Disusun oleh: Nama: Ahmad Taufiqur Rahman NIM: 13020117130052 Kelas D – Sastra Inggris 2017
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO 1. Plato Plato kini dikenal sebagai salah satu filsuf terbesar sepanjang masa. Ia lahir sekitar 429 SM, dekat dengan waktu kematian Perikels, dan ia meninggal pada 347 SM, tak lama setelah kelahiran Aleksander Agung. Plato lahir di Athena, dari keluarga yang kaya dan kuat. Banyak kerabatnya yang terlibat dalam politik Athena. Semasa muda, ia berguru kepada Sokrates, dan belajar banyak mengenai cara berpikir serta apa yang harus dipikirkan. Setelah Sokrates dibunuh pada 399 SM, Plato menjadi berang. Plato, yang ketika itu berusia 30 tahun, mulai menuliskan beberapa percakapannya dengan Sokrates. Oleh karena itu, gagasan Sokrates pada masa kini banyak diketahui dari tulisan-tulisan Plato. Meskipun demikian, setelah beberapa lama, Plato mulai menuliskan gagasannya sendiri. Salah satu karya pertamanya adalah Republik, yang menggambarkan gagasan Plato mengenai bentuk pemerintahan yang lebih baik daripada pemerintahan Athena. Plato menganggap bahwa sebagian besar orang cukup bodoh sehingga tak boleh memiliki hak untuk memutuskan mengenai segala sesuatu. Alih-alih, orang-orang terbaiklah yang harus menjadi pelindung orang lainnya. Plato sendiri berasal dari keluarga aristokrat sehingga ia mungkin menganggap dirinya termasuk dalam golongan orang terbaik. Plato juga memikirkan dunia alami dan cara kerjanya. Ia menyatakan bahwa segala sesuatu memiliki semacam wujud ideal, misalnya kursi ideal, dan kemudian kursi nyata hanyalah tiruan buruk dari kursi ideal yang hanya ada dalam pikiran manusia. Salah satu cara Plato untuk menjelaskan gagasan ini adalah dengan metafora terkenal mengenai gua. Ia mengatakan bahwa, misalkan ada sebuah gua, dan di dalamnya ada beberapa orang yang dirantai ke dinding gua, sehingga mereka hanya dapat melihat bagian belakang gua. Orang- orang ini tidak dapat melihat ke luar gua, atau bahkan saling melihat satu sama lain dengan jelas. Mereka hanya dapat melihat bayangan dari apa yang berada di belakang mereka. Akhinya orang-orang ini beranggapan bahwa bayangan-bayangan tersebut adalah hal nyata. Plato mengatakan bahwa manusia adalah orang-orang yang berada di dalam gua. Manusia mengira bahwa mereka memahami dunia nyata, namun karena terjebak dalam tubuh, maka manusia hanya melihat bayangan di dinding. Salah satu tujuan Plato adalah membantu manusia memahmi dunia nyata dengan lebih baik, dengan cara mencari tahu cara memperkirakan atau memahami dunia nyata bahkan tanpa melihatnya. Ada kemungkinan bahwa gagasan Plato mengenai perbedaan antara dunia nyata dan ilusi yang tampak berkiatan dengan gagasan Hindu dan Buddha mengenai nirwana, yang muncul di India sekitar masa yang sama. Jika kursi memiliki bentuk ideal, begitu pula manusia. Wujud ideal manusia, menurut Plato, adalah jiwa. Jiwa tersusun dari tiga bagian, yaitu nafsu, kehendak, dan akal. Kehendak membuat kita mampu mengendalikan nafsu, dan akal membantu menentukan kapan harus mematuhi atau menahan nafsu. Jika ketiga unsur ini seimbang, maka hidup akan menjadi bahagia. Akan tetapi, jika ketiga unsur itu tidak seimbang, maka akan terjadi kekacauan. Jika nafsu terlalu kuat, maka seseorang bisa saja menyakiti orang lain; jika kehendak terlalu kuat, maka seseorang bisa saja menyakiti dirinya sendiri; dan jika akal tidak bekerja dengan baik, maka seseorang tak akan dapat mengendalikan nafsu dengan benar dan dapat berujung pada kelainan mental. 2. Socrates Sokrates adalah yang pertama dari tiga filsuf besar Athena (dua lainnya adalah Plato dan Aristoteles). Sokrates lahir di Athena pada 469 SM, jadi dia hidup pada masa Perikles dan Kekaisaran Athena, meskipun ia masih amat muda saat Pertempuran Marathon ataupun Salamis. Ia tak berasal dari keluarga kaya. Ayahnya kemungkinan adalah seorang pemahat batu, sehingga Sokrates juga pernah bekerja bersama bebatuan meski tak pernah menjadi seorang pemahat yang baik. Ibu Sokrates adalah seorang bidan. Ketika Perang Peloponnesos dimulai, Sokrates ikut bertempur untuk Athena. Ketika mulai menginjak usia empat puluhan, ia mulai merasakan dorongan untuk memikirkan dunia di sekitarnya, dan berupaya mencari jawaban untuk sejumlah pertanyaan sulit. Ia bertanya, "Apa itu kebijaksanaan?", "Apa itu keindahan?", "Apa yang yang harus dilakukan?". Ia tahu bahwa semua pertanyaan ini sulit dijawab, dan ia merasa bahwa akan lebih baik jika ada banyak orang yang mendiskusikan jawabannya bersama- sama, supaya bisa lebih banyak ide yang muncul. Akhirnya ia mulai berkelilingi Athena dan bertanya kepada orang-orang, "Apa itu kebijaksanaan?", "Apa itu kebaikan?", dsb. Terkadang orang berkata bahwa mereka sedang sibuk, namun terkadang ada pula yang menjawabnya. Lama-kelamaan Sokrates mulai mengajari mereka untuk berpikir lebih baik dengan menanyakan lebih banyak pertanyaan yang menunjukkan permasalahan dalam pemikiran mereka. Terkadang, ini membuat orang marah, bahkan ada yang sampai memukuli Sokrates. Sokrates dengan cepat berhasil mengumpulkan sekelompok pemuda yang mendengarkan kata-katanya dan belajar cara berpikir darinya. Plato adalah salah satunya. Sokrates tak pernah menarik bayaran dari mereka. Pada 399 SM, sejumlah orang Athena marah kepada Sokrates atas tindakannya mengajari para pemuda. Mereka menggugatnya di pengadilan atas tuduhan penghinaan kepada para dewa dan penghasuran generasi muda. Orang mengira bahwa Sokrates menentang demokrasi, dan mungkin memang begitu - ia berpendapat bahwa orang yang paling cerdaslah yang berhak menentukan keputusan bagi semua orang. Sokrates diadlili dalam sebuah pengadilan besar di hadapan para juri Athena. Ia kemudian divonis bersalah dan dijatuhi hukuman mati. Sokrates menjalani hukumannnya dengan meminum racun. Sokrates tak pernah menuliskan gagasan-gagasannya semasa masih hidup. Namun setelah meninggal, muridnya, Plato, menuliskan beberapa perkataan Sokrates. 3. Horace Quintus Horatius Flaccus (8 Desember 65 SM - 27 November 8 SM), yang dikenal di dunia sebagai Horace (/ ˈhɒrɪs /), adalah penyair terkemuka Romawi selama periode Augustus (juga dikenal sebagai Oktavianus). Horatius lahir di Venosa, sebuah kota kecil di Italia. Ayahnya adalah seorang budak yang dibebaskan oleh majikannya. Mereka pindah ke Roma beberapa waktu kemudian. Ayah Horatius bekerja sebagai makelar. Dari pekerjaannya ayahnya menjadi kaya dan bisa mengirim Horatius ke sekolah terbaik di Roma. Ayahnya juga bisa mengirimnya ke Athena (Yunani) untuk belajar bahasa dan filsafat Yunani. Bahasa ibu Horatius adalah Latin. Horatius amat bangga dengan ayahnya, dan tak malu mengakui anak seorang budak yang dibebaskan. Beberapa puisi Horatius sulit diterjemahkan karena sintaksis, tata bahasa, dan strukturnya yang amat berbeda dengan bahasa-bahasa modern. Horatius banyak dipandang sejumlah orang, termasuk para ahli, sebagai salah satu penyair terbaik bahasa Latin. Karyanya mengilhami para penyair hingga 2000 tahun kemudian, termasuk Ben Jonson dan Shakespeare, karena Horatius dapat menunjukkan pada kita, adalah mungkin untuk mengalami emosi yang mendalam dan terus menerus namun tetap hidup di dunia yang nyata. Tiga buku pertama yang berisi 88 syair, diterbitkan waktu Horatius berumur 40an. Sedangkan buku keempat yang berisi 15 syair diterbitkan sepuluh tahun kemudian. Karya Horatius memadukan ketenangan yang tentram dengan nafsu yang berkobar. Ode menggambarkan