Anda di halaman 1dari 14

Nama : Muhammad Zabarjad At Tamami

Nim : 06020122067
Matkul : Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Ah. Zakki Fuad, M.Ag.

Eksistensi Pendidikan Wanita Dalam Islam

Pada Era ini banyak sekali penemuan-penemuan baru, baik dibidang teknologi, kesehatan
dan bidang yang lainnya. Dari banyaknya ilmuwan yang melakukan penelitian dan menghasilkan
sebuah penemuan, beberapa diantaranya pasti ada seorang wanita yang ikut andil dalam penelitian
tersebut. Dan itu tidak sedikit, beberapa diantaranya ialah Ann Tsukamoto temuannya ada pada
bidang kesehatan, Marie Van Brittan Brown temuannya ada pada bidang teknologi yang digunakan
sebagai dasar pengembangan CCTV modern, Florence Parpart temuannya ada pada bidang
teknologi, dan banyak ilmuwan lainnya dari kalangan wanita. Dari sinilah pandangan terhadap
wanita berubah yang mana dahulu tidak dipedulikan dengan alasan wanita tidak bisa ikut campur
dalam pendidikan ataupun penemuan menjadi kebalikannya. Sehingga membuka mata semua
orang bahwasannya wanita juga bisa melakukan penelitian.
Lalu bagaimana pandangan islam dalam pendidikan wanita? Apakah Islam melarang bagi
wanita untuk belajar?. Tentu saja islam memperbolehkan wanita untuk mencari ilmu. Kita pasti
tau bahwa Islam lah yang menyelamatkan wanita pada masa Jahiliyyah dulu. Umar bin Khattab
pernah menginformasikan hal tersebut. Ia mengatakan:
“Kami semula, pada periode pra Islam (jahiliyah), sama sekali tidak menganggap
(terhormat, penting) kaum perempuan. Ketika Islam datang dan Tuhan menyebut mereka, kami
baru menyadari bahwa ternyata mereka juga memiliki hak-hak mereka atas kami”.1
Bahkan status wanita pada zaman sebelum islam sangatlah buruk, oleh sebagian
masyarakat dianggap sebagai bukan manusia yang baik. Dalam sebuah puisi lama disebutkan :

1
Al-Bukhârî, Muhammad bin Ismâ’il, al-Shahih, ed. Musthafa Dib al-Bughâ, (Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987), kitab:
al-Libâs, no. hadits: 5055, Juz V, hlm. 2197. Lihat juga: Al-‘Asqallânî, Ibn Hajar, Fath al-Bârî fi Syarh Shahîh al-
Bukhârî, (Bairut: Dar al-Fikr, 1414H/1993), Juz X, hlm. 314.
“Inna al Nisa Syayathin Khuliqna Lana. Naudzubillah min Syarr al Syayathin”
“Perempuan adalah setan-setan yang diciptakan untuk kami.
Kami mohon lindungan Tuhan dari setan-setan itu”
Dalam konteks masyarakat seperti ini Rasulullah kemudian menyampaikan gagasan bahwa
perlu adanya pendidikan bagi para wanita. Karena wahyu pertama yang diturunkan adalah
himbauan agar mereka membaca “ Iqra’ ”. Yang mana arti Iqra’ secara literal adalah membaca,
yang mana juga mengandung makna melihat dan memikirkan. Dan juga membaca merupakan
salah satu pondasi dari suatu pemahaman untuk menjaga atau menciptakan suatu hal yang baru.
Karena itulah pengetahuan atau pendidikan merupakan fondasi peradaban.Al-Qur’an menyatakan:
“Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan
manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu)
menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”. Q.S. Ibrahim, [14]: 1
Makna Kegelapan dalam ayat di atas adalah metafora untuk makna kesesatan dan
ketidaktahuan (kebodohan) akan suatu kebenaran dan keadilan, sementara makna “Cahaya”
dimaksudkan sebagai ilmu pengetahuan dan keadilan. Ada pepatah mengatakan: “Al-‘Ilm Nur”
ilmu adalah cahaya. Ilmu pengetahuan adalah alat yang penting untuk seluruh perubahan kultural
maupun struktural. Seluruh ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan dalam rangka memperbaiki situasi anti
kemanusiaan, dan merusak rantai penindasan manusia atas manusia lain, yang mana termasuk
sistem diskriminatif antar manusia.2
Begitu banyak ayat-ayat Al Qur'an yang menarik diantaranya menyangkut hak-hak
kemanusiaan perempuan. Bahkan banyak ayat Al Qur'an menyatakan bahwa hak-hak perempuan
sama dengan hak yang dimiliki oleh laki-laki. Karena kebaikan dan keunggulan seseorang bukan
didasarkan pada jenis kelamin dan juga bukan yang lainnya, namun didasarkan pada kebaikan
budinya. Seperti yang dijelaskan dalam ayat berikut: “Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q.S. al-Hujurat, [49]:13). Dan
juga disebutkan dalam ayat lain bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban yang sama

2
Husein Muhammad, Islam dan Pendidikan Perempuan “Jurnal Pendidikan Islam” Vol.III, No.2,(Desember 2014)
hal. 237.
yakni bersama-sama membangun masyarakat ke arah yang lebih baik. “Dan orang-orang yang
beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian
yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang
munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka
itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
(Q.S. Al-Taubah, [9]:71).
Maka dari itu perempuan sama seperti laki-laki yakni sama-sama menuntut ilmu, walaupun
bidang yang ditekuni berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama yakni Memberikan manfaat pada
dirinya dan Agama.
Kesejajaran wanita dengan pria merupakan salah satu esensi dalam ajaran islam. Bahkan
esensi paling dasar dari emansipasi wanita sudah tertulis dalam kitab suci Al-Quran yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, hampir 15 abad yang lalu.
Bahkan Rasulullah mencontohkan secara langsung dengan cara mengecam dan memberantas
kegiatan masyarakat Jahiliyyah, seperti pembunuhan bayi wanita. Beliau juga sangat menghormati
istri-istrinya terutama yang merupakan seorang yang aktif. Sebagaimana istri beliau Khadijah yang
merupakan seorang saudagar dan juga Aisyah yang juga ikut berjuang dijalan Allah.
Maka dari itu dengan datangnya islam, dunia arab berubah 180 derajat. Terlihat jelas dari
segi kultural yang mulai berubah dengan cukup masif tetapi tetap bijak. Salah satunya perubahan
yang terjadi, diberikannya ruang bagi perempuan untuk mencari ilmu dan mendapatkan hak-
haknya sebagaimana laki-laki. Dari situlah muncul ilmuwan, cendekiawan, ulama, ahli hadits,
seniman, budayawan, dan lain sebagainya dari kalangan perempuan. Sehingga perempuan
memiliki peran penting dalam membangun masyarakat yang baik.
Sebagaimana dalam sebuah hadits Nabi yang artinya: " Mencari ilmu adalah kewajiban
bagi umat muslim, baik laki-laki maupun perempuan". Ada hal yang menarik dari hadits tersebut
yakni digunakannya kata "faridhat" yang artinya kurang lebih sama dengan "kewajiban" atau
"keharusan", yakni kewajiban atau keharusan bagi laki-laki ataupun perempuan untuk menuntut
ilmu. Dengan ini dapat diartikan bahwa islam memandang betapa pentingnya menuntut ilmu atau
belajar bagi kehidupan pada setiap muslim, baik itu laki-laki atau perempuan. Ahmad Syauqi, Raja
Penyair Arab modern, menggambarkan situasi perempuan dalam puisinya yang begitu indah.

Lihatlah! Utusan Tuhan


Ia tak pernah mencatut hak-hak perempuan beriman
Ilmu pengetahuan menjadi jalan hidup keluarganya
Mereka menjadi ahli hukum,
aktivis politik, kebudayaan dan sastra
Berkat putri-putri Nabi
Gelombang pengetahuan menjulang ke puncak langit
Lihatlah, Sukainah
Namanya menebar harum di seluruh pojok bumi
Ia mengajarkan kata-kata Nabi
Dan menafsirkan kitab suci
Lihatlah
Buku-buku dan kaligrafi yang indah
Bercerita tentang ruang
Perempuan-perempuan Islam yang gagah

Baghdad
adalah rumah perempuan-perempuan cerdas
Padepokan perempuan-perempuan elok
Yang mengaji huruf dan menulis sastra
Damaskus zaman Umayyah
adalah sang ibu bagi gadis-gadis cendekia
Tempat pertemuan seribu perempuan piawai.

Taman-taman Andalusia
merekah bunga warna-warni
Perempuan-perempuan cantik bernyanyi riang
Dan gadis-gadis anggun membaca puisi

Puisi-puisi diatas telah mengungkapkan dengan jelas mengenai perempuan Islam dalam
panggung sejarah Islam awal. Disebutkan pula pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan Islam pada
masa itu, yakni ada tiga tempat: Damaskus, Baghdad dan Andalusia, memperlihatkan aktivitas,
peran dan posisi kaum perempuan.
Bukan hanya dari puisi saja, Bahkan Nabi mencontohkan bahwa tidak ada diskriminasi
dalam mencari ilmu. Itu dibuktikan bahwa Nabi sendiri pernah mengajar para wanita bersama
dengan pria, Nabi juga menginstruksikan para pengikutnya untuk mendidik tidak hanya wanita
mereka tetapi juga budak perempuan mereka.3 Dikatakan dalam sebuah Hadits: Seorang pria yang
mendidik budak perempuannya, membebaskannya dan kemudian menikahinya, pria ini akan
mendapat hadiah ganda. Para istri Nabi, terutama Aisha, tidak hanya mengajari perempuan,
mereka juga mengajarkan lakilaki dan banyak sahabat Nabi dalam belajar Al-Qur'an, dan Hadits
dari Aisha.
Dengan Fakta-fakta ini sendirinya telah menggugat anggapan mengenai akal dan
intelektualisme perempuan lebih rendah dari akal intelektualisme laki-laki. Islam memang hadir
untuk membebaskan penindasan dan kebodohan menuju perwujudan kehidupan yang berkeadilan
dan memajukan ilmu pengetahuan untuk semua manusia bagi laki-laki dan perempuan.4
Dari berbagai macam pernyataan dan fakta-fakta di atas tetap saja ada yang masih
memunculkan berbagai macam pertanyaan mengenai pendidikan perempuan pada zaman ini
seperti: “untuk apa sih perempuan mencari ilmu?” atau “padahal perempuan itu nanti kerjanya
hanya mengurus rumah tangga, lalu untuk apa mencari ilmu?”. Mungkin masih ada beberapa orang
yang berpikiran seperti itu, walaupun jumlahnya tidak banyak. Sesungguhnya pemikiran seperti
itu salah, Mengapa?. Karena syair arab telah mengatakan bahwa “Al Ummu Madrasatul Ula, Iza
a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyibal a’raq” artinya: Ibu adalah sekolah utama, bila engkau
mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik. Maka sebelum menjadi
sebuah sekolah pastinya perlu membangun dirinya terlebih dahulu, dengan mencari ilmu
sebanyak-banyaknya. Dengan ilmu yang banyak barulah dapat mencetak generasi-generasi yang
cemerlang. Dan dengan didikan dan ketekunan dari seorang Ibu akan menghasilkan generasi yang
unggul dalam berbagai macam hal.
Tidak hanya menghasilkan generasi emas, tapi bisa juga menghasilkan karya, temuan,
ciptaan atau yang lainnya yang mungkin tidak akan kita duga. Sebagaimana Mariyam “Al-

3
Haifaa A. Jawad, The Right of Women in Islam An Authetic Approach,,,, h. 20.
4
Husein Muhammad, Islam dan Pendidikan Perempuan “Jurnal Pendidikan Islam” Vol.III, No.2,(Desember 2014)
hal. 239.
Astrolabiya” Al-Ijliya seorang astronom wanita abad ke-10, yang mengembangkan dan
memproduksi astrolab, instrumen astronomi dan navigasi, dan tokoh wanita yang lainnya. Yang
mana dijadikan sebagai penyemangat dalam mencari ilmu, Apabila wanita zaman dahulu bisa,
kenapa wanita zaman sekarang tidak bisa, dengan berbagai macam teknologi yang lebih maju dan
memudahkan dalam mempelajari ilmu-ilmu baru.
Karena itulah dizaman Nabi dijelaskan bahwa perempuan diizinkan untuk mempelajari
semua cabang ilmu pengetahuan. Juga dibebaskan untuk memilih bidang pengetahuan yang
menarik baginya. Tapi tidak lupa untuk mempelajari Ilmu-ilmu agama sebagai landasan berfikir
dan peraturan dalam hidup mereka. Sebagai pula pengingat bahwa fitrah mereka adalah perempuan
yang mana di kemudian hari mereka pasti akan menjadi seorang istri dan ibu. Mereka harus bisa
menempatkan penekanan khusus pada saat mencari ilmu di cabang-cabang yang dapat membantu
mereka dalam bidang tertentu.
Perempuan muslim yang berpendidikan dapat diyakini bahwa ia akan memancarkan
kualitas moral yang baik di lingkungan rumahnya, tidak hanya harus dilingkungan rumah saja tapi
dilingkup luar juga, yang mana ia juga harus memiliki peran aktif dalam bidang-bidang sosial,
ekonomi dan politik. Sebagaimana Al-Qur’an memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk
melaksanakan sholat, membayar zakat dan memerintahkan yang baik dan melarang segala bentuk
kejahatan dalam bentuk sosial, ekonomi ataupun politik.
Perempuan juga merupakan sumber sekaligus pusat peradaban manusia. Di tangan
merekalah masa depan bangsa dan kemanusiaan dipertaruhkan. Sebuah pepatah Arab popular
mengatakan : “Al-Mar’ah ‘Imad al-Bilad. Idza Shaluhat Shaluha al-Bilad, wa Idza Fasadat
Fasada al-Bilad” (Perempuan adalah pilar Negara, bila baik, maka Negara akan menjadi baik, bila
ia rusak, maka hancurlah Negara). Kata “shaliha” atau “shalih” secara literal bermakna baik, sehat,
patut, kukuh, bermanfaat, damai, sesuai dan sebagainya.5 Dalam bahasa Inggris, kata “shalih”
mengandung arti ; good, right, proper, sound, solid, virtuous, useful, suitable dan appropriate.6
Dengan begitu makna “shaluha” (saleh) tidaklah terbatas pada aspek kebaikan moral personal,
tetapi juga kebaikan moral social, sehat secara fisik maupun mental, cerdas secara nalar dan
memiliki kemampuan beraktualisasi diri dalam segala ruang, privat, domestik maupun public.

5
Baca, Lisan al Arab, II/516-517 dan Al Mu’jam al Wasith I/520)

6
Baca, Mu’jam al Lughah, hlm. 523.
Belakangan ini Umar Ridha Kahalah menulis buku khusus mengenai ulama-ulama
Perempuan di dunia Islam dan Arab: “A’lam al-Nisa fi ‘Alamay al-‘Arab wa al-Islam” (Ulama
Perempuan di Dunia Islam dan Arab). Buku ini yang terdiri dari 3 jilid/volume ukuran tebal yang
merekam dengan cantik ratusan bahkan ribuan nama perempuan yang telah menjadi seorang ulama
di zamannya.
Para ulama perempuan tersebut telah mengambil peran-perannya sebagai tokoh agama,
tokoh ilmu pengetahuan, tokoh politik dan tokoh dengan moralitas yang terpuji. Aktifitas mereka
tidak hanya dari dan dalam ruang domestik (rumah) melainkan juga dalam ruang publik politik
dalam arti yang lebih luas. Mereka bekerjasama dengan ulama laki-laki membangun peradaban
Islam. Adalah menarik bahwa kehadiran tubuh mereka di ruang publik bersama kaum laki-laki
tidak pernah dipersoalkan. Dr. Asma al-Murabit, direktur Pusat Studi Islam dan Gender, Maroko,
menulis dengan indah :
“Kuliah keilmuan Islam diikuti oleh mahasiswa laki-laki dan perempuan. Kami tidak
menemukan, dalam generasi Islam awal, para cendikia yang tidak belajar kepada perempuan,
kecuali beberapa saja. Pendidikan diberikan untuk laki-laki dan perempuan secara sama, dan tidak
ada pemisah (segregasi) ruang antara laki-laki dan perempuan. Pada masa ini jarang sekali seorang
ulama laki-laki yang tidak belajar kepada perempuan ulama”.
Walaupun tak lama setelah itu terjadi penurunan produktifitas perempuan dalam mencari
ilmu. Yang mana aktifitas intelektual perempuan dibatasi, kerja-kerja sosial-politik-kebudayaan
mereka dipasung. Tenggelamnya perempuan-perempuan islam kedalam timbunan pergumulan
sejarah. Sehingga terjadinya proses degradasi pendidikan untuk kaum perempuan yang luar biasa
dalam kurun waktu yang sangat panjang. Baru pada abad 19 sejumlah tokoh tampil untuk
menyerukan dibukanya pendidikan bagi kaum perempuan. Rifa’ah Rafi’ al- Thahthawi (1801-
1873 M) dipandang sebagai orang pertama yang mengkampanyekan dengan gigih kesetaraan dan
keadilan gender serta menyerukan dibukanya akses pendidikan yang sama bagi kaum perempuan.
Bukan hanya didaerah timur saja tapi di Indonesia pada tahun 1928 merupakan moment
paling penting dalam sejarah perempuan di Indonesia. Sebuah Kongres perempuan
diselenggarakan. Beberapa butir rekomendasinya adalah menuntut kepada pemerintah kolonial
untuk menambah sekolah bagi anak perempuan; memberikan beasiswa bagi siswa perempuan
yang memiliki kemampuan belajar tetapi tidak memiliki biaya pendidikan, lembaga itu disebut
stuidie fonds; dan mendirikan suatu lembaga dan mendirikan kursus pemberantasan buta huruf,
kursus kesehatan serta mengaktifkan usaha pemberantasan perkawinan kanak-kanak. Sehingga
Indonesia bisa bangkit dengan terjaminnya pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia, baik itu laki-
laki maupun perempuan.
Konsep Hadits Tentang Pendidikan Wanita Dalam Islam

Hadits adalah sumber hukum Islam kedua yang mana berfungsi untuk menjelaskan ayat-
ayat Al-Qur’an yang bersifat global, agar menjadi lebih terperinci sehingga mudah dipahami.
Disamping itu, Hadits juga menguatkan kaidah-kaidah baku yang terdapat dalam Al-Quran.
Misalnya kaidah-kaidah dalam bidang pendidikan yang di dalamnya mencakup tujuan, program,
proses dan evaluasi.7
Dari berbagai macam hadits yang telah ditakhrij oleh para ulama, mereka membagi dan
mengelompokkan beberapa kumpulan hadits. Dan pengelompokkan tersebut sesuai dengan sisi
kaidah dan muamalah (Fikih) Hadits tersebut sesuai dengan pembahasan matan hadist itu sendiri.
Tanpa mengurangi sikap kehormatan dan kemuliaan terhadap mereka (Ulama salaf maupun
khalaf), belum banyak orang yang mengkaji suatu hadits, kemudian menganalisisnya untuk
diimplementasikan dalam bidang pendidikan secara luas. Terutama Hadits-hadits mengenai
perempuan, Sedangkan pada masa ini banyak permasalahan yang timbul terkait pendidikan
perempuan.8
Sebenarnya banyak hadist yang menjelaskan wajibnya menuntut ilmu bagi seluruh
kalangan, dari yang muda hingga tua ataupun miskin hingga kaya dan perempuan atau laki-laki.
Selama masih menjadi umat Rasulullah SAW diwajibkan untuk menuntut ilmu. Tidak ada
halangan bagi mereka untuk tidak mencari ilmu. Rasulullah pernah bersabda, bahwa menuntut
ilmu adalah kewajiban bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan.

‫ع ْن‬
َ َ‫ع ْن ُم َح َّم ِد ب ِْن ِسي ِرين‬ ٍ ‫ير ب ُْن ِش ْن ِظ‬
َ ‫ير‬ ُ ‫سلَ ْي َمانَ َحدَّثَنَا َك ِث‬
ُ ‫ص ب ُْن‬ُ ‫ار َحدَّثَنَا َح ْف‬
ٍ ‫َحدَّثَنَا ِهشَا ُم ب ُْن َع َّم‬
َ ٌ ‫ضة‬
ِ ‫علَى ُك ِل ُم ْس ِل ٍم َو َو‬
‫اض ُع‬ َ ‫ب ْال ِع ْل ِم فَ ِري‬ َ ‫سلَّ َم‬
ُ َ‫طل‬ َ ُ‫صلَّى اللَّه‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫سو ُل اللَّ ِه‬
ُ ‫أَن َِس ب ِْن َمالِكٍ قَا َل قَا َل َر‬
َ ‫ير ْال َج ْوه ََر َواللُّؤْ لُ َؤ َوالذَّه‬
‫َب‬ ِ ‫غي ِْر أ َ ْه ِل ِه َك ُمقَ ِل ِد ْال َخن‬
ِ ‫َاز‬ َ َ‫ْال ِع ْل ِم ِع ْند‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Hisyam bin Ammar] berkata, telah menceritakan
kepada kami [Hafsh bin Sulaiman] berkata, telah menceritakan kepada kami [Katsir bin Syinzhir]

7
Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012)
8
Dr. Hasan Abu Ghuddah, Untaian Mutiara Hadits Untuk Perempuan, (Jakarta: Embun Publishing, 2007), h. 14.
dari [Muhammad bin Sirin] dari [Anas bin Malik] ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Dan orang yang
meletakkan ilmu bukan pada pada ahlinya, seperti seorang yang mengalungkan mutiara, intan
dan emas ke leher babi."”(HR. Ibnu Majah)
Sebelum datangnya islam memang sudah ada perempuan yang bisa baca tulis, hanya saja
sedikit sekali hanya perempuan dari kalangan tertentu. Dengan datangnya Islam perempuan
diberikan kebebasan dalam belajar, mengembangkan pengetahuannya, dan juga perempuan
memperoleh hak-hak sosial yang memang belum pernah didapatkan sebelum datangnya Islam.
Bahkan Rasulullah menegaskan bahwa sebaik-baik laki-laki adalah orang yang paling baik
terhadap istri-istri mereka.
Nabi saw., bersabda di depan jama‟ah haji yang pertama, “Ketahuilah, aku wasiatkan
kalian untuk memperlakukan perempuan sebaik-baiknya. Kamu tidak memiliki mereka sedikitpun;
mereka tidak memiliki kamu sedikitpun. “Nabi saw., menjelaskan bahwa hubungan laki-laki dan
perempuan bukan hubungan kepemilikan. Hubungan mereka menggunakan istilah al-Qur‟an
adalah hubungan cinta dan kasih sayang, mawadda warahmah. Beliau juga bersabda,
“Samakanlah ketika kamu memberi anak-anakmu. Bila ada kelebihan, berikan kelebihan itu
kepada anak perempuan, Nabi berkata, “jika ada orang yang mempunyai anak perempuan saja
kemudian ia memeliharanya dengan sebaik-baiknya, anak perempuan itu akan menjadi
penghalang baginya dari api neraka.
Dalam hadits lain juga disebutkan mengenai tidak ada batasan dalam mencari ilmu, bahkan
budak belian sekalipun dan mereka yang berstatus sosial randah. Karena itu, sejarah mencatat
sekian banyak perempuan yang tadinya budak belian kemudian mencapai tingkat pendidikan yang
sangat tinggi. Yang mana sesuai dengan hadits beliau:
Artinya: “Dari abu Said : telah datang seorang perempuan kepada Rasulullah saw, lalu ia
berkata: Ya Rasulullah kaum laki-laki telah pergi dengan memperoleh hadits darimu, maka
perkenankanlah bagi kami darimu suatu hari yang kami datang dan engkau mengajarkan kami
didalamnya dari apa yang telah diajarkan Allah padamu, maka Rasulullah saw. bersabda:”
berkumpullah kalian dihari ini dan di tempat ini”, maka Rasulullah saw. mendatangi mereka dan
mengajarkan pada mereka dari apa yang telah diajarkan Allah kepadanya. Kemudian beliau
bersabda “tidaklah seorang perempuan dari kalian yang telah wafat darinya tiga anak kecuali
mereka akan menjadi hijab di neraka. Seorang perempuan bertanya Ya Rasulullah (jika) atau
dua? Maka dia mengulangi pertanyaan itu dua kali, maka Rasulullah saw. bersabda : dan dua,
dan dua, dan dua.” (HR. Bukhory)9
Dari hadits diatas menjelaskan bahwa perempuan juga memiiki hak dalam mencari ilmu.
Karena semakin banyak orang yang memiliki ilmu, maka akan semakin maju pula kelompok
masyarakat tersebut. Dengan adanya pemerataan pendidikan tersebut merupakan salah satu tujuan
penting masyarakat Islam dan salah satu perangkat untuk memahami akidah agama, bahkan tidak
berlebihan kalau dikatakan sebagai suatu usaha yang wajib dikerjakan karena adanya sejumlah
firman Allah yang memerintahkan membaca. Allah berfirman dalam QS.Al-Alaq (92): 1-5.
Terjemahnya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.”
Bahkan memnuntut ilmu tidak harus selalu kepada laki-laki, Tetapi kepada perempuan
juga, selama memiliki keilmuan yang mumpuni. Sama halnya yang terjadi pada masa Rasulullah,
Sebagaimana Riwayat dibawah ini:
Arttinya: Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Amir Abu Maryam telah mengabarkan
kepada kami Muhammad bin Ja'far Telah mengabarkan kepada kami Humaid bin Abu Humaid
Ath Thawil bahwa ia mendengar Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata; Ada tiga orang
mendatangi rumah isteri-isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya tentang ibadah
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. (HR. Bukhari)10
Juga dijelaskan dalam hadits lain mengenai kehadiran wanita dalam majelis belajar para
Sahabat. Pada saat di zaman Rasulullah banyak majelis-majelis keilmuan di tengah-tengah kaum
muslimin. Sehingga para wanita juga tertarik dengan ilmu yang disampaikan dan banyak yang
menghadiri syiar keagamaan, seperti datang ke Masjidil Haram, ikut shalat berjamaah, dan ikut
perayaan-perayaan dan menunaikan Haji. Bahkan Rasulullah melarang muslim lain mencegah
wanita dalam semua aktifitas tersebut. Rasulullah saw., bersabda:

. )‫اج ِد (رواه البخارى‬


ِ ‫س‬َ ‫ظ ُھ َّن ِم ْن اْل َم‬ ُ ‫سا َء ُخ‬
َ ‫ظ ْو‬ َ ِ‫الَ تَ ْمنَعُ ْوا الن‬

9
Muhammad bin Isma‟il Abu Abdillah al-Bukhariy, Shahih Bukhari, Juz VII (Bairut: Dar alKutubu al-
Ilmiyyah,t.th.), h. 507
10
Muhammad bin Isma‟il Abu Abdillah al-Bukhariy, Shahih Bukhari, Juz V (Bairut: Dar alKutubu al-
Ilmiyyah,t.th.), h. 311.
“Janganlah kalian melarang bagian para wanita di Masjid."

Bahkan, wanita juga hadir di Masjid bersama anak kecilnya, ketika sikecil menangis maka
Rasulullah segera meringankan shalatnya sebagai wujud kepedulian terhadap ibunya.Ini
merupakan salah satu contoh kepedulian Nabi terhadap wanita.
Wanita didunia ini memiliki kedudukan tersendiri yang mana bukan seseorang yang
berkedudukan rendah. Islam memiliki pandangannya sendiri terhadap kedudukan wanita, telah
dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Bahkan dalam hadits juga disampaikan yakni: Rasulullah
saw., bersabda, “Perlakukanlah kaum wanita dengan baik, karena mereka diciptakan dari tulang
rusuk yang bengkok, sedangkan bagian tulang rusuk yang paling bengkok ada pada bagian
ujungnya, jika engkau luruskan, maka ia akan patah, jika engkau biarkan, maka ia akan tetap
bengkok, perlakukanlah wanita dengan baik.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Pada zaman Rasulullah tidak hanya laki-laki saja yang memiliki peran penting dalam
pendidikan. Perempuan pun memiliki perannya sendiri yang mana sama pentingnya dalam hal
pendidikan. Berikut beberapa hadits mengenai peran dari seorang perempuan:

1. Kaum perempuan sering bertukar pikiran dengan laki-laki seputar ilmu sebagaimana
riwayat berikut ini:

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Abu An-
Nadhar dari 'Umair, maula Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhu dari Ummu al Fadhal binti Al Harits
bahwa; "Orang-orang ragu tentang puasa Nabi Saw. pada hari 'Arafah. Sebagian dari mereka
mengatakan Beliau berpuasa, sebagian yang lain mengatakan tidak, Lalu aku utus seseorang
membawakan segelas susu ketika Beliau sedang wuquf, maka Beliau meminumnya”.

2. Laki-laki pernah belajar dari Ummahat al-Mu‟minin (istri Rasulullah saw.) sebagaimana
riwayat dibawah ini:

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Amir Abu Maryam telah mengabarkan
kepada kami Muhammad bin Ja'far Telah mengabarkan kepada kami Humaid bin Abu Humaid
Ath Thawil bahwa ia mendengar Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata; Ada tiga orang
mendatangi rumah isteri-isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya tentang ibadah
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.” (HR. Bukhari)
Jika memang peranan perempuan seperti halnya di masa Rasulullah saw., maka mengapa
tradisi itu mesti ditinggalkan dalam era sekarang. Dengan demikian, seyogyanyalah situasi-situasi
tersebut hidup untuk selama-lamanya.
Harus diakui bahwa pembidangan ilmu pada masa Rasulullah (awal Islam) belum sebanyak
dan seluas dengan zaman sekarang. Namun, Islam tidak membedakan antara satu disiplin ilmu
dengan ilmu lainnya sehingga seandainya perempuan yang belajar pada masa Rasul hidup pada
masa kini, tidak mustahil mereka akan tekun, juga mempelajari disiplin-disiplin ilmu yang
berkembang pada saat ini yang kita kenal dengan istilah ilmu pengetahuan modern.11
Berdasarkan Hadits diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan dalam hal
menuntut ilmu bagi laki-laki dan perempuan, keduanya memiliki hak yang sama. al-Qur‟an
mendorong seluruh manusia untuk mencari ilmu tanpa membedakan antara laki-laki dan
perempuan, Allah akan meningkatkan dan mengangkat derajat bagi orang-orang yang berilmu
pengetahuan.
Islam mamperhatikan kaum perempuan dari dua segi:

a. Segi Kemanusiaan

Segi kemanusiaan, wanita sejak dulu terabaikan, ia hanya dijadikan alat untuk memberikan
kenikmatan atau digambarkan dalam bentuk iblis yang menjijikkan dan memuakkan yang
diwaspadai tipuannya. Oleh karena itu, Islam yang agung memberikan batasan dan mengatur unsur
biologis dan perkawinan kemudian menerangkan tatacara berinteraksi dalam rumah tangga dan
memformalkannya dengan sejumlah metode dasar interaksi dalam rumah tangga dan hubungan
kekeluargaan.
Islam menghapus sebersih-bersihnya sifat iblis yang digambarkan pada perempuan dan
mengembalikan kemanusiaannya kepada batas-batas yang agung, dan menetapkan prinsip dasar
bahwa perempuan adalah saudara laki-laki mereka diciptakan dari tanah dan dari elemen yang
sama, maka tidak ada perbedaan dan perubahan.

b. Hak Sosial

11
Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (Cet. XI; Bandung: Mizan, 1998), h. 274.
Perempuan sebelum Islam datang tidak ada hak untuk berbuat, tidak ada hak untuk
mengutarakan pendapatnya, atau ikut serta dalam sebuah tanggung jawab. Mereka dilarang
berperan dalam melakukan hal-hal tersebut karena keegoisan laki-laki, kebodohan, dan otoriternya
dalam setiap hak, sedangkan Islam menolaksemua kekeliruan itu, bahkan memberikan yang
terbaik bagi kaum perempuan. Sebagaimana Allah SWT., berfirman:
Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma‟ruf. (QS. al-Baqarah:228)
Bagi kaum laki-laki ada bagian dari pada apayang mereka usahakan, dan bagi kaum wanita pun
ada bagian dari apa yang mereka usahakan. (QS. an-Nisa‟: 32).
Dari berbagai macam hadits yang telah disebutkan kita bisa tahu bahwa, Belajar bukan
hanya dituntut untuk laki-laki saja tetapi juga dengan perempuan.Quraish Shihab dalam bukunya
yang berjudul “perempuan” menjelaskan pula tentang wahyu pertama Iqra‟ yang diterima oleh
Nabi Muhammad saw., bukan saja ditujukan kepada beliau pribadi, melainkan juga ditujukan
kepada umatnya, baik laki-laki maupun perempuan.selain itu, sekian banyak ayat dan hadis yang
memuji orang-orang berpengetahuan, dan sekian banyakpula ancaman dan kecaman yang
ditujukan kepada mereka yang tidak berpengetahuan. Di samping itu, Nabi saw., menjadikan
upaya menuntut ilmu sebagai jalan menuju surga.

Anda mungkin juga menyukai