Anda di halaman 1dari 11

MANAJEMEN MUTU PUSKESMAS

Puskesmas secara umum.


Bagi kawan-kawan di Puskesmas yang sedang berusaha membuat dan mengumpulkan dokumen
terkait manajemen mutu ( Bab 3, 6 dan 9 ), mungkin judul diatas tidaklah asing lagi. Namun
dalam kenyataannya hal inilah adalah yang tersulit karena menegakkkan mutu Puskesmas
membutuhkan komitmen dari semua tenaga di Puskesmas terutama komitmen Pimpinan sebagai
“top leader” sesuai teori mutu oleh Crosby bahwa hal paling utama dalam manajemen mutu
adalah komitmen manajerial.
Hal yang menyulitkan lagi adalah buku sumber ataupun panduan dalam manajemen mutu
sangatlah sedikit, sehingga beberapa hanya terpaku pada instrumen akreditasi FKTP yaitu di Bab
3, 6 dan 9. Buku lain yang bisa membantu adalah “Pedoman Pendampingan Akreditasi FKTP”.

A. Perbedaan Tim Manajemen Puskesmas dan Tim Mutu Puskesmas


Tim Manajemen Puskesmas disebutkan dalam Permenkes 44 Tahun 2016 tentang Pedoman
Manajemen Puskesmas. Jika ada tenaga di Puskesmas yang telah mengikuti pelatihan
Manajemen Puskesmas harusnya hal ini tidaklah asing lagi karena pelatihan ini mengupas habis
isi Permenkes ini.
Tim Manajemen Puskesmas terdiri atas 4 (empat) tim yaitu :
1. Tim Akreditasi
2. Tim Sistem Informasi Puskesmas ( SIP )
3. Tim Pembina Keluarga
4. Tim Pembina Wilayah
Tim Manajemen Puskesmas disebutkan mempunyai tugas menyusun perencanaan tingkat
Puskesmas, sehingga tim ini dapat saja disamakan sebagai Tim Perencanaan Tingkat Puskesmas.
Tim Akreditasi Puskesmas dalam perkembangannya dapat digantikan menjadi Tim Manajemen
Mutu karena tim akreditasi seyogyanya hanyalah tim persiapan akreditasi. Tim Manajemen mutu
lah yang harusnya melanjutkan tongkat estafet menegakkan mutu dan kinerja Puskesmas.
Tim SIP dijelaskan sebagai tim yang mensuplai data untuk pembuatan perencanaan seperti
renaca lima tahunan Puskesmas, RPK dan RUK.
Tim Pembina Keluarga mempunyai peran dan tanggung jawab dalam pembinaan keluarga di
wilayah kerja Puskesmas, sehingga ada baiknya Penanggung Jawab tim ini adalah Penanggung
Jawab atau Staf yang membawahi tugas PIS-PK.
Tim Pembina Wilayah, sangat sedikit informasi mengenai tim ini. Diperkirakan tim ini adalah
bertanggung jawab terhadap pembinaan wilayah kerja Puskesmas baik jaringan Puskesmas,
Jejaring Puskesmas ataupun mitra non Kesehatan lainnya seperti Pemerintah daerah setempat
( kecamatan dan desa ).

Lalu apa bedanya dengan Tim Manajemen Mutu Puskesmas?


Tim Manajemen Mutu mempunyai tugas untuk meningkatkan mutu Puskesmas melalui kegiatan
yang berkesinambungan dalam perbaikan mutu dan kinerja.
Sehingga jika digabungkan akan terlihat bahwa Tim Manajemen Puskesmas bertugas dalam
membuat perencanaan di Puskesmas sedangkan Tim Manajemen Mutu adalah bertanggung
jawab dalam meningkatkan mutu di Puskesmas.

