Anda di halaman 1dari 17

Pencak silat merupakan kebudayaan yang tumbuh dan digali oleh nenek moyang Bangsa

Indonesia dan diwariskan kepada anak cucu melalui proses panjang secara turun-temurun dan
mengandung nilai-nilai budaya, Tradisi atau adat sakral. Dimana pencak silat di dalamnya
terkandung unsur olah raga, beladiri dan seni serta tersimpan pula ilmu-ilmu lahir maupun
batin. konon pada zaman kerajaan tempo dahulu, pencak silat merupakan silat yang ampuh
bagi tentara kerajaan untuk membela diri dan mempertahankan kedaulatan kerajaan. Dalam
bahasa jawa Adapun pencak silat dapat diartikan= “ ngepenke kawikcasanaan”
(mengutamakan kebijaksanaan) SILAT= “ sinau” (belajar) “ilmu” “laku” (kegiatan)
“amanah” “Tuhan”(allah).

Berdirinya Pencak Silat Cempaka Putih


Pada Tahun 1923-1945 Eyang Mursid mengembara ke Aceh, Minangkabau, Banten ,
Bandung, Yogyakarta dan daerah-daerah lain di pelosok tanah air.
Dalam Pengembarannya Eyang Mursid belajar berbagai ilmu silat.
Pada Tahun1964 beliau merangkum jurus-jurus sifat yang diperolehnya. Kemudian
mendirikan paguyuban Pencak Silat yang diberi nama M. A. S ( Mardi Anorga Sakti ).
Pada tahun 1968 Eyang Mursid ikut serta berjuang menumpas PKI.
Pada tahun 1968 Eyang Mursid wafat di Sidoarjo-Surabaya Jawa Timur Tanah kelahirannya.
Setelah Eyang Mursid wafat pencak silat yang dilestarikan oleh Bapak wagiman salah
seorang muridnya.
Oleh Bapak Wagiman Ilmu silatnya di sempurnakan kembali sehinnga jurus-jurusnya
menjadi jurus yang praktis mudah dipelajari di terapkan dan di kembangkan yang sekarang
menjadi PENCAK SILAT CEMPAKA PUTIH.
Bapak Wagiman, beliau dilahirkan di kota Magetan pada tanggal 31 januari 1944. pada tahun
1966 adalah masa peralihan zaman orde lama ke zaman orde baru di Negara Indonesia.
Dengan penuh tantangan dan kendala Bp. Wagiman pada masa itu mulai merintis dan menata
kesinambungan budaya pencak silat yang telah diwarisinya.
Pada saat itu di kabupaten Magetan masa kekosongan Organisasi Ikatan Pencak Silat
Indonesia (IPSI). Jadi Organisasi Pencak Silat yang berada di kabupaten Magetan pada waktu
itu masih berdiri sendiri tanpa induk organisasi IPSI. Pada tahun 1969, atas nama komite
Olah Raga Nasional Indonesia (KONI) Cabang Magetan menunjuk dan mengangkat Bp.
Wagiman menjadi ketua IPSI cabang Magetan pada kurun waktu tahun 1969 sampai tahun
1971. pada masa inilah Bp. Wagiman mulai aktif menggerakkan kegiatan IPSI, untuk
mengisi kekosongan aktifitas IPSI cab. Magetan. Tepatnya pada tanggal 1 april 1971, secara
resmi digiatkannya olah raga bela diri pencak silat yang mendapat rekomendasi dan ijin dari
kepala Kepolisian Resort 1054 Magetan dan Komandan KODIM 0804 Magetan, yang
akhirnya ini merupakan cikal bakal berdirinya organisasi olah raga bela diri pencak silat
cempaka putih.
Tepatnya pada tanggal 18 juli 1974 dengan diberi nama Organisasi Olah Raga Bela Diri
Cempaka Putih secara resmi didirikan oleh Bapak Wagiman. Kemudian diakui dan terdaftar
pada IPSI cab. Magetan dengan surat keputusan No. 3/6/IPSI/74 kemudian dinyatakan
sebagai pusat induk Organisasi Olah Raga Pencak Silat Cempaka Putih berada di Magetan
Provinsi Jawa Timur.

Di dalam mendirikan Organisasi Olah Raga Bela Diri Pencak Silat Cempaka Putih, Bapak
Wagiman mendapat dukungan dari para pendekarnya antara lain:

1.Kol. Pol. Drs. Cuk sugiarto, MA.


2.Letkol Pol. Drs. Pranowo
3.Kapten Inf. Purn. Ngadeni
4.Lettu Pol. Sukar H.W
5.Lettu Pol. Puguh
6.Peltu Pol. Purn. Masdar
7.Peltu Pol. Purn. Mulyono H.S
8.H. Soemarmo
9.Purdjito
10.Ahmad Nidom
11.Maelan
12.Kusnidi

Didalam pengembangan telah disiapkan pula para pelatih yang handal antara lain:
1.Drs. Kusdi
2.Sugeng Haryono
3.Syukurno
4.Suprapto
5.Totok Suprapto

Dengan modal Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Olah Raga Bela
Diri Pencak Silat Cempaka Putih dan dengan landasan spiritual: ketaqwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, landasan moral: pancasila, serta landasan operasional : panca setia cempaka
putih, dengan semboyan WIRO YUDHO WICAKSONO dan lambing bunga cempaka
berwarna putih berdiri dengan kokoh dan mekar berkembang di seluruh wilayah persada
nusantara
Di dalam pengembangannya Organisasi Olah Raga Bela Diri Cempaka Putih berpedoman
pada ajaran-ajaran dan kaidah-kaidah pencak silat, serta menyesuaikan dengan perkembangan
zaman yang serba maju dan modern.

