Anda di halaman 1dari 11

DEFINISI FILSAFAT ILMU DEWASA INI

Lahir, tumbuh, dan kokohnya ilmu menimbulkan persoalanpersoalan yang berada di luar minat,
kesempatan, atau jangkauan dari ilmuwan sendiri untuk menyelesaikannya. Tetapi, ada sebagian
cendekiawan yang dengan budinya mencoba menemukan jawabanjawaban yang kiranya tepat
terhadap berbagal persoalan yang menyangkut ilmu itu. Mereka ini ialah para filsuf (philosophers)
yang dengan pernikiran refiektif berusaha memecalikan persoalanpersoalari termaksud. Pemikiran
para filsuf itu mengenai ilwu merupakan filsafat ilmu (philosophy of science). Berbagai definisi
philosophy of science dari para filstif dapat dikutipkan sebagai berikut:

a. Dari Robert Ackermann.

'Thilosophy of science in one aspect is a critique of current scientific opinions by comparison to


proven past.views, or in terms of criteria developed from such views, but such a philosophy of science
is clearly not a discipline autonomous of actual scientific practice. "I -

(Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa
ini dengan perbandingan terhadap pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam
kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu
demikian jelas bukan suatu cabang ilmu yang bebas dari praktdk ilmiah senyatanya).

b. Dari Lewis White Beck.

'Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thingking and tries to
determine the value and significance of the scientific enterprise as a whole".2

1 Robert Ackermann, The Philosophy of Science: An Introduction, 1970, p. 19.


2 Lewis White Beck. Philosophic Inquiry: An Introduction to Philosophy, 1952, p. 16.

(Filsafat ilmu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta


mencoba.menetapkan nilai dan pentingnya usalia ilmiah sebagai suatu keseluruhan).

c. Dari A. Cornelius Benjamin

"That philosophic discipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its
methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual
disciplines.' 13
(Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistefflatis menglenai sifat dasar ilmu,
khususnya metode metodenya, 'konsep-konsepnya dan praanggapan praanggapannya, serta letaknya
dalarn kerangka umum, dari cabang-caban~pengetahuan intelektual.)

d. Dari Michael V. Berry.

"the study of the inner logic of scientific theories, and the relations---beetween experiment and theory,
Le. of scientific method. " 4 111

(Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah, dan hubungan-hubungan antara percobaan
dan teori, yakni tentang metode ilmiah).,

c. Dari May Brodbeck


2

Filstif ini secara singkat merurnuskan philosophy of science sebagai "the ethically and philosophically
neutral analysis, description, and-clarification of the foundations of science 5 (Analisis yang netral
secara etis dan filsafati, pelukisan, dan penjelasan ffiengenai- landasan-landasan ilmu).

f. Dari Peter Caws.

"The phhosophy- of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy
in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the one
hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and
action; on

3 A. Gurnelius Benjirnin, "Science, philosophy of', dalarn Dagobert -.D. Runes, ed.,,Dictionary of Philosophy, 1975
Edition, p. 284.
4 Dalarn Alan Bullock & Oliver Stallybrass, eds., The Harper Dictionary of Modern Thought, 197,7, p. 559.
5 May Brodbeck, "The Nature and Function of the Philosophy of Science", dalarn Herbert Feigi &May Brodbeek, eds.,
Readings in the Philosophy of Science, 1953, p. 6.
3

the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action,
including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error.".6

(Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat
seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal: di
satu pihak, ini membangun teori-teori tentangmanusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai
landasan-landasan bagi keyakinan dan-tindakan; di pihak lain, filsafat memeriksa secara kritis segala
hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori -teorinya
sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesoahan).

g. Dari Alfred Cyril Ewing.

"The term philosophy of science is usually applied to the branch of logic which deals in a specialized
way with the methods of the different sciences."7

(Istilah filsafat iltnu biasanya diterapkan pada cabang logika yang membahas dalam suatu cara yang
dikhususkan metodemetode dari ilmu-ilmu yang berlainan.)

h. Dari Antony Flew

"Organized empirical science provides the most impressive resull of human, rationality and is one of
the best accredited candidates for knowledge. The philosophy of science seeks to show wherein this
rationality lies; what is distinctive, about its explanations and theoretical cofistructions; what marks it
off from guesswork and pseudo-science and makes its predictions and technologies worthy of
confidence; above all whether its theories can be taken to reveal the truth about a hidden objective
reality. "8

(limu ernpiris yang teratur menyajikan hasil yang paling mengesankan dari rasionalitas manusia dan
merupakan salah satu dari calon yang diakui terbaik untuk pengetahuan. Filsafat ilmu berusaha
menunjukkan di mana letak rasionalitas' itu; apa yang khusus mengenai penjelasan-penjelasannya dan
konstruksi-konstruksi teorinya; apa yang memisahkannya dari

6 Peter Caws, The Philosophy of Science: A Systewatic Account, 1965, p. 5.


7 Alfred Cyril Ewing, Th~ Fundan ental Questions of Philoso'PhY, 1962, p. 23. 8Antony Flew, A Dictionary of Philosophy,
1979, p. 2~9.

perkiraan dan ilmu-semu serta membuat ramalan-ramalannya dan berbagai teknologi berharga untuk
dipercaya; yang terpenting apakah teori-teorinya dapat diterima sebagai mengungkapkan kebenaran
tentang suatu realitas objektif yang tersembunyi.)

i. Dari A. R. Lacey

"Primarily the study of how science works, or should work. The study of how it does is normally
taken as a fair guide to how it should. This study is often called methodology, a term which can also
be relative, e.g. methodology of history."9

(Terutama studi tentang bagaimana ilmu bekerja atau seharusnya bekerja. Studi tentang bagaimana ini
melakukan biasanya diterima sebagai suatu petunjuk yang layak tentang bagaimana ini seharusnya.
Studi ini sering disebut metodologi, suatu istilah yang dapat juga bersifat relatif, misalnya metodologi
sejarah.)

j. Dari John Macmurray


4

"In the philosophy of' science, we are primarily concerned with the critical examination of those
general views, those natural prejudices which are either embodied in the assumptions of science or
which result from preoccupation with science; but which are not themselves the results of scientific
investigation carried out by the methods which science uses. When 1 define the philosophy of
science- as the philosopher's evaluation of science itself, it is this that 1 have in mind. " 10
(Dalam filsafat ilmu, kita terutama bersangkutan dengan pemeriksaan kritis terhadap
pandangan-pandangan umum, prasangka-prasangka alamiah yang terkandung dalam asumsiasumsi
ilmu atau yang berasal dari keasyikan dengan ilmu; tetapi yang bukan sendirinya merupakan
hasil-hasil penyelidikan dengan metode-metode yang ilmu memakainya. Ketika saya mendefinisikan
filsafat ilmu sebagai penilaian filsuf tentang ilmu itu sendiri, hal inilah yang terdapat dalarn pikiran
saya.)

9 A. R. Lacey, A Dictionary of Philosophy, 1976, p. 191.


I0 John Macmurray, The Boundaries of Science: A Study in the Philosophy of Psychology, 1957, p. 26,

k.. Dari D.W. Theobald,

"Science is roughly speaking concerned with what can be considered as fact about the world we live
in. The philosophy of science on the other hand is equaljy roughly speaking concerned with the nature
of scientific fact Jor to put it another way, with facts about facts about the world.",' 1

(11mu dalam garis besarnya bersangkutan dengan apa yang dapat dianggap sebagai fakta tentang
dunia yang kita diami. Filsafat ilmu di pihak lain dalam garis besarnya pula bersangkutan dengan sifat
dasar fakta ilmiah - atau dinyatakannya secara lain, bersangkutan dengan fakta-fakta mengenai
faktafakta tentang dunia.)

1. Dari Stephen R. Toulmin

"As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the
process of scientific inquiry-observational procedures, patterns of argument, methods of
representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on - and then to evaluate the
grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology, and
metaphysics." 12

(Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang
terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah-prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan,
metode-metode penggantian dan perhitungan, praanggapan-praanggapan metafisis, dan seterusnya-dan
selanjuAnya menilai landasan-landasan bagi kesahannya dari sudut~ sudut tinjauan logika formal,
metodologi praktis, dan metafisika.)

Menurut pemahaman kami filsafat ilmu adalah segenap

pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yapg menyangkut landasan ilmu
maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Landasan (foundation) dari ilmu
itu mencakup:

- konsep-konsep pangkal
- anggapan-anggapan dasar
- asas-asas permulaan
5

D. W. Theobald, An Introduction to the Philosophy of Science, 1968, p.' 1.


12 Stephen E. Toulmin, "Science, Philosophy of", The New Encyclopaedia Britannica,'Macropaedia: Knowledge in
Depth, Volurne 16, 1982, p. 376.

struktur-struktur teoritis
ukuran-ukuran kebenaran ilmiah

Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya
bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu. Istilah yan&
terd Apat dalam kepustakaan asing untuk menyebut bidang pengetahuan ini ialah:

- philosophy of science (filsafat ilmu)


- theory of science (teori ilmu)
- metascience (adi-ilmu)
- methodology (metodologi)

-science of science (ilmu tentang ilmu).

Filsuf Rudolf Carnap memakai istilah science of science dan memberikan definisi sebagai "The
analysis and description of science from various points of view, including logic, methodology,
sociology, and history of science."1-3 (Analisis dan pelukisan tentang ilmu dari berbagai sudut
tinjauan, termasuk logika, metodologi, slosiologi, dan sejarah ilmu). Kadang-kadang juga
dipergunakan istilah Latin scientiz~ scientiarum sebagai pengganti science of'science itu dengan arti
yang sama.

Sekedar sebagai contoh dari pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai ilmu ' dewasa ini ialah
konsepsi tentang pembagian ilmu. Sampai sekarang pembagian termaksud secara kurang tepat disebut
penggolongan ilmu atau peiagelompokaii, ilmu. Penggolongan atau pengelompokanniya itu sendiri
sering mencampuradukkan hal-hal yang berlainan sehingga lebih banyak menimbulkan kebingungan
atau kekacauan.

Menurut pemahaman kami'dalam pembagian bidang pengetahuan ilmiah, kejelasan akan lebih
tercapai dan kesimpangsiuran bisa terhindar bilamana dibedakan secara tegas pembagian ilmu
berdasarkan:

a) jenis
b) ragam

Pembagian menurut jenis memakai isi substaiftif dari pengetahuan ilmiah sebagai dasarnya,
sedangkan pembagian menurut ragam ilmu mengacu pada salah satu sifat atributifnya

13 Diniuat dalam Dagobert D. Runes, ed., Dictionary oj'Philosophy, 1975, p. 2-84,.

yang dipilih sebagai ukuran. Kedua hal itu jelas berlainan sehingga hasil pembagiannya juga sama
sekah berbeda. Biasanya dalam pembagian ilmu menurut jenis orang dapat serthmerta mengetahui
secara garis besar sasaran apa saja yang termasuk dalam masingmasing rumpun atau cabang ilmu
yang bersangkutan. Contohnya:

a) Pembagian ilmu yang dianut secara luas oleh universitas-universitas di Amerika Serikat:

(1) Natural sciences


(2) Social sciences
6

(3) Humanities

b) Pembagian ilmu dalam Undang-undang Perguruan Tinggi (UU 1961/22):

(1) Ilmu agarna/kerohanian


(2) Ilmu kebudayaan
(3) Ilmu sosial
(4) Ilmu, eksakta dan telmik

Pembagian ini tidak sepenulmya berdasarkan jenis, melainkan telah berbaur dengan ragam.
Pembagian ilmu menurut ragamnya hanya menunjukkan su,atu ciri tertentu dari segugusan
pengetahuan ilmiah. Pada dasarnya pembagian ini tidak memerinci berbagai cabang ilmu. Orang
tidc-,k dapat seketika memperoleh garnlaran tentang apa yang ditelaah ataupun lingkupan
masing-masing ragam ilmu yang ditetapkan. Coritoh-contoh yang dapat diajukan mengenai
pembagian, termaksud ialah, dikotomi yang-berikut:

a) Dari Karl Pearson:

(1) abstract sciences '(2) concrete sciences b) Pembagian yang disebut oleh William Calvert Kneale:

(1) a priori sciences (2) empirical sciences c) Dwi-pernbagian yang disebut Wilson Gee:

(1) descriptive sciences (2) normative sciences d) Dwi-pembagian Rudolf Carnap:

(1) formal sciences


(2) factual sciences

e) Dwi-perubggian yang terkenal:

(1) inexact sciences


(2) exact sciences

f) Dwi-pernbagian yang paling terkenal:

(1) pure sciences


(2) applied sciences

g) Pembagian dari Wilhelm Windelband:

(1) nomothetic sciences


(2) idiographic sciences

h) Pembagian dari Hugo Milnsterberg:

(1) theoretical sciences


(2) practical sciences

Asas ' ukuran,dan penjelasan tentang pembagian ilmu tersebut di atas merupakan persoalan filsafati
dan termasuk pokok pembahagan dalam lingkupan filsafat ilmu, bukan topik masing-masing ilmu itu
yang tidak menelaah pembagian dirinya sendiri. Pernbagian ilmu merupakan persoalan yang penting
karena menentukan misaInya pembagian fakultas-fakultas pada sesuatu universitas, kelancaran proses
7

pendidikan/*pengajaran tinggi% atau memberikan arah pada perkembangan lebih lanjut


masing-masing jenis dan ragam ilmu itu.

Sekedar contoh di atas menunjukkan bahwa pernikiran refiektif terhadap persoalan-persoalan


mengenai ilmu ternyata penting dan bermanfaat bagi lahir, tumbuh, dan kokohnya ilmu. Filsafat ilmu
antara lain dapat mensistematiskan, meletakkan dasar, dan memberi arah kepada perkembangan
sesuatu ilmu maupun usaha penelitian dari para ilmuwan untuk mengembangkan ilmu. Dengan
rnempelajari filsafat ilmu, proses pendidikan, pengajaran, dan penelitian dalarn sesuatu cabang ilmu
dapat menjadi lebih mantap dan tidak kehilangan arah.

Bab I

ILMU DAN
PENGALAMAN

§ 1. Tema dan Pengertian Umum Filsafat I1mu

FILSAFAT ilmu ialah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk
memperolehnya. Dengan kata lain, filsafat ilmu ismungguhnya merupakan suatu penyelidikan
lanjutan. Karena, apabila para penyelenggara pelbagai ilmu melakukan penyelidikan terhadap
obyek-obyek serta masalah-masalah yang berjenis khusus dari masing

masing ilmu itu sendiri, maka orang-pun dapat melakukan penyelidikan lanjutan terhadap
kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut. Dengan mengalihkan perhatian dari obyek-obyek yang sebenarnya
dari penyelidikan ilmiah kepada proses penyelidikannya sendiri, maka muncullah suatu matra baru.
Segi-segi yang menonjol serta latar belakang segenap kegiatan menjadi tampak. Berangkat dari sini,
menjadi jelas pula saling hubungan antara obyek-obvek dengan metode-metode, antara
masalah-masalah yang hendak dipecahkan dengan tujuan penyelidikan ilmiah, antara pendekatan
secara ilmiah dengan pengolahan bahan-bahan secara ilmiah. Dan memang filsafat ilmu merupakan
suatu bentuk pemikiran secara mendalam yang bersifat lanjutan (=secondary reflexion).

Di dalam tahapan perkembangan penyelenggaraan ilmu yang dipercepat dan jalin-menj~lin (seperti
yang terjadi dewasa ini Pen.), makarefieksi sekunder yang demikian itu merupakan syarat mu'tlak
untuk menentang bahaya yang menjurus kepada keadaan cerai-berai serta pertumbuhan yang tidak
seimbang dari ilmu-ilmu yarig ada. Bahkan memang sudah sejalan dengan keadaan ilmu itu sendiri
untuk membri tekanan perhatian kepada metodika serta sistem, dan untuk berusaha memperoleh
pemahaman mengenai azas-azas, latar belakang-latar belakang serta hubungan-hubungan yang
dipunyai kegiatan-kegiatan ilmiah. Refieksi sekunder banyak memberi sumbangan dalam usaha yang
demikian itu.

Sumbangan tersebut masih dapat mengambil dua bentuk. Pertama, kita dapat mengarahkan
metode-metode penyelidikan ilmiah kejuruan kepada penyelenggaraan kegiaia'n-kegia*.an ilmiah.
Secara demikian sejarah ilmu dapat menganalisa serta menerangkan hubungan-hubungan kesejenisan
yang ada aritara berbagai ilmu dalam sejarah. Demikian pula psikologi ilmu serta sosiologi ilmu,
dapat menyelidiki proses-proses serta struktur-struktur, faktor-faktor serta syarat-syarat yang berlaku
baik pada penyelenggaraan kegiatan-kegiatan ilmiah secara illnu demi ilmu maupun secara kolektif.
Di dalam ketiga macam bentuk refieksi ilmiah itulah, dilakukan penyelidikan mengenai latar
belakang-latar belakang serta hubuiigan-hubungan yang bersifat faktual, dipertanyakan kembali secara
defacto asal-mula yang mempertumbuhkan serta memungkinkan timbuInya penyelenggaraan
8

kegiatan-kegiatan ilmiah, atau sebaliknya yang merintangi serta membatasi penyelenggaraan


kegiatan-kegiatan ilm;ah.

Kedua, kita dapat menerapkan penyelidikan kefilsafatan terhadap kegiatan ilmiah. Dalam hal ini kita
mempertanyakan kembali secara de jure mengenai landasan-landasan serta azas-azas yang
memungkinkan ilmu untuk memberikan pembenaran terhadap dirinya sendiri serta terhadap apa yang
dianggapnya benar. Perbedaan antaraffisafat ilmu dengan sejarah ilmu, psikologi ilmu, serta sosiologi
ilmu terletak pada masalah yang hendak dipecahkan serta juga pada metode yang digunakan. Filsafat
ilmu tidak berhenti pada pertanyaan mengenai bagaimana pertumbuhan serta cara penyelenggaraan
ilmu dalam kenyataannya, melainkan mempersoalkan masalah metodologik, yaitu mengenai azasazas
serta alasan apakah yang menyebabkan ilmu dapat mengatakan bahwa ia memperoleh pengetahuan
"ilmiah".

Pertanyaan ini tidak akan dapat dijawab dalam lingkungan ilmu itu sendiri, dan juga tidak dalam
reficksi ilmiah terhadap ilmu. Pertanyaali tersebut membutuhkan analisa kefilsafatan mengenai tujuan
serta cara kerja ilmu. Dan ini tidaklah berarti, perenungan kefilsafatan dapat dipisahkan dari
penyelenggaraan ilmu yang sebenarnya. Bahkan sebaliknya, syarat mutlak bagi filsafat ilmu yang
mengandung makna ialah, adanya pengetahuan mengenai permasalahan yang terdapat dalam ilmu -
ilmu kejuruan secara mendalam. Pertalian antara filsafat dengan ilmu haruslah terjelma dalam pribadi
filsuf ilmu. la harus berdasarkan atas pengalamannya sendiri secara sungguh-sungguh, dalam
memahami adanya berbagai macam cara yang tidak sama yang dapat digunakan bagi penyelenggaraan
ilmu-ilmu kejuruan. Jika tidak demikian hainya, dapat timbul bahaya besar - seperti haInya yang
terjadi dalam bentuk-bentuk refieksi sekunder lain - bahwa orang bertitik tolak pada
gambarangambaran skematik yang diperolehnya sesudah ia melakukan refieksi, dan bukannya bertitik
tolak pada proses penyelenggaraan ilmu itu sendiri.

Sesungguhnya, memang terdapat perbedaan, antara cara berpikir dalam prosedur penyelenggaraan
ilmu yang sebenarnya dengan cara berpikir dalam penyajian hasil-hasil penyelidikan ilmiah. Bentuk
yang telah tersedia serta susunan logik dari penyajian hasil-hasil penyelidikan ilmiah, menutupi
pergulatan yang melelahkan serta acapkali menutupi juga cara berpikir yang berliku-liku menyangkut
prosedur analitik. Ada kecenderungan untuk memasukkan yang pertama, ke dalam bidang
penvelidikan filsafat ilmu, clan yang kedua, ke dalam bidang psikologi ilmu. Penyajian hasil -hasil
penyelidikan ilmiah memang dapat dibedakan dengan prosedur penyelenggaraan ilmu, namun tidak
dapat dipisahkan. Kedua macam tahapan kegiatan ilmiah tersebut yang satu tergantung pada yang 1
ain, dan masing-masing dapat dianalisa secara filsafat, maupun secara ilmu jiwa.

Manakala kita melakukan hal-hal di atas, dapatlah dipahami penyelenggaraan ilmu sebagai
keseluruhan. Kegiatan ilmiah menjadi dapat dimengerti sebagai cara tertentu beradanya manusia di
dunia. Dan dalam hal ini, sebagai cara peninjauan terhadap diri sendiri serta untuk memberikan
pertanggungjawaban terhadap diri sendiri, secara khas dinamakan, "cara ilmiah". Kegiatan ilmiah
tersebut mempunyai hubunganhubungan ke luar (= external) dengan cara-cara manusia berada di
dunia yang lain dan juga hubungan-hubungan ke dalarn (= internal). Keduaduanya menentukan
derajat keilmiahannya. Di dalam filsafat ilmu itu sendiri, kita masih dapat membedakan antara filsafat
ilmu dalam arti luas, yang menampung permasalahan yang menyanglcut hubunganhubungan ke luar
dari kegiatan ilmiah, seperti implikasi-implikasi ontologik-metafisik dari citra dunia yang bersifat
ilmiah, tata-susila yang menjadi pegangan penyelenggara ilmu, konsekuensi-konsekuensi
pragmatik-etik penyelenggara ilmu, dan sebagainya, dengan filsafat ilmu dalam arti sempit atau
filsafat ilmu (begitu saja) yang menampung permasalahan yang bersangkutan dengan
hubungan-hubungan ke dalz i Ii yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyangkut sifat
pengetahuan ilmiah dan cara-cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah.
9

Bagan situasi yang demikian ini dapat kita bulatkan dengan menentkan tempat kedudukan filsafat
ilmu di dalam lingkungan filsafat sebagai keseluruhan. Tempat kedudukan tersebut ditentukan oleh
dua lapangan penyelidikan filsafat ilmu: "sifat pengetahuan ilmiah" dan "cara-cara mengusahakan
pengetahuan ilmiah". Di dalam lapangan yang pertarna, filsafat ilmu berhubungan erat dengan filsafat
pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentukbentuk
pengetahuan manusia. Di dalam lapangan yang kedua, filsafat ilmu erat hubungannya dengan logika
dan metodologi, dan dalarn hal ini kadang-kadang filsafat ilmu dijumbuhkan pengertiannya dengan
metodologi.

Penyelidikan mengenai "cara-cara memperoleh pengetahuan ilmiah" tidaklah bersangkutaii dengan


proses-proses kejiwaan yang terdapat pada penyelenggara ilmu seorang demi searang. Juga tidak
bersangkutan dengan syarat-syarat lingkungan yang ditentukan lebih lanjut oleh penyelenggaraan ilmu
secara umum. Melainkan, bersangkutan dengan susunan logik serta metodologik, urutan serta
hubungan antara pelbagai langkah dalam pertyelidikan ilmiah. Dan bersangkutan pula dengan,
susunan logik serta metodologik, urutan serta hubungan antara unsurunsur serta struktur-struktur yang
berlaku dalam pemikiran ilmiah.

Di samping filsafat ilmu yang bersifat umum tersebut, terdapat pula filsafat ilmu-filsafat ilmu khusus.
Filsafat ilmu khusus membicarakan kategori-kategori serta metode-metode yang digunakan daiam
ilmu-ilmu tertentu atau dalam kelompok-kelompok ilmu tertentu, seperti kelompok ilmu alam,
kelompok ilmu masyarakat, kelompok ilmu teknik, dan sebagainya. Ini perlu dijelaskan karena,
acapkali filsafat ilmu khusus dari kelompok ilmu alam dipandang sebagai filsafat ilmu umum, dan
kategori -kategori serta metode-metode yang digunakan dalam kelompok ilmu alam tersebut dianggap
sebagai pola dasar bagi kelompokkelompok ilmu yang lainnya. Di dalam filsafat ilmu umum, masalah
kesatuan, keragaman, serta hubungan di antara segenap ilmu masih me~ rupakan persoalan, yang
tegas-tegas harus dikemukakan dalarn kaitannya dengan masalah-masalah yang lain, seperti masalah
hubungan antara ilmu dengan kenyataan, kesatuan, penjenjangan, serta susunan kenyataan, dan
sebagainya.

Tanpa mendahului jawaban yang dapat diberikan atas pertanyaan mengenai kesatuan atau keragaman
(segenap) ilmu, kiranya mungkin juga untuk menunjukkan ciri khas yang dapat mengantarkan kepada
pemahaman mengenai sifat pengetahuan ilmiah serta penyelenggaraaan ilmu pada umumnya.

Ciri pengenal pