Anda di halaman 1dari 5

BENCHMARKING TO BEST PRACTICE

Oleh: Afifah Fadila, S.Gz

A. Latar Belakang

Berdasarkan Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 19 Tahun 2015 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III, salah satu kegiatan yang
wajib dilaksanakan adalah kegiatan Benchmarkingke lokus yang dianggap dapat mewakili terhadap
proyek perubahan untuk dapat diadopsi dan diadaptasi, guna melakukan inovasi sehingga dapat
melengkapi proyek perubahan yang dibuat oleh masing-masing peserta. Benchmarking adalah suatu
standar atau tolak ukur yang dimanfaatkan untuk membandingkan antara satu hal dengan hal lainnya yang
sejenis. Dengan menggunakan tolak ukur tersebut, maka berbagai hal akan bisa diukur dengan standar
baku yang umum. Benchmarking adalah suatu cara yang sangat sistematis atau suatu upaya penilaian
performa pada layanan, produk atau proses perusahaan dengan membandingkannya dengan layanan,
proses, atau produk dari kompetitor lain yang dinilai lebih baik dari perusahaan tersebut. Tujuan yang
paling utama dari melakukan benchmarking adalah demi meningkatkan nilai lebih perusahaan dengan
cara memperbaiki performa usaha, meningkatkan produktivitas, memperbaiki kualitas produk dan
pelayanan, serta hal lainnya dengan memanfaat performa dari kompetitor lain yang dianggap lebih baik.

Dalam membekali penulis dengan kemampuan mengadopsi dan mengadaptasi keunggulan


organisasi yang memiliki best practice dalam pengelolaan program/kegiatan melalui pembelajaran
benchmarking maka pengumpulan data dilakukan secara online baik melalui internet, maupun telpon dan
cara lainnya. Pengamatan kegiatan pada inovasi atau kelebihan untuk memajukan unit organisasi atau
dikaitkan dengan sejauh mana inovasi yang dilaksanakan sejalan dengan nilai-nilai wawasan kebangsaan,
integritas, pengembangan potensi diri bagi aparatur yang ada di Rumah Sakit. Pada benchmarking ini
penulis akan melaksanakan terkait dengan pelayanan gizi di Rumah Sakit yang mana penulis melakukan
tolak ukur dengan RSHS Bandung, yang diharapkan mendapatkan ide inovasi pada saat melakukan
pelayanan dan asuhan gizi di RSMH Palembang, dimana tempat penulis mengemban amanah dan tugas.

B. Tujuan dan Manfaat Benchmarking

Tujuan dilaksanakannya benchmarking adalah :

 Mengidentifikasi best practice yang ada pada lokus


 Menyusun lesson learned dari best practice teridentifikasi
 Mengadaptasi best practice terpilih untuk keperluan pemantapan perubahan yang akan dilakukan
 Diharapkan akan terjadinya perubahan budaya organisasi, perbaikan kinerja dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia

Manfaat dilaksanakannya benchmarking adalah :

 Mengukur produktivitas pelayanan.


 Mengidentifikasi best practice/hasil kerja pelayanan atau birokrasi.
 Membantu instansi mengetahui gap-gap tertentu dalam kinerja dan untuk memilih proses yang
akan diperbaiki.
 Menemukan kunci atau rahasia keberhasilan RSHS Bandung dalam pelaksanaan tugas dan fungsi.
 Mempersiapkan rencana perubahan pelaksanaan tugas dan fungsi dengan mengadopsi dan
mengadaptasi best practice dari RSHS Bandung

