Anda di halaman 1dari 11

Langkah I: Pembentukan Tim Akreditasi dan Tim Managemen Mutu

A. Tim Akreditasi

Tim Akreditasi terdiri dari Penanggung Jawab dalam hal ini adalah Kepala Puskesmas; Ketua
Tim; Sekretaris; Ketua Pokja Admen dan Anggotanya; Ketua Pokja UKM dan anggotanya
serta Ketua Pokja UKP dan anggotanya. Untuk mempermudah tugas Ketua Pokja dapat
ditentukan Koordinator Bab untuk masing-masing Bab mulai dari Koordinator Bab I sampai
Bab IX.
Untuk memastikan sinergi antara Bab I sampai Bab IX, sebaiknya Ketua Tim Akreditasi
sekaligus dipegang oleh Wakil Managemen Mutu (WMM)

B. Tim Managemen Mutu

Managemen Mutu ditanggungjawabi oleh Kepala Puskesmas dan dipimpin oleh seorang
Wakil Managemen Mutu (WMM), yang membawahi 4 (empat) Sub Tim yang masing-masing
dipimpin oleh seorang Koordinator yaitu:

1. Audit Internal: Bertanggungjawab dalam Audit Internal mulai dari tahap Rencana
Audit, Pelaksanaan Audit, Monitoring dan Evaluasinya.
2. Managemen Komplain dan Survey Kepuasan Pelanggan: Bertanggungjawab dalam
proses pengukuran berjalannya mutu atau kinerja Puskesmas mulai dari pengelolaan kotak
saran, komplain masyarakat secara langsung, sms centre, pengelolaan koin kepuasan dan
pelaksanaan survei kepuasan Pelanggan di puskesmas.
3. Managemen Monitoring, Evaluasi dan Perbaikan Kinerja: Bertanggung jawab dalam
melakukan monitoring dan evaluasi dari semua kegiatan yang ada baik di UKM maupun
UKP.
4. Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien (PMKP): Bertanggungjawab
memastikan seluruh kegiatan pelayanan klinis berjalan dengan konsep PDCA dengan
mengacu kepada Permenkes nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan pasien.
Koordinator Bab IX sekaligus menjadi Koordinator Tim PMKP.

Langkah II: Penyusunan Pedoman Penyusunan Dokumen dan Pedoman Tata Naskah

Proses Akreditasi sebaiknya dimulai oleh Wakil Managemen Mutu beserta Tim nya, yang
harus bekerja cepat dalam menyusun Pedoman Penyusunan Dokumen dan Pedoman Tata
Naskah. Terjadi beberapa perdebatan yang isinya apakah tidak sebaiknya disatukan saja
Pedoman Penyusunan Dokumen dan Pedoman Tata Naskah dalam satu buku??

Dalam hal ini kami putuskan kedua pedoman tersebut dibuat secara terpisah, dimana Pedoman
Penyusunan Dokumen secara detail membahas essensi dari semua dokumen yang dibutuhkan,
sedangkan tata Naskah lebih ke teknis pembuatan dokumen mulai dari format atau draft
dokumen, tatacara penomoran dokumen, jenis dan ukuran font, margin tulisan dan segala
sesuatu yang harus diatur agar dihasilkan keseragaman dari seluruh dokumen nantinya.
Pedoman Penyusunan Dokumen dibuat dengan mengacu kepada Pedoman Penyusunan
Dokumen Akreditasi FKTP yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Pelayanan
Kesehatan Dasar Tahun 2015, sedangkan Pedoman Tata Naskah disusun dengan mengacu
kepada Permendagri Nomor 42 Tahun 2016 tentang Tata Naskah.

Dalam Proses penyusunan pedoman ini sebaiknya melibatkan semua ketua pokja dan
koordinator Bab, agar semua pihak sama-sama memahami esensi dari pedoman tersebut dan
akan menjadi sangat mudah dalam pengerjaan dokumen nantinya.

