Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Proses belajar mendengar bagi bayi dan anak sangat kompleks dan

bervariasi karena menyangkut aspek tumbuh kembang, perkembangan

embriologi, anatomi, fisiologi, neurologi, dan audiologi. Pada sisi lain,

pemeriksaan diharapkan dapat mendeteksi gangguan pendengaran pada usia ini

sedini mungkin.1

Periode kritis perkembangan pendengaran dan berbicara dimulai dalam 6

bulan pertama kehidupan dan terus berlanjut sampai usia 2 tahun. Pada tahun

1999, The American Academy of Pediatrics (AAP) melakukan skrinning pada bayi

baru lahir secara menyeluruh sebelum usia 3 bulan dan tindakan perbaikan, untuk

memaksimalkan kemampuan berbahasa dan perkembangan literasi untuk anak

yang mengalami gangguan pendengaran. Selain itu, The Joint Committee on

Infant Hearing (JCIH) juga menetapkan pedoman registrasi resiko tinggi terhadap

ketulian.2

Beberapa faktor resiko pada neonatus perlu diketahui untuk

mengidentifikasi kemungkinan adanya gangguan pendengaran bilateral yang

diintervensi sebelum usia 6 bulan, pada usia 3 tahun akan mempunyai

kemampuan berbahasa normal dibandingkan dengan bayi yang baru diintervensi

setelah usia 6 bulan.3

Gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang-kadang disertai

keterbelakangan mental, gangguan emosional maupun afasia perkembangan.

1
Umumnya seorang bayi atau anak yang mengalami gangguan pendengaran, lebih

dahulu diketahui keluarganya sebagai pasien yang terlambat bicara (delayed

speech).1

Gangguan pendengaran dibedakan menjadi tuli sebagian (hearing impaired)

dan tuli total (deaf).Tuli sebagian adalah keadaan fungsi pendengaran berkurang

namun masih dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan atau tanpa bantuan

alat bantu dengar, sedangkan tuli total adalah keadaan fungsi pendengaran yang

sedemikian tergantung sehingga tidak dapat berkomunikasi sekalipun mendapat

perkerasan bunyi (amplifikasi).1

Pilihan skrining pendengaran diantaranya dengan menggunakan behavioral

screening techniques, evoked OAE (EOAE) atau automated ABR. Pada neonatus,

reaksi terhadap suara yang tiba-tiba dan terus menerus dapat menimbulkan

respons berupa refleks Moro, mata mengedip atau bayi terbangun. Interpretasi

behavioral test ini bersifat subyektif, hanya dapat menemukan bayi tuli berat tetapi

tidak dapat mendeteksi gangguan pendengaran ringan/sedang ataupun tuli

unilateral. AAP merekomendasikan EOAE atau AABR, maupun kombinasi

keduanya sebagai skrining pendengaran neonatus. Angka refer < 4% dapat dicapai

bila EOAE dikombinasi dengan AABR dalam 2 tahapan pemeriksaan atau dengan

pemeriksaan AABR saja. Sensitivitas OAE sebesar 100% dan spesifisitasnya 82-

87%, sedangkan sensitivitas AABR 99,96% dan spesifisitasnya 98,7%. Bila OAE

dilanjutkan dengan AABR dalam 2 tahapan skrining akan memberikan sensitivitas

sebesar 100% dan spesifisitas 99%.3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI

Gambar 1. Anatomi Telinga4

Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah sampai membran timpani.

1. Telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran

timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang

telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga

bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari

tulang. Panjang nya kira-kira 2 1/2 -3 cm. Membran timpani berbentuk

bundar dan cekung bula dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik

3
terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran

sharpnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria).

Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah

dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di

umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-

depan, serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran

timpani.1

2. Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

 Batas luar : membran timpani

 Batas depan : Tuba eustachius

 Batas bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)

 Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars

vertikalis

 Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

 Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis

semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong

(oval window), tingkap bundar (round window) dan

promontorium.1

3. Telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua

setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis

4
semi sirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,

menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap

dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan

melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani

disebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya.

Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrana vestibuli

(Reissner’s mebrane) sedangkan dasar skala media adalah

membrana basalis. Pada membrana ini terletak Organ Corti. Pada

skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut

membrana tektoria, dan pada membrane basal melekat sel rambut

yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis

corti, yang membentuk organ corti.5

EMBRIOLOGENESIS ORGAN TELINGA

Gambar 2. Embriologi Telinga6

5
Perkembangan daun telinga mulai terlihat pada minggu keempat

usia gestasi. Daun telinga terbentuk dari arkus brankial pertama

dan kedua. Proliferasi keenam penonjolan mesoderm dan epiderm

disebut hillocks, akan berotasi dan berfusi membentuk aurikula.

Keenam penonjolan akan saling bergabung satu dengan yang

lainnya disekitar kanal telinga primitif. Setiap penonjolan tersebut

akan berubah menjadi bagian dari daun telinga. Penonjolan

pertama akan membentuk tragus, penonjolan kedua akan

membentuk krus heliks, penonjolan ketiga akan membentuk heliks,

penonjolan keempat akan membentuk antiheliks, penonjolan

kelima akan membentuk antitragus, dan penonjolan keenam akan

membentuk lobul telinga. Daun telinga akan mencapai bentuk

dewasa pada usia janin 20 minggu. Bila terdapat gangguan fusi

pada saat agregasi arkus brankial, maka kelainan bentuk telinga

luar dan telinga tengah sudah dapat terjadi pada masa embrionik.5

Liang telinga dan telinga tengah terbentuk dari aparatus

brankial yang terlihat jelas pada usia kehamilan 24 hari.

