Anda di halaman 1dari 24

i

Proposal skripsi

Kebebasan Perempuan Dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl Ayat 97

(Kajian Hermeneutik Amina Wadud Muhsin)

Diajukan untuk mengikuti Seminar Proposal Skripsi pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an

dan Tafsir Sekolah Tinggi Agama Islam Khozinatul ‘Ulum Blora

Tahun Akademik 2019/2020

OLEH :

SITI ZUMROTUN NISYAN

NIM : 161010276

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

STAI KHOZINATUL ‘ULUM BLORA

2019
ii

Kata pengantar

Puji syukur kami persembahkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang

selama ini telah memberikan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan laporan proposal skripsi dengan judul “Kebebasan

Perempuan Kajian Hermeneutik Terhadap al-Qur’an Surat an-Nahl ayat 97”.

Laporan proposal skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

mengerjakan skripsi pada program Strata-1 di Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir,

Fakultas Ushuluddin, Sekolah Tinggi Agama Islam Khozinatul ‘Ulum Blora.

Penulis menyadari dalam penyusunan proposal skripsi ini tidak akan selesai tanpa

bantuan dari berbagai pihak. Karena itu, pada kesempatan kali ini kami ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

Hormat Kami

Penulis
iii

Daftar isi :

Cover i

Kata pengantar ii

Daftar isi : iii

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah 1

b. Rumusan Masalah 5

c. Tujuan Penelitian 5

d. Manfaat Penelitian 5

e. Originalitas Penelitian 6

BAB II LANDASAN TEORI

a. Definisi Istilah 8

b. Landasan Teori 9

BAB III METODE PENELITIAN

a. Metode dan Jenis Penelitian 12

b. Pendekatan Penelitian (Jika ada) 13

c. Data dan Sumber Data 14

d. Teknik Pengumpulan Data 15

e. Teknik Analisis Data 15


iv

f. Sistematika Pembahasan 19

Daftar Pustaka.................................................................................................................v
1

BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah


Peran wanita zaman sekarang ini tidak hanya berkutat dalam urusan

domestik (urusan rumah) saja, namun telah merambah ke urusan publik,

seperti bekerja, mengajar, buruh pabrik dan lain-lain. Bahkan sekarang sudah

tidak jarang seorang istri bekerja di luar negeri sedangkan sang suami yang

mengurusi keperluan rumah. Selain itu, belakangan ini seorang wanita juga

telah dipercaya untuk menjadi pemimpin suatu negara, padahal dulu profesi

itu hanya dikuasai oleh kaum laki-laki. Tidak hanya itu, di era globalisasi

sekarang ini, kaum wanita telah memiliki kesempatan untuk bersaing di

kancah publik maupun domestik, sudah banyak wanita masa kini yang

berkarir, dan para ibu rumah tangga yang menguasai berbagai keterampilan.

Keadaaan ini memberi kita gambaran bahwa seiring berkembangnya zaman

sekat-sekat pembeda antara laki-laki dan perempuan mulai pudar. Dengan

begitu kaum perempuan telah diberi kesempatan untuk mendapatkan hak

mereka.

Seperti terdapat dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 97 berikut ini :

        


     
    
2

Artinya : “ Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-

laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan

Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami

beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang

telah mereka kerjakan.”

Dalam ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada

perbedaan antara wanita dan pria, keduanya sama dalam segala hal, yang

membedakan keduanya di sisi Allah hanyalah iman dan amal shaleh yang

mereka kerjakan. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Amal saleh terbatas pada

tindakan tertentu, namun setiap perbuatan yang pada dasarnya memiliki nilai

kebaikan dan pelakunya meniatkan kebaikan saat mengerjakannya juga dapat

disebut amal shalih, meski perbuatan tersebut sangat remeh dan kecil. Dan

setelah mereka beriman dan beramal shalih, mereka akan mendapatkan

kehidupan yang bersih di dunia. Mereka bebas dari segala kejelekan dan

perbuatan nista. Adapun di akhirat mereka akan mendapat pahala lebih dari

apa yang mereka perbuat di dunia.1

Di saat kenyataan berpihak pada perempuan, namun tidak bisa

dipungkiri di sisi lain dalam al-Qur’an tafsir Ibn Katsir terdapat suatu ayat

yang mendeskriminasikan perempuan, seperti terdapat dalam surat an- Nisa’

ayat 34 sebagai berikut:

        


       
1
https://www.hajij.com/id/the-noble-quran/item/1971/tafsir al-quran-surat-an-nahl-ayat-
97-100
3

        


      
         
 

Artinya : “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh

karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas

sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah

menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang saleh

, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tiidak

ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) wanita—wanita yang

kamu khawatirka nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah

merekka di tempat tidur mereka, dan pukulah mereka. Kemudian jika mereka

menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk

menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”.2

Dalam ayat tersebut Ibnu Katsir mengatakan bahwa laki-laki adalah

pemimpin, pembesar, dan hakim bagi perempuan serta pendidik baginya

apabila dia menyimpang, karena laki-laki lebih utama dari perempuan.

Karena derajat kenabian hanya dimiliki oleh kaum laki-laki. Demikian juga

kepemimpinan tertinggi hanya dimiliki oleh kaum lelaki. Nabi bersabda

“Tidaklah bahagia suatu kaum yang dipimpin oleh seorang perempuan”. Atas

2
Arifah Millati Agustina. “Peran Sosial Domestik Perempuan dalam Tafsir Ibn Katsir”
dalam jurnal AHKAM, Vol. 4, No. 2, November 2016. Hal. 358
4

dasar itulah menurutnya perempuan tidak boleh menjadi pemimpin publik

termasuk pemimpin politik.3

Dari pemaparan di atas bisa disimpulkan bahwa terdapat dua

pandangan terhadap perempuan. Satu sisi posisi perempuan disejajarkan

dengan laki-laki dalam hal mecari pahala di sisi Allah, namun di sisi lain

disebutkan bahwa laki-laki lebih utama dari perempuan. Al-Qur’an itu

bersifat shalih li kulli zaman wa makan. Dengan begitu semua ayat dalam al-

Qur’an selalu bisa dikritisi setiap saat sesuai dengan perkembangan zaman.

Dan sudah dijelaskan dalam al-Qur’an bahwa al-Qur’an sendiri diturunkan

oleh Allah sebagai petunjuk bagi manusia.

Untuk itu masalah yang akan saya ambil dalam penelitian saya kali ini

adalah tentang kebebasan perempuan yang seperti apa yang terdapat dalam

al-Qur’an surat an-Nahl ayat 97.? Apakah memang soeorang perempuan

dibebaskan dalam melakukan segala hal yang dia inginkan.? Atau seorang

perempuan dibebaskan dalam melakukan keinginannya namun dengan

batasan-batasan tertentu. Serta apa saja prinsip-prinsip kebebasan perempuan

yang terdapat dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 97.?

b. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang kami ambil

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kebebasan perempuan dalam al-Qur’an Surat an-Nahl :

97.?
3
Arifah Millati Agustina. “Peran Sosial Domestik Perempuan dalam Tafsir Ibn Katsir”
dalam jurnal AHKAM, Vol. 4, No. 2, November 2016. Hal. 358
5

2. Bagaimana prinsip kebebasan perempuan dalam al-Qur’an Surat

an-Nahl : 97.?

c. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki

tujuan sebagai berikut :

1. Mendiskripsikan kebebasan perempuan dalam al-Qur’an surat an-Nahl

: 97

2. Mendiskripsikan prinsip kebebasan perempuan dalam al-Qur’an surat

an-Nahl : 97

d. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah ilmu

pengetahuan tentang kebebasan perempuan dalam al-Qur’an surat an- Nahl :

97, dan memberikan jawaban terkait kebebasan perempuan yang terkandung

dalam al-Qur’an surat an-Nahl : 97

e. Originalitas Penelitian
Penelitian seputar perempuan memang sudah banyak dilakukan.

Terutama yang yang berkaitan dengan isu gender. Sedangkan yang berkaitan

langsung dengan kebebasan perempuan, penulis belum menemukannya.

Berkaitan dengan kebebasan sendiri ada Skripsi yang berjudul “Pengaturan

Kebebasan Berekspresi Melalui Media Digital Menurut Hukum Internasional

Dan Penerapannya di Indonesia” yang ditulis oleh Mikel Kelvin dari

Universitas Hasanuddin Makassar. Dari judul Skripsi di atas maka bisa


6

dikatakan sudah berbeda dengan judul Skripsi penulis yaitu “Kebebasan

Perempuan Kajian Hermeneutik dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 97”.