Langkah III: Duduk Bersama untuk Memahami Instrumen Akreditasi

Bersama dengan Pembimbing Akreditasi yang datang dari Dinas Kesehatan, seluruh Tim
Mutu dan Tim Akreditasi sebaiknya duduk bersama dan diskusi untuk memahami semua isi
dari Instrument Akreditasi mulai dari Bab I sampai Bab IX beserta kriteria dan elemen
penilaiannya. Intinya, kunci di awal adalah duduk bersama, membahas bersama, bingung
bersama dan pintar bersama, sehingga di dalam perjalanan proses nantinya tidak terbentuk
yang namanya Republik Admen, Republik UKM dan Republik UKP..

Bersamaan dengan diskusi pemahaman instrument akreditasi jangan lupa untuk


mendiskusikan dan memahami beberapa dokumen penting dalam Akreditasi yang saya sebut
dengan “jimat akreditasi” yaitu:

 Permenkes Nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas;


 Permenkes Nomor 44 tahun 2016 tentang Pedoman Managemen Puskesmas;
 Permenkes Nomor 43 tahun 2016 tentang Standard Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan;
 Permenkes Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama dan
tempat Praktek Mandiri Dokter/Dokter Gigi
 Khusus untuk Tim PMKP atau Bab IX “jimat” yang harus dikuasai adalah Permenkes
nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien
 Sedangkan untuk Tim Managemen Komplain dan Survei kepuasan Pelanggan “jimat”
yang harus dikuasai adalah Permenpan nomor 14 tahun 2017 tentang Survei Kepuasan
Masyarakat, karena di dalam Peraturan ini sudah dibahas tentang survei secara
keseluruhan, sehingga tidak perlu lagi repot membuka buku statistik apalagi sampai
menginstal program SPSS di komputer

Langkah IV: Pengerjaan Dokumen

Tim boleh memisahkan diri dulu ke tempat masing-masing sesuai dengan Pokja nya, untuk
mengerjakan dokumen yang diperlukan. Hendaknya selalu diingat tentang Hirarki Penulisan
Dokumen dimulai dari pembuatan SK/Kebijakan  Pedoman/Panduan  Rencana/Kerangka
Acuan  SOP.
Format pembuatan matriks untuk siklus PDCA di masing-masing Bab sebaiknya juga sudah
dipahami dan dibuat seragam bentuknya. Dokumen yang sudah jadi, oleh Sekretariat segera
diberi tanggal mulai berlaku, dilakukan penomoran dan ditandatangani oleh Pimpinan
Puskesmas. Untuk kemudian didistribusikan ke unit-unit terkait melalui buku Ekspedisi.

Jika dokumen sudah sampai ke unit-unit terkait, yang membuat dokumen wajib melakukan
sosialisasi agar apa yang menjadi tujuan dokumen tersebut dapat dipahami dengan baik.

Isi dari semua dokumen yang terkait dengan peningkatan mutu dan kinerja Puskesmas, oleh
Tim Managemen Mutu segera dirangkum dalam satu Pedoman yaitu Manual Mutu.

Langkah V: Implementasi

Setelah dokumen yang dibutuhkan sudah dibuat dan tersosialisasi dengan baik maka segera
diimplementasikan di Puskesmas dengan menjalankan proses monitoring dan evaluasi, juga
mulai berjalan proses Audit Internal.

Dalam tahap implementasi ini juga akan semakin dipahami apa yang diminta oleh elemen
penilaian Instrumen Akreditasi, sehingga sembari pelaksanaan implementasi dapat juga
sembari memperbaiki apa yang kurang di Dokumen yang sudah dibuat.

Langkah VI: Tata Graha Puskesmas

Selain persiapan dokumen, persiapan Tata Graha Puskesmas juga merupakan hal yang sangat
penting. Sebaiknya Proses tatagraha dikerjakan secara gotong royong. Dalam proses ini akan
terlihat beberapa keajaiban yang mungkin akan muncul dari ide-ide kreatif dari semua
Pegawai Puskesmas.

Salah satu keindahan yang tercipta dari Proses menuju akreditasi adalah: terciptanya
kebersamaan, saling menghargai seorang akan yang lain, dan saling membutuhkan karena
tidak ada satu orang pun yang mampu mengerjakan banyak hal dalam waktu yang bersamaan.

