Anda di halaman 1dari 79

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Manajemen dan Manajemen Pendidikan

a. Pengertian Manajemen dan Administrasi

Istilah manajemen dan administrasi oleh sebagian ahli dinyatakan

sebagai suatu hal yang sama, akan tetapi ada pula yang membedakan. Menurut

Bush (2006) manajemen dapat dicocokkan dengan dua pengertian yang mirip

yaitu leadership dan administration. Walaupun berbeda kedua istilah itu

memiliki hubungan satu dengan yang lain.

Pertama, dilihat dari pengertian administrasi menurut asal usul katanya

yaitu berasal dari bahasa Latin, ad dan ministrare. berarti intensif, sedangkan

ministrare berarti melayani, membantu, dan memenuhi, Jadi, administrare

berarti melayani secara intensif (Usman, 2011). Dalam bahasa Belanda,

administrasi berasal dari kata administratie yang mengandung pengertian

sempit yaitu pekerjaan yang berhubungan dengan ketatusahaan, sedangkan

dalam arti luas ialah seni (art) dan ilmu (science) mengelola (memenej)

sumberdaya 7 M (man, money, materials, machines, methods, marketing, and

minutes) untuk mencapai tujuan secara efektif efisien.

Administrasi dapat didefinisikan sebagai ‖pengkoordinasian dan

pengarahan‖ sumber-sumber tenaga manusia dan material untuk mencapai

tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini administrasi lebih ditekankan kepada

kegiatan mengkoordinasikan orang-orang yang bekerja sama, alat-alat, dan

13
dana yang dipakainya untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Pfiffner, J &

Presthus. 1953). Menurut William H. Newman (1963) administrasi adalah

pengarahan, kepemimpinan, dan pengendalian dari usaha-usaha sekelompok

orang dalam rangka pencapaian tujuan yang umum (pokok)‖. Jadi dapat

disimpulkan bahwa dalam usaha yang telah berkembang, tugas seorang

administrator dalam melaksanakan administrasi lebih banyak mencakup

koordinasi dan pengawasan (pengendalian). Koordinasi maksudnya

melakukan penyelarasan waktu dan penyatuan bermacam-macam tugas

supaya semuanya mengarah kepada tujuan yang di ingini.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa dalam melakukan

administrasi, seorang administrator dibantu oleh orang-orang yang

bekerjasama dalam menjalankan tugas-tugas yang harus ditunaikan dan tugas-

tugas tersebut harus diselaraskan dan dipadukan supaya mengarah kepada

tujuan yang di ingini. Kerja sama orang-orang dalam mencapai tujuan itu

perlu disusun dan diatur, dan untuk itu administrasi memerlukan organisasi.

Karena di dalam administrasi ini yang dihadapi adalah orang-orang yang

bekerja dengan akal dan perasaannya dengan menggunakan alat-alat dan

materi lainnya maka orang-orang perlu digerakkan menuju sasaran yang akan

dicapai, untuk itu diperlukan manajemen (Arif, M.S. 2014).

Selanjutnya, pengertian manajemen jika dilihat dari asal usul kata,

berasal dari bahasa Latin yaitu manus yang berarti tangan dan agree yang

berarti melakukan. Jika digabungkan menjadi managere berarti menangani

(Usman, 2013:3) Manajemen dalam bahasa Inggris berasal dari kata dasar to

14
manage yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia manajemen atau

pengelolaan. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) manajemen

diartikan sebagai penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai

sasaran. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Davis (1997) bahwa

manajemen berkaitan dengan mengurus dan memberikan pelayanan.

Manajemen menurut Mary Parker (Stoner & Freeman, 2000:56) adalah

seni melaksanakan pekerjaan melalui orang-orang (The art of getting things

done through people). Sedangkan Stephen P. Robbin & Mary Coulter

(2008:22) menyatakan bahwa, management involves coordinating and

overseeing the efficient and effective completion of others work activities.

Efficiency means doing things right; effectiveness means doing the right

things.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, manajemen adalah suatu

seni untuk mengkoodinir (mengelola, menangani) sumber daya organisasi

untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

b. Pengertian Manajemen Pendidikan

Sebelum mengartikan manajemen pendidikan, terlebih dahulu perlu

dipahami konsep manajemen dan pendidikan itu sendiri. Manajemen dalam

pembahasan sebelumnya berupa pengelolaan atau menangani sumber daya

organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

Sedangkan konsep pendidikan berasal dari kata ―pedagogi‖ yang

berarti pendidikan dan kata “pedagogia‖ yang berarti ilmu pendidikan yang

berasal dari bahasa Yunani. Pedagogia terdiri dari dua kata yaitu ―paedos‖ dan

15
―agoge‖ yang berarti ―saya membimbing, memimpin anak‖. Dari pengertian

ini pendidikan dapat diartikan: kegiatan seseorang dalam membimbing dan

memimpin anak menuju kepertumbuhan dan perkembangan secara optimal

agar dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab.

Langeveld (1980) dalamLenny Nuraeni (2014:12) membedakan istilah

―pedagogik‖ dengan istilah ―pedagogi‖. Pedagogik diartikan dengan ilmu

pendidikan, lebih menitik beratkan kepada pemikiran, perenungan tentang

pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana membimbing anak, mendidik anak.

Sedangkan istilah pedagogi berarti pendidikan, yang lebih menekankan pada

praktik, menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak.

Pedagogik merupakan suatu teori yang secara teliti, krisis dan objektif,

mengembangkan konsep-konsepnya mengenai hakekat manusia, hakekat

anak, hakekat tujuan pendidikan serta hakekat proses pendidikan.

Menurut UU Sistem Pendidikan No.20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat

1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Tujuan Pendidikan menurut Slamet PH (2012: 5):

1) Mengembangkan kualitas dasar peserta didik (daya fisik, daya pikir, dan

daya qolbu/hati)

16
2) Mengembangkan kualitas instrumental (penguasaan ilmu, teknologi, seni,

olah raga serta kewirausahaan) yang diperlukan untuk hidup

3) Mengembangkan jati diri sebagai warga bangsa Indonesia

Dengan demikian manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai suatu

proses mengkoodinir (mengelola, menangani) sumber daya organisasi untuk

mencapai tujuan pendidikan.

Manajemen pendidikan (educational management) menurut Bush

(2006:34) adalah ―a field of study and practice concerned with the operation

of educational organizations‖. Manajemen pendidikan bisa didefinisikan juga

sebagai suatu penataan bidang garapan pendidikan yang dilakukan melalui

aktivitas perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, pembinaan,

pengkoordinasian, pemotivasian, penganggaran, pengendalian, pengawasan,

penilaian dan pelaporan secara secara sistematis untuk mencapai tujuan

pendidikan secara berkualitas (tim dosen administrasi pendidikan UPI, 2011:

89).

Administrasi pendidikan atau manajemen pendidikan menurut Husain

Usman (2013:8) didefinisikan sebagai seni dan ilmu mengelola sumberdaya

pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,

dan negara.

17
Manajemen pendidikan dapat dilihat dari beberapa arti dan sudut

pandang. Manajemen pendidikan bisa diartikan sebagai kerja sama untuk

mencapai tujuan pendidikan. Manajemen pendidikan mengandung pengertian

proses untuk mencapai tujuan pendidikan. Proses itu dimulai dari

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemantauan, dan penilaian.

Selanjutnya manajemen pendidikan dapat dilihat dengan kerangka

berpikir sistem. Sistem adalah keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian dan

bagian-bagian itu berinteraksi dalam suatu proses untuk mengubah masukan

menjadi keluaran, dalam artian ini mutu lulusan akan sangat tergantung

kepada mutu masukan, masukan instrumental, dan proses itu sendiri. Prinsip

pendekatan sistemterhadap manajemen menurut Gaspersz (2011) dalam

(Setyoningrum 2018): penerapan prinsip pendekatan sistem terhadap

manajemen akan membawa organisasi menuju: (a) strukturisasi suatu sistem

untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien; (b) pemahaman

saling ketergantungan diantara proses-proses dari sistem; (c) pendekatan

terstruktur dan mengintegrasikan proses-proses; (d) pemahaman yang lebih

baik tentang peranan dan tanggungjawab; (e) pemahaman kemampuan

organisasi dan penetapan kendala-kendala dari sumber-sumber daya sebelum

bertindak; (f) kemampuan menentukan target, dan (g) peningkatan terus-

menerus dari sistem melalui pengukuran dan evaluasi.

Kemudian manajemen pendidikan juga dapat dilihat dari segi

efektivitas pemanfaatan sumber, artinya adalah usaha untuk melihat apakah

pemanfaatan sumber-sumber yang ada dalam mencapai tujuan pendidikan itu

18
sudah mencapai sasaran yang ditetapkan dan apakah dalam pencapaian tujuan

itu tidak terjadi pemborosan. Sumber yang dimaksud dapat berupa sumber

manusia, uang, sarana dan prasarana maupun waktu.

Di sisi lain seorang manajer pendidikan sering dikatakan sebagai suatu

profesi, karena mempunyai kode etik dan organisasi pendidikan yang sah. Hal

ini senada dengan pendapat Fred C. Lunenberg (2004:1), eduactional

administrators are professionals who have a code of ethics and are licensed

by state boards of education.

Dengan demikian manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai suatu

proses mengkoodinir (mengelola, menangani) sumber daya organisasi untuk

mencapai tujuan pendidikan yaitu agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara

c. Lingkup Manajemen Pendidikan

Dengan memperhatikan pengertian dan pentingnya studi manajemen

pendidikan yang telah dikemukakan di atas, dapat diklasifikasikan ruang

lingkup manajemen pendidikan, terutama dilihat dari unsur-unsur yang mesti

ada dalam manajemen pendidikan. Sebagai ilmu, manajemen pendidikan

memiliki teori dan kerangka pikir yang sudah teruji, terutama berhubungan

dengan teori-teori kepemimpinan, teori sumber daya manusia, dan teori

perilaku organisasi pendidikan.

19
Teori manajemen pendidikan yang ilmiah memfokuskan kajiannya

pada pentingnya perbedaan pemimpin atau manajer dan perannya pada suatu

lembaga pendidikan yang disebut dengan supervisor. Teori klasik

menjelaskan pemanfaatan dan pengangkatan personal pendidikan, tentang

tanggung jawab para pelaku pendidikan, serta penciptaan iklim lembaga

pendidikan yang kondusif. Menurut teori manajemen pendidikan yang ilmiah,

penciptaan iklim yang kondusif bagi lembaga pendidikan sangat bergantung

pada sumber daya manusia yang menggerakkan lembaga pendidikan, karena

lembaga pendidikan yang sumber daya manusianya lemah, meskipun

memiliki modal dan fasilitas yang memadai, tidak akan bisa meraih

keberhasilan.

Lembaga pendidikan yang memiliki sumber daya manusia yang

berkualitas membutuhkan pembagian kerja yang proporsional dan penempatan

para pekerja menurut kompetensinya masing-masing. Dengan demikian, setiap

pelaku pendidikan memikul tanggung jawab yang penuh sesuai dengan

kecakapannya dengan mengikuti sistem kerja yang profesional untuk tujuan

pendidikan.

Lembaga pendidikan dengan sistem kerja yang profesional disamping

menempatkan pelaku pendidikan yang sesuai dengan spesialisasinya, juga

mengatur sistem gaji yang memiliki perbedaan yang adil, yaitu yang seimbang

dengan beban kerja yang ditanggung oleh para pelaku pendidikan.pembedaan

besar gaji yang profesional diberlakukan secara sistematis dan formal,

sehingga para pelaku pendidikan akan meningkatkan prestasi kerjanya,

20
terutama berhubungan dengan pengayaan ilmu pengetahuan dan pendalaman

analisis ilmiah terhadap bidanng studi yang diajarkan.

Manajemen pendidikan juga mengkaji efesiensi dan efektivitas

pelaksanaan kinerja lembaga pendidikan dengan mempertimbangkan tujuan-

tujuan pendidikan, kegiatan pendidikan yang logis, jumlah sumber daya

manusia atau staf yang memadai, disiplin kerja, upah yang proporsional,

bonus yang prestatif, standardisasi pekerjaan sistematis, pertanggung jawaban

yang objektif, penerapan balas jasa atau insentif yang motivasional, dan

pengembangan lembaga pendidikan yang terukur.

Dalam teori organisasi klasik yang pertama kali diperkenalkan oleh B.I.

Fayol (1841-1925), manajemen membahas hal-hal sebagai berikut.

1) Technical: kegiatan memproduksi dan mengorganisasikannya. Dalam

kaitannya dengan pendidikan, lembaga pendidikan melakukan kegiatan

manghasilkan lulusan lembaga pendidikan yang siap kerja.

2) Commercial: kegiatan membeli bahan dan menjual produk. Dalam

lembaga pendidikan, kegiatan ini berkaitan dengan penjaringan anak didik

dan mengelolanya dengan pendidikan, sehingga hasilnya akan bermanfaat

untuk anak didik dan masyarakat.

3) Financial: kegiatan pembelanjaan. Lembaga pendidikan membutuhkan

pendanaan untuk mengadakan sarana dan prasarana serta pelaksanaan

pendidikan.

4) Security: kegiatan menjaga keamanan. Kaitannya dengan pendidikan

terletak pada sistem pengamanan lingkungan pendidikan secara internal

21
maupun eksternal, pergaulan anak didik didunia luar, dan sistem

pengamanan diri dari pengaruh lingkungan dan kebudayaan yang dapat

merusak moral, melalui pendidikan agama dan akhlak.

5) Accountancy: kegiatan akuntansi. Lembaga pendidikan melibatkan

kegiatan perhitungan pemasukan dana dan pengeluaran yang baik,

sistematis, akurat, dan efisien. Tidak melaksanakan kegiatan pendidikan

yang kurang proporsional dengan kemampuan, apalagi kegiatan yanng

hanya menghambur-hamburkan uang, sedangkan hasil kegiatan kurang

bermanfaat.

6) Managerial: melaksanakan fungsi manajemen. Pendidikan membutuhkan

perencanaan dan pengelolaan yang baik, sehingga adanya

pengorganisasian dan pengkoordinasian untuk semua kegiatan pendidikan.