B. Susunan Tim Mutu Puskesmas


1. Wakil Manajemen Mutu
Wakil Manajemen Mutu disebutkan juga adalah Penanggung Jawab Mutu. Tenaga yang
menduduki tugas ini dipilih dari salah satu staf di Puskesmas yang dianggap dapat memimpin
perbaikan mutu dan kinerja di Puskesmas. Jadi dapat dipastikan yang menduduki jabatan ini
bukanlah Pmpinan Puskesmas.
Hal awal yang dilakukan oleh Wakil Manajemen Mutu adalah memimpin rapat rutin seperti
rapat triwulan seluruh anggota Tim Manajemen Mutu untuk membuat rencana kegiatan tahunan
perbaikan mutu dan kinerja. Setelah perencanaan dibuat barulah setiap Tim Mutu melaksanakan
tugasnya sesuai tupoksi masing-masing, misalnya tim audit melakukan audit sesuai rencana yang
telah dibuat, Demikian juga tim survei kepuasan pelanggan mulai mengumpulkan data
pengukuran kepuasan pelanggan dan juga umpan balik hasil kegiatan dan pelayanan.
Hasil kegiatan dari semua tim lalu dilaporkan pada Rapat Tinjauan Manajemen (RTM), untuk
dibahas dan ditetapkan rencana tindak lanjut perbaikan yang nantinya hasil RTM ini wajib
dijalankan oleh seluruh unit yang terkait dalam pembahasan hasil RTM. Pelaksanaan perbaikan
mutu dan kinerja berdasarkan hasil RTM yang dilakukan oleh masing-masing unit dipantau oleh
Wakil Manajemen Mutu yang selanjutnya dilaporkan kepada Pimpinan Puskesmas untuk
mendapatkan tindak lanjut atas hasil yang dicapai.
Di beberapa Puskesmas pelaksanaan pemantauan perbaikan mutu dan kinerja dilakukan oleh
suati tim yang dinamakan Tim Perbaikan Mutu dan Kinerja. Hal ini dapat saja dilakukan jika di
Puskesmas tersebut seluruh staf sudah tertanam kesadaran untuk terus memperbaiki mutu dan
kinerja sehingga tanpa melibatkan Pimpinan hal ini dapat dilakukan. Namun jika ternyata adalah
kebalikannya, tim ini berpotensi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Artinya arahan dari tim
tersebut bisa saja tidak didengarkan oleh unit terkait, Sehingga beberapa Puskesmas lain tidak
mengadopsi sistem ini. Hal ini bisa dilihat dari struktur organisasi Tim Mutu Puskesmas yang
tidak menyebutkan adanya tim Perbaikan Mutu dan Kinerja.
Lalu bagaimana jika terjadi demikian ?
Akan lebih baik jika memungkinkan Wakil Manajemen Mutu yang melakukan hal tersebut
bahkan jika perlu bersama dengan Pimpinan sehingga dapat langsung mengambil kebijakan
penting yang tidak mungkin diambil oleh staf biasa. Misal jika hasil RTM ada rekomendasi
perbaikan bahwa pelaksana di ruang IGD agar dapat melakukan tindakan sesuai SOP, namun
dalam kenyataan setelah dilakukan monitoring atas pelaksanaan hasil rekomendasi RTM ternyata
banyak faktor yang mempengaruhi sehingga pelaksana tidak melakukan tindakan sesuai SOP
misalnya SOP dimaksud tidak ada atau peralatan tidak lengkap atau tenaga pelaksana belum
mendapat pelatihan sesuai tindakan seperti BTCLS, maka keputusan bisa diambil Pimpinan
untuk mengarahkan pelaksana agar nantinya diharuskan mengikuti Pelatihan yang akan diadakan
Puskesmas. Keputusan ini tentu saja terkait dengan pengeluaran biaya Puskesmas yang tentu saja
perlu Keputusan Pucuk Pimpinan di Puskesmas.

2. Tim Audit Internal ( Auditor Internal )


Peran dan tugas Auditor internal adalah mengumpulkan data atau melakukan penilaian atas
kesesuaian antara kondisi yang aktual terjadi dengan regulasi atau standar yang telah ditetapkan.
Sehingga diharapakan nantinya hasil audit dapat menjadi pertimbangan bagi Wakil Manajemen
Mutu untuk melakukan langkah perbaikan Mutu dan Kinerja.
Auditor haruslah menguasai bidang yang akan diaudit, walaupun hal tersebut bukan menjadi
bidangnya, Hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan data awal yang merupakan standar
dari hal yang akan diaudit. Misalkan akan melakukan audit pelaksanaan Kelas Ibu Hamil apakah
sesuai dengan standar ataukah tidak?. Auditor haruslah mempelajari pedoman baik internal
maupun eksternal Kelas Ibu Hamil meliputi tahapan pelaksanaan sampai dengan pelaporan.
Demikian juga dokumen regulasi baik eksternal dari pemerintah pusat atau daerah atau dokumen
internal seperti SK dan SOP Pelaksanaan kegiatan,sehingga nantinya saat audit berlangsung
auditor dapat menjadi pembimbing dan pengarah untuk perbaikan atas permasalahan yang
terjadi. Permasalahan atau kesenjangan yang muncul dibahas dengan auditee dan ditetapkan
rekomendasi serta batas waktu penyelesaian oleh unit yang diaudit.
Jadwal audit internal
JADUAL AUDIT INTERNAL
TAHUN …………..