C. Deskripsi Instansi yang menjadi Tolak Ukur

RSUP Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung sebagai rumah sakit milik Kementerian Kesehatan RI
merupakan puncak rujukan untuk propinsi Jawa Barat dan merupakan Rumah Sakit Kelas A dan juga
menjadi Rumah Sakit Rujukan Nasional dan RS Pendidikan yang bermutu dan berdaya saing di tahun
2019. RSHS memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan medis spesialistik dan subspesialistik
luas. Pelayanan spesialistik yang diberikan terdiri dari 21 pelayanan spesialistik dan 133 pelayanan
subspesialistik. Beberapa unggulan RSHS antara lain, menjadi Pusat unggulan Nasional dalam Bidang
Kedokteran Nuklir & menjadi satu-satunya Pusat Pendidikan Spesialis Kedokteran Nuklir; pelayanan
Teknologi / Reproduksi Berbantu, Pelayanan Kardiologi; Pelayanan Onkologi & Infeksi dan Pelayanan
Transplantasi Ginjal.

Berdasarkan data LAKIP RSHS Tahun 2020, Penyelenggaraan Rekam Medis Elektronik (RME)
pada tahun 2020 ditargetkan sebesar 100%, realisasi mencapai 100%. Progres capaian kinerja tahun 2020
terhadap jangka panjang menengah tahun 2024 terpenuhi sebesar 100%. Capaian pemenuhan ketersediaan
Sarana Prasarana alat (SPA) pada tahun 2020 ditargetkan 65%, realisasi 66,88% atau sebesar 102,89%.
Progres capaian kinerja tahun 2020 terhadap jangka menengah tahun 2024 terpenuhi sebesar 76%.
Presentase pemenuhan ketersediaan SPA adalah tingkat ketersediaan sarana prasarana sesuai Permenkes
no. 24 Tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.

Instalasi Gizi RSHS berada di bawah pengawasan direktorat umum dan operasional. Unit non
struktural yang menyediakan fasilitas kegiatan pelayanan gizi, menyelenggarakan kegiatan pelayanan
gizi yang meliputi penyediaan makanan, terapi gizi dan konsultasi gizi. Pelayanan Gizi di RSHS
menerapkan Dietetics Profesionalism yaitu, pelayanan gizi yang unik dan kompleks yaitu konsumen
jamak, banyak aspek terlibat, komunikasi intens, kolaborasi tinggi. Motto Pelayanan Gizi di RSHS
adalah, dengan tim profesional wujudkan pelayanan yang tepat gizi, tepat rasa, tepat waktu, aman dan
menarik. Ruang lingkup Pelayanan Gizi RSHS terdiri dari:
o Asuhan gizi Rawat inap & Rawat jalan (NCP)
o Perencanaan, Produksi & Distribusi
o Penyuluhan, bimbingan, Pendidikan
o Penyuluhan, bimbingan, Pendidikan
Ahli gizi sebagai peneliti/ pengembang di RSHS umumnya merangkap sebagai penyusun/ pengembang
standar diet, untuk memodifikasi diet agar daya terima pasien dapat lebih baik.

D. Best Practice yang ditemukan

Penerapan Rekam Medis Elektronik (RME)


Rekam Medis Elektronik (RME) merupakan jenis rekam medis
yang telah terintegrasi secara elektronik sehingga memudahkan
Deskripsi Best Practice tenaga kesehatan dalam mendata pasien, sehingga pelayanan
dapat berjalan lebih prima, efektif dan efisien

Jenis inovasi pada best practice:


 Produksi : Penerapan RME dapat meningkatkan kualitas dan
fungsi pelayanan gizi yang prima
 Metode : Penerapan teknik baru di RSMH dapat mencapai
Jenis Inovasi pada Best Practice
hasil pelayanan gizi yang cepat dan tepat
 Teknologi : Penciptaan RME dengan kemajuan teknologi
diharapkan dapat membuat RSMH menjadi RS paripurna
yang melek teknologi
Penerapan RME belum dijalankan di RSMH, Rekam Medis masih
dilakukan secara manual sehingga ketepatan pengisian asuhan
gizi belum mencapai target 100%, diharapkan dengan
Banding Best Practice
menerapkan RME di RSMH dapat meningkatkan ketepatan dan
pelayanan gizi berjalan dengan prima, efektif dan efisien seuai
dengan nilai Etika Publik yaitu memberi Pelayanan secara prima
Pemenuhan Sarana Prasarana Alat (SPA)
Pemenuhan Sarana Prasarana Alat (SPA) adalah upaya dalam
memenuhi SPA agar pelayanan dapat berjalan dengan baik. Di
Deskripsi Best Practice RSHS pemenuhan SPA sudah mencapai 100%, sedangkan di
RSMH belum mencapai 100%, sehingga pelayanan menjadi
kurang efisien dan optimal.
Jenis inovasi pada best practice:
 Proses : Pemenuhan SPA dapat membuat proses kerja lebih
Jenis Best Practice efisien dengan menyusun SOP pemenuhan SPA yang rusak,
agar dapat cepat diproses dan diperbaiki, agar pelayanan di
RS khususnya dalam pelayanan gizi dapat berjalan prima
Pemenuhan SPA belum dijalankan secara optimal di RSMH,
masih terdapat sarana prasarana yang rusak namun belum
diperbaiki, contohnya yaitu alat pendingin ruangan (AC).
Banding Best Practice
Pembuatan SOP dapat membuat proses perbaikan SPA dapat
berjalan dengan baik dan jelas, di RSMH hal itu belum berjalan
dengan baik. Komitmen mutu pelayanan dinilai masih kurang.
Penerapan Dietetics Profesionalism
Penerapan Dietetics Profesionalism merupakan konsep pelayanan
gizi yang unik dan kompleks yaitu konsumen jamak, banyak
aspek terlibat, komunikasi intens, kolaborasi tinggi. Diharapkan
Deskripsi Best Practice
dengan penerapan ini dapat membuat pelayanan gizi berjalan
optimal dan terintegrasi secara baik dengan upaya komunikasi
intens dan kolalaboratif.
Jenis inovasi pada best practice:
 Metode : Penerapan teknik baru di RSMH dapat mencapai
hasil pelayanan gizi yang optimal dan efisien.
Jenis Best Practice
 Organisasi: struktur baru dalam penerapan Dietetics
Profesionalism diharapkan hasil pelayanan gizi yang optimal
dan efisien
Penerapan Dietetics Profesionalism belum dijalankan di RSMH,
Banding Best Practice dengan mengadopsi best practice ini diharapkan hasil pelayanan
gizi yang optimal dan efisien
Penerapan Ahli gizi sebagai peneliti/ pengembang Diet
Ahli gizi sebagai peneliti/ pengembang di RSHS umumnya
merangkap sebagai penyusun/ pengembang standar diet, untuk
memodifikasi diet agar daya terima pasien dapat lebih baik.
Deskripsi Best Practice
Dengan adanya peranan itu diharapkan angka sisa makan pasien
dapat dibatasi sehingga mutu gizi terhadap penyelenggaraan
makanan dapat meningkat
Jenis inovasi pada best practice:
 Metode : Penerapan Strategi, cara dan teknik baru untuk
mencapai hasil yang lebih baik dengan menjadikan ahli gizi
Jenis Best Practice
sebagai penyusun/ pengembang standar diet
 Kebijakan : pengambilan kebijakan baru dengan menjadikan
ahli gizi sebagai penyusun/ pengembang standar diet
Di RSMH belum ada ahli gizi yang berperan sebagai penyusun/
Banding Best Practice pengembang standar diet. Dengan mengadopsi best practice ini
diharapkan dapat meningkatkan komitmen mutu pelayanan gizi.

E, Penutup

Hasil kegiatan benchmarking adalah teridentifikasinya best practice terkait Pelayanan Gizi
yang telah dilakukan oleh RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung . Berikut best practice yang akan
dicoba untuk diterapkan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang:
 Penerapan Rekam Medis Elektronik (RME)
 Pemenuhan Sarana Prasarana Alat (SPA)
 Penerapan Dietetics Profesionalism
 Penerapan Ahli gizi sebagai peneliti/ pengembang Diet

Anda mungkin juga menyukai