masyarakat pada jaman itu, sebuah model patriotisme dan nilai budaya untuk abad selanjutnya. Beberapa ungkapan Horatius yang populer seperti: - Carpe diem! (rengkuhlah hari ini) - Nil desperandum (tidak ada alasan untuk berputus asa) - Dulce at ducorum est pro patria mori (adalah indah dan telat untuk mati demi negaramu) Horatius tahu bahwa hidup ini singkat, namun kata-kata dapat abadi. Dalam buku pertama, Horatius menciptakan puisi Rengkuhlah Masa Kini. 4. Aristotle Ayah Aristoteles adalah Nikomakhos, seorang tabib yang tinggal di dekat Makedonia, di Yunani utara. Jadi tak seperti Sokrates dan Plato, Aristoteles tidak berasal dari Athena. Dia juga tak berasal dari keluarga kaya seperti halnya Plato, meskipun ayahnya juga bukanlah orang miskin. Semasa muda, sekitar tahun 350 SM, Aristoteles belajar di Akademi Plato. Plato sendiri saat itu sydah sangat tua. Aristoteles belajar dengan baik di Akademi, namun dia tidak pernah menjadi salah satu pemimpinnya, dan ketika Plato meninggal, para peimpinnya memilih orang lain alih-alih Aristoteles untuk memimpin Akademi. Kemungkinan Aristoteles merasa kesal akibat tak terpilih. Tidak lama setelah itu, Aristoteles meninggalkan Athena dan pergi ke Makedonia dan menjadi tutor bagi pangeran muda Aleksander, yang kelak akan menjadi Aleksander Agung. Sejauh yang diketahui, Aleksander tidak terlalu tertarik pada pembelajaran dengan Aristoteles, namun mereka tetap berkawan baik. Setelah Aleksander tumbuh dewasa dan menjadi raja, Aristoteles kembali ke Athena dan membuka sekolahnya sendiri di sana, yang dsiebut Lykeum, yang menjadi saingan Akademi Plato. Kedua sekolah itu sukses selama ratusan tahun. Aristoteles lebih tertarik kepada ilmu pengetahuan daripada Sokrates ataupun Plato, mungkin karena ayahnya adalah seorang tabib. Dia ingin menggunakan metode logika Plato untuk mengetahui bagaimana dunia berjalan; oleh karena itu Aristoteles dianggap sebagai bapak metode ilmiah. Aristoteles secara khusus tertarik pada biologi, dalam pengelompokkan tanaman dan hewan dengan cara yang masuk akal. Ini memang ciri khas kebudayaan Yunani, yang selalu ingin mengubah ketidakteraturan menjadi keberaturan, menerapkan keberaturan buatan manusia ke dalam dunia alami yang kacau. Ketika Aleksander menjelajahi Asia Barat, dia dan para pembawa pesannya mengambil tanaman-tanaman aneh untuk dipelajari oleh Aristoteles. Aristoteles juga berusaha membuat keberaturan dalam pemerintahan. Dia menciptakan sistem klasifikasi monarki, oligarki, tirani, demokrasi dan republik, yang masih dipakai hingga sekarang. Ketika Aleksander meninggal pada tahun 323 SM, terjadi pemberontakan terhadap Makedonia di Athena. Orang Athena menuduh Aristoteles memihak Makedoni (kemungkina nmemang benar adanya; dia jelas, seperti halnya Plato, bukanlah seorang demokrat). Dia dengan cepat meninggalkan Athena dan menghabiskan sisa hidupnya di daerah Yunani utara lagi, di tempat kelahirannya. DAFTAR PUSTAKA 1. Yunani Kuno/Filsafat/Aristoteles. (2016, Oktober 4). Wikibuku, . Diakses pada 05.27, Agustus 17, 2019 dari https://id.wikibooks.org/w/index.php? title=Yunani_Kuno/Filsafat/Aristoteles&oldid=58193. 2. Yunani Kuno/Filsafat/Sokrates. (2018, Maret 3). Wikibuku, . Diakses pada 05.28, Agustus 17, 2019 dari https://id.wikibooks.org/w/index.php? title=Yunani_Kuno/Filsafat/Sokrates&oldid=61039. 3. Yunani Kuno/Filsafat/Plato. (2019, Januari 18). Wikibuku, . Diakses pada 05.28, Agustus 17, 2019 dari https://id.wikibooks.org/w/index.php? title=Yunani_Kuno/Filsafat/Plato&oldid=64156. 4. Barchiesi, A (2001). Speaking Volumes: Narrative and Intertext in Ovid and Other Latin Poets. Duckworth.
5. Bischoff, B (1971). "Living with the satirists". Classical Influences on European Culture