Pembentukan liang telinga dimulai dengan invaginasi dari

lengkung brankial pertama. Daerah ini dibatasi oleh lengkung

brankial pertama di sebelah kranial dan lengkung brankial kedua di

sebelah kaudal.5

Celah brankial akan berinvaginasi dan melebar ke arah

medial sebagai lempeng epitel pada usia janin dua bulan.

6
Pertumbuhan ini akan bertemu dengan pertumbuhan lateral dari

kantung faringeal pertama. Kantung faringeal pertama berasal dari

endoderm dan kemudian akan berkembang menjadi celah telinga

tengah dan tuba Eustachius. Perkembangan telinga tengah terkait

erat dengan perkembangan liang telinga, yakni dari aparatus

brankial. Ruang telinga tengah berasal dari pertumbuhan lateral

kantung faringeal pertama. Telinga tengah akhirnya akan

melingkupi tulang-tulang pendengaran. Tulang-tulang pendengaran

berasal dari lengkung brankial pertama dan kedua. Telinga dalam

akan mulai berkembang pada usia janin tiga minggu dan akan

selesai pada usia janin 20 minggu.5

VASKULARISASI DAN INNERVASI TELINGA

Pendarahan daun telinga berasal dari tiga arteri, yaitu arteri

temporalis superfisialis, arteri aurikularis posterior dan arteri

oksipitalis. Sistem vena pada daun telinga terdiri dari vena

aurikularis posterior, vena jugularis eksternal, vena temporalis

superfisialis dan vena retromandibularis. Untuk sistem limfatik

telinga, bagian anterior telinga akan berdrainase ke kelenjar limfe

parotis, dan bagian posterior telinga ke kelenjar limfe servikal.5

Persarafan daun telinga berasal dari saraf kranial VII

(nervus fasialis), dengan cabang temporal mempersarafi muskulus

aurikularis anterior dan superior, dan cabang aurikularis posterior

7
mempersarafi muskulus aurikularis posterior. Persarafan sensoris

telinga didapat dari nervus oksipitalis minor (cabang mastoid),

nervus aurikularis mayor dan nervus aurikulo-temporalis.5

B. FISIOLOGI

Masing-masing telinga terdiri dari tiga bagian: telinga luar, tengah, dan

dalam. Bagian luar dan tengah telingan menyalurkan gelombang suara dari

udara ke telinga dalam yang berisi cairan, dimana energi suara mengalami

penguatan dalam proses ini. Telinga dalam berisi dua sistem sensorik berbeda:

koklea, yang mengandung reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi

impuls saraf sehingga kita dapat mendengar; dan apparatus vestibularis, yang

penting bagi sensasi keseimbangan.7

1. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari pinna (telinga), meatus auditorius

eksternus (saluran telinga), dan membran timpani (gendang telinga).

Pinna, lipatan menonjol tulang rawan berlapis kulit mengumpulkan

gelombang suara dan menyalurkannya ke saluran telinga luar. Karena

bentuknya, pinna secara parsial menghambat gelombang suara yang

mendekati telinga dari belakang, mengubah warna suara sehingga

membantu orang membedakan apakah suara berasal tepat dari depan

atau belakang.7

Pintu masuk saluran telinga dijaga oleh rambut-rambut halus.

Kulit yang melapisi saluran mengandung kelenjar keringat modifikasi

8
yang menghasilkan serumen (tahi kuping), suatu sekresi lengket yang

menjebak partikel-partikel kecil asing. Baik rambut-rambut halus

maupun serumen membantu mencegah partikel diudara mencapai

bagian dalam saluran telinga, tempat partikel dapat menumpuk atau

mencederai membran timpani dan menganggu pendengaran.7

Membran timpani, yang membentang merintangi pintu masuk

telinga tengah, bergetar ketika terkena gelombang suara. Daerah-

daerah bertekanan tinggi dan rendah yang berselang-seling dan

ditimbulkan oleh gelombang suara menyebabkan telinga yang sangat

peka melekuk ke dalam dan keluar seiring dengan frekuensi

gelombang suara.7

2. Telinga Tengah

Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani

ke cairan telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah olehadanya rantai

tiga tulang kecil, atau osikulus (maleus, inkus, dan stapes), yang dapat

bergerak dan membentang ditelinga tengah. Tulang pertama, maleus,

melekat ke membran timpani, dan tulang terakhir, stapes, melekat ke

jendela oval, pintu masuk kedalam koklea yang berisi cairan. Sewaktu

membran timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara,

rangkaian tulang-tulang tersebut ikut bergerak dengan frekuensi yang

sama, memindahkan frekuensi getaran ini dari membrane timpani ke

jendela oval. Tekanan yang terjadi dijendela oval yang ditimbulkan

9
oleh setiap getaran akan menimbulkan gerakan cairan telinga dalam

mirip gelombang dengan frekuensi yang sama seperti gelombang suara

asal. Sistem osikulus memperkuat tekanan yang ditimbulkan oleh

gelombang suara di udara melalui dua mekanisme agar cairan di

koklea bergetar. Pertama, karena luas permukaan membran timpani

jauh lebih besar daripada luas jendela oval maka terjadi peningkatan

tekanan ketika gaya yang bekerja pada membran timpani disalurkan

oleh osikulus ke jendela oval ( tekanan = gaya luas). Kedua, efek ruas

osikulus juga menimbulkan penguatan.7

3. Telinga Dalam

a. Koklea

Koklea adalah sebuah struktur yang menyerupai siput yang

merupakan bagian dari telinga dalam yang merupakan sistem tubular

terkurung yang berada didalam tulang temporalis. Berdasarkan

panjangnya, komponen fungsional koklea dibagi menjadi tiga

kompartemen longitudinal yang berisi cairan. Duktus koklear yang

ujungnya tidak terlihat di kenal sebagai skala media, yang merupakan

kompartemen tengah. Bagian yang lebih diatasnya adalah skala

vestibuli yang mengikuti kontur dalam spiral dan skala timpani yang

merupakan kompartemen paling bawah yang mengikuti kontur luar

dari spiral.8

Cairan di dalam skala timpani dan skala vestibuli disebut

perilimfe. Sementara itu, duktus koklea berisi cairan yang sedikit

10
berbeda yaitu endolimfe. Bagian ujung dari duktus koklearis dimana

cairan dari kompartemen atas dan bawah bergabung di sebut dengan

helikotrema. Skala vestibuli terkunci dari telinga tengah oleh oval

window, tempat stapes menempel. Sementara itu, skala timpani dikunci

dari telinga tengah dengan bukaan kecil berselaput yang disebut round

window. Membran vestibular tipis membentuk langit-langit duktus

koklear dan memisahkannya dari skala vestibuli. Membran basilaris

membentuk dasar duktus koklear yang memisahkannya dengan skala

timpani. Membran basilaris ini sangat penting karena di dalamnya

terdapat organ korti yang merupakan organ perasa pendengaran.8

b. Sel rambut di organ corti

Organ corti, yang terletak diatas membran basilaris di seluruh

panjangnya, mengandung sel rambut yang merupakan reseptor suara.

Sekitar 30.000 ujung saraf dan sebanyak 16.000 sel rambut di dalam

masing-masing koklea tersusun menjadi empat baris sejajar di seluruh

panjang membran basilaris: satu baris sel rambut dalam dan tiga baris

sel rambut luar. Dari permukaan masing-masing sel rambut menonjol

sekitar 100 rambut yang dikenal sebagai stereosilia. Sel rambut

menghasilkan sinyal saraf jika rambut permukaannya mengalami

perubahan bentuk secara mekanik akibat gerakan cairan di telinga

dalam. Stereosilia ini berkontak dengan membran tektorium, suatu

tonjolan mirip tenda yang menutupi organ corti di seluruh panjangnya.8

11
Gerakan stapes yang mirip piston terhadap jendela oval memicu

gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat

mengalami penekanan, maka tekanan disebarkan melalui dua cara

ketika stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam: (1)

penekanan jendela bundar dan (2) defleksi membran basilaris. Pada

bagian-bagian awal jalur ini, gelombang tekanan mendorong maju

perilimfe di kompartemen atas, kemudian mengelilingi helikotrema,

dan masuk kedalam kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut

menyebabkan jendela bundar menonjol keluar mengarah kerongga

telinga tengah untuk mengkompensasi peningkatan tekanan. Sewaktu

stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval kearah luar ke telinga

tengah, perilimfe mengalir kearah berlawanan menyebabkan jendela

bundar menonjol ke dalam gelombang tekanan frekuensi-frekuensi

yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil “jalan pintas”.8

Gelombang tekanan di kompartemen atas disalurkan melalui

membran vestibularis yang tipis, menuju duktus kokhlearis, dan

kemudian melalui membran basilaris di kompartemen bawah, tempat

gelombang ini menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar masuk

bergantian. Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa transmisi

gelombang tekanan melalui membran basilaris menyebabkan membran

ini bergerak naik-turun, atau bergetar sesuai gelombang tekanan.

Karena organ corti berada di atas membran basilaris maka sel-sel

rambut juga bergetar naik-turun sewaktu membran basilaris bergetar8.

12
c. Peran Sel Rambut Dalam

Sel rambut dalam adalah sel yang mengubah gaya mekanik suara

(getaran cairan koklea) menjadi impuls listrik pendengaran (potensial

aksi yang menyampaikan pesan pendengaran ke korteks serebri).

Karena berkontak dengan membran tektorium yang kaku dan stasioner,

maka stereosilia sel-sel reseptor ini tertekuk maju-mundur ketika

membran basilaris mengubah posisi relatif terhadap membran

tektorium. Deformasi mekanis majumundur rambut-rambut ini secara

bergantian membuka dan menutup saluran ion berpintu mekanis di sel

rambut sehingga terjadi perubahan potensial depolarisasi dan

hiperpolarisasi yang bergantian.8

d. Peran Sel Rambut Luar

Sementera sel-sel rambut dalam mengirim sinyal auditorik ke otak

melalui serat aferen, sel rambut luar tidak memberi sinyal ke otak

tentang suara yang datang. Sel-sel rambut luas secara aktif dan cepat

berubah panjang sebagai respons terhadap perubahan potensial

membran, suatu perilaku yang dikenal sebagai elektromotilitas. Sel

rambut luar memendek pada depolarisasi dan memanjang pada

hiperpolarisasi.8

13
C. HISTOLOGI

Gambar 3. Histologi Telinga9

a. Telinga dalam : Koklea (Potongan vertical)

Labirin bertulang atau labyrinthus osseus cochlearis berputar

mengelilingi sumbu pusat tulang spongiosa yang disebut modiolus. Di

dalam modiolus terdapat ganglion spirale, yang terdiri dari banyak aferen

bipolar atau neuron sensorik. Dendrit dari neuron bipolar ini menjulur dan

menyarafi sel rambut yang terletak di apparatus pendengaran yaitu organo

spirale (organ of corti). Akson dari neuron-neuron aferen ini menyatu dan

membentuk saraf koklear, yang terletak dimodiolus.9

Labirin bertulang telinga dalam dibagi menjadi dua rongga utama

oleh lankina spiralis cochlea dan membrane basilar (lamina basilaris).

Kanal Koklea (canalis cochleae) dibagi menjadi dua kompartemen besar,

14
duktus timpani (skala timpani) sebelah bawah dan duktus vestibularis

(skala vestibuli) sebelah atas.9

b. Telinga Dalam : Duktus koklearis (skala media) dan organ pendengaran

corti.

Dinding luar duktus koklearis dibentuk oleh suatu daerah vaskular

yaitu stria vaskularis. Epitel bertingkat yang melapisi stria vaskularis

mengandung suatu anyaman kapiler intraepithelial yang terbentuk dari

pembuluh darah yang mendarahi jaringan ikat di ligamentum spirale.

Ligamentum spirale mengandung serat kolagen, fibroblast berpigmen dan

banyak pembuluh darah.9

Atap duktus koklearis dibentuk oleh membrana vestibularis

(Reissner) tipis, yang memisahkan duktus koklearis dari duktus

vestibularis (skala vestibuli). Membrana vestibularis terbentang dari

ligamentum spirale didinding luar duktus koklearis yang terletak dibagian

atas stria vaskularis hingga periosteum tebal lamina spiralis cochleae dekat

limbus spiralis.9

D. DEFINISI
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total

untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Gangguan

pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai yaitu tuli konduktif, tuli

sensorineural dan tuli campuran.10

15
E. EPIDEMIOLOGI

Tuli neural bilateral dikategorikan sebagai tuli ringan (20-30 dB), tuli

sedang (30-50 dB), tuli berat (50-70 dB), atau tuli sangat berat (>70 dB).

World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa rata-rata bahwa 360

juta orang (5% dari populasi dunia, termasuk 32 juta anak-anak) mempunyai

gangguan pendengaran. Sebagai tambahan, 364 juta orang mempunyai

gangguan pendengaran yang bersifat ringan. Sebagian dari kasus ini telah

dicegah.11

Insidens gangguan pendengaran pada neonatus di Amerika berkisar antara

1-3 dari 1000 kelahiran hidup. Sedangkan US Preventive Service Task Force

melaporkan bahwa prevalensi gangguan pendengaran neonatus di Neonatal

Intensive Care Unit (NICU) 10-20 kali lebih besar dari populasi neonatus. Di

Indonesia sampai saat ini belum ada data, karena belum dilakukan program

skrining pendengaran. Data menurut Survei Kesehatan Indera Pendengaran di

tujuh provinsi tahun 1994-1996 didapatkan 0,1% penduduk menderita tuli

sejak lahir.3

F. KLASIFIKASI GANGGUAN PENDENGARAN

Kehilangan pendengaran dapat bersifat perifer atau sentral. Kehilangan

pendengaran bisa konduktif, sensorineural , atau campuran. Conductive

hearing loss (CHL) umumnya disebabkan oleh disfungsi dalam transmisi suara

melalui telinga eksternal atau tengah atau dengan transduksi abnormal dari

energi suara ke aktivitas saraf di telinga bagian dalam dan nervus VIII. CHL

16
adalah jenis gangguan pendengaran yang paling umum pada anak-anak dan

terjadi ketika transmisi suara secara fisik terhambat di eksternal dan / atau

telinga tengah. Penyebab umum CHL di liang telinga termasuk atresia atau

stenosis, berdampak serumen, atau benda asing. Di telinga tengah, perforasi

dari membran timpani (TM), diskontinuitas atau fiksasi dari ossicular chain,

otitis media (OM) dengan efusi, otosklerosis, dan cholesteatoma dapat

menyebabkan CHL.11

Kerusakan struktur di telinga bagian dalam bisa disebabkan oleh gangguan

pendengaran sensorineural (SNHL). Penyebabnya termasuk penghancuran sel

rambut dari kebisingan, penyakit, atau agen-agen ototoxic; malformasi koklea;

fistula perilymphatic dari membran (round window) atau oval; dan lesi dari

divisi akustik nervus VIII. Kombinasi CHL dan SNHL dianggap sebagai

gangguan pendengaran campuran.11

Defisit pendengaran yang berasal sepanjang jalur sistem saraf pusat

pendengaran dari nervus VIII proksimal ke korteks serebral biasanya dianggap

gangguan pendengaran sentral (atau retrocochlear ). Tumor atau demyelinating

desease dari nervus VIII dan sudut cerebellopontine dapat menyebabkan defisit

pendengaran, kecuali telinga luar, tengah, dan dalam. Penyebab gangguan

pendengaran ini jarang terjadi pada anak-anak. Bentuk lain dari defisit

pendengaran sentral, yang dikenal sebagai gangguan proses pendengaran

sentral, termasuk yang membuatnya sulit untuk anak-anak dengan pendengaran

normal untuk mendengarkan secara selektif terhadap kebisingan, untuk

menggabungkan informasi dari 2 telinga dengan benar, untuk memproses

17
bahasa, dan untuk mengintegrasikan informasi pendengaran ketika

disampaikan lebih cepat meskipun mereka dapat memprosesnya ketika

disampaikan dengan kecepatan lambat.11

Defisit ini dapat bermanifestasi sebagai perhatian yang buruk atau sebagai

perilaku masalah di sekolah. Strategi untuk mengatasi gangguan semacam itu

tersedia untuk anak yang lebih tua, dan identifikasi dan dokumentasi dari

gangguan proses pendengaran sentral sering bermakna sehingga orang tua dan

guru dapat membuat akomodasi yang sesuai untuk ditingkatkan sebagai

pembelajaran.11

G. ETIOLOGI

Kebanyakan CHL penyakit yang didapat, dengan cairan telinga tengah

yang merupakan penyebab paling umum.11

Penyebab kongenital termasuk anomali pinna, saluran telinga eksternal,

membrana tympani, dan ossicles . kolesteatoma kongenital atau massa lain di

telinga tengah jarang bermanifestasi sebagai CHL. Perforasi membrana tympani

(misalnya trauma, OM), diskontinuitas ossicular (misalnya, infeksi, kolesteatoma ,

trauma), tympanosklerosis, kolesteatoma, atau massa di liang telinga atau telinga

tengah (histiositosis sel Langerhans, tumor kelenjar ludah, tumor glomus,

rhabdomyosarcoma) juga dapat bermanifestasi sebagai CHL. Penyakit tidak

umum yang mempengaruhi telinga tengah dan tulang temporal dan dapat

bermanifestasi dengan CHL yaitu otosclerosis, osteopetrosis, displasia fibrosa,

dan osteogenesis imperfecta.11

18
SNHL bisa terjadi karena bawaan atau didapat. Akuisisi SNHL mungkin

disebabkan oleh genetik, infeksius, autoimun, anatomis, traumatik, ototoxic, dan

faktor idiopatik. Faktor risiko yang diakui mencakup sekitar 50% kasus SNHL

sedang sampai berat.11

SNHL mendadak pada anak-anak yang sebelumnya sehat jarang terjadi

tetapi mungkin berasal dari OM atau penyakit telinga tengah lainnya seperti

autoimunitas. 11

Biasanya penyebab ini jelas dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Kehilangan pendengaran tiba-tiba tanpa ada sebab yang jelas adalah akibat dari

kejadian vaskular yang mempengaruhi aparatus koklea atau saraf, seperti

embolisme atau trombosis (sekunder untuk kondisi prothrombotik), atau proses

autoimun. Penyebab tambahan termasuk fistula perilimfe , obat-obatan, trauma,

dan episode pertama dari Meniere Syndrome. Pada orang dewasa, SNHL

mendadak sering idiopatik dan unilateral; 11

19
INDIKATOR TERKAIT GANGGUAN PENDENGARAN
INDIKATOR TERKAIT
DENGAN
TULI SENSORINEURAL DAN
KONDUKTIF
Neonatus (Kelahiran 28 hari) 1. Infeksi utero, seperti cytomegalovirus, rubella,
ketika screening universal tidak sifilis, herpes simpleks, atau toksoplasmosis
tersedia 2. Anomali kraniofasial, termasuk kelainan
morfologi pinna, saluran telinga, liang telinga,
lubang telinga, dan tulang temporal.
3. anomali
4. Berat lahir < 1500 g (3,3 lb )
5. Hiperbilirubinemia pada tingkat serum
membutuhkan transfusi tukar
6. Obat Ototoxic, termasuk tetapi tidak terbatas
pada aminoglikosida, digunakan dalam
beberapa program atau dalam kombinasi dengan
loop diuretik
7. Bakteri meningitis
8. Skor Apgar 0-4 pada 1 menit atau 0-6 pada 5
menit
9. Ventilasi mekanis berlangsung ≥ 5 hari;
oksigenasi membran ekstrakorporeal
10. Stigmata atau temuan lain yang terkait dengan
sindrom yang diketahui termasuk gangguan
pendengaran sensorineural dan / atau konduktif.
Bayi dan balita (Usia 29 hari- 2 1. Kekhawatiran orangtua atau pengasuh
tahun) ketika kondisi kesehatan mengenai mendengar, berbicara, bahasa, dan /
tertentu berkembang yang atau keterlambatan perkembangan
memerlukan penyaringan ulang 2. Meningitis bakteri dan infeksi lain yang terkait
dengan gangguan pendengaran sensorineural
3. Trauma kepala berhubungan dengan hilangnya
kesadaran atau fraktur tengkorak
4. Stigmata atau temuan lain yang terkait dengan
sindrom yang diketahui termasuk gangguan
pendengaran sensorineural dan / atau konduktif;
neurofibromatosis,
5. osteopetrosis , dan Usher Hunter Syndrom,
Waardenburg , Alport, Pendred, atau Jervell
dan Lange-Nielsen
6. Obat-obatan Ototoxic, termasuk tetapi tidak
terbatas pada agen kemoterapi atau
aminoglikosida yang digunakan dalam beberapa
program atau dalam kombinasi dengan loop
diuretik
7. otitis media persisten atau berulang dengan
efusi selama 3 bulan atau lebih lama

20
Bayi dan balita (Usia 29 hari- 3 tahun) Beberapa bayi baru lahir dan bayi lulus
yang memerlukan pemantauan skrining pendengaran awal tetapi
pendengaran berkala memerlukan pemantauan pendengaran
secara berkala untuk mendeteksi
sensorineural onset lambat
dan / atau gangguan pendengaran
konduktif. Bayi dengan indikator ini
memerlukan evaluasi mendengar
setidaknya setiap 6 bulan sampai usia 3
tahun, dan tepat pada
interval sesudahnya.

1. Riwayat keluarga; gangguan


 Indikator terkait dengan onset lambat pendengaran masa kanak-kanak turun-
dari tuli sensorineural temurun
2. Infeksi utero, seperti cytomegalovirus,
rubella, sifilis, herpes simpleks, atau
toksoplasmosis
3. Neurofibromatosis tipe 2 dan gangguan
neurodegeneratif
4. Sindrom Cogan ( vaskulitis : keratitis,
uveitis, vertigo, radang sendi,
dermatitis).

Otitis media yang berulang atau persisten


 Indikator terkait dengan tuli konduktif dengan efusi

Tabel 1. Indikator terkait dengan gangguan pendengaran.11

Patogen Infeksi yang Terimplikasi


pada Gangguan Pendengaran
Sensorineural pada Anak

21
CONGENITAL INFECTIONS
Cytomegalovirus
Lymphocytic choriomeningitis virus
Rubella virus
Toxoplasma gondii
Treponema pallidum

ACQUIRED INFECTIONS
Borrelia burgdorferi
Epstein-Barr virus
Haemophilus influenzae
Lassa virus
Measles virus
Mumps virus
Neisseria meningitidis
Nonpolio enteroviruses
Plasmodium falciparum
Streptococcus pneumoniae
Varicella-zoster virus

Tabel 2. Infeksi Kongenital dan infeksi yang didapat.11

H. IDENTIFIKASI AWAL GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI

DAN ANAK

22
Orang tua yang “jeli” akan menangkap tanda-tanda bayi/anak yang kurang

memberikan reaksi terhadap suara disekitarnya dan akan segera datang ke

rumah sakit guna evaluasi pendengaran, tanpa menunggu usia anak lebih

besar.12

Pengenalan atau deteksi adanya ketulian yang dini kemudian ditangani

(intervensi) yang dini akan meningkatkan kemampuan anak untuk berbahasa

dan berbicara. Karena pada tahun-tahun pertama kehidupan (0-3 tahun),

merupakan masa perkembangan bahasa dan bicara yang paling kritis.

Penelitiian membuktikan bahwa pada masa-masa tersebut kualitas stimulasi

pendengaran berpengaruh pada perubahan-perubahan anatomis, fisiologis, dan

tingkah laku yang diakibatkan oleh perkembangan sistem pendengaran.12

Informasi dari orang tua melalui anamnesis yang cermat mengenai respon

anak terhadap rangsang suara di lingkungan sehari-hari di rumah dan

kemampuan vokalisasi dan cara pengucapan kata-kata anak sangat membantu

menilai masalah gangguan pendengaran dan perkembangan bicara-bahasa pada

anak. 12

a) Usia 0-4 bulan. Anak akan kaget apabila mendengar suara yang lebih keras.

Anak akan terbangun apabila mendengar suara yang lebih keras.

b) Usia 4-7 bulan. Usia 4 bulan anak mulai mampu menoleh ke arah datangnya

suara d luar lapangan pandang mata. anak mulai mengoceh di usia 5-7 bulan,

sebelum usia 7 bulan anak mampu menoleh langsung ke arah sumber suara di

luar lapangan pandang mata.

23
c) Usia 7-9 bulan. Anak mampu mengeluarkan suara dengan nada yang naik-

turun. Anak mampu mengatakan ma-ma-pa-pa

d) Usia 9-13 bulan. Anak menoleh bila ada suara di belakangnya. Anak mampu

menirukan beberapa jenis suara. Anak sudah mampu mengucapkan suara

konsonan seperti ‘beh’, ‘geh’, ‘deh’, ‘ma’

e) Usia 13-24 bulan. Anak mampu mendengar bila namanya dipanggil dari

ruangan lain. Anak akan memberikan respon dengan bervokalisasi.12

I. PROGRAM SKRINING PENDENGARAN

Pada tahun 1993, National Institute of Health Consensus Conference

pertama kali menganjurkan program Universal Newborn Hearing Screening.

Setahun kemudia The Joint Committee on Infant Hearing merekomendasikan

deteksi gangguan pendengaran harus dilakukan sebelum usia 3 bulan dan

dilakukan intervensi sebelum usia 6 bulan. Pada tahun 1999, American

Academy of Pediatrics (AAP) mendukung pernyataan tersebut.3

Beberapa syarat skrining pendengaran neonatus yang dipakai di seluruh

dunia, diantaranya adalah cepat dan mudah dikerjakan, tidak bersifat invasif,

mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi serta tidak mahal. Skrining

hanya menunjukkan ada/tidaknya respon terhadap rangsangan dengan

intensitas tertentu pada pendengaran seseorang dan tak mengukur beratnya

gangguan pendengaran ataupun tidak membedakan tuli membedakan tuli

konduktif atau sensorineural.3,13

24
J. PEMERIKSAAN PENDENGARAN

1. Behavioral Observation Audiometry

Selama ini masih ada yang beranggapan bahwa tes pendengaran secara

pengamatan perilaku (behavioral observation audiometry/BOA) harus

menunggu sampai anak usia mampu berbicara sehingga dapat mengikuti

prosedur tes, yang sebenarnya tidak demikian. Tes BOA sudah dapat

dilakukan pada semua usia mulai bayi baru lahir dengan mempertimbangkan

usia dan status perkembangan anak secara umum.3

Tes ini berdasarkan respon aktif pasien terhadap stimulus bayi dan

merupakan respon yang disadari (voluntary response). Metode ini dapat

mengetahui seluruh sistem auditorik termasuk kognitif yangh lebih tinggi. Tes

ini penting untuk mengetahui subyektif sistem auditorik pada bayi dan anak

dan juga bermanfaat untuk penilaian habilitasi pendengaran yaitu pada

pengukuran alat bantu dengar (hearing aid fitting). Pemeriksaan ini dapat

dapat digunakan setiap tahap usia perkembangan bayi, namun pilihan jenis tes

harus disesuaikan dengan usia bayi.1

Tes behavior cukup dapat memberikan nilai ketepatan, efisiensi, dan

cukup obyektif apabila dilakukan oleh klinikus yang berpengalaman. Selain

itu, tes ini cukup relibel, cukup menyenangkan bagi anak-anak, cukup efisien

dari segi waktu dan biaya. Tes BOA sederhana yang sering dilakukan di

rumah sakit adalah dengan menggunakan benda atau permainan yang berbunyi

seperti bel, terompet. Pemeriksaan ini terbagi atas 2 jenis yaitu:3,13

25
1) Behavioral Reflex Audiometry

Dilakukan pengamatan respon behavioral yang bersifat reflex

sebagai reaksi terhadap stimulus bunyi. Respon behavioral yang dapat

diamati antara lain: mengejapkan mata (auropalpebral reflex),

melebarkan mata (eye widening), mengerutkan wajah (grimacing),

berhenti menyusu (cessation reflex), denyut jantung meningkat, reflex

Moro (paling konsisten). Reflex auropalpebral dan Moro paling rentan

terhadap efek habituasi maksudnya bila stimulus diberikan berulang-

ulang bayi menjadi bosan sehingga tak memberi respon walaupun dapat

mendengar. Stimulus dengan intensitas sekitar 65-80 dBHL diberikan

melalui loudspeaker, jadi merupakan metode sound field.1

2) Behavioral Response Audiometry

Pada bayi normal sekitar usia 5-6 bulan stimulus akustik akan

menghasilkan pola respons khas berupa menoleh atau menggerakkan

kepala kearah sumber bunyi di luar lapangan pandang. Awalnya gerakan

kepala hanya pada bidang horizontal, dan dengan bertambahnya usia

bayi dapat melokalisir sumber bunyi dari arah bawah. Selanjutnya, bayi

mampu mencari sumber suara dari bagian atas. Pada bayi normal,

kemampuan melokalisir sumber bunyi dari segala arah akan tercapai

pada usia 13-16 bulan. Teknik Behavioral Response Audiometry yang

seringkali digunakan adalah : 1

a. Tes Distraksi

26
Respon terhadap stimulus bunyi adalah menggerakkan bola

mata atau menoleh kearah sumber bunyi. Bila tidak ada respon

terhadap stimuli bunyi, pemeriksaan diulangi sekali lagi. Kalau

tetap tidak berhasil, pemeriksaan ketiga dilakukan lagi 1 minggu

kemudian. Seandainya tetap tidak ada respons, harus dilakukan

pemeriksaan audiologik lanjutan yang lebih lengkap. 1

b. Visual Reinforcement Audiometry (VRA)

Mulai dapat dilakukan pada bayi usia 4-7 bulan dimana

kontrol neuromotor berupa kemampuan mencari sumber bunyi

sudah berkembang.1

2. Timpanometri

Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi telinga tengah.

Gambaran timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan

negatif di telinga tengah) merupakan petunjuk adanya gangguan tuli

konduktif. 1

Timpanometri merupakan pemeriksaan pendahuluan sebelum tes

OAE, dan bila terdapat gangguan pada telinga tengah maka pemeriksaan

OAE harus ditunda sampai telinga tengah normal. 1

Sebuah suara disajikan ke telinga sementara perubahan tekanan udara

yang lembut diperkenalkan. Pantulan suara dari gendang telinga tercatat.

Ketika ruang di belakang gendang telinga (ruang telinga bagian tengah)

27
penuh dengan udara, bunyi akan tercermin pada grafik yang terlihat seperti

puncak gunung. Ini berarti telinga kemungkinan sehat. Saat telinga tengah

penuh dengan cairan kemudian garis datar muncul, yang berarti gendang

telinga tidak dapat bergerak dengan perubahan tekanan udara. Tes ini juga

bisa mengidentifikasi perforasi (lubang) di gendang telinga dan beri tahu

jika tabung telinga terbuka. Tes ini tidak mengukur pendengaran tetapi

dapat membantu mengidentifikasi penyebab gangguan pendengaran yang

ditemukan oleh tindakan tes lainnya12,14

3. Otoacoustic Emission (OAE)

Pemeriksaan OAE merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk

menilai fungsi koklea yang objektif, otomatis (menggunakan kriteria

pass/lulus dan refer/tidak lulus), tidak invasif, mudah, tidak membutuhkan

waktu lama dan praktis sehingga sangat efisien untuk program skrining

pendengaran bayi baru lahir.1,13.

EOAE mempunyai beberapa karakteristik yaitu dapat diukur pada

fungsi koklea yang normal bila tidak ada kelainan telinga luar dan tengah;

bersifat frequency specific (dapat mengetahui tuli pada frekuensi tertentu);

pada neonatus dapat diukur frekuensi dengan rentang yang luas yaitu

frekuensi untuk bicara dan bahasa (500- 6000 kHz). OAE tidak muncul

pada hilangnya pendengaran lebih dari 30-40 dB.3,12,14,

Suara yang berasal dari dunia luar diproses oleh koklea menjadi

stimulus listrik. Selanjutnya dikirim ke batang otak melalui saraf

28
pendengaran. Sebagian energi bunyi tidak dikirim ke saraf pendengaran

melainkan kembali menuju ke liang telinga. Proses ini mirip dengan

peristiwa echo. Produk sampingan koklea ini selanjutnya disebut sebagai

emisi otoakustik. Koklea tidak hanya menerima dan memproses bunyi

tetapi juga dapat memproduksi energi bunyi dengan intensitas rendah yang

berasal dari sel rambut luar koklea.1

Terdapat dua jenis OAE dapat diukur secara klinis dengan

perangkat yang disetujui FDA, yaitu (1) Spontaneus OAE (SPOAE) dan

(2) Evoked OAE. SPOAE adalah mekanisme aktif koklea untuk

memproduksi OAE tanpa harus diberikan stimulus,, namun tidak semua

orang dengan pendengaran normal mempunyai SPOAE. EOAE hanya

akan timbul bila diberikan stimulus akustik yang dibedakan menjadi (1)

Transient Evoked OAE (TEOAE) dan (2) Distrotion Product OAE

(DPOAE) Pada OAE (TEOAE) yang menimbulkan stimulus akustik,

seperti click, disajikan pada tingkat intensitas 80 dB SPL. TEOAE

mencerminkan koklea (sel-sel rambut luar) umumnya direkam pada

rentang frekuensi 500 sampai sekitar 4000 Hz. OAE produk distorsi

(DPOAE) yang menimbulkan stimulus berupa dua buah nada murni yang

berbeda frekuensi dan intensitasnya.1,15

Sebelum melakukan pemeriksaan EOAE perlu dilakukan

timpanometri, karena dalam keadaan fungsi koklea yang normal, bila

terdapat obstruksi liang telinga luar atau cairan di telinga tengah dapat

memberi hasil positif palsu. Tujuan dilakukan timpanometri adalah untuk

29
mengetahui keadaan kavum timpani, misalnya ada cairan di telinga tengah,

gangguan rangkaian tulang pendengaran, kekakuan membran timpani dan

membran timpani yang sangat lentur. Masalah telinga tengah pada bayi

cukup bulan jarang dilaporkan. Timpanogram pada bayi cukup bulan akan

menunjukkan hasil yang normal > 50% pada usia 1 hari sedangkan pada

usia 3 hari mencapai 100% .3

Selain neonatus, OAE dapat dipakai untuk memeriksa dan

memonitor bayi dan anak < 3 tahun, anak yang menerima obat ototoksik,

noise-induced hearing loss, orangtua dan cacat multipel. Pemeriksaan

OAE dapat menentukan penilaian klinik telinga perifer/ jalur preneural.

OAE potensial tidak dapat mendeteksi bayi dengan gangguan

retrokoklea/jalur neural, tetapi insidens keterlibatan nervus VIII dan

batang otak jarang terjadi pada kelompok neonatus, yaitu 1 dari 25.000

populasi. Dibandingkan dengan ABR konvensional, OAE lebih cepat dan

lebih nyaman karena tidak perlu memasang elektroda di kulit kepala.

Pemeriksaan OAE pada kedua telinga menghabiskan waktu (median) 7,2

menit, AABR 14 menit, sedangkan ABR konvensional 20 menit. Pada

pemeriksaan OAE, sebaiknya bayi dalam keadaan tidur, untuk mengurangi

artefak akibat gerakan otot. Bising lingkungan yang berlebihan akan

menurunkan spesifisitas OAE. Mesin OAE generasi terakhir secara

otomatis dapat melakukan perhitungan/koreksi terhadap bising dari luar.

Bila bising terlalu besar, maka pemeriksaan tidak dapat dilanjutkan.3

30
Gambar 3. Otoacoustic Emission16

3. Brainstem Evoked Response Audiometry

Istilah lain; Auditory Brainstem Response (ABR) BERA

merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai integritas sistem

auditorik bersifat obyektif, tidak invasif. Dapat memeriksa bayi, anak,

dewasa, penderita koma.1

Auditory brainstem response (ABR) merupakan suatu pemeriksaan

untuk menilai fungsi nervus VIII dan jalur pendengaran di batang otak.

Caranya dengan merekam potensial listrik yang dikeluarkan sel koklea

selama menempuh perjalanan mulai telinga dalam hingga nukleus tertentu

dibatang otak. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan elektroda

permukaan yang dilekatkan pada kulit kepala atau dahi dan prosesus

mastoid atau lobulus telinga. Prinsip pemeriksaan ABR adalah menilai

perubahan potensial listrik di otak setelah pemberian rangsangan sensoris

berupa bunyi. Rangsangan bunyi yang diberikan melalui head phone atau

31
insert probe akan menempuh perjalanan melalui koklea (gelombang I),

nucleus koklearis (gelombang II), nukleus olivarius superior (gelombang

III), lemnikus lateralis (gelombang IV), kolikulus inferior (gelombang V)

kemudian menuju ke korteks auditorius di lobus temporalis otak. Yang

penting dicatat adalah gelombang I,III dan V. ABR konvensional

merupakan click evoked ABR air conduction, dan frekuensi yang diberikan

sebesar 2000- 4000Hz, dengan intensitas dapat mencapai 105 dB. ABR

membutuhkan waktu yang lebih lama dan tenaga terlatih dalam

mengoperasikan alat maupun menginterpretasikan hasil.3

Menurut literatur, tujuan klinis utama dari BERA adalah: untuk

menetapkan respon pendengaran tingkat minimal, untuk mengkarakterisasi

jenis gangguan pendengaran, untuk menilai kematangan sistem

pendengaran pusat pada neonatus, untuk menentukan lokasi saraf

pendengaran atau cedera batang otak, untuk memantau operasi dari fossa

posterior, dan untuk memantau pasien di unit perawatan intensif.15

BERA telah terbukti berguna dalam menentukan status

pendengaran bahkan pada pasien yang tidak kooperatif atau pasien yang

masih sangat muda. Respon terhadap stimulus auditorik berupa respon

auditory evoked potential yang sinkron

direkam melalui elektroda

permukaaan (surface electrode) yang

ditempel pada kulit kepala. Respon

auditory

32
evoked potential yang berhasil direkam kemudian diproses melalui

program komputer dan ditampilkan sebagai 5 gelombang defleksi positif

(gelombang I sampai V) yang terjadi sekitar 2-12 ms setelah stimulus

diberikan.12

Gambar 4. BERA16

K. Habilitasi pendengaran

Setelah diketahui seorang bayi menderita ketulian, upaya habilitasi

pendengaran harus dilakukan sedini mungkin, karena usia kritis proses

berbicara dan mendengar adalah sekitar 2-3 tahun. Bila terdapat tuli

sensorineural derajat sedang atau berat, maka harus dipasang alat bantu dengar

atau implan koklea. Proses habilitasi pasien tuli membutuhkan kerja sama dari

33
beberapa disiplin, antara lain dokter spesialis THT, dokter spesialis anak,

audiologist, dan keluarga pasien.3

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Gangguan pendengaran pada masa bayi akan menyebabkan gangguan

wicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan emosional. The Joint Committee

on Infant Hearing dan American Academy of Pediatrics merekomendasikan

skrining pendengaran neonates harus dilakukan sebelum usia 3 bulan dan

intervensi telah diberikan sebelum usia 6 bulan. Penggunaan daftar indikator

34
risiko tinggi direkomendasikan untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya

gangguan pendengaran kongenital maupun didapat pada neonatus. Otoacoustic

emissions (OAE) dan/atau automated auditory brainstem response (AABR),

Behavioral Observation Audiometry, Timpanometri direkomendasikan sebagai

metode skrining pendengaran pada neonatus.3

35

Anda mungkin juga menyukai