Dengan bekal ilmu lahir maupun batin yang dikembangkan dan dituangkan dalam bentuk
bahan pendidikan dan pembinaan yang meliputi:

Ilmu Teknik Pencak Silat


Ilmu Tenaga dalam
Ilmu terapi (penyembuhan)
Ilmu kerohanian

Kini Organisasi Olah Raga Bela Diri Pencak Silat Cempaka Putih telah berkembang pesat
dan telah mencetak jutaan pendekar yang terdiri dari tiga tingkatan warga, yaitu:

–    Tingkat Warga Purwa

–    Tingkat Warga Madya

–    Tingkat Warga Wasana

–    Tingkat Warga Dwija

Resmi berdiri 20 Juli 1974 di Magetan Jawa Timur .

.
Tingkat Warga Dwija

LAMBANG RESMI PENCAK SILAT CEMPAKA PUTIH:


A. Dasar warna
    1. KUNING = Ketuhanan Yang Maha Esa.
    2. Dasar warna MERAH = berani.
    3. Warna kuncup bunga PUTIH = kesucian hati.
B. Warna kelopak bunga
     HIJAU = cinta perdamaian.
C. Rantai PUTIH melingkar = persatuan dan kesatuan.
D. Sabuk PUTIH pengikat rantai = ikatan warga PSCP.
E.  Lima lingkaran yg saling berkaitan = kesatuan olah raga dan menggambarkan:
      -Warna HITAM : tingkat siswa sabuk polos
      -Warna KUNING : tingkat siswa sabuk kuning
      -Warna HIJAU : tingkat siswasabuk hijau
      -Warna BIRU : tingkat siswa sabuk biru
      -Warna PUTIH : tingkat warga purwa
F.   Garis HITAM lingkaran tepi = pengendalian diri.
F.   Kuncup bunga Cempaka Putih=cita2 luhur.
G.  Orang bela diri di tengah2 kuncup bunga Cempaka Putih=membela
kebenaran,keadilan & kaum
      lemah.
H.  Lima sudut pd kuncup bunga Cempaka Putih=pengamalan PANCA SETIA PSCP.
I.   Tujuh sudut pd kelopak bunga Cempaka Putih=pengamalan SAPTA PRASETIA
PSCP.
J.  Tiga sudut pd tangkai bunga Cempaka Putih=tiga tingkatan warga,yaitu
      -WARGA PURWA,WARGA
      -MADYA 
      -WARGA WASANA
Tingkatan dalam PENCAK SILAT CEMPAKA PUTIH
Tingkat I / PURWA
1.materi pendidikan dan latihan
a.tehnik pencak silat
-gerakan dasar
-senam dasar
-jurus pencak silat purwa
-jurus pencak silat bela diri dasar
b.ilmu tenaga dalam (kontak I)
c.Pembinaan Kerohanian, Mental, Sikap dan kepribadian
2.Tingkat Sabuk Siswa a.tingkat sabuk polos
b.tingkat sabuk kuning
c.tingkat sabuk hijau
d.tingkat sabuk biru
TINGKAT II / MADYA
1.materi pendidikan dan latihan
a.teknik pencak silat
-jurus pencak silat laga
-jurus pencak silat bela diri
-jurus pencak silat seni (jurus prasetya IPSI)
b.Ilmu Tenaga Dalam (kontak II)
c.Ilmu Terapi Dasar
d.Kerohanian, Mental, Sikap dan Kepribadian
TINGKAT III / WASANA
1.Materi Pendidikan dan Latihan
a.Pengunaan Teknik Pencak Silat
-gerakan dasar
-senam dasar
-jurus pencak silat purwa
-jurus pencak silat madya
-jurus pencak silat bela diri (purwa dan madya)
-jurus pencak silat seni (prasetya IPSI)
b.penggunaan ilmu tenaga dalam
-Kontak I
-Kontak II
-Kontak III
c.penggunaan Ilmu Terapi
-tingkat dasar
-tingkat lanjutan
d.penguasaan keorganisasian PSCP
e.penguasaan ilmu pengetahuan umum
f.kemantapan kerohanian, Mental, Sikap dan Kepribadian
2.calon warga wasana diperoleh atas dasar potensi anggota warga MADYA
yang memenuhi kriterian
3. KETENTUAN DIATUR DALAM PERATURAN ORGANISASI

Pencak silat atau silat adalah suatu seni bela diri tradisional yang berasal dari Kepulauan


Nusantara(Indonesia). Seni bela diri ini secara luas dikenal di Indonesia, Malaysia, Brunei,
dan Singapura, Filipina selatan, dan Thailand selatan sesuai dengan penyebaran berbagai
suku bangsa Nusantara.
Berkat peranan para pelatih asal Indonesia, kini Vietnam juga telah memiliki pesilat-pesilat
yang tangguh. Induk organisasi pencak silat di Indonesia adalah Ikatan Pencak Silat
Indonesia (IPSI). Organisasi yang mewadahi federasi-federasi pencak silat di berbagai negara
adalah Persekutuan Pencak Silat Antara Bangsa (Persilat), yang dibentuk oleh Indonesia,
Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam.
Pencak silat adalah olahraga bela diri yang memerlukan banyak konsentrasi.[1] Ada pengaruh
budaya Cina, agama Hindu, Budha, dan Islam dalam pencak silat.[1] Biasanya setiap daerah di
Indonesia mempunyai aliran pencak silat yang khas. Misalnya, daerah Jawa Barat terkenal
dengan aliran Cimande dan Cikalong, di Jawa Tengah ada aliran Merpati Putih dan di Jawa
Timur ada aliran Perisai Diri.[1]
Setiap empat tahun di Indonesia ada pertandingan pencak silat tingkat nasional dalam Pekan
Olahraga Nasional. Pencak silat juga dipertandingkan dalam SEA Games sejak tahun 1987.
Di luar Indonesia juga ada banyak penggemar pencak silat seperti di Australia, Belanda,
Jerman, dan Amerika.[1]
Di tingkat nasional olahraga melalui permainan dan olahraga pencak silat menjadi salah satu
alat pemersatu nusantara, bahkan untuk mengharumkan nama bangsa, dan menjadi identitas
bangsa.[2] Olahraga pencak silat sudah dipertandingkan di skala internasional.[2] Di Indonesia
banyak sekali aliran-aliran dalam pencak silat, dengan banyaknya aliran ini menunjukkan
kekayaan budaya masyarakat yang ada di Indonesia dengan nilai-nilai yang ada di dalamnya.
Pada Maret 2017, Pencak Silat telah diajukan Pemerintah Republik Indonesia kepada
UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia (Intangible Cultural World Heritage).
Hal ini adalah salah satu upaya pemerintah dalam memajukan pencak silat sebagai warisan
budaya Indonesia. Manfaat Pencak Silat yang diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda
Dunia adalah mendapat pengakuan dunia internasional, memiliki peluang dipertandingkan
dalam cabang olah raga di Olimpiade dan menggali nilai budaya yang terkandung dalam
silat. [1]
Daftar isi

 1Etimologi
 2Sejarah
 3Istilah dalam Pencak Silat
 4Aspek dan bentuk
 5Senjata
 6Tingkat kemahiran
 7Tata tertib pencak silat
 8Nilai positif pencak silat
 9Pencak silat di dunia
 10Padepokan pencak silat Indonesia
 11Aliran dan perguruan di Indonesia
 12Organisasi pencak silat
 13Lihat pula
 14Referensi
 15Referensi
 16Pranala luar

Etimologi[sunting | sunting sumber]

Laga final Pencak Silat putri kelas E 65kg - 70kg. Di sebelah kiri Amelia Roring (Indonesia -
medali emas) vs Siti Rahmah Mohamed Nasir (Malaysia - medali perak). 17 November 2011
pada SEA Games 2011 di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta
Timur, Indonesia.
Istilah silat dikenal secara luas di Asia Tenggara, akan tetapi khusus di Indonesia istilah yang
digunakan adalah pencak silat. Istilah ini digunakan sejak 1948 untuk mempersatukan
berbagai aliran seni bela diri tradisional yang berkembang di Indonesia.[3] Nama "pencak"
digunakan di Jawa, sedangkan "silat" digunakan di Sumatra, Semenanjung Malaya dan
Kalimantan. Dalam perkembangannya, kini istilah "pencak" lebih mengedepankan unsur seni
dan penampilan keindahan gerakan, sedangkan "silat" adalah inti ajaran bela diri dalam
pertarungan.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Bela diri yang berkembang di Nusantara didasarkan pada upaya pertahanan suku menghadapi
musuh, seperti tari perang Nias.
Nenek moyang bangsa Indonesia telah memiliki cara pembelaan diri yang ditujukan untuk
melindungi dan mempertahankan kehidupannya atau kelompoknya dari tantangan alam.
[4]
 Mereka menciptakan bela diri dengan menirukan gerakan binatang yang ada di alam
sekitar, seperti gerakan kera, harimau, ular, atau burung elang.[4] Asal mula ilmu bela diri di
nusantara ini kemungkinan juga berkembang dari keterampilan suku-suku asli Indonesia
berburu dan berperang dengan menggunakan parang, perisai, dan tombak, misalnya seperti
dalam tradisi suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif tidak tersentuh pengaruh luar.
Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi
asal mulanya belum dapat ditentukan secara pasti. Kerajaan-kerajaan besar,
seperti Sriwijaya dan Majapahit disebutkan memiliki pendekar-pendekar besar yang
menguasai ilmu bela diri dan dapat menghimpun prajurit-prajurit yang kemahirannya dalam
pembelaan diri dapat diandalkan.[4] Peneliti silat Donald F. Draeger berpendapat bahwa bukti
adanya seni bela diri bisa dilihat dari berbagai artefak senjata yang ditemukan dari masa
klasik (Hindu-Budha) serta pada pahatan relief-relief yang berisikan sikap-sikap kuda-kuda
silat di candi Prambanan dan Borobudur. Dalam bukunya, Draeger menuliskan bahwa senjata
dan seni beladiri silat adalah tak terpisahkan, bukan hanya dalam olah tubuh saja, melainkan
juga pada hubungan spiritual yang terkait erat dengan kebudayaan Indonesia. Sementara itu
Sheikh Shamsuddin (2005)[5] berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu bela diri
dari Cina dan India dalam silat. Hal ini karena sejak awal kebudayaan Melayu telah mendapat
pengaruh dari kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun perantau dari India, Cina, dan
mancanegara lainnya.
Pencak silat telah dikenal oleh sebagian besar masyarakat rumpun Melayu dalam berbagai
nama.[6] Di semenanjung Malaysia dan Singapura, silat lebih dikenal dengan nama alirannya
yaitu gayong dan cekak.[6] Di Thailand, pencak silat dikenal dengan nama bersilat, dan di
Filipina selatan dikenal dengan nama pasilat.[6] Dari namanya, dapat diketahui bahwa istilah
"silat" paling banyak menyebar luas, sehingga diduga bahwa bela diri ini menyebar dari
Sumatra ke berbagai kawasan di rantau Asia Tenggara.[6]
Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke
murid, sehingga catatan tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Sejarah silat
dikisahkan melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain.
Legenda Minangkabau, silat (bahasa Minangkabau: silek) diciptakan oleh Datuk Suri Diraja
dari Pariangan, Tanah Datar di kaki Gunung Marapi pada abad ke-11.
[7]
 Kemudian silek dibawa dan dikembangkan oleh para perantau Minang ke seluruh Asia
Tenggara. Demikian pula cerita rakyat mengenai asal mula silat aliran Cimande, yang
mengisahkan seorang perempuan yang mencontoh gerakan pertarungan antara harimau dan
monyet. Setiap daerah umumnya memiliki tokoh persilatan (pendekar) yang dibanggakan,
misalnya Prabu Siliwangi sebagai tokoh pencak silat Sunda Pajajaran,[8] Hang Tuah panglima
Malaka,[9] Gajah Mada mahapatih Majapahit[butuh rujukan] dan Si Pitung dari Betawi.[butuh rujukan]