Sedangkan yang berkaitan dengan kebebasan perempuan dalam al-

Qur’an sendiri, penulis menemukan sebuah jurnal yang berjudul “Relasi

Laki-Laki dan Perempuan dalam Al-Qur’an Menurut Amina Wadud

Muhsin”. Karya M. Rusydi IAIN Antasari Fakultas Ushuluddin dalam jurnal

ini yang menjadi fokus utamanya adalah relasi antara laki-laki dan

perempuan, sedangkan kebebasan perempuan sendiri tidak dibahas sama

sekali.

Selain itu penulis juga menemukan sebuah jurnal yang berjudul

“Kontroversi Hak dan Peran Perempuan dalam Pemikiran Kontemporer

Amina Wadud”. Karya Sokhi Huda yaitu seorang Dosen tetap Fakultas

Dakwah Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang. Dalam jurnal ini

Sokhi Huda melakukan kajian tekstual terhadap salah satu karya Amina

Wadud yaitu Qur’an and Women. hal ini tentu sangat berbada dengan

kajian Hermenutik yang akan digunakan oleh penulis dalam melakukan

penelitian Kebebasan Perempuan dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 97.


7

BAB II

LANDASAN TEORI

a. Definisi Istilah
Kebebasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari

kata dasar bebas yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”. Kata bebas

sendiri mempunyai beberapa arti diantaranya:


8

1. Lepas sama sekali artinya tidak terhalang, terganggu, dan sebagainya

sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat dan sebagainya dengan

leluasa.

2. Lepas dari kewajiban, tuntutan, perasaan takut, dan sebagainya.

3. Tidak dikenakan pajak, hukuman, dan sebagainya.

4. Tidak terikat atau terbatas oleh atau dan sebagainya.

5. Merdeka artinya tidak dijajah, diperintah, atau tidak dipengaruhi oleh

kekuasaan asing.

6. Tidak terdapat lagi. Contohnya : Daerah ini sudah bebas cacar.4

Menurut Norman P. Barry kebebasan diartikan sebagai “tidak adanya

paksaan atau rintangan”. Sedangkkan Werner Becker mendefinisikan

kebebasan sebagai “orang yang dalam batas-batas tertentu dapat melakukan

atau meninggalkan apa yang diinginkan”.5

Kebebasan perempuan adalah suatu upaya kaum perempuan dalam

memperjuangkan hak-hak mereka agar dipenuhi, harkat dan martabatnya

dihormati dan eksistensitasnya sebagai manusi dihargai.6

b. Landasan Teori
Banyak tokoh yang telah mendefinisikann kebebasan, diantaranya

adalah Norman P. Barry, dia berpendapat bahwa kebebasan diartikan sebagai

4
https://jagokata.com/arti-kata/kebebasan.html
5
Muh. In’amuzzahidin. “Konsep Kebebasan dalam Islam” dalam Jurnal at-Taqaddum,
Vol. 7, No. 2, November 2015. Hal. 260
6
Nur Ihsan Shaleh dan Zaenab Muhammad El Wahid. “Saatnya Wanita Memilh”.
(Blora : Khozinatul ‘Ulum Press, 2013). Hal. 62
9

“tidak adanya paksaan atau rintangan” . pendapat lain yaitu dari Werner

Becker yang mendefinisikan kebebasan sebagai “orang yang dalam batas-

batas tertentu dapat melakukan atau meninggalkan apa yang diinginkan”. Jika

kita melihat konsep kebebasan ala barat, setidaknya ada dua kata yanng

cukup representatif, yaitu freedom dan liberty. Dimana konsep interpersonal

atau sosial freedom menunjukkan pada hubungan interaktif antara person atau

kelompok, dimana antara satu dengan lain memberikan kebebasan untuk

melakukan sesuatu.

Sedangkan konsep kebebasan individual dalam Islam menurut

Musthafa al-Ghalayani mencakup kebebasan berpendapat, menulis dan

mencetaknya, dan kebebasan berfikir sekaligus penyebarannya. Namun

ternyata semua itu tidak bisa berjalan sendirian tanpa dibarengi dengan

kewajiban-kewajiban lain yang harus dijalankan, termasuk

mempertimbangkan kepentingan orang lain. Dari sinilah tampak bahwa

kebebasan seseorang itu dibatasi oleh kebebasan orang lain.7

Kebebasan perempuan di sini akan dikaji dengan secara hermenutik.

Kata hermeneutika sendiri berasal dari bahasa Yunani “hermeneuein” yang

berarti “ menafsirkan” . kata ini sering diasosiasikan dengan nama salah

seorang dewa Yunani, Hermes, yang dianggap sebagai utusan para dewa bagi

manusia. Hermes adalah utusan para dewa di langit untuk membawa pesan

kepada manusia.

7
Muh. In’amuzzahidin. “Konsep Kebebasan dalam Islam” dalam Jurnal at-Taqaddum,
Vol. 7, No. 2, November 2015.pdf
10

Kajian hermeneutik yang akan penulis gunakan adalah kajian

hermeneutiknya Amina Wadud Muhsin. Menurut beliau hermeneutika adalah

suatu bentuk penafsiran yang selalu berhubungan dengan 3 aspek yaitu :

1) Dalam konteks apa teks itu ditulis atau dalam katannya degan al-

Qur’an adalah dalam konteks apa ayat tersebut diturunkan.

2) Bagaimana komposisi tata bahasa teks ayat tersebut, bagaimana

pengungkapannya dan apa yang dikatakannya.

3) Bagaimana keseluruhan teks (ayat) weltanschauung (pandangan

hidupnya).

Sebagai langkah teknis, artinya setiap ayat yang hendak ditafsirkan

harus dianalisis,

1. Dalam konteksnya.

2. Dalam konteks pembahasan topik yang sama dalam al-Qur’an.

3. Menyangkut bahasa yang sama dan struktur sintaksis yang

digunakan diseluruh bagian al-Qur’an.

4. Menyangkut sikap benar-benar berpegangteguh pada prinsip-

prinsip al-Qur’an.

5. Dalam konteks al-Qur’an sebagai weltanschauung atau

pandangan hidup.

Menurutnya juga ketika al-Qur’an ditafsirkan dan masuk dalam pikiran

manusia (penafsir) yang syarat dengan pelbagai prejudice dan situasi sosio-
11

historis yang melingkupinya maka kebenaran penafsiran itu menjadi sangat

relatif.8

BAB III

METODE PENELITIAN

a. Metode dan Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikategorikan

ke dalam jenis penelitian library research (penelitian kepustakaan), yaitu

penelitian yang sumber datanya diambil dari bahan-bahan tertulis yang telah

dipublikasikan , baik melalui media cetak maupun elektronik yang berkaitan

8
Dr. Mulyadhi Kartanegara. “Pemikran Islam Kontmporer”. ( Yogyakarta : Jendela,
2003). Hal. 67-68
12

dengan tema penelitian ini yaitu Kebebasan Perempuan dalam al Qur’an

surat an-Nahl ayat 97.

Sedangkan metode yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah

metode kualitatif. Yaitu sebuah metode riset yang sifatnya deskriptif,

menggunakan analisis, mengacu pada data, memanfaatkan teori yang ada

sebagai bahan pendukung, serta menghasilkan suatu teori. Pendapat lain

tentang metode penelitian kualitatif ini adalah jenis penelitian ilmu sosial

yang mengumpulkan dan bekerja dengan data non-numerik dan yang

berupaya menafsirkan makna dari data ini sehingga dapat membantu kita

memahami kehidupan sosial melalui studi populasi atau tempat yang

ditargetkan. Metode ini bersifat subjektif. Dengan kata lain, metode riset ini

lebih bersifat memberikan gambaran secara jelas suatu permasalahn sesuai

dengan fakta di lapangan.9

b. Pendekatan Penelitian (Jika ada)


Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

hermeneutik, dengan mencari dan menganalisa makna dari ayat 97 surat an-

Nahl tersebut.

Dalam menggunakan pendekatan hermeneutika, hal-hal yang harus

diperhatikan adalah sebagai berikut :

1) Para penafsir itu adalah manusia

Hal ini berarti bahwa manusia itu tidak akan bisa

melepaskan diri dari ikatan historis kehidupan dan pengalamannya,


9
https://www.maxmanroe.com
13

dimana ikatan tersebut sedikit banyak akan mempengaruhi corak

penafsirannya. Asumsi ini dimaksudkan agar tidak memberi vonis

“mutlak” benar atau salah terhadap suatu penafsiran, namun lebih

mengarah ummtuk melakukan pemahaman dan analisa yang kritis

terhadap suatu penafsiran.

2) Penafsiran itu tidak dapat lepas dari bahasa, sejarah, dan tradisi

Segala aktifitas penafsiran pada dasarnya merupakan satu

partisipasi dalam proses historis-linguistik dan tradisi yang berlaku,

dimana partisipasi ini terjadi dalam ruang dan waktu tertentu.

Artinya suatu penafsiran itu tidak bisa secara sepenuhnya mandiri

berdasarkan teks semata, namun pasti berkaitan dengan muatan

historisnya, baik muatan historis saat teks itu muncul dan saat teks

itu ditafsirkan.

3) Tidak ada teks yang menjadi wilayah bagi dirinya sendiri

Nuansa sosio-historis dan linguuistik dalam pewahyuan al-

Qur’an itu nampak dalam isi, bentuk, tujuan dan bahasa yang

dipakai al-Qur’an. Misalnya dalam perbedaan antara ayat-ayat

makkiyah dan ayat-ayat madaniyyah. Maksudnya wahyu itu turun

sebagai komentar terhadap kondisi masyarakat tertentu dimana

wahyu itu turun.10

10
Fahruddin Faiz. “Hermeneutika al-Qur’an”. ( Yogyakarta :Kalimedia, 2015). Hal. 18-
19
14

c. Data dan Sumber Data


Dalam menyusun penelitian ini, penulis mencari bahan dari beberapa

sumber data untuk diolah dan disajikan. Adapun data yang diolah ialah data

primer dan data sekunder.

1. Data primer ialah al-Qur’an surat an-Nahl ayat 97

2. Data sekunder berupa buku-buku, kitab serta artikel-artikel

mengenai pemikiran tokoh yang merupakan hasil interpretasi orang

lain dan buku-buku lain yang terkait dengan objek kajian ini yang

sekiranya dapat digunakan untuk menganalisis tema penelitian kali

ini.

d. Teknik Pengumpulan Data


Mengingat jenis penelitian yang kami ambil adalah jenis penelitian

library research, maka metode yang digunakan adalah metode dokumenntasi

yaitu dengan mencari dan mengumpulkan berbagai data yang berkaitan

dengan tema penelitian ini, yaitu melakukan penelusuran kepustakaan,

kemudian mengkaji dan menelaah berbagai buku dan artikel, baik berupa

kitab-kitab tafsir, maupun tulisan-tulisan para pakar dan ahli yang

mempunyai hubungan terkait dengan tema penelitian ini.

e. Teknik Analisis Data


Dalam menyusun penelitian ini, setelah mengumpulkan berbagai data

baik dari sumber primer maupun sekunder, penulis mengolah dan menyajikan
15

data tersebut dengan menggunakan pendekatan hermeneutik. Hermeneutika

adalah sebuah disiplin ilmu tafsir yang tidak hanya menggarap urusan

bagaimana proses memahami dan menafsirkan yang benar itu (aspek

apistemologi dan metodologis), tetapi lebih jauh hermeneutika juga

menggarap asumsi-asumsi dasar dan kondisi serta kedudukan manusia serta

segala faktor yang terlibat dalam proses penafsiran yang dimaksud (aspek

ontologi dan aksiologi).11

Hermeneutika pada dasarnya merupakan suatu metode penafsiran yang

berangkat dari analisa bahasa dan kemudian melangkah kepada analisa

konteks, untuk selanjutnya “menarik” makna yang didapat ke dalam ruang

dan waktu saat pemahaman dan penafsiran tersebut dilakukan.12

Tokoh hermeneutik yang akan kami kaji di sini adalah Amina Wadud

Muhsin. Beliau adalah seorang perempuan pemikir kontemporer yang

mencoba melakukan rekonstruksi metodologis tentang bagaimana

menafsirkan al-Qur’an agar dapat menghasilkan sebuah penafsiran yang

berkeadilan. Amina Wadud lahir di Amerika pada tahun 1952. Ia merupakan

guru besar (profesor) pada Universitas Commonwealth, di Richmond,

Virginia. Karya beliau yang cukup terkenal adalah “al-Qur’an and woman”.

Menurut Charles Kurzman, Amina Wadud melakukan penelitian tentang

perempuan dalam al-Qur’an seperti yang tertuang dalam karyanya di atas

muncul dalam suatu konteks historis yang erat dengan pengalaman dan

11
Fahruddin Faiz, “Hermeneutika al-Qur’an”.(Yogyakarta :Kalimedia, 2015). Hal. 59-60
12
Fahruddin Faiz, “Hermeneutika al-Qur’an”...Hal. 17
16

pergumulan perempuan Afrika-Amerika dalam upaya memperjuangkan

keadilan gender.13

Menurut Amina Wadud ketika al-Qur’an ditafsirkan dan masuk dalam

pikiran manusia (penafsir) yang syarat dengan pelbagai prejudice dan situasi

sosio-historis yang melingkupinya maka kebenaran penafsiran itu menjadi

sangat relatif.

Menurutnya tidak ada penafsiran yang benar-benar obyektif,

maksudnya para penafsir mempunyai latar belakang kehidupan sendiri yang

akan mempengaruhi cara mereka dalam menafsirkan suatu teks.

Menurutnya juga setiap pemahaman atau penafsiran terhadap suatu

teks, termasuk kitab suci al-Qur’an sangat dipengaruhi oleh perspektif

mufassirnya, cultural background, prejudice yang melatarbelakanginya, yang

oleh Wadud disebut dengan prior teks. Artinya, penafsiran tidak hanya

memproduksi makna teks saja, tapi juga memproduksi makna baru. Dengan

begitu, teks itu menjadi hidup dan kaya akan makna. Teks menjadi dinamis

pemaknaannya dan selalu kontekstual, seiring dengan akselerasi

perkembangan budaya dan peradaban manusia.14

Amina Wadud mengelompokkan tafsir-tafsir tentang perempuan

menjadi 3 kategori :

1. Metode tradisional

13
Dr. Mulyadhi Kartanegara. “Pemikran Islam Kontmporer”. ( Yogyakarta : Jendela,
2003). Hal. 65-66
14
Dr. Mulyadhi Kartanegara. “Pemikran Islam Kontmporer”. ( Yogyakarta : Jendela,
2003). Hal. 68
17

Menurut Amina Wadud tafsir ini menggunakan pokok bahasan

tertentu sesuai dengan minat dan kemampuan mufassirnya, seperti

hukum (fiqh), nahwu, shorof, sejarah, tasawuf, dan lain sebagainya.

Menurutnya juga tafsir model ini terkesan eksklusif, ditulis oleh

kaum lak-laki. Tidak heran jika hanya pengalaman laki-laki saja

yang diakomodasikan di dalamnya.

Cara kerjanya adalah seperti yang telah saya sebutkan diatas

yaitu pertama, menurut konteksnya. Kedua, menurut konteks

pembhaasan topik-topik yang sama dalam al-Qur’an, Ketiga, dari

sudut bahasa dan struktur sintaksis yang sama yang digunakan di

tempat lain dalam al-Qur’an. Keempat, dari sudut prinsip al-Qur’an

yang menolaknya. Kelima, menurut konteks weltanschauung atau

pandangan hidup.

2. Metode reaktif

Yaitu tafsir yang berisi reaksi para pemikir modern terhadap

sejumlah hambatan yang dialami perempuan yang dianggap

berasal dari al-Qur’an. Persoalan yang dibahas dan metode yang

digunakan sering berasal dari gagasan kaum feminis dan

rasionalis, namun tanpa disertai analisis yang komprehensif

terhadap ayat-ayat yang bersangkutan. Akibatnya meski semangat

yang dibawanya adalah pembebasan (liberation) namun tidak

terlihat hubungannya dengan sumber ideologi dan teologi Islam,

yakni al-Qur’an.
18

3. Metode holistik

Yaitu metode tafsir yang meggunakan seluruh metode

penafsiran dan mengaitkan dengan pelbagai persoalan sosial,

moral, ekonomi, politik, termasuk isu-isu perempuan yang

modern. Amina Wadud masuk dalam kategori ini. Model ini

mirip dengan yang ditawarkan oleh Fazlur Rahman dan al-

Farmawi. Fazlur Rahman berpendapat bahwa ayat-ayat al- Qur’an

yang diturunkan dalam waktu tertentu dalam sejarah dalam

keadaan umum dan khusus yang menyertainya menggunakan

ungkapan yang relatif sesuai dengan situasi yang mengelilinginya.

Kaarenanya ia tidak direduksi atau dibatasi oleh situasi historis

pada saat ia diwahyukan. Dengan semboyan itulah Wadud

berpendapat bahwa untuk memelihara relevansi al-Qur’an dengan

perkembangan kehidupan manusia al-Qur’an harus terus

ditafsirkan.15

f. Sistematika Pembahasan
Secara keseluruhan, untuk memberi gambaran tentang uraian tentang

pembahasan penelitian ini, penulis akan menguraikan point-point

pembahasan yang akan dikaji.

Bab I, merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, originalitas pustaka,

15
Dr. Mulyadhi Kartanegara. “Pemikran Islam Kontmporer”. ( Yogyakarta : Jendela,
2003). Hal. 68-69
19

definisi istilah, landasan teori, metode penelitian, sumber data, teknik

pengumpulan data, teknik analisis data dan sistematika penulisan.

Bab II, berisi tentang tinjauan umum tentang kebebasan perempuan,

yang meliputi pengertian secara bahasa dan istilah, kandungan surat an-Nahl

ayat 94 kaitannya dengan kebebasan perempuan serta prinsip kebebasan

perempuan yang seperti apa yang yang ada di dalam ayat tersebut.

Bab III, merupakan pembahasan tentang biografi sang tokoh,

bagaimana setting sosio-historis, karir akademik dan karya-karyanya serta

pandangan para pemikir tenteng tokoh tersebut.

Bab IV, bagian ini barisi tentang hakikat tafsir dan orientasi penafsiran

serta metodologi menurut Amina Wadud. Ada dua perspektif berkaitan

dengan hakikat tafsir, yakni tafsir sebagai proses dan tafsir sebagai produk.di

sinilah nanti problem sakralitas teks yang terbatas dan konteks yang tak

terbatas diuraikan. Selanjutnya, penulis akan menjelaskan tentang metodologi

penafsiran Amina Wadud yang meliputi pembahasan, prinsip-prinsip

penafsiran, metode-pendekatan dan tema-tema penafsiran dengan contoh

aplikasinya.

Bab V, Yaitu penutup berisi tentang kesimpulan yang merupakan

jawaban atas rumusan masalah yang ada sebelumnya dan diakhiri dengan

saran-saran konstruktif bagi penelitian lebih lanjut.


v

DAFTAR PUSTAKA

Millati Agustina, Arifah,“Peran Sosial Domestik Perempuan dalam Tafsir Ibn Katsir” .

Jurnal AHKAM (4) : 2. Hal. 358, 2016.

In’amuzzahidin, Muh, “Konsep Kebebasan dalam Islam” . Jurnal at-Taqaddum (7) : 2.

Hal. 260, 2015.

Nur Ihsan Shaleh dan Zaenab Muhammad El Wahid, “Saatnya Wanita Memilh”. Blora :

Khozinatul ‘Ulum Press, 2013.

Wahyuddin dan M.Saifulloh, “Ulum Al-Qur’an, Sejarah, dan Perkembangannya” .

Jurnal Sosial Humaiora (6). 1. Hal. 20-21, 2013.

Kartanegara, Mulyadhi, “Pemikran Islam Kontmporer”. Yogyakarta : Jendela, 2003.

Faiz, Fahruddin, “Hermeneutika al-Qur’an”. Yogyakarta : Kalimedia, 2015.

https://www.hajij.com/id/the-noble-quran/item/1971/tafsir al-quran-surat-an-nahl-ayat-

97-100

https://www.maxmanroe.com

https://jagokata.com/arti-kata/kebebasan.html

Anda mungkin juga menyukai