelis
Permusyawaratan Nasional yang khusus diadakan untuk itu;
2. Dalam hal pengambilan keputusan tentang Pembubaran Partai, Musyawarah Nasional
Majelis Permusyawaratan Nasional dinyatakan sah apabila dihadiri oleh seluruh peserta
dan Keputusan Musyawarah dinyatakan sah apabila disetujui lebih dari dua per tiga
jumlah peserta yang hadir.
BAB XXIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 96
BAB XXIV
PE N U T U P
Pasal 97
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar, ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga
dan/atau Peraturan Partai.
Pasal 98
Bagian Kesatu
Lambang
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Secara umum makna lambang Partai Gelora Indonesia ialah berjuang dengan niat suci
mewujudkan Indonesia sebagai kekuatan utama dunia, berbekal ilmu pengetahuan dan
kekuatan cita-cita serta digerakkan oleh gelombang kecintaan rakyat Indonesia untuk
menentukan masa depan Indonesia yang cerah.
Bagian Kedua
Atribut
Pasal 5
1. Partai dapat memiliki hymne, mars dan atribut lainnya yang menggambarkan semangat
dan jatidiri Partai.
2. Ketentuan tentang hymne, mars dan atribut diatur lebih lanjut dalam peraturan Partai.
BAB II
KEANGGOTAAN DAN RELAWAN
Bagian Kesatu
Pendidikan dan Pengkaderan
Pasal 6
1. Partai membuat desain maupun kurikulum pendidikan dan pengkaderan yang diarahkan
untuk mengokohkan asas, jatidiri serta visi, misi dan tujuan Partai dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
2. Pendidikan dan pengkaderan Partai diselenggarakan secara berjenjang di setiap struktur
Partai dengan memperhatikan kearifan lokal dan muatan yang dapat diaplikasikan di
seluruh Indonesia.
3. Ketentuan tentang pendidikan dan pengkaderan Partai diatur lebih lanjut dalam
peraturan Partai.
Bagian Kedua
Kehilangan Keanggotaan
Pasal 7
Pasal 8
1. Partai dapat membentuk tim ad-hoc untuk melakukan tugas-tugas sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 7 (tujuh).
2. Partai dapat membentuk peraturan yang mengatur secara khusus tentang proses
pencabutan keanggotaan.
BAB III
MAJELIS PERMUSYAWARATAN NASIONAL
Musyawarah Nasional Luar Biasa dapat diselenggarakan bila terjadi kejadian luar biasa
Pasal 9
Pasal 10
Dalam hal terjadi kejadian luar biasa maka pimpinan Majelis Permusyawaratan Nasional
menyelenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa, selambat lambatnya 7 x 24 Jam (tujuh
hari) sejak hal-hal sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 12 terjadi.
Pasal 11
BAB IV
DEWAN PIMPINAN NASIONAL
Bagian Kesatu
Kewenangan
Pasal 12
Bagian Kedua
Kepengurusan
Pasal 13
Ketua Umum memilih dan menetapkan Wakil Ketua Umum, Sekretaris Jenderal dan
Bendahara Umum dalam Keputusan Ketua Umum.
Pasal 14
Ketua Umum menyusun komposisi dan personalia Dewan Pimpinan Nasional dalam
Keputusan Dewan Pimpinan Nasional.
Pasal 15
Ketua Umum dapat mengganti kepengurusan di tingkat Dewan Pimpinan Nasional sejauh
untuk kepentingan dan kemaslahatan Partai, dengan ketentuan:
1. Dikhawatirkan terjadi stagnasi.
2. Kinerja dari kepengurusan tidak maksimal.
3. Membutuhkan penyegaran.
BAB V
MAHKAMAH PARTAI
Pasal 16
Pasal 17
Mahkamah Partai dapat menyusun peraturan yang berkaitan dengan pedoman beracara yang
disebut Peraturan Mahkamah Partai.
Pasal 18
Bagian Kedua
Susunan
Pasal 19
Mahkamah Partai beranggotakan 5 (lima) orang yang dipilih dari anggota partai yang memiliki
kualifikasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 20
Ketua dan Anggota Mahkamah Partai dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Nasional dalam
Musyawarah Nasional atau Musyawarah Kerja.
