Anda di halaman 1dari 11

PERMASALAHAN PENGGUNAAN UANG FIAT

Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Sistem dan Manajemen Alat dan Mesin
Pertanian

Oleh:
Mega Ayu Widya Putri
191710201029
TEP C

JURUSAN TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tidak bisa di pungkiri, dalam kehidupan ini uang adalah segalanya. Meskipun
ada juga tidak sepakat dengan pendapat tersebut, tapi faktanya, apa yang manusia
lakukan adalah UUD alias “Ujung-Ujungnya Duit” (uang). Dengan uang kita bisa
membeli apa saja, dan tanpa uang kita tidak bisa apa-apa. Bahkan yang lebih parah
lagi, khususnya di Indonesia, dengan uang orang dapat membeli hukum. Orang dapat
melakukan apa saja demi uang. Orang korupsi karena uang. Aparat hukum, birokrat,
penguasa dan lain sebagainya bisa menjadi melempem karena uang. Orang rela
melakukan apa saja demi uang. Orang melanggar aturan karena uang, seakan-akan
uang adalah segalanya. Seakan uang itu adalah Tuhan.
Di sinilah muncul persoalan pergeseran nilai yang tadinya uang hanya sekedar
alat tukar untuk memudahkan transaksi. Uang seakan menjadi tujuan hidup manusia.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Dalziel (1962) yang menyatakan bahwa awalnya,
uang muncul karena adanya kesulitan dalam transaksi barter. Uang dalam ilmu
ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara
umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap
orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi
modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima
sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan
berharga lainnya serta untuk pembayaran utang.
Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda
pembayaran (Hubbard 2002). Komarudin (1991) menjelaskan bahwa keberadaan
uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih
kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern
karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan
pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan
dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan
pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan
kemakmuran. Kondisi saat ini, semua negara di dunia ini menggunakan uang fiat
untuk memudahkan transaksi ekonomi, baik transaksi dalam negeri maupun transaksi
perdagangan internasional. Menurut Mishkin (2008: 73) menyatakan bahwa uang fiat
(fiat money), yaitu uang kertas yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai alat
pembayaran yang sah (pengertian sah adalah uang kertas tersebut dapat diterima
sebagai pembayaran utang) tetapi tidak dapat dikonversi ke dalam bentuk koin atau
logam berharga.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, berikut adalah rumusan
masalah makalah ini.
a. Apa yang dimaksud dengan uang?
b. Apa yang dimaksud dengan uang fiat?
c. Apa saja nilai yang dimiliki oleh uang?
d. Apa saja permasalahan yang muncul akibat penggunaan uang fiat?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, berikut adalah tujuan dari makalah
berikut.
a. Mengetahui definisi uang.
b. Mengetahui definisi uang fiat.
c. Mengetahui jenis uang berdasarkan nilai yang dimiliki uang.
d. Mengetahui permasalahan yang muncul akibat penggunaan uang fiat.
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Uang
Uang, sudah tentu, amat dibutuhkan oleh perekonomian agar perekonomian
pasar berfungsi. Pemanfaatan uang, memisahkan mereka yang tengah bertukaran ke
penjual dan pembeli dan memisahkan barter ke dalam penawaran dan permintaan
pasar. Uang secara umum didefinisikan sebagai alat tukar. Segala sesuatu yang dapat
