Askep Cholelitiasis
Askep Cholelitiasis
PENDAHULUAN
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat
(Sudoyo, 2006). Angka kejadiannya lebih dari 20% populasi dan insiden meningkat dengan
bertambahnya usia (Keshav, 2004). Di negara Barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa.
Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika Latin (20% - 40%) dan rendah di
negara Asia (3%-4%) (Robbins, 2007).
Di Amerika Serikat, terhitung lebih dari 20 juta orang Amerika dengan batu empedu dan
dari hasil otopsi menunjukkan angka kejadian batu empedu paling sedikit 20% pada wanita dan
8% pada laki-laki di atas umur empat puluhan. Di Inggris, sekitar 5,5 juta orang dengan batu
empedu dan dilakukan lebih dari 50 ribu kolesistektomi tiap tahunnya (Beckingham, 2001).
Sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi
penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak
mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi
relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik
yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat
(Sudoyo, 2006).
Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun, dengan dua
pertiganya menjalani pembedahan. Angka kematian akibat pembedahan untuk bedah saluran
empedu secara keseluruhan sangat rendah, tetapi sekitar 1000 pasien meninggal setiap tahun
akibat penyakit batu empedu atau penyulit pembedahan (Robbins, 2007).
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru Ultrasonografi (USG)
maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat
dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang
invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas (Sabiston, 1994).
Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu
menyumbat duktus sistikus atau duktus koleduktus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita
1
batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar
bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).
.2 Rumusan Masalah
.3 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
.1 Defenisi
Menurut Doenges, Marilyn, E (1999) kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari
kandung empedu, biasanya berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus
kistik, menyebabkan distensi kandung empedu. Kolelitiasis atau koledokolitiasis merupakan
adanya batu dikandung empedu atau pada saluran kandung empedu yang umumnya
komposisi utamanya adalah kolesterol (wiliams, 2005).
Cholelitiasis merupakan adanya batu dikandung empedu, atau pada saluran kandung
empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol (Williams,2003).
Cholelitiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu, batu ini mungkin
terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus
(choledocholithiasis).Cholelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan
dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki
ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi.
Cholelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada
wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan
genetik. Sinonimnya adalah batu empedu,gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu.
2.2 Etiologi
3
2. Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat sedikit
penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan semakin
bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu,
sehingga pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga orang.
3. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan
eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen
juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi
hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan
penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
4. Berat Badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol
dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
5. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat(seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
6. Aktifitas Fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
7. Riwayat Keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
8. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi IV dalam janggka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati
4
intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung
empedu.
2.3 Manifestasi Klinis (Baughman, 2000)
1. Menunjukkan gejala-gejala gastrointestinal ringan
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua
jenis gejala,yaitu gejala yang disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri
dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Pasien
merasakan sakit atau nyeri pada perut bagian kuadran kanan atas, serta warna feses
pasien menjadi pucat.
2. Mungkin akut dan kronis dengan distress epigastrik (begah, distensi abdomen, nyeri tak
jelas pada kuadran kanan atas) setelah majan makanan banyak mengandung lemak.
Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang
samar pada kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi setelah
individu mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak.
3. Jika saluran empedu tersumbat, maka kandung empedu mengalami distensi dan akhirnya
terinfeksi akan terjadi demam dan teraba massa pada abdomen.
Kolik bilier dengan nyeri abdomen kanan atas, manjalar ke punggung atau bahu
kanan, mual dan muntah beberapa jam setelah makan banyak. kolik bilier semacam ini
disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar
akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung
empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta sembilan dan
sepuluh kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran
kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan
rongga dada.
4. Ikterik terjadi dengan tersumbatnya duktus komunis empedu.
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan
gejala yang khas, yaitu : getah empedu yang tidak lagi dibaawa ke dalam duodenum akan
diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa
berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok
pada kulit.
5
5. Urine berwarna sangat gelap; feses warna pucat.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap.
Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya
pekat yang disebut “clay-coloured”.
6. Defisiensi vitamin A, D, E dan K (vitamin yang larut dalam lemak).
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorbsi vitamin A, D, E dan K yang
larut lemak. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.
7. Abses, nekrotis, an perforasi dengan peritonitis dapat terjadi jika batu empedu terus
menyumbat saluran empedu.
Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini dapat
menyebabkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata. Bilamana
batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat, kandung empedu akan mengalirkan
isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang relative singkat.