Pasal 21
BAB VI
DEWAN PIMPINAN WILAYAH
Pasal 22
Ketua dan Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah menyusun komposisi dan personalia
kepengurusan Dewan Pimpinan Wilayah menyesuaikan dengan kebutuhan dan daya dukung
Partai.
Pasal 23
Musyawarah Wilayah dapat dilakukan sebelum keikut sertaan Partai dalam Pemilihan Umum
pertama kali sepanjang diagendakan untuk konsolidasi dan pemantapan kerja pemenangan
Pemilihan Umum pada tingkatan Provinsi.
Pasal 24
Pengaturan lebih lanjut tentang Dewan Pimpinan Wilayah dapat diatur dengan Peraturan
Partai.
BAB VII
DEWAN PIMPINAN DAERAH
Pasal 25
Ketua dan Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah menyusun komposisi dan personalia
Kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah menyesuaikan dengan kebutuhan dan daya dukung
Partai.
Pasal 26
Musyawarah Daerah dapat dilakukan sebelum keikut sertaan Partai dalam Pemilihan Umum
pertama kali sepanjang diagendakan untuk konsolidasi dan pemantapan kerja pemenangan
Pemilihan Umum pada tingkatan kabupaten/kota.
Pasal 27
Pengaturan lebih lanjut tentang Dewan Pimpinan Daerah dapat diatur dengan Peraturan
Partai.
BAB VIII
DEWAN PIMPINAN CABANG
Pasal 28
Ketua dan Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang menyusun komposisi dan personalia
Kepengurusan Dewan Pimpinan Cabang menyesuaikan dengan kebutuhan dan daya dukung
Partai.
Pasal 29
Musyawarah Cabang dapat dilakukan sebelum keikut sertaan Partai dalam Pemilihan Umum
pertama kali sepanjang diagendakan untuk konsolidasi dan pemantapan kerja pemenangan
Pemilihan Umum pada tingkatan kecamatan.
Pasal 30
Pengaturan lebih lanjut tentang Dewan Pimpinan Cabang dapat diatur dengan Peraturan
Partai.
BAB IX
ORGANISASI SAYAP
Pasal 31
BAB X
HUBUNGAN DAN KERJASAMA
Pasal 32
Hubungan dan kerjasama Partai dilakukan dengan mensinergikan segenap potensi yang
dimiliki oleh Partai.
Pasal 33
Pengaturan lebih lanjut mengenai Hubungan dan kerjasama diatur dalam Peraturan Partai.
BAB XI
MUSYAWARAH DAN RAPAT
Pasal 34
Musyawarah dan/atau rapat Partai dilaksanakan dengan tata tertib yang dibuat bersama
peserta.
Pasal 35
Pasal 36
Ketentuan mengenai musyawarah dan/atau rapat Partai diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Partai.
BAB XII
KUORUM
Pasal 37
Pasal 38
BAB XIII
PERATURAN DAN KEPUTUSAN PARTAI
Pasal 39
Pasal 40
Prinsip-prinsip pembentukan peraturan Partai harus sejalan dan sinergi dengan pedoman
pembentukan peraturan perundang-undangan yang lazim dipakai pada lembaga publik.
Pasal 41
Pimpinan dan Pengurus Partai sedapat mungkin menghindari kekosongan norma dalam
pengelolaan Partai dengan selalu melakukan kordinasi dan pembentukan pengaturan
kebijakan untuk menghindari ketidakteraturan.
BAB XIV
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUKUM
Pasal 42
Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal sebagai perwakilan badan hukum Partai dapat bertindak
langsung, maupun memberikan kuasa kepada struktur Partai dan/atau kuasa hukum untuk
mewakili di dalam dan di luar pengadilan, dalam hal:
1. Sengketa Partai Politik.
2. Sengketa Perdata.
3. Penyelesaian perselisihan hukum.
4. Musyawarah.
5. Arbitrase.
6. Peradilan.
Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut tentang penyelesaian perselisihan hukum diatur dalam Peraturan
Partai.
BAB XV
PE N U T U P
Pasal 44
Hal-hal yang belum diatur maupun belum secara tegas disebut dalam Anggaran Rumah
Tangga ini, diatur kemudian dalam Peraturan Partai.
Pasal 45