bertindak sebagai alat ukur umum, yang disebabkan oleh alat itu dapat diterima
sebagai alat penyelesaian utang, dapat dianggap sebagai uang.
Uang secara umum didefinisikan sebagai alat tukar. Segala sesuatu yang dapat
bertindak sebagai alat ukur umum, yang disebabkan oleh alat itu dapat diterima
sebagai alat penyelesaian utang, dapat dianggap sebagai uang. Uang sangat
dibutuhkan pula untuk perkembangan pasar kredit. Memang dimungkinkan
meminjam barang dalam perekonomian barter dengan janji untuk mengembalikan
barang atau barang lain setelah waktu tertentu. Akan tetapi, tidaklah mungkin untuk
mendapatkan pasar yang seragam untuk pelayanan ekonomi khusus itu (Komaruddin,
1991).
Fungsi utama uang dalam teori konvensional menurut Hubbard (2002) adalah
sebagai berikut: (a) sebagai alat tukar (medium of exchange) uang dapat digunakan
sebagai alat untuk mempermudah pertukaran; (b) sebagai alat kesatuan hitung (unit of
Account) untuk menentukan nilai/ harga sejenis barang dan sebagai perbandingan
harga satu barang dengan barang lain, dan (c) sebagai alat penyimpan/penimbun
kekayaan (store of value) dalam bentuk uang atau barang
2.2 Uang Fiat
Kondisi saat ini, semua negara di dunia ini menggunakan uang fiat untuk
memudahkan transaksi ekonomi, baik transaksi dalam negeri maupun transaksi
perdagangan internasional. Menurut Mishkin (2008) menyatakan bahwa uang fiat
(fiat money), yaitu uang kertas yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai alat
pembayaran yang sah (pengertian sah adalah uang kertas tersebut dapat diterima
sebagai pembayaran utang) tetapi tidak dapat dikonversi ke dalam bentuk koin atau
logam berharga. Secara normatif, fiat money adalah uang yang terbuat dari sesuatu,
baik terbuat dari kertas ataupun koin yang diakui sebagai alat tukar yang sah dalam
yuridiksi atau negara tertentu meskipun tidak memiliki nilai atau cadangan (back up)
yang setara dengan nilai nominalnya.
Dahulu ketika dunia masih mengikuti standar emas (gold standard) uang
diback up oleh emas. Namun saat ini telah lama ditinggalkan oleh perekonomian
dunia semenjak tahun 1931 di mana pemerintah Amerika Serikat menghentikan izin
bagi warganya untuk mengkonversi mata uang kertas ke simpanan emas. Kini fiat
money yang beredar yang menjadi alat tukar karena pemerintah menetapkannya
sebagai alat tukar. Apabila pemerintah mencabut keputusannya dan menggunakan
uang dari jenis lain, maka uang kertas tersebut tidak akan memiliki nilai sama sekali.
Penerbitan fiat money menciptakan daya beli baru dari sesuatu yang tidak
berharga. Karena uang tersebut tidak memiliki harga tetapi merefleksikan harga
semua barang, di sinilah timbul ketidakadilan karena dari sesuatu yang tidak berharga
(fiat money) bisa ditukar dengan barang (sesuatu yang berharga). Dalam istilah
ekonomi, uang tidak memberikan kegunaan langsung (indirect utility function), tetapi
dapat digunakan untuk membeli barang yang bermanfaat. Fiat money juga
memberikan manfaat yang tidak adil dari sisi penerbitannya, yang dikenal dengan
istilah seigniorage yaitu laba atas penerbitan dari uang tersebut bagi otoritas
penerbitan uang
3.3 Nilai pada Uang
Pada dasarnya nilai uang dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu nilai uang
dilihat dari bahan pembuatannya dan dilihat dari penggunaannya (Mishkin 2008).
Dilihat dari bahan pembuatannya, ada 2 jenis:
a. Nilai intrinsik yaitu nilai uang berdasarkan bahan-bahan pembuatan uang.
Contohnya, untuk membuat uang logam Rp100 diperlukan logam perak seberat
1 gram. Dengan demikian, uang sebesar Rp100 sama dengan harga yang senilai
