Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH BUDAYA MANAJEMEN INFORMASI

DISUSUN OLEH:

SI.55
TEAM 1
RUMALLANG
CESAR
ANASTASYA SARNI
LILIS SUGIANTI
SYAHRUL RAMADHAN

DOSEN PEMBIMBING
Muhammad Sabirin, S.Pd., M.T.

PROGRAM STUDI : SISTEM INFORMASI

STMIK AKBA
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA & KOMPUTER AKBA
JL. PERINTIS KEMERDEKAAN KM.9 NO.75 MAKASSAR, SULAWESI SELATAN. KODE
POS : 90245
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimphkan
rahmatnya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah “Budaya Manajemen
Informasi” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Terima Kasih juga kepada Dosen
Pengampuh Yang Telah memberikan kami tugas makalah sehingga pengetahuan kami semakin
bertambah.
 oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kami sekelompok mengucapkan terima kasih
yang sebesar besarnya atas dorongan dan bantuan yang telah di berikan kepada kami dalam
menyusun makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan mengenai Budaya
Manajemen Informasi.
Juga sangat Diharapkan Adanya kritik dan saran untuk memperbaik pembuatan makalah
yang akan datang.

Makassar, 13 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAAN

2.1 Information and Organisation.........................................................................................3


2.2 Model Budaya Informasi..................................................................................................3
2.3 Perusahaan dan Budaya Informasi.................................................................................5

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan.......................................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................7

ii
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Budaya informasi adalah mencakup perilaku dan kecenderungan seseorang dalam
menggunakan dan memanfaatkan informasi untuk membantu seseorang maupun
menyelesaikan pekerjaannya. Informasi yang digunakan merupakan transformasi dari data-
data yang dihasilkan berdasarkan fakta. Data tersebut dikomunikasikan dan disebarluaskan
kepada orang lain yang kemudian menjadi informasi. Informasi yang diterima oleh orang lain
akan menjadi pengetahuan yang nantinya akan bermanfaat baginya untuk mengambil
keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Menurut Koentjaraningrat (2001:72) yang dimaksud dengan budaya adalah,
"Keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupa n
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar".
Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan budaya
merupakan segala tindakan dan aktivitas yang dilakukan manusia yang menjadi aktivitas
rutin yang selalu dikerjakan manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan definisi informasi itu sendiri harus dipahami dari karakteristik data dari
sebuah peristiwa yang selanjutnya diteruskan menjadi pengetahuan. Informasi dapat
disediakan sebagai data yang maknanya mudah dimengerti sehingga membantu dalam
konteks penggunaannya.
Ada pendapat dari beberapa ahli yang menyatakan tentang definisi budaya informasi.
"'Information culture can be broadly, defined as the cultural consideration of information"
(Bauchspies, 2006) . Ginman dalam Wang (2005:213) mendefinisikan budaya informasi
sebagai:
Transformation of intellectual resources is maintained alongside the transformation
of material resources. The primary resources for this type of transformation are
varying kinds of knowledge and information. The output achieved is a processed
intellectual product which is necessary for the material activities to function and
develop positively.
Pengertian budaya informasi menurut Marchand dalam Suroso (1996:1) adalah
mencakup nilai-nilai, sikap dan perilaku yang mempengaruhi orang dalam perusahaan

1
tersebut di dalam segenap cara pandang, mengumpulkan, mengorganisasi, memproses,
menggunakan dan mengkomunikasikan informasi.
Pendapat lain yang menjelaskan pengertian budaya informasi dikemukakan oleh
Suroso (1996:2) yang menjelaskan definisi budaya informasi berdasarkan fungsi manajer
untuk pembentukan strategi dan pengimplementasian perubahan :

Budaya Fungsional :Manajer menggunakan informasi sebagai cara untuk


mempengaruhi orang lain.

Budaya Berbagi :Manajer dan pegawai saling percaya untuk berbagi


informasi dalam upaya peningkatan kinerja mereka.

Budaya Mencari :Manajer dan pegawai menggunakan informasi untuk


memahami masa depan dan menentukan bagaimana mereka dapat berubah untuk
memenuhi tantangan masa depan.

Budaya Menemukan :Manajer dan pegawai terbuka terhadap cara berpikir baru
dalam menghadapi krisis dan siap melakukan perubahan radikal untuk pencapaian
tujuan.

Pendapat lain tentang budaya informasi menyatakan bahwa budaya informasi "the
manifestation of an individual's or group's knowledge or information experience within the
context of the person's or group's social, political,psychological, or intellectual milieu"
(Jablonski, 2006:123).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa budaya informasi
merupakan transformasi intelektual dalam menggunakan informasi baik oleh perorangan
maupun kelompok untuk membantu dalam pengambilan strategi dan implementasi
perubahan.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa itu Information and Organisation
b. Apa itu Model Budaya Informasi
c. Apa itu Perusahaan dan Budaya Informasi

2
BAB II
Pembahasan

2.1. Information and Organisations


Struktur organisasi terkait dengan manajemen informasi sangat ditentukan dengan
tingkat kematangan atau penerapan budaya informasi di sebuah perusahaan. Max Boisot
dalam bukunya “Information and Organisations” mendefinisikan budaya informasi
sebagai suatu sistem kondusif yang mendukung terjadinya perilaku pertukaran informasi
antar individu maupun kelompok di dalam organisasi. Dalam karyanya yang terkenal,
yaitu Boisot’s Model, yang bersangkutan mengatakan bahwa struktur manajemen
informasi akan sangat terkait dari karakteristik informasi beserta konteks keberadaan
organisasi yang bersangkutan, sehingga dapat dikategorikan dalam dua koordinat
matriks:

Codified vs Uncodified -informasi dianggap sebagai codifiedapabila dibutuhkan


suatu mekanisme pengkategorian berdasarkan suatu standar kode tertentu, seperti
misalnya: zat dalam reaksi kimia, variabel dalam formula fisika, pangkat dalam
kemiliteran, dan lain sebagainya; sementara informasi yang uncodifiedsering
dijumpai dalam berbagai representasi seperti pada: majalah, koran, televisi, radio,
dan lain sebagainya.

Diffused vs Undiffused -informasi dianggap sebagai diffusedapabila dapat diakses


secara bebas oleh publik; sementara dikategorikan sebagai undiffusedapabila
hanya boleh diakses oleh sekelompok individu atau komunitas tertentu.

2.2. Model Budaya Informasi

Berdasarkan hasil risetnya, yang diilhami dengan teori Max Boisot, Justin

Keen2 menemukan adanya 5 (lima) jenis model struktur manajemen informasi


yang sangat dipengaruhi oleh budaya informasi perusahaan terkait. Adapun
kelima model tersebut beserta karakteristiknya diperlihatkan dalam tabel

3
berikut.
Technocratic Utopianism merupakan suatu sistem dimana organisasi secara ketat, detail,
dan konsisten mengatur penciptaan, distribusi, dan penggunaan setiap kategori informasi
yang ada di perusahaan. Demi kelancaran proses penyebaran informasi, disusunlah
sejumlah prosedur dan standar yang harus dipatuhi oleh setiap individu di dalam
menggunakan beragam perangkat teknologi informasi dan komunikasi. Dengan kata
lain, setiap individu di dalam organisasi ini haruslah “information technology literate”
karena teknologi dan informasi telah menjadi asset berharga yang tak terpisahkan
dengan keberadaan perusahaan. Dalam format ini biasanya terdapat sebuah unit
teknologi informasi yang bertugas “menjamin” tercapainya suasana budaya informasi
yang ketat dan “by the book” (sesuai aturan yang disepakati).

Anarchy adalah suatu kondisi dimana perusahaan sama sekali tidak memiliki kebijakan
dan prosedur berkaitan dengan manajemen informasi. Setiap individu diberikan
keleluasaan dan kewajiban untuk mengurus kebutuhan informasinya masing-masing,
sesuai dengan peranan, tugas, dan tanggung jawabnya di dalam organisasi. Perusahaan
hanyalah menyediakan teknologi dan jalur akses terhadap berbagai sumber informasi
terkait dengan bisnis perusahaan, baik yang sifatnya internal maupun eksternal. Tentu
saja dalam kerangka tersebut tidak akan ditemukan unit organisasi yang mengurusi
manajemen informasi, karena perusahaan biasanya menyerahkan hak penyediaan
infrastruktur informasi dan komunikasi ke pihak ketiga melalui cara outsourcing.

Feudalismter jadi apabila kebutuhan dan tata kelola manajemen informasi dipegang atau
“dimonopoli” oleh satu atau beberapa fungsi organisasi khusus. Unit-unit organisasi
inilah yang menentukan model, kategori, dan standar informasi yang perlu dikelola oleh
perusahaan dan merekalah yang akan menyediakannya bagi seluruh individu yang ada.
Dalam format kerangka ini, biasanya para individu dan unit lainnya akan sangat
bergantung dengan divisi atau departemen teknologi informasi yang dimaksud.

Dictatorship menempatkan posisi para pimpinan perusahaan atau yang biasa disebut
sebagai Dewan Direksi sebagai pihak yang memutuskan dan mengontrol keberadaan

4
informasi di perusahaan.Dewan inilah yang akan menentukan tipe dan jenis informasi
yang dibutuhkan perusahaan, siapa saja yang boleh memperoleh dan
mengaksesnya,sampai dengan struktur kontrol dan pelaporan manajemen terkait
dengannya. Ada atau tidaknya unit yang bertanggung jawab terhadap teknologi informasi
sangat ditentukan oleh keputusan dewan tersebut.

Federalism dipandang sebagai sebuah sistem manajemen yangcukup “demokratis” karena


sejumlah pihak yang berkepentingan mengadakan “konsensus” bersama mengenai tata
kelola informasi yang ada dan mengalir di perusahaan. Bentuk konsensus yang dimaksud
dapat bermacam-macam, mulai yang sangat formal seperti kesepakatan membentuk suatu
unit atau komunitas khusus di masing-masing fungsinya, sampai dengan yang informal
seperti pembentukan Dewan Perwakilan Users.

2.3. Perusahaan dan Budaya Informasi

Kesalahan klasik yang kerap dilakukan oleh manajemen adalah langsung


membentuk struktur unit teknologi informasi beserta mekanismenya tanpa
memperhatikan tingkat kematangan budaya informasi di perusahaan. Tidak
perlu heran jika di negara maju dimana mayoritas individunya memiliki
information “information literacy” dan “technology literacy” yang tinggi, model
anarchy kerap menjadi pilihan utama karena dinilai demokratis dan menjunjung
tinggi hak individu untuk memilih dan menentukan informasi apa saja yang
relevan baginya. Se- mentara itu untuk sebuah perusahaan yang sangat
bergantung dengan informasi namun baru pimpinan saja yang mengerti nilai
strategisnya, penerapan model di tatorship akan lebih efektif hasilnya dibandingkan
dengan model lainnya. Contoh lainnya adalah penerapan model technocratic
utopianism yang biasa diimplementasikan oleh perusahaan atau organisasi dimana
kualitas informasi sangat menentukan arah institusi seperti organisasi antariksa
NASA, lembaga intelijen negara, bursa saham, perpustakaan nasional, dan lain-
lain.

5
BAB III
Penutup
3.1. Kesimpulan
Pada kenyataannya tidak semua perusahaan telah mengerti dan
memahami fungsi strategis dari informasi di era globalisasi saat ini. Sering
dijumpai kasus dimana hanya segelintir individu yang paham betul akan makna
informasi dan bagaimana pemanfaatannya dapat meningkatkan kinerja usaha se
ara signi kan; namun yang bersangkutan mengalami kesulitan untuk meyakinkan
mitra kerjanya yang lain. Sementara itu tidak jarang pula ditemui perusahaan
dimana mayoritas manajemen dan karyawannya sangat berniat untuk
mempelajari seluk beluk informasi beserta teknologinya, namun mereka yang
telah memiliki pemahaman tidak mau membagikan ilmunya kepada mereka
yang membutuhkan. Banyak orang yang salah mengartikan kalimat information
is power , dimana mereka menganggap jika memberitahukan informasi yang
dimilikinya, maka dengan sendirinya power yang mereka miliki akan hilang.
Padahal, sesuai dengan yang pernah dikatakan Bill Gates dalam suatu
kesempatan, prinsip yang benar adalah “the power is coming from the share of
information; not from the hoard of information”. Budaya membagi informasi harus
meresap ke dalam jiwa masing-masing individu jika ingin perusahaan dimana
mereka bekerja akan meningkat kinerjanya dari hari ke hari.

6
Daftar Pustaka

 https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/24269/mod_resource/content/6/MOSI
K-3A-BudayaManajemen.pdf (Diakses pada 14/04/2021 Pukul 19:25)
 http://repository.maranatha.edu/19341/3/1251170_Chapter1.pdf (Diakses pada
14/04/2021 Pukul 19:40)

Anda mungkin juga menyukai