Perkembangan silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi
oleh kaum penyebar agama Islam pada abad ke-14 di nusantara. Kala itu pencak silat
diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di surau atau pesantren. Silat menjadi
bagian dari latihan spiritual.[5] Dalam budaya beberapa suku bangsa di Indonesia, pencak silat
merupakan bagian tak terpisahkan dalam upacara adatnya. Misalnya kesenian
tari Randai yang tak lain adalah gerakan silek Minangkabau kerap ditampilkan dalam
berbagai perhelatan dan acara adat Minangkabau. Dalam prosesi pernikahan
adat Betawi terdapat tradisi "palang pintu", yaitu peragaan silat Betawi yang dikemas dalam
sebuah sandiwara kecil. Acara ini biasanya digelar sebelum akad nikah, yaitu sebuah drama
kecil yang menceritakan rombongan pengantin pria dalam perjalanannya menuju rumah
pengantin wanita dihadang oleh jawara (pendekar) kampung setempat yang dikisahkan juga
menaruh hati kepada pengantin wanita. Maka terjadilah pertarungan silat di tengah jalan
antara jawara-jawara penghadang dengan pendekar-pendekar pengiring pengantin pria yang
tentu saja dimenangkan oleh para pengawal pengantin pria.
Silat lalu berkembang dari ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan
bela negara untuk menghadapi penjajah asing.[9] Dalam sejarah perjuangan
melawan penjajah Belanda, tercatat para pendekar yang mengangkat senjata,
seperti Panembahan Senopati, Sultan Agung, Pangeran Diponegoro, Teuku Cik Di
Tiro, Teuku Umar, Imam Bonjol, serta para pendekar wanita, seperti Sabai Nan Aluih, Cut
Nyak Dhien, dan Cut Nyak Meutia.[4]
Silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku Melayu dalam pengertian yang luas,[10] yaitu
para penduduk pulau Sumatra dan Semenanjung Malaka, serta berbagai kelompok etnik
lainnya yang menggunakan lingua franca bahasa Melayu di berbagai daerah
di Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan pulau-pulau lain-lainnya yang juga
mengembangkan beladiri ini.
Menyadari pentingnya mengembangkan peranan pencak silat maka dirasa perlu adanya
organisasi pencak silat yang bersifat nasional, yang dapat pula mengikat aliran-aliran pencak
silat di seluruh Indonesia. Pada tanggal 18 Mei 1948, terbentuklah Ikatan Pencak Silat
Indonesia (IPSI)[4] Kini IPSI tercatat sebagai organisasi silat nasional tertua di dunia.
Pada 11 Maret 1980, Persatuan Pencak Silat Antarbangsa (Persilat) didirikan atas prakarsa
Eddie M. Nalapraya (Indonesia), yang saat itu menjabat ketua IPSI.[6] Acara tersebut juga
dihadiri oleh perwakilan dari Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.[6] Keempat
negara itu termasuk Indonesia, ditetapkan sebagai pendiri Persilat.[6]
Beberapa organisasi silat nasional antara lain adalah Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) di
Indonesia, Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia (PESAKA) di Malaysia, Persekutuan
Silat Singapore (PERSIS) di Singapura, dan Persekutuan Silat Brunei Darussalam (PERSIB)
di Brunei. Telah tumbuh pula puluhan perguruan-perguruan silat di Amerika Serikat dan
Eropa. Silat kini telah secara resmi masuk sebagai cabang olahraga dalam pertandingan
internasional, khususnya dipertandingkan dalam SEA Games.

Istilah dalam Pencak Silat[sunting | sunting sumber]

Silat Betawi saat acara "Palang Pintu" dalam tradisi pernikahan Betawi, tengah


memperagakan teknik kuncian melucuti golok.

 Kuda-kuda: adalah posisi menapak kaki untuk memperkukuh posisi tubuh. Kuda-
kuda yang kuat dan kukuh penting untuk mempertahankan posisi tubuh agar tidak mudah
dijatuhkan. Kuda-kuda juga penting untuk menahan dorongan atau menjadi dasar titik
tolak serangan (tendangan atau pukulan).
 Sikap dan Gerak: Pencak silat ialah sistem yang terdiri atas sikap (posisi) dan gerak-
gerik (pergerakan). Ketika seorang pesilat bergerak ketika bertarung, sikap dan
gerakannya berubah mengikuti perubahan posisi lawan secara berkelanjutan. Segera
setelah menemukan kelemahan pertahanan lawan, maka pesilat akan mencoba
mengalahkan lawan dengan suatu serangan yang cepat.
 Langkah: Ciri khas dari Silat adalah penggunaan langkah. Langkah ini penting di
dalam permainan silat yang baik dan benar. Ada beberapa pola langkah yang dikenali,
contohnya langkah tiga dan langkah empat.
 Kembangan: adalah gerakan tangan dan sikap tubuh yang dilakukan sambil
memperhatikan, mewaspadai gerak-gerik musuh, sekaligus mengintai celah pertahanan
musuh. Kembangan utama biasanya dilakukan pada awal laga dan dapat bersifat
mengantisipasi serangan atau mengelabui musuh. Seringkali gerakan kembangan silat
menyerupai tarian atau dalam maenpo Sunda menyerupai ngibing (berjoget). Kembangan
adalah salah satu bagian penilaian utama dalam seni pencak silat yang mengutamakan
keindahan gerakan.
 Buah: Pencak Silat memiliki macam yang banyak dari teknik bertahan dan
menyerang. Secara tradisional istilah teknik ini dapat disamakan dengan buah. Pesilat
biasa menggunakan tangan, siku, lengan, kaki, lutut dan telapak kaki dalam serangan.
Teknik umum termasuk tendangan, pukulan, sandungan, sapuan, mengunci, melempar,
menahan, mematahkan tulang sendi, dan lain-lain.
 Jurus: pesilat berlatih dengan jurus-jurus. Jurus ialah rangkaian gerakan dasar untuk
tubuh bagian atas dan bawah, yang digunakan sebagai panduan untuk menguasai
penggunaan teknik-teknik lanjutan pencak silat (buah), saat dilakukan untuk berlatih
secara tunggal atau berpasangan. Penggunaan langkah, atau gerakan kecil tubuh,
mengajarkan penggunaan pengaturan kaki. Saat digabungkan, itulah Dasar Pasan, atau
aliran seluruh tubuh.
 Sapuan dan Guntingan: adalah salah satu jenis buah (teknik) menjatuhkan musuh
dengan menyerang kuda-kuda musuh, yakni menendang dengan menyapu atau menjepit
(menggunting) kaki musuh, sehingga musuh kehilangan keseimbangan dan jatuh.
 Kuncian: adalah teknik untuk melumpuhkan lawan agar tidak berdaya, tidak dapat
bergerak, atau untuk melucuti senjata musuh. Kuncian melibatkan gerakan menghindar,
tipuan, dan gerakan cepat yang biasanya mengincar pergelangan tangan, lengan, leher,
dagu, atau bahu musuh.

Aspek dan bentuk[sunting | sunting sumber]

Kesenian Randai dari Sumatra Barat memakai silek (silat) sebagai unsur tariannya.


Terdapat 4 aspek utama dalam pencak silat, yaitu:
1. Aspek Mental Spiritual: Pencak silat membangun dan mengembangkan kepribadian
dan karakter mulia seseorang. Para pendekar dan maha guru pencak silat zaman
dahulu seringkali harus melewati tahapan semadi, tapa, atau aspek kebatinan lain
untuk mencapai tingkat tertinggi keilmuannya.
2. Aspek Seni Budaya: Budaya dan permainan "seni" pencak silat ialah salah satu aspek
yang sangat penting. Istilah Pencak pada umumnya menggambarkan bentuk seni
tarian pencak silat, dengan musik dan busana tradisional.
3. Aspek Bela Diri: Kepercayaan dan ketekunan diri ialah sangat penting dalam
menguasai ilmu bela diri dalam pencak silat. Istilah silat, cenderung menekankan
pada aspek kemampuan teknis bela diri pencak silat.
4. Aspek Olah Raga: Ini berarti bahwa aspek fisik dalam pencak silat ialah penting.
Pesilat mencoba menyesuaikan pikiran dengan olah tubuh. Kompetisi ialah bagian
aspek ini. Aspek olahraga meliputi pertandingan dan demonstrasi bentuk-bentuk
jurus, baik untuk tunggal, ganda atau regu.
Bentuk pencak silat dan padepokannya (tempat berlatihnya) berbeda satu sama lain, sesuai
dengan aspek-aspek yang ditekankan. Banyak aliran yang menemukan asalnya dari
pengamatan atas perkelahian binatang liar. Silat-silat harimau dan monyet ialah contoh dari
aliran-aliran tersebut. Adapula yang berpendapat bahwa aspek bela diri dan olahraga, baik
fisik maupun pernapasan, adalah awal dari pengembangan silat. Aspek olah raga dan aspek
bela diri inilah yang telah membuat pencak silat menjadi terkenal di Eropa.
Bagaimanapun, banyak yang berpendapat bahwa pokok-pokok dari pencak silat terhilangkan,
atau dipermudah, saat pencak silat bergabung pada dunia olahraga. Oleh karena itu, sebagian
praktisi silat tetap memfokuskan pada bentuk tradisional atau spiritual dari pencak silat, dan
tidak mengikuti keanggotaan dan peraturan yang ditempuh oleh Persilat, sebagai organisasi
pengatur pencak silat sedunia.

Senjata[sunting | sunting sumber]
Selain bertarung dengan tangan kosong, pencak silat juga mengenal berbagai macam senjata.
antara lain:

 Keris: sebuah senjata tikam berbentuk pisau kecil, sering dengan bilah bergelombang
yang dibuat dengan melipat berbagai jenis logam bersama-sama dan kemudian cuci
dalam asam.
 Kujang: pisau khas Sunda
 Samping/Linso: selendang kain sutera dipakai sekitar pinggang atau bahu, yang
digunakan dalam penguncian teknik dan untuk pertahanan terhadap pisau.
 Galah: tongkat yang terbuat dari kayu, baja atau bambu .
 Cindai: kain, biasanya dipakai sebagai sarung atau dibungkus sebagai kepala gigi.
Tradisional perempuan menutupi kepala mereka dengan kain yang dapat diubah menjadi
cindai.
 Tongkat/Toya: tongkat berjalan yang dibawa oleh orang tua, pengelana dan musafir.
 Kipas: kipas lipat tradisional yang kerangkanya dapat terbuat dari kayu atau besi.
 Kerambit/Kuku Machan: sebuah pisau berbentuk seperti cakar harimau yang bisa
diselipkan di rambut perempuan.
 Sabit/Clurit: sebuah sabit, biasa digunakan dalam pertanian, budidaya dan panen
tanaman.
 Sundang: sebuah ujung pedang ganda Bugis, sering berombak-berbilah
 Rencong: belati Aceh yang sedikit melengkung
 Tumbuk Lada: belati kecil yang juga sedikit melengkung mirip rencong, secara
harfiah berarti "penghancur lada".
 Gada: senjata tumpul yang terbuat dari baja.
 Tombak: lembing yang terbuat dari bambu, baja atau kayu yang kadang-kadang
memiliki bulu yang menempel di dekat pisau.
 Parang/Golok: pedang pendek yang biasa digunakan dalam tugas sehari-hari seperti
memotong saat menyisir hutan.
 Trisula: tiga sula atau senjata bercabang tiga
 Chabang/Cabang: trisula bergagang pendek, secara harfiah berarti "cabang".

Tingkat kemahiran[sunting | sunting sumber]


Secara ringkas, murid silat atau pesilat dibagi menjadi beberapa tahap atau tingkat kemahiran,
yaitu:

1. Pemula, diajari semua yang tahap dasar seperti kuda-kuda,teknik tendangan, pukulan,
tangkisan, elakan,tangkapan, bantingan, olah tubuh, maupun rangkaian jurus dasar
perguruan dan jurus standar IPSI
2. Menengah, ditahap ini, pesilat lebih difokuskan pada aplikasi semua gerakan dasar,
pemahaman, variasi, dan disini akan mulai terlihat minat dan bakat pesilat, dan akan
disalurkan kepada masing-masing cabang, misalnya Olahraga & Seni Budaya.
3. Pelatih, hasil dari kemampuan yang matang berdasarkan pengalaman di tahap
pemula, dan menengah akan membuat pesilat melangkah ke tahap selanjutnya, di
mana mereka akan diberikan teknik - teknik beladiri perguruan, di mana teknik ini
hanya diberikan kepada orang yang memang dipercaya, dan mampu secara teknik
maupun moral, karena biasanya teknik beladiri merupakan teknik tempur yang sangat
efektif dalam melumpuhkan lawan / sangat mematikan .
4. Pendekar, merupakan pesilat yang telah diakui oleh para sesepuh perguruan, mereka
akan mewarisi ilmu-ilmu rahasia tingkat tinggi.

Tata tertib pencak silat[sunting | sunting sumber]

Latihan silat di Santa Clara, California.


Sejalan dengan norma dan nilai budaya khususnya di Indonesia, terdapat beberapa peraturan
yang harus diperhatikan dan dilakukan dengan saksama ketika berlatih pencak silat, di
antaranya sebagai berikut.[6]
 Upacara pembukaan latihan yang terdiri atas:
o Menyiapkan barisan;
o Berdoa dipimpin oleh pelatih;
o Pembacaan "prasetya pesilat Indonesia"
o Penghormatan kepada pelatih, dipimpin oleh pemimpin barisan.
 Pemanasan
 Latihan inti
 Pendinginan
 Upacara penutupan latihan diakhiri dengan penghormatan dan berjabat tangan.

Nilai positif pencak silat[sunting | sunting sumber]


Beberapa nilai positif yang diperoleh dalam olahraga beladiri pencak silat adalah:[2]

1. Kesehatan dan kebugaran;


2. Membangkitkan rasa percaya diri;
3. Melatih ketahanan mental;
4. Mengembangkan kewaspadaan diri yang tinggi;
5. Membina sportifitas dan jiwa kesatria;
6. Disiplin dan keuletan yang lebih tinggi.

Pencak silat di dunia[sunting | sunting sumber]

Pesilat Vietnam memperagakan permainan golok.
Pencak Silat telah berkembang pesat selama abad ke-20 dan telah menjadi olahraga kompetisi
di bawah penguasaan dan peraturan Persilat (Persekutuan Pencak Silat Antara Bangsa, atau
The International Pencak Silat Federation). Pencak silat sedang dipromosikan oleh Persilat di
beberapa negara di seluruh 5 benua, dengan tujuan membuat pencak silat menjadi
olahraga Olimpiade. Persilat mempromosikan Pencak Silat sebagai kompetisi olahraga
internasional. Hanya anggota yang diakui Persilat yang diizinkan berpartisipasi pada
kompetisi internasional.
Kini, beberapa federasi pencak silat nasional Eropa bersama dengan Persilat telah mendirikan
Federasi Pencak Silat Eropa. Pada 1986 Kejuaraan Dunia Pencak Silat pertama di luar Asia,
mengambil tempat di Wina, Austria.
Pencak silat pertama kali diperkenalkan dan dipertandingan dalam Pesta Olahraga Asia
Tenggara (SEA Games) ke-14 tahun 1987 di Jakarta. Hingga kini cabang olahraga pencak
silat rutin dipertandingkan dalam SEA Games. Pada tahun 2002 Pencak Silat diperkenalkan
sebagai bagian program pertunjukan di Asian Games di Busan, Korea Selatan untuk pertama
kalinya. Kejuaraan Dunia terakhir ialah pada 2010 mengambil tempat di Jakarta, Indonesia
pada Desember 2010.
Selain dari upaya Persilat yang membuat pencak silat sebagai pertandingan olahraga, masih
ada banyak aliran-aliran tua tradisional yang mengembangkan pencak silat dengan nama
Silek dan Silat di berbagai belahan dunia. Diperkirakan ada ratusan aliran (gaya) dan ribuan
perguruan.

Padepokan pencak silat Indonesia[sunting | sunting sumber]

Pintu Gerbang Padepokan Pencak Silat

Gelanggang utama Padepokan Pencak Silat


Padepokan adalah istilah Jawa yang berarti sebuah kompleks perumahan dengan areal cukup
luas yang disediakan untuk belajar dan mengajar pengetahuan dan keterampilan tertentu.
Padepokan Pencak Silat Indonesia (PnPSI).[11] adalah padepokan berskala nasional dan
internasional yang berlokasi diatas lahan yang luasnya sekitar 5,2 hektare di kompleks Taman
Mini Indonesia Indah. Luas total bangunannya sekitar 8.700 m2 dan luas total selasar-
selasarnya sekitar 5.000 m2. Padepokan secara resmi dibuka oleh Presiden Soeharto pada
tanggal 20 April 1997.
Padepokan Pencak Silat Indonesia mempunyai sekurang-kurangnya 5 fungsi, yakni:

1. Sebagai pusat informasi, pendidikan, penyajian dan promosi berbagai hal yang
menyangkut Pencak Silat.
2. Sebagai pusat berbagai kegiatan yang berhubungan dengan upaya pelestarian,
pengembangan, penyebaran dan peningkatan citra Pencak Silat dan nilai-nilainya.
3. Sebagai sarana untuk memperkukuh persatuan dan kesatuan masyarakat Pencak Silat
Indonesia.
4. Sebagai sarana untuk mempererat persahabatan di antara masyarakat Pencak Silat di
berbagai negara.
5. Sebagai sarana untuk memasyarakatkan 2 kode etik manusia Pencak Silat, yakni:
Prasetya Pesilat Indonesia dan Ikrar Pesilat

GENDER

engan penafsiran berbeda-beda kerap menimbulkan respon yang tidak proporsional. Semoga
artikel ini dapat menjadi salah satu referensi untuk menyamakan persepsi tentang pengertian
gender. Kata gender dalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa Inggris yang secara harfiah
“gender” berarti jenis kelamin (John M.Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia,
(Jakarta: Gramedia, cet XII, 1983), h. 265).

Gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam
hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan
yang berkembang dalam masyarakat (Helen Tierney (ed), Women’s Studies Encyclopedia,
Vol 1, New York: Green Wood Press, h.153)

Mengacu pada pendapat Mansour Faqih, Gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-
laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya bahwa
perempuan itu lemah lembut, cantik, emosional, dan sebagainya. Sementara laki-laki
dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa, dan tidak boleh menangis. Ciri dan sifat itu sendiri
merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Perubahan ciri dan sifat tersebut dapat terjadi
dari waktu ke waktu dan dari tempat ketempat yang lain, juga perubahan tersebut bisa terjadi
dari kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat
perempuan dan laki-laki yang bisa bisa berubah, baik itu waktu maupun kelas (Mansour
Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 8-9)

Masih dalam buku yang sama, Mansour faqih mengungkapkan bahwa sejarah perbedaan
gender terjadi melalui proses yang sangat panjang. Perbedaan Gender terbentuk oleh banyak
hal yang disosialisasikan, diajarkan, yang kemudian diperkuat dengan mengkonstruksinya
baik secara sosial maupun kultural. Melalui proses panjang tersebut pada akhirnya diyakini
sebagai sesuatu yang kodrati baik bagi kaum laki-laki maupun perempuan, hal ini kemudian
direfleksikan sebagai sesuatu yang dianggap alami dan menjadi identitas gender yang baku.
Identitas gender adalah definisi seseorang tentang dirinya, sebagai laki-laki atau perempuan,
yang merupakan interaksi kompleks antara kondisi biologis dan berbagai karakteristik
perilaku yang dikembangkan sebagai hasil proses sosialisasi.

Pengertian gender yang lebih kongkrit dan lebih operasional dikemukakan oleh Nasarudin
Umar bahwa gender adalah konsep kultural yang digunakan untuk memberi identifikasi
perbedaan dalam hal peran, perilaku dan lain-lain antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang di dalam masyarakat yang didasarkan pada rekayasa sosial (Nasarudin Umar,
Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta : Paramadina, 2001,h.35)

Lebih lanjut Nasarudin Umar menjelaskan bahwa penentuan peran gender dalam berbagai
sistem masyarakat, kebanyakan merujuk kepada tinjauan biologis atau jenis kelamin.
Masyarakat selalu berlandaskan pada diferensiasi spesies antara laki-laki dan perempuan.
Organ tubuh yang dimiliki oleh perempuan sangat berperan pada pertumbuhan kematangan
emosional dan berpikirnya. Perempuan cenderung tingkat emosionalnya agak lambat.
Sementara laki-laki yang mampu memproduksi dalam dirinya hormon testosterone membuat
ia lebih agresif dan lebih obyektif.

Istilah gender menurut Oakley (1972) berarti perbedaan atau jenis kelamin yang bukan
biologis dan bukan kodrat Tuhan. Sedangkan menurut Caplan (1987) menegaskan bahwa
gendermerupakan perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan selain dari struktur
biologis, sebagian besar justru terbentuk melalui proses social dan cultural. Gender dalam
ilmu sosial diartikan sebagai pola relasi lelaki dan perempuan yang didasarkanpada ciri sosial
masing-masing (Zainuddin, 2006: 1).
Menurut para ahli lainnya seperti Hilary M. Lips mengartikan gender sebagai harapan-
harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural expectations for women and
men). H. T. Wilson mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan
sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai
akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan. Sedangkan Linda L. Lindsey
menganggap bahwa semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-
laki dan perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (What a given society defines as
masculine or feminim is a component of gender). Elaine Showalter menegaskan bahwa
gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial-
budaya (NasaruddinUmar, 2010: 30).

Dari pengertian gender menurut para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa gender
adalah seperangkat sikap, peran, tanggung jawab, fungsi, hak, dan perilaku yang melekat
pada diri laki-laki dan perempuan akibat bentukan budaya atau lingkungan masyarakat
tempat manusia itu tumbuh dan dibesarkan. Artinya perbedaan sifat, sikap dan perilaku yang
dianggap khas perempuan atau khas laki-laki atau yang lebih populer dengan istilah feminitas
dan maskulinitas, terutama merupakan hasil belajar seseorang melalui suatu proses sosialisasi
yang panjang di lingkungan masyarakat, tempat ia tumbuh dan dibesarkan

Kesetaraan Gender adalah kalimat yang seringkali kita dengar terucap dalam diskusi ataupun
tertulis dalam sejumlah referensi. Apa arti kesetaraan gender? Untuk menjelaskannya, berikut
ini kami ketengahkan sejumlah istilah yang erat kaitannya dengan problematika gender selain
istilah tersebut.

A. Pengarusutamaan Gender

Pengarusutamaan gender adalah strategi yang digunakan untuk mengurangi kesenjangan


antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam mengakses dan mendapatkan
manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi dan mengontrol proses pembangunan.

B. Kesenjangan Gender

Dikatakan terjadi kesenjangan gender apabila salah satu jenis kelamin berada dalam keadaan
tertinggal dibandingkan jenis kelamin lainnya (Laki-laki lebih banyak dari perempuan atau
sebaliknya)

C. Kesetaraan Gender

Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi
dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan
keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.
Terwujudnya kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan
dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi,
kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
Adapun indikator kesetaraan gender adalah sebagai berikut:

1. AKSES; yang dimaksud dengan aspek akses adalah peluang atau kesempatan dalam
memperoleh atau menggunakan sumber daya tertentu. Mempertimbangkan bagaimana
memperoleh akses yang adil dan setara antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan
laki-laki terhadap sumberdaya yang akan dibuat. Sebagai contoh dalam hal pendidikan bagi
anak didik adalah akses memperoleh beasiswa melanjutkan pendidikan untuk anak didik
perempuan dan laki-laki diberikan secara adil dan setara atau tidak.
2. PARTISIPASI; Aspek partisipasi merupakan keikutsertaan atau partisipasi seseorang
atau kelompok dalam kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini
perempuan dan laki-laki apakah memiliki peran yang sama dalam pengambilan keputusan di
tempat yang sama atau tidak.
3. KONTROL; adalah penguasaan atau wewenang atau kekuatan untuk mengambil
keputusan. Dalam hal ini apakah pemegang jabatan tertentu sebagai pengambil keputusan
didominasi oleh gender tertentu atau tidak.
4. MANFAAT; adalah kegunaan yang dapat dinikmati secara optimal. Keputusan yang
diambil oleh sekolah memberikan manfaat yang adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki
atau tidak.
D. Keadilan Gender

Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki.
Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi,
marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.

Ketidakadilan gender (gender inequalities) merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum
laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender menurut
beberapa pakar timbul dalam bentuk:

1. Stereotype

Pelabelan atau penandaan yang seringkali bersifat negatif secara umum dan melahirkan
ketidakadilan. Sebagai contoh, perempuan sering digambarkan emosional, lemah, cengeng,
tidak rasional, dan sebagainya. Stereotype tersebut yang kemudian menjadikan perempuan
selama ini ditempatkan pada posisi domestik, kerapkali perempuan di identikan dengan
urusan masak, mencuci, dan seks (dapur, sumur, dan kasur).

2. Kekerasan (violence)

Kekerasan berbasis gender, kekerasan tersebut terjadi akibat dari ketidak seimbangan posisi
tawar (bargaining position) atau kekuasaan antara perempuan dan laki-laki. Kekerasan terjadi
akibat konstruksi peran yang telah mendarah daging pada budaya patriarkal yang
menempatkan perempuan pada posisi lebih rendah. Cakupan kekerasan ini cukup luas,
diantaranya eksploitasi seksual, pengabaian hak-hak reproduksi, trafficking, perkosaan,
pornografi, dan sebagainya.

3. Marginalisasi

Peminggiran terhadap kaum perempuan terjadi secara multidimensional yang disebabkan


oleh banyak hal bisa berupa kebijakan pemerintah, tafsiran agama, keyakinan, tradisi dan
kebiasaan, atau pengetahuan (Mansour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.14). Salah satu bentuk paling nyata dari marginalisasi
ini adalah lemahnya peluang perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi. Proses tersebut
mengakibatkan perempuan menjadi kelompok miskin karena peminggiran terjadi secara
sistematis dalam masyarakat.

4. Subordinasi

Penomorduaan (subordinasi) ini pada dasarnya merupakan keyakinan bahwa jenis kelamin
tertentu dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya (Leli
Nurohmah dkk, Kesetaraan Kemajemukan dan Ham, Jakarta: Rahima, h. 13). Hal ini
berakibat pada kurang diakuinya potensi perempuan sehingga sulit mengakses posisi-posisi
strategis dalam komunitasnya terutama terkait dengan pengambilan kebijakan.

5. Beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (double burden) 

Adanya anggapan bahwa perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok
untuk menjadi kepala keluarga berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga
menjadi tanggung jawab perempuan (Mansour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi
Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h.21). Untuk keluarga miskin perempuan selain
bertanggung jawab terhadap pekerjaan domestik, mereka juga mencari nafkah sebagai
sumber mata pencarian tambahan keluarga, ini menjadikan perempuan harus bekerja ekstra
untuk mengerjakan kedua bebannya.

Demikian penjelasan pengertian gender dan penekanan bahwa kesetaraan gender adalah tidak


adanya diskriminasi dalam hal akses, berpartisipasi, kontrol atas pembangunan dan
memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan suatu bangsa.

Anda mungkin juga menyukai