Anda di halaman 1dari 17

Rugun Romaida Hutabarat, Luisa Srihandayani

Kexia Goutama dan Yoefanca Halim


Penegakan Hukum Kehutanan…
Vol. 16, No. 2, Oktober 2018

PENEGAKAN HUKUM KEHUTANAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR


18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
PERUSAKAN HUTAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF KEADILAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT

Rugun Romaida Hutabarat


(Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara Jakarta)
(E-mail : rugun@fh.untar.ac.id)

Luisa Srihandayani
Kexia Goutama
Yoefanca Halim
(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara Jakarta)

Received: 28 Mei 2018; Accepted: 29 Mei 2019; Published: 30 Juni 2019

Abstract:

Forest destructions has been escalating worldwide, including in Indonesia. Therefore, the Government
issued Law Number 18 / 2013 on the Prevention and Eradiction of Deforestation (P3H) which was expected
to guarantee legal certainty with emphasis on eradication of organized forest destruction. The problem to
be discussed in this paper is about law enforcement and application of Law Number 18 / 2013 which
frequently used to criminalize the indigenous people in Indonesia. The indigenous people have been
criminalized on the ground of unlawful forest products utilization, while they merely foraging to fulfill their
basic necessities. The criminalization of indigenous people is a conclusive evidence, which proof that
Indonesian Goverment has been neglecting the indigenous people’s right. This paper use normative
approach. The conclusion of this paper analyze that the problem of the criminalization happens in
implementation level, which caused by the ignorance of law enforcement apparatus and vested interest.

Keywords: Law Enforcement, Application of Law No. 18 year 2013, Criminalization, Indigenous People.

hal yang tidak dapat dipisahkan antara


I. Pendahuluan
satu dengan yang lainnya. UUD NRI
A. Latar Belakang Tahun 1945 (UUD NRI 1945)
merupakan konstitusi negara Indonesia
Negara dan konstitusi dapat
yang mencakup latar belakang, hasrat
diumpamakan ibarat dua sisi mata uang
bernegara, landasan filosofi kenegaraan,
logam, yang satu sama lainnya saling
dan tujuan negara yang diinginkan oleh
berkaitan untuk dapat menjadi satu
bangsa yang mendirikan dan
kesatuan yang sempurna. Oleh karena
mempertahankan negara Indonesia.1
itu, negara dan konstitusi merupakan dua

1
Dahlan Thaib, Teori dan Hukum Konstitusi,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 16.

305
Rugun Romaida Hutabarat, Luisa Srihandayani
Kexia Goutama dan Yoefanca Halim
Penegakan Hukum Kehutanan…
Vol. 16, No. 2, Oktober 2018

Salah satu tujuan nasional yang dipergunakan untuk sebesar-


besarnya kemakmuran rakyat”
tercantum dalam Alinea IV Pembukaan
UUD NRI 1945 yaitu “Memajukan Selanjutnya, Pasal 33 ayat (3)
kesejahteraan sosial.” Hal ini menjadi tersebut dijabarkan dalam Undang-
landasan bahwa secara substansi UUD Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
NRI 1945 tidak hanya terkait dengan Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
pengaturan lembaga-lembaga negara dan (UUPA). Pasal 2 ayat (1) UUPA
struktur pemerintahan semata, namun menyatakan: “Atas dasar ketentuan
lebih daripada itu, konstitusi juga dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
sejatinya memiliki dimensi pengaturan Dasar dan hal-hal sebagai yang
ekonomi dan kesejahteraan sosial yang dimaksud dalam pasal 1, bumi air dan
secara khusus tertuang di dalam Pasal 33 ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
UUD NRI 1945.2 Pasal ini merupakan yang terkandung di dalamnya itu pada
bukti yang menunjukkan bahwa tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara,
Indonesia adalah negara kesejahteraan.3 sebagai organisasi kekuasaan seluruh
Tak hanya itu, pasal ini juga rakyat.” Secara konkret, contoh salah
mencerminkan cita-cita, suatu keyakinan satu unsur kekayaan alam adalah hutan.
yang dipegang teguh serta diperjuangkan Hutan merupakan sumber daya alam
secara konsisten oleh para pimpinan yang memiliki nilai strategis dalam
pemerintahan.4 Pasal 33 ayat (2) dan (3) pembangunan bangsa dan negara yang
amandemen 4 (empat) UUD NRI 1945, dikuasai oleh negara dan dipergunakan
menyebutkan: untuk kesejahteraan rakyat secara
“(2) Cabang-cabang produksi yang keseluruhan.5 Namun, dalam diskursus
penting bagi Negara dan yang
Hak Asasi Manusia (HAM), khususnya
menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh Negara hak masyarakat adat, terdapat banyak
(3) Bumi, air dan kekayaan alam
sekali permasalahan mengenai
yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan

2
Dimensi pengaturan ekonomi dan kesejahteraan Indonesia Tahun 1945, (Jakarta: Rajawali Pers,
sosial yang tertuang di dalam Pasal 33 dan 34 2009), hlm. 79.
4
UUD 1945. Pasal ini merupakan konsekuensi Bagir Manan, Pertumbuhan dan
dari tujuan dari berdirinya negara Indonesia, hal Perkembangan Konstitusi Suatu Negara,
ini ditunjukkan di dalam Pembukaan UUD 1945 Bandung: Mandar Maju, 1995, hlm. 45.
5
pada alinea ke-4, yang rumusannya sebagai Salim, Hukum, Kehutanan & Hukum
berikut: “Kemudian daripada itu untuk Perkebunan di Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika,
membentuk suatu pemerintah 2010), Cet. 1 , hlm 17
3
Jimly Asshiddiqie, Green Constitution: Nuansa
Hijau Undang-Undang Dasar Negara Republik

306
Rugun Romaida Hutabarat, Luisa Srihandayani
Kexia Goutama dan Yoefanca Halim
Penegakan Hukum Kehutanan…
Vol. 16, No. 2, Oktober 2018

penegakan hukum bagian hak ekonomi, Faktanya, pasal-pasal tersebut tidak


sosial dan budaya. Mekanisme mampu memberikan keadilan dan
penegakan hak tersebut sangat sulit perlindungan bagi masyarakat hukum
karena belum terdapat instrumen hukum adat. Pelanggaran masif di bidang hak
yang jelas dan matang untuk menjamin adat, seperti pembalakan hutan ulayat
dan menegakkan hak masyarakat adat. masih belum terjangkau oleh negara.
Sumber daya hutan seharusnya Bahkan, bukannya berupaya untuk
dapat dimanfaatkan secara optimal bagi memulihkan hak masyarakat hukum adat
kemakmuran rakyat dalam jangka dari berbagai pelanggarannya, terkadang
panjang, baik untuk saat ini maupun negara justru mempelopori
untuk generasi yang akan datang dengan pengkriminalisasian masyarakat hukum
tetap mendasarkan kepada pemanfaatan adat tersebut. Hal ini mengakibatkan
hutan yang lestari, dan juga harus konflik agraria di sektor kehutanan yang
menghormati hak masyarakat adat hingga kini belum mampu diselesaikan
setempat. Mengacu pada pasal 67 ayat oleh pemerintah. Bila dilihat dari jumlah
(1) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang konflik agraria, posisi pertama ditempati
Kehutanan (UU Kehutanan) dinyatakan oleh sektor perkebunan sebesar 127
bahwa masyarakat hukum adat konflik dan disusul sektor infrastruktur
sepanjang menurut kenyataannya masih sebanyak 70 konflik. Dari total area
ada dan diakui keberadaannya, berhak: 6 konflik agraria seluas 400.430,00 hektar,
a) melakukan pemungutan hasil area konflik paling luas pada 2015
hutan untuk pemenuhan
berada di sektor perkebunan dan sektor
kebutuhan sehari-hari
masyarakat adat yang kehutanan.7 Hal ini dapat kita lihat pada
bersangkutan;
UU Nomor 18 tahun 2013 tentang
b) melakukan kegiatan pengelolaan
hutan berdasarkan hukum adat Pencegahan dan Pemberantasan
yang berlaku dan tidak
Perusakan Hutan (UU P3H) yang
bertentangan dengan undang-
undang; sebenarnya ditujukan untuk melindungi
c) mendapatkan pemberdayaan
hutan dari kerusakan dan kejahatan yang
dalam rangka meningkatkan
kesejahteraannya terorgasnisasi maupun lintas negara
yang dilakukan dengan modus operandi

6
Undang-undang nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan", https://properti.kompas.com/read/2
Kehutanan 016/01/06/061504721/Area.Konflik.Agraria.Ter
7
Artikel, Arimbi Ramadhiani, "Area Konflik luas.di.Sektor.Perkebunan.dan.Kehutanan,
Agraria Terluas di Sektor Perkebunan dan diakses tanggal 14 April 2018.

307
Rugun Romaida Hutabarat, Luisa Srihandayani
Kexia Goutama dan Yoefanca Halim
Penegakan Hukum Kehutanan…
Vol. 16, No. 2, Oktober 2018

yang canggih.8 Tetapi, justru digunakan penelitian ini hanya sebagai data
oleh aparat pemerintah untuk penunjang.9 Penelitian ini juga
mengkriminalisasi masyarakat hukum menggunakan beberapa pendekatan
adat yang melakukan perladangan yaitu pendekatan perundang-undangan
tradisional atau pemungutan hasil hutan (statute approach) dilakukan dengan
untuk pemenuhan kebutuhan hidup menelaah semua undang-undang dan
sehari-hari. Peningkatan kriminalisasi regulasi yang berkaitan dengan isu
ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah hukum yang ditangani 10. Adapun, isu
masyarakat hukum adat, masyarakat hukum yang ditangani dalam tulisan ini
lokal, dan masyarakat desa yang adalah problematika penegakan dan
dipenjarakan karena bersinggungan pengimplementasian UU P3H bagi
dengan kawasan hutan. Berdasarkan hal masyarakat hukum adat. Pendekatan
tersebut, tulisan ini akan membahas yang digunakan adalah pendekatan
mengenai bagaimana eksistensi yuridis normatif yaitu dengan mengkaji
masyarakat hukum adat dan hak ulayat atau menganalisis data sekunder yang
kehutanan di Indonesia dan bagaimana terdiri dari berbagai literatur maupun
penegakan hukum kehutanan dalam UU jurnal yang membahas mengenai
P3H ditinjau dari perspektif keadilan masyarakat adat dan hak ulayatnya.
hukum hutan adat. Hasil penelitian ini bersifat deskriptif
analitis dan preskriptif. Deskriptif
analitis yaitu suatu penelitian yang
B. Metode Penelitian
dilakukan secara deskriptif, terbatas
Metode yang digunakan dalam
pada usaha mengungkapkan suatu
tulisan ini adalah yuridis normatif yaitu
masalah dan keadaan sebagaimana
penelitian kepustakaan (Librarian
adanya, sehingga hanya bersifat
Research), berupa penelitian terhadap
mengungkap atau memaparkan suatu
data. Sedangkan data primer dalam
peristiwa maupun fakta yang ada secara

8
Konsiderans huruf e Undang-Undang Nomor yang efektif dan pemberian efek jera diperlukan
18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan landasan hukum yang kuat dan yang mampu
Pemberantasan Perusakan Hutan. “bahwa menjamin efektivitas penegakan hukum.”
9
perusakan hutan sudah menjadi kejahatan yang Rony Hanitiyo Soemitro, Metode Penelitian
berdampak luar biasa, terorganisasi, dan lintas Hukum dan Juri Metri, (Jakarta: Ghalia
negara yang dilakukan dengan modus operandi Indonesia, 1994), hlm. 5.
10
yang canggih, telah mengancam kelangsungan Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,
kehidupan masyarakat sehingga dalam rangka (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 93.
pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan

308
Rugun Romaida Hutabarat, Luisa Srihandayani
Kexia Goutama dan Yoefanca Halim
Penegakan Hukum Kehutanan…
Vol. 16, No. 2, Oktober 2018

rinci, sistematis, dan menyeluruh Batak dan Nias (3) Minangkabau,


sedangkan preskriptif merupakan Mentawai, (4) Sumatera Selatan,
pemecahan atas isu hukum yang Enggano, (5) Melayu, (6) Bangka,
diajukan dan secara etimologi berarti apa Belitung, (7) Kalimantan, (8) Minahasa,
yang seharusnya.11 (9) Gorontalo, (10) Toraja, (11) Sulawesi
Selatan, (12) Kepulauan Ternate, (13)
C. Hasil dan Pembahasan
Maluku, (14) Irian Barat, (15)
1. Eksistensi Masyarakat Hukum Kepulauan Timor, (16) Bali, Lombok,
Adat dan Hak Ulayat Kehutanan
(17) Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura,
di Indonesia
Menurut Kusumadi Pujosewojo (18) Solo, Yogyakarta, (19) Jawa Barat,
adalah masyarakat yang timbul secara Jakarta.13
spontan di wilayah tertentu, berdirinya
Pada tahun 1999, Kongres
tidak ditetapkan atau diperintahkan oleh
Masyarakat Adat Nusantara I (KMAN I)
penguasa yang lebih tinggi atau
menetapkan definisi kerja bagi
penguasa lainnya, dengan rasa
Komunitas Masyarakat Adat sebagai
solidaritas sangat besar diantara anggota,
“Komunitas-Komunitas yang hidup
memandang bukan anggota masyarakat
berdasarkan asal-usul leluhur secara
sebagai orang luar dan menggunakan
turun-temurun di atas suatu wilayah adat,
wilayahnya sebagai sumber kekayaan
yang memiliki kedaulatan atas tanah dan
yang hanya dapat dimanfaatkan
kekayaan alam, kehidupan sosial budaya
sepenuhnya oleh anggotanya.12
yang diatur oleh hukum adat, dan
Eksistensi masyarakat hukum adat
lembaga adat yang mengelola
masih sangat mengakar di Indonesia,
keberlangsungan kehidupan
dilihat dari keberadaan wilayah
masyarakatnya”.14 Definisi tersebut
masyarakat hukum adat di Indonesia
menunjukkan adanya keterkaitan yang
yang menurut hasil penelitian Van
erat antara masyarakat hukum adat
Vollenhoven terdapat 19 wilayah hukum
dengan kedaulatan atas tanah dan
adat yaitu: (1) Aceh, (2) Gayo, Alas,

11 13
Titon Slamet Kurnia dkk, Pendidikan Hukum, Husen Alting, Dinamika Hukum dalam
Ilmu Hukum dan Penelitian Hukum Di Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat
Indonesia:Sebuah Reorientasi, (Yogyakarta: Hukum Adat atas Tanah, Yogyakarta, 2010.,hal.
Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 129. 31
12 14
Maria S.W Sumardjono, Kebijakan http://www.aman.or.id/wp-
Pertanahan, antara Regulasi dan Implementasi, content/uploads/2017/02/PROFIL-
Penerbit Buku Kompas, Jakarta 2001., hal.56 AMAN_Update_Bahasa_Oct2016.pdf, diakses
pada tanggal 23 Maret 2018.

309
Rugun Romaida Hutabarat, Luisa Srihandayani
Kexia Goutama dan Yoefanca Halim
Penegakan Hukum Kehutanan…
Vol. 16, No. 2, Oktober 2018

kekayaan alam sebagai milik masyarakat menurut kenyataannya masih ada, harus
hukum adat itu. Hak yang dimiliki sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
masyarakat hukum adat untuk kepentingan nasional dan negara, yang
menguasai tanah serta memanfaatkan berdasarkan atas persatuan bangsa serta
kekayaannya atas tanah itu, yang berada tidak boleh bertentangan dengan
dalam lingkungan wilayah tertentu inilah undang-undang dan peraturan-peraturan
yang disebut dengan hak ulayat. Menurut lain yang lebih tinggi”. Mahkamah
Boedi Harsono, hak ulayat merupakan konstitusi melalui Putusan Nomor
wewenang dan kewajiban suatu 31/PUU-V/2007 menegaskan setidaknya
masyarakat hukum adat, yang ada lima kriteria agar masyarakat hukum
berhubungan dengan tanah yang terletak adat dikatakan “masih hidup”, baik yang
dalam lingkungan wilayahnya, yang bersifat teritorial, geneologis, maupun
merupakan pendukung utama yang bersifat fungsional yaitu: (1)
penghidupan dan kehidupan masyarakat adanya masyarakat yang warganya
yang bersangkutan sepanjang masa.15 memiliki perasaan kelompok (in- group
Eksistensi masyarakat hukum adat feeling); (2) adanya pranata
dan hak ulayat itu sendiri masih diakui pemerintahan adat; (3) adanya harta
dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD NRI kekayaan dan/atau benda-benda adat; (4)
1945 yang menyatakan bahwa “Negara adanya perangkat norma hukum adat; (5)
mengakui dan menghormati kesatuan- Khusus pada kesatuan masyarakat
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hukum adat yang bersifat teritorial juga
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih terdapat unsur adanya wilayah tertentu.
hidup dan sesuai dengan perkembangan Adapun contoh konkret pengakuan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan mengenai eksistensi masyarakat hukum
Republik Indonesia”. Adanya adat dan hak ulayatnya dapat kita lihat
pengakuan hak ulayat inipun tercantum pada UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang
dalam Pasal 3 UUPA yang menyebutkan Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua,
bahwa “Pelaksanaan hak ulayat dan hak- Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang
hak yang serupa itu dari masyarakat- dipunyai oleh masyarakat hukum adat
masyarakat hukum adat, sepanjang tertentu atas suatu wilayah tertentu yang

15
Suriyaman Mustari Pide, Hukum Adat Dahulu,
Kini, dan Akan Datang, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2014), hlm. 119.

310
Rugun Romaida Hutabarat, Luisa Srihandayani
Kexia Goutama dan Yoefanca Halim
Penegakan Hukum Kehutanan…
Vol. 16, No. 2, Oktober 2018

merupakan lingkungan hidup para yang lebih rendah untuk


warganya, yang meliputi hak untuk operasionalisasinya sehingga
memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta masyarakat hukum adat seringkali hanya
isinya sesuai dengan peraturan diberikan hak untuk memanfaatkan
perundang-undangan.16 sumber daya hutan.19 Hal ini dapat
Pemanfaatan hutan oleh masyarakat dilihat dalam Undang-Undang No. 41
hukum adat dapat dikaitkan dengan Tahun 1999 tentang Kehutanan,
kedudukan hak ulayat dalam hak Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
menguasai negara, dimana pada pasal 2 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
ayat (4) UUPA menyebutkan bahwa Pulau-Pulau Kecil, Undang-Undang
“Hak menguasai dari Negara tersebut di Nomor 18 Tahun 2013 tentang
atas pelaksanaannya dapat dikuasakan Pencegahan dan Pemberantasan
kepada daerah-daerah swatantra dan Perusakan Hutan, dan berbagai peraturan
masyarakat-masyarakat hukum adat, perundang-undangan lain.
sekedar diperlukan dan tidak Kedudukan hak ulayat dalam
bertentangan dengan kepentingan masyarakat hukum adat ini semakin
nasional, menurut ketentuan-ketentuan lemah dengan adanya Peraturan
Peraturan Pemerintah”.17 Adanya Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
pengaturan tersebut memperlihatkan tentang Pendaftaran Tanah karena
bahwa kedudukan hak ulayat bukan lagi Keberadaan Hak Ulayat di Indonesia
merupakan wewenang absolut dari hanya sebatas diakui oleh peraturan-
masyarakat karena kewenangannya itu peraturan yang ada akan tetapi tidak
ditentukan oleh mandat negara.18 Namun disertai dengan pendaftaran atas hak
demikian Pasal 2 ayat (4) UUPA tersebut tersebut20 sehingga dianggap tidak
tidak ditindaklanjuti dengan peraturan memiliki bukti yang kuat dan terus-

16
Pasal 1 huruf s UU Nomor 21 Tahun 2001 masyarakat hukum dan daerah-daerah lainnya di
tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. dalam lingkungan Negara sebagai kesatuan”.
17 18
Memperjelas hal tersebut, Penjelasan II angka Ibid., hlm. 125.
(3) UUPA menyatakan bahwa “Kepentingan 19
Bambang Daru Nugroho, “Pengelolaan Hak
sesuatu masyarakat hukum harus tunduk pada Ulayat Kehutanan yang Berkeadilan dalam
kepentingan nasional dan Negara yang lebih luas Kaitan Pemberian Izin HPH Dihubungkan
dan hak ulayatnya pun pelaksanaannya harus dengan Hak Menguasai Negara atas Sumber
sesuai dengan kepentingan yang lebih luas itu. Daya Alam”, Jurnal Hukum Litigasi, Volume 11
Tidaklah dapat dibenarkan, jika di dalam alam Nomor 1, April 2010, hlm. 416.
20
bernegara dewasa ini sesuatu masyarakat hukum Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
masih mempertahankan isi dan pelaksanaan hak 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
ulayatnya secara mutlak, seakan-akan ia terlepas menyatakan bahwa obyek pendaftaran tanah
daripada hubungannya dengan masyarakat- meliputi: a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai

311
Rugun Romaida Hutabarat, Luisa Srihandayani
Kexia Goutama dan Yoefanca Halim
Penegakan Hukum Kehutanan…
Vol. 16, No. 2, Oktober 2018

menerus kalah dengan pemerintah atau selayaknya negara memberikan jaminan


pemegang izin hak pengelolaan hutan pemenuhan dan perlindungan atas hak-
yang memiliki kelengkaan bukti hak warga negara. Hal ini termasuk pula
pemilikan dan penguasaan.21 Bahkan, jaminan pemenuhan dan perlindungan
sekarang ini banyak masyarakat hukum hak bagi masyarakat hukum adat yang
adat dikriminalisasi karena wilayahnya merupakan bagian dari warga negara
yang digunakan untuk aktivitas Indonesia. Bahkan apabila dilihat secara
perladangan tradisional atau historis, masyarakat hukum adat inilah
dimanfaatkan untuk pemenuhan yang sejak dahulu telah tinggal di
kebutuhan sehari-hari diklaim sebagai wilayah Indonesia dan hidup dari
hutan negara yang masih belum jelas berbagai kekayaan alam dalam batasan-
proses hukumnya22 ataupun diklaim batasan wilayahnya sendiri yang pada
sebagai hutan produksi yang harus penjelasan sebelumnya disebut dengan
dilindungi. Kenyataan demikian hak ulayat.
menunjukkan bahwa eksistensi Secara yuridis, pemerintah telah
masyarakat hukum adat dan hak mengakui keberadaan masyarakat
ulayatnya masih ada dan diakui secara hukum adat beserta dengan hak-hak
yuridis namun kurang mendapat ulayatnya sebagaimana tercantum dalam
perhatian dan perlindungan dari Pasal 18 B Ayat (2) UUD NRI 1945,
pemerintah Indonesia. UUPA, Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
2. Penegakan Hukum Kehutanan (UU HAM), ataupun dalam peraturan
dalam UU P3H ditinjau dari
perundang-undangan lain. Dari berbagai
Perspektif Keadilan Hukum
Hutan Adat peraturan tersebut selalu dapat
disimpulkan bahwa hak ulayat
Sebagai konsekuensi Pasal 1 ayat
masyarakat hukum adat pun harus tunfuk
(3) UUD NRI 1945 yang menyatakan
dalam batasan-batasan hukum nasional
bahwa, “Negara Indonesia adalah
dan memperhatikan kepentingan
Negara Hukum”, maka sudah
nasional. Namun, tentu pemerintah tidak

22
dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna http://www.aman.or.id/wp-
bangunan dan hak pakai. b. Tanah hak content/uploads/2015/05/Siaran-Pers-
pengelolaan c. Tanah wakaf d. Hak milik atas Pernyataan-AMAN-dalam-Memperingati-2-
satuan rumah susun e. Hak tanggungan f. Tanah tahun-Putusan-MK-35.pdf, diakses pada tanggal
Negara. 23 Maret 2018
21
Ibid., hlm. 421.

312
Rugun Romaida Hutabarat, Luisa Srihandayani
Kexia Goutama dan Yoefanca Halim
Penegakan Hukum Kehutanan…
Vol. 16, No. 2, Oktober 2018
23
boleh sewenang-wenang ataupun paksa. Koalisi Anti-Mafia Hutan
seenaknya dalam mengatur mengenai mencatat terdapat 53 warga yang telah
hak ulayat masyarakat hukum adat terjerat UU P3H, 43 orang diantaranya
tersebut. Mengingat hak ulayat itu divonis bersalah dengan hukuman 18
merupakan salah satu hak paling bulan penjara. Kondisi di atas menjadi
fundamental bagi kesatuan masyarakat gambaran betapa rentannya naib petani
hukum adat yang tidak terpisahkan akibat keberadaan UU P3H. 24 Hal ini
dalam kehidupan mereka. menggambarkan bahwa masyarakat
Pada kenyataannya, berbagai hukum adat seringkali belum
landasan yuridis yang menyatakan diperhatikan dan dilindungi oleh
bahwa negara menghormati, pemerintah Indonesia.
menghargai, dan melindungi hak Perlu diketahui, pada Pasal 5 Ayat
masyarakat hukum adat tersebut belum (1) Undang-undang No. 41 Tahun 1999
dapat diwujudnyatakan secara optimal. tentang Kehutanan (UU Kehutanan),
Hal ini dapat dilihat dari salah satu disebutkan jenis-jenis hutan berdasarkan
permasalahan yang masih terus terjadi statusnya adalah:25
hingga sekarang yakni mengenai a. Hutan Negara adalah hutan yang
berada dalam tanah yang tidak
pengkriminalisasian masyarakat hukum
dibedani hak atas tanah.
adat yang berhubungan dengan kawasan b. Hutan hak adalah hutan yang
berada pada tanah yang dibebani
hutan. Berdasarkan catatan Konsorsium
hak atas tanah.
Pembaruan Agraria (KPA), konflik
Selanjutnya, Pasal 5 Ayat (2) UU
agraria sepanjang tahun 2004-2015 di
Kehutanan menyebutkan : “Hutan
sektor kehutanan berjumlah 164 konflik,
Negara dapat berupa hutan adat26, yaitu
yang secara tidak langsung juga telah
hutan Negara yang diserahkan
menyebabkan 1.673 petani dan warga
pengelolaanya kepada masyarakat
desa ditangkap dan dipidanakan secara
hukum adat.”

23
http://www.kpa.or.id/news/blog/bebaskan- merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan
kakek-sudjana-hentikan-kriminalisasi-petani- dari siklus kehidupan komunitas adat
hapus-uu-p3h-jalankan-reforma-agraria/, diakses penghuninya, merupakan hak ulayat masyarakat
pada tanggal 23 Maret 2018. adat yang meliputi air, tumbuh-tumbuhan
24
Ibid. (pepohonan), binatang, bebatuan yang memiliki
25
Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang nilai ekonomis (di dalam tanah), bahan galian,
Kehutanan dan juga sepanjang pesisir pantai, juga di atas
26
Menurut Mahdi (dalam Abdurahman dan permukaan air, di dalam air, maupun bagian
Wentzel, 1997:56) hutan adat adalah kawasan tanah yang berada dialamnya.
hutan yang berada di dalam wilayah adat yang

313
Rugun Romaida Hutabarat, Luisa Srihandayani
Kexia Goutama dan Yoefanca Halim
Penegakan Hukum Kehutanan…
Vol. 16, No. 2, Oktober 2018

Sebelum adanya putusan MK No. adalah hak yang dimiliki oleh suatu
35/PUU-X/2012, walaupun istilahnya persekutuan hukum desa dan suku,
disebut sebagai “hutan adat”, masyarakat dimana para warga masyarakat
hukum adat sesungguhnya tidak persekutuan hukum tersebut mempunyai
memiliki kekuasaan secara penuh atas hak untuk menguasai tanah, yang
jenis hutan ini. Melalui putusan MK No. pelaksanaannya diatur oleh ketua
35/PUU-X/2012, prinsip-prinsip di atas persekutuan kepala suku atau kepala
telah dirubah secara cukup radikal. desa yang bersangkutan.28
Sehingga, prinsip pengaturan dalam UU Faktanya pemisahan hutan adat dari
No. 41 Tahun 1999 menyangkut hutan negara dan hak ulayat ini masih
eksistensi hutan adat sekarang menjadi terabaikan dan kriminalisasi masyarakat
terpisah dari hutan negara. Hal ini hukum adat masih terus terjadi. Terdapat
merujuk pada pendapat MK yang kasus yang dikemukakan oleh Yayasan
menyatakan bahwa sesuai dengan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
pengaturan dalam pasal 18B Ayat (2) yakni di mana terdapat dua anggota
UUD 1945, kesatuan masyarakat hukum kesatuan masyarakat hukum adat nagari
adat adalah suatu subyek hukum yang Koto Malintang Kecamatan Tanjung
memiliki kapasitas untuk menyandang Raya Kabupaten Agam, Agusri Masnefi
hak (dan kewajiban), dan oleh karenanya dan Erdi Datuak Samiak yang
masyarakat hukum adat sudah mendekam ditahanan Polres Agam sejak
seharusnya memiliki hak atas hutan.27 27 September 2017. Dugaan tindak
Mengingat hutan adat merupakan pidana yang dikenakan terhadap Agusri
bagian dari hak ulayat masyarakat Masnefi adalah “Melakukan penebangan
hukum adat, maka dalam pohon dalam kawasan hutan secara tidak
pemanfaatannya hutan adat diatur oleh sah”, sebagaimana yang dimaksud dalam
kepala suku. Sebagaimana ditegaskan Pasal 82 ayat (1) huruf c UU P3H dan
oleh G. Kertasapoetra dan kawan-kawan terancam hukuman penjara paling lama
dalam bukunya Hukum Tanah, Jaminan lima tahun dan denda sedikitnya lima
UUPA Bagi Keberhasilan ratus juta rupiah. Masyarakat sendiri
Pendayagunaan Tanah, hak ulayat hanya mengetahui bahwa tanah tersebut

27
Safrin Salam Vol.7 No.2 Agustus 2016, hlm. Jaminan Undang- Undang Pokok Agraria Bagi
209-224. Keberhasilan Pendayagunaan Tanah, Jakarta:
28
G. Kertasapoetra, R. G Kartasapoetra, AG. Bina aksara, 1985, hlm. 88
Kartasapoetra, A. Setiady, Hukum Tanah,

314
Rugun Romaida Hutabarat, Luisa Srihandayani
Kexia Goutama dan Yoefanca Halim
Penegakan Hukum Kehutanan…
Vol. 16, No. 2, Oktober 2018

adalah parak, ulayat suku tanjung. Titik yang secara substansi memiliki banyak
penebangan berada pada hamparan datar kemiripan dengan UU P3H. Mengingat
dekat sawah-sawah dan peladangan UU P3H itu sendiri merupakan Lex
masyarakat yang selama ini telah mereka Specialis dari UU Kehutanan. Misalnya
kelola secara turun temurun. Masyarakat dalam Pasal 12 huruf a dan b UU P3H
sadar sebagai bagian dari warga negara yang menyatakan bahwa “Setiap orang
Republik Indonesia mereka harus dilarang: a. melakukan penebangan
menghormati hukum, karena itu pula pohon dalam kawasan hutan yang tidak
sekalipun menebang kayu di parak atau sesuai dengan izin pemanfaatan hutan
di ulayat-ulayat suku, masyarakat tetap dan b. melakukan penebangan pohon
berkoordinasi dengan jorong dan wali dalam kawasan hutan tanpa memiliki
nagari sebagai representasi pemerintah izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang
RI, dalam kasus ini sudah ada berwenang”. Pasal tersebut hampir
rekomendasi dari jorong dan wali nagari. serupa dengan Pasal 50 ayat (3) huruf e
Berbekal surat izin ini Agusri Masnefi UU Kehutanan yang menyebutkan
meminta tolong kepada bantuan Erdi Dt. bahwa “setiap orang dilarang menebang
Samiak untuk menebang dua pohon kayu pohon atau memanen atau memungut
bayur. Namun kemudian Erdi Dt. hasil hutan di dalam hutan tanpa
Samiak yang sedang menebang kayu memiliki hak atau izin dari pejabat yang
ditangkap oleh Tim Gabungan Polisi berwenang”.
Kehutanan dan Polres Agam. Ia pun Dalam kasus tertentu, pelanggaran
memperlihatkan surat yang dimilikinya terhadap hak masyarakat hukum adat ini
namun tidak dihiraukan oleh penegak cukup mengkhawatirkan yang mana
hukum. Ia langsung dibawa ke bahkan aparat penegak hukum
Kepolisian Resor Agam pada 27 menggunakan upaya kekerasan. Hal ini
September Tahun 2017.29 terjadi pada Bulan November 2011 di
Kekhawatiran masyarakat terhadap mana masyarakat adat Pekasa, didatangi
kemungkinan dikriminalisasi melalui Dinas Kehutanan Provinsi NTB bersama
UU P3H pun semakin tinggi lantaran tim gabungan Pemerintah Daerah untuk
banyak pengalaman masyarakat telah mengusir Masyarakat Adat Pekasa dai
dikriminalisasi melalui UU Kehutanan tempat tinggalnya dengan alasan tanah

29
http://www.ylbhi.or.id/2017/11/menebang- adat-ditetapkan-tersangka/ diakses pada tanggal
kayu-di-tanah-ulayat-dua-orang-masyarakat- 23 Februari 2018.

315
Rugun Romaida Hutabarat, Luisa Srihandayani
Kexia Goutama dan Yoefanca Halim
Penegakan Hukum Kehutanan…
Vol. 16, No. 2, Oktober 2018

yang ditempati merupakan wilayah yang terdiri atas 2 (dua) orang


atau lebih, dan yang bertindak
hutan lindung. Selanjutnya pada 21
secara bersamasama pada waktu
Desember 2011, sekitar 30 personel yang tertentu dengan tujuan
melakukan perusakan hutan.
terdiri dari TNI, polisi, dan polisi hutan
(3) Kelompok terstruktur
dari Kabupaten Sumbawa Barat dengan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tidak termasuk kelompok
membawa senjata laras panjang
masyarakat yang bertempat
mendatangi wilayah Pekasa dan tinggal di dalam dan/atau di
sekitar kawasan hutan yang
membakar tumah tempat tinggal
melakukan perladangan
Masyarakat Adat Pekasa. Tanpa dialog tradisional dan/atau melakukan
penebangan kayu di luar
dan diberi kesempatan menyelematkan
kawasan hutan konservasi dan
harta benda, aparat keamanan mengusir hutan lindung untuk keperluan
sendiri dan tidak untuk tujuan
warga, dan membakar seluruh rumah
komersial.
warga, dari semua itu hanya tersisa 1
Namun hal itu kemudian menjadi
buah masjid.30
ganjil manakala dalam Pasal 11 ayat (4)
Miris melihat berbagai perlakuan
dituliskan “Masyarakat yang bertempat
yang demikian terjadi pada masyarakat
tinggal di dalam dan/atau di sekitar
hukum adat yang seharusnya
kawasan hutan yang melakukan
eksistensinya dilindungi oleh negara.
penebangan kayu di luar kawasan hutan
Memahami kesalahan dan
konservasi dan hutan lindung untuk
ketidakhadiran negara itu nampaknya
keperluan sendiri dan tidak untuk tujuan
telah dimulai dari rumusan perundang-
komersial harus mendapat izin dari
undangan yang keliru. Menilik dalam
pejabat yang berwenang sesuai dengan
materi Pasal 11 UU P3H maka
ketentuan peraturan perundang-
disebutkan bahwa :
undangan.” Bahkan dalam pasal-pasal
(1) Perbuatan perusakan hutan
sebagaimana dimaksud dalam lain misalnya Pasal 12 huruf b UU P3H
Undang-Undang ini meliputi
dapat kita temukan kembali bahwa
kegiatan pembalakan liar
dan/atau penggunaan kawasan “Setiap orang dilarang melakukan
hutan secara tidak sah yang
penebangan pohon dalam kawasan hutan
dilakukan secara terorganisasi.
(2) Perbuatan perusakan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan
secara terorganisasi merupakan
oleh pejabat yang berwenang”. Pada
kegiatan yang dilakukan oleh
suatu kelompok yang terstruktur,
30
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 95/PUU-
XII/2014, hlm. 15.

316
Rugun Romaida Hutabarat, Luisa Srihandayani
Kexia Goutama dan Yoefanca Halim
Penegakan Hukum Kehutanan…
Vol. 16, No. 2, Oktober 2018

Pasal 82, tindakan setiap orang yang dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) bulan dan
memanfaatkan hutan tanpa izin ini
paling lama 2 (dua) tahun
bahkan diberi sanksi pidana. Bunyi Pasal dan/atau pidana denda paling
sedikit Rp500.000,00 (lima ratus
82 UU P3H itu sendiri yakni :
ribu rupiah) dan paling banyak
(1) Orang perseorangan yang dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus
sengaja: juta rupiah).
a. melakukan penebangan
pohon dalam kawasan hutan Bila melihat dalam berbagai contoh
yang tidak sesuai dengan izin
kasus di atas, pasal-pasal seperti inilah
pemanfaatan hutan
sebagaimana dimaksud yang digunakan untuk
dalam Pasal 12 huruf a;
mengkriminalisasi masyarakat hukum
b. melakukan penebangan
pohon dalam kawasan hutan adat. Mengenai pasal-pasal demikian,
tanpa memiliki izin yang
Mahkamah Konstitusi melalui Putusan
dikeluarkan oleh pejabat
yang berwenang Mahkamah Konstitusi No. 95/PUU-
sebagaimana dimaksud
XII/2014 telah memberikan penafsiran
dalam Pasal 12 huruf b;
dan/atau terhadap Pasal 50 ayat (3) huruf e dan i
c. melakukan penebangan
UU Kehutanan31 yang substansinya
pohon dalam kawasan hutan
secara tidak sah sebagaimana hampir serupa dengan Pasal 11 ataupun
dimaksud dalam Pasal 12
Pasal 12 UU P3H yakni bahwa Pasal 50
huruf c dipidana dengan
pidana penjara paling singkat ayat (3) huruf e dan i dinyatakan
1 (satu) tahun dan paling
bertentangan dengan Undang-Undang
lama 5 (lima) tahun serta
pidana denda paling sedikit Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
Rp500.000.000,00 (lima
1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa
ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp2.500.000.000,00 ketentuan yang dimaksud dikecualikan
(dua miliar lima ratus juta
terhadap masyarakat yang hidup secara
rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana turun temurun di dalam hutan dan tidak
sebagaimana dimaksud pada ayat
ditujukan untuk kepentingan
(1) dilakukan oleh orang
perseorangan yang bertempat komersial.32 Melalui penafsiran tersebut
tinggal di dalam dan/atau di
maka ketentuan larangan ataupun
sekitar kawasan hutan, pelaku

31
Pasal 50 ayat (3) huruf e dan i Undang-Undang i. menggembalakan ternak di dalam kawasan
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus
menyatakan bahwa setiap orang dilarang: untuk maksud tersebut oleh pejabat yang
e. menebang pohon atau memanen atau berwenang;
32
memungut hasil hutan di dalam hutan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat 95/PUU-XII/2014, hlm. 185.
yang berwenang;

317
Rugun Romaida Hutabarat, Luisa Srihandayani
Kexia Goutama dan Yoefanca Halim
Penegakan Hukum Kehutanan…
Vol. 16, No. 2, Oktober 2018

pengkriminalisasian tidak dapat pula kasus yang dialami Agus Manesfri


diberlakukan bagi masyarakat hukum yang masih saja terjadi setelah adanya
adat yang telah hidup turun-temurun dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
memanfaatkan hutan untuk tujuan non- 95/PUU-XII/2014.
komersial. Dengan adanya putusan ini Permasalahan mengenai hutan adat
seharusnya para aparat penegak ini telah menimbulkan ketidakadilan
hukumpun menindaklanjutinya sampai bagi masyarakat hukum adat. Mengenai
pada UU P3H yang merupakan peraturan teori keadilan, salah satu konsep yang
lebih khusus daripada UU Kehutanan itu diajarkan oleh Aristoteles yaitu keadilan
sendiri. Apalagi dalam substansi yang distributif menuntut bahwa setiap orang
hampir serupa yakni mengenai harus mendapat apa yang menjadi hak
pemanfaatan hutan dengan izin dari atau jatahnya; suum cuique tribuere (to
pejabat yang berwenang. reach his own).34 Masing-masing orang
Namun, lagi-lagi adanya penguatan mendapat bagian sesuai dengan
kedudukan bagi masyarakat hukum adat proporsinya bergantung pada posisi,
melalui putusan mahkamah konstitusi itu kedudukan, ataupun kondisi individu
tidak dihiraukan oleh aparat penegak tersebut. Pemenuhan keadilan distributif
hukum karena pada nyatanya sampai merupakan tugas pemerintah terhadap
sekarang ini masih banyak masyarakat warganya, menentukan apa yang dapat
hukum adat dikriminalisasi. Aliansi dituntut oleh warga masyarakat.35 Dalam
Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) konteks ini, pemerintah harus dapat
mencatat masyarakat adat masih menjadi secara bijaksana merumuskan dengan
salah pihak yang rentan terhadap praktik jelas berbagai peraturan sesuai dengan
kriminalisasi bermotif sumber daya alam hak-hak masyarakat dan tentu menjamin
dan berdasarkan data pada akhir tahun pula proses implementasinya. Ketika
2015 telah tercatat 220 kasus pemerintah berhasil memenuhi hak-hak
kriminalisasi terhadap masyarakat masyarakat sebagaimana mestinya maka
hukum adat di seluruh Indonesia.33 terciptalah keadilan itu. Lebih lanjut,
Berlanjutnya kriminalisasi ini termasuk John Rawls berpendapat bahwa keadilan

33
Pemerkosaan Menurut Pasal 285 KUHP”, Jurnal
https://www.kontras.org/home/index.php?modul Lex et Societatis, Volume II Nomor 5, 2014, hlm.
e=pers&id=2282, diakses pada tanggal 24 Maret 56.
35
2018 Ibid.
34
Suprima Ollifica Pratasi, “Implementasi Teori
Keadilan Komutatif terhadap Pelaku

318
Rugun Romaida Hutabarat, Luisa Srihandayani
Kexia Goutama dan Yoefanca Halim
Penegakan Hukum Kehutanan…
Vol. 16, No. 2, Oktober 2018

adalah kebajikan utama dari hadirnya bagi masyarakat hukum adat itu sendiri.
institusi-institusi sosial (social Apalagi, masyarakat hukum adat
institutions). Akan tetapi, menurutnya, dikriminalisasi hanya karena
kebaikan bagi seluruh masyarakat tidak memanfaatkan hasil hutan yang
dapat mengesampingkan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan
menggangu rasa keadilan dari setiap hidup. Padahal melihat kedudukan
orang yang telah memperoleh rasa masyarakat hukum adat tersebut sebagai
keadilan, khususnya masyarakat bagian dari warga negara Indonesia
lemah.36 Teori keadilan John Rawls maka sesuai dengan Pasal 33 ayat (3)
menolak jika lenyapnya kebebasan bagi UUD NRI 1945, “Bumi dan air dan
sejumlah orang dapat dibenarkan oleh kekayaan alam yang terkandung di
hal lebih besar yang didapatkan oleh dalamnya dikuasai oleh negara dan
orang lain, bahkan keadilan tidak dipergunakan untuk sebesar-besar
membiarkan pengorbanan yang kemakmuran rakyat”. Hal inilah yang
dipaksakan pada segelintir orang perlu menjadi perhatian pemerintah..
diperberat oleh sebagian besar
D. Penutup
keuntungan yang dinikmati banyak
orang.37 1. Kesimpulan
Mengenai hak masyarakat hukum
a. Eksistensi masyarakat hukum adat
adat, maka seharusnya pemerintah
beserta dengan hak-hak ulayatnya
memberikan jaminan akan pemenuhan
masih dihargai, dihormati, dan
hak masyarakat hukum adat tersebut
diakui sepanjang masih hidup dan
yang sebenarnya telah diatur dalam UU
sesuai dengan perkembangan
P3H serta dilengkapi dalam Putusan
masyarakat, kepentingan nasional,
Mahkamah Konstitusi Nomor 95/PUU-
dan prinsip-prinsip Negara
XII/2014. Kenyataan bahwa masih
Kesatuan Republik Indonesia. Hal
banyak aparat penegak hukum yang
ini tercantum dalam berbagai
mengkriminalisasi masyarakat hukum
peraturan perundang-undangan
adat justru menimbulkan ketidakadilan
seperti Pasa; 18 B ayat (2) UUD

36
Pan Mohamad Faiz, “Teori Keadilan John Kehutanan dan Perlindungan terhadap
Rawls”, Jurnal Konstitusi, Volume 6 Nomor 1, Masyarakat Hukum Adat, (Bandung: Refika
2009, hlm. 139. Aditama, 2015), hlm. 117.
37
Bambang Daru Nugroho, Hukum Adat : Hak
Menguasai Negara atas Sumber Daya Alam

319
Rugun Romaida Hutabarat, Luisa Srihandayani
Kexia Goutama dan Yoefanca Halim
Penegakan Hukum Kehutanan…
Vol. 16, No. 2, Oktober 2018

NRI 1945, UUPA, UU HAM, dsb. secara yuridis saja namun harus
Namun pengakuan tersebut masih terdapat peran nyata dari pemerintah
lemah lantaran belum terdapat baik itu dalam bentuk regulasi
aturan operasional yang mengatur ataupun gerakan konkret sehingga
lebih lanjut dan tidak adanya terdapat bentuk pengakuan nyata
pengaturan mengenai pendaftaran bagi masyarakat hukum adat
hutan ulayat itu sendiri sehingga sebagai bagian dari warga negara
masyarakat hukum adat tidak Indonesia yang tetap tunduk pada
memiliki bukti yang otentik yang hukum dan kepentingan nasional.
menjadi legitimasi keberadaannya. b. Perlu adanya perhatian khusus dari
b. Penegakan hukum UU P3H belum pemerintah untuk
dapat mewujudkan keadilan bagi mempertimbangkan beberapa pasal
masyarakat hukum adat di dalam UU P3H yang belum
Indonesia. Permasalahan dimulai memberikan keadilan bagi
dari tataran regulasi yang tidak masyarakat hukum adat serta
menguntungkan bagi posisi mengawasi implementasi dari
masyarakat hukum adat. Bahkan, peraturan-peraturan yang ada.
meskipun mahkamah konstitusi
telah memberikan penafsiran pada
Daftar Pustaka
UU Kehutanan yang substansiya
hampir serupa dengan materi UU A. Buku
P3H, hal itu tidak membuat Asshiddiqie, Jimly. Green Constitution:
Nuansa Hijau Undang-Undang
pemerintah mempertimbangkan Dasar Negara Republik Indonesia
kembali pengaturan UU P3H. Tahun 1945. Rajawali Pers,
Berbagai kriminalisasi terus Jakarta, 2009.
Daru Nugroho, Bambang. Hukum Adat :
berlanjut bahkan hingga sekarang
Hak Menguasai Negara atas
ini. Padahal penjaminan dan Sumber Daya Alam Kehutanan
perlindungan hak masyarakat adat dan Perlindungan terhadap
Masyarakat Hukum Adat. Refika
adalah kewajiban pemerintah.
Aditama, Bandung, 2015.
Mahmud Marzuki, Peter. Penelitian
2. Saran Hukum. Kencana, Jakarta, 2010.
Manan, Bagir. Pertumbuhan dan
a. Masyarakat hukum adat tidak hanya Perkembangan Konstitusi Suatu
perlu dihargai, dihormati, dan diakui

320
Rugun Romaida Hutabarat, Luisa Srihandayani
Kexia Goutama dan Yoefanca Halim
Penegakan Hukum Kehutanan…
Vol. 16, No. 2, Oktober 2018

Negara. Mandar Maju, Bandung, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960


1995. tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pide, Suriyaman Mustari. Hukum Adat Pokok Agraria
Dahulu, Kini, dan Akan Datang. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
Prenadamedia Group, Jakarta, tentang Kehutanan
2014. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013
Salim. Hukum, Kehutanan & Hukum tentang Pencegahan dan
Perkebunan di Indonesia. Sinar Pemberantasan Perusakan Hutan
Grafika, Jakarta, 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
Slamet Kurnia, Titon. Dkk. Pendidikan 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Hukum, Ilmu Hukum dan
Penelitian Hukum di Indonesia: D. Putusan Mahkamah Konstitusi
Sebuah Reorientasi. Pustaka Putusan Mahkamah Konstitusi No.
Pelajar, Yogyakarta, 2013. 95/PUU-XII/2014
Soemitro, Rony Hanitiyo. Metode
Penelitian Hukum dan Juri Metri. E. Website
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994. http://www.aman.or.id/wp-
Thaib, Dahlan. Teori dan Hukum content/uploads/2017/02/PROFIAMA
Konstitusi. Raja Grafindo Persada, N_Update_Bahasa_Oct2016.pdf
Jakarta, 2001. http://www.aman.or.id/wp-
content/uploads/2015/05/Siaran-
B. Jurnal Pers-Pernyataan-AMAN-dalam-
Daru Nugroho, Bambang. “Pengelolaan Memperingati-2-tahun-Putusan-
Hak Ulayat Kehutanan yang MK-35.pdf
Berkeadilan dalam Kaitan http://www.kpa.or.id/news/blog/bebask
Pemberian Izin HPH Dihubungkan an-kakek-sudjana-hentikan-
dengan Hak Menguasai Negara kriminalisasi-petani-hapus-uu-p3h-
atas Sumber Daya Alam”, Jurnal jalankan-reforma-agraria/
Hukum Litigasi, Volume 11 http://www.ylbhi.or.id/2017/11/meneba
Nomor 1, April 2010. ng-kayu-di-tanah-ulayat-dua-orang-
Mohamad Faiz, Pan “Teori Keadilan masyarakat-adat-ditetapkan-
John Rawls”, Jurnal Konstitusi, tersangka/
Volume 6 Nomor 1, 2009. https://www.kontras.org/home/index.ph
Ollifica Pratasi, Suprima. “Implementasi p?module=pers&id=2282
Teori Keadilan Komutatif https://properti.kompas.com/read/2016/
terhadap Pelaku Pemerkosaan 01/06/061504721/Area.Konflik.Agr
Menurut Pasal 285 KUHP”, Jurnal aria.Terluas.di.Sektor.Perkebunan.d
Lex et Societatis, Volume II an.Kehutanan
Nomor 5, 2014.

C. Undang-undang
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945

321

Anda mungkin juga menyukai