2.4 Evaluasi Diagnostik
1. Sinar-x abdomen, ultrasonografi, pencitraan radionukleida, atau kolesintografi.
Pemeriksaaan sinar-X abdomen dapat dilakukan jika terdapat tanda gejala dari
penyakit kandung empedu. Namun demikian, hanya 15% hingga 20% batu empedu yang
mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat serta akurat, dan dapat digunakan
pada penderita disfungsi hati dan ikterus, Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli
dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi. Dilaporkan
bahwa USG mendeteksi batu empedu dengan akurasi 95%.
Koleskintografi telah berhasil dalam membantu menegakkan diagnosis
kolelisistitis. Dalam prosedur ini, preparat radioaktif disuntikkan melalui intravena.
Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan dalam
system bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan
gambar kandung empedu dan percabangan bilier.
2. Endoskopi retrogad kolangiopankreatografi (ERCP).
6
fleksibel ke dalam esophagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula
dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan
kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta
evaluasi percabangan bilier. ERCP juga memungkinkan visualisasi langsung struktur ini
dan memudahkan akses ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil batu
empedu. ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati
(ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat
digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung
empedunya sudah diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi
7
berhubungan nya (skala dan
dengan obstruksi KH : 1-0) dan memberikan
atau spasmeduktus, - Pasien merasa karakter informasi
proses inflamasi. nyaman dan tidak nyeri tentang
merasa nyeri (menetap, kemajuan
Tanda & gejala - Klien melaporkan hilang penyakit
yang biasanya nyerinya berkurang timbul, terjadinya
muncul: dan atau hilang kolik) komplikasi dan
Subjektif: (skala 0-3) keefetifan
- Pasien - Ekspresi wajah intervensi
mengataka tenang klien dapat
n b. Jelaskan mengerti
merasakan pada klien tentang nyeri
sakit perut tentang yang dialamiya
pada sebab akibat dan bagaimana
kuadran terjadinya mengatasinya.
kanan atas nyeri dan Berikan posisi
Objektif cara fowler rendah
- Klien mengatasi ini menunjukan
terlihat nyeri tekanan intra
meringis c. Tingkatkan abdomen,
menahan mobilisasi namun pasien
nyeri dan beri akan
- Klien posisi yang melakukan
sesekali nyaman posisi yang
mengelus bagi pasien. menghilangkan
perut nyeri secara
karena alamiah.
nyeri Menurunkan
iritasi atau kulit
kering dan rasa
8
gatal.
d. Gunakan
sprei halus
dan rapi,
cairan
kelamin,
minyak Meningkatkan
mandi, istirahat, dan
kompres air dapat
hangat atau meningkatkan
dingin koping.
sesuai
indikasi.
e. Berikan
pengetahuan Dapat
tekhnik menghindari
relaksasi kesalahan
latihan dalam
napas pemberian
dalam, dan terapi
berikan obat/infus.
waktu
istirahat.
f. Kolaborasi
dengan tim
dokter
dalam
pemberian
terapi
selanjutnya.
9
2. Peningkatan suhu Tj: a. Monitoring Membantu
tubuh (hipertermi) Setelah diberikan asuhan tanda-tanda dalam
berhubungan keperawatan, suhu tubuh vital pasien melakukan
dengan proses klien dalam batas normal. intervensi dan
inflamasi KH: evaluasi pada
- Suhu tubuh normal b. Hindari pasien.
Tanda & gejala (36-37,4oC) kontak dari Meminimalkan
yang biasanya - Kulit klien tidak infeksi. resiko
muncul teraba hangat peningkatan
Subjektif infeksi serta
- Klien suhu tubuh dan
mengeluhk c. Jaga agar laju metabolic.
an panas di klien Dapat
bagian istirahat mengurangi
abdomen cukup. laju
dan d. Berikan metabolisme.
mneyebar antibiotik Meningkatkan
ke daerah atau terapi konsentrasi
lain sesuai antibiotik yang
Objektif indikasi. tepat untuk
- Suhu mengatasi
:≥37,4oC infeksi.
- Tubuh
klien teraba
hangat
- Klien
terlihat
menggigil
- + bakteri
saat
pemeriksaa
10
n labor
3. Resti integritas Tj : Sekresi bilirubin normal a. Observasi Memberikan
kulit berhubungan dan bilirubin terkonjugasi dan catat dasar untuk
dengan gangguan normal derajat deteksi.
sekresi bilirubin ikterus pada
Kh: kulit.
Tanda & gejala - Kulit tampak normal b. Jaga agar Mencegah
yang biasanya kembali kuku tetap ekskoriasi kulit
muncul - Mempertahankan selalu akibat garukan.
Subjektif integritas kulit pendek. Mencegah
- Klien - Tidak terdapat c. Sering kekeringan
mengeluhk tanda-tanda melakukan kulit dan
an gatal- kerusakan integritas perawatan meminimalkan
gatal kulit pada kulit, pritus.
- Klien - Mengidentifikasi mandi tanpa
mengetaka faktor risiko menggunak
n kulitnya individu an sabun
sudah dan
gatal-gatal melakukan
dan atau massase
kuning … dengan
hari lotion
Objektif pelembut.
- Skelera
tampak
ikterik
- Kulit
pasien
tampak
kuning
- Kadar
11
bilirubin >
normal
4. Kecemasan Tj : Untuk mengurangi a. Jelaskan Informasi
berhubungan ansietas dan dapat segera pada pasien dapat
dengan perubahan dilakukan tindakan infasif mengenai menurunkan
status kesehatan. prosedur kecemasan.
Kh : awal dan
Tanda & gejala - Ansietas teratasi dan persiapan
yang biasa muncul tindakan infasif yang Dengan
Subjektif dapat dilakukan dilakukan. keterbukaan
- Klien dan - Dapat b. Bantu dan pengertian
atau mengidentifikasi pasien tentang
keluarga verbaslisasi, dan untuk persepsi diri
mengataka mendemonstrasikan menetapkan dapat diketahui
n takut teknik menurunkan masalahnya dan tindak
akan kecemasan secara jelas. lanjuti.
penyakitny - Menunjukkan Dengan
a postur, ekspresi c. Tingkatkan memberikan
- Klien dan wajah, perilaku, harga diri support dapat
keluarga tingkat aktifitas yang pasien dan meningkatkan
mengataka menggambarkan berikan harga diri
n takut kecemasan menurun support pasien, dan
terhadap - Mampu dengan
pengobatan mengidentifikasi dan meningkatkan
nya. verbalisasi penyebab harga diri
Objektif cemas mempunyai
- Klien dan semangat
keluarga untuk berobat
terlihat sampai
cemas dan penyakitnya
atau panic sembuh.
12
- Klien
terlihat
gemetar
5. Resti Ketidak Tj : Nutrisi tubuh dapat a. Jelaskan Meningkatkan
seimbangan nutrisi terpenuhi pada klien pengetahuan
: kurang dari dampak dan
kebutuhan tubuh Kh : dari nutrisi memotivasi
berhubungan - Nutrisi kembali kurang dari klien untuk
dengan normal kebutuhan makan.
ketidakmampuan - Berat badan kembali tubuh.
untuk ingesti dan normal b. Jelaskan
absorbs makanan. - Mempertahankan pada klien Meningkatkan
TD, nadi, dan suhu faktor- motivasi klien
Tanda & gejala tubuh normal faktor yang untuk
yang biasanya - Mempertahankan dapat melakukan
muncul elastisitas turgor mengatasi tindakan
Subjektif kulit, lidah dan mual. mengetahuai
- Klien membrane mukosa c. Anjurkan mual.
merasa lembab. pada klien
mual makan Dapat
- Pasien makanan menambah
mengataka yang nafsu makan
n terkadang hangat. pasien.
muntah
- Pasien
mengataka
n tidak
selera
makan
Objektif
- Klien
13
terlihat
kurus
- BB klien
menurun
- Klien
terlihat
lemas
- Klien
terlihat
mengantuk
2.5 Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan
atas 3 (tiga) golongan : (Lesmana, 2000)
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >
50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :
a. Supersaturasi kolesterol
b. Hipomotilitas kandung empedu
c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung
<20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
14
dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat
bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Umumnya batu pigmen cokelat
ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol.
.7 Patofisiologi
Ada dua tipe utama batu empedu, yakni :
1. Batu Pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini :
bilirubinat,karbonat, fosfat, dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal
akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim
glukorinil transferase, dan bila bilirubun ini tidak terkonjugasi diakibaatkan karena
kurang nya atau tidak adanya enzim glukorinil transferase tersebut yang akan
mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena
bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak, sehingga
lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang dapat
menyebabkan batu empedu. Resiko terbentuknya batu pigmen ini sangat besar pada
pasien sirosis, hemolisi, dan infeksi percabangan bilier.
Terjadinya Presipitasi/pengendapan
15
Terbentuk batu empedu (batu ini tidak dapat dilarutkan tetapi harus dikeluarkan
melalui operasi)
2. Batu Kolestrol
Kolestrol merupakan unsure normal pembentukan empedu dan berpengaruh
dalam pembentukan empedu. Kolestrol ini sebagai pembentuk empedu bersifat tidak
larut dalam air, pasien penderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam
empedu dan peningkatan sintesis kolestrol dalam hati, keadaan ini mengakibatkan
supersaturasi getah empedu yang jenuh oleh kolestrol yang kemudian keluar dari
getah empedu dan mengendap serta membentuk batu dan menjadi iritan yang
menyebabkan peradangan dalam kandung empedu (Smeltzer, Suzanne C, 2000)
Kolestrol
Pembentukan empedu
Pengendapan kolestrol
Batu empedu.
16
.8 Penatalaksanaan medis dan keperawatan
Penatalaksanaan medis
a. Litotripsi
1. Litotripsi syok-gelembung ekstrakorporeal: kejutan gelombang berulang yang
diarahkan pada batu empedu yang terletak di dalam kandung empedu atau duktus
komunis untuk memecahkan batu empedu.
2. Litotripsi syok-gelembung intrakorporeal: batu dapat dipecahkan dengan
ultrasound, tembakan laser, atau litotripsi hidrolik tang dipasang melalui
endoskopi yang diarahkan pada batu empedu.
b. Penatalaksanaan pembedahan
1. Koleksistektomi: kandung empedu diangkat setelah ligasi duktus sistikus dan
arteri sistikus.
2. Minikoleksistektomi: kandung empedu diangkat melalui insisi 4cm.
3. Koleksistektomi laparoskopi: dilakukan melalui insisi kecil atau pungsi yang
dibuat melalui dinsing abdomen dalam umbilicus.
Penatalaksanaan keperawatan
17
Diberikan sebagai pencegahan inflamasi oleh bakteri yang berada di saluran empedu
maupun di kantong empedu dan mencegah meningkatnya hipertermi pada pasien.
- Istirahat
Istirahat yang cukup dapat membuat pasien merasa nyaman dan menghemat energi
pasien.
18
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Uraian Kasus
NY E. 48 tahun sudah 2 hari dirawat di instalai rawat inap Ruang Bedah 1 RSU Rujukan.
Sebelum masuk rumah sakit, Ny E merasa sakit perut pada area kuadran kanan atas.
Selain itu kulit pasien juga terlihat kekuning-kuningan. Selain itu Ny E juga mengeluh
mual, muntah dan tidak selera makan. Pemeriksaan fisik didapatkan sclera ikterik,l kulit
tampak kuning, TD: 120/75 mmHg, N:95 x/menit, pernapasan 23 x/menit dan suhu:
37,0oC. Pemeriksaan USG didapatkan terdapat batu pada kantong empedunya dan akan
dilakukan operasi.
3.2 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama: Ny E
Umur: 48 Tahun
Jenis Kelamin: Laki-Laki
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien merasa sakit perut pada area kuadran kanan atas
b. Keluhan Tambahan
Klien mengeluh mual, muntah dan tidak selera makan
3. Pemeriksaan fisik
TD: 120/75 mmHg
Nadi: 95 x/menit
Pernapasan : 23 x/menit
Suhu: 37,0oC
3.3 Analisa Data
Data Subjektif:
1. Pasien mengatakan merasa sakit perut pada kuadran kanan atas
2. Pasien mengatakan perutnya mual
3. Pasien mengatakan terkadang muntah
4. Pasien mengatakan tidak selera makan
19
Data Objektif:
5. Pemeriksaan USG terdapat batu pada kantong empedunya dan akan dilakukan operasi.
20
Thalamus
Saraf Eferen
Nyeri
2. DS : Batu empedu Resiko Pemenuhan
1. Pasien mengatakan Nutrisi Kurang dari
merasa mual Kebutuhan Tubuh
2. Pasien mengatakan Obstruksi saluran empedu
terkadang muntah
3. Pasien mengatakan
tidak selera makan Alir balik cairan empedu ke
Do: hepar
1. Skelera tampak ikterik
Pengeluaran enzim
SGOT+SGPT
Peningkatan SGOT+SGPT
21
saraf parasimpatis
Gan
Penigkatan rasa mual
Muntah
22
2. Kulit pasien tampak
kuning Ikterus (perubahan warna feses)
Preoperatif
Do :
1. Pemeriksaan USG
didapatkan batu pada Respon Psikologis pada
kantong empedunya perawatan dan penatalaksanaan
dan akan dilakukan pengobatan
operasi.
Kecemasan
WOC Kolelitiasis
23
Kolestrol
Pembentukan empedu
Berperan sebagai penunjang iritan pada kandung empedu supersaturasi (kejenuhan)getah empedu oleh kolestrol
Pengendapan kolestrol
Batu empedu
Risiko Pemenuhan
Gangguan Integritas Kulit Nutrisi:kurang dari
kebutuhan tubuh
24
3.4 Asuhan Keperawatan
25
d. Gunakan sprei halus Menurunkan iritasi
dan rapi, cairan atau kulit kering dan
kelamin, minyak rasa gatal.
mandi, kompres air
hangat atau dingin
sesuai indikasi.
26
suhu d. Anjurkan makan Makan dengan porsi
tubuh sedikit tapi sering sedikit tapi sering
normal lebih dapat ditolerir
- Mempeta oleh pasien yang
hankan mengalami
elasitisita anoreksia
s turgor
kulit, e. Pelihara oral hygiene Mengurangi cita rasa
lidah dan sebelum makan yang tidak enak
membran
mukosa f. Kolaborasi pemberian Pemberian obat
lembab obat untuk mengatasi dapat mengurangi
mual,muntah dan gejala
anoreksia gastrointestinal dan
perasaan tidak enak
pada perut.
3. Resiko Tinggi Tj : Sekresi a. Observasi dan catat Memberikan dasar
Gangguan bilirubin normal derajat ikterus pada untuk deteksi
integritas kulit dan bilirubin kulit
berhubungan terkonjugasi
dengan gangguan normal b. Jaga agar kuku tetap Mencegah
sekresi bilirubin selalu pendek ekskoriasi kulit
Kh: akibat garukan
- Kulit
tampak c. Lakukan perawatan Mencegah
normal yang sering pada kulit, kekeringan kulit dan
kembali mandi tanpa meminimalkan
- Mempert menggunakan sabun pritus
ahankan dan melakukan masase
integritas dengan lotion pelembut
kulit
27
- Tidak
terdapat
tanda-
tanda
kerusaka
n
integritas
kulit
- Mengide
ntifikasi
faktor
risiko
individu
4. Kecemasan Tj : Untuk a. Evaluasi tingkat Ketakutan dapat
berhubungan mengurangi ansietas, catat respon terjadi karena nyeri
dengan akan ansietas dan verbal dan nonverbal hebat, meningkatkan
dilakukan tindakan dapat segera pasien, dorong ekspresi perasaaan sakit,
infasif dilakukan bebas akan emosi pada prosedur
tindakan infasif diagnostik dan
pembedahan
Kh : Ansietas
teratasi dan b. Berikan informasi Mengetahui
tindakan infasif tentang prosedur prosedur dapat
dapat dilakukan tindakan infasif menurunkan ansietas
28
3.5 Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi
Sasaran utama terapi medical adalah untuk mengurangi insiden serangan akut nyeri
kandung empedu dan kolesistisis dengan penatalaksanaan supportif dan diit, dan jika
memungkinkan, untuk menyingkirkan penyebab dengan farmakoterapi, prosedur-prosedur
endoskopi, atau intervensi pembedahan.
Farmakoterapi
Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada klien untuk mengatasi masalah medisnya, yaitu:
29
Memberi penjelasan mengenai tanda yang dapat dilihat dan dirasakan jika penyakit
tersebut timbul, seperti nyeri atau sakit pada perut bagian kuadran kanan atas, kulit
tampak kekuning kuningan, sclera tampak kuning dan terjadinya perubahan pada warna
feses dan urin.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, D.C., & JoAnn, C.H. (2000). Keperawatan medikal bedah: buku saku dari Brunner
dan Suddarth.Jakarta: EGC.
30
Beckingham, I.J., Gallstone disease. (2001). In:ABC of Liver, Pancreas and Gall Bladder.
London: BMJ Books.
Keshav, S. (2004). The Gastrointestinal system at a Glance. London: Blackwell science.
Kumar, R.S., & Robbins, S.L. (2007). Buku ajar atologi edisi 7. Jakarta: EGC
David, S.C. (1994). Buku ajar bedah, Bagian 2. Jakarta: EGC.
Lesmana, L. (2000). Batu empedu. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Sudoyo, A.W., dkk. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universittas Indonesia.
Sudoyo, A.W., dkk. (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi IV. Jakarta: Internal
Publishing.
http://medicastore.com/penyakit/67/Batu_Empedu.html
31