Anda di halaman 1dari 11

PERAN DIPLOMASI DALAM MENYIKAPI TEMUAN DRONE BAWAH

LAUT YANG DIDUGA MILIK CHINA

Ammar Bianda Katon

Program Studi S1 Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran;


ammar20001@mail.unpad.ac.id

Abstract
This paper aims to explain the role of diplomacy towards suspected foreign drones in
Indonesian sea. Drone is a remote control technology that is able to obtain information in a certain
area. The drone causes the suspicion of a threat from foreign parties who can misuse information
for the interests of other countries. The method used is literature study with sources of books,
articles, journals, and news. The results of the analysis show that it is necessary to investigate the
ownership and purpose of the drone. It is hoped that clarification can be made in the form of
diplomacy between the two countries.
Keywords: Diplomacy, Threat, Foreign Drones

Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan peran diplomasi terhadap dugaan drone asing di
perairan Indonesia. Drone merupakan teknologi kendali jarak jauh yang mampu memperoleh
informasi pada suatu kawasan tertentu. Temuan drone tersebut menimbulkan dugaan adanya
ancaman pihak asing yang dapat menyalahgunakan informasi untuk kepentingan negara lain.
Metode yang digunakan adalah studi literatur dengan sumber buku, artikel, jurnal, dan berita. Hasil
analisis menunjukan bahwa perlu penyelidikan kepemilikan dan tujuan drone tersebut.
Diharapkan, klarifikasi dapat ditempuh dengan bentuk diplomasi antar kedua negara.
Kata Kunci: Diplomasi, Ancaman, Drone Asing
Pendahuluan
Diplomasi berperan penting dalam menyelesaikan masalah-masalah antar dua Negara atau
lebih. Diplomasi menurut KM Panikkar (1956) diartikan sebagai seni dalam berhubungan dengan
negara lain dengan mengutamakan kepentingan suatu negara. Diplomasi dalam arti luas, dari
tingkat tertinggi hingga tingkat terendah, merupakan pembentukan dan pelaksanaan politik luar
negeri. Sedangkan suatu channel, medium, atau cara berjalannya hubungan resmi antar pemerintah
itu terjadi, merupakan diplomasi sebagai arti sempit (Hans J. Morgenthau, n.d.). Diplomasi dalam
buku Guide to Diplomatic Practice dengan konteks pelaksanaan resmi dalam hubungan antar
pemerintah negara-negara, dinyatakan sebagai penerapan kepandaian dan taktik (Satow, 1917).
Tujuan utama Diplomasi adalah sebagai jalan tengah negara dalam mengamankan tujuan
kebijakan luar negeri mereka tanpa menggunakan propaganda, kekerasan, atau hukum. Oleh
karena itu, diplomasi terbentuk dari komunikasi antar pejabat yang diatur untuk mempromosikan
kebijakan luar negeri baik oleh persetujuan formal atau penyesuaian diam-diam (rahasia).
Meskipun termasuk juga aktivitas diskrit seperti mengumpulkan informasi, mengklarifikasi
maksud, dan menimbulkan niat baik (Berrigde, 2010, hal. 1). Diplomasi telah didekati sebagai
instrumen atau media praktis peningkatan kewarganegaraan dan pertanyaan normatif tentang
representasi, inklusivitas dan tujuan. Di luar urusan kenegaraan, diplomasi telah berteori sebagai
praktik yang menghasilkan, mengamankan dan mengubah sistem internasional dan tatanan dunia
(Constantinou, Kerr, dan Sharp, 2016, hal. 20).
Pada tanggal 20 Desember 2020, seorang nelayan menemukan drone bawah laut di Selayar,
Sulawesi Selatan. Benda serupa ditemukan pada Maret 2019 di Kepulauan Riau, Selat Malaka dan
pada Januari 2020 di perairan Masalembu, Sumenep (Tempo.co, 2021). Sejauh ini, ketiga (atau
salah satu) drone dengan jenis UUV (unmanned underwater vehicle) atau AUV (autonomous
underwater vehicles) tersebut ditemukan dengan label Shenyang Institute of Automation Chinese
Academic of Sciences, dikenal sebagai lembaga perancang teknologi perekam seluruh kapal dan
kapal selam Non-Chinese yang beraktifitas di perairan Laut Cina serta Asia Tenggara Selatan.
Namun, drone tersebut belum dapat dikonfirmasi apakah pemiliknya adalah China ataupun negara
lain yang membelinya dari China. Selain itu, tujuan diluncurkannya juga penting untuk
dikonfirmasi juga oleh pemilik, tidak terlepas dari pelanggaran teknologi tersebut yang telah
masuk tanpa izin (C.R. Bakrie pada CNN, 2021).
Temuan tersebut menimbulkan dugaan bahwa China selama ini telah memata-matai baik
dari segi potensi sumber daya alam, maupun yang paling penting adalah segi jalur aman atau
serang militer yang dapat mengancam kedaulatan negara Indonesia.

