Anda di halaman 1dari 4

5.

Apa yang seharusnya dilakukan dokter bila terapi yang dilakukan oleh teman sejawatnya
tidak sesuai dengan pendapatnya?1

Jawab :

Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) Tahun 2012 pasal 9 dan 10,
disebutkan bahwa seorang dokter wajib bersikap jujur terhadap pasien dan sejawatnya.
Seorang dokter wajib mengingatkan sejawatnya pada saat menangani pasien bila dia
mengetahui sejawat tersebut memiliki kekurangan dalam karakter/kompetensi, atau
melakukan tindak penipuan/penggelapan. Seorang dokter juga wajib menghormati hak-hak
pasien, teman sejawatnya, dan tenaga kesehatan lainnya. Selain itu dokter wajib menjaga
kepercayaan pasien terhadap profesi. Berdasarkan Undang-Undang dan Pasal Kode Etik
Kedokteran Indonesia ,pasien memiliki hak untuk mendapatkan konsultasi medis dari
dokter lain mengenai penyakit yang dideritanya. Seringkali terdapat perbedaan pendapat
antara dokter satu dengan dokter yang lainnya, yang terkadang dapat menimbulkan
berbagai persepsi pada pasien.

Kewajiban saling menjaga harkat dan martabat kedokteran menimbulkan kekokohan


korsa profesi. Seorang dokter seyogyanya tidak memberikan komentar secara tidak bijak
atau berkomentar negatif atas terapi yang diberikan teman sejawatnya, tanpa mengetahui
dasar kebijakan atau metodologi yang sesungguhnya.
Seorang dokter wajib mengingatkan teman sejawatnya agar yang bersangkutan tidak
terjebak dalam kekeliruan medik (medical error) yang secara sadar atau tidak sadar akan
berpotensi menimbulkan kerugian bagi pasien, menurunkan martabat profesi,

hingga menimbulkan pelanggaran hukum yang dapat menyebabkan kehinaan profesi. Akan
tetapi, untuk menjaga akuntabilitas sejawat di mata sejawat lain sebagai sesama pemberi
pelayanan maupun di mata pasien, dalam mengingatkan teman sejawat seorang dokter wajib
untuk tidak melakukannya di depan pasien sejawat tersebut.

Sesama dokter sebagai sejawat memiliki golden rule di mana seorang dokter
memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia ingin diperlakukan. Setiap dokter harus
mampu menahan diri untuk tidak membuat sulit, bingung, kecewa/marah sejawatnya
sehingga terwujud organisasi profesi yang tangguh.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menghindari perbuatan ‘non- kolegial’
seperti mengejek teman sejawat dan mempergunjingkan dengan pasien atau orang lain
tentang perbuatannya yang dianggap kurang benar. Selain itu seorang dokter harus
menghindarkan diri dari mencemarkan nama baik teman sejawat karena hal tersebut secara
tidak langsung dapat mencemarkan nama baik sendiri.

Dalam bentuk apapun seorang dokter tidak diperbolehkan merendahkan sesama


sejawatnya di hadapan pasien. Ketentuan ini berlaku bukan hanya pada waktu terjadi
‘kunjungan second opinion’, melainkan pada setiap kondisi lainnya pula. Bila seorang
dokter merasa perlu memberikan pengobatan dengan strategi pengobatan yang berbeda
dengan teman sejawat lain, ia tidak diperbolehkan untuk mengatakan bahwa pengobatan
yang diterima pasien sebelumnya adalah pengobatan dengan kualitas yang buruk. Dokter
cukup mengatakan bahwa ia akan memberikan pengobatan dengan cara yang berbeda
karena pendekatan yang dilakukan berbeda dari sebelumnya dengan harapan pengobatan
yang baru mampu memberikan respons yang lebih baik untuk pasien yang bersangkutan.
Perlu dipertimbangkan agar MKEK dapat berperan sebagai mediator dalam
melakukan pembinaan profesi agar tidak terjadi pelanggaran etik berulang-ulang terkait
dengan perilaku kesejawatan di Indonesia. Adapun dalam penanganan kasus sulit,
sebaiknya dibentuk tim dokter multidisiplin sehingga pasien mendapatkan pelayanan
terbaik dan risiko timbulnya ‘celetukan beracun’ dapat diminimalisasi.1

(sumber : 1. Yadi Permana, Fadlika Harinda, Azharul Yusri, Anna Rozaliyani. Celetukan
Beracun: Pendiskreditan Dokter pada Second Opinion. 2019;3(2):54-55.)

14. Apa saja prinsip2 etika kesehatan?

Beauchamp dan Childress (2001) menguraikan mengenai empat kaidah dasar (basic moral
principle) dan beberapa rules di bawahnya. Keempat kaidah dasar tersebut adalah:1

1. Respect for Autonomy (menghormati autonomi pasien)

Otonomi secara literatur adalah aturan yang mengatur diri sendiri secara tenang dan tidak
tergesa-gesa. Dasar-dasar respect for autonomy terkait erat dengan dasar mengenai rasa
hormat terhadap martabat manusia dengan segala karakteristik yang dimilikinya karena ia
adalah seorang manusia yang memiliki nilai dan berhak untuk meminta. Otonomi adalah
aturan personal yang bebas dari campur tangan pihak lain. Beuchamp dan Childress
merumuskan hal ini sebagai kata “tindakan otonomi tidak hanya ditujukan untuk
mengontrol pembatasan oleh orang lain”.

Respect for autonomy merupakan sesuatu yang hanya diwajibkan bila ia tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip kaidah bioetika yang utama lainnya, contohnya: jika
sebuah tindakan otonomi akan membahayakan manusia lain, maka prinsip respect for
autonomy akan bertentangan dengan prinsip non- maleficence, maka harus diputuskan
prinsip yang ditetapkan.

2. Beneficence (berbuat baik)

Menurut teori Beuchamp dan Childress, prinsip atau kaidah ini tidak hanya menuntut
manusia memperlakukan sesamanya sebagai makhluk yang otonom dan tidak menyakiti
mereka, tetapi juga dituntut agar manusia tersebut dapat menilai kebaikan orang lain
selanjutnya. Tindakan tersebut diatur dalam dasar- dasar beneficence. Bagaimanapun
seperti yang telah disebutkan, dasar-dasar dari beneficence menuntut lebih banyak agent
dibanding dengan dasar-dasar non- maleficence. Beuchamp dan Childress menulis:
“dalam bentuk yang umum, dasar-dasar beneficence mempunyai tujuan untuk membantu
orang lain melebihi kepentingan dan minat mereka”. Dasar dari beneficence mengandung
dua elemen, yaitu keharusan secara aktif untuk kebaikan berikutnya, dan tuntutan untuk
melihat berapa banyak aksi kebaikan berikutnya dan berapa banyak kekerasan yang
terlibat.

3. Non-maleficence (tidak merugikan orang lain)

Tujuan prinsip ini adalah untuk melindungi seseorang yang tidak mampu (cacat) atau
orang yang non-otonomi. Seperti yang telah dijelaskan, orang ini juga dilindungi oleh
prinsip berbuat baik (beneficence). Jawaban etik yang benar adalah dengan melihat
kebaikan lebih lanjut dari diri seseorang, tidak diperbolehkan untuk menyakiti orang lain.
Prinsip ini mengemukakan bahwa keharusan untuk tidak melukai orang lain lebih kuat
dibandingkan keharusan untuk berbuat baik.

4. Justice (keadilan)

Kesamaan merupakan inti dari justice, tetapi Aristoteles mengemukakan bahwa justice
lebih daripada kesamaan, karena seseorang dapat merasa tidak diperlakukan secara
semestinya walaupun telah diperlakukan sama satu dengan yang lain.

5. Veracity (Kejujuran)
Prinsip ini tidak hanya dimiliki oleh perawat namun harus dimiliki oleh seluruh pemberi
layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setia klien untuk meyakinkan
agar klien mengerti.
Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran
merupakan dasar membina hubungan saling percaya. Klien memiliki otonomi sehingga
mereka berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu.

6. Fidelity (Menepati Janji)

Tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah


penyakit, memulihkan kesehatan, dan meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu
perawat harus memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya kepada
orang lain.

7. Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Dokumentasi
tentang keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan, upaya
peningkatan kesehatan klien dan atau atas permintaan pengadilan. Diskusi tentang klien
diluar area pelayanan harus dihindari.

8. Accountability (Akuntabilitas)

Akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai
dalam berbagai kondisi tanpa terkecuali.

(sumber : Dedi Afandi. Kaidah dasar bioetika dalam pengambilan keputusan klinis yang
etis. Majalah Kedokteran Andalas Vol. 40, No.2, September 2017, Hal.115-116)

Anda mungkin juga menyukai