Tulisan ini saya dedikasikan untuk Teman-Teman tercinta di Rumah Kedua Puskesmas
Medan Johor, dan untuk Tiga Orang Pembimbing Akreditasi yang luar biasa dari Dinas
Kesehatan Kota Medan, yang sudah menjadi orangtua asuh kami selama proses berlangsung:
Bapak Edi Subroto, SKM, M. Kes (Pembimbing Admen); Bapak Leo Erickson SKM
(Pembimbing UKM) dan Ibu dr. Rumondang Pulungan, M. Kes (Pembimbing UKP)

Salam Kesehatan

Tim Managemen Mutu


Puskesmas Medan Johor
Manajemen Puskesmas
Sabtu, 25 Agustus 2018

Manajemen Mutu Puskesmas


  Manajemen Mutu Puskesmas--
Telah lama penulis ingin membuat ulasan terkait manajemen mutu di
Puskesmas, namun dikarenakan sesuatu dan lain hal baru saat ini ada kesempatan
untuk membuat ulasan ini. Ini adalah ulasan kedua dari penulis, dimana ulasan
pertama mengupas tentang bagaiamana akreditasi Puskesmas secara umum.
Bagi kawan-kawan di Puskesmas yang sedang berusaha membuat dan
mengumpulkan dokumen terkait manajemen mutu ( Bab 3, 6 dan 9 ), mungkin judul
diatas tidaklah asing lagi. Namun dalam kenyataannya hal inilah adalah yang tersulit
karena menegakkkan mutu Puskesmas membutuhkan komitmen dari semua tenaga
di Puskesmas terutama komitmen Pimpinan sebagai “top leader” sesuai teori mutu
oleh Crosby bahwa hal paling utama dalam manajemen mutu adalah komitmen
manajerial.
Hal yang menyulitkan lagi adalah buku sumber ataupun panduan dalam
manajemen mutu sangatlah sedikit, sehingga beberapa hanya terpaku pada
instrumen akreditasi FKTP yaitu di Bab 3, 6 dan 9. Buku lain yang bisa membantu
adalah “Pedoman Pendampingan Akreditasi FKTP”.

A.   Perbedaan Tim Manajemen Puskesmas dan Tim Mutu Puskesmas


Tim Manajemen Puskesmas disebutkan dalam Permenkes 44 Tahun 2016
tentang Pedoman Manajemen Puskesmas. Jika ada tenaga di Puskesmas yang telah
mengikuti pelatihan Manajemen Puskesmas harusnya hal ini tidaklah asing lagi
karena pelatihan ini mengupas habis isi Permenkes ini.
Tim Manajemen Puskesmas terdiri atas 4 (empat) tim yaitu :
1.    Tim Akreditasi
2.    Tim Sistem Informasi Puskesmas ( SIP )
3.    Tim Pembina Keluarga
4.    Tim Pembina Wilayah
Tim Manajemen Puskesmas disebutkan mempunyai tugas menyusun
perencanaan tingkat Puskesmas, sehingga tim ini dapat saja disamakan sebagai Tim
Perencanaan Tingkat Puskesmas.
Tim Akreditasi Puskesmas dalam perkembangannya dapat digantikan menjadi Tim
Manajemen Mutu karena tim akreditasi seyogyanya hanyalah tim persiapan
akreditasi. Tim Manajemen mutu lah yang harusnya melanjutkan tongkat estafet
menegakkan mutu dan kinerja Puskesmas.
Tim SIP dijelaskan sebagai tim yang mensuplai data untuk pembuatan perencanaan
seperti renaca lima tahunan Puskesmas, RPK dan RUK.
Tim Pembina Keluarga mempunyai peran dan tanggung jawab dalam pembinaan
keluarga di wilayah kerja Puskesmas, sehingga ada baiknya Penanggung Jawab tim
ini adalah Penanggung Jawab atau Staf yang membawahi tugas PIS-PK.
Tim Pembina Wilayah, sangat sedikit informasi mengenai tim ini. Diperkirakan tim ini
adalah bertanggung jawab terhadap pembinaan wilayah kerja Puskesmas baik
jaringan Puskesmas, Jejaring Puskesmas ataupun mitra non Kesehatan lainnya
seperti Pemerintah daerah setempat ( kecamatan dan desa ).

Lalu apa bedanya dengan Tim Manajemen Mutu Puskesmas?


Tim Manajemen Mutu mempunyai tugas untuk meningkatkan mutu
Puskesmas melalui kegiatan yang berkesinambungan dalam perbaikan mutu dan
kinerja.
Sehingga jika digabungkan akan terlihat bahwa Tim Manajemen Puskesmas
bertugas dalam membuat perencanaan di Puskesmas sedangkan Tim Manajemen
Mutu adalah bertanggung jawab dalam meningkatkan mutu di Puskesmas.

B.   Susunan Tim Mutu Puskesmas


1.    Wakil Manajemen Mutu
Wakil Manajemen Mutu disebutkan juga adalah Penanggung Jawab Mutu.
Tenaga yang menduduki tugas ini dipilih dari salah satu staf di Puskesmas yang
dianggap dapat memimpin perbaikan mutu dan kinerja di Puskesmas. Jadi dapat
dipastikan yang menduduki jabatan ini bukanlah Pmpinan Puskesmas.
Hal awal yang dilakukan oleh Wakil Manajemen Mutu adalah memimpin rapat
rutin seperti rapat triwulan seluruh anggota Tim Manajemen Mutu untuk membuat
rencana kegiatan tahunan perbaikan mutu dan kinerja. Setelah perencanaan dibuat
barulah setiap Tim Mutu melaksanakan tugasnya sesuai tupoksi masing-masing,
misalnya tim audit melakukan audit sesuai rencana yang telah dibuat, Demikian juga
tim survei kepuasan pelanggan mulai mengumpulkan data  pengukuran kepuasan
pelanggan dan juga umpan balik hasil kegiatan dan pelayanan.
Hasil kegiatan dari semua tim lalu dilaporkan pada Rapat Tinjauan
Manajemen (RTM), untuk dibahas dan ditetapkan rencana tindak lanjut perbaikan
yang nantinya hasil RTM ini wajib dijalankan oleh seluruh unit yang terkait dalam
pembahasan hasil RTM.  Pelaksanaan perbaikan mutu dan kinerja berdasarkan hasil
RTM yang dilakukan oleh masing-masing unit dipantau oleh Wakil Manajemen Mutu
yang selanjutnya dilaporkan kepada Pimpinan Puskesmas untuk mendapatkan tindak
lanjut atas hasil yang dicapai.
Di beberapa Puskesmas pelaksanaan pemantauan perbaikan mutu dan
kinerja dilakukan oleh suati tim yang dinamakan Tim Perbaikan Mutu dan Kinerja. Hal
ini dapat saja dilakukan jika di Puskesmas tersebut seluruh staf sudah tertanam
kesadaran untuk terus memperbaiki mutu dan kinerja sehingga tanpa melibatkan
Pimpinan hal ini dapat dilakukan. Namun jika ternyata adalah kebalikannya, tim ini
berpotensi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Artinya arahan dari tim tersebut
bisa saja tidak didengarkan oleh unit terkait, Sehingga beberapa Puskesmas lain
tidak mengadopsi sistem ini. Hal ini bisa dilihat dari struktur organisasi Tim Mutu
Puskesmas yang tidak menyebutkan adanya tim Perbaikan Mutu dan Kinerja.
Lalu bagaimana jika terjadi demikian ?

Akan lebih baik jika memungkinkan Wakil Manajemen Mutu yang melakukan
hal tersebut bahkan jika perlu bersama dengan Pimpinan sehingga dapat langsung
mengambil kebijakan penting yang tidak mungkin diambil oleh staf biasa. Misal jika
hasil RTM ada rekomendasi perbaikan bahwa pelaksana di ruang IGD agar dapat
melakukan tindakan sesuai SOP, namun dalam kenyataan setelah dilakukan
monitoring atas pelaksanaan hasil rekomendasi RTM ternyata banyak faktor yang
mempengaruhi sehingga pelaksana tidak melakukan tindakan sesuai SOP misalnya
SOP dimaksud tidak ada atau peralatan tidak lengkap atau tenaga pelaksana belum
mendapat pelatihan sesuai tindakan seperti BTCLS, maka keputusan bisa diambil
Pimpinan untuk mengarahkan pelaksana agar nantinya diharuskan mengikuti
Pelatihan yang akan diadakan Puskesmas. Keputusan ini tentu saja terkait dengan
pengeluaran biaya Puskesmas yang tentu saja perlu Keputusan Pucuk Pimpinan di
Puskesmas.

