Anda di halaman 1dari 33

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis


1. Persalinan
a. Pengertian
Persalinan merupakan proses pergerakan keluarnya janin, plasenta
dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Persalinan adalah
proses yang dimulai dengan adanya kontraksi uterus yang menyebabkan
terjadinya dilatasi progresif dari serviks, kelahiran bayi dan kelahiran
plasenta, dan proses tersebut merupakan proses yang alamiah (Rohani,
Saswita and Marisah, 2013) .Persalinan normal terjadi antara usia
kehamilan 37 sampai dengan 42 minggu. Kehamilan manusia dikatakan
normal sekitar 280 hari, ditambah atau berkurang 10 hari. World Health
Organization mendefinisikan persalinan normal sebagai persalinan
beresiko rendah, dengan awitan spontan dan presentasi fetus verteks,
dan dengan hasil akhir ibu dan bayinya dalam kondisi yang baik setelah
melahirkan (Myles, 2009).
b. Teori Persalinan
1) Teori Prostaglandin
Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke 15 hingga aterm
meningkat, lebih-lebih sewaktu partus (Wiknjosastro, 2012).
Prostaglandin dianggap dapat memicu terjadinya persalinan
(Manuaba, 2012).
2) Teori RangsanganEstrogen
Villi korialis mengalami perubahan-perubahan ketika umur kehamilan
mencapai 28 minggu akibat penuaan plasenta, sehinggakadar
esterogen dan progesteron menurun (Wiknjosastro, 2010).
3) Teori Reseptor Oksitosin dan Kontraksi BraxtonHiks
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise parst posterior.Perubahan
keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas
otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks.

1
Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka
oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dimulai
(Manuaba, 2012).
4) Teori Keregangan
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia
otot-otot rahim, sehingga mengganggu sirkulasi utero plasenter dan
mengakibatkan degenerasi (Manuaba, 2012).
c. Tanda-Tanda Persalinan
1) Terjadinya His Persalinan (Manuaba,
Sifat his persalinan adalah :
a) Pinggang terasa sakit dan menjalar ke depan. Hal ini terjadi
karena tekanan pada ganglion servikal dari pleksus
frankenhauser yang terletak dibelakang serviks yang dapat
membangkitkan kontraksi uterus (Manuaba.
b) Sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatan makin
besar (Manuaba.
c) Makin beraktivitas, kekuatan akan makin bertambah (Manuaba.
d) Pengeluaran lendir dan darah (Manuaba, 2012).
Terjadinya his persalinan mengakibatkan terjadi perubahan pada
serviks yang akan menimbulkan :
a) Pendataran dan pembukaan (Manuaba, 2012)
b) Pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis
servikalis lepas (Manuaba, 2012)
c) Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah
(Manuaba, 2012).
2) Pengeluaran cairan
Pada beberapa kasus persalinan akan terjadi pecah ketuban. Sebagian
besar, keadaan ini terjadi menjelang pembukaan lengkap. Setelah
pecah ketuban, diharapkan proses persalinan akan berlagsung kurang
dari 24 jam (Manuaba, 2012).

2
d. Penilaian Masuk dan Turunnya Kepala di Rongga Panggul
Presentasi ditentukan oleh bagian terendah janin yang masuk ke
Pintu Atas Panggul (PAP). Dapat dilakukan penilaian dengan palpasi dan
pemeriksaan dalam dengan menggunakan bidang khayal hodge atau
station (Departeman Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Tabel 1.1 Penurunan Kepala Janin


Pemeriksaan Luar Pemeriksaan
Keterangan
(Palpasi) Dalam

= 5/5 Kepala di atas PAP,


mudah digerakkan.

Sulit digerakkan, bagian


= 4/5
H I – II terbesar kepala belum
masuk PAP

Bagian terbesar kepala


H II – III
= 3/5 belum masuk panggul

Bagian terbesar kepala


H III +
= 2/5 sudah masuk panggul

H III – IV Kepala di dasar panggul


= 1/5

3
H IV Di perineum
= 0/5

(Sumber : Rohani, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan pada Masa


Persalinan.Jakarta: Salemba Medika)
e. Tahapan Persalinan
Menurut Rohani tahun 2013 proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu
kala I, kala II, kala III, dan kala IV (Rohani, Saswita, & Marisah, 2013).
1) Kala I ( Kala Pembukaan )
Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah
karena serviks mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari
pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena
pergeseran-pergeseran, ketika serviks mendatar dan membuka. Kala I
dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks,
hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan kala I
dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
a) Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat, dimulai
sejak kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan
secara bertahap sampai pembukaan 3 cm, berlangsung 7-8 jam.
b) Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung 6 jam dan
dibagi dalam 3 subfase, yaitu :
(1)Periode akselerasi, berlangsung selama 2 jam, pembukaan
menjadi 4 cm.
(2)Periode dilatasi maksimal, berlangsung selama 2 jam,
pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm.
(3)Periode deselerasi, berlangsung lambat, dalam 2 jam pembukaan
jadi 10 cm atau lengkap.
Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi uterus
umumnya meningkat ( kontraksi dianggap adekuat jika terjadi tiga
kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik
atau lebih ) dan terjadi penurunan bagian terbawah janin. Mekanisme

4
membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida.
Pada primigravida, ostium uteri internum akan membuka lebih
dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis, kemudian
ostium uteri eksternum sudah sedikit terbuka. Pada multipara, ostium
uteri internum dan ostium uteri eksternum serta penipisan dan
pendataran serviks terjadi dalam waktu yang sama. Nyeri yang
dirasakan pada kala I persalinan bersifat sakit dan tidak nyaman pada
fase akselerasi, nyeri dirasakan agak menusuk pada fase dilatasi
maksimal, dan nyeri menjadi lebih hebat, menusuk, dan kaku pada
fase deseleras. Untuk itu sangat penting bagi seorang penolong
persalinan untuk memenuhi kebutuhan ibu akan rasa nyaman saat
persalinan pada kala I fase aktif (Antik, Lusiana, & Handayani, 2017).
Evidence based yang berkaitan dengan persalinan yakni menurut
Yenny Aryani (2015) dalam penelitian yang berjudul Pengaruh
Masase pada Punggung Terhadap Intensitas Nyeri Kala I Fase Laten
Persalinan Normal Melalui Peningkatan Kadar Endorfin, menyatakan
bahwa bahwa masase pada punggung yang dimulai pada servikal 7
kearah luar menuju sisi tulang rusuk selama 30 menit dapat
mengaktivasi serabut saraf berdiameter besar untuk menutup pintu
gerbang hantaran nyeri yang dibawa oleh serabut saraf berdiamater
kecil sehingga tertutupnya hantaran nyeri ke kortek serebral dan
mengakibatkan nyeri berkurang (Aryani, Masrul, & Evareny, 2015).
Selain Massase punggung, penelitian Erni dan Melyana tentang
Literature Review : Penerapan Counter Pressure Untuk Mengurangi
Nyeri Persalinan Kala I memberikan hasil bahwa penggunaan
Counter Pressure efektif untuk mengurangi nyeri persalinan kala I.
Massage counter pressure adalah pijatan yang dilakukan dengan
memberikan tekanan yang terus- menerus pada tulang sakrum pasien
dengan pangkal atau kepalan salah satu telapak tangan. Pijatan counter
pressure dapat diberikan dalam gerakan lurus atau lingkaran kecil.

5
Teknik ini efektif menghilangkan sakit punggung pada persalinan
(Juniartati & Widyawati, 2018).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Adam dan Umboh tahun
2015 menyatakan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara
pendampingan suami dengan intensitas nyeri persalinan kala I fase
aktif hal ini dikarenakan adanya pengaruh secara psikologis dimana
ibu yang mendapat pendampingan suami yang baik akan merasakan
adanya dukungan emosional suami dan hal tersebut dapat
mengalihkan perhatian ibu dan menurunkan tingkat stresor yang
menjadi stimulus nyeri saat bersalin sehingga intensitas nyeri dapat
berkurang. Asumsi peneliti ini sejalan dengan pendapat Andarmoyo
dan Suharti bahwa individu yang mengalami nyeri seringkali
membutuhkan dukungan, bantuan, perlindungan dari anggota keluarga
lain atau teman terdekat (S Andarmoyo & Suharti, 2013)
2) Kala II (Pengeluaran Janin)
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah
lengkap (10cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2
jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida (Prawirohardjo,
2010). Selama tahap kedua persalinan, ibu mengalami nyeri somatik
atau nyeri perineum yang timbul akibat peregangan jaringan perineum
karena penekanan oleh bagian terendah janin. Impuls nyeri selama
tahap kedua disalurkan melalui S1-4 (tulang sakrum 1-4). Pada tahap
kedua ini koping individu sudah tidak efektif. Fokus ibu pada
keinginan fisiologis untuk mengedan. Pada awalan tahap kedua
(pembukaan lengkap) biasanya ibu bersalin menjadi mudah marah dan
tersinggung, komunikasi tidak jelas akibat nyeri yang semakin berat
(Bobak, Lowdermilk, 2012).
Menurut Jenny (2013), gejala utama kala II adalah sebagai berikut :
a) His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit, dengan durasi
50-100 detik.

6
b) Menjelang akhir kala I, ketuban pecah yang ditandai pengeluaran
secara mendadak.
c) Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti
keinginan mengejan.
d) Ibu merasakan keinginan untuk mengedan bersamaan dengan
adanya kontraksi.
e) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan/atau
vaginanya.
f) Perineum menonjol.
g) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
h) Meningkatnya pengeluaran lendir campur darah.
Pada kala II mungkin merubah tekanan maternal yang
efektif dan pentingnya posisi adalah bahwa posisi mengarahkan
usaha penekanan ibu pada arah penekanan yang benar (Varney,
2007). Secara teori bahwa posisi dorsal recumbent pada persalinan
kala II mempunyai keuntungan antara lain menurunkan trauma
perineum / vagina. Laserasi spontan pada perineum dapat terjadi
saat kepala dan bahu dilahirkan dan kejadian laserasi akan
meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali.
Posisi dorsal recumbent bisa membantu janin keluar dengan gaya
gravitasi, memperluas rongga pelvis sehingga jalan lahir bisa lebih
luas dan ibu bersalin lebih bisa mengontrol proses persalinan.
Penelitian Titik Lestari, dkk dalam Keadaan Perineum
Lama Kala II Dengan Posisi Dorsal Recumbent Dan Litotomi
Pada Ibu Bersalin mendapatkan hasil bahwa posisi dorsal
recumbent pada persalinan kala II memiliki kecenderungan
menyebabkan derajad ruptur perienum yang lebih ringan
dibandingkan dengan posisi litotomi. Resiko ruptur perineum dapat
dikurangi dengan pemilihan posisi ibu yang tepat pada saat
persalinan disertai dengan pengontrolan terutama pada saat janin
lahir (Lestari, Wahyuni, & Kurniarum, n.d.).

7
3) Kala III (Pelepasan Plasenta )
Kala III disebut dengan kala uri dimana pada tahap ini dimulai
setelah bayi lahir sampai dengan lahirnya plasenta yang biasanya
berlangsung selama 5-15 menit dengan ditandai terdapat perubahan
bentuk dan tinggi fundus, tali pusat memanjang, dan semburan darah
yang mendadak dan singkat (Runjati; & Umar, 2018).
Proses lepasnya plasenta dapat diperkirakan dengan memperhatikan
tanda-tanda pelepasan plasenta di bawah ini (Jenny, 2013) :
a) Uterus menjadi bundar.
b) Tali pusat memanjang.
c) Terjadi semburan darah tiba-tiba.
Plasenta dan selaput ketuban harus diperiksa secara teliti setelah
dilahirkan. Normalnya memiliki 16-20 kotiledon, dan permukaannya
(selaput). Jika plasenta tidak lengkap, maka disebut sisa plasenta.
Dalam kala III tenaga kesehatan harus memperhatikan manajemen
aktif kala III, kala III ini harus berjalan dengan baik, segera dalam 1
menit pertama setelah bayi lahir suntikan oksitosin 10 IU IM 1/3
bagian atas paha bagian luar karena oksitosin akan merangsang
kontraksi fundus uteri semakin kuat dan efektif sehingga dapat
membantu pelepasan plasenta dan mencegah terjadinya perdarahan.
Melakukan penegangan tali pusat terkendali dengan cara pada
saat ada kontraksi yang kuat tegangkan tali pusat dengan satu tangan
dan tangan lain pada dinding abdomen menekan uterus ke arah lumbal
dan kepala ibu (dorso kranial).Setelah plasenta lahir lakukan
rangsangan taktil (Massase) fundus uteri sebanyak 15 kali selama 15
detik (Departeman Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
Hasil penelitian Fresthy Astrika Yunita ” pengaruh pemberian
rangsangan puting susu dengan pemilinan pada manajemen aktif kala
III terhadap waktu kelahiran plasenta dl kota Surakarta”, rata-rata
waktu kelahiran plasenta pada kelompok subyek yang kala III
diberikan pemilinan adalah 4.450 menit, sedangkan pada kelompok

8
subyek yang pada kala III tidak diberikan pemilinan adalah 7.032
menit. Hal tersebut menunjukkan waktu kelahiran plasenta pada kedua
kelompok ibu bersalin yang dilakukan manajemen aktif kala III saja
masih berada dalam batas normal yaitu 5-10 menit (Hacker, 2001),
tetapi pada kelompok ibu bersalin yang dilakukan manajemen aktif
kala III dengan pemilinan waktu kelahiran plasenta lebih cepat dari
normal yaitu 4,450 menit. Hasil penelitian ini rata-rata waktu
kelahiran plasentanya masih lebih lama jika dibandingkan hasil
penelitian Prendville (1988), yaitu rata-rata waktu kelahiran plasenta
dengan manajemen aktif kala III adalah adalah 4,2 menit (Yunita,
2010) .
Perangsangan fisik menyebabkan impuls, impuls ini pada ujung
saraf dikirim ke kelenjar hipotalamus di otak dimana secara
bergantian secara bergantian memberitahu kelenjar pituitary yang juga
berada di otak untuk menghasilkan hormon oksitosin, oksitosin ini
menyebabkan serat-serat otot rahim berkontraksi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh bahiyatun (2015), dapat
kita ketahui bahwa ibu pasca bersalin yang melakukan IMD akan
mengalami pelepasan plasenta secara cepat dan mengalami
perdarahan yang sedikit dibandingkan dengan ibu pasca bersalin yang
tidak melakukan IMD (Bahiyatun, 2015).
Penelitian lain mengungkapkan bahwa efektifitas waktu
penundaan pemotongan tali pusat terhadap kadar hemoglobin pada
bayi baru lahir di RS Anutapura Kota Palu yang dilakukan Lili
Suryani memberikan hasil bahwa penundaan pemotongan tali pusat 3
menit setelah lahir dapat meningkatkan kadar HB pada bayi baru lahir,
Penundaan penjepitan memungkinkan waktu untuk mentransfer darah
janin di plasenta ke bayi pada saat kelahiran. Transfusi plasenta ini
dapat memberi bayi tambahan volume darah 40% lebih banyak
(Suryani, 2019). Selain itu menurut Ajeng Rakhma Sejati, dalam
penelitian nya tentang Pengaruh Penundaan Pemotongan Tali Pusat

9
Terhadap Lama Lahir Plasenta, Lama Puput Tali Pusat dan
Keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di RB Anny Rahardjo dan
RB Rosnawati Jakarta Timur didapatkan hasil bahwa lama puput tali
pusat 1,5 lebih cepat untuk bayi yang dilakukan penundaan
pemotongan tali pusat (Sejati, 2018).
4) Kala IV (Kala Pengawasan)
Kala IV dimulai setelah plasenta lahir dan berlanjut sampai 2
jam berikutnya. Beberapa hal yang perlu dipantau pada kala ini adalah
kondisi ibu dan bayi serta proses IMD (Runjati; & Umar, 2018). Kala
IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam postpartum. Rata-
rata jumlah perdarahan yang dikatakan normal adalah 250 cc,
biasanya 100-300 cc. Ada perdarahan disebabkan karena adanya
kontraksi otot rahim, dan robekan pada serviks dan perineum.
Perdarahan yang disebabkan karena adanya kontraksi otot rahim untuk
mengeluarkan sisa darah dari dalam rahim dan merupakan bagian dari
proses involusi untuk pemulihan uterus dari luka bekas implantasi
plasenta (Manuaba, 2012). Sedangkan perdarahan karena robekan
pada serviks dan perineum diklasifikasikan menjadi:
a) Derajat I : Mukosa vagina, dan kulit perineum.
b) Derajat II: Mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum.
c) Derajat III: Mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, otot
spingter ani
d) Derajat IV: Mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, otot
spingter ani, rektum.
Jika perdarahan lebih dari 500cc, maka sudah dianggap
abnormal, dengan demikian harus dicari penyebab untuk segera
ditangani. Penting untuk diingat, jangan meninggalkan wanita bersalin
1 jam sesudah bayi dan plasenta lahir. Sebelum meninggalkan ibu,
periksa ulang dan perhatikan 7 pokok penting berikut :
a) Kontraksi rahim.
b) Perdarahan.

10
c) Kandung kemih.
d) Luka/laserasi.
e) Plasenta dan selaput ketuban harus lengkap.
f) Keadaan umum ibu, tekanan darah, nadi, pernafasan dan masalah
lain.
g) Bayi dalam keadaan baik.
Teknik melakukan penjahitan perinieum dengan cara
memberikan anestesia lokal yaitu lidocain 1% atau menggunakan
lidocain 2 % yang dilarutkan dengan air steril atau normal salin
dengan perbandingan 1:1. dan menyuntikan lidocain sejajar dengan
permukaan luka, tunggu selama 2 menit biarkan anestesia tersebut
bekerja, kemudian dilakukan penjahitan (Departeman Kesehatan
Republik Indonesia, 2008).
Penelitian Pawestri dalam Pengaruh IMD Dengan Perdarahan
Ibu 2 Jam Post Partum Di Kota Semarang mendapatkan hasil bahwa
Terdapat perbedaan yang bermakna antara Jumlah perdarahan ibu 2
jam post partum yang dilakukan tindakan IMD dengan jumlah
perdaarahan ibu 2 jam post partum yang tidak dilakukan IMD. IMD
dapat meningkatkan kadar oksitosin sehingga terjadi peningkatan
kontraksi uterus yang dapat menguranggi perdarahan ibu post partum
dan juga menyebabkan proses involusia semakin cepat. IMD juga
dapat menyebabkan ibu dalam keadaan rileks dan jauh dari kondisi
stress, sehingga produksi oksitosin dapat meningkat dan dapat
mengurangi jumlah perdarahan postpartum (Khayati, 2017).
f. Mekanisme Persalinan
Mekanisme persalinan pada kala II terjadi sebagai berikut :
1) Adanya engagement yaitu kepala janin terfiksir oleh pintu atas
panggul.
2) Terjadi penurunan bagian terendah janin akibat daya dorong dari
kontraksi uterus dan posisi ibu.

11
3) Fleksi terjadi sebagai proses penyesuaian kepala janin dengan jalan
lahir sehingga diameter terkecil kepala janin dapat masuk ke dalam
panggul dan terus menuju ke dasar panggul.
4) Rotasi internal atau putaran paksi dalam merupakan proses
penyesuaian selanjutnya terhadap jalan lahir yaitu kepala janin akan
membuat diameter anteroposterior dari kepala menyesuaikan diri
dengan diameter anteroposterior dari ibu.
5) Ekstensi adalah upaya kepala janin untuk melewati lengkung carus
pada vagina sehingga secara berturut-turut ubun-ubun kecil, dahi,
wajah dan dagu dapat lahir melalui jalan lahir.
6) Rotasi eksternal atau putaran paksi luar adalah peristiwa berputarnya
kembali kepala janin 450 ke arah kiri atau kanan sesuai dengan arah
perputaran menuju posisi oksiput anterior untuk menyesuaikan posisi
bahu agar berada pada diameter anteroposterior panggul ibu.
7) Ekspulsi adalah lahirnya seluruh badan bayi mengikuti jalan lahir
(Varney, 2008).
g. Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan
1) Passage (Jalan Lahir)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat, dasar
panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun
jaringan lunak, khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut
menunjang pengeluaran bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan
dalam proses persalinan.
a) Bidang-Bidang Hodge
Bidang hodge adalah bidang semu sebagai pedoman untuk
menentukan kemajuan persalinan yaitu seberapa jauhpenuruna
kepala melalui pemeriksaan dalam/ vagina toucher (VT). Adapun
bidang hodge sebagai berikut:

1) Hodge I : Bidang yang setinggi pintu atas panggul (PAP)


yang dibentuk oleh promontorium, artikulasio sakro-iliaka,

12
syap sacrum, linea inominata, ramus superior os pubis, tepi atas
symfisis pubis.
2) Hodge II : Bidang setinggi pinggir bawah symfisis pubis
berhimpit dengan PAP (hodge I).
3) Hodge III : Bidang setinggi spina ischiadika berhimpit dengan
PAP (HodgeI).
4) Hodge IV : Bidang setinggi ujung os cocsygis berhimpit
dengan PAP (Hodge I).
2) Passenger (Janin dan Plasenta)
Passenger atau janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat
interaksi beberapa faktor, yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak,
sikap, dan posisi janin.
a) Presentasi Janin
Presentasi adalah bagian janin yang pertama kali memasuki pintu
atas panggul dan terus melalui jalan lahir saat persalinan mencapai
aterm. Tiga presentasi janin yang utama ialah : kepala (96 %);
Sungsang (3%); Bahu (1%). Bagian Presentasi ialah bagian tubuh
janin yang pertama kali teraba oleh jari pemeriksa saat melakukan
pemeriksaan dalam. Faktor- faktor yang mempengaruhi bagian
presentasi ialah letak janin, sikap janin, dan ekstensi atau fleksi
kepala janin
(1)Letak Janin
Letak adalah hubungan antara sumbu panjang (punggung) janin
terhadap sumbu panjang (punggung) ibu. Ada dua macam letak :
(a)Memanjang atau vertikal, dimana sumbu panjang janin
paralel dengan sumbu panjang ibu
(b)Melintang atau horisontal, dimana sumbu panjang janin
membentuk sudut terhadap sumbu panjang ibu. Letak
memanjang dapat berupa presentasi kepalan atau resentasi
sacrum.
(2) Sikap Janin

13
Sikap adalah hubungan bagian tubuh janin yang satu
dengan bagian yang lain. Hal ini akibat penyesuaian janin
terhadap bentuk rongga rahim. Pada kondisi normal punggung
janin sangat fleksi ke arah dada, dan paha fleksi kearah sendi
lutut disebut fleksi umum. Tangan disilang di depan toraks dan
tali pusat terletak diantara lengan dan tungkai. Penyimpangan
sikap normal dapat menimbulkan kesulitan saat kelahiran.
Diameter biparietal ialah diameter lintang terbesar kepala janin.
Kepala dalam sikap pleksi sempurna memungkinkan diameter
sukoksipitobregmatika (diameter terkecil) memasuki panggul
sejati dengan mudah
(3)Posisi Janin
Posisi ialah hubungan antara bagian presentasi (oksiput,
sakrum, mentum (dagu) sinsiput, (puncak kepala yang defleksi/
menengadah) terhadap 4 kuadran panggul ibu. Posisi dinyatakan
dengan singkatan yang terdiri dari hurup pertama masing-
masing kata kunci; OAKa = posisi Oksipitoanterior kanan.
Engagement menunjukan bahwa diameter tranversa terbesar
bagian presentasi telah memasuki pintu atas panggul. Pada
presentasi kepala fleksi dengan benar diameter bivarietal (9,25
cm) merupakam diameter terlebar. Engagement dapat diketahui
melalui pemeriksaan abdoment atau pemeriksaan dalam. Stasiun
adalah hubungan antara bagian presentasi janin dengan garis
imajiner (bayangan) yang ditarik dari spina iskiadika ibu, statiun
dinyatakan dalam centimeter, yakni diatas atau dibawah spina.
(4)Plasenta
Karena plasenta juga harus melalui jalan lahir, ia juga dianggap
sebagai penumpang yang menyertai janin. Namun plasenta
jarang menghambat proses persalinan pada persalinan normal.
(5)Air Ketuban

14
Waktu persalinan air ketuban membuka servik dengan
mendorong selaput janin kedalam ostium uteri, bagian selaput
anak yang diatas ostium uteri yang menonjol waktu his disebut
ketuban. Ketuban inilah yang membuka serviks
3) Power (Kekuatan)
Kontraksi involunter dan volunter secara bersamaan untuk
mengeluarkan janin dan plasenta dari uterus. Kontraksi involunter
disebut kekuatan primer, menandai dimulainya persalinan. Apabila
serviks berdilatasi usaha volunter dimulai untuk mendorong, yang
disebut kekuatan sekunder, yang memperbesar kekuatan kontraksi
involunter
a) His/ Kekuatan Primer
His atau kekuatan primer berasal dari titik pemicu tertentu
terdapat pada penebalan lapisan otot disegmen uterus bagian atas,
dari titik pemicu, kontraksi dihantar keuterus bagian bawah dalam
bentuk gelombang, diselingi periode istirahat singkat. Digunakan
untuk menggambar kontraksi involunter ini frekuensi (waktu antar
kontraksi yaitu waktu antara awal suatu kontraksi dan awal
kontraksi berikutnya); durasi (lama kontraksi); dan intensitas
(kekuatan kontraksi).
b) Tenaga Mengejan (Kekuatan Sekinder)
Segera setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul,
sifat kontraksi berubah, yakni bersifat mendorong keluar. Ibu ingin
mengedan, usaha mendorong kebawah (kekuatan sekunder) dibantu
dengan usaha volunter yang sama dengan yang dilakukan saat
buang air besar (mengedan). Digunakan otot- otot diafragma dan
abdomen ibu berkontraksi dan mendorong keluar isi jalan lahir. Hal
ini meningkatkan tekanan intra abdomen. Tekanan ini menekan
uterus pada semua sisi dan menambah kekuatan untuk mendorong
keluar
4) Posisi Ibu

15
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi
persalinan. posisi tegak meliputi berdiri, berjalan, duduk, jongkok.
Posisi tegak memberi keuntungan yaitu, memungkinkan gaya gravitasi
membantu penurunan janin, kontraksi uterus lebih kuat, mengurangi
insiden penekanan tali pusat, menguntungkan curah jantung pada
kondisi normal sehingga karena mengurangi adanya penekanan
pembuluh darah.
5) Psikologis
Wanita bersalin biasanya akan mengutarakan kekhawatirannya
jika ditanya. Perilaku dan penampilan wanita serta pasangannya
merupakan petunjuk berharga tentang jenis dukungan yang
diperlukannya. Dukungan psikologis dari orang-orang terdekat akan
membantu memperlancarkan proses persalinan yang sedang
berlangsung. Dengan kondisi psikologis yang positif proses persalinan
akan berjalan lebih mudah.
h. Perubahan Fisiologis dan Psikologis
1) Perubabahan Fisiologis
a) Perubahan pada Serviks
Pada kala I serviks mengalami pendataran (efficement), yaitu
pemendekan kanalis servikalis yang semula berupa saluran
sepanjang 2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan
tepi hampir setipis kertas (Prawirohardjo, 2010). Selain itu serviks
juga mengalami dilatasi. Dilatasi atau pembukaan terjadi karena
pembesaran ostium uteri eksternum (OUE) karena otot yang
melingkar di sekitar ostium meregang untuk dilewati kepala
(Asrinah; Putri, Shinta Siswoyo; Sulistyorini, Dewie; Muflihah,
Ima Syamrotul; Sari, 2010).
b) Kontraksi uterus
Uterus terdiri atas tiga lapisan otot polos, yaitu lapisan luar
longitudinal, lapisan dalam sirkular, dan diantara dua lapisan ini
ada lapisan otot-otot yang beranyam. Aktivitas miometrium

16
dimulai saat kehamilan. Apabila melakukan pemeriksaan
ginekologik waktu hamil terkadang teraba adanya kontraksi uterus
(Braxton hicks). Setelah kehamilan usia 36 minggu aktivitas uterus
lebih meningkat lagi sampai persalinan mulai. Penyebab pasti
kontraksi uterus masih belum diketahui pasti, namun kemungkinan
ada hubungannya dengan penuruan progesteron, esterogen, dan
peningkatan prostalglandin dan oksitosin sehingga terjadilah tanda-
tanda persalinan (Prawirohardjo, 2010).
Kontraksi uterus terjadi karena adanya rangsangan pada otot
polos uterus dan penurunan hormon progesteron yang
menyebabkan keluarnya hormon oksitosin (Asrinah; Putri, Shinta
Siswoyo; Sulistyorini, Dewie; Muflihah, Ima Syamrotul; Sari,
2010). Setiap kontraksi menghasilkan pemanjangan uterus
berbentuk ovoid disertai pengurangan diameter horizontal.
Pengurangan diameter horizontal menimbullkan pelurusan
kolumna vertebralis janin, dengan menekan kutub atasnya rapat-
rapat terhadap fundus uteri, sementara kutub bawah didorong lebih
jauh ke bawah dan menuju ke panggul. Dengan memanjangnya
sumbu uterus serabut longitudinal ditarik tegang dan karena
segmen bawah dan serviks merupakan satu-satunya bagian uterus
yang fleksibel, bagian ini ditarik keatas pada kutub bawah janin
(Prawirohardjo, 2010).
c) Pembentukan segmen atas rahim dan segmen bawah rahim.
Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian yang
berbeda, yaitu segmen atas dan segmen bawah. Segmen atas aktif
berkontraksi, mengalami retraksi, dan mendorong janin keluar,
sedangkan segmen bawah lebih pasif dan serviks akan semakin
lunak berdilatasi, membentuk saluran muskular (Prawirohardjo,
2010).
2) Perubahan Psikologis Kala I Persalinan

17
Beberapa keadaan dapat terjadi pada ibu selama proses
persalinan, terutama bagi ibu yang pertama kali melahirkan. Kondisi
psikologis yang sering dialami selama persalinan kala I diantaranya
adalah kecemasan, timbul rasa tegang, dan ketakutan menghadapi
nyeri persalinan dan risiko bahaya melahirkan bayi (Asrinah; Putri,
Shinta Siswoyo; Sulistyorini, Dewie; Muflihah, Ima Syamrotul; Sari,
2010). Pada saat dilatasi serviks 0-3 cm mood ibu masih gembira
meskipun tegang dan cemas hanya sedikit. Sedangkan pada
pembukaan 4-8 cm ibu masih bisa berkonsentrasi, meskipun nyeri
semakin berat. Sedangkan pembukaan 9-10 cm mood ibu mudah
tersinggung dan biasanya merasa terganggu dengan bantuan yang
diberikan perawat, serta kurang mampu mengikuti instruksi (Bobak,
Lowdermilk, 2012).
Kecemasan akan memberikan dampak buruk terhadap
persalinan. Pada tahap awal ini ibu harus menjaga kesehatan fisik dan
mental. Emosi positif sangat dibutuhkan oleh ibu untuk kelancaran
proses persalinan dan mengurangi rasa nyeri. Ketakutan dan
kekhawatiran dapat melepaskan hormon adrenalin sehingga proses
persalinan akan melambat (Irmawati, 2014). Selama persalinan
dukungan fisik dan psikologis sangat dibutuhkan oleh ibu dalam
proses persalinan. Dukungan selama proses persalinan ini merupakan
salah satu bentuk asuhan sayang ibu. bentuk dukungan yang bisa
diberikan selama kala I diantaranya adalah memberikan dukungan
emosional kepada ibu, memenuhi kebutuhanrasa aman dan nyaman,
kebutuhan cairan dan nutrisi, membantu pengaturan posisi,
keleluasaan untuk kebutuhan eliminasi, dan pencegahan infeksi
(Asrinah; Putri, Shinta Siswoyo; Sulistyorini, Dewie; Muflihah, Ima
Syamrotul; Sari, 2010).
Ibu bersalin akan mengalami kelelahan pada fisik setelah
mengeluarkan seluruh energinya untuk mengejan. Penelitian Islah
Wahyuni tentang managemen kelelahan saat persalinan menggunakan