Tujuan tulisan ini adalah untuk menganalisis temuan drone tersebut dari sisi potensi
ancaman dan hubungan antar Negara. Selain itu, menjelaskan pentingnya diplomasi untuk
mengklarifikasi sekaligus menindaklanjuti pemilik atas pelanggaran masuknya suatu teknologi ke
suatu negara secara illegal.

Analisis Kehadiran Drone Asing Sebagai Kecurigaan Akan Ancaman Nasional


Drone bawah laut memiliki banyak jenis sesuai fungsi dan tujuannya masing-masing.
Terdapat drone yang dikontrol dengan remote jarak jauh dan drone yang digerakan oleh Articifial
Intellegence (AI) yang selebihnya mengikuti instruksi si pemilik drone. Drone UUV jenis Sea
Wing mirip dengan temuan di perairan Indonesia. Berdasarkan cara bergeraknya yang meluncur
(glider), Seaglider memiliki banyak desain, salah satunya seperti torpedo dengan dua sayap pada
masing-masing sisinya seperti yang ditemui di perairan Indonesia beberapa waktu lalu. Memiliki
nama Slocum glider, kendaraan ini tidak punya mesin internal namun memiliki pompa untuk
mengubah daya apungnya. Saat kendaraan bergerak naik dan turun, siripnya akan mencuat dan
memuat gaya angkat agar glider bisa terdorong ke depan (National Ocean Service, 2019). eaglider
menggunakan sistem kompensasi buoyancy yang diisi dengan minyak.
Sea Wing dikategorikan sebagai jenis seaglider karena bergerak menembus air. Penelitian
kelautan menjadi objek diluncurkannya Sea Wing karena dibekali sensor-sensor untuk mengukur
perubahan arah arus, turbiditas, suhu, kandungan oksigen, kandungan klorofil, dan kadar garam di
dalam laut. Dalam catatan ujinya, Sea Wing telah merampungkan tiga puluh hari tanpa berhenti di
Laut Cina Selatan. Laporan menunjukkan bahwa drone ini telah menjelajah di dalam air sejauh
1.022,5 km pada 2014 oleh satu unit pertamanya. Drone yang memiliki nama lain Haiyi ini
dilengkapi baterai unik yang memiliki pelindung berbahan khusus dari tekanan 60 ton atau bahkan
lebih. Sempat dilaporkan menyelam sampai hampir 4 mil yang membuatnya mematahkan rekor
pesaing beratnya, yaitu UUV Amerika yang menyelam hingga 3,7 mil. Selain itu, Haiyi juga dapat
beroperasi hingga 3000 mdpl dan berteknologikan sensor pendeteksi ranjau militer yang turut
melengkapi kemampuannya (Tempo.co, 2021).
Pada tahun 2015, selusin Haiyi diluncurkan ke Laut Cina Selatan, Laut Cina Timur, dan
suatu titik lokasi di Samudera Pasifik Barat. Teknologi berbentuk tabung ini diluncurkan dengan
membawa misi yang diporgramkan di dalam sistemnya, yaitu untuk meningkatkan observasi
terhadap fenomena laut. Keunggulan dari drone sebelumnya adalah lebih efisien, tahan lama, dan
membutuhkan energi yang lebih sedikit, drone ini dapat mengirim data langsung dari bawah air
yang mana pasalnya, Cina sebagai kompetitor Amerika telah berhasil mengembangkan sebuah
fitur yang bahkan belum dirancang oleh Amerika (Ray et al., 2016). Terobosan cemerlang lain
yaitu data yang dikirim bersifat real-time. Antena di ekor tabung bercat kuning ini merupakan
operator penting dalam mengirim data (Yu Jiancheng, 2011). Militer China akhirnya
memanfaatkan Haiyi atau Sea Wing ini. Akustik dari teknologi ini sangat rendah sejak tidak ada
mesin propulsi,. Karakteristik ini yang membuat Shenyang Institute of Automation Chinese
Academic of Sciences bisa memberi keuntungan besar dalam menyokong pengembangan alat
militer (Ordnance Industry Science and Technology, 2016).

Sebagai catatan penting, Inggris pernah menggunakan Seaglider data pada Perang Libya
tahun 2011. UUV Seafox diluncurkan oleh negara tersebut untuk memperoleh data menjadi
informasi. Namun, sama seperti Cina, pengembangan Seaglider oleh Inggris juga tertutup. Di
pihak lain, India berhasil membuat prototipe Seaglider pada tahun 2016 dengan rencana
penggunaannya untuk operasi militer di laut (CNBC, 2021). Dengan catatan yang cukup
menguatkan ini, Seaglider atau teknologi apapun yang dibuat untuk memperoleh informasi, sering
dimanfaatkan untuk keuntungan operasi militer suatu Negara.

Tak hanya drone laut saja, drone udara tak boleh untuk diacuhkan mengingat keefektifan
memperoleh informasi untuk kepentingan militer. Sebagai catatan, drone Predator dengan remote
jarak jauh milik Amerika Serikat yang misi utamanya ‘interdiction and conducting armed
reconnaissance against critical, perishable targets’ (Global Security.Org, 2009, hal.1), pernah
mengudara pada tahun 2008 di Afghanistan dan Iraq. Drone tipe Unmanned Aerial Vehicle (UAV)
itu menghasilkan peningkatan eksponensial dalam jumlah cakupan pengawasan tersedia untuk
pasukan AS (Shactman, 2009, hal. 1). Digunakan juga untuk tujuan pelarangan, terutama ketika
drone Predator yang dilengkapi dengan misil dan sistem target state of the art tersebut digunakan
untuk membunuh enam tersangka anggota Al-Qaeda di Yaman pada akhir tahun 2002,
menghancurkan van yang mereka tumpangi. UAV pada dasarnya memberi militer AS potensi yang
belum pernah terjadi sebelumnya untuk 'perang jarak jauh' dengan kemampuan serangan yang
sangat besar, tetapi tanpa risiko bagi operator manusia drone. Dalam hal ini, pilot/pemegang
remote jauh dari lapangan pertempuran 'tatap muka' yang tidak menyisakan resiko baginya sama
sekali (Peoples dan Vaughan-Williams, 2010, hal. 160). Dengan demikian, kehadiran drone dalam
bentuk apapun di suatu negara (yang bukan pemilik drone tersebut) merupakan ancaman yang
patut dicurigai.

Asumsi atau dugaan drone yang ditemukan di perairan Indonesia sebagai drone milik
China berawal pada kemiripannya dengan unmanned underwater vehicle asal Cina, yang bernama
Sea Wing. Drone ini biasanya memiliki ukuran panjang 225 cm, 18 cm sirip ekor, 50 cm setiap
sayapnya, dan sepanjang 93 cm antena di ekor. Terlebih, salah satunya –seperti yang telah
dijelaskan- ditemukan dengan label Shenyang Institute of Automation Chinese Academic of
Sciences.

Kehadiran UUV drone tersebut menimbulkan kecurigaan terhadap siapapun pemiliknya


untuk melakukan pengintaian maupun meluncurkan rencana oleh dan untuk angkatan laut lainnya
(H.I. Sutton pada CNBC, 2021). Salah satunya adalah diterimanya data hidrografis untuk
informasi dan strategi penyerangan dengan kapal selam. data dari UUV amat berharga, semakin
militer mengenal lautan semakin baik pula kemampuannya menyembunyikan kapal selam.
Ditambah lagi, data yang diperoleh dapat membantu mengidentifikasi lokasi musuh dan lokasi
ranjau di lautan (CNBC, 2021).

Lokasi-lokasi temuan ketiga drone menunjukan rute yang sangat penting yang dilalui kapal
selam maupun kendaraan militer laut saat perang. Perairan Kepulauan Riau dekat dengan Selat
Malaka, Masalemba merupakan terusan Selat Sunda, dan Selayar dekat dengan Selat-selat di Nusa
Tenggara Barat. Tak hanya itu, dari segi ekonomi, ketiganya pula adalah jalur yang menjadi
penghubung Laut China Selatan ke Samudera Hindia. Pengontrolan jalur tersebut oleh suatu
negara dapat membuat seluruh negara di dunia bertekuk lutut. Jalur tersebut juga dilalui untuk
pengiriman bahan bakar olahan dari Singapura menuju Australia (News.com, 2019).

Semua UUV yang ditemukan bukan dalam kondisi expired, melainkan malfunction dengan
adanya kendala teknis internal di dalam system mesin UUV. Analisa awal oleh Pihak berwajib
menunjukan bahwa ketiga UUV ini diperkirakan sudah menyelam selama lebih dari 25.000 jam
atau dengan konversi mendekati tiga tahun. Jika ditarik waktu ditemukannya, kemungkinan besar
peluncurannya terjadi pada November 2017 (Susaningtyas pada RRI.co.id, 2021). Oleh karena itu,
kecurigaan patut dikembangkan menjadi sebab diplomasi sebagai langkah klarifikasi terkait
maksud yang sebenarnya. Hal ini juga menunjukan bahwa tingkat pertahanan dan kewaspadaan
Nasional Indonesia masih rendah. Ditambah lagi, Indonesia yang sedang mengembangkan
teknologi semacam ini, masih tertinggal jauh dari negara-negara lain.

Bentuk Diplomasi
Clausewitz menyebutkan bahwa, war is the continuation of politics by other means, yang
artinya perang merupakan kelanjutan diplomasi melalui sarana lain. Tentunya negara Indonesia
yang dikenal damai tidak ingin bentuk diplomasi berupa perang. Terlebih, Diplomasi dan
pertahanan sebegai dua sisi mata uang, mata uang kepentingan nasional dan mata uang perdamaian
regional dan global.
Diplomasi sebagai metode/instrumen untuk mengajukan kepentingan nasional negara
sebagai bahannya dan politik luar negeri sebagai subtansinya. Kepentingan negara mencakup
kekuatan militer, kekuatan ekonomi, operasi intelejen, kultur informasi (soft-power), dan
keutuhan/kesatuan nasional.

Sifat diplomasi modern sejalan dengan perkembangan moda transportasi dan teknologi
komunikasi. Pertemuan antar pelaku diplomasi sering dan lebih mudah dilakukan. Pertemuan
langsung sering kali digantikan sebagai bentuk praktiknya dengan komunikasi secara jarak jauh
seperti email, teleconference, maupun telepon; yang diistilahkan dengan teladiplomasi.
Komunikasi langsung antar kepala Negara dapat disebut “uninformed diplomats” sebagai
dampaknya. Sifat modern diplomasi diantaranya; 1) lebih luasnya negosiasi dan masalah yang
dibahas, diantaranya pendidikan, kultur, dan lingkungan; 2) global; 3) banyak aktor yang terlibat;
4) mencakup latar bilateral, regional, multilateral; dan 5) muncul berbagai organisasi internasional.

Negoisasi sebagai instrumen diplomasi. Tataran-tataran yang berbeda, yaitu bilateral,


multilateral, dan summitry; sebagai sifat pengelompokkan antara negosiasi formal atau informal.
Secara umum, dasar dilakukannya diplomasi adalah common set of practices: 1) formal channels
of communication atau sebagai media dan wadah komunikasi, 2) pemanfaatan jasa baik (good
offices) atau pihak ketiga (third parties), dan 3) extreme actions dalam bentuk penarikan duta
besar, pemutusan hubungan diplomatic, dan paling buruknya adalah perang. Tataran diplomasi
bilateral dan multilateral dapat diadakan antara Indonesia dan negara yang diduga pemilik drone
yang telah ditemukan. Selain itu diplomasi regional dan summitry berperan dengan melibatkan
kepedulian negara lain sebagai pihak yang memberikan referensi dan saran perdamaian.

Sebagai contoh, negara A dan B melakukan kompromi memberi dan menerima, atau yang
disebut dengan tawarmenawar diplomatik. Hal ini dilakukan agar kepentingan-kepentingan kedua
negara tersebut dapat saling dirundingkan dan dicapai. Metode-metode dalam mempraktekkan
diplomasi ada tiga, yaitu: kompromi, persuasif, dan ancaman militer/senjata (hard power) (Yusuf
Sufri, 1989, hal. 119). Contohnya adalah sengketa pulau Sipadan dan Ligitan. Sengketa kedua
pulau/kepulauan tersebut akhirnya membuat Indonesia dan Malaysia sepakat berdiplomasi dengan
Mahkamah Internasional sebagai pihak penentunya. Mahkamah Internasional akhirnya
memutuskan untuk memberikan kedaulatan pulau-pulau tersebut ke Malaysia, berdasarkan
prinsip "pendudukan efektif" (effective occupation). Pasca lepasnya kedua pulau itu dari tangan
Indonesia, untuk mempertahankan wilayah teritorialnya, diplomasi Indonesia dievaluasikan
dengan dutingkatkannya kekuatan (power) sebagai elemennya. Dengan demikian, sifat diplomasi
dibagi menjadi dua; yaitu: 1) soft diplomacy yang berarti diplomasi dengan penyelesaian dengan
damai dalam aspek ekonomi, persahabatan, kebudayaan, atau bahasa dan 2) hard diplomacy
dengan perang sebagai bentuk diplomasi melalui agresi militer dan politik (Andri Hadi, 2009).

Peran diplomat sebagai agen/perwakilan pemerintah yang diberi tugas dan mandat untuk
menyampaikan misi dan national interest negara. Selain itu, diplomat juga sebagai penasihat
sekaligus perwakilan negara. Mereka adalah pakar regional, global, dan berbasis isu. Isu-isu yang
dapat menimbulkan peperangan tersebut diharapkan dibicarakan sebagai jalan keluar menuju
perdamaian. Tugas diplomat antara lain, 1) melaporkan (penerima informasi dan analis), 2)
mempromosikan, 3) menegosiasikan, 4) Mewakilkan (juru bicara negara), 5) dan memberikan
perlindungan kepada wara negara.

Dalam diplomasi internasional, Indonesia menganut politik bebas aktif. Tujuan untuk
mewujudkan perdamaian dunia tertulis dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945, "...ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial,". Dengan politik bebas aktif dalam diplomasi internasional serta ikut serta dalam
melaksanakan ketertiban dunia yang mana didalamnya segala bentuk perdamaian, maka Indonesia
berhak menuntut klarifikasi terkait kepemilikan dan tujuan drone asing yang ditemukan melalui
diplomasi dengan negara pemilik drone.
Diplomasi dan Hubungan Internasional
Dinamika isu dalam arena politik internasional menjadi ranah dan objek analisasi Kajian
Hubungan Internasional. Tentunya, antara Hubungan Intenrnasional dan dinamika tersebut,
diperlukan adanya berbagai pendekatan untuk melakukan analisis. Realisme klasik dan
neorealisme merupakan salah satu pendekatan dalam ilmu Hubungan Internasional dimana pasca
perang dingin, telah mengalami dinamika signifikan. Pendekatan realis bertemakan struggle for
power and security. Anarki dalam HI dalam hal ini, dengan menjalankan segala cara untuk
tercapainya kepentingan nasional.
Seorang realis berpikir dengan pandangan pesimis dan berkeyakinan bahwa Hubungan
Internasional secara praktiknya bersifat konfliktual. Oleh karena sifatnya itulah realis pada
dasarnya mengasumsikan suatu hubungan Negara berakhir dengan perang. Penilaian rasional akan
terjadi apabila suatu Tindakan politik mendekatkan pelakunya pada tujuannya. Sikap yang terbaik
dalam hal ini adalah dilihat dari sifatnya yang kompromis, pragmatis, dan saling menerima (John
Baylis, 2001, hal. 172-176). Di sisi lain, untuk mendapatkan dan mencapai kepentingan
nasionalnya, setiap negara tidak segan-segan untuk memaksimalkan segala potensi dengan
mengembangkan kekuatan nasionalnya.
kepentingan nasional negara mempengaruhi implementasi diplomasi. Melihat lingkungan
eksternalnya dan dalam hubungannya dengan Negara lain, suatu Negara sering kali merasakan
bahwa kepentingan sering kali menjadi kebutuhan. Kontribusi yang besar dalam bentuk berbagai
pandangan muncul dari kepentingan nasional tersebut. Kepentingan nasional terbagi atas empat
poin: 1) defense interest dimana perlindungan rakyat atau keutuhan Negara dari ancaman fisik
Negara lain atau diutamakan, 2) economic interest dimana keuntungan hubungan perdagangan
yang dilakukan dengan Negara lain diperhatikan. Kepentingan ekonomi ini berupa tambahan nilai
ekonomi, 3) world order interest terjadi apabila keamanan rakyat dan badan usaha mereka dapat
dirasa aman untuk beroperasi diluar Negara. Perhatian tata dunia ini terjadi ditandai dengan
munculnya jaminan pemeliharaan ekonomi internasional dan politik, dan 4) ideological interest
dengan perhatian terhadap perlindungan pada berbagai ideologi tertentu milik masyarakat (Donald
E. Nucterlain, 1979, hal. 57).
Dalam disiplin HI, sering kali diplomasi telah dipahami dan dipelajari secara sinonim
dengan kebijakan luar negeri, komunikasi negara dan hubungan internasional. Pendekatan kritis
telah membantu mewujudkan bidang studi diplomatik menjadi percakapan dengan bidang IR
lainnya dan menggarisbawahi pentingnya membuka diplomasi keilmuan perkembangan di luar
disiplin. (Constantinou, Kerr, dan Sharp, 2016, hal. 20-22).

Langkah Lainnya Dalam Menyikapi Temuan Drone Ini


Sebagai langkah keamanan dan kewaspadaan pertahanan Indonesia, diperlukan tindakan
lain selain hanya menjadi penonton atau pada hal ini, negara yang disusupi sebuah teknologi asing,
yang menunggu untuk melakukan diplomasi saja. Langkah-langkah yang dinilai strategis
sekaligus efektif yang dapat digelar pemerintah terkait penemuan UUV memerlukan penelitian
lebih lanjut agar dapat mengidentifikasi mekanisme dan potensi ancaman teknologi tersebut.
Selain itu pengembangan teknologi dan penelitian juga dapat meningkatkan pengawasan dan
identifikasi masuknya suatu objek ke kawasan suatu negara.

Peraturan tentang pengoperasian semua jenis unmanned system di wilayah Indonesia perlu
segera ditetapkan. Hal ini mencakup baik UAV; USV; dan UUV di udara, darat,, maupun bawah
permukaan laut. Selain itu, "illegal research" (penelitian ilegal) di perairan Indonesia menuntut
peraturan pemerintah yang berisi aturan tata cara menghadapi dan menangani tanpa konflik
seaman dan damai mungkin, mulai dari zona ekonomi eksklusif (ZEE) hingga perairan kepulauan.

Underwater detection device (UUD/alat deteksi di dalam laut) dapat juga diluncurkan oleh
Kementerian Pertahanan dengan koordinasi bersama Kementerian Perhubungan untuk segera
memasang di titik-titik rawan penetrasi unit asing yang masuk ke wilayah Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI). Selat-selat yang strategis menjadi perhatian utama untuk dijadikan lokasi
pemantauan lalu lintas laut. Selat Sunda, Laut Natuna, Selat Malaka, Selat Makassar, dan Selat
Lombok dapat dijadikan wilayah awal diluncurkannya teknologi ini.

Prajurit TNI Angkatan Laut (AL) diharapkan memiliki pengetahuan dan kecakapan Anti-
USSV sebagai bagian dari tindak lanjut dengan sikap yang perlu dilakukan pada peperangan anti-
unmanned system. Kapal-kapal perang TNI AL perlu dikembangkan dengan perlengkapan sistem
anti-USSV seiring dengan majunya serangan pihak lain. Selanjutnya sistem pemantauan bawah
laut diperkuat dengan pelengkapan Puskodal oleh TNI, diantaranya perlengkapan senjata 'smart
mines' yang dapat dikendalikan secara manual atau otomatis (Susaningtyas pada RRI.co.id, 2021).
Oleh karena itu, TNI AL juga harus meningkatkan sistem pendidikan para tentaranya sekaligus
menerima dan turut mengembangkan teknologi.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ditemukannya drone asing
di kawasan perairan Indonesia menimbulkan dugaan adanya ancaman pihak pemilik drone tersebut
yang dapat menyalahgunakan informasi untuk kepentingannya sendiri. Melihat kembali sejarah,
bahwa drone jenis apapun, baik udara maupun laut, sering digunakan suatu negara untuk
kepentingan militer. Hasil analisis menunjukan bahwa perlu penyelidikan dan penindakan terkait
pemilik dan tujuan drone tersebut dengan mulai melakukan klarifikasi melalui diplomasi dengan
negara yang diduga sebagai pemilik drone tersebut. Disinilah peran diplomasi penting agar negara
yang akan berdiplomasi dengan Indonesia dapat menjalin perdamaian dengan menyelesaikan isu-
isu yang menimbulkan dugaan ancaman. Situasi dan maksud pemilik drone diharapkan jelas
sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dan perselisihan. Selanjutnya, sebagai langkah keamanan
dan kewaspadaan pertahanan Indonesia, diperlukan tindakan penelitian untuk segera
meningkatkan pengawasan teritorial dengan teknologi dan produk hukum hasil teliti.

Daftar Pustaka
Hadi, A. (2009). Bahan seminar “Politik Luar Negeri Indonesia:
Prospek dan tantangan dalam Era Globalisasi”. Dirjen IDP Departemen Luar Negeri RI.
Berridge, G.R. (2010). Diplomacy Theory and Practice 4th Edition. London:
PALGRAVE MACMILLAN.
CNBC Indonesia. (2021). Apa Itu Seaglider, Fungsi dan Negara yang Mengembangkannya?.
CNBC Indonesia. Diakses pada: 14/01/2021, melalui:
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20210104172255-37-213429/apa-itu-seaglider-
fungsi-dan-negara-yang-mengembangkannya/2
CNBC Indonesia. (2021). Drone Mata-mata China Disebut Ada di Bawah Laut RI, Kok Bisa?.
CNBC Indonesia. Diakses pada: 14/01/2021., melalui:
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210101082246-4-212861/drone-mata-mata-
china-disebut-ada-di-bawah-laut-ri-kok-bisa
CNN Indonesia. (2021). Temuan Drone di Laut, Pengamat: Waspada Perang. CNN Indonesia.
Diakses pada 14/01/2021, melalui https://www.cnnindonesia.com/tv/20210105195140-
407-589891/vido-temuan-drone-di-laut-pengamat-waspada-perang
Constantinou, C.M., Kerr, P., dan Sharp, P. (2016). The SAGE Handbook of Diplomacy. London:
SAGE.
Donald E. Nucterlain. (1979). National Interest A new Approach, Orbis. Vol 23. No.1 (Spring).
1979.
Global Security Org. (2009). MQ-1B Armed Predator. Global Security Org. Diakses pada:
14/01/2021, melalui: https://www.globalsecurity.org/intell/systems/armed-predator.htm
Jian-cheng Yu. et al. (2011). Development and experiments of the Sea-Wing underwater glider.
Shenyang Institute of Automation.
John Baylis and teven Smith, (2001). The Globalization of World Politics, the 3th edition: an
introduction to international Relations. New York: Oxford University Press.
Morgenthau, Hans. J. (1948). Politics among Nations: the Struggle for Power & Peace. New York:
McGraw-Hill Education.
National Ocean Service. (2019). What is an ocean glider? An ocean glider is an autonomous
underwater vehicle used to collect ocean data. Diakses pada: 14/01/2021, melalui:
https://oceanservice.noaa.gov/facts/ocean-gliders.html
News.com. (2020). Australia’s lack of fuel our national security ‘Achilles’ heel’. News,com
Diakeses pada: 14/01/2021, melalui:
https://www.news.com.au/finance/economy/australian-economy/australias-lack-of-fuel-
our-national-security-achilles-heel/news-story/494ddda75ae802b007d085a7727566cb
Ray, J. et al. (2016). China’s Industrial and Military Robotics Development. Defense Group Inc.
Panikkar, K.M., (1956). The principles and practice of diplomacy. India: Asia Publishing House.
Peoples, C. dan Vaughan-Williams, N. (2010). Critical Security Studies, An introduction. London:
Routlegde.
RRI.co.id (2021). Jangan Anggap Remeh Penemuan Drone Bawah Laut. RRI.co.id. Diakses pada
14/01/2021, melalui: https://rri.co.id/nasional/peristiwa/955474/jangan-anggap-remeh-
penemuan-drone-bawah-laut
Satow, Sir Ernest. (1917). A Guide to Diplomatic Practice. London: Longmans, Green and
Company.
Yusuf, S. (1989). Hubungan Internasional dan Poltik Luar Negeri. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Tempo.co. (2021). Heboh Nelayan Temukan Drone Bawah Laut, Apa Itu UUV Sea Wing dari
Cina?. Tempo.co. Diakses pada: 14/01/2021, melalui:
https://tekno.tempo.co/read/1419708/heboh-nelayan-temukan-drone-bawah-laut-apa-
itu-uuv-sea-wing-dari-cina?page_num=2

Anda mungkin juga menyukai