Lingkup manajemen pendidikan menurut Usman (2013:11) substansi

yang menjadi garapan administrasi pendidikan sebagai proses atau disebut

juga sebagai fungsi administrasi adalah: (1) Perencanaan; (2)

Pengorganisasian; (3) Pelaksanaan (motivasi, kepemimpinan, pengambilan

keputusan, komunikasi dan koordinasi); (4) Pengawasan dan pengendalian

(wasdal)

Substansi yang menjadi garapan administrasi pendidikan sebagai tugas

atau disebut juga sebagai administrasi sekolah adalah administrasi: (1) Peserta

didik; (2) Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan; (3) Keuangan; (4) Sarana

dan prasarana; (5) Hubungan sekolah dengan masyarakat; (6) Layanan-

layanan khusus

22
d. Fungsi dan Tujuan Manajemen Pendidikan

George Terry (1960; 4) menggunakan empat fungsi manajemen yaitu

POAC (planning, organizing, actuating, dan controlling). Sedangkan Griffin

(2000) juga menggunakan empat fungsi manajemen yaitu planning,

organizing, leading dan controlling. Tahapan kegiatan setiap fungsi

manajemen adalah sebagai berikut: (a) perencanaan (planning) aktivitas

melakukan kegiatan memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan; (b)

pengorganisasian (organizing) penyusunan tanggungjawab pada setiap tugas

yang harus diselesaikan; (c) leading/ actuating usaha manajer dalam

mempengaruhi bawahan supaya termotivasi untuk menyelesaikan tugasnya, d)

pengawasan (controlling) adalah aktivitaspemantauan kegiatan supaya jika

ada penyimpangan dapat segera diperbaiki.

Tahapan fungsi manajemen sebagaimana pada gambar berikut.

planning

controlling organizing

actuating

Gambar 1

Siklus proses manajemen (Ali Imron, 2003:6)

23
Sedangkan Luther Gullic memberikan pandangan baru untuk

menunjukkan unsur-unsur dasar proses manajemen menggunakan 7 (tujuh)

fungsi manajemen. Menurut Gullic, proses manajemen dapat diwakili

dengankata ―PODSCORB‖ yang merupakan akronim dari Planning,

Organizing, Directing, Staffing, Co-Ordinating, Reporting dan Budgeting

(Akrani, 2012).

Teori proses manajemen dari LutherGullic cukup terkenal dengan

akronim fungsi yang mudah diingat. Sumberdaya yang dikelola cukup lengkap

yaitu terdiri dari man, money, material, machine, method, market dan minutes

yang dikenal dengan 7M. Sumberdaya yang dikelola ini hampir dapat

diterapkan pada semua organisasi, namun demikian beberapa teori manajemen

lainnya banyak yang hanya menggunakan 5M yaitu man, money, material,

machine, method tanpa market dan minutes. Penjelasan dari masing-masing

fungsi tersebut adalah sebagai berikut (Akrani. 2012:375).

1) Planning, that is working out in broad outline the things that need to be

done and the methods for doing them to accomplish the purpose set for the

enterprise. Merancang garis besar pekerjaan yang perlu dilakukan dan

metode untuk mengerjakannya dalam rangka mencapai tujuan yang telah

ditetapkan perusahaan;

2) Organizing, that is the establishment of the formal structure of authority

through which work subdivisions are arranged, defined, and co-ordinated

for the defined objective. Pengorganisasian, yaitu pembentukan struktur

24
kekuasaan formal melalui pengaturan, penetapan dan koordinasi subdivisi

kerja untuk tujuan yang ditetapkan.

3) Staffing, that is the whole personnel function of bringing in and training

the staff and maintaining favorable conditions of work; Staffing

merupakan fungsi personalia secara keseluruhan mulai dari merekrut,

menempatkan dan membina staf supaya dapat bekerja dalam kondisi yang

menyenangkan.

4) Directing, that is the continuous task of making decisions and embodying

them in specific and general orders and instructions and serving as the

leader of the enterprise. Mengarahkan yaitu tugas yang terus-menerus

dilakukan oleh seorang pemimpin dalam membuat keputusan dan

mewujudkannya menjadi perintah atau instruksi baik secara khusus

maupun umum

5) Co-Ordinating, that is the all important duty of interrelating the various

parts of the work; OR that means is a common thread that run through all

the activities of the organisation. Koordinasi semua tugas yang saling

terkait dari berbagai bagian pekerjaan;

6) Reporting, that is keeping those to whom the executive is responsible

informed as to what is going on, which thus includes keeping himself and

his subordinates informed through records, research, and inspection;

Pelaporan untuk menetapkanalur pelaporan, kepada siapa staf bertanggung

jawab dan menginformasikan apa yang sedang terjadi pada bagian

pekerjaannya.

25
7) Budgeting, with all that goes with budgeting in the form of planning,

accounting and control. Penganggaran: semua yang terjadi dengan

anggaran dalam bentuk perencanaan, akuntansi dan kontrol.

Dari berbagai teori dapat disimpulkan bahwa fungsi manajemen yang

selalu ada dalam proses manajemen adalah: planning, organizing, actuating

and controlling. Dari beberapa fungsi manajemen,peneliti menggunakan

pandangan George Terrytentang fungsi manajemen yang ringkasyaitu:

planning, organizing, actuating, dan controlling. Meskipun ringkas tetapi

kegiatan tersebut cukup representatif untuk mengelola sebuah organisasi agar

dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Berdasarkan beberapa teori fungsi-fungsi manajemen yang telah dikaji,

berikut ini diuraikan tentang penerapan fungsi manajemen: perencanaan,

pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan

1) Perencanaan

a) Pengertian, Ruang Lingkup, Proses, dan Prinsip Perencanaan

Perencanaan adalah menetapkan suatu cara untuk bertindak sebelum

itu sendiri dilaksanakan (Julistriarsa, 1988:29). Dengan kata lain bahwa

dalam perencanaan maka orang diharuskan untuk berpikir lebih dahulu

tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana melakukannya dan siapa yang

melaksanakannya, sehingga hal tersebut dilakukan dengan baik diharapkan

tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dapat dicapai dengan efektif dan

efisien.

26
Bateman & Zeithaml (1990: 18) mengartikan “plan is analizing

situation, determining the goal, that will be persued in the future, and

deciding an advance the action that will be taken to achieve these goals”.

Griffin (1990: 8) mengartikan lebih sederhana dari Bateman yakni: “plan

means determining an organization’s goals and deciding how best to

achieve them”. Perencanaan adalah menentukan tujuan organisasi dan

memilih cara terbaik untuk meraihnya.

Gie (1993:15) mengartikan perencanaan sebagai kegiatan penentuan

hal-hal yang harus dilakukan dalam rangka mencapai tujuan yang telah

ditantukan serta cara-cara mengerjakannya. Siagian (2007: 36) mengartikan

perencanaan adalah usaha sadar dalam pengambilan keputusan yang telah

diperhitungkan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa

depan dalam dan oleh organisasi dalam rangka pencapaian tujuan yang telah

ditentukan sebelumnya. Usman (2008: 61) menyimpulkan perencanaan

adalah kegiatan yang akan dilakukan dimasa datang untuk mencapai tujuan.

Perencanaan adalah usaha sadar atas analisis situasi yang diperhitungkan

secara matang untuk memutuskan tujuan yang akan dicapai pada masa

datang dan bagaimana cara terbaik mencapainya.

Ruang lingkup perencanaan menurut Usman (2008: 61) bahwa

perencanaan mengandung unsur-unsur: kegiatan yang ditetapkan

sebelumnya, adanya proses, hasil yang ingin dicapai, dan menyangkut masa

depan dalam waktu tertentu. Siagian (2007: 36) mengungkapkan kandungan

dalam definisi perencanaan beberapa pokok pikiran, yakni: Perencanaan

27
harus berdasarkan informasi (sumber daya manusia/pun sumber daya alam),

mengandung resiko, orientasi masa depan, sebagai peta pencapian tujuan,

dan terakhir penyusunan rencana.

Menurut Usman (2008: 65-68) ruang lingkup perencanaan dapat

dibagi menjadi tiga macam, yakni: pertama, perencanaan dari dimensi

waktu. Perencanaan dari dimensi waktu dapat dibedakan menjadi tiga,

yakni; perencanaan jangka panjang (10 tahun), perencanaan jangka

menengah (3-8 tahun), dan perencanaan jangka pendek (kurang dari satu

tahun).

Kedua, perencanaan dari dimensi spasial. Perencanaan dari dimensi

spasial dapat dibagi menjadi tiga, yakni: perencanaan nasional, perencanaan

regional (hubungan sekotor sector adi wilayah tertentu), dan perencanaan

tata ruang (kawasan tertentu baik ekologis maupun demografis).

Ketiga, perencanaan dari dimensi tingkatan teknis perencanaan.

Perencanaan dari tingkatan teknis perencanaan dapat dibagi menjadi lima

macam, yakni: perencanaan makro, perencanaan mikro, perencanaan

sektoral (karena mempunyai persamaan ciri dan tujuan), perencanaan

kawasan, perencanaan proyek.

Proses perencanaan menurut Banghart & Trull (Usman, 2008: 119-

121) adalah sebagai berikut: pendahuluan, mengidentifikasi permasalahan

pendidikan, analisis area masalah pendidikan, penyususnan konsep dan

rencana, mengevaluasi rencana, menentukan rencana, penerapan rencana,

rencana umpan balik. Sedangkan menurut Chesswas proses perencanaan

28
adalah sebagai berikut: menilai kebutuhan akan pendidikan, merumuskan

tujuan dan sasaran pendidikan, merumuskan kebijakan dan menentukan

prioritas, merumuskan proyek dan program, menguji kelayakan, menerapkan

rencana, menilai dan merevisi untuk rencana yang akan datang.

Perencanaan yang baik, konsisten, dan realistis, fleksibel menurut

Usman (2008:124) harus memperhatikan prinsip prinsip diantaranya adalah:

keadaan sekarang (sumber daya yang ada), keberhasilan dan faktor-faktor

kritis keberhasilan, kegagalan masa lampau, potensi, tantangan, dan kendala

yang ada, dankemampuan mengubah kelemahan menjadi kekuatan dan

tantangan menjadi peluang analisis (SWOT/Strenght, Weakness,

Opportunity, and Threat).

b) Karakteristik perencanaan

Karakteristik rencana yang baik menurut Siagian (2007: 46-50) harus

setidaknya mencakup sepuluh poin karakteristik, yaitu: mempermudah

pencapaian tujuan, Perencana harus memahami hakikat tujuan, pemenuhan

keahlian teknis, terperinci, keterkaitan rencana dengan pelaksanaan,

kesederhanaan, fleksibilitas, memberikan tempat pada pengambilan resiko,

pragmatik, dan sebagai instrumen peramalan masa depan.

Menurut Gaffar (Usman, 2008: 124) memberikan karakteristik

perencanaan yang lebih spesifik pada pendidikan, yakni: mengutamakan

nilai-nilai manusiawi, mengembangkan potensi anak didik, memberikan

kesempatan pendidikan yang sama, kompherensif dan sistematis,

berorientasi pada pembangunan, memperhatikan keterkaitan dengan semua

29
aspek pendidikan, mengunakan sumber daya dengan cermat, berorientasi

masa depan, fleksibel, responsive terhadap kebutuhan masyarakat, dinamis,

dan mengembangkan inovasi pendidikan.

c) Teknik perencanaan

Penyusunan rencana menurut Siagian (2007:37-45) dapat disingkat

untuk menjawab enam pertanyaan, yaitu:

1. Apa. Pertanyaan apa menyangkut tiga hal, yaitu: apa yang akan

dikerjakan, sumber daya dan berapa dana yang dibutuhkan, dan sarana

prasarana yang dibutuhkan. Proses kegiatan ini dikategorikan menjadi

tiga hal yakni: kegiatan pokok, kegiatan penunjang, dan kegiatan

periferial/penunjang tidak langsung.

2. Dimana. Pertanyaan dimana merujuk pada lokasi dimana kegiatan

manajemen akan dilakukan hal ini harus melewati proses analisis

internal dan eksternal. Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan

empat faktor, yakni: efisiensi, aksebilitas, kemudahan sarana dan

prasarana, dan tenaga kerja yang memenuhi syarat.

3. Bilamana. Bilamana berhubungan dengan sense of timing / naluri

waktu yang tinggi tentang kapan melakukan sesuatu atau tidak

melakukannya.

4. Bagaimana. Pertanyaan bagaimana berhubungan dengan

formalisasi/operasional dan koordinasi personil dalam melakukan

pekerjaan diorganisasi.

30
5. Siapa. Pertanyaan siapa menyangkut pelaksanaan proses yang artinya

meskipun baik perencanaan jika tidak dilakukan oleh orang yang tepat

maka perencanaan tidak ada artinya atau tinggal menunggu

kehancurannya. Dalam hal ini siapa akan lebih terlihat pada manjemen

sumber daya manusia.

6. Mengapa. Pertanyaan mengapa lebih pada analisis kelebihan dan

kekurangan yang ada

d) Perencanaan sebagai pengambilan keputusan

Keputusan menurut Siagian (2007:51) dibedakan menjadi tiga,

yaitu: keputusan strategic (manajemen atas), keputusan teknis (manajemen

tengah), keputusan operasional (manajemen bawah). Sedangkan

pemecahan masalah menurut Siagian (2007:53) pada dasarnya sama

dengan langkah penelitian yang berjumlah tujuh langkah, yakni:

pendifinisian hakikat masalah, pengumpulan data dan analisisnya,

identifikasi dan penentuan alternative, analisis berbagai alternative,

pemilihan alternative, pelaksanaan alternatif terpilih, dan penilaian hasil

yang dicapai.

Prinsip Pendekatan Faktual dalam Pengambilan Keputusan:

keputusan yang efektif adalah berdasarkan pada analisis data dan

informasi untuk menghilangkan akar penyebab masalah secara efektif dan

efisien. Keputusan manajemen organisasi hendaknya ditujukan untuk

meningkatkan kinerja organisasi dan efektivitas implementasi sistem

manajemen mutu (Yu, To, W. M., & Lee, P. K. C. (2012).

31
Langkah-langkahperencanaan dalam konteks penelitian ini

meliputi: (1) penentuan visi dan misi kerjasama yang merupakan tanggung

jawab bersama; (2) profil madrasah, yang mencerminkan hasil analisis

internal untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan sumber daya

madrasah yang tersedia; (3) analisis lingkungan eksternal, dengan maksud

untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan lingkungan yang dapat

memberi peluang dan tantangan yang dapat dimanfaatkan madrasah.

2) Pengorganisasian

a) Pengertian dan hakikat pengorganisasian

Pengorganisasian menurut Griffin (1990: 10) diartikan sebagai

“…is determining methods for grouping activities an resources”.

pengorganisasian adalah penentuan metode untuk pengelompokan

aktivitas sebagai sumber daya. Bateman & Zeithaml (1990: 19)

mengartikan pengorganisasian sebagai:

…includes the efforts of managers to assemble the human,


financial, physical, an informational resource needed to complete
the job and to group and coordinate employees, task, an resource
for maximum success.

Siagian (2007:60) mengartikan pengorganisasian sebagai sebuah

keseluruhan proses pengelompokan orang, alat-alat, tugas, wewenang dan

tanggung jawab sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan

sebagai satu kesatuan utuh dan bulat dalam rangka pencapaian tujuan yang

telah ditentukan sebelumnya.

Menurut Siagian (1977:116), fungsi pengorganisasian adalah

proses pembentukan organisasi sebagai keseluruhan. Sedangkan

32
organisasi menurut Gibson, et all. (2006:5) adalah “an organization is a

coordinated unit consisting of at least two people who function to achieve

a common goal or set of goals”. Pengorganisasian adalah mengkoordinasi

unit yang terdiri dari lebih kurang dua orang yang berfungsi untuk meraih

tujuan bersama. Secara lebih sederhana Hani Handoko (2003:167)

mengartikan pengorganisasian sebagai proses penyusunan struktur

organisasi yang sesuai dengan organisasi, sumber daya yang dimilkinya,

dan lingkungan yang melingkupinya.

b) Keefektifan organisasi

Keefektifan organisasi menurut Usman (2008: 220) harus

memenuhi indikator-indikatornya, yakni: berfokus pada pelanggan dan

pencegahan masalah, menganggap manusia aset organisasi yang tidak

ternilai, memiliki strategi mutu, memperlakukan keluhan sebagai umpan

balik (responsif), memiliki kebijakan mutu, perbaikan terus menerus

(partisipatif), membentuk fasilitator yang bermutu, berkreasi dan

berinovasi, memperjelas peranan dan tanggung jawab, memiliki strategi

evaluasi yang obyektif dan jelas, memiliki rencana jangka panjang,

memiliki visi dan misi, mutu kebudayaan, meningkatkan mutu sebagai

kewajiban, dan terbuka dan tanggung jawab

Siagian (2007:61) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan

organisasi ada lima hal yang harus diperhatikan yaitu: ketepatan anggota

organisasi dalam hal kuantitas dan kualitas, kejelasan wewenang dan

33
tanggung jawab, kejelasan hubungan kerja sama dalam tugas, dan

ketepatan saluran komunikasi.

Komunikasi dalam organisasi dibagi menjadi tiga yaitu: pertama,

komunikasi vertikal yang dilakukan antara atasan dengan bawahannya

untuk berbagai kepentingan, seperti vertikal ke bawah yang berbentuk

perintah, intruksi, penyampaian keputusan. Sebaliknya vertikal ke atas

berbentuk laporan, informasi, saran, masalah dan sebagainya.

Kedua, komunikasi horizontal antara orang yang menduduki

jabatan setingkat dengan kegiatan yang berbeda. Bentuk komunikasi

horizontal dapat berupa tukar menukar pengalaman, permintaan barang,

dan sebagainya.

Ketiga, komunikasi diagonal yang dilakukan antara kelompok

orang yang berada dihierarki lebih tinggi dengan orang di hierarki lebih

rendah, tetapi terlibat dalam kegiatan sejenis, Contohnya kepegawaian

nasional dengan kepegawaian daerah untuk kepentingan informasi,

laporan, petunjuk operasional dan sebagainya.

Keempat, ketepatan tata karma komunikasi hal ini didasarkan atas

tata nilai dan kebiasaan serta aturan yang dianut oleh organisasi. Informasi

adalah peta dalam organisasi/dengan istilah lain darah dalam manusia,

maka informasi harus memenuhi kriteria persyaratan kelengkapan,

kemutakhiran, dapat dipercaya, akurat, tersimpan dengan baik dan dapat

34
ditelusuri dengan mudah. Di samping itu menurut Siagian (2007:67) dalam

penyampaian informasi perlu adanya keterbukaan semua pihak yang

membutuhkan dan ketelitian dalam memberikan informasi ke pihak lain.

Hoy & Miskel (2001:356) menjelaskan tentang poin-poin

komunikasi di sekolah sebagai berikut:

a) Communication pervades virtually, all aspec of school life.


b) Current conceptions of communication rely on notions that
communication involves meaning full exchange of symbols between
at least two people.
c) One-way communication is unilateral, terminated by a speaker,
and terminated at a listener.
d) Two-way communication is a reciprocal, interactive process with
all participants in the process initiating and receiving messages.
e) Convercation, inquiry, debate, and instruction are four types of
twowaycommunication.
f) Human use two major of communication become ambiguous,
richer media can improve communication performance.
g) Each new communication technology imposes its own special
requirements on how messages are composed.
h) Formal channels are communications networks sanctioned by the
organization and directed toeard organizational goals.
i) Individuals bypass formal channels of communications by using
informal networks or “grapevines”.
j) The degree of centralization, shape of hierarchy, and level of
information technology influence how the formal communication
system operates in schools.
k) Although the formal network is usually larger and better developed
then the informal, they are closely related, can be complementary,
and are critical to the organization.

Beberapa kandungan kutipan di atas adalah sebagai berikut:

komunikasi harus menyangkut semua aspek kehidupan madrasah, simbol

komunikasi harus memberikan makna maksimum. Komunikasi dapat

dilakukan dengan model searah dan dua arah. Komunikasi dua arah dapat

berbentuk percakapan, diskusi, instruksi, dan penemuan bersama, media

35
dapat membuat komunikasi lebih mudah dan jelas. Hubungan formal

adalah bentuk komunikasi dalam organisasi untuk mencapai tujuannya,

supaya lebih cepat personil mengunakan komunikasi informal formal dan

informal komunikasi dapat saling melengkapi, sedangkan model

komuniksai sekolah ditentukan oleh sentralisasi, hierarki organisasi, dan

level teknologi informasi. Kepala madrasah harus bisa menjalin

komunikasi yang baik dengan Direktur MAL dan stake holder lainnya.

c) Prinsip-prinsip organisasi

Siagian (2007:69) mengungkapkan ada lima belas prinsip

organisasi, yaitu: Kejelasan tujuan, pemahaman tujuan oleh anggota,

penerimaan tujuan oleh anggota, kesatuan arah, kesatuan perintah,

fungsionalisasi, deliniasi berbagai tugas, keseimbangan tanggung jawab

dan wewenang, pembagian tugas, struktur organisasi, pola dasar organisasi

yang relatif permanen, pendelegasian wewenang, rentang pengawasan,

jaminan pekerjaan, dan keseimbangan antara jasa dan imbalan. Prinsip

organisasi harus mengacu pada tujuan, kejelasan tugas dan imbalan yang

kesemuanya seimbang berdasarkan tujuan.

d) Tipe-tipe organisasi

Beberapa tipe organisasi antara lain organisasi lini, organisasi lini

dan staf, organisasi fungsional, dan organissi matrik. Tipe-tipe organisasi

ini tergantung dan sesuai dengan kebutuhan serta tujuan organisasi dan

bisa berkembang dan berubah sesuai dengan faktor-faktor yang

mmeperngaruhinya baik faktor internal maupun faktor eksternal.

36
e) Struktur organisasi
Pengertian struktur organisasi menurut Robbins & Judge (2007:

478) adalah ―How job tasks are formally divided, grouped, and

coordinated”. Struktur organisasi adalah bagaimana pembagian kerja

secara formal, pengelompokan/departemntalisasi, dan pengkoordinasianya.

Gibson, et all. (2006: 394) menyatakan tidak ada definisi yang

tepat tentang struktur organisasi karena: ―Organization structure is an

abstract concept pattern of jobs and groups of jobs in an organization. An

important cause of individual and group behavior”. Stoner, Freeman, &

Gilbert, (1995: 330) mengartikan struktur organisasi sebagai “…the way in

which an organization’s activities are devided, grouped, and coordinated

into relationship between managers and employees, managers and

managers, and employees and emloyees”.

Konsep dasar struktur organisasi menurut Lunenburg & Ornstein

(2000: 24) adalah ―…provide a frame work for vertical and horizontal

coordinaziation of the organization”. Kerangka kerja baik horizontal

maupun vertikal ini fasilitasi oleh struktur organisasi.

3) Pelaksanaaan

Actuating adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua agar

semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran yang sesuai

dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating

berarti menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau

dengan kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan dikehendaki

secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan.

37
Actuating adalah pelaksanaan untuk bekerja. Untuk melaksanakan secara fisik

kegiatan dari aktivitas tesebut, maka manajer mengambil tindakan-

tindakannya kearah itu. Seperti: leadership (pimpinan), perintah, komunikasi

dan conseling (nasehat).

Menggerakkan (actuating) menurut Tery berarti memotivasi anggota-

anggota kelompok melaksanakan tugas-tugas dengan antusias dankemauan

yang baik. Tugas menggerakkan dilakukan oleh pemimpin. Oleh karena itu

kepemimpinan kepala madrasah mempunyai perananpenting dalam

menggerakkan personal institusinya melaksanakan program kerjanya. Jadi

menggerakkan adalah proses membujuk orang-orang untuk mencapai tujuan-

tujuan yang telah ditetapkan.

George R. Terry (1960:289) mengemukakan bahwa actuating

merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa

hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran organisasi

dan sasaran anggota-anggota organisasi tersebut oleh karena para anggota itu

juga ingin mencapai sasaran tersebut. Dari pengertian di atas, pelaksanaan

(actuating) tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan

menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian

agar setiap anggota dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan

peran, tugas dan tanggung jawabnya.

Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini

adalah bahwa seorang anggota akan termotivasi untukmengerjakan sesuatu

jika :

38
a. Merasa yakin akan mampu mengerjakan;

b. Yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagidirinya ;

c. Tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yanglebih

penting, atau mendesak;

d. Tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan.

Pentingnya Actuating dalam Organisasi

Fungsi actuating lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan

langsung dengan orang-orang dalam organisasi. Perencanaan dan

pengorganisasian yang baik kurang berarti bila tidak diikuti dengan

penggerakan seluruh potensi sumber daya manusia dan nonmanusia pada

pelaksanaan tugas. Semua sumber daya manusia yang ada harus dioptimalkan

untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi. Setiap personal harus

bekerja sesuai dengan tugas, fungsi dan peran, keahlian dan kompetensi

masing-masing personal untuk mencapai visi, misi dan program kerja

organisasi yang telah ditetapkan.

Actuating dalam konteks penelitian ini adalah bagaimana kepala

madrasah, pimpinan fakultas tarbiyah beserta segenap anggota dapat

menjalankan semua rencana kegiatan dengan sebaik-baiknya.

Tahapan penggerakan menurut Siagian (2006 :110) akan berjalan

dengan baik jika menggunakan teknik sebagai berikut.

a. Setiap individu mengerti dengan jelas tujuan organisasi

b. Setiap individu mengerti, memahami dan menerima tujuan organisasi

c. Filosofi dan kebijakan pimpinan dalam mencapai tujuan organisasi jelas

39
d. Struktur organisasi jelas, sehingga setiap individu mengetahui dengan jelas

perannya

e. Penekanan pada kerjasama dengan suasana humanis

f. Penghargaan setiap usaha dan prestasi

g. Membuat yakin karyawan bahwa kinerjanya dalam organisasi dapat

memenuhi tujuan pribadi semaksimal mungkin.

4) Pengawasan

Griffin (1990: 12) menyatakan “controlling is monitoring

organizational progress toward goal attainment”. Bateman & Zeithaml (1990:

21) “controlling function involves monitoring the progress of the organization

at the work unit toward goals and then, if necessary, taking corrective action”.

Pengontrolan merupakan pengawasan perkembangan organisasi pada unit kerja

untuk mencapai tujuan dengan koreksi. Usman (2008: 469) mengartikan

pengendalian sebagai proses pemantauan, penilaian, pelaporan rencana atas

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan untuk tindakan korektif guna

penyempurnaan lebih lanjut. Siagian (2007: 125) mengartikan pengendalian

sebagai usaha sadar dan sistematik untuk lebih menjamin bahwa tindakan

operasional yang diambil dalam organisasi benar benar sesuai dengan rencana

yang telah ditetapkan. pengawasan secara sederhana dapat dilihat sebagai

upaya melihat keterlaksanaan/kemajuan operasi organisasi kelemahan dan

kelebihan dalam mencapai tujuan organisasi dan jika perlu memberikan

koraksi perbaikan.

40
Pengawasan dapat dilakukan jika pemikiran fundamental manajemen

diperhatikan dengan baik, menurut Siagian (2007: 126-128) pemikiran

fundamental tersebut adalah: orientasi kerja organisasi adalah efisiensi dan

produktivitas, orientasi pekerjaan operasional organisasi adalah efektifitas,

pengawasan dilakukan oleh manajer ketika kegiatan sedang berlangsung, dan

pengawasan berdasarkan proses dasar pengawasan, yaitu: penentuan standar

kerja, pengukuran hasil spesifik, pengukuran prestasi kerja, koreksi terhadap

penyimpangan yang terjadi.

Pengawasan yang efektif dalam Siagian (2007: 130-135) adalah:

1) Pengawasan yang merefleksikan sifat dari kegiatan yang

diselenggarakan berdasarkan pola dasar organisasi

2) Pengawasanyang memberikan petunjuk tentang kemungkinan adanya

deviasi rencana

3) Pengawasan yang memberikan pengecualian pada titik-titik strategis

4) Pengawasan yang bersifat obyektif, fleksibel, dan Efisien

5) Pemahaman yang sistem pangawasan oleh semua pihak yang terlibat

6) Pengawasan yang mencari apa yang tidak sesuai dengan perencanaan

Sasaran pengawasan menurut Siagian (2007: 137) harus sesuai dengan

yang direncanakan mengenai apa, dimana, kapan, tata kerja, siapa, mengapa

kaputusan tentang hal lima tadi diambil. Instrumen pengawasan diantara dapat

mengunakan: standar hasil yang direncanakan untuk dicapai, anggaran, data

data statistik, laporan, auditing, dan observasi langsung.

41
Pengawasan dibedakan dalam berbagai jenis. Jenis-jenis pengawasan

menurut Usman (2008: 472-474) adalah sebagai berikut: Pertama, pengawasan

melekat ialah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang

terus-menerus dan dilakukan langsung terhadap bawahannya secara preventif

dan represif agar pelaksanaan kinerja efektif dan efisien. Kedua, pengawasan

masyarakat ialah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat atas

penyelengaraan suatu kegiatan. Ketiga, pengawasan fungsional ialah

pengawasan yang dilakukan oleh aparat/pemegang jabatan yang ditunjuk

khusus untuk melakukan audit secara bebas terhadap obyek yang diawasinya.

Keempat, pengawasan internal ialah penilaian secara obyektif dan sistematis

oleh pengawas internal atas pelaksanaan dan pengendalian organisasi dengan

peran sebagai agent of change. Kelima, pengawasan eksternal ialah

pengawasan kemitraan diluar organisasi, perbandingan antara pengawasan

internal dan eksternal akan diterangkan dalam tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2
Perbandingan Pengawasan Internal dan Eksternal
No Uraian Pengawasan internal Pengawsan eksternal
1 Tujuan utama Membantu manjemen untuk Memberikan pendapat terhadap
mewujudkan efisiensi dan efektifitas kelayakan suatu pertanggung
jawaban
2 Pemakai Manajemen Stakeholder
3 Metode audit a. Operasional audit a. Compliance audit
b. Manajemen audit b. Audit keuangan
c. Kinerja audit
4 Kriteria yang a. Indikator kinerja kunci a. Standar akutansi yang berlaku
dipakai b. Peraturan perundang undangan b. Peraturan perundang undangan
c. Standar profesi audit c. Standar profesi audit
independent
5 Kualifikasi Memiliki kompetensi dalam evaluasi Memiliki kompetensi dalam audit
auditor efektifitas dan kualifikasi manajemen kataatan dan keuangan
(pengawas)

42
6 Data Waktu sekarang dan akana dating Waktu lampau
7 Media audit Sistem pengendalian manajemen dan Laporan keuangan
laporanan akuntabilitas
8 Frekuensi Berkala/ sesuai kebutuhan Berkala
9 Out put Bukan kelayakan pelaporan, tetapi Pendapat professional tentang
membantu manajemen mencapai kesepadanan (kelayakan)
efektifitas dan efisiensi. rekomendasi informasi dan laporan pertanggung
perbaikan system dan metode serta jawaban. rekomendasi berdasarkan
upaya perwujudannya temuan yang diperoleh
10 Out come Peninkatan kinerja dan akuntabilitas. Kredibilitas informasi. Terciptanya
Terciptanaya manjemen yang bersih manajemen bersih
(Usman, 2008: 474).
Berdasarkan fungsi manajemen pendidikan tersebut di atas, maka

tujuan manajemen pendidikan adalah:

1. Terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,

dan Negara.

2. Terpenuhinya salah satu kompetensi professional tenaga pendidik.

3. Tercapainya tujuan secara efektif dan efisien karena sumberdaya 7M

selalu terbatas

Jika dikaitkan ke dalam ruang lingkup manajemen pendidikan yaitu

manajemen sekolahnya maka tujuan diadakannya manajemen berbasis sekolah

atau manajemen pendidikan yaitu mengoptimalkan kinerja setiap substansi

untuk mencapai tujuan pendidikan yang sudah ditentukan (Triwiyanto, 2013).

Lebih lanjut Triwiyanto (2013) mengungkapkan tujuan manajemen

berbasis sekolah yaitu meningkatkan kemandirian sekolah melalui pemberian

kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sumberdaya sekolah dan

43
mendorong keikutsertaan semua kelompok kepentingan. Selaian itu seklah

juga membina dan mengembangkan tujuh komponen manajemen sekolah

melalui empat proses manajemen sekolah yang lebih efektif (perencanaan,

pelaksaaan, pengawasan, dan evaluasi pendidikan)

e. Bidang Garapan Manajemen Pendidikan

Dalam operasionalnya di sekolah, manajemen pendidikan dapat dilihat

sebagai gugusan-gugusan tertentu. Gugusan-gugusan ini selanjutnya boleh

disebut bidang garapan manajemen pendidikan.

Tentang bidang-bidang garapan manajemen pendidikan dalam

beberapa sumber terdapat beberapa perbedaan pendapat. Menurut Hadari

Nawawi (1981) manajemen operatif (management of operative function)

kegiatannya meliputi :Tata usaha, perbekalan, kepegawaian, keuangan,

hubungan Masyarakat (humas). Menurut Edi Suardi (Proyek Paket Buku

Depdikbud, 1982) kegiatan manajemen sekolah meliputi: (a) Tatalaksana

kurikulum; (b) Tatalaksana umum; (c) Tatalaksana murid; (d) Tatalaksana

keuangan; (e) Tatalaksana personel; (f) Tatalaksan sarana material; (g)

Komunikasi intern dan ekstern. Selanjutnya menurut Drs. Ismed Syarif (1976)

kegiatan manajemen umum meiputi: (a) Kesiswaan; (b) Personalia; (c)

Inventaris; (d) Pemeiharaan sarana; (e) Keuangan; (f) Hubungan masyarakat.

Kemudian menurut Direktorat sarana Pendidikan (1984)Dalam buku Pedoman

Umum Penyelenggaraan Sekolah Menengah, ruang lingkup kegiatan

manajemen sekolah meliputi : (a) Program pengajaran; (b) Murid/siswa; (c)

Kepegawaian; (d) Keuangan; (e) Perlengkapan; (f) Surat-menyurat; (g)

44
Perpustakaan; (h) Pembinaan kesiswaan; (i) Hubungan sekolah dengan

masyarakat.

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bidang-bidang

manajemen pendidikan adalah : (a) Manajemen kurikulum; (b) Manajemen

kesiswaan; (c) Manajemen personalia; (d) Manajemen sarana pendidikan; (e)

Manajemen tatalaksana sekolah; (f) Manajemen keuangan; (g)

Pengorganisasian sekolah; (h) Hubungan sekolah dengan masyarakat

(Humas).

Manajemen pendidikan tersebut berada di Jalur, Jenjang, dan Jenis

Pendidikan. setiap jalur jenjang dan jenis pndidikan manajemen

pendidikannyapun berbeda.Jalur pendidikan dijelaskan dalam UU No 20

Tahun 2003 Pasal 1 ayat 7 adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk

mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai

dengan tujuan pendidikan. Lebih lanjut dalam pasal 1 dan 2 disimpulkan

bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan

informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan tersebut

dapat diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau

melalui jarak jauh.

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan

berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan

pendidikan tinggi. pendidikan formal berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan

45
keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian

professional.

Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan

formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan

non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap

pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak

usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan,

pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,

pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik. Sedangkan Pendidikan informal

adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar

secara mandiri.

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan

berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai,

dan kemampuan yang dikembangkan. (UU No. 20 Tahun 2003 Bab I, Pasal 1

Ayat 8). Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan

menengah, dan pendidikan tinggi.

Jenjang pendidikan yang pertama adalah Pendidikan dasar merupakan

jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan

dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau

46
bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan

Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

Kedua, Jenjang Pendidikan Menengah. Pendidikan menengah

merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas

pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan

menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah

(MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan

(MAK), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah dalam

hubungan ke bawah berfungsi sebagai lanjutan dan perluasan pendidikan

dasar, dan dalam hubungan ke atas mempersiapkan peserta didik untuk

mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan kerja.

Ketiga, Jenjang Pendidikan Tinggi. Pendidikan tinggi merupakan

jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program

pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang

diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan

untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki

kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan,

mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau

kesenian.

2. Madrasah Aliyah

Madrasah merupakan perkembangan institusi pendidikan Islam awal

(pesantren atau surau) yang memiliki keseimbangan visi, yaitu visi keduniawian

(penguasaan ilmu pengetahuan & teknologi) dan visi keakhiratan. Madrasah

47
juga dipandang lebih komprehensif dibandingkan pendidik- an umum yang

dirasa kurang memenuhi tuntutan kebutuhan khususnya spritual siswa. Oleh

karena itu, madrasah sebagai bagian dari penyelenggaraan pendidikan nasional,

saat ini juga dituntut mampu melakukan penyelenggaraan pendidikan yang

sesuai dengan standar nasional pendidikan yang sudah ditetapkan(Muniroh

2017).

Menurut Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No.90 Tahun

2003 pasal 1 ayat 6, Madrasah Aliyah ( MA) adalah satuan pendidikan formal

yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada

jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan Sekolah Menengah Pertama,

MTs atau bentuk lain yang sederajat, diakui sama atau setara Sekolah Menengah

Pertama atau MTs.

Madrasah adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal

di Indonesia, setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang

pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian Agama. Menurut (Syukur 2012:

16) Madrasah adalah bagian dari sistem pendidikan nasional di Indonesia yang

memiliki status, hak dan kewajiban yang sama dengan sekolah umum pada

umumnya. Dilihat dari sejarah perkembangan madrasah, awalnya bermula dari

misi dakwah yang menjadi kewajiban setiap muslim (ballighu anni walau ayah).

Kami madrasah didirikan untuk memenuhi permintaan masyarakat untuk

menanamkan dan mempraktikkan ajaran agama (mengajarkan pembacaan Al-

Qur'an, melaksanakan rukun iman, dan rukun Islam).

48
Pendidikan madrasah dikembangkan bersamaan munculnya gerakan

pembaharuan Islam di Indonesia dan kurikulum madrasah terus berubah.

Munculnya perubahan kurikulum madrasah didasari oleh masyarakat dengan

adanya gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), disinilah

mulai berkembang gagasan integrasi Ilmu Agama dan IPTEK yang selama ini

dikelompokkan ke dalam ilmu umum atau ilmu sekuler kedalam satuan

kurikulum madrasah untuk meningkatkan mutu madrasah.

Tujuan Madrasah Aliyah adalah :

a. Meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada

jenjang yang lebih tinggi.

b. Meningkatkan pengetahuan siswa untuk mengembangkan diri sejalan

dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian yang

dijiwai ajaran agama Islam.

c. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam

mengadakan hubungan timbale balik dengan lingkungan social, budaya dan

alam sekitarnya yang dijiwai ajaran agama Islam.

Untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu Madrasah Aliyah

sehingga mampu menarik minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya

pada madrasah aliyah, Direktorat Pendidikan Madrasah Kementerian Agama

mendiversifikasi madrasah (Nur Kholis, 2014:5) menjadi empat cluster,

pertama Madrasah Aliyah akademik atau dulu dikenal dengan istilah madrasah

model, adalah Madrasah Aliyah yang didesain dengan kelengkapan serta

keunggulan dalam aspek akademik, kualifikasi guru dan kepala madrasah,

49
fasilitas serta memiliki kualitas manajemen yang baik, aktivitas pada madrasah

akademik ini betul-betul diarahkan pada penguatasan akademik dan sains,

peserta didik diarahkan untuk mengikuti berbagai oleimpiade sains sebagai

wahana untuk mengembangkan kemampuan akademiknya.

Kedua Madrasah Aliyah keagamaan, mulanya dikenal dengan Madrasah

Aliyah Program Khusus (MA.PK), yang diselenggarakan untuk memenuhi

kebutuhan tenaga ahli di bidang agama Islam dan atau sebagai tahap persiapan

untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi agama Islam. Ketiga adalah

Madrasah Aliyah keterampilan (vokasi), adalah Madrasah Aliyah umum dengan

muatan kurikulum yang sama dengan madrasah aliyah umum ditambah dengan

program ekstrakurikuler berbagai keterampilan yang terstruktur. Madrasah

Aliyah ini dimaksudkan untuk memberi bekal kemampuan kepada siswa dalam

bidang keterampilan tertentu untuk dapat bekerja di masyarakat. Keempat,

adalah Madrasah regular yaitu Madrasah Aliyah yang didorong untuk

mengembangkan dirinya menjadi madrasah akademik atau Madrasah Aliyah

vokasi ataupun Madrasah Aliyah keagamaan.

Keberhasilan madrasah dalam menyiapkan anak didik dalam

menghadapi tantangan masa depan yang lebih kompleks, akan menghasilkan

lulusan yang akan menjadi pemimpin bangsa yang ikut menentukan arah

perkembangan bangsa ini. Sebaliknya kegagalan madrasah dalam menyiapkan

anak didik menghadapi tantangan masa depan akan menghasilkan lulusan-

lulusan yang frustasi, tersisih, dan menjadi beban masyarakat. Di sinilah

terdapat makna penting upaya peningkatan kualitas pengelolaan madrasah

50
aliyah yang efektif. Madrasah Aliyah yang akan mengantarkan alumni ke

perguruan tinggi harus menyiapkan siswa-siswinya dengan bekal ilmu

pengetahuan dan teknologi, disamping bekal ilmu keagamaan sebagai ciri khas

pendidikan di madrasah(Syukur 2015).

3. Sekolah Laboratorium (Laboratorium School)

a. Sejarah Sekolah Laboratorium

Sekolah laboratorium telah menjadi bagian dari lingkungan universitas

di Eropa dan Amerika selama setidaknya 200 tahun; beberapa dokumen

bahkan menyebutkan asal-usulnya sampai tahun 1600-an. Pada awal tahun

1820-an, laporan sekolah normal di Amerika Serikat menunjukkan bahwa

mereka menyediakan kesempatan mengajar bagi guru-guru pra sekolah

mereka di lingkungan pengajaran yang terkendali. Eropa dan Amerika bukan

satu-satunya benua yang memiliki sekolah laboratorium. Di Jepang, sekolah

laboratorium dulu disebut. "attached schools." (Hayo, 1993).

Dalam sejarahnya istilah sekolah laboratorim ditemukan oleh tokoh

John Dewey. John Dewey memimpikan sekolah laboratorium sebagai sebuah

tempat untuk belajar dengan serius strategi-strategi pembelajaran anak

(Children’s learning) dan untuk mempercepat progress perbaikan pendidikan

(Cutler et al. 2012).

Dari tahun 1850 hingga 1950, sekolah laboratorium berkembang pesat.

Laporan 1874 dari A.S. Komisaris Pendidikan menunjukkan bahwa 47 dari 67

sekolah normal negara menyediakan laboratorium atau pelatihan sekolah

sehubungan dengan program pendidikan guru mereka (Hendrick, 1980). Pada

51
1920, hampir setiap lembaga pelatihan guru utama di negara ini memiliki

sekolah laboratorium kampus. University of Chicago School adalah salah satu

situs utama. John Dewey memulai sekolah laboratorium dan dia adalah

direkturnya dari tahun 1896 hingga 1904.

Di Jepang sekolah laboratorium dikenal dengan nama ―attached

schools‖. attached schools dari universitas nasional di Jepang memiliki asal-

usul dari attached schoolspada sekolah normal, yang diselenggarakan pada era

Meiji mulai tahun 1868(Hayo 2009). Sejarahnya setelah perang dunia ke II

sekolah-sekolah normal di Jepang dihapuskan dan ditata ulang sebagai

perguruan tinggi guru nasional atau fakultas pelatihan guru universitas

nasional (dengan pengecualian empat sekolah normal nasional yang ditata

ulang sebagai universitas pendidikan yang berorientasi pada penelitian).

Sejalan dengan reformasi ini, semua attached schools atau sekolah normal

prefektur direorganisasi sebagai sekolah atau tempat pelatihan guru. Tujuan

dan karakter attached schools universitas nasional saat ini ditentukan oleh

Pasal 27 dari Peraturan Menteri Mengenai Hukum Pembentukan Universitas

dan Sekolah Nasional yang menyatakan bahwa "sekolah-sekolah terlampir

harus bekerja sama dengan universitas atau fakultas di mana mereka

diselenggarakan untuk melaksanakan studi tentang sekolah dan bertanggung

jawab untuk praktik pengajaran siswa di bawah bimbingan universitas atau

fakultas di mana mereka diorganisir.

Selanjutnya, sekolah laboratorium pertama di Korea didirikan pada 16

April 1895 di Seoul, Korea Selatan dan disebut Sekolah Dasar Afiliasi

52
Perguruan Tinggi Han Sung Teacher. Namanya diubah menjadi Sekolah Dasar

Chung-ang Afiliasi Universitas Nasional Seoul pada 22 Agustus 1946.

Universitas juga mendirikan sekolah menengah dan menengah pada tahun

yang sama. Nama sekolah diubah lagi menjadi Sekolah Dasar Afiliasi Sekolah

Tinggi Guru Universitas Nasional Seoul pada tanggal 2 Maret 1996 (Park,

2017). Park (2017) menjelaskan empat faktor yang membedakan sekolah

laboratorium dengan sekolah lain di Korea Selatan, antara lain: (1) misi dan

filosofi sekolah lab untuk reformasi sosial, (2) berbagai peran sekolah lab

dalam pengembangan intelektual siswa, (3) pendekatan proyek dan berbasis

teknologi kurikulum sebagai kurikulum inovatif sekolah lab dan (4) kemitraan

sekolah lab yang kuat dengan universitas terafiliasi.

b. Konsep Laboratorium Sekolah

Sekolah laboratorium merupakan sekolah yang berfungsi sebagai

tempat mahasiswa calon guru dapat melakukan latihan pembelajaran atau

latihan mengajar. Selain itu mahasiswa calon guru juga bisa melakukan

eksperimen dan melakukan berbagai inovasi untuk menemukan pembelajaran

yang ideal dan edukatif (Winarni& Priyana 2013; 24). Menurut Nielsen (1986)

sekolah laboratorium dirancang sebagai fasilitas yang berafiliasi dengan

lembaga pendidikan tinggi tempat sekolah. misi utama adalah untuk melatih

para guru dan menciptakan pedagogi. Sebagian besar sekolah laboratorium

modern dimulai sebagai sekolah kampus untuk sekolah normal atau sekolah

guru. Secara konseptual, sekolah laboratorium adalah desain sederhana:

mendidik anak-anak di kampus sambil memberikan pelayanan. Guru

53
berkesempatan untuk menerapkan metodologi yang dipelajari selama program

studi mereka.

Di Amerika sekolah laboratorium dibentuk karena adanya latar

belakang sekolah-sekolah umum di Amerika yang sangat terikat oleh aturan

pemerintah yang menyebabkan sekolah menjadi sulit berkembang. Sekolah

laboratorium diharapkan dapat menjadi kendaraan untuk membuat perubahan

yang akan berdampak signifikan pada kurikulum, struktur sekolah dan

pengembangan profesional (Cardellichi, 1987: 45). Sekolah laboratorium di

New York ini sebagai institusi yang terpisah dari sekolah pada umumnya.

Siswa bebas mengakses atau ikut berpartisipasi di dalam sekolah laboratorium

karena biasanya sekolah laboratorium ini merupakan tambahan untuk program

sekolah regular. Terdapat tiga domain tujuan sekolah laboratorium di Ney

York yaitu :

1) The Academic domain

 Untuk menyediakan penemuan intelektual yang tidak hanya fokus

pada mengajukan pertanyaan analis dan dan evaluatif tetapi juga

belajar untuk mengajukan pertanyaan apa yang tepat untuk

mengungkapkan bagaimana pemikiran yang sebenarnya dari sebuah

permasalahan.

 Untuk mempelajari dan meneliti topik yang komplek dan baru

 Untuk menciptakan desain kurikulum untuk menyelesaikan

permaslahan yang sedang dihadapi saat itu

54
 Untuk menciptakan kurikulum yang terintegrasi ke dalam disiplin ilmu

lain

 Untuk melakukan eksperimen dengan teknik penilaian

2) The Structural Domain: Tujuannya adalah untuk mendesain ulang struktur

sekolah yang tidak harus terikat pada regulasi yang dibuat oleh

pemerintah.

3) The Professional Domain. Di dalam area pengembangan professional,

sekolah laboratorium memiliki tujuan:

 untuk menciptakan tempat untuk pendidikan umum

 untuk menguatkan kebiasaan merefleksikan, terutama dalam

perencanaan, pembelajaran dan penilaian

 untuk memberikan kesempatan pada guru untuk meningkatkan

profesionalisme melalui pelatihan oleh teman sebaya.

 untuk menciptakan seorang tenaga ahli yang menumbuhkan

pengalaman termasuk siswa.

Selanjutnya, Dewey mengungkapkan tujuan sekolah laboratorium:

Seperti halnya laboratorium digunakan seperti laboratorium untuk biologi,

fisika, atau kedokteran gigi. Sekolah laboratorium memiliki dua tujuan utama

(1) untuk menunjukkan, menguji, memverifikasi, dan mengkritik pernyataan

dan prinsip teoretis, dan (2) untuk menambah jumlah fakta dan prinsip dalam

jalur khusus. Dewey percaya bahwa penelitian adalah misi utama sekolah

laboratorium, dan dia tidak percaya bahwa mereka harus berfungsi sebagai

kendaraan pelatihan bagi calon guru (Provenzo, 1979: 67). Sedangkan fungsi

55
sekolah laboratorium adalah untuk pendidikan anak-anak,pengembangan

praktik baru,inovatif, penelitian dan penyelidikan,pendidikan pra sekolah, dan

pendidikan sekolah menengah (Goodlad, J.I, 1980: 54).

Sekolah laboratorium dirasa penting untuk pelatihan guru, seperti

menurut (Darling-hammond 2010) bahwa permasalahan pendidikan guru

adalah bagaimana mendorong pembelajaran tentang dan dari praktik dalam

praktik. Jenis-jenis strategi untuk menghubungkan teori dan praktik tidak

dapat berhasil tanpa perombakan besar pada hubungan antara universitas dan

sekolah, yang pada akhirnya juga menghasilkan perubahan isi sekolah dan

juga pelatihan guru.

Dengan demikian, sekolah laboratorium dioperasikan oleh universitas

atau lembaga pendidikan guru yang dipakai untuk pelatihan guru, eksperimen

pendidikan, penelitian pendidikan dan bisa mengembangakan profesionalisme.

4. Madrasah Aliyah Laboratorium

Madrasah Aliyah Laboratorium (MAL) adalah Sekolah Menengah Atas

yang berciri khas agama Islam yang merupakan salah satu wujud pembinaan

Perguruan Tinggi Keagaman Islam(PTKIN) meliputi: Universitas Islam Negeri

(UIN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri.

Berbeda dengan laboratorium Pendidikan Agama Islam, yang menurut Widodo,

Syukri F. A.(2010) fungsi laboratorium PAI dapat sebagai tempat untuk belajar

mengembangkan diri dengan melatih keterampilan spriritual, intelektual, social

dan pendewasaan sikap, pemahaman komprehensif terhadap ajaran agama Islam

dan penanaman nilai-nilai akhlak mulia serta sebagai tempat sharing keilmuan,

56
diskusi, penelitian dan pemberi solusi problematika umat Islam. Perbedaan yang

mendasar lagi adalah biasanya pengelolaan laboratorium PAI melekat dengan

masjid/mushola.

Sedangkan keberadaan Madrasah Aliyah Laboratorium erat kaitannya

dengan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) berfungsi penunjang tri

dharma perguruan tinggi, pengembangan pendidikan profesi guru, wahana

desiminasi hasil penelitian kependidikan para dosen dan praktek bagi mahasiswa

sebagai calon-calon pendidik, serta clinik education.

Salah satu yang pertama adalah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pada

bulan Oktober 1969 telah berdiri lembaga pendidikan bernama Pendidikan Guru

Agama Latihan (PGAL) Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,

berdasarkan SK Dekan Fakultas Tarbiyah Nomor : 4/D/T/1969, tanggal 14

Januari 1969, tentang Pendidikan Sekolah Latihan.

Sejalan dengan kebijakan pimpinan Departemen Agama untuk mengurangi

jumlah Pendidikan Guru Agama (PGA) Swasta dan menambah Madrasah

Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah, maka PGAL Fakultas Tarbiyah merubah status

dari Sekolah Keguruan Agama menjadi Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah

Aliyah. Perubahan ini tertuang dalam Piagam dari Kantor Wilayah Departemen

Agama Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, nomor : 78/018/E/T, tanggal 3 Mei

1978 (untuk Madrasah Tsanawiyah) dan Nomor : 78/016/E/A, tanggal 1 Juli 1978

(untuk Madrasah Aliyah).Selanjutnya mulai Tahun Pelajaran 1983/1984,

berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama RI. Nomor : 115 Tahun 1982 dan

Surat Keputusan Menteri Agama RI. Nomor : 23 Tahun 1983, Madrasah

57
Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah yang semula berstatus swasta berubah menjadi

Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah yang berstatus “NEGERI”. Dan

untuk memberi ciri khas madrasah agar lebih mudah dikenal masyarakat, sesuai

dengan keberadaannya di bawah pembinaan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta, maka madrasah ini bernama Madrasah Tsanawiyah Negeri

Laboratorium Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Madrasah

Aliyah Negeri Laboratorium Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

(http://man4bantul.sch.id , 2019).

Diikuti oleh madrasah pembangunan di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Madrasah Pembangunan lahir pada awal tahun 1972, berawal dari keinginan

tokoh-tokoh di Departemen Agama dan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta akan

adanya pendidikan Islam yang representatif. Seiring dengan perkembangannya

Sesuai dengan keputusan Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sejak awal

September 1974 pembinaan Madrasah Pembangunan dilaksanakan oleh Tim

Pembinaan yang dipimpin oleh Dekan Fakultas Tarbiyah. Tugas tim ini di

antaranya adalah menyiapkan Madrasah Pembangunan sebagai 'madrasah

laboratorium' Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Pada tahun

1978, Madrasah Pembangunan ditetapkan sebagai Madrasah Pilot Proyek

Percontohan oleh Departemen Agama RI melalui Surat Keputusan Dirjen Bimas

Islam Depag RI Nomor: Kep/D/03/1978. Berdasarkan keputusan tersebut,

kemudian diselenggarakan kegiatan penataran penulisan modul dan uji coba

pembelajaran dengan sistem modul. Empat modul bidang studi Alquran Hadits,

Bahasa Arab, Bahasa Indonesia, dan Matematika telah diujicobakan sampai

58
dengan tahun 1985.Mulai tahun 1988, berdasarkan Surat Keputusan Rektor IAIN

Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 06 Tahun 2008, wewenang pembinaan dan

pengelolaan Madrasah Pembangunan dilipahkan kepada Yayasan Syarif

Hidayatullah Jakarta. Pengembanan sebagai 'madrasah laboratorium' dilaksanakan

bersama-sama dengan Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Tahun

Pelajaran 1991/1992 Madrasah Pembangunan membuka tingkat Aliyah. Seiring

dengan perubahan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, sejak tahun 2002 Madrasah

Pembangunan IAIN Jakarta mengikuti perubahan nama menjadi Madrasah

Pembangunan UIN Jakarta ( www.mpuin-jkt.sch.id ,2019).

Selanjutnya adalah Fakultas Tarbiyah IAIN SU Medan sebagai lembaga

Pendidikan Tinggi Keguruan Agama, melihat keberadaan madrasah sebagai

sesuatu yang sangat di butuhkan dalam rangka memenuhi tugas pokoknya

melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengabdin masyarakat.Madrasah Aliyah

Laboratorium IAIN SU Medan sbagai lembaga pendidikan menengah umum

bercirikan Islam, didirikan Fakultas Tarbiyah IAIN SU Medan pada bulan Mei

tahun 1994, berdasarkan keputusan Dewan Fakultas Tarbiyah IAIN SU Medan

nomor 05 tahun 1994 tanggal 12 Mei 1994. Dan proses belajar mengajar dimulai

pada tahun pelajaran 1994/1995.

Madrasah Aliyah Laboratorium IAIN SU Medan didirikan dengan latar belakang:

1. Memenuhi tuntutan undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang sistem

pendidikan Nasional yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.

59
2. Memenuhi tuntutan pengembangan pendidikan profesi keguruan Fakultas

Tarbiyah IAIN SU Medan sebagai lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan

Agama.

3. Sebagai sarana melakukan penelitian dan pengembangan kependidikan

bagi staf pengajar Fakultas Tarbiyah dan IAIN umumnya.

4. Sebagai sarana tempat melakukan penelitian kependidikan bagi mahasiswa

Fakultas Tarbiyah IAIN SU Medan.

5. Salah satu bentuk pengabdian Fakultas Tarbiyah IAIN SU Medan.

Secara kelembagaan, Madrasah Aliyah Laboratorium IAIN SU Medan

berada pada lingkup organisasi Kanwil Departemen Agama Propinsi Sumatera

Utara, namun dalam oprasionalnya berada pada lingkup IAIN SU Medan yang

pembinaannya dilakukan sepenuhnya oleh Fakultas Tarbiyah IAIN SU Medan.

Namun demikian dalam penyelenggaraannya adalah bersifat otonom dibawah

pimpinan kepala madrasah (http://maslabuinsu.sch.id , 2019).

Madrasah laboratorium selanjutnya adalah Madrasah Tsanawiyah

Laboratorium Fakultas Tarbiyah UIN STS Jambi, telah berdiri sejak tahun 2005

mempunyai dua alasan. Pertama untuk membantu Mahasiswa Fakultas Tarbiyah

UIN STS Jambi untuk praktek mengajar. Kedua setiap guru ingin siapapun yang

tamat dari Madrasah Tsanawiyah Laboratorium Fakultas Tarbiyah UIN STS

Jambi mengetahui Bahasa Arab dan Bahasa Inggris (http://mtslaborjambi.sch.id ,

2019).

Berdasarkan uraian sejarah singkat beberapa Madrasah Aliyah

Laboratorium di atas dapat diambil kesimpulan bahwa madrasah tersebut berada

60
di bawah naungan universitas Islam yang memiliki jurusan atau program studi

pendidikan yang luarannya adalah menghasilakn tenaga pendidik yaitu guru.

Alasannya adalah seperti sekolah laboratorium pada umumnya yaitu selain ituk

praktik atau latihan mengajar mahasiswa program keguruan juga sebagai tempat

untuk penelitian dan mengembangkan inovasi pendidikan.

Gagasan utama Madrasah Aliyah Laboratorium adalah mengintegrasikan

kualitas hasil riset pendidikan dikalangan dosen Perguruan Tinggi keagamaan

Islam (PTKI) dan pengembangan profesi keguruan. Namun kenyataannya tidak

semua PTKImemiliki dan mengoptimalkan keberadaan madrasah binaan sebagai

bagian dari visi PTKI tersebut. Jikalau PTKI memiliki madrasah binaan,

bagaimana dengan manajemen, mutu, relevansi pendidikan, kapasitas madrasah

mitra tersebut. Jika dilihat dari karakteristiknya, Madrasah Aliyah Laboratorium

termasuk cluster pertama yaitu Madrasah Model yang memiliki kekhasan dan

keunggulan.

Tugas Pokok dan Fungsi Madrasah Aliyah Laboratorium

a. Melaksanakan proses pembelajaran berstandar nasional dan berazas

religius serta berprinsip asih, asah, dan asuh.

b. Mengembangkan dan mengimplementasikan inovasi pendidikan dalam

berbagai bidang studi.

c. Mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan minat dan bakatnya,

menguasai bahasa nasional dan internasional serta mampu hidup di

tengah-tengah masyarakat dimana siswa berada.

Tujuan Madrasah Aliyah Laboratorium

61
a. Menghasilkan lulusan yang memiliki keunggulan ilmu, berakhlak mulia

serta melaksanakan ajaran Islam yang dianutnya, menjadi warga negara

yang demokratis dan bertanggung jawab.

b. Membantu peserta didik dalam mempersiapkan diri untuk melanjutkan

studi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan mampu hidup di

tengah masyarakat.

c. Mengembangkan dan mengimplementasikan model kurikulum, model

pembelajaran, model pengembangan bahan ajar, model media pendidikan,

model sistem dan alat evaluasi, dan model bimbingan belajar bagi siswa

pada jenjang pendidikan SLTA.

d. Mengembangkan budaya belajar, budaya hidup sehat, dan budaya kerja

keras bagi segenap peserta didik.

Pada dasarnya Madrasah Aliyah Laboratorium dibangun atas adanya

keinginan bersama untuk mentransformasikan nilai-nilai ajaran Islam dalam

pendidikan. Keinginan ini merupakan nilai pokok yang melandasi kehidupan

duniamadrasah. Terdapat enam nilai-nilai pendidikan yang perlu dikembangkan di

Madrasah Aliyah Laboratorium, yakni :

a. iman dan takwa pada Allah;

b. menimba ilmu secara terus menerus dan istiqamah dalam usaha

mengaktualisasikan potensi diri;

c. tawakal dalam arti menerima dan menghormati diri sendiri;

d. menghormati dan memperhatikan orang lain beserta hak-hak mereka;

e. bertanggung jawab terhadap masyarakat;

62
f. bertanggung jawab terhadap alam sekitar (Depag, 2004:67)

Peran laboratorium termasuk Madrasah Aliyah Laboratorium di perguruan

tinggi dilukiskan oleh Kozma, Belle dan Williams (Sonhaji, 2004:23). Menurut

Kozma, dkk, laboratorium digunakan untuk kegiatan pengajaran yang

membutuhkan praktik keterampilan tertentu dan atau pengalaman-pengalaman

langsung bagi pebelajar.Pengajaran di laboratorium pada dasarnya merupakan

suatu tipe pembelajaran pengalaman terstruktur (structured experiential

learning)dan bentuk pembelajaran pengalaman(experiential forms of learning),

kedua tipe digunakan untuk memperoleh pemahaman dan pengalaman tertentu.

Hal senada dikatakan Sonhaji (2002:12) dalam bidang pendidikan dan pengajaran

laboratorium diperguruan tinggi termasuk keberadaan Madrasah Aliyah

Laboratorium berfungsi untuk memberikan keterampilan dan pengalaman spesifik

bagi mahasiswa PTAI sesuai dengan kurikulum yang diterapkan.

Mulyasa (2003:34) mengemukakan untuk dapat mengelola madrasah

aliyah yang efektif terdapat sedikitnya enam komponen yang perlu dikelola

dengan baik yaitu: kurikulum dan program pengajaran,tenaga pendidik dan

kependidikan, peserta didik, pembiayaan, sarana prasarana pendidikan,dan

hubungan madrasah dengan masyarakat.

Madrasah Aliyah Laboratorium (MAL) sebagai sebuah organisasi

professional diharapkan dapat mengembangkan keorganisasiannya. Tiga pilar

utama komponen pengembangan organisasi menurut Robbin (2001; 273) yaitu :

1) Sumberdaya manusia (figure or human resources) yang kompeten dan

professional.

63
Sumber adaya manusia dalam hal ini meliputi: peserta didik, pendidik,

tenaga kependidikan juga tidak kalah pentingnya adalah Kepala Madrasah

Aliyah (Kamad). Peserta didik Madrasah Aliyah Laboratorium mestinya

memiliki kualitas yang lebihberupakualitas dasar maupun kualitas instrumental.

Menurut Slamet PH (2012:14) kualitas dasar peserta didik yang harus

dikembangkan berupa, daya fisik, daya pikir dan daya hati sedangkankualitas

instrumental berupa ilmu pengetahuan dan teknologi.

Gambar 2
Pengembangan Kualitas Peserta Didik
Slamet PH (2012:14)
Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 pasal 1 ayat 1 guru adalah

pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan

menengah. Sebagai pendidik, guru harus memenuhi syarat kompetensi

pegagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi

sosial. Juga menurut Peraturan Menteri Agama No.90 tahun 2013 pasal 30 ayat

1 berbunyi:Guru madrasah harus memiliki kualifikasi umum, kualifikasi

akademik, dan kompetensi sesuai ketentuan perundang-undangan.

64
Kepala Madrasah (Kamad) Aliyah Laboratorium memiliki nilai strategis

dalam memberikan warna bagi kehidupan dan kultur madrasah. Danim (2012:

205) mengatakan kepala madrasah setidaknya memiliki persyaratan atau sifat-

sifat sebagai berikut: bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. memiliki

intelegensi yang tinggi memiliki fisik yang kuat, berpengetahuan yang luas,

percaya diri, dapat menjadi anggota kelompok, adil dan bijaksana, tegas dan

berinisiatif, berkapasitas membuat keputusan, memiliki kestabilan emosi, sehat

jasmani dan rohani bersifat prospektif. Sedangkan hubungannya dengan

pengembangan madrasah, kepala madrasah harus memiliki kemampuan sebagai

berikut Wuradji (2009: 87) :

a. memiliki ekspektasi yang tinggi dan berorientasi ke depan bagi kemajuan

madrasah pada umumnya dan siswa pada khususnya;

b. memiliki pemahaman yang jelas mengenai kurikulum;

c. memiliki program pembelajaran yang jelas;

d. mampu merumuskan dengan jelas mengenai tujuan yang akan dicapai dan

ukuran ketercapaiannya;

e. menekankan pada keterampilan membaca dan memahami tujuan

kurikuler sebagai dasar pengembangan materi pembelajaran;

f. memiliki program yang jelas mengenai pengembangan sumber daya

pendidikan di madrasahnya;

g. memiliki pemahaman dan kesadaran dalam menata madrasah dan kelas;

h. memiliki metode yang tepat dalam memantau kemajuan siswa;

65
i. memiliki rancangan yang jelas mengenai insentif yang harus diberikan

kepada para guru dan siswa yang memiliki prestasi yang baik dan tinggi;

j. berusaha melibatkan orang tua dan masyarakat dalam mengembangan

dan memajukan madrasah;

k. memiliki kemampuan dalam mengembangkan iklim madrasah yang

positif.

2) Struktur Organisasi (Organization Structure) Yang Efektif

Pengertian struktur organisasi menurut Robbins (2001: 478) adalah "How

job tasks are formally divided, groupd, and coordinated". Struktur organisasi

adalah bagaimana pembagian kerja secara formal,

pengelompokan/departemntalisasi, dan pengkoordinasianya.

Gibson, Ivancevic, Donnelly, & Konopaske (2006: 394) mengatakan

tidak ada definisi yang tepat tentang struktur organisasi karena: "Organization

structure is an abstract concept pattern of jobs and groups of jobs in an

organization. An important cause of individual and group behavior". Struktur

organisasi adalah konsep aturan abstrak pekerjaan dan pengelompokan

pekerjaan dalam organisasi yang merupakan penyebab penting bagi perilaku

individu dan kelompok. Kata kunci pengertian struktur organisasi adalah

pengendalian (control).

Stoner, J.A, Freeman, R.E, & Gilbert, D.R. (1995: 330) mengartikan

struktur organisasi sebagai "...the way in which an organization's activities are

devided, grouped, and coordinated into relationship between managers and

employees, managers and managers, and employees and emloyees". Penekanan

66
stoner pada pengertian struktur organisasi adalah pembagian tugas dan

pengelompokannya serta hubungan antar personil haik level atas dengan

bawah/selevel dalam organisasinya.Konsep dasar struktur organisasi menurut

Lunenburg & Ornstein (2000: 24) adalah "...provide a frame work 'or vertical

and horizontal coordinaziation of the organization".

Gambar 3
Variabel Organisasi
Dari gambar kausalitas diatas dapat disimpulkan antara variabel

organisasi dan aturan manajemen saling mempengaruhi secara sirkuler

berkelanjutan.

3) Budaya Organisasi (Organization Culture).

Madrasah merupakan suatu organisasi (Perdalin, Rolff & Kleekamp,

1993: 6), khususnya organisasi jasa yang berkomitmen pada belajar mengajar

(Hoy & Miskel, 2008: 33). Karenanya budaya madrasah pada hakikatnya

merupakan bentuk dari budaya organisasi di madrasah.Budaya madrasah

tersebut menjadi gaya hidup (way of life) warga madrasah dan menjadi pembeda

dengan organisasi lain: organisasi bisnis, organisasi sosial atau organisasi politik

(Udik BudiWibowo, 2013:5).

67
Girdon, Alston & Snowden (Udik Budi Wibowo, 2013:8)

menggambarkan elemen pokok dari budaya organisasi, yang apabila diterapkan

dalam organisasi madrasah menjadi sebagai berikut:

Gambar 4. Budaya sekitar Madrasah

Budaya Madrasah
Perilaku
individu &
Nilai-nilai & Norma Harapan Aktivitas simbolik kelompok
Cita-cita sanksi warga
Budaya sekitar Madrasah madrasah
Gambar
Budaya 4
Madrasah
Elemen-Elemen Pokok dari Budaya Madrasah

(Sumber: modifikasi dari Gordon, Alston & Snowden dalam Udik Budi
Wibowo,2013:8)

5. Model Manajemen Pendidikan

Menurut Simamarta (1983: 9-12)model adalah abstraksi dari sistem

sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai tingkat

prosentase yang bersifat menyeluruh, atau model abstraksi dari realitas dengan

hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat saja. Pengertian model dalam

hal ini tidak berbeda jauh dari pengertian sehari-hari yaitu pola (contoh atau

acuan) dari sesuatu yang akan dibuat dan dikembangkan untuk menggambarkan,

merepresentasikan suatu masalah dalam bentuk yang lebih sederhana dan

mudah dikerjakan.

Model manajemen bisa didefinisikan sebagai pola, contoh atau model

suatu proses mengkoodinir (mengelola, menangani) sumber daya organisasi

untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Sedangkan model

68
manajemen pendidikan bisa diartikan sebagai acuan dalam proses mengelola

sumber daya material maupun nonmaterial untuk mencapai tujuan pendidikan.

Dengan demikian model manajemen pendidikan di Indonesia harus

disesuaikan dengan tujuan pendidikan di Indonesia yaitu menjadikan peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Di era globalisasi ini muncul konsep model manajemen pendidikan abad

ke 21. Tujuan pendidikanpun disesuaikan untuk mengikuti erkembangan abad

ke 21 sehingga model manajemen pendidikannya pun berubah. Manajemen

pendidikan abad-21 menurut Indrajit &Djokopranoto (2006: 30-31) dalam

Lantip (2010) ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Manajemen harus berhubungan dengan kompetisi global, bukan lagi lokal

dan regional.

2. Manajemen harus menyadari bahwa internasionalisasi sudah terdesak oleh

globalisasi.

3. Manajemen dewasa ini lebih berbasis teknologi, terlebih lagi teknologi

informasi.

4. Karyawan lebih merupakan mitra daripada bawahan.

5. Para manajer harus mengelola perubahan.

6. Kewiraswastaan dewasa ini tetap mendorong kemajuan ekonomi.

7. Kerjasama tetap merupakan suatu kebutuhan dan keharusan.

8. Keragaman harus dikelola.

69
9. Para manajer harus mengubah budaya organisasi.

Dengan demikian sistem manajemen SMA abad 21 setidaknya haru

memiliki ciri- ciri manajemen abad 21 sebagaimana tersebut di atas.

Lebih lanjut Lantip. (2010) menjelaskan manajemen pendidikan di SMA

yang handal dengan menggunakan gabungan kerangka governance, konsep

Balanced scorecard, teori Corporate Governance, dan implementasi ICT dalam

proses pembelajaran di SMA. Bentuk kerangka governance pendidikan

menengah berupa proses sistem manajemen kelembagaan yang berbasis pada,

yaitu: (1) keadilan dan persamaan, (2) mutu yang tinggi dan relevan, (3)

professionalism yang kaya dan tidak kering, (4) keterbukaan, pemberdayaan,

partisipasi, dan keunggulan (Fakry Gaffar, 2000). Selain itu, manajemen

pendidikan di SMA juga harus menggunakan dan mengadaptasi perkembangan

teknologi yang sangat pesat khususnya teknologi informasi dan komunikasi

(TIK) dalam proses pembelajaran.

Konsep Balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen dimana

pengembangan sistem pengukuran sekaligus dapat digunakan sebagai sarana,

yang pada hakekatnya menyangkut sistem manajemen, khususnya manajemen

strategis. Sarana-sarana tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat hal

pokok, yaitu: 1) menjelaskan dan menerjemahkan visi dan strategi; 2)

mengkomunikasikan dan menghubungkan tujuan strategi dan ukuran; 3)

merencanakan, menetapkan target, dan menyelaraskan inisiatif strategi; 4)

melancarkan umpan balik dan penyempurnaan strategi.

70
SMA abad 21 juga harus mengadaptasi dan menerapkan prinsip-prinsip

good governance, yaitu selalu memperhatikan aspek seperti: transparency,

accountability, responsibility, independency dan fairness. Oleh karena itu, SMA

harus memiliki akses terhadap data dan informasi yang cepat dan tepat untuk

mendukung indikator kinerja atau performa SMA dalam konsep good

governance. Data dan informasi yang cepat dan akurat hanya dapat diperoleh

jika SMA tersebut memanfaatkan kelebihan ICT dalam sistem

manajemennyamanajemennya sehingga memudahkan pemimpin SMA untuk

mengambil keputusan (pemanfaatan sistem informasi manajemen) dan atau guru

dan siswa dapat mengakses informasi dengan mudah dalam proses pembelajaran

(pemanfaatan e-learning) atau kepentingan yang lain seperti internet, WAN dan

LAN(Prasojo 2010).

Sedangkan dalam perspektif Islam konsep manajemen dapat

diinterpretifkan sebagai bentuk perintah kepada umatnya untuk dapat

mengerjakan segala aktifitas mengerjakan segala aktifitas yang baik harus

dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur sesuai dengan proses yang

diperintahkan (masrokan, 2014 dalam Fauzi, 2007). Dalam manajemen

pendidikan Islam, pemimpin merupakan seorangkonseptor dalam menjalankan

organisasi untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. Pemimpin merupakan inti

dari kegiatan manajemen dan melibatkan secara optimal konstribusi orang-orang

dan sumber lainnya secara efektif dan efisien. Konsep manajemen pendidikan

Islam adalah rangkaian kegiatan proses perencanaan, pengorganisasian, dan

pengevaluasian dan pengelolaan dalam pendidikan Islam yang berpedoman pada

71
nilai-nilai al-Qur’an dan haditssebagai dasar pelaksanaan untuk mengefektifkan

tindakan sosial terhadap orang lain. Nilai-nilai tersebut menjadi magnet dan

modal dasar bagaimana proses manajemen dapat berjalan agar dapat mencapai

misi pada sebuah organisasi.

Konsep manajemen dalam persfektif Islam tersebut saat ini banyak

diterapkan di madrasah, yaitu bagaimana menerapkan manajemen madrasah

yang efektif. Menurut Syukur (2015:37) manajemen madrasah yang efektif

adalah madrasah yang melaksanakan perencanaan program secara efektif,

melaksanakan rencana kerja secara efektif, pengawasan dan evaluasi secara

efektif dan akhirnya membentuk madrasah yang efektif. Ciri-ciri madrasah

efektif meliputi; 1) Madrasah memiliki tujuan madrasahdigali dari internalisasi

nilai-nilai luhur dan dinyatakan secara jelas, dipahami oleh siswa, guru, dan staf

dan selalu digunakan untuk pengambilan keputusan. 2) Kurikulum madrasah

disusun berdasarkan standar isi, dengan tambahan muatan lokal keagamaan

(memakai kitab kuning), ilmu falaq (penanggalan), metodologi pembelajaran

dan praktek pengalaman mengajar. Dalam pembelajaran sudah memanfaatkan

multi media. 3) Kepala Madrasah: Selalu bersikap responsif kepada guru, staf,

siswa, orang tua dan masyarakat.

Model manajemen madrasah tersebut dapat diterapkan dalam penelitian

ini yang bisa menjadi seperangkat acuan yang berisi prosedur meliputi

perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan untuk

pengembangan dan peningkatan mutu Madrasah Aliyah Laboratorium.

72
Perencanaan Madrasah Aliyah Laboratorium dilakukan oleh Kepala

Madrasah Aliyah Laboratorium beserta Direktur Madrasah Pembangunan. Tim

inilah yang harus merencanakan berbagai kegiatan madrasah, tentunya diawali

dengan need assessment. Jadi dalam tahap ini direncanakan program – program

yang sesuai dan selaras dengan kebutuhan.

Sedangkan pengorganisasian manajemen Madrasah Aliyah

Laboratorium dalam penelitian ini dilakukan melalui kegiatan: bertemunya

Direktur MAL dengan pengelola Madrasah Aliyah Laboratorium guna

bekerjasama yang diwujudkan dalam bentuk struktur organisasi.

Kepala
Manajemen
Direktur MP Madrasah
MAL
MAL

Gambar 5

Model Pengorganisasian Manajemen MAL

Pada manajemen Madrasah Aliyah Laboratorium, pengawasan dilakukan

setelah program dilaksanakanpada akhir tahun berjalan.Pengawasan dilakukan

oleh tim monitoring dan evaluasi dari Direktur Madrasah Aliyah Laboratorium.

6. Profesionalisme Manajemen Pendidikan

Siapapun yang menjalankan usaha tentu telah melaksanakan serangkaian

kegiatan merencanakan, melaksanakan dan menilai keberhasilan dan kegagalan

usahanya. Disadari atau tidak, mereka telah menempuh proses manajemen.

Akan tetapi, alangkah lebih baik apabila dalam praktik usahanya mereka

73
menerapkan pemahaman yang mendalam tentang ilmu manajemen, tentu

usahanya akan lebih terarah dan lebih mudah mencapai tujuan.

Ilmu manajemen apabila dipelajari secara komprehensif dan diterapkan

secara konsisten memberikan arah yang jelas, langkah yang teratur dan

keberhasilan dan kegagalan dapat mudah dievaluasi dengan benar, akurat dan

lengkap sehingga dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi tindakan

selanjutnya.

Organisasi pendidikan sebagai lembaga yang bukan saja besar secara

fisik, tetapi juga mengemban misi yang besar dan mulia untuk mencerdaskan

kehidupan bangsa, tentu saja memerlukan manajemen yang profesional. Model

manajemen kemitraan Madrasah Aliyah Laboratorium dengan Perguruan tinggi

agama Islam adalah model kemitraan dua institusi professional yang saling

membutuhkan dan mengisi.

Setiap kebijakan harus dikelola dengan langkah-langkah: pertama,

dilakukan perencanaan (plan) secara matang, baik perencanaan strategis

maupun taktis. Kedua, pelaksanaan (do) yang melibatkan sumber daya manusia

yang profesional dan sesuai bidangnya. Dalam tahap pelaksanaan ini diperlukan

pengkoordinasian, supervisi, pengawasan dan kepemimpinan yang profesional.

Ketiga, tahap evaluasi. Setelah kebijakan dilaksanakan maka perlu dievaluasi

(check) untuk mengetahui sejauhmana perencanaan dapat dilaksanakan dan

tujuan tercapai. Keempat, hasil evaluasi selanjutnya digunakan untuk perbaikan

(review).

74
Ini berarti setiap akan merumuskan kebijakan baru, harus didasarkan

pada hasil evaluasi terhadap kebijakan yang telah diimplementasikan.

Manajemen pendidikan yang profesional selalu mengadakan plan, do, check dan

review secara konsisten, terus menerus dan berkelanjutan.

Selanjutnya menurut Fred C. Lunenberg (2004:1), “Educational

administrators are professionals who have a code of ethics and are licensed by

state boards of education”.Hal ini senada dengan pendapat Edgar H Schein

(1992:125) menguraikan karakteristik atau kriteria-kriteria sesuatu bisa

dijadikan suatu profesi yaitu:

a. Para profesional membuat keputusan atas dasar prinsip-prinsip umum

yang berlaku dalam situasi dan lingkungan, hal ini banyak ditunjang

dengan banyaknya pendidikan-pendidikan yang tujuannya mendidik

siswanya manjadi seorang profesional. Misalnya akademi pendidikan

profesi manajemen, kursus-kursus dan program-program latihan dan lain

sebagainya.

b. Para profesional memperoleh status dengan cara mencapai suatu standar

prestasi kerja tertentu, ini tidak didasarkan pada keturunan, favoritas, suku

bangsa, agama dan kriteria-kriteria lainnya

c. Para profesional harus ditentukan oleh suatu kode etik yang kuat

Standar Nasional Pendidikan

Menurut penjelasan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP),

berikut ini adalah 8 standar pendidikan nasional di Indonesia:

a. Standar Isi

75
Hal-hal yang diatur dalam Standar Isi mencakup materi minimal dan

tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal

untuk jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Di dalam Standar Isi terdapat

kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat

satuan pendidikan, dan kalender pendidikan.

Peraturan Menteri terkait Standar Isi: Permen No. 22 tahun 2006

 Permen No. 24 tahun 2006

 Permen No. 14 Tahun 2007

b. Standar Kompetensi Lulusan

Pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik

menggunakan Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan

menengah. Hal-hal yang diatur dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL)

mencakup standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan

menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan

standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.

Peraturan Menteri terkait Standar Kompetensi Lulusan:

 Permen No. 23 Tahun 2006

 Permen No. 24 tahun 2006

c. Standar Proses Pendidikan

Dalam pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dilaksanakan

secara interaktif, inspiratif, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk

aktif berpartisipasi. Proses belajar-mengajar ini juga memberikan ruang bagi

76
kreativitas, prakarsa, dan kemandirian sesuai dengan minat, bakat, dan

perkembangan psikologis/ fisik para peserta didik.

Peraturan Menteri terkait Standar Proses Pendidikan:

 Permen No. 41 Tahun 2007

 Permen No. 1 Tahun 2008

 Permen No. 3 Tahun 2008

d. Standar Sarana dan Prasarana

Semua satuan pendidikan harus dilengkapi dengan sarana pendidikan

seperti media pendidikan, peralatan pendidikan, buku dan sumber belajar

lainnya, perabot, dan perlengkapan lainnya. Semua satuan pendidikan harus

dilengkapi dengan prasarana pendidikan seperti lahan, ruang kelas, ruang

pendidik, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang perpustakaan, dan

prasarana pendukung lainnya.

Peraturan Menteri terkait Standar Sarana dan Prasarana:

 Permen No. 24 Tahun 2007

 Permen No. 33 Tahun 2008

 Permen No. 40 Tahun 2008

e. Standar Pengelolaan

Standar Pengelolaan mencakup tiga bagian, yaitu;

 Standar pengelolaan oleh satuan pendidikan.

 Standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah.

 Standar pengelolaan oleh Pemerintah.

77
 Peraturan Menteri terkait Standar Pengelolaan:Permen No. 19

Tahun 2007

f. Standar Pembiayaan Pendidikan

Beberapa hal yang termasuk di dalam Standar Pembiayaan Pendidikan

adalah biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.

 Biaya investasi satuan pendidikan mencakup biaya pengadaan

prasarana dan sarana pendidikan, modal kerja tetap, dan

pengembangan sumber daya manusia.

 Biaya operasi satuan pendidikan mencakup gaji tenaga pendidik,

peralatan pendidikan, biaya pemeliharaan saran dan prasarana, pajak,

asuransi, dan lain sebagainya.

 Biaya personal mencakup biaya pendidikan yang harus dibayar

peserta didik agar dapat mengikuti proses belajar-mengajar.

 Peraturan Menteri terkait Standar Pembiayaan Pendidikan:Permen

No. 69 Tahun 2009

g. Standar Penilaian Pendidikan

Beberapa hal yang termasuk di dalam Standar Penilaian Pendidikan

diantaranya penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh

satuan pendidikan, dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah.Peraturan

Menteri terkait Standar Penilaian Pendidikan:Permen No. 20 Tahun 2007

h. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

78
Tenaga pendidik atau guru harus mempunyai kualifikasi akademik dan

kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat rohani dan jasmani, serta

mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Pendidik harus memiliki ijazah dan/ atau sertifikat keahlian sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Adapun kompetensi

yang harus dimiliki oleh tenaga pendidik adalah sebagai berikut:

 Kompetensi pedagogik

 Kompetensi kepribadian

 Kompetensi profesional

 Kompetensi sosial

Peraturan Menteri terkait Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan:

 Permen No. 12 Tahun 2007

 Permen No. 13 tahun 2007

 Permen No. 16 Tahun 2007

 Permen No. 24 Tahun 2008

 Permen No. 25 Tahun 2008

 Permen No. 26 Tahun 2008

 Permen No. 27 Tahun 2008

 Permen No. 40 – 45 Tahun 2009

i. Standar Kultur Madrasah Aliyah Laboratorium

Kultur atau budaya Madrasah Aliyah Laboratorium adalah ciri,

karakteristik dan watak yang nampak sebagai identitas khas Madrasah Aliyah

laboratorium. Hal ini Direktur, Kepala Madrasah sangat berperan dalam

79
mewarnai budaya MAL. Dalam mengembangkan budaya organisasi Kepala

Madrasah memiliki tugas menanamkan pemahaman, kesadaran terhadap nilai

positif yang berbasis keIslaman dan harus membudaya organisasi. Selain itu,

Kepala Madrasah juga perlu membangun sistem yang mampu

mempertahankan dan mengembangkan modal manusia dalam anggota

organisasi yang dipimpinnya. Dapat dijelaskan proses pengembangan kultur

atau budaya organisasi di Madrasah mencakup tindakan: (1) memberi rasa

keterdesakan (sense of urgency) untuk berubah; (2) Memperbaiki kinerja

madrasah; (3) Membangun komitmen warga madrasah; (4) Membuat suasana

kekeluargaan, kolaborasi, ketahanan belajar, semangat terus maju, dorongan

bekerja keras, dan tidak mudah mengeluh. Fokus dan target dari

pengembangan budaya organisasi adalah Value added customer sebagai

Madrasah Aliyah Laboratorium (MAL) unggul yang memiliki kultur

madrasah akademik & nonakademik yang mantap, dengan habitual

curriculum, reading habits, English & Arabic day, ada ruang yang dapat

digunakan bagi para dosen Perguruan Tinggi Keagamaan Islam dalam

mentransformasikan ide, gagasan, hasil penelitiannya. Ruang tersebut juga

dapat digunakan bagi mahasiswa perguruan tinggi keagamaan Islam dalam

merencanakan praktikum. Ruang tersebut biasa dinamakan Laboratorium

Pendidikan Agama Islam.

Fungsi dan Tujuan Standar:

80
 Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,

pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan

pendidikan nasional yang bermutu

 Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat.

 Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan

berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional,

dan global.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan telah dikaji dari beberapa judul dari para

peneliti terdahulu yaitu :

1. Romi Siswanto (2017) meneliti tentang Pengembangan Model Manajemen

Kemitraan Guru Produktif SMK dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri.

Hasil penelitiannya sebagai berikut : (1) formulasi model manajemen program

kemitraan menggunakan POIME (2) model manajemen kemitraan yang layak

digunakan adalah model kemitraan desentralisasi kolegial dan model kemitran

sentralistik formal (3) model manajemen desentralisasi kolegial dinyatakan

lebih praktis, sedangkan model sentralistik lebih unggul dalam hal produk dan

pelayanan.

Penelitian ini digunakan oleh peneliti sebagai pendukung

pengembangan model manajemen Madrasah Aliyah Laboratorium, dengan

mengadopsi formulasi model manajemennya. Perbedaannya adalah bahawa

81
penelitian ini fokus pada kajian manajemen di sekolah madrasah aliyah

laboratorium.

2. Sri Winarni (2013) menelititentang Model pengembangan Lab-school

berbasis sekolah binaan. Darihasil penelitiannya (1) teridentifikasi model

sekolah lab yang ada di Indonesia, (2) kriteria sekolah yang dapat digunakan

sebagai lab-school dan (3) penyusunan draf prosedur pengembangan lab-

school. Persamaan penelitian Sri Winarni dengan penelitian ini adalah pada

tema lab school. Perbedaannya, obyek Sri Winarni pada sekolah dilingkungan

Kementerian pendidikan dan kebudayaan,sedang penelitian ini fokus pada

fungsi manajemen madrasah aliyah laboratoriun dan obyeknya dilingkungan

Kementerian Agama.

3. Fatah Syukur (2011) meneliti tentang Model Manajemen Madrasah Aliyah

Efektif (Studi pada tiga Madrasah Aliyah di Kudus), dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat pergeseran paradigma manajemen di madrasah

yang diteliti. Madrasah yang bernuansa pesantren berbasis madrasah ini,

pengelolaannya berdasarkan prinsip-prinsip manajemen modern yaitu

planning, organizing, actuating, fasilitating, motivating, empowering,

controling dan evaluating. Materi-materi dari kitab klasik, tauhid, fiqih kitab,

qowaid, balaghah, musyafahah, muthola’ah kitab, sullam taufiq dan ilmu falaq

masih tetap diajarkan sebagai ciri khas, tetapi madrasah juga memberikan

materi penunjang yang dibutuhkan di masyarakat, misalnya metodologi

pembelajaran, praktek mengajar, praktek keagamaan; tadarus al-Qur’an,

manaqib Syekh Abdul Qodir al-Jailani, Asma’ al-Husna, Khithobah, dan

82
Shalat Dhuhur berjama’ah, dan ketrampilan-ketrampilan praktis; menjahit

pakaian, tata boga dan sebagainya. Dalam proses pembelajaran, walaupun

masih ada guru yang berpakaian sarung pada waktu mengajar, pada umumnya

mereka sudah memanfaatkan multi media, termasuk dalam pembelajaran

kitab-kitab klasik, misalnya dalam forum bahtsul masa’il (diskusi masalah-

masalah agama), sebelumnya menggunakan kitab-kitab aslinya, sekarang

sudah memanfaatkan kitab-kitab digital dan media internet.

Salah satu kesuksesan madrasah dalam memperoleh kepercayaan dari

masyarakat adalah karena memiliki modal social (social capital) yang tinggi.

Modal social ituantara lain berwujudkredibiltasparapengurus madrasah,

pimpinan madrasah danpara guru madrasah, sehingga partisipasi masyarakat,

terutama dalam pemberian dana sangat tinggi.

Peneliti mengambil teori model manajemen yang efektif dari penelitian

Fatah syukur (2011). Model manajemen yang efektif ini untuk mengembangan

model manajemen MAL. Perbedaannya penelitian ini subjeknya adalah

Madrasah Aliyah Laboratorium.

4. Abdul Choliq (2011) meneliti tentang Pengembangan model pendidikan

keterampilan pada Madrasah Aliyah, ia melaporkan bahwa keberadaan

Madrasah Aliyah (MA) Program Keterampilan didasarkan atas pemikiran,

bahwa dalam kehidupan modern setiap orang dituntut untuk menyesuaikan

dengan perubahan zaman yang selalu berubah dengan cepat dalam hubungan

antar bangsa dan mobilitas kerja. Karenanya dibutuhkan manajemen MA

program keterampilan yang baik dari segi: pengembangan model

83
kelembagaan, pengembangan model kurikulum, tenaga pendidik,

pembelajaran, media dan sumber belajar, manajemen dan evaluasi.

Penelitian ini dijadikan acuan bahwa madrasah aliyah perlu dikembangkan

manajemenya, terutama model kelembagaan, model kurikulum tenaga

pendidik, pembelajaran, media dan sumber belajar, manajemen dan evaluasi.

Akan tetapi dalam penelitian ini model ini diterapkan di dalam Madrasah

Aliyah Laboratorium.

5. Nourma Chunnah Zulfa (2013)meneliti tentang Manajemen Kurikulum

Madrasah Aliyah program Keagamaan MAN 1 Surakarta, ia melaporkan

bahwa manajemen kurikulum pada Madrasah Aliyah Program Keagamaan

(MAPK) dilakukan melalui tahap (1) perencanaan kurikulum dilakukan

dengan workshop berpedoman pada kurikulum nasional, pengembangan

keunggulan local dan adaptasi system pondok pesantren. (2) Pelaksanaan

kurikulum MAPK terdiri dari pembelajaran pagi, tutorial sore hari, tahfidzul

Qur’an, kegiatan asrama, pengembangan bahasa Arab dan Inggris serta

kegiatan ekstra kurikuler. (3) Evaluasi kurikulum dilakukan untuk menilai

hasil belajar siswa dilakukan dalam bentuk ujian semester, ujian madrasah dan

ujiian nasional. Penelian ini digunakan sebagai acuan mengenai

pengembangan model manajemen, perbedaaannya penelitian ini

mengembangkan model manajemen di MAL.

6. Tri Kuat (2013) meneliti tentang Pengembangan model manajemen Bisnis

Centre pada SMK, ia menyimpulkan bahwa: hasil pengembangan manajemen

84
Bisnis Centre terbukti efektif dan efesien terlihat dari tujuan yang jelas,

strategi dan standar operasional yang sistemis dan implementasi yang baik.

Penelian ini digunakan sebagai acuan mengenai pengembangan model

manajemen, perbedaaannya penelitian ini mengembangkan model manajemen

di MAL.

7. Smith, (2006) meneliti tentang Models of partnership developments in initial

teacher education in the four components of the United Kingdom: recent

trends and current challenges. Penelitian ini mengkaji implementasi

kerjasama antara lembaga pendidikan guru dengan stakeholder di Inggris,

Irlandia Utara, Scotland dan Wales. Hasil penelitian menunjukkan adanya

beberapa temuan model kerjasama. Kebijakan di negara Inggris cenderung

top-down sehingga semua stakeholder terlibat untuk melaksanakan kerjasama.

Di Irlandia Utara, lembaga pendidikan tinggi (higher education) berperan

sebagai inisiator dalam kerjasama, ketika kerjasama telah berlangsung dengan

baik, maka semua staf akan terlibat secara penuh. Di Scotlandia, terdapat

hambatan dalam pelaksanaan karena ada dua model kerjasama yang

dikembangkan, sehingga terjadi kebingungan dalam implementasi di

lapangan. Hal ini disebabkan oleh kesalahan pemerintah yang secara politis

seharusnya melakukan perbaikan terhadap profesionalisme guru. Penelian ini

digunakan sebagai acuan mengenai pengembangan model manajemen

fokusnya dalam manajemen organisasi

8. Hasil penelitian A.Muchaddam F (2013) tentang pemenuhan standar nasional

pendidikan di Madrasah, menyatakan bahwa Madrasah sebagai lembaga

85
pendidikan dituntut untuk memenuhi standar nasional pendidikan agar dapat

menghasilkan yang berkualitas. Namun hingga kini pencapaian standar

tersebut masih sulit dilakukan karena keterbatasan kemampuan manajemen

pendidikan madrasah, keterbatasan dana pendidikan, kelayakan sarana dan

prasarana. Penelian ini digunakan sebagai acuan teori mengenai madrasah

aliyah yang sesuai dengan standar nasional, sehingga bisa digunakan dalam

membedakan madsrasah aliyah dengan MAL.

9. Hasil penelitian Nur Abid (2010) tentang Problem pengelolaan Madrasah

Aliyah dan solusinya menyimpulkan bahwa: problem utama Madrasah Aliyah

adalah: 1) sistem kurikulum Madrasah Aliyah yang tidak jelas, 2) minimnya

pendanaan operasional, ketidak jelasan status guru, ketidak layakan kualifikasi

guru, dan ketidaklayakan ruang kelas. Penelian ini digunakan sebagai referensi

latar belakang masalah dalam penelitian pengembangan model manajemen di

MAL.

10. Hasil penelitian Irwan Nasution (2012) tentang Hubungan kemampuan

komunikasi Kepala madrasah dengan Kinerja Guru Madrasah Aliyah

Laboratorium di Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara. Penelitian ini

menyimpulkan bahwa kemampuan komunikasi kepala madrasah berhubungan

positif dan signifikan dengan kinerja guru Madrasah Aliyah Laboratorium FT

IAIN USU. Penelitian ini digunakan sebagai acuan manajemen struktur

organisasi MAL.

11. Loucine M Huckabay, (2009) meneliti tentang Partnership Between an

Educational Institution and a Healthcare Agency-Lesson Learn: Part 1.

86
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan model kerjasama

antara lembaga pendidikan dan pusat kesehatan masyarakat dalam

menghasilkan solusi terbaik untuk kedua belah pihak. Hasil dari penelitian

menunjukkan bahwa dengan kerjasama antara lembaga pendidikan dan pusat

kesehatan masyarakat dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh calon

perawat kesehatan dapat menurunkan biaya hingga 33%, yang disebabkan

oleh adanya peningkatan kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam

pelayanan kesehatan secara mandiri. Penelitian ini digunakan oleh peneliti

sebagai acuan bagaimana manajemen hubungan pemerintah dengan lembaga

pendidikan.

12. Hasil penelitian Suzane R. Hawley, Craig A. Molgaard and Elizabeth Ablah,

(2007) tentang Academic–Practice Partnerships for Community Health

Workforce Development. Temuan selama penelitian menunjukkan bahwa

Academic–Practice Partnerships memberikan manfaat terhadap komunitas

(masyarakat) dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan masyarakat secara

efektif. Disamping itu model ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi

pekerja kesehatan sebagai best practice.

13. Hasil penelitian Nazarudin (2014) tentang Model Pengembangan Manajemen

Madrasah efektif pada MAN di Sumatera Selatan. Menurutnya ditengah

berbagai keterbatasan sarana dan prasarana madrasah, diperlukan langka-

langkah yang tidak biasa, agar madrasah bisa tetap eksis dan bahkan terus bisa

berkembang pesat dan menang bersaing dengan sekolah umum. Salah satu

yang bisa dilakukan adalah dengan pendekatan benchmarking, yaitu strategi

87
dalam upaya mengungguli persaingan pasar. Ditengah persaingan pasar jasa

pendidikan, strategi benchmarking banyak diadopsi lembaga-lembaga

pendidikan dalam upaya mengeksplore keunggulannya untuk meraih simpati

masyarakat.

Peneliti mengambil teori model manajemen yang efektif dari penelitian

Fatah syukur (2011). Model manajemen yang efektif ini untuk mengembangan

model manajemen MAL. Perbedaannya penelitian ini subjeknya adalah

Madrasah Aliyah Laboratorium.

14. Hasil penelitian Noto Widodo (1998) tentang Pelaksanaan program

keterampilan di Madrasah Aliyah Negeri Jawa Tengah Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui kesiapan program keterampilan di Madrasah Aliyah

Negeri Jawa Tengah. Hasil penelitiannya adalah (a) belum adanya kesiapan

sistem manajemen dan organisiasi madrasah dalam penyelenggaraan program

keterampilan, (b) belum tersedianya fasilitas sarana dan prasarana yang

mendukung program keterampilan, (c) belum terpenuhinya kualifikasi guru

keterampilan. Penelitian ini dijadikan sebagai acuan dalam teori madarasah

aliyah.

88
C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir ini disusun berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian yang

relevan.
Kondisi Realitas
Kondisi Ideal
- Tidak semua PTKIN
memiliki lab school - Semua PTKIN memiliki lab
(Madrasah Aliyah Lab) school (berbagai jenjang)
- Belum ada Model - Ada Model pengembangan
Manajemen Madrasah MAL (dengan memperhatikan
Aliyah lab Standar Nasional Pendidikan)
- 15.Belum sinergi antara - AdanyaPembinaan yang efektif
Madrasah Aliyah Lab PTKIN terhadap MAL
16.dengan PTKIN

TANTANGAN
- Diperlukan Model Manajemen Madrasah Aliyah Laboratorium
- Pembinaan yang efektif PTKIN terhadap MAL
- Meningkatkan mutu pendidikan MAL sesuai dengan SNP

Model Manajemen Madrasah Aliyah


17.
Laboratorium

- Ada Model manajemen MAL


- Pembinaan yang efektif PTKIN terhadap MAL
- Peningkatan mutu pendidikan MAL sesuai SNP

= Kesenjangan

= Solusi yang ditawarka

Gambar 6. Alur pikir penelitian

89
D. Model Konseptual yang dikembangkan

PTKIN

MAL

MODEL
PTKIN MAL
FAKTUAL

Model MANAJEMEN MAL

1. Standar Isi
Planning 2. standar proses
3. standar kompetensi lulusan
Organizing 4. standar pendidik & tenaga
kependidikan
5. standar sarana prasarana
Actuating 6. standra pengelolaan
7. standar pembiayaan
8. standar penilaian pendidikan
Controlling
9. standar kultur MAL

MAL yang ideal sebagai:


Pusat pendidikan profesi guru, clinic education, MAL sebagai
penghasil lulusan yang berprestasi dan bereputasi

Gambar 7. Model konseptual yang dikembangkan

90
E. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian berikut ini didasarkan dari penjabaran rumusan

masalah dan kerangka berpikir seperti berikut:

1. Bagaimanakah model manajemen MAL saat ini meliputi aspek

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanakan dan pengawasan yang ada di

MAL secara faktual.

2. Bagaimanakah model manajemen MAL yang optimal meliputi aspek

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan setelah

dilakukan pengembangan model manajemen MAL.

3. Bagaimanakah persepsi guru dan pengelola madrasah terhadap model

manajemen MAL yang dikembangkan meliputi aspek standar isi, standar

proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikan dan tenaga

kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar

pembiayaan, standar penilaian pendidikan dan standar kultur.

4. Bagaimanakah pencapaian dari penerapan model manajemen MAL yang

dikembangkan meliputi aspek implementasi pada madrasah berupa tingkat

kesiapan, aspek keuangan dalam pengelolaan MAL, aspek efektifitas

pengelolaan MAL, dan aspek tingkat efisiensi dari SDM, sarana prasarana,

dan waktu yang tepat.

91

Anda mungkin juga menyukai