Anda di halaman 1dari 6

Nama : Pasrah Sasvia

NPM : 2112101010101
ISS : 8 TIK 7
Dosen : Ns. Syarifah Rauzatul Jannah, MNS., Ph. D

Prinsip-Prinsip Legal Etik Dan Lintas Budaya Dalam Asuhan Keperawatan Jiwa
Kode etik keperawatan merupakan alat pengambil keputusan yang valid dan berguna bagi
perawat dalam menghadapi masalah etik pada praktek klinik sehari-hari (Bijani et al., 2017). Untuk
menjamin praktek dilakukan secara professional, penting bagi perawat untuk memenuhi prinsip-
prinsip etik karena perawat secara langsung berhubungan dengan pasien (Liaschenko & Peter, 2004)

Etik keperawatan merupakan suatu acuan dalam melaksanakan prakktik keperawatan,


tidak terkecuali keperawatan jiwa. Keputusan dan tindakan perawat psikiarti kepada klien
dibedakan oleh apa yang dinamakan dengan ethical manner (cara yang sesuai denagan etik).
(Ermawati, 2015)
Tujuan dari keperawatan lintas budaya
• Membantu individu, keluarga dengan budaya yang berbeda beda untuk mampu
memahami kebutuhannya terhadap Asuhan keperawatan dan kesehatan.
• Membantu Perawat dalam mengambil keputusan selama pemberian Asuhan
keperawatan pada individu keluarga melalui Pengkajian gaya hidup. Keyakinan
tentang kesehatan dan praktik kesehatan pasien.
• Asuhan keperawatan yang relevan dengan budaya sensitif terhadap kebutuhan pasien
Rekan menurunkan kemungkinan stress dan konflik karena kesalahpahaman budaya.
Prinsip etik
Prinsip moral adalah penyataan mengenai konsep filo. sofis, umum, dan luas, seperti
otonomi dan keadilan. Prinsip ini memberikan dasar untuk aturan moral, yang merupakan
acuan spesifik untuk setiap tindakan. Sebagai contoh, aturan "Orang tidak boleh berbohong"
didasarkan pada prinsip moral untuk menghargai orang lain (otonomi). Prinsip bermanfaat
dalam diskusi etik karena meski tidak sependapat mengenai tindakan yang benar dalam suatu
situasi, orang masih dapat sependa- pat mengenai prinsip yang melandasinya. Kesepakatan
semacam ini dapat digunakan sebagai dasar solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.
Sebagai contoh, kebanyakan orang akan sependapat pada prinsip bahwa perawat wajib
menghormati klien mereka, meski mereka tidak sependapat mengenai apakah perawat harus
menutup-nutupi prognosis klien mereka.
• Otonomi
Otonomi adalah hak untuk membuat keputusan mandiri. Perawat yang
mematuhi prinsip ini menyadari bahwa setiap klien unik, berhak menjadi dirinya
sendiri, dan berhak memilih tujuan pribadinya. Orang memiliki "otonomi dalam" jika
mereka memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan; mereka mempunyai
"otonomi luar" jika pilihan mereka tidak terbatas atau ditentukan oleh pihak lain.
• Non-Maleficience
Nonmaleficence adalah kewajiban untuk "tidak mem- bahayakan". Meski
tampak mudah, pada kenyataannya prinsip ini sulit dilakukan. Bahaya dapat berarti
sengaja menimbulkan bahaya, membuat orang lain berisiko ter dapat bahaya, dan
secara tidak sengaja menyebabkan bahaya. Dalam keperawatan, bahaya yang
disengaja tidak berterima. Namun, membuat seseorang berisiko mengalami bahaya
memiliki beragam sisi. Seorang klien mungkin berisiko mengalami bahaya sebagai
konse- kuensi yang diketahui sebelumnya dari suatu intervensi keperawatan yang
bertujuan membantu klien. Sebagai contoh, klien dapat mengalami efek samping
terhadap obat. Pemberi asuhan tidak selalu sepakat mengenai tingkat risiko yang
secara moral diperbolehkan untuk mencapai hasil yang Bahaya yang tidak di- sengaja
terjadi saat risiko tidak diantisipasi sebelumnya. Sebagai contoh, saat menangkap
klien yang jatuh, pera- wat memegang klien dengan cukup erat sehingga
menyebabkan lebam pada lengan klien.
• Beneficience
Beneficence berarti "berbuat baik". Perawat wajib untuk berbuat baik, yakni
melakukan tindakan yang menguntungkan klien dan orang yang mendukung mereka.
Namun, berbuat baik juga dapat menimbulkan risiko bahaya. Sebagai contoh, perawat
dapat menganjurkan klien mengenai program latihan fisik berat untuk me- ningkatkan
kesehatan umum, tetapi seharusnya tidak memberi anjuran tersebut jiką klien berisiko
mengalami serangan jantung.
• Justice
Justice sering dianggap sebagai ketidakberpihakan. Perawat sering dihadapkan
pada keputusan yang me- nuntut rasa keadilan. Sebagai contoh, seorang perawat yang
mengadakan kunjungan rumah mengetahui pasien- nya dalam keadaan tertekan dan
menangis dan tahu bahwa ia dapat tinggal selama 30 menit untuk berbin- cang.
Namun tindakan itu dapat mengambil jatah waktu untuk klien berikutnya, yang
menyandang diabetes dan perlu diobservasi serta diberi penyuluhan. Perawat perlu
menimbang fakta yang ada secara cermat agar dapat membagi waktunya secara adil
bagi klien-kliennya.
• Veracity
Prinsip kejujuran mengacu pada kewajiban seseorang untuk selalu jujur. Aiken (2004)
menyatakan, "Veracity mengharuskan penyedia layanan kesehatan mengatakan yang
sebenarnya dan tidak sengaja menipu atau menyesatkan klien" (hal. 109). Ada saat-
saat ketika prinsip ini harus dibatasi, seperti ketika kebenaran secara sadar akan
merugikan atau mengganggu proses pemulihan. Jujur tidak selalu mudah, tetapi
berbohong jarang dibenarkan. Klien memiliki hak untuk mengetahui tentang
diagnosis, pengobatan, dan prognosis mereka.
• Confidentiality
Confidentiality adalah sesuatu yang professional dan merupakan kewajiban
yang etis dalam menggunakan penggalian pengetahuan pasien untuk meningkatkan
kualitas perawatan pasien dengan cara mempertahankan kerahasiaan dan memberikan
perhatian/ kepedulian.
• Fidelity
Prinsip fidelity ( kesetiaan/ ketaatan ) didefinisikan sebagai tanggung jawab dalam
konteks hubungan perawatan pasien yang meliputi tanggung jawab menjaga janji

Dilema Etik
Dilema etik ada ketika klaim moral bertentangan dengan satu sama lain. Ini dapat
didefinisikan sebagai berikut:
• Masalah sulit yang tampaknya tidak memuaskan larutan
• Sebuah pilihan di antara alternatif-alternatif yang sama-sama tidak memuaskan
Dilema etis menimbulkan pertanyaan seperti “Apa yang harus saya lakukan?
Mengerjakan?" dan "Apa hal yang benar untuk dilakukan?" Mereka dapat terjadi keduanya di
tingkat perawat-pasien-keluarga perawatan harian dan di tingkat pembuatan kebijakan
lembaga dan masyarakat. Meskipun dilema etika muncul di semua bidang keperawatan
praktek, beberapa unik untuk kesehatan kejiwaan dan mental perawatan. Banyak dari dilema
ini jatuh di bawah payung masalah kontrol perilaku. Tampaknya kontrol perilaku adalah
masalah sederhana: Perilaku adalah pilihan pribadi, dan apa saja perilaku yang tidak
melanggar hak orang lain dapat diterima. Sayangnya, ini tidak mengatasi situasi yang
kompleks. Misalnya, orang yang depresi berat dapat memilih bunuh diri sebagai alternatif
dari keberadaan yang tak tertahankan. Pada satu level ini adalah pilihan individu tidak secara
langsung merugikan orang lain, namun bunuh diri dilarang di masyarakat AS. Di banyak
negara bagian demikian suatu kejahatan yang dapat dituntut. Contoh lain adalah bahwa di
beberapa menyatakan itu ilegal untuk menyetujui orang dewasa dari jenis kelamin yang sama
untuk melakukan hubungan seksual, meskipun tidak ilegal bagi laki-laki memperkosa
istrinya. Contoh-contoh ini menimbulkan pertanyaan sulit: Kapan waktu yang tepat bagi
masyarakat untuk mengatur perilaku pribadi? Siapa yang akan membuat keputusan ini?
Apakah tujuannya penyesuaian pribadi, pribadi pertumbuhan, atau adaptasi terhadap norma-
norma sosial? Dan akhirnya, bagaimana caranya kami mengukur biaya dan manfaat dari
upaya untuk mengendalikan kebebasan pribadi dalam masyarakat bebas?
Pengetahuan yang berkembang tentang dasar genetik gangguan kejiwaan akan
menghadirkan masalah yang lebih etis. Bukti saat ini menunjukkan bahwa etiologi sebagian
besar gangguan kejiwaan adalah hasil dari kombinasi gen dan faktor lingkungan. Saat tes
untuk gen menjadi lebih mudah tersedia, tekanan akan meningkat untuk tes prenatal, skrining
anak-anak dan orang dewasa, pemilihan calon adopsi, dan pranikah penyaringan. Masalah
etika disini akan berhubungan dengan pengetahuan tentang genetika, dampak dari informasi
ini pada kesadaran diri seseorang, batas-batas pilihan pribadi, serta potensi penggunaan
informasi genetik yang diskriminatif untuk menolak akses orang ke asuransi dan pekerjaan
(Cheung, 2009; Appelbaum, 2010).
Salah satu masalah mendasar adalah garis kabur antara sains dan etika di bidang
psikiatri. Secara teoritis, sains dan etika terpisah. Sains bersifat deskriptif, berurusan dengan
apa, dan bertumpu pada validasi. Etika bersifat prediktif, kesepakatan dengan apa yang
seharusnya, dan bergantung pada penilaian. Namun, psikiatri tidak murni ilmiah atau bebas
nilai.
Perawat harus mengidentifikasi komitmen profesional mereka sendiri. Apakah
mereka berkomitmen untuk kebahagiaan individu atau untuk kelancaran fungsi masyarakat?
Idealnya, nilai-nilai ini seharusnya tidak bertentangan, tetapi dalam kenyataannya kadang-
kadang mereka melakukannya. Hak pasien untuk berobat, menolak berobat, dan untuk
informed consent menyoroti konflik kepentingan ini pertanyaan. Perawat harus
mempertimbangkan apakah mereka memaksa sabar untuk diterima secara sosial atau politik
dengan biaya kebahagiaan pribadi pasien. Perawat mungkin tidak bekerja untuk kepentingan
terbaik pasien atau kepentingan mereka sendiri; mereka mungkin bertindak sebagai agen
masyarakat dan tidak menyadarinya.
Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap perawat untuk menganalisis dilema etis
seperti kebebasan memilih versus pemaksaan, membantu versus memaksakan nilai, dan fokus
pada penyembuhan versus pencegahan. Perawat juga harus aktif dalam menentukan
pengobatan yang memadai dan memutuskan penting alokasi sumber daya.
Model untuk Membuat Keputusan Etis
Berikut ini adalah serangkaian langkah-langkah yang dapat digunakan dalam membuat
keputusan etis. Langkah-langkah ini sangat mirip dengan langkah-langkah proses
keperawatan.
1. Penilaian: Kumpulkan subjektif dan objektif data tentang suatu situasi. Pertimbangkan
nilai-nilai pribadi serta nilai-nilai orang lain yang terlibat dalam dilema etika. 2.
Identifikasi masalah: Mengidentifikasi konflik yang akan terjadi antara dua atau lebih
tindakan alternatif.
2. Perencanaan:
a. Jelajahi manfaat dan konsekuensi dari setiap alternatif
b. Pertimbangkan prinsip-prinsip teori etika.
c. Pilih alternatif.
3. Implementasi: Bertindak atas keputusan yang dibuat dan mengkomunikasikan
keputusan tersebut kepada orang lain.
4. Evaluasi: Mengevaluasi hasil.
Hak Hak Pasien
1. Pasien memiliki hak untuk mendapat perawatan yang penuh rasa hormat dan
perhatian.
2. Pasien memiliki hak dan dianjurkan untuk memperoleh informasi yang dapat
dipahami, terkini, dan relevan tentang diagnosis, terapi, dan prognosis dari dokter dan
pemberi perawatan langsung lainnya.
3. Pasien memiliki hak untuk membuat keputusan tentang rencana perawatan sebelum
dan selama proses terapi dan menolak terapi yang direkomendasikan atau rencana
perawatan sejauh yang diperbolehkan oleh hukum dan kebijakan rumah sakit dan
diinformasikan tentang konsekuensi medis tindakan ini. Bila pasien menolak terapi,
pasien berhak memperoleh perawatan dan pelayanan lain yang tepat, yang disediakan
rumah sakit, atau dipindahkan ke rumah sakit lain. Rumah sakit harus memberi tahu
pasien tentang setiap kebijakan yang dapat memengaruhi pilihan pasien di dalam
institusi tersebut.
4. Pasien memiliki hak untuk meminta petunjuk lanjutan tentang terapi (misalnya living
will, perwalian perawatan kesehatan, atau menunjuk pengacara untuk mengatur
perawatan kesehatan selama waktu tertentu), dengan harapan bahwa rumah sakit akan
menerima maksud petunjuk tersebut sejauh yang diperbolehkan oleh hukum dan
kebijakan rumah sakit.
5. Pasien memiliki hak terhadap setiap pertimbangan privasi. Diskusi kasus, konsultasi,
pemeriksaan, dan terapi harus dilaksanakan agar privasi setiap pasien terlindungi.
6. Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa semua komunikasi dan catatan yang
berhubungan dengan perawatannya akan dijaga kerahasiaannya oleh rumah sakit,
kecuali pada kasus seperti kecurigaan tentang penganiayaan dan bahaya kesehatan
masyarakat, ketika pelaporan kasus tersebut diizinkan atau diwajibkan oleh hukum.
Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa rumah sakit akan menegaskan kerahasiaan
informasi ini ketika memberi tahu pihak lain yang berhak meninjau informasi dalam
catatan tersebut.
7. Pasien memiliki hak untuk meninjau catatan yang berhubungan dengan perawatan
medisnya dan meminta penjelasan atau interpretasi informasi sesuai kebutuhan,
kecuali jika dilarang oleh hukum.
8. Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa dalam kapasitas dan kebijakannya, rumah
sakit akan merespons dengan baik permintaan pasien untuk memperoleh perawatan
dan pelayanan yang tepat dan diindikasikan secara medis
9. memiliki hak untuk bertanya dan diinformasikan tentang adanya hubungan bisnis
antara rumah sakit, institusi pendidikan, pemberi perawatan kesehatan lain, atau pihak
pembayar yang dapat memengaruhi terapi dan perawatan
10. Pasien memiliki hak untuk menyetujui atau menolak partisipasi dalam studi penelitian
yang diajukan atau eksperimen pada manusia yang memengaruhi perawatan dan
terapi atau memerlukan keterlibatan pasien secara langsung, dan meminta penjelasan
sepenuhnya tentang studi tersebut sebelum memberi persetujuan. Pasien yang
menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian atau eksperimen tetap berhak mendapat
perawatan yang paling efektif, yang dapat diberikan rumah sakit.
11. Pasien memiliki hak untuk mengharapkan kontinuitas perawatan yang layak jika tepat
dan mendapat informasi dan dokter dan pemberi perawatan lain tentang pilihan
perawatan pasien yang realistis dan tersedia ketika perawatan rumah sakit tidak lagi
tepat.
12. Pasien memiliki hak untuk mendapat informasi tentang kebijakan dan praktik di
rumah sakit yang berhubungan dengan perawatan pasien, terapi, dan tanggung jawab.
Pasien memiliki hak untuk mendapat informasi tentang sumber yang tersedia untuk
mengatasi perselisihan, keluhan, dan konflik, misalnya komite etik, perwakilan pasien
atau mekanisme lain yang tersedia di institusi. Pasien memiliki hak untuk mendapat
informasi tentang biaya rumah sakit untuk pelayanan yang diberikan dan metode
pembayaran yang digunakan
Hak Pasien Jiwa
• Hak mendapatkan pengobatan
• Hak mendapatkan lingkungan yang tidak bersifat membatasi
• Hak untuk menolak pengobatan, termasuk hospitalisasi
• Hak untuk menolak obat

Referensi
Elmiyanti, N. K., Kinait, R., Mauruh, C. V., Salamung, N., & Mbaloto, F. R. (2021).
Knowledge and Attitude of Nurses about Nursing Ethical Principles at the Trikora
Salakan Regional General Hospital Banggai Regency Central Sulawesi Province.
D'Nursing and Health Journal (DNHJ), 2(2), 81-90.
Huda, C. (2017). Pengetahuan perawat pelaksana dalam kode etik keperawatan indonesia di
ruang rawat inap rumah sakit jiwa banda aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas
Keperawatan, 2(4).
O’Brien & Patricia G. (2013). Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatrik; Teori Dan Praktik.
Jakarta: EGC
Potter, Patricia A. (2005). Buku Ajara Fundamental Keperawatan: Konsep, proses, dn
praktik. Edisi; 4. Jakarta: EGC
Stuart, G. W. (2021). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart, Edisi
Indonesia 11. Elsevier Health Sciences.
Stuart, G.W W. (2013 ). Principle and Practice of psychiatric nursing. ( 10th edition). St
Louis : Mosby
Towsend, M. C. (2014). Essentials of psychiatric mental health nursing concept of care in
evidence-based practice. Sixth edition. Philadelphia : F. A. Davis Company.
Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Alih bahasa, Renata Komalasari,
Alfrina Hany; Editor edisi bahasa indonesia. Jakarta: EGC
Wulan & Hastuti, M. 2011. Pengantar Etika Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustaka
Zainuddin, S., Saleh, A., & Kadar, K. S. (2019). Gambaran Perilaku Etik Perawat
Berdasarkan Penjabaran Kode Etik Keperawatan. Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah, 4(2).

Anda mungkin juga menyukai