Unit Kerja Yg Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agts Sept Okt Nov Des
Diaudit

Tim Audit

JADWAL AUDIT INTERNAL


Bagian 2: Rencana tindak lanjut dari analisi akar permasalahan, tindakan koreksi dan perbaikan
dengan waktu penyelesaian (Dapat menggunakan formulir tindkan perbaikan atau pencegahan)

3. Tm Kepuasan Pelanggan
Survei Kepuasan pelanggan dilakukan bukan hanya di ruangan untuk UKP, tetapi juga di luar
gedung untuk kegiatan UKM.
Teknik survei untuk mengukur kepuasan pelanggan serta meminta umpan balik dapat bermacam-
macam diantaranya :
a. Survei menggunakan emoticon
b. Survei melalui kotak saran
c. Survei menggunakan instrumen pertanyaan untuk mengetahui indeks kepuasan masyarakat (
IKM )
d. Survei mawas diri ( sebagai survei kebutuhan masyarakat )
e. Survei dengan cara wawancara langsung seperti pada saat pertemuan lintas sektor atau
pertemuan konsultatif bersama masyarakat lainnya
f. Survei melalui media elektronik

Dasar atau pedoman yang bisa digunakan untuk melakukan survei indeks kepuasan masyarakat
adalah PERMENPAN RB NO. 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan
Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik.
Dalam PERMENPAN RB No 14 Tahun 2017 cukup banyak dijelaskan bagaimana survei
kepuasan masyarakat harus dilakukan. Waktu pelaksanaan survei bisa 3 bulan, 6 bulan atau
minimal satu (1) tahun sekali. Selain itu juga dijelaskan penetapan sampel untuk responden yang
akan mengisi survei, unsur yang harus ada di instrumen survei ( pertanyaan ), serta cara
menganalisa jawaban hingga bisa menghasilkan keputusan akhir “ Indeks Kepuasan
Masyarakat”.
Indeks Kepuasan Masyarakat / IKM di persepsikan ke dalam angka dengan nilai rentang 1 s.d 4.
Nilai 4 adalah nilai tertinggi / terbaik. Hasil IKM dapat dipublikasikan kepada masyarakat
dengan menempelnya pada tempat yang mudah dilihat.

4. Tim PMKP ( Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien )


Garis besar kegiatan Tim PMKP adalah sebagai berikut :
a. Penetapan, Monitoring dan Penilaian Indikator Mutu Klinis ( EP 9.1.1 )
b. Identifikasi dan Tindak Lanjut KTD, KPC, KNC dan KTC ( EP 9.1.1 )
c. Laporan Pelaksanaan Manajemen Risiko ( Minimal dilakukan FMEA untuk 1 kasus =
EP 9.1.1.8 )
d. Penetapan, Monitoring dan Penilaian Indikator Perilaku Tenaga Klinis ( EP 9.1.2 )
e. Perencanaan Program Tahunan PMKP ( EP 9.1.3 dan 3.1.2 )
f. Penetapan Prioritas Perbaikan Pelayanan Klinis berdasarkan 3H (High Risk, High Cost,
High
Volume) dan kecenderungan terjadinya masalah.
g. Monitoring dan Evaluasi terhadap Pelaksanaan 6 Sasaran Keselamatan Pasien

Hal yang perlu diperhatikan :


1. Kepala Puskesmas membentuk tim yang bertanggung jawab untuk mengelola upaya
keselamatan pasien dan manajemen risiko. Untuk keselamatan pasien dan keamanan fasilitas
di Puskesmas menjadi tanggung jawab Tim mutu Klinis dan Keselamatan Pasien
sebagaimana diminta dalam standar akreditasi. Untuk risiko kegiatan UKM di Puskesmas
menjadi tanggung jawab Tim Mutu Upaya Kesehatan Masyarakat.
2. Pelaksanaan kegiatan Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko wajib dilaporkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten tiap tiga bulan sekali, terintegrasi dengan Pelaporan Kegiatan
Perbaikan Mutu Puskesmas dan Keselamatan Pasien.
3. Jika terjadi Insiden Keselamatan Pasien di Puskesmas yang berupa Kejadian Tidak
Diharapkan dan/atau Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Cedera, dan Kondisi
berpotensi Cedera wajib dilaporan paling lambat 2 x 24 jam kepada atasan langsung dan
kepada Kepala Puskesmas, dan ditindak lanjuti.
4. Jika terjadi Insiden masuk derajat merah atau kuning, Kepala Puskesmas menugaskan Tim
Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien untuk melakukan investigasi dengan menggunakan
RCA. Analisis dan tindak lanjut harus sudah diselesaikan dalam waktu paling lambat 45
hari.
5. Jika terjadi Insiden Keselamatan Pasien yang masuk derajat biru, unit kerja yang
bersangkutan harus melakukan investigasi sederhana dan menindaklanjuti paling lambat
dalam waktu satu minggu
6. Jika terjadi Insiden Keselamatan Pasien yang masuk derajat hijau, unit kerja yang
bersangkutan harus melakukan investigasi sederhana dan menindaklanjuti paling lambat
dalam waktu dua minggu
7. Hasil investigasi Insiden Keselamatan Pasien harus segera dilaporkan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.

Penetapan Derajat Risiko / Insiden :


a. Penetapan Dampak Risiko
b. Penetapan Kemungkinan Terjadinya ( Probabilitas )
Setelah dilakukan penilaian terhadap dampak dan kemungkinan terjadinya maka tingkat
keparahan risiko ditetapkan dengan matriks sebagai berikut :
Penilaian :
No
Warna
Derajat
Tindakan
1
Merah
Ekstrem
RCA
2
Kuning
Tinggi
3
Hijau
Sedang
Investigasi Sederhana
4
Biru
Rendah

Apa itu FMEA ?


Failure Mode and Effect Analys (FMEA):
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan suatu
pendekatan untuk mengenali dan menemukan kemungkinan
terjadinya kegagalan pada system dan strategi untuk mencegah
terjadinya kegagalan tersebut.
FMEA dilakukan jika dalam analisis tim RCA menemukan adanya potensi penyebab kejadian
karena kegagalan sistem. Sehingga dapat disimpulkan hasil akhir dari FMEA adalah disusunnya
disain baru atau prosedur baru.
Untuk menyimpulkan hasil FMEA digunakan 3 unsur yaitu :
1. Occurence = O ( Sering tidaknya terjadi )
Skala pengukuran 1 – 10, dari tidak pernah terjadi sampai sangat sering terjadi
2. Severity = S ( Kegawatan )
Skala pengukuran 1 – 10, dari tidak gawat sampai sangat gawat
3. Detectability = D ( Kemudahan untuk dideteksi )
Skala pengukuran 1 – 10, dari paling mudah dideteksi sampai sangat sulit dideteksi
4. Risk Priority Number ( RPN ) = O x S x D
Nilai RPN dengan persentase kumulatif 80% sebagai cut off point
5. Tim PPI ( Pencegahan dan Pengendalian Infeksi )
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya untuk
mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan
masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan.
Pedoman utama yang wajib digunakan TIM PPI adalah PERMENKES No 27 Tahun 2017
tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Penyebutan unit yang bertugas dalam PPI bisa komite, bisa juga Tim. Penyebutan Komite
PPI biasanya ditujukan bagi TIM PPI yang ada di RS kelas A dan B. Sedangkan di RS
kelas C dan D serta Puskesmas cukup TIM PPI.

Tugas Komite PPI :


a. Menyusun dan menetapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI.
b. Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPI, agar kebijakan dapat dipahami dan dilaksanakan
oleh
petugas kesehatan.
c. Membuat SPO PPI.
d. Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program tersebut.
e. Melakukan investigasi masalah atau kejadian luar biasa HAIs (Healthcare Associated
Infections).
f. Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara pencegahan dan
pengendalian
infeksi.
g. Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan
lainnya dalam PPI.
h. Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman bagi yang
menggunakan.
i. Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia (SDM) rumah sakit dalam PPI.
j. Melakukan pertemuan berkala, termasuk evaluasi kebijakan.
k. Berkoordinasi dengan unit terkait lain dalam hal pencegahan dan pengendalian infeksi rumah
sakit, antara lain :
1). Tim Pengendalian Resistensi Antimikroba (TPRA) dalam penggunaanan antibiotika yang
bijak dirumah sakit berdasarkan pola kuman dan resistensinya terhadap antibiotika dan
menyebarluaskan data resistensi antibiotika.
2). Tim kesehatan dan keselamatan kerja (K3) untuk menyusun kebijakan.
3). Tim keselamatan pasien dalam menyusun kebijakan clinical governance and patientsa fety.
l. Mengembangkan, mengimplementasikan dan secara periodik mengkaji kembali rencana
manajemen PPI apakah telah sesuai kebijakan manajemen rumah sakit.
m. Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan pengadaan alat dan bahan
kesehatan, renovasi ruangan, cara pemrosesan alat, penyimpanan alat dan linen sesuai dengan
prinsip PPI.
n. Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena potensial menyebarkan
infeksi.
o. Melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang menyimpang daristandar prosedur /
monitoring surveilans proses.
p. Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan penanggulangan infeksi bila ada KLB
dirumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

Struktur Tim PPI


a. Ketua Tim
Kriteria : 1). Dokter yang mempunyai minat dalam PPI.
2). Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.
b. Anggota
1). IPCN
Kriteria dan uraian tugas mengikuti kriteria dan tugas IPCN pada komite
PPI ,disesuaikan dengan fasilitas pelayanan kesehatannya.
2). Anggota lain
Kriteria : a. Perawat/tenaga lain yang mempunyai minat dalam PPI.
b. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.
c. Memiliki kemampuan leadership.
Tugas : Tugas Tim PPI mengikuti tugas komite PPI disesuaikan dengan fasilitas pelayanan
kesehatannya.

Ruang lingkup penyelenggaraan PPI secara garis besar adalah penerapan terhadap 11
kewaspadaan standar dan 3 kewaspadaan transmisi.
Kewaspadaan standar meliputi :
a. Kebersihan Tangan
b. Alat Pelindung Diri
c. Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien
d. Pengendalian Lingkungan
e. Pengelolaan Limbah
f. Panatalaksanaan Linen
g. Perlindungan Kesehatan Petugas
h. Penempatan Pasien
i. Kebersihan Pernafasan / Etika Batuk dan Bersin
j. Praktik Menyuntik Yang Aman
k. Praktik Lumbal Fungsi Yang Aman

Kewaspadaan transmisi meliputi :


a. Kewaspadaan Transmisi Melalui Kontak
b. Kewaspadaan Transmisi Melalui Droplet
c. Kewaspadaan Transmisi Melalui Udara
Untuk memastikan Pelaksanaan Program PPI tetap pada jalurnya, Tim PPI dapat melakukan
monitoring dan evaluasi terhadap kewaspadaan standar dan kewaspadaan transmisi. Lembar
Monitoring dapat dibuat menyesuaikan dengan jenis kewaspdaan yang ingin dikontrol.
Misalnya monitoring dan evaluasi terhadap kepatuhan kewaspadaan standar pertama :
Kebersihan tangan yaitu melakukan kontrol terhadap kepatuhan mencuci tangan petugas
kesehatan terutama yang berada pada unit utama sasaran PPI yaitu ruang IGD, Gigi, Persalinan,
Laboratorium.
Contoh tabel sbb :

C. Unit Terkait Lainnya


Unit terkait lainnya dalam hal ini adalah unit yang biasanya ikut terlibat dalam perbaikan mutu
dan kinerja Puskesmas karena tugas dan fungsinya. Misalnya Kasubag TU, Penanggung Jawab
UKM, Penanggung Jawab UKP dimana sesuai tugas dan wewenangnya harus melaporkan
perbaikan mutu dan kinerja melalui indikator mutu dan kinerja yang telah ditetapkan secara rutin
saat Rapat Tinjauan Manajemen.
Indikator mutu dan kinerja yang telah ditetapkan melalui SK Kepala Puskesmas harus dipantau
nilai capaiannya, dan dibahas terutama bagi unit yang tidak bisa mencapai target kinerja di
indikator terkait. Dengan pembahasan bersama di RTM antara Pimpinan, Wakil Manajemen
Mutu dan seluruh staf diharapkan permasalahan yang dihadapi mendapatkan solusi yang tepat
sehingga pencapaian indikator kinerja di masa mendatang dapat memenuhi target yang telah
ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai