Anda di halaman 1dari 7

264

Jurnal Produksi Tanaman


Vol. 8 No. 2, Februari 2020: 264-270
ISSN: 2527-8452

Pengaruh Perbedaan Waktu Polinasi Terhadap Keberhasilan Persilangan


Dan Beberapa Karakter Benih Padi Generasi Backcross3

The Effect of Pollination Time Differences on the Success of Crosses and


Some Characteristics of Rice Seed on Backcross Generation3
Muhamad Kamaludin Rosyidi*) dan Afifuddin Latif Adiredjo

Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya


Jln. Veteran, Malang 65145 Jawa Timur, Indonesia
*)Email: mkamaludinr@gmail.com

ABSTRAK didominan dengan kategori 2 yaitu coklat


muda.
Permintaan masyarakat Indonesia akan
ketersediaan padi sangat tinggi namun tidak Kata kunci: Backcross, Padi gogo, Padi
diikuti dengan jumlah produksi yang tinggi sawah, Waktu polinasi.
dalam negeri. Hal ini disebabkan adanya
degradasi lahan pertanian produktif dan ABSTRACT
kurangnya optimalisasi lahan. Pemuliaan
tanaman merupakan salah satu usaha Indonesian people's demand for rice
untuk memperbaiki sifat tanaman. Kegiatan availability is very high but not followed by a
persilangan sangat penting untuk high amount of domestic production. This is
mengetahui kapan waktu polinasi yang due to the degradation of productive
tepat untuk dilakukannya suatu persilangan. agricultural land and the lack of land
Tujuan Penelitian ini adalah untuk optimization. Plant breeding is an effort to
mengetahui pengaruh perbedaan waktu improve plant properties. The crossing
polinasi terhadap kebehasilan persilangan activity is very important to know when the
dan pengaruh terhadap beberapa karakter pollination time is right to do a crossing. The
benih padi hasil persilangan. Penelitian purpose of this study was to determine the
dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas effect of differences in pollination time on
Pertanian Universitas Brawijaya pada bulan the success of the crosses and the effect on
Februari - Juni 2019. Kegiatan persilangan some of the characteristics of the crossed
dilakukan pada 2 set persilangan antara lain rice seeds. The research was conducted in
BC2-SBCH x Situ Bagendit dan BC2-TWCH the experimental field of the Faculty of
x Towuti. Faktor yang digunakan ialah Agriculture, Brawijaya University in February
waktu polinasi (W). Faktor W terdiri dari 2 - June 2019. The crossing activities were
level yaitu W1=09:30-10:30 WIB, dan W2= carried out on 2 sets of crosses, among
12:30-13:30 WIB. Hasil Penelitian others BC2-SBCH x Situ Bagendit and BC2-
menunjukkan bahwa perlakuan waktu TWCH x Towuti. The factor used is the
polinasi W1 dengan W2 menunjukkan hasil pollination time (W). The W factor consists
yang berbeda. Bahkan pada set persilangan of 2 levels namely W1 = 09:30-10:30 WIB,
BC2-TWCH X Towuti menunjukkan hasil and W2 = 12:30-13:30 WIB. The results
yang berbeda nyata. Hal ini dikarenakan showed that the treatment time of pollination
adanya perbedaan suhu saat dilakukannya W1 with W2 showed different results. Even
kegiatan polinasi. Karakter lebar dan the crossing sets of BC2-TWCH X Towuti
panjang beras pecah kulit antar set showed significantly different results. This is
persilangan tidak terdapat perbedaan yang due to differences in temperature when
nyata. Selain itu warna kulit ari beras pecah conducting pollination activities. The width
kulit untuk seluruh set persilangan and length characters of broken rice
265

Rosyidi, dkk, Pengaruh Perbedaan Waktu...

between the sets of crosses were not metode yang menyilangkan kembali
significant. In addition, the color of the keturunannya dengan salah satu tetuanya
epidermis of rice broke the skin for the selama beberapa generasi untuk
whole set of crosses dominated by category memindahkan gen dari tetua donor ke tetua
2, namely light brown. recurrent (penerima). Metode silang balik
digunakan untuk memperbaiki varietas yang
Keywords: Backcross, Gogo Rice, Rice, sudah mempunyai karakter yang baik, tetapi
Time pollination. kurang unggul pada beberapa karakter.
Kegiatan persilangan dalam perbaikan sifat
PENDAHULUAN dan karakter tanaman sangat diperlukan
ilmu pengetahuan tentang persilangan,
Padi (Oryza sativa.L) ialah salah satu salah satunya adalah tentang polinasi
tanaman pangan yang menjadi komoditas (penyerbukan). Pada pelaksanaan proses
penting di Indonesia. Permintaan polinasi perlu diperhatikan untuk
masyarakat Indonesia akan ketersediaan menentukan waktu polinasi yang akan
tanaman pangan ini sangat tinggi, namun dilakukan. Waktu polinasi sangat perlu
hal tersebut tidak diikuti dengan jumlah untuk diperhatikan karena apabila kondisi
produksi dalam negeri. Salah satu putik masih belum reseptif maka kegiatan
penyebab tersebut adalah adanya persilangan tersebut masih belum bisa
degradasi lahan pertanian produktif dan dilakukan.
kurangnya optimalisasi lahan kurang Tujuan Penelitian ini adalah untuk
produktif. Menurut Badan Pusat Statistik mengetahui pengaruh perbedaan waktu
(BPS) Tahun 2018, luas lahan sawah di polinasi terhadap kebehasilan persilangan
Indonesia pada tahun 2013-2015 terus dan pengaruh terhadap beberapa karakter
mengalami penurunan setiap tahunnya. benih padi hasil persilangan.
Sedangkan masih terdapat 22,86 juta ha
lahan kering yang sesuai untuk BAHAN DAN METODE PENELITIAN
pengembangan tanaman pangan dan masih
belum dioptimalkan. Penelitian dilaksanakan di lahan
Perlu adanya upaya untuk mengatasi percobaan Fakultas Pertanian Universitas
permasalahan penurunan produktivitas Brawijaya pada bulan Februari - Juni 2019.
tanaman padi akibat semakin menurunnya Bahan tanam yang digunakan yaitu
luas lahan sawah optimal. Sehingga generasi BC2 yaitu BC2-SBCH dan BC2-
diperlukan adanya upaya dalam TWCH sebagai tanaman betina. Sedangkan
memperbaiki sifat tanaman padi yang untuk tetua jantan yang digunakan padi
tumbuh optimal pada lahan kering dan gogo yaitu Varietas Situ Bagendit dan
mampu berproduksi tinggi. Pemuliaan Towuti. Bahan lain yang digunakan terdiri
tanaman merupakan salah satu usaha dari glacyne bags (kantong plastik), polibag,
dalam memperbaiki sifat tanaman. kertas label, papan nama, alkohol 70%,
Sehingga didapatkan tanaman yang Pupuk Urea, Pupuk SP36 dan Pupuk KCL.
mempunyai sifat dan karakter yang mampu Alat yang digunakan dalam kegiatan
tumbuh dan berkembang pada lahan kering penelitian ini adalah gunting kecil, kamera,
dan berproduksi tinggi. jarum, sabit, cangkul, jangka sorong,
Persilangan merupakan proses timbangan analitik dan alat tulis.
pewarisan sifat dari tetua melalui peristiwa Kegiatan persilangan dilakukan pada
bergabungnya tepung sari dan putik. Pada 2 set persilangan yaitu BC2-SBCH x Situ
proses persilangan diharapkan adanya Bagendit dan BC2-TWCH x Towuti. Faktor
penggabungan sifat atau gen dari tetua yang digunakan ialah waktu polinasi (W).
yang diturunkan kepada keturunannya. Faktor W terdiri dari 2 level yaitu W1=09:30-
Terdapat beberapa metode yang dilakukan 10:30 WIB, dan W2= 12:30-13:30 WIB.
pemulia dalam kegiatan persilangan, salah Setiap perlakuan waktu penyerbukan
satunya adalah metode silang balik terdapat 6 rumpun calon tetua betina pada
(Backcross). Metode silang balik adalah setiap set persilangan. Dari 6 rumpun
266

Jurnal Produksi Tanaman, Volume 8, Nomor 2 Februari 2020, hlm. 264-270

tersebut dipilih 4 rumpun terbaik untuk waktu polinasi. Rata-rata persentase


dijadikan tetua betina yang dinilai dari keberhasilan yang tertinggi terdapat pada
kondisi fisik tanaman. Setiap tetua betina BC2-TWCH X TW (W1) yaitu sebesar
disilangkan paling sedikit 20 bunga betina. 65,50% dan yang terendah pada BC2-SBCH
Selain itu, disiapkan 200 rumpun tetua X SB W2 yaitu sebesar 0,00% (Tabel 1).
jantan yang didapatkan dari 5 periode Perbedaan hasil tersebut
semai yang berbeda. Sedangkan untuk dikarenakan adanya perbedaan suhu pada
tetua betina didapatkan dari 3 periode saat dilakukannya kegiatan polinasi. Rata-
semai yang berbeda. rata suhu pagi (07:00 WIB) dan siang
Pengamatan dilakukan pada karakter (13:00 WIB) pada saat dilakukannya
kuantitatif dan kualitatif. Pada karakter persilangan adalah 18⁰C dan 28⁰C. Adanya
kuanitatif dilakukan pengamatan persentase perbedaan suhu antara 2 perlakuan waktu
keberhasilan persilangan (%), masa tersebut berpengaruh terhadap kematangan
pengisian bulir (hari), lebar beras pecah bunga. Menurut Kobayashi (2010), Paparan
kulit (mm), dan panjang beras pecah kulit matahari yang diterima tanaman padi pada
(mm). Pada karakter kualitatif dilakukan suhu yang lebih tinggi dari 34⁰C pada saat
pengamatan pada warna kulit ari beras dan berbunga akan menyebabkan kemandulan
bentuk beras pecah kulit. Data hasil bunga dan menurunkan hasil. Sehingga
pengamatan pada karakter kuantitatif kegiatan polinasi perlu dilakukan pada saat
dianalisis secara statistik dengan uji suhu udara belum mencapai titik 34⁰C
normalitas dan uji homogenitas. Apabila tersebut.
data berdistribusi normal dan homogen di Matsui dan Kagata (2003),
lanjut dengan analisi uji-t tidak berpasangan menjelaskan bahwa tingginya temperature
(taraf 5%). Sedangkan pengamatan hasil pada saat pembungaan dapat merusak butir
karakter kualitatif menggunakan serbuk sari, sedangkan temperature yang
menggunakan analisis deskriptif, yaitu rendah dapat menghalangi perkembangan
dilakukan dengan menampilkan data serbuk sari. Stress akibat tingginya
karakter kualitatif dari benih BC3 pada setiap temperature dapat mengurangi kemampuan
set persilangan secara visual berdasarkan anther untuk pecah pada saat waktu
descriptor IBPGR dan IRRI, (1980). penyerbukan yang buruk tersebut
disebabkan oleh indehiscene anther
HASIL DAN PEMBAHASAN dibagian basal dan apical dari thecae
(Kobayasi et al., 2008).
Persantase Keberhasilan Persilangan Pembukaan bunga padi biasanya
mulai mekar sekitar 09:00-13:00 WIB.
Hasil perhitungan rata-rata Dalam penelitian Guo et al., (2015),
persentase keberhasilan persilangan dinyatakan bahwa pembungaan padi mulai
menunjukkan hasil yang berbeda-beda aktif mekar sekitar pukul 11:00 WIB dan
setiap set persilangan dan setiap perlakuan

Tabel 1. Rata-rata persentase keberhasilan persilangan seluruh set persilangan


Set Persilangan Perlakuan Waktu Polinasi Persentase Keberhasilan (%)
BC2-SBCH X SB W1 16,50
BC2-SBCH X SB W2 0,00
Rata-rata BC2-SBCH X SB 8,25
BC2-TWCH X TW W1 65,50
BC2-TWCH X TW W2 9,00
Rata-rata BC2-TWCH X TW 37,25
Keterangan: BC2-SBCH X SB = BC1-SBCH X SB, SB = Situ Bagendit, TW= Towuti, W1 = Perlakuan
waktu polinasi (09:30-10:30 WIB), W2 = Perlakuan waktu polinasi (12:30-13:30 WIB).
267

Rosyidi, dkk, Pengaruh Perbedaan Waktu...

berlangsung sampai kepala sari mulai serbuk sari (Guo et al., 2015). Selain itu,
menyusut sekitar pukul 13:00 WIB. tingginya suhu yang diterima pada saat
Tanaman padi dapat membuka bunga di periode pembungaan akan menyebabkan
bawah kondisi dingin di pagi hari dengan proses penyerbukan menjadi buruk
mendeteksi dan merespons suhu malam sehingga pengendapan serbuk sari yang
yang tinggi (Kobayasi et al., tidak mampu mencapai bagian stigma (Wu
2008).Pembukaan bunga di pagi hari et al., 2019). Menurut Kobayashi et al.,
membantu untuk menghindari kemandulan (2011), diperlukan >20 butir serbuk sari
yang disebabkan oleh stres akibat suhu yang diendapkan di stigma untuk
panas pada saat anthesis. Anthesis memastikan terjadinya keberhasilan
merupakan fase yang paling sensitif persilangan.
terhadap adanya suhu tinggi. Terjadinya Rendahnya keberhasilan persilangan
anthesis pada padi tidak hanya dipengaruhi generasi backcross ini berbanding terbalik
oleh faktor genetik, tetapi juga oleh dengan tingkat kesuburan putih dan benang
lingkungan, seperti kelembaban dan suhu sari tanaman. Menurut penelitian Isobe et
Pada tabel 2 ditunjukkan bahwa hasil al., (2002), dijelaskan bahwa semakin maju
analisis uji-t keberhasilan persilangan set generasi backcross, maka semakin
persilangan BC2-TWCH dengan Towuti meningkat kesuburan putik dan benang
terdapat adanya perbedaan sangat nyata sari. Sehingga dengan semakin subur putik
antara perlakuan waktu polinasi BC2-TWCH tanaman generasi backcross maka semakin
X TW (W1) dengan BC2-TWCH X TW (W2). tinggi tingkat keberhasilan persilangan yang
Waktu berbunga tanaman padi banyak dilakukan. Selain faktor waktu persilangan,
dipengaruhi oleh suhu panas yang diterima. faktor manusia sangat penting dan
Tingginya udara panas yang diterima akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan
mampu mengurangi kesuburan serbuk sari, persilangan padi. Seperti yang dijelaskan
mengurangi hasil dan menurunkan hasil oleh Subantoro et al., (2008), bahwa faktor

Tabel 1. Hasil analisis uji-t keberhasilan persilangan antar set persilangan


Set Persilangan Uji-t
BC2-TWCH X TW (W1) dan BC2-TWCH X TW (W2) 5,397**
BC2-SBCH X SB (W1) dan BC2-SBCH X SB (W2) -
Keterangan: SB = Situ Bagendit, TW= Towuti, W1 = Perlakuan waktu polinasi (09:30-10:30 WIB), W2 =
Perlakuan waktu polinasi (12:30-13:30 WIB), (tn) = Tidak berbeda nyata, (**) = Berbeda
sangat nyata

Tabel 3. Hasil analisis uji-t rata-rata lebar beras pecah kulit set persilangan BC2-TWCH dengan
towuti
Set Persilangan Uji-t
BC2-TWCH X TW (W1) dan BC2-TWCH X TW (W2) -1,737tn
BC2-SBCH X SB (W1) dan BC2-SBCH X SB (W2) -
Keterangan: SB = Situ Bagendit, TW= Towuti, W1 = Perlakuan waktu polinasi (09:30-10:30 WIB), W2 =
Perlakuan waktu polinasi (12:30-13:30 WIB), (tn) = Tidak berbeda nyata, (**) = Berbeda
sangat nyata

Tabel 4. Hasil analisis uji-t rata-rata panjang beras pecah kulit set persilangan BC2-TWCH
dengan towuti
Set Persilangan Uji-t
BC2-TWCH X TW (W1) dan BC2-TWCH X TW (W2) -1,313tn
BC2-SBCH X SB (W1) dan BC2-SBCH X SB (W2) -
Keterangan: SB = Situ Bagendit, TW= Towuti, W1 = Perlakuan waktu polinasi (09:30-10:30 WIB), W2 =
Perlakuan waktu polinasi (12:30-13:30 WIB) (tn) = Tidak berbeda nyata, (**) = Berbeda
sangat nyata
268

Jurnal Produksi Tanaman, Volume 8, Nomor 2 Februari 2020, hlm. 264-270

manusia berpengaruh terhadap beras yang paling laku dijual oleh pedagang
keberhasilan saat proses penyerbukan dan lebih disukai dipasar yaitu beras yang
silang, karena dalam proses tersebut panjang dan ramping (Wibowo dan
dibutuhkan keahlian khusus. Sehingga Indrasari, 2009).
peneliti terlebih dahulu belajar, memahami Pada tabel 5 ditunjukkan bahwa
dan berlatih melakukan kegiatan didapatkan hasil persentase warna kulit ari
persilangan untuk melatih kemampuan dan beras yang berbeda-beda. Pada set
keterampilan dalam proses persilangan. persilangan BC2-SBCH X Situ Bagendit
Perlakuan polinasi W1 memiliki persentase
Karakter Hasil 90% yang termasuk dalam kategori 2 dan
10% pada kategori 3. Sedangkan pada
Pada tabel 4 ditunjukkan bahwa hasil perlakuan polinasi W2 tidak terdapat
analisis uji-t panjang beras pecah kulit antar adanya hasil disebabkan tidak adanya
set persilangan tidak adanya perbedaan benih yang berhasil. Pada set persilangan
yang nyata antar set persilangan BC2- BC2-TWCH X Towuti perlakuan polinasi W1
TWCH X TW (W1) dan BC2-TWCH X TW memiliki persentase 80% yang termasuk
(W2). Sedangkan pada set persilangan dalam kategori 2 dan 20% dalam kategori 3.
BC2-SBCH X SB (W1) dan BC2-SBCH X SB Sedangkan pada perlakuan polinasi W2
(W2) tidak dilakukan analisis lanjut uji-t memiliki persentase lebih kecil dalam
dikarenakan pada perlakuan W2 tidak kategori 2 yaitu sebesar 90% dan 10%
terdapat data yang bisa dibandingkan dalam kategori 3.
dengan perlakuan W1. Hal ini juga terjadi Pada karakter warna kulit ari beras,
pada hasil analisis uji-t lebar beras pecah hasil biji seluruh set persilangan BC2-SBCH
kulit yang menunjukkan hasil yang sama X SB dan BC2-TWCH X TW menunjukkan
antar set persilangan pada tabel 3. hasil yang cenderung berwarna coklat muda
Berdasarkan hasil pengamatan pada (kategori 2). Hal ini disebabkan adanya
kesepuluh bulir hasil setiap set persilangan, pengaruh pemotongan 1/3 gabah pada saat
masing-masing set persilangan memiliki kegiatanemaskulasi, sehingga 1/3 kulit ari
bentuk beras ramping dengan persentase bagian atas lebih rentan akan adanya
100%. Karakter beras secara umum perubahan warna fisik beras akibat adanya
dipengaruhi oleh faktor genetik dan suhu eksternal yang diterima. Hazmi et al.,
lingkungan (Wibowo dan Indrasari, 2009). (2018), menyatakan bahwa perubahan
Selain itu pengamatan bentuk beras warna pada biji hasil persilangan
terdapat kaitannya dengan ciri khas varietas disebabkan oleh pengaruh pemotongan 1/3
tersebut dan termasuk karakter yang gabah bagian atas saat emaskulasi.
menentukan laku tidaknya dipasar. Bentuk

Tabel 5. Persentase warna kulit ari beras seluruh set persilangan


Kategori
Perlakuan Jumlah
Set Persilangan Waktu Sampel 1 2 3
Polinasi (Bulir) Bercak-bercak
Putih Coklat Muda
kecil/coklat
BC2-SBCH X SB W1 10 0% 90% 10%
BC2-SBCH X SB W2 0 - - -
BC2-TWCH X TW W1 10 0% 80% 20%
BC2-TWCH X TW W2 10 0% 90% 10%
Keterangan: BC2-SBCH X SB = BC1-SBCH X SB, SB = Situ Bagendit, TW= Towuti, W1 = Perlakuan
waktu polinasi (09:30-10:30 WIB), W2 = Perlakuan waktu polinasi (12:30-13:30 WIB).
269

Rosyidi, dkk, Pengaruh Perbedaan Waktu...

a b c
. . .

Gambar 1. Warna kulit ari beras


Keterangan: a) hasil persilangan BC2-SBCH X Situ Bagendit (W1), b) hasil persilangan BC2-
TWCH X Towuti (W1), c) dan hasil persilangan BC2-TWCH X Towuti (W2).

KESIMPULAN Genetic Resources. 1980.


Descriptors for Rice Oryza sativa L.
Terdapat pengaruh keberhasilan Manila. Philipines. 5-21.
persilangan padi dengan adanya perlakuan Isobe, S., A. Sawai, H. Yamaguchi, M.
waktu polinasi. Keberhasilan persilangan Gau, dan K. Uchiyama. 2002.
yang tertinggi terdapat pada perlakuan Breeding Potential of the Backcross
polinasi W1 (09:30 - 10:30 WIB) set Progenies of a Hybrid Between
persilangan BC2-TWCH x Towuti. Perlakuan Trifolium medium × T . pratense to T .
waktu polinasi tidak berpengaruh terhadap pratense. Canadian Journal of Plant
beberapa karakter benih padi hasil Science. 82(2): 395-399.
persilangan. Seluruh benih hasil Kobayasi, K., H. Masui, Y. Atsuta, T.
persilangan mempunyai karakter bentuk Matsui, M. Yoshimoto, dan T.
beras yang sama yaitu kategori ramping Hasegawa. 2008. Flower Opening
dan mempunyai warna kulit ari beras Time in Rice Cultivar Difference and
kategori 2 (berwarna coklat muda). Effect of Weather Factors. 1–7.
Kobayasi, K., T. Matsui, M. Yushimoto,
DAFTAR PUSTAKA and T. Hasegawa. 2010. Effect of
Temperature, Solar Radiation, and
Badan Pusat Statistik. 2018. Luas Lahan Vapor Pressure Deficit on Flower
Sawah. Opening Time in Rice. Plant
https://www.bps.go.id/linkTableDinami Production Science. 13(1):21-28.
s/view/id/895 Diakses pada 11 Kobayasi, K., T. Matsui, Y. Murata, dan M.
Oktober 2019. Yamamoto. 2011. Percentage of
Guo, W., T. Fukatsu, dan S. Ninomiya. Dehisced Thecae and Length of
2015. Automated Characterization of Dehiscence Control Pollination
Flowering Dynamics in Rice Using Stability of Rice Cultivarsat High
Field Acquired Time Series RGB Temperatures. Plant Production
Images. Plant Methods. 11(7):1-14. Science. 14(2):89-95.
Hazmy, Zaim D., N. R. Ardiarini, Matsui, T., and H. Kagata. 2003.
Respatijarti, Damanhuri, A. L. Characteristics of Floral Organs
Adiredjo. 2018. Phenotypic and Related to Reliable Self Polliation in
Molecular Marker Analysis of F1 Rice (Oryza sativa L.). Annals of
Population Derived from Crossing of Botany. 91(2003):473-477.
Gogo-dryland x Paddy-field Rice Subantoro, R., S. Wahyuningsih, dan R.
Varieties. Bioscience Research. Prabowo. 2008. Pemuliaan Tanaman
15(3):1952-1961. Padi (Oryza sativa L.) Varietas Lokal
International Rice Research Institute; Menjadi Varietas Lokas Yang Unggul.
International Board for Plant Mediagro. 4(2):62-74.
270

Jurnal Produksi Tanaman, Volume 8, Nomor 2 Februari 2020, hlm. 264-270

Wibowo, P., dan S.D. Indrasari. 2009.


Identifikasi Karakteristik dan Mutu
Beras di Jawa Barat. Penelitian
Pertanian Tanaman Pangan. 28(1):43-
49.
Wu, C., K. Cui, Q. Hu, W. Wang, L. Nie, J.
Huang dan S. Peng. 2019. Enclosed
Stigma Contributes to Higher Spikelet
Fertility for Rice (Oryza sativa L.)
Subjected to Heat Stress. The Crop
Journal. 7(3):335-349.

Anda mungkin juga menyukai