18
jus semangka, memberikan hasil bahwa penanganan kelelahan
menggunakan jus semangka efektif untuk mengurangi kelelahan yang
dirasakan ibu saat persalinan (Wahyuni, Halim, & Rusda, 2018).
i. Kebutuhan Dasar Ibu Bersalin
1) Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis meliputi oksigen, makan dan minum, istirahat
selama tidak ada his, kebersihan badan terutama genetalia, buang air
kecil dan buang air besar, pertolongan persalinan yang terstandart,
penjahitan perineum bila perlu.
2) Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan rasa aman meliputi memilih tempat dan penolong
persalinan, informasi tentang proses persalinan atau tindakan yang
akan dilakukan, posisi tidur yang dikehendaki ibu, pendampingan oleh
keluarga, pantauan selama persalinan, dan intervensi yang diperlukan.
3) Kebutuhan Dicintai dan Mencintai
Kebutuhan dicintai dan mencintai meliputi pendampingan oleh
suami, kontak fisik, masase untuk mengurangi rasa sakit, berbicara
dengan suara yang lemah, lembut serta sopan.
4) Kebutuhan Harga Diri
Kebutuhan harga diri meliputi merawat bayi sendiri dan menetekinya,
asuhan kebidanan dengan memperhatikan privacy ibu, pelayanan yang
bersifat simpati dan empati, informasi bila akan melakukan tindakan,
memberikan pujian kepada ibu terhadap tindakan positif yang ibu
lakukan.
5) Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan aktualisasi diri meliputi memilih tempat dan penolong
sesuai keinginan, memilih pendamping selama persalinan, bounding
and attachment, ucapan selamat atas kelahiran anak.(Sumaroh dkk,
2009).
j. APN 60 Langkah

19
k. Mengenali Gejala dan Tanda Kala Dua
1) Mendengar dan melihat tanda kala dua persalinan
a. Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran
b. Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rectum dan
vagina
c. Perineum tampak menonjol
d. Vulva dan sfingter ani membuka

Menyiapkan Pertolongan Persalinan


2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan menatalasana komplikasi segera pada ibu dan
bayi baru lahir.
Untuk asuhan bayi baru lahir atau resusitasi → siapkan :
a. Tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat
b. 3 handuk/kain bersih dan kering (termasuk gajal bahu bayi)
c. Alat penghisap lendir
d. Lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi
Untuk ibu :
a. Menggelar kain di perut bawah ibu
b. Menyiapkan oksitosin 10 unit
c. Alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set
3. Pakai celemek plastic atau dari bahan yang tidak tembus cairan
Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci
4. tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan
tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering
Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk
5.
periksa dalam
Masukan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang
6. memakai sarung tangan DTT atau steril dan pastikan tidak terjadi
kontaminasi pada alat suntik)
Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin

20
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari
anterior (depan) ke posterior (belakang) menggunakan kapas atau kasa
yang dibasahi air DTT
a. Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang
b. Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah
yang tersedia
c. Jika terkontaminasi, lakukan dekontaminasi, lepaskan dan rendam
sarung tangan tersebut dalam larutan klorin 0,5% → langkah # 9.
Pakai sarung tangan DTT/steril untuk melaksanakan langkah
lanjutan
8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap
Bila selaput ketuban masih utuh saat pembukaan sudah lengkap maka
lakukan amniotomi
9. Dekontaminasi sarung tangan (celupkan tangan yang masih memakai
sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan
dalam keadaan terbalik, dan rendam dalam klorin 0,5% selama 10
menit). Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan
10. a. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi uterus mereda
(relaksasi) untuk memastikan DJJ masih dalam batas normal (120 –
160x/menit)
b. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
c. Mendokumentasikan hasil-hasil periksa dalam DJJ, semua temuan
pemeriksaan dan asuhan yang diberikan ke dalam partograf
Menyiapkan Ibu dan Keluarga untuk Membantu Proses Meneran
11. Beritahukan pada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan
janin cukup baik, kemudian bantu ibu menemukan posisi yang nyaman
dan sesuai dengan keinginannya.
Tunggu hingga timbul kontraksi atau rasa ingin meneran, lanjutkan
pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman
penatalaksanaan fase aktif ) dan dokumentasikan semua temuan yang
ada

21
Jelaskan pada anggota keluarga tentang peran mereka untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu dan meneran secara benar
12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran jika ada rasa
ingin meneran atau kontraksi yang kuat. Pada kondisi itu, ibu
diposisikan setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan
pastikan ibu merasa nyaman
13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ingin meneran
atau timbul kontraksi yang kuat :
a. Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
b. Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara
meneran apabila caranya tidak sesuai
c. Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya
(kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
d. Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
e. Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
f. Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum)
g. Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
h. Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah
pembukaan lengkap dan pimpin meneran > 120 menit (2 jam) pada
primigravida atau > 60 menit (1 jam) pada multigravida
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam
selang waktu 60 menit
Persiapan untuk Melahirkan Bayi
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut bawah ibu,
jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian sebagai alas bokong ibu
17. Buka tutup partus set dan periksa kembali kelengkapan peralatan dan
bahan
18. Pakai sarung tangan DTT/steril pada kedua tangan
Pertolongan untuk Melahirkan Bayi
Lahirnya Kepala

22
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva
maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain
bersih dan kering, tangan yang lain menahan belakang kepala untuk
mempertahankan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala.
Anjurkan ibu meneran secara efektif atau bernapas cepat dan dangkal
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat (ambil tindakan yang
sesuai jika hal itu terjadi), segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
a. Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lilitan lewat
bagian atas kepala bayi
b. Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua
tempat dan potong tali pusat di antara dua klem tersebut
21. Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan
Lahirnya Bahu
22. Setelah putaran paksi luar selesai, pegang kepala bayi secara biparietal.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan
kepala kea rah bawah dan distal hinggal bahu depan muncul di bawah
arkus pubis dan kemudian gerakkan kearah atas dan distal utuk
melahirkan bahu belakang
Lahirnya Badan dan Tungkai
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah untuk menopang kepala
dan bahu. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang
lengan siku sebelah atas
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke
punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki
(masukka telunjuk diantara kedua kaki dan pegang kedua kaki dengan
melingkarkan ibu jari pada satu sisi dan jari – jari lainnya pada sisi
yang lain agar bertemu dengan jari telunjum
Asuhan Bayi Baru Lahir
25. Lakukan penilaian (selintas) :
a. Apakah bayi cukup bulan ?
b. Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan ?
c. Apakah bayi bergerak dengan aktif ?

23
Bila salah satu jawaban adalah “TIDAK” lanjutkan ke langkah
resusitasi pada bayi dengan asfiksia
Bila semua jwaban adalah “YA”, lanjut ke-26
26. Keringkan tubuh bayi
Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya (kecuali kedua tangan) tanpa membersihkan verniks. Ganti
handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Pastikan bayi dalam
posisi dan kondisi aman di perut bagian bawah ibu
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan hanya satu bayi yang lahir
(hamil tunggal) dan bukan kehamilan ganda (gemelli)
28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi
baik
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit (IM)
di 1/3 distal lateral paha (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan
oksitosin)
30. Setelah 2 menit sejak bayi (cukup bulan) lahir, pegang tali pusat
dengan satu tangan pada sekitar 5 cm dari pusar dan geser hingga 3 cm
proksimal dari pusar bayi. Klem tali pusat pada titik tersebut kemudian
tahan klem ini pada posisinya, gunakan jari telunjuk dan tengah tangan
lain untuk mendorong isi tali pusat kea rah ibu (sekitar 5 cm) dan klem
tali pusat pada sekitar 2 cm distal dari klem pertama
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi
perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem
tersebut
b. Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril ada pada satu sisi
kemudian lingkarkan lagi benang tersebut dan tali pusat dengan
simpul kunci pada sisi lainnya
c. Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan
32. Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ibu – bayi.
Luruskan bahu bayi sehingga dada bayi menempel di dada ibunya.
Usahakan kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih
rendah dari putting susu atau aerola mamae ibu

24
a. Selimuti ibu – bayi dengan kain kering dan hangat, pasang topi di
kepala bayi
b. Biarkan bayi melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling
sedikit 1 jam
c. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusui dini
dalam waktu 30 – 60 menit. Menyusu untuk pertama kali akan
berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu
payudara
d. Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah
berhasill menyusu
Manajemen Aktif Kala Tiga Persalinan
33. Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
34. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut bawah ibu (diatas
simpfisis), untuk mendeteksi kontraksi. Tangan lain memegang klem
untuk menegangkan tali pusat
35. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kea rah bawah sambil
tangan yang lain mendorong uterus kea rah belakang-atas (dorso
cranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversion uteri). Jika plasenta
tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan
tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi kembali
prosedur diatas.
Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota
keluarga untuk melakukan stimulating putting susu
Mengeluarkan plasenta
36. Bila pada penekanan bagian bawah dinding depan uterus kea rah dorsal
ternyata diikuti dengan pergeseran tali pusat kea rah distal maka
lanjutkan dorongan kea rah cranial hingga plasenta dapat dilahirkan
Ibu boleh meneran tetapi tali pusat hanya ditegangkan (jangan ditarik
secara kuat terutama jika uterus tak berkontraksi) sesuai dengan sumbu
jalan lahir (kearah bawah-sejajar lantai-atas)
Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak

25
sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta. Jika plasenta tidak
lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat :
a. Ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM
b. Lakukan kateterisasi (gunakan teknik aseptic) jika kandung kemih
penuh
c. Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
d. Ulangi tekanan dorso cranial dan penegangan talu pusat 15 menit
berikutnya
e. Jika plasenta tak lahir dalam 30 menit sejak bayi lahir atau terjadi
perdarahan maka segera lakukan tindakan plesenta manual
37. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
kedua tangan. Pegang dan putar plsenta hingga selaput ketuban terpilin
kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wajah yang telah
disediakan.
Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk
melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan
atau klem ovum DTT/Steril untuk mengeluarkan selaput yang
tertinggal
Rangsangan taktil (masase) uterus
38. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase
uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan
gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus
teraba keras)
Lakukan tindakan yang diperlukan (Kompresi Bimanual Internal,
Kompresi Aorta Abdominalis, Tampon Kondom-kateter) jika uterus
tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah rangsangan takti/masase
Menilai Perdarahan
39. Periksa kedua sisi plasenta (maternal-fetal) pastikan telah dilahirkan
lengkap. Masukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat
khusus
40. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan
penjahitan bila terjadi laserasi yang luas dan menimbulkan perdarahan.

26
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan
penjahitan
Asuhan Pascapersalinan
41. Pastikan uterus ber kotraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam
42. Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan
klorin 0,5%, bersihkan noda darah dan cairan tubuh, lepaskan secara
terbalik dan rendam sarung tangan dalam larutan klorin 0,5% selama
10 menit. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, keringkan
tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering
Evaluasi
43. Pastikan kandung kemih kosong
44. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai
kontraksi
45. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
46. Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik
47. Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik
(40-60 kali/menit).
a. Jika bayi sulit bernapas, merintih, atau retraksi, diresusitasi dan
segera merujuk ke rumah sakit
b. Jika bayi napas terlalu cepat atau sesak napas, segera rujuk ke RS
rujukan
c. Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Lakukan kembali
kontak kulit ibu bayi dan hangatkan ibu-bayi dalam satu selimut.
Kebersihan dan Keamanan
48. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah
didekontaminasi
49. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai
50. Bersihkan ibu jari paparan darah dan cairan tubuh dengan
menggunakan air DTT. Bersihkan cairan ketuban, lendir dan darah
diranjang atau disekitar ibu berbaring. Bantu ibu memakai pakaian

27
yang bersih dan kering
51. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan
keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang
diinginkannya
52. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
53. Celupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5%, balikan
bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit
54. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan
tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering
55. Pakai sarung tangan bersih/DTT untuk melakukan pemeriksaan fisik  
bayi
56. Dalam satu jam pertama, beri salep/tetes mata profilaksis infeksi,
vitamin K₁ 1 mg IM dipaha kiri bawah lateral, pemeriksaan fisik bayi
baru lahir, pernapasan bayi (normal 40-60 kali/menit) dan temperature
tubuh (normal 36,5 – 37,5⁰C) setiap 15 menit
57. Setelah satu jam pemberian vitamin K₁ berikan suntikan imunisasi
Hepatitis B dipaha kanan bawah lateral. Letakkan bayi di dalam
jangkauan ibu agar sewaktu-waktu dapat disusukan
58. Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam didalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit
59. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan
dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering
Dokumentasi
60. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital
dan asuhan kala IV persalinan

28
B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan
1. Asuhan Kebidanan
a. Pengertian Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah bantuan yang diberikan oleh bidan kepada
individu pasien atau klien yang pelaksanaannya dilakukan secara
bertahap dan sistematis, melalui suatu proses yang disebut manajemen
kebidanan (Varney, 2008).
2. Manajemen Kebidanan
Menurut (Sulistyawati, 2011) manajemen kebidanan adalah proses
pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk
mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan
serta keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk mengambil
suatu keputusan yang berfokus kepada pasien. Langkah-langkah tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua
data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap,
yaitu: riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya,
meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya, meninjau data
laboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi.
b. Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis
atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar
atas dasar data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah
dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau
diagnosis yang spesifik.
c. Mengindentifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah
diidentifikasikan. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan

29
diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosis/masalah potensial ini benar-
benar terjadi.
d. Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan Penanganan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan
atau untuk dikonsulkan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat
mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.
e. Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan
langkah-langkah sebelumnya. langkah ini merupakan kelanjutan
manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi
atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak
lengkap dapat dilengkapi.
f. Melaksanakan Perencanaan
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh di langkah kelima
harus dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa
dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan
sebagian lagi oleh klien atau oleh tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak
melaksanakan sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk
mengarahkan pelaksanaannya, memastikan langkah-langkah tersebut
benar terlaksana.
g. Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-
benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasikan didalam masalah dan diagnosis. Rencana tersebut dapat
dianggap efektif jika memang bernar efektif dalam pelaksanaannya. Ada
kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut lebih efektif sedang
sebagian belum efektif.

30
3. Dokumentasi Kebidanan SOAP
Metode pendokumentasian SOAP merupakan intisari dari proses berfikir
dalam asuhan kebidanan yang menggambarkan catatan perkembangan klien
yang merupakan suatu sistem pencatatan dan pelaporaan informasi tentang
kondisi dan perkembangan serta semua kegiatan yang dilakukan oleh bidan
dan memberikan asuhan kebidanan terdapat dalam rekam medik. Menurut
(Kemenkes RI, 2015) pencatatan dilakukan setelah melaksanakan auhan
pada formulir yang tersedia, pendokumentasian dilakukan dengan SOAP
yaitu :
a. S (Subyektif) adalah mencatat hasil anamnesa, menggambarkan
pendokumentasian hasil asuhan pengumpulan data pasien melalui
anamnesis sebagai langkah 1 Varney.
b. O (Objektif) adalah mencatat hasil pemeriksaan, sebagai langkah 1
Varney.
c. A (Analisa) adalah mencatat diagnosa dan masalah kebidanan, sebagai
langkah 2, 3, dan 4 Varney.
d. P (Penatalaksanaan) adalah mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan, berdasarkan
langkah 5, 6, dan 7 Varney.

31
DAFTAR PUSTAKA

Antik, Lusiana, A., & Handayani, E. (2017). Pengaruh Endorphine Massage


Terhadap Skala Intensitas Nyeri Kala I Fase Aktif Persalinan. Jurnal
Kebidanan, 6(2013), 1–6.
Aryani, Y., Masrul, & Evareny, L. (2015). Pengaruh Masase Pada Punggung
Terhadap Intensitas Nyeri Kala I Fase Laten Persalinan Normal Melalui
Peningkatan Kadar Endorfin. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1), 70–77.
Retrieved From
Http://Jurnal.Fk.Unand.Ac.Id/Index.Php/Jka/Article/Download/193/188
Asrinah; Putri, Shinta Siswoyo; Sulistyorini, Dewie; Muflihah, Ima Syamrotul;
Sari, D. N. (2010). Asuhan Kebidanan Masa Persalinan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Bahiyatun. (2015). The Differences Of Time Release Of Placenta And The
Amount Of Bleeding In The Mother With And Without Implement The Early
Initiation Of Breastfeeding ( Eib ) Perbedaan Lama Pelepasan Plasenta Dan
Jumlah Perdarahan Pada Ibu Yang Melaksanakan Dan Tidak Mela. 4(1),
681–686.
Bobak, Lowdermilk, J. (2012). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: Egc.
Departeman Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Asuhan Persalinan Normal.
Jakarta: Jnpk- Kr.
Irmawati. (2014). Tetap Tersenyum Saat Melahirkan. Jakarta: Media Pressindo.
Juniartati, E., & Widyawati, M. N. (2018). Literature Review : Penerapan
Counter Pressure Untuk Mengurangi Nyeri Persalinan Kala I. 8(2), 112–
119.
Kemenkes Ri. (2015). Suistainable Development Goals. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Ri.
Khayati, N. (2017). Pengaruh Imd Dengan Perdarahan Ibu 2 Jam Post Partum
Di Program Studi D3 Keperawatan Fikkes Unimus Email :
Pawestritri@Yahoo.Co.Id Program Studi D3 Keperawatan Fikkes Unimus
Email : Nikmatul.Kayati@Yahoo.Com. (September), 282–285.
Lestari, T., Wahyuni, S., & Kurniarum, A. (N.D.). Keadaan Perineum Lama Kala
Ii Dengan Posisi Dorsal Recumbent Dan Litotomi Pada Ibu Bersalin. 101–
105.
Manuaba. (2012). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Egc Penerbit Buku
Kedokteran.
Myles. (2009). Buku Ajar Bidan (M. A. Fraser, Diane M; Cooper, Ed.). Jakarta.
Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo (Ed.4).

32
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Rohani, Saswita, R., & Marisah. (2013). Asuhan Kebidanan Pada Masa
Persalinan. Jakarta: Salemba Medika.
Runjati;, & Umar, S. (2018). Bidan Dan Kebidanan Kebidanan Teori Dan
Asuhan. Jakarta: Egc Penerbit Buku Kedokteran.
Sejati, A. R. (2018). Pengaruh Penundaan Pemotongan Tali Pusat Terhadap
Lama Lahir Plasenta , Lama Puput Tali Pusat Dan Keberhasilan Inisiasi
Menyusu Dini ( IMD ) Di RB Anny Rahardjo Dan RB Rosnawati Jakarta
Timur. 10(1), 53–57.
Sulistyawati, A. (2011). Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta:
Salemba Medika.
Suryani, L. (2019). Efektifitas Waktu Penundaan Pemotongan Tali Pusat
Terhadap Kadar Hemoglobin Pada Bayi Baru Lahir Di Rs Anutapura Kota
Palu. 1–6.
Varney, H. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: Egc Penerbit
Buku Kedokteran.
Wahyuni, I., Halim, B., & Rusda, M. (2018). Managemen Kelelahan Saat
Persalinan Menggunakan Jus Semangka. 1, 19–31.
Wiknjosastro, H. (2010). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Yunita, F. A. (2010). Pengaruh Pemberian Rangsangan Puting Susu Dengan
Pemilinan Pada Manajemen Aktif Kala III Terhadap Waktu Kelahiran
Plasenta Dl Kota Surakarta. 1(1), 40–47.

33

Anda mungkin juga menyukai