dengan 1 gram perak. Inilah yang disebut nilai intrinsik uang.
b. Nilai nominal; yaitu nilai yang tertera pada setiap mata uang yang
bersangkutan. Pada uang Rp100.000 tertera angka seratus ribu rupiah, maka nilai
nominal uang tersebut adalah seratus ribu rupiah.
Dari dua nilai uang di atas menimbulkan dua istilah fiducier money dan full
bodied money. Fiducier money, yaitu uang yang memiliki nilai nominal lebih besar
daripada nilai intrinsiknya. Contohnya ialah semua uang kertas. Adapun full bodied
money, yaitu uang yang memiliki nilai nominal sama dengan nilai intrinsiknya.
Contohnya ialah semua jenis mata uang logam sehingga uang logam disebut juga full
bodied money. Sebagai alat tukar atau alat ukur maka nilai yang diterima dan yang
diserahkan adalah sama tanpa memperhatikan alat tukar.
Menurut Simmel (2004) sebuah alat ukur, harus memiliki kualitas yang sama
sebagai objek yang akan diukur: ukuran panjang harus panjang, ukuran berat harus
berat, ukuran ruang harus memiliki dimensi. Akibatnya, ukuran nilai harus berharga.
Tidak peduli seberapa terkait dua hal maupun hal lainnya. Ketika saya mengukur
mereka terhadap satu sama lain mereka harus sama-sama memiliki kualitas yang bisa
diperbandingkan. Setiap kesetaraan kuantitatif dan numerik atau ketimpangan tidak
akan berarti jika tidak mengacu pada jumlah relatif dari satu dan kualitas yang sama.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa alat tukar yang ideal adalah alat
tukar yang mempunyai instrinsik dan nilai nominal yang sama atau full bodied
money.
3.4 Permasalahan Akibat Uang Fiat
Persoalan yang melekat pada uang fiat adalah penurunan nilai uang fiat itu
sendiri yang berlangsung secara terus menerus sepanjang sejarah uang fiat sampai
hari ini. Posisi uang fiat (uang kertas dan koin) yang nilai intrinsiknya jauh lebih
rendah dari nilai nominalnya juga merupakan salah satu penyebabnya. Untuk
mewujudkan kestabilan moneter, di samping penghapusan sistem bunga, maka harus
didukung oleh rezim nilai tukar yang stabil, yang hanya dimiliki oleh mata uang emas
dan perak (dinar dan dirham).
Permasalahan dalam perekonomian konvensional adalah bagaimana
mengendalikan inflasi? Bagaimana kita mencegah api inflasi mulai dari menyulut dan
mengakhiri tumpangan roller-coaster dalam hal laju inflasi selama 40 tahun terakhir
Milton Friedman memberikan jawaban dalam proposisinya yang terkenal, “Inflasi
selalu dan di mana pun merupakan fenomena moneter.” Ia menganggap bahwa
sumber semua episode inflasi adalah tingkat pertumbuhan uang beredar yang tinggi:
Hanya dengan mengurangi tingkat pertumbuhan uang beredar hingga tingkat yang
rendah, inflasi dapat dihindari (Mishkin, 2008).
Inflasi yang berarti menurunnya daya beli uang, ternyata tidak hanya dialami
oleh mata uang rupiah. Bahkan mata uang dunia yang selama ini dianggap perkasa
yaitu dollar Amerika, daya beli mata uangnya terhadap emas turun tinggal 29% dalam
8 tahun terakhir. Dalam 40 tahun terakhir daya beli dollar terhadap emas tinggal 4%
saja! (Muhaimin 2009: 15). Selanjutnya Muhaimin (2010) menjelaskan bahwa “…
dollar AS pasti akan jatuh karena sepuluh tahun terakhir sudah menukik tajam. Kalau
diibaratkan pesawat terbang dengan ketinggian 100% (Januari 2000), saat ini
ketinggian tersebut tinggal 25% saja”.
Perjalanan panjang uang kertas yang sampai sekarang kita pakai ini penuh
dengan kegagalan yang kelam selama tiga abad terakhir (Muhaimin, 2007). Beberapa
kegagalan tersebut hadir di beberapa tempat dan kurun waktu. Contoh pertama terjadi
di Perancis. Selepas terbunuhnya Louis XIV pada tahun 1715, Perancis secara praktis
bangkrut. Lalu muncullah seorang penjudi dari Skotlandia yang juga seorang ekonom
amatir bernama John Law. Ia mencoba peruntungannya dengan menawarkan ke pihak
yang berkuasa saat itu untuk menggunakan uang kertas sebagai alat tukar. Alasannya
adalah emas dianggap terlalu langka dan tidak elastik untuk digunakan sebagai uang.
John Law juga meyakinkan pihak penguasa, bahwa dengan menggunakan uang kertas
inilah Perancis akan bangkit dari krisis yang dideritanya. Usulan ini diterima oleh
pihak penguasa dan John Law diijinkan untuk menerapkan teorinya. Maka mulailah
John Law dengan ijin penguasa membuat bank sentral yang disebut Banque Royale.
Dari Banque Royale inilah John Law mengeluarkan bank note yang berlaku sebagai
uang sebesar 2.7 milyar Livres selama 2 tahun. Pada saat yang bersamaan, John Law
juga membuat perusahaan Missisipi Company yang nilai kapitalisasi pasar
seharusnya mengikuti pergerakan uang yang dicetak oleh Banque Royale tersebut.
Namun kenyatannya nilai kapitalisasi pasar saham Missisipi Company ini
menggelembung mencapai 5 milyar Livres dalam dua tahun tersebut. Tidak bisa tidak
ketika terjadi penggelembungan pasar (market bubble) pasti akan meledak dan benar
inilah yang terjadi berikutnya gelembung meledak, pasar collapse. John Law pergi
meninggalkan Perancis yang bergelimpangan dengan korban uang kertas John Law
dengan idenya yang ternyata tidak berjalan.
Contoh berikutnya terjadi di negara adidaya Amerika Serikat. Pada tahun
1775 Congress Amerika kebingungan mencari dana untuk membiayai perang. Maka
dicetaklah uang kertas yang disebut Continental. Selama 5 tahun sampai
dihentikannya tahun 1780, Congress telah mencetak uang sebesar US$ 241 juta. Uang
ini dipakai untuk membayar tentara dan biaya perang lainnya. Namun karena uang
kertas ini tidak ada nilainya, maka uang ini akhirnya hanya digunakan untuk kertas
penutup tembok (wall paper) di barber shop, untuk pembalut luka dan sampai juga
dijadikan baju untuk parade di jalan. Yang tragis adalah mungkin untuk pertama kali
dalam sejarah terjadi di dunia, orang yang berutang mengejar pihak yang memberi
utang karena yang memberi utang tidak mau dipaksa menerima pengembalian utang
dengan uang yang tidak bernilai sama sekali.
Contoh lainnya bertempat di Perancis ketika mereka bangkrut lagi tahun 1789
dan mulai mencetak uang kertas lagi yang diberi nama Assignat. Kali ini mereka
lebih hatihati karena masih ingat dengan kegagalan uang kertas John Law puluhan
tahun sebelumnya. Maka uang kertas inipun didukung dengan kolateral berupa tanah
gereja yang sangat berharga. Kemudian jumlah uang yang beredarpun dibatasi hanya
sampai 400 juta Assignor. Dengan ini mereka mengira uang kertasnya akan bisa jalan,
ternyata tidak. Tidak sampai tujuh tahun pada bulan Februari 1796 nasib Assignat
berakhir dengan tragis ditandai dengan puncak kekecewaan masyarakat dengan
membunuh tokoh penggagasnya setelah sebelumnya membakar percetakan uang
bersama dengan uang yang mereka sangat benci, lagi-lagi karena uang kertas yang
tidak ada harganya.
Sampel lainnya adalah kegagalan uang kertas yang menyolok di Jerman
setelah berakhirnya Perang Dunia I. Akibat sangat tingginya inflasi dan tidak
berharganya uang kertas saat itu, gaji pegawai dibayar dalam dua kali sehari
disebabkan daya beli uang kertas di pagi hari berbeda dengan daya beli uang kertas
yang sama pada sore hari. Orang-orang di Jerman yang hidup sekarang masih suka
bercerita bahwa di zaman kakek nenek mereka, untuk membeli roti orang perlu
membawa kereta dorong bukan untuk membawa rotinya tetapi untuk membawa
uangnya.
Kegagalan uang kertas di Indonesiapun tidak kalah tragisnya ketika dalam
periode lima tahun antara tahun 1960-1965 inflasi mencapai 650% dan indeks biaya
mencapai angka 438. Index harga beras mencapai 824, tekstil 717, dan harga rupiah
anjlok tinggal 1/75 dari angka Rp160/USS menjadi Rp120,000/US$. Karena rupiah
yang sudah tidak tertolong lagi ini, pemerintah waktu itu terpaksa harus
mengeluarkan kebijakan yang disebut Sanering rupiah yaitu memotong tiga angka nol
terakhir dari rupiah lama menjadi rupiah baru. Kebijakan yang dituangkan dalam
Penetapan Presiden atau Penpres No 27/1965 itu menjadikan Rp1.000 (uang lama) =
Rp 1 ( uang baru).
Di Zimbabwe tak kalah tragis. Ketika terjadi hyperinflasi mencapai 89,7
sextillion (1021) persen atau 89,700,000,000,000,000,000,000 tahun 2009, banyak
penduduk Zimbabwe menjadi kehilangan orientasi nilai – perlu berapa dollar
Zimbabwe untuk bisa membeli roti. Dalam situasi seperti ini, bila seorang bekerja
sebagai pegawai atau buruh - berapa upah yang pantas?, dibayar 1 Milyar dollar
seharipun belum cukup untuk membeli roti. Maka pekerjaan (baru) yang rame-rame
dilakukan oleh warga Zimbabwe saat itu adalah pergi ke sungai-sungai untuk berburu
emas, bila mereka mendapatkan 0,1 gram emas sehari saja – maka cukup untuk
membeli roti bagi keluarganya hari itu (Muhaimin, 2007).
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari paparan panjang lebar di atas, dapat disaksikan dengan gamblang tentang
kegagalan pengunaan uang fiat. Lintasan sejarah telah memberikan pelajaran
berharga tentang ragam kisah buruk rupanya uang fiat. Banyak negara dan situasi
ekonomi telah merasakan dampak alat tukar produk kapitalisme liberalisme tersebut.
Konsistensi nilai dalam kurun waktu panjang dapat menjadi jaminan kestabilan nilai
tukar. Uang Fiat sebagai produk kapitalisme liberalisme telah mengakibatkan adanya
dominasi satu atau dua mata uang tertentu dalam konstelasi perdagangan antar
negara.
3.2 Saran
Di tengah buruk rupa penggunaan uang fiat, saatnya kita beralih ke dinar dan
dirham sebagai solusi untuk mengatasi masalah keuangan. Keunggulan penggunaan
Dina dan dirham sangat luas rentangnya. Salah satu yang dapat disebutkan adalah
para penggunanya akan terbebas dari krisis moneter menjadi jaminan kestabilan nilai
tukar. Di samping itu, dengan dinar dan dirham kita akan terbebas dari belenggu
kapitalisme, khususnya mata uang US$ dan Euro.
DAFTAR PUSTAKA

Hubbard G.R. 2002. Money, the Financial System, and the Economy, International
Edition, Fourth Edition. Columbia University. Boston USA.

Jamaluddin. 2013. Fiat monet: masalah dan solusi. Jurnal Akuntansi Multiparadigma.
4(2): 257-268.

Komaruddin, 1991. Uang di Negara sedang Berkembang. Bumi Aksara. Jakarta.

Mishkin, F.S. 2008. The Economic of Money, Banking, and Financial Markets,
Fourth Edition. Pearson Education Inc. New Jersey

Muhaimin, I. 2007. Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar & dirham.


Spritual Learning Centre & Dinar Club Cimanggis. Depok.

Muhaimin, I. 2008. Dinar Solution, Dinar sebagai Solusi. Gema Insani. Jakarta.

Muhaimin, I. 2009. Dinar the Real Money, Dinar Emas, Uang & Investasiku. Gema
Insani. Jakarta.

Muhaimin, I. 2010. Dinar Nomics, Membangun Keberkahan Usaha dengan Uang


yang Adil. Sinergi Publishing. Jakarta.

Simmel, G. 2004. The Philosophy of Money, Third Enlarged Edition, Routledge


Taylor & Francis Group. London and New York.

Anda mungkin juga menyukai