2.    Tim Audit Internal ( Auditor Internal )


Peran dan tugas Auditor internal adalah mengumpulkan data atau melakukan
penilaian atas kesesuaian antara kondisi yang aktual terjadi dengan regulasi atau
standar yang telah ditetapkan. Sehingga diharapakan nantinya hasil audit dapat
menjadi pertimbangan bagi Wakil Manajemen Mutu untuk melakukan langkah
perbaikan Mutu dan Kinerja.
Auditor haruslah menguasai  bidang yang akan diaudit, walaupun hal tersebut
bukan menjadi bidangnya, Hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan data awal
yang merupakan standar dari hal yang akan diaudit. Misalkan akan melakukan audit
pelaksanaan Kelas Ibu Hamil apakah sesuai dengan standar ataukah tidak?.  Auditor
haruslah mempelajari pedoman baik internal maupun eksternal Kelas Ibu Hamil
meliputi tahapan pelaksanaan sampai dengan pelaporan. Demikian juga dokumen
regulasi baik eksternal dari pemerintah pusat atau daerah atau dokumen internal
seperti SK dan SOP Pelaksanaan kegiatan,sehingga nantinya saat audit berlangsung
auditor dapat menjadi pembimbing dan pengarah untuk perbaikan atas
permasalahan yang terjadi. Permasalahan atau kesenjangan yang muncul dibahas
dengan auditee dan ditetapkan rekomendasi serta batas waktu penyelesaian oleh
unit yang diaudit.

Jadwal audit internal

JADWAL AUDIT INTERNAL


TAHUN………………………
UNIT KERJA
YANG DIAUDIT JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES

Tim Audit

Rencana audit

TGL& TGL&
UNIT AUDITOR KEGIATAN/ STANDAR/ KRITERIA WAKTU WAKTU
PROSES YANG YANG MENJADI ACUAN AUDIT I AUDIT II
DIAUDIT

MENGETAHUI, KETUA .................................,        20.....


TIM AUDIT
Anggota Tim Audit:

Temuan Audit dan Rencana Tindak Lanjut

Proses UNIT
Kriteria Audit

Bagian I : Detail Ketidaksesuaian

Uraian Ketidaksesuaian Bukti – Bukti Obyektif Metode Audit

Bagian 2: Rencana tindak lanjut dari analisi akar permasalahan, tindakan koreksi dan perbaikan
dengan waktu penyelesaian (Dapat menggunakan  formulir tindkan perbaikan atau pencegahan)

Analisis Akar Permasalahan (Bagaimana/Mengapa hal ini bisa terjadi?)

Tindakan perbaikan dan waktu penyelesaian:

Tindakan pencegahan supaya tidak terulang:

Unit kerja: Auditor Audit

Tanggal:

Monitoring Tindak Lanjut Audit Internal


Status tindak lanjut pertanggal:……………………………….

No Uraian Analisis Rencana Target waktu Penanggung Waktu Status


Ketidak ketidak tindak lanjut penyelesaian jawab Pelaksanaan penyelesaian
Sesuaian/ sesuaian/ tindak lanjut
Masalah masaah

3.    Tm Kepuasan Pelanggan


Survei Kepuasan pelanggan dilakukan bukan hanya di ruangan untuk UKP,
tetapi juga di luar gedung untuk kegiatan UKM.
Teknik survei untuk mengukur kepuasan pelanggan serta meminta umpan balik
dapat bermacam-macam diantaranya :
a.    Survei menggunakan emoticon
b.    Survei melalui kotak saran
c.    Survei menggunakan instrumen pertanyaan untuk mengetahui indeks kepuasan
masyarakat ( IKM )
d.    Survei mawas diri ( sebagai survei kebutuhan masyarakat )
e.    Survei dengan cara wawancara langsung seperti pada saat pertemuan lintas sektor
atau pertemuan konsultatif bersama masyarakat lainnya
f.     Survei melalui media elektronik
Dasar atau pedoman yang bisa digunakan untuk melakukan survei indeks
kepuasan masyarakat  adalah PERMENPAN RB NO. 14 Tahun 2017
tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit  Penyelenggara
Pelayanan Publik.
Dalam PERMENPAN RB No 14 Tahun 2017 cukup banyak dijelaskan
bagaimana survei kepuasan masyarakat harus dilakukan. Waktu pelaksanaan survei
bisa 3 bulan, 6 bulan atau minimal satu (1) tahun sekali. Selain itu juga dijelaskan
penetapan sampel untuk responden yang akan mengisi survei, unsur yang harus ada
di instrumen survei ( pertanyaan ), serta cara menganalisa jawaban hingga bisa
menghasilkan keputusan akhir “ Indeks Kepuasan Masyarakat”.
Indeks Kepuasan Masyarakat / IKM di persepsikan ke dalam angka dengan
nilai rentang 1 s.d 4. Nilai 4 adalah nilai tertinggi / terbaik. Hasil IKM dapat
dipublikasikan kepada masyarakat dengan menempelnya pada tempat yang mudah
dilihat. 

4.    Tim PMKP ( Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien )


Garis besar kegiatan Tim PMKP adalah sebagai berikut :
a.    Penetapan, Monitoring dan Penilaian Indikator Mutu Klinis ( EP 9.1.1 )
b.    Identifikasi dan Tindak Lanjut KTD, KPC, KNC dan KTC ( EP 9.1.1 )
c.    Laporan Pelaksanaan Manajemen Risiko ( Minimal dilakukan FMEA untuk 1 kasus =
EP 9.1.1.8 )
d.    Penetapan, Monitoring dan Penilaian Indikator Perilaku Tenaga Klinis ( EP 9.1.2 )
e.    Perencanaan Program Tahunan PMKP ( EP 9.1.3 dan 3.1.2 )
f.     Penetapan Prioritas Perbaikan Pelayanan Klinis berdasarkan 3H (High Risk, High
Cost, High Volume) dan kecenderungan terjadinya masalah.
g.    Monitoring dan Evaluasi terhadap Pelaksanaan 6 Sasaran Keselamatan Pasien

Hal yang perlu diperhatikan :


1.    Kepala Puskesmas membentuk tim yang bertanggung jawab
untuk mengelola upaya keselamatan pasien dan manajemen risiko. Untuk
keselamatan pasien dan keamanan fasilitas di Puskesmas
menjadi tanggung jawab Tim mutu Klinis dan Keselamatan Pasien
sebagaimana diminta dalam standar akreditasi. Untuk risiko kegiatan
UKM di Puskesmas menjadi tanggung jawab Tim Mutu Upaya
Kesehatan Masyarakat.
2.    Pelaksanaan kegiatan Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko
wajib dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten tiap tiga bulan sekali,
terintegrasi dengan Pelaporan Kegiatan Perbaikan Mutu Puskesmas
dan Keselamatan Pasien.
3.    Jika terjadi Insiden Keselamatan Pasien di Puskesmas yang
berupa Kejadian Tidak Diharapkan dan/atau Kejadian Nyaris Cedera,
Kejadian Tidak Cedera, dan Kondisi berpotensi Cedera wajib dilaporan
paling lambat 2 x 24 jam kepada atasan langsung dan kepada Kepala
Puskesmas, dan ditindak lanjuti.
4.    Jika terjadi Insiden masuk derajat merah atau kuning, Kepala
Puskesmas menugaskan Tim Mutu Klinis dan Keselamatan
Pasien untuk melakukan investigasi dengan menggunakan RCA.
Analisis dan tindak lanjut harus sudah diselesaikan dalam waktu paling
lambat 45 hari.
5.    Jika terjadi Insiden Keselamatan Pasien yang masuk derajat biru, unit
kerja yang bersangkutan harus melakukan investigasi sederhana dan
menindaklanjuti paling lambat dalam waktu satu minggu
6.    Jika terjadi Insiden Keselamatan Pasien yang masuk derajat hijau, unit
kerja yang bersangkutan harus melakukan investigasi sederhana dan
menindaklanjuti paling lambat dalam waktu dua minggu
7.    Hasil investigasi Insiden Keselamatan Pasien harus segera dilaporkan
ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Penetapan Derajat Risiko / Insiden :


a.    Penetapan Dampak Risiko
b.    Penetapan Kemungkinan Terjadinya ( Probabilitas )
Setelah dilakukan penilaian terhadap dampak dan kemungkinan terjadinya
maka tingkat keparahan risiko ditetapkan dengan matriks sebagai berikut :
Penilaian :
No Warna Derajat Tindakan
1 Merah Ekstrem
RCA
2 Kuning Tinggi
3 Hijau Sedang
Investigasi Sederhana
4 Biru Rendah

Apa itu FMEA ?


Failure Mode and Effect Analys (FMEA):
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan suatu
pendekatan untuk mengenali dan menemukan kemungkinan
terjadinya kegagalan pada system dan strategi untuk mencegah
terjadinya kegagalan tersebut.
FMEA dilakukan jika dalam analisis tim RCA menemukan adanya potensi
penyebab kejadian karena kegagalan sistem. Sehingga dapat disimpulkan hasil akhir
dari FMEA adalah disusunnya disain baru atau prosedur baru.
Untuk menyimpulkan hasil FMEA digunakan 3 unsur yaitu :
1.    Occurence = O ( Sering tidaknya terjadi )
Skala pengukuran 1 – 10, dari tidak pernah terjadi sampai sangat sering terjadi
2.    Severity = S ( Kegawatan )
Skala pengukuran 1 – 10, dari tidak gawat sampai sangat gawat
3.    Detectability = D ( Kemudahan untuk dideteksi )
Skala pengukuran 1 – 10, dari  paling mudah dideteksi sampai sangat sulit dideteksi
4.    Risk Priority Number ( RPN ) = O x S x D

Nilai RPN dengan persentase kumulatif 80%  sebagai cut off point

5.    Tim PPI ( Pencegahan dan Pengendalian Infeksi )


Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah
upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas,
pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan.
Pedoman utama yang wajib digunakan TIM PPI adalah PERMENKES No 27
Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
Penyebutan unit yang bertugas dalam PPI bisa komite, bisa juga Tim.
Penyebutan Komite PPI biasanya ditujukan bagi TIM PPI yang ada di RS kelas A dan
B. Sedangkan di RS kelas C dan D  serta Puskesmas cukup TIM PPI.

Tugas Komite PPI  :


a.   Menyusun dan menetapkan serta mengevaluasi kebijakanPPI.
b.   Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPI, agar kebijakan dapat dipahami dan
dilaksanakan oleh petugas kesehatan.
c.   Membuat SPO PPI.
d.   Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program tersebut.
e.   Melakukan investigasi masalah atau kejadian luar biasa HAIs
(Healthcare Associated Infections).
f. Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara pencegahan dan
pengendalian infeksi.
g.   Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya dalam PPI.
h.   Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman
bagi yang menggunakan.
i.    Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) rumah sakit dalam PPI.
j.    Melakukan pertemuan berkala, termasuk evaluasi kebijakan.
k.   Berkoordinasi dengan unit terkait lain dalam hal pencegahan dan pengendalian
infeksi rumah sakit, antara lain :
1). Tim Pengendalian Resistensi Antimikroba (TPRA) dalam penggunaanan antibiotika
yang bijak dirumah sakit berdasarkan pola kuman dan resistensinya terhadap
antibiotika dan menyebarluaskan data resistensi antibiotika.
2).     Tim kesehatan dan keselamatan kerja (K3) untuk menyusun kebijakan.
3).     Tim keselamatan pasien dalam menyusun kebijakan clinical
governance and patientsa fety.
l.    Mengembangkan, mengimplementasikan dan secara periodik mengkaji kembali
rencana manajemen PPI apakah telah sesuai kebijakan manajemen rumah sakit.
m.  Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan pengadaan alat
dan bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara pemrosesan alat, penyimpanan alat
dan linen sesuai dengan prinsip PPI.
n. Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena potensial
menyebarkan infeksi.
o.   Melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang menyimpang daristandar
prosedur / monitoring surveilans proses.
p.   Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan penanggulangan infeksi bila
ada KLB dirumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

Struktur Tim PPI


a.        Ketua Tim
Kriteria :     1). Dokter yang mempunyai minat dalam PPI.
2). Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.
b.      Anggota
1).  IPCN
Kriteria dan uraian tugas mengikuti kriteria dan tugas IPCN pada komite PPI
,disesuaikan dengan fasilitas pelayanan kesehatannya.
2).   Anggota lain
Kriteria :   a. Perawat/tenaga lain yang mempunyai minat dalam PPI.
b. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.
c. Memiliki kemampuan leadership.
Tugas :     Tugas Tim PPI mengikuti tugas komite PPI disesuaikan dengan fasilitas pelayanan
kesehatannya.

Ruang lingkup penyelenggaraan PPI secara garis besar adalah penerapan terhadap
11 kewaspadaan standar dan 3 kewaspadaan transmisi.
Kewaspadaan standar meliputi :
a.    Kebersihan Tangan
b.    Alat Pelindung Diri
c.    Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien
d.    Pengendalian Lingkungan
e.    Pengelolaan Limbah
f.     Panatalaksanaan Linen
g.    Perlindungan Kesehatan Petugas
h.    Penempatan Pasien
i.      Kebersihan Pernafasan / Etika Batuk dan Bersin
j.      Praktik Menyuntik Yang Aman
k.    Praktik Lumbal Fungsi Yang Aman
Kewaspadaan transmisi meliputi :
a.    Kewaspadaan Transmisi Melalui Kontak
b.    Kewaspadaan Transmisi Melalui Droplet
c.    Kewaspadaan Transmisi Melalui Udara

Untuk memastikan Pelaksanaan Program PPI tetap pada jalurnya, Tim PPI
dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kewaspadaan standar dan
kewaspadaan transmisi. Lembar Monitoring dapat dibuat menyesuaikan dengan jenis
kewaspdaan yang ingin dikontrol.
Misalnya monitoring dan evaluasi terhadap kepatuhan kewaspadaan standar
pertama : Kebersihan tangan yaitu melakukan kontrol terhadap kepatuhan mencuci
tangan petugas kesehatan terutama yang berada pada unit utama sasaran PPI yaitu
ruang IGD, Gigi, Persalinan, Laboratorium.
Contoh tabel sbb :

Kepatuhan Cuci Tangan


Nama Nama
No Jenis Tindakan Tepat Dilakukan Tidak
Unit Petugas
Dilakukan Sebagian Dilakukan
1 2 3 4 5 6 7
Total

C.   Unit Terkait Lainnya


Unit terkait lainnya dalam hal ini adalah unit yang biasanya ikut terlibat dalam
perbaikan mutu dan kinerja Puskesmas karena tugas dan fungsinya. Misalnya
Kasubag TU, Penanggung Jawab UKM, Penanggung Jawab UKP dimana sesuai
tugas dan wewenangnya harus melaporkan perbaikan mutu dan kinerja melalui
indikator mutu dan kinerja yang telah ditetapkan secara rutin saat Rapat Tinjauan
Manajemen.
Indikator mutu dan kinerja yang telah ditetapkan melalui SK Kepala
Puskesmas harus dipantau nilai capaiannya, dan dibahas terutama bagi unit yang
tidak bisa mencapai target kinerja di indikator terkait. Dengan pembahasan bersama
di RTM antara Pimpinan, Wakil Manajemen Mutu dan seluruh staf diharapkan
permasalahan yang dihadapi mendapatkan solusi yang tepat sehingga pencapaian
indikator kinerja di masa mendatang dapat memenuhi target yang telah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai