Judul Artikel : A Study of The Relationship Between Corporate governance structures

and The Extent of Voluntary Disclosure

Penulis : Simon S.M. Ho dan Kar Shun Wong
Jurnal : Journal of International Accounting, Auditing & Taxation, Vol.10
Halaman : 139-156
Tahun : 2001

1. Area of Interest
Artikel ini menguji kerangka teoritis yang menghubungkan empat atribut tata kelola
perusahaan utama dengan tingkat pengungkapan sukarela yang disediakan oleh
perusahaan yang terdaftar di Hong Kong.
“The primary objective of this study is to test a theoretical framework relating four
major corporate governance attributes with the extent of voluntary disclosure
provided by listed firms in Hong Kong.” (Abstract)

2. Phenomena
Secara umum disepakati bahwa krisis keuangan Asia baru-baru ini bukan hanya akibat
hilangnya kepercayaan investor tetapi ada hal yang lebih penting yaitu kurangnya tata
kelola perusahaan yang efektif dan transparansi di banyak pasar keuangan Asia dan
perusahaan individu. Selama beberapa tahun terakhir, sebagian besar ekonomi Asia Timur
telah secara aktif meninjau dan meningkatkan kerangka peraturan mereka, khususnya tata
kelola perusahaan, transparansi, dan pengungkapan. Namun, adopsi sederhana dari lebih
banyak Standar Akuntansi Internasional (IAS) tidak cukup untuk menyelesaikan masalah
transparansi di negara-negara ini. Apakah kualitas pengungkapan perusahaan yang
sebenarnya memenuhi kebutuhan informasi investor lebih penting lagi.
“It is commonly agreed that the recent Asian financial crisis was not only the result
of a loss in investor confidence but, more importantly, of a lack of effective
corporate governance and transparency in many of Asia’s financial markets and
individual firms1. Over the last several years, most East Asian economies have been
actively reviewing and improving their regulatory frameworks, in particular,
corporate governance, transparency and disclosure. However, the simple adoption
of more International Accounting Standards (IAS) is not sufficient to resolve the
transparency problem in these countries. Whether the quality of the actual

1
 corporate disclosures satisfies investors’ information needs is more central. ” (Page
139-140)

3. Theoretical Foundation, Research Gap, And Research Question [Statement]

a)Theoretical Foundation
Penelitian ini menggunakan Teori Agensi (The Agency Theory) dan Teori Informasi (The
Information Theory).
1. The Agency Theory (Teori Agensi)
Teori keagenan positif Jensen dan Meckling (1976) memberikan kerangka kerja yang
menghubungkan perilaku pengungkapan dengan tata kelola perusahaan. Mekanisme tata
kelola perusahaan diperkenalkan untuk mengontrol masalah keagenan dan memastikan
bahwa manajer bertindak untuk kepentingan pemegang saham. Secara teori, dampak
mekanisme tata kelola internal pada pengungkapan perusahaan mungkin bersifat
komplementer atau substitusi. Jika bersifat komplementer, teori keagenan memprediksi
bahwa pengungkapan yang lebih luas diharapkan karena penerapan mekanisme tata kelola
yang lebih banyak akan memperkuat pengendalian internal perusahaan dan memberikan
“paket pemantauan intensif” bagi perusahaan untuk mengurangi perilaku oportunistik dan
asimetri informasi (Leftwich , Watts dan Zimmerman 1981; Welker 1995). Di sisi lain,
jika hubungannya bersifat substitusi, perusahaan tidak akan memberikan lebih banyak
pengungkapan untuk lebih banyak mekanisme tata kelola karena satu mekanisme tata
kelola perusahaan dapat menggantikan yang lain.
2. The Information Theory (Teori Informasi)
Kualitas dan kuantitas informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan cukup
bervariasi. Perusahaan yang terdaftar disarankan untuk mengungkapkan lebih banyak
informasi secara sukarela.
“Under the implicit assumption of information theory and agency theory, the study
hypothesizes that improved monitoring on the board of directors leads to more
voluntary disclosures.” (page 140)
b) Research Gap
Aturan pengungkapan wajib memastikan akses yang sama ke informasi dasar (Lev 1992),
tetapi informasi ini harus ditambah dengan pengungkapan sukarela perusahaan dan
produksi informasi oleh perantara. Ada insentif pasar utama untuk mengungkapkan
informasi secara sukarela dan sikap manajer terhadap perubahan pengungkapan sukarela
sesuai dengan hubungan yang dirasakan dari biaya dan manfaat yang terlibat (misalnya,

2
lihat Gray, Radebaugh dan Roberts 1990; Healy dan Palepu 1995). Pengungkapan
sukarela dan determinannya telah diidentifikasi sebagai area penelitian penting dalam
pelaporan keuangan sejak tahun 1970-an. Studi sebelumnya tentang determinan
pengungkapan sukarela telah dilakukan terutama di AS dan negara maju lainnya
(misalnya, Malone, Fries dan Jones 1993; Schadewitz 1994; Raffournier 1995; Lang dan
Lundholm 1996).

Beberapa studi telah memeriksa mekanisme kelembagaan (yaitu, tata kelola perusahaan)
yang mungkin memengaruhi praktik pengungkapan sukarela. Atribut tata kelola
perusahaan yang diperiksa dalam studi ini meliputi struktur kepemilikan (misalnya,
Craswell dan Taylor 1992; Mckinnon dan Dalimunthe 1993; Hossain, Tan dan Adams
1994; Raffournier 1995), proporsi atau keberadaan direktur independen (misalnya, Forker,
1992; Malone, Fries dan Jones 1993), penunjukan direktur noneksekutif sebagai ketua,
(misalnya, Forker 1992), dan keberadaan komite audit (misalnya, Forker 1992).

Namun, penelitian sebelumnya hanya mempelajari pengaruh satu atribut tata kelola
perusahaan dan sangat sedikit dari mereka yang meneliti atribut tata kelola yang berbeda
dalam satu penelitian.

“Mandatory disclosure rules ensure equal access to basic information (Lev 1992),
but this information has to be augmented by firms’ voluntary disclosures and
information production by intermediaries. There are major market incentives to
disclose information voluntarily and managers’ attitudes to voluntary disclosure
change according to the perceived relationship of the costs and benefits involved
(e.g., see Gray, Radebaugh and Roberts 1990; Healy and Palepu 1995). Voluntary
disclosure and its determinants have been identified as an important research area
in financial reporting since the 1970s. Previous studies on the determinants of
voluntary disclosure have been done mainly in the U.S. and other developed
countries (e.g., Malone, Fries and Jones 1993; Schadewitz 1994; Raffournier 1995;
Lang and Lundholm 1996).” (Page 140)

“Some studies have examined institutional mechanisms (i.e., corporate governance)

that may influence voluntary disclosure practice. Corporate governance attributes
examined in these studies include ownership structure (e.g., Craswell and Taylor
1992; Mckinnon and Dalimunthe 1993; Hossain, Tan and Adams 1994; Raffournier
1995), the proportion or existence of independent directors (e.g., Forker, 1992;

3
 Malone, Fries and Jones 1993), the appointment of a nonexecutive director as
chairman, (e.g., Forker 1992), and the existence of an audit committee (e.g., Forker
1992).” (Page 140)

“However, previous research only studied the effect of one single corporate
governance attribute and very few of them examine different governance attributes
in a single study.” (Page140)

c) Research Question [Statement]

 Apakah perusahaan dengan proporsi direktur non-eksekutif independen yang lebih
tinggi cenderung memiliki tingkat pengungkapan sukarela yang lebih tinggi?
 Apakah perusahaan yang memiliki komite audit lebih cenderung memiliki tingkat pen
gungkapan sukarela yang lebih tinggi?
 Apakah perusahaan yang menunjuk kepala eksekutif dominan sebagai ketua dewan
lebih cenderung memiliki tingkat pengungkapan sukarela yang lebih rendah?
 Apakah perusahaan dengan proporsi anggota keluarga yang lebih tinggi yang duduk d
i dewan cenderung memiliki tingkat pengungkapan sukarela yang lebih rendah?
4. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dalam penelitian ini sebagai berikut:

Information Theory
Agency Theory

Proporsi direktur non-eksekutif

independen
Pengungkapan
Sukarela
Eksistensi Komite Audit

Eksistensi Eksekutif Dominan

Proporsi Anggota Keluarga

4
5. Metodhology
a) Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan kuantitatif.

b) Variabel/proxy

- Variabel independen dalam penelitian ini adalah persentase direktur non-eksekutif

independen, keberadaan komite audit, keberadaan kepribadian dominan, dan
persentase anggota keluarga di dewan.
“Four corporate governance variables are examined in the current study. These
are the percentage of independent nonexecutive directors, the existence of an
audit committee, the existence of dominant personalities, and the percentage of
family members on the board.” (Page 143)
- Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan dan lingkungan tata
kelola perusahaan.
- Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan.
“A review of the literature on voluntary disclosure led to the decision to include
five control variables in the multiple regression models for testing the main
hypotheses. These are firm size.” (Page 145)

c) Populasi/Sampel
- Jumlah Sampel
Survei kuesioner terhadap 610 chief financial officer (CFO) dari semua perusahaan yang t
erdaftar di Hong Kong dilakukan untuk menentukan keberadaan komite audit di perusahaa
n mereka. Versi lain dari kuesioner dikirim ke 535 analis keuangan dari semua perusahaan
investasi atau pialang di Hong Kong pada akhir 1997 dan awal 1998.
“A questionnaire survey of the 610 chief financial officers (CFOs) of all listed firms
in Hong Kong was conducted to determine the existence of an audit committee in the
ir firms. Another version of the questionnaire was sent to 535 financial analysts from
all investment or brokerage firms in Hong Kong in late 1997 and early 1998.” (Pag
e 145)

5
d) Metode Pengumpulan Data
- Penelitian ini dilakukan dengan melakukan survei kuisioner. Tujuan dari survei ini
adalah untuk menentukan persepsi pengguna tentang kegunaan berbagai item
pengungkapan sukarela.
“The purpose of this survey was to determine users’ perceptions of the usefulness of
various voluntary disclosure items.” (Page 145)
- Selain itu dalam penelitian ini, tingkat pengungkapan sukarela diukur dengan
menggunakan indeks pengungkapan relatif yang disesuaikan dengan kepentingan
(RDI). Ini diperoleh dengan mengumpulkan pertama kali dari literatur sebelumnya dan
laporan tahunan di Hong Kong daftar lengkap item pengungkapan sukarela yang telah
disediakan perusahaan. Daftar tersebut kemudian diperiksa terhadap daftar periksa
pengungkapan wajib yang disiapkan oleh perusahaan akuntansi Big-5 (Ernst & Young)
di Hong Kong.
“In the current study, the extent of voluntary disclosure was measured by using an
importanceadjusted relative disclosure index (RDI). It was derived by first compiling
from previous literature and annual reports in Hong Kong a comprehensive list of
voluntary disclosure items that companies have provided. The list was then checked
against a mandatory disclosure checklist prepared by a Big-5 accounting firm (Ernst &
Young) in Hong Kong. Items mandated to be disclosed by Hong Kong listed companies
were eliminated.” (Page 146)
- Data tentang semua kecuali satu variabel independen dikumpulkan dari laporan tahunan
dari perusahaan pembuat yang merespons. Data keberadaan komite audit dikumpulkan
langsung dari perusahaan melalui survei pos.
“Data on all but one of the independent variables were collected from the annual
reports of the responding preparer firms. Data on the existence of an audit committee
was collected directly from the companies through a postal survey.” (Page 147)

e) Statistik Uji/Analisis Data

a) Statistik Deskriptif dan Analisis Bivariat

6
 Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan deskripsi suatu data dilihat dari rata-
rata (mean), standar deviasi (m), dan maksimum-minimum. Sedangkan analisis
bivariate adalah digunakan untuk menguji korelasi antara Firm Size dan Leverage.
“Table 2 shows the distribution of the dependent variable (i.e., extent of voluntary
disclosure measured by RDI). The average relative disclosure index of the sample
companies was 0.29, with a range of 0.05 to 0.85. Thus, there were large variations in
voluntary disclosure practices among the sample companies in Hong Kong. This result
is also consistent with the literature that companies in Hong Kong have great flexibility
in their voluntary disclosure choices. In addition, the relative low voluntary disclosure
ratio implies that analysts in Hong Kong may search for information outside of annual
reports (e.g., via investor relations department).” (Page 147)
“The bivariate analysis in Table 5 shows the highest correlation was between LSIZE
(firms in the banking and finance industry) and leverage (LEV) (R2=0.576). This
should not be a concern until they exceed 0.8. These results also appear to suggest that
no serious multicollinearity among the independent variables exist.”(Page 148)

b) Analisis Regresi Linier berganda

Dalam penelitian ini untuk menguji arah hubungan variabel digunakan analisis regresi
linier berganda.
“Only five independent variables entered the equation with a regression
coefficient that was significant at the 0.05 level in the regression model. These
variables include: audit committee, firm size, percentage of family members on
the board and two industry dummy variables. In addition, the directions of the
signs of all significant coefficients in the regression model are in agreement
with the hypotheses. On the other hand, the ratio of independent directors to
total directors on board, family ownership control, profitability, asset-in-place,
and leverage are insignificant.”(Page 151)
6. Finding

a) Hipotesis 1 yang menyatakan bahwa perusahaan dengan rasio direktur non-eksekutif

independen yang lebih tinggi terhadap jumlah direktur di dewan kemungkinan besar
akan memiliki tingkat pengungkapan sukarela yang lebih tinggi, hipotesi ini tidak
diterima. Temuan ini tidak konsisten dengan temuan Forker (1992) dan Chen dan
Jaggi (1998) yang menemukan bahwa proporsi direktur non-eksekutif independen di

7
 dewan berhubungan positif dengan kualitas / luas pengungkapan keuangan. Skor
indeks pengungkapan Chen dan Jaggi mencakup item pengungkapan wajib dan
sukarela tetapi skor indeks yang diadopsi dalam penelitian ini hanya mencakup item
pengungkapan sukarela yang dianggap paling penting oleh analis. Jadi, penjelasan
yang mungkin dari hasil ini adalah bahwa walaupun IND di Hong Kong cenderung
memastikan bahwa perusahaan telah memenuhi persyaratan pengungkapan wajib,
mereka masih tidak secara aktif menekan perusahaan untuk mengungkapkan lebih
banyak informasi non-wajib. Selain itu, ada pertanyaan tentang independensi yang
disebut direktur non-eksekutif 'independen' di Hong Kong dan efektivitasnya sebagai
perangkat pemantauan karena banyak dari mereka yang ditunjuk oleh CEO atau ketua
dewan.
“Hypothesis 1 which states that companies with a higher ratio of independent
nonexecutive directors to total directors on board would more likely have a higher
extent of voluntary disclosure was not supported. This finding is not consistent with
the findings of Forker (1992) and Chen and Jaggi’s (1998) which found that the
proportion of independent nonexecutive directors on board was positively related to
the quality/extent of financial disclosure. Chen and Jaggi’s disclosure index score
includes both mandatory and voluntary disclosure items but the index score adopted
in this study includes only the voluntary disclosure items perceived as most important
by analysts. Thus, a possible explanation of this result is that while IND in Hong
Kong are likely to ensure that the company has complied with mandatory disclosure
requirements, they are still not actively pressing the company to disclose more
nonmandatory information. Also, there are questions about the independence of so-
called ‘independent’ nonexecutive directors in Hong Kong and their effectiveness as
a monitoring device as many of them are appointed by the CEO or the board
chairman.” (Page 151)
b) Hipotesis 2 yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki komite audit lebih
cenderung memiliki tingkat pengungkapan sukarela yang lebih tinggi, hipotesis ini
diterima. Hasil ini menggembirakan karena penelitian sebelumnya oleh Forker (1992)
hanya menemukan hubungan yang lemah antara keberadaan komite audit dan kualitas
(luasnya) pengungkapan. Implikasi penting dari temuan ini adalah bahwa mungkin
tepat bagi otoritas pengatur untuk meminta perusahaan yang terdaftar di Hong Kong
untuk membentuk komite audit untuk menjamin transparansi perusahaan yang lebih
besar.

8
 “Hypothesis 2 which states that companies which have an audit committee are more
likely to have a higher extent of voluntary disclosure was supported. This result is
encouraging since a previous study by Forker (1992) only found a weak relationship
between the existence of an audit committee and the quality (extent) of disclosure. An
important implication of this finding is that it may be appropriate for regulatory
authorities to require listed companies in Hong Kong to establish an audit committee
in order to secure more corporate transparency.” (Page 152)
c) Hipotesis 3 menyatakan bahwa perusahaan dengan keberadaan kepribadian dominan
lebih cenderung memiliki tingkat pengungkapan yang lebih rendah. Meskipun arah
yang dihipotesiskan benar, hipotesis tersebut tidak didukung pada tingkat signifikansi
5%. Hasil ini tidak sesuai dengan Forker (1992) yang menemukan hubungan negatif
yang signifikan antara kepribadian dominan dan kualitas (tingkat) pengungkapan.
Alasan yang mungkin adalah seseorang yang menjabat sebagai ketua dewan direksi
dan CEO sebuah perusahaan di Hong Kong kemungkinan besar merupakan pemegang
saham substansial, jadi tidak masalah apakah kedua pekerjaan tersebut dipisahkan
atau tidak.
“Hypothesis 3 states that firms with the existence of a dominant personality are more
likely to have a lower extent of disclosure. Although the hypothesized direction was
correct, the hypothesis was not supported at the 5% significance level. This result is
not consistent with that of Forker (1992) who found a significant negative
relationship between a dominant personality and quality (extent) of disclosure. A
possible reason is a person who serves as both board chairman and CEO of a
company in Hong Kong is likely to be a substantial shareholder, so it does not matter
whether or not the two jobs are separated.” (Page 153)
d) Hipotesis 4, yang menyatakan bahwa perusahaan dengan proporsi anggota keluarga
yang lebih tinggi di dewan lebih cenderung memiliki tingkat pengungkapan sukarela
yang lebih rendah, didukung. Meskipun situasi di mana anggota keluarga
mendominasi dewan tidak umum di Hong Kong seperti yang diharapkan, temuan ini
mungkin berimplikasi pada negara-negara Asia lainnya di mana anggota keluarga
mendominasi dewan. Rekomendasi dari Laporan Kedua Tata Kelola Perusahaan
HKSA bahwa anggota keluarga tidak boleh melebihi setengah dari jumlah anggota
dewan tampaknya valid dan harus dipertahankan.
“Hypothesis 4, which states that companies with a higher proportion of family
members on the board are more likely to have a lower extent of voluntary disclosure,

9
 was supported. Chen and Jaggi (1998) also found that the relationship between
independent nonexecutive directors and total financial disclosure (mandatory and
voluntary) was weaker for family-controlled firms. Although the situation where
family members dominate the board is not as common in Hong Kong as one might
expect, these findings might have implications for other Asian countries where it is
common for family members to dominate the board. The recommendation by the
HKSA Second Report of Corporate Governance that family members should not make
up more than half of the board membership seems valid and should be maintained.
Boards composed of a wider membership would help strengthen the transparency of
the company.” (Page 153)

7. Conclusions
Dalam beberapa tahun terakhir, badan pengatur atau regulatory bodies telah
mengumumkan persyaratan tata kelola perusahaan yang baru untuk meningkatkan
transparansi perusahaan. Di Asia, krisis keuangan baru-baru ini telah menggarisbawahi
perlunya lebih banyak bukti tentang tata kelola perusahaan dan masalah transparansi. Ada
sedikit penelitian yang menghubungkan pengungkapan sukarela dengan atribut tata kelola
perusahaan tertentu. Studi ini menggunakan data di Hong Kong untuk menganalisis
apakah perusahaan mengungkapkan informasi yang lebih sukarela ketika mereka
dikendalikan oleh keluarga, memiliki komite audit, memiliki dewan direksi independen,
dan memiliki dualitas sebagai ketua / CEO.
“In recent years, regulatory bodies have promulgated new corporate governance
requirements in order to enhance corporate transparency. In Asia the recent
financial crisis has underlined the need for more evidence on the corporate
governance and transparency issues. There has been little research relating
voluntary disclosure to specific corporate governance attributes. This study uses
Hong Kong data to analyze whether firms disclose more voluntary information
when they are family-controlled, have an audit committee, have independent board
directors, and have a duality of board chairman/CEO.” (Page 153)

8. Recommendation
Ada beberapa implikasi penting dari penelitian ini. Hasilnya memberikan bukti empiris
untuk mendukung persyaratan baru tertentu dari badan pengatur Hong Kong mengenai
komposisi dewan, yaitu, pembentukan komite audit dan anggota keluarga tidak boleh lebih

10
 dari setengah dari keanggotaan dewan. Hasil ini juga dapat membantu para reformis Asia
Timur lainnya, pembuat kebijakan dan regulator untuk meningkatkan transparansi pasar di
negara mereka dengan memperkenalkan persyaratan baru yang serupa. Secara khusus,
sebagian besar perusahaan yang terdaftar di perekonomian Asia Timur dimiliki dan
dikendalikan oleh keluarga. Penting untuk memiliki tingkat perlindungan investor
minoritas yang lebih tinggi melalui perangkat tata kelola perusahaan yang lebih serupa.
“There are several important implications of this study. The results provide empirical
evidence to support Hong Kong regulatory bodies’ certain new requirements on board
composition, that is, the formation of an audit committee and the family members
should not make up more than half of the board membership. These results may also
help other East Asia reformers, policy makers and regulators to improve market
transparency in their countries by introducing similar new requirements. In
particular, the vast majority of listed companies in East Asia economies are owned
and controlled by families. It is essential to have a higher degree of minority
investors’ protection via more such corporate governance devices.” (Page 153)

9. Further Research
Ada dua batasan utama dari penelitian ini. Pertama, fokus utama dari studi ini adalah
sejauh mana pengungkapan sukarela. Namun, pengungkapan tersebut tidak berarti bahwa
pengungkapan tersebut dapat dipercaya atau mencerminkan keadaan perusahaan yang
sebenarnya. Juga, lebih banyak pengungkapan tidak selalu menyiratkan pengungkapan
yang lebih berkualitas. Kedua, meskipun studi menemukan hubungan yang diharapkan
antara variabel tata kelola perusahaan dan pengungkapan, tidak pasti apakah hasil tersebut
disebabkan oleh kausalitas yang dihipotesiskan. Oleh karena itu, temuan harus ditafsirkan
dengan hati-hati karena keterbatasan ini. Penelitian selanjutnya di bidang ini harus
membahas masalah spesifik ini secara langsung.
“There are two major limitations of this study. First, the main focus of this study is on
the extent of voluntary disclosures. However, such disclosures do not mean that they
are credible or reflecting the true state of affairs of the company. Also, more
disclosures do not necessarily imply more quality disclosures. Second, although the
study found the expected relationship between corporate governance variables and
disclosures, it is not certain whether the results were due to the hypothesized
causality. Therefore, the findings should be interpreted with care because of these

11
limitations.Future studies in this area should address these specific issues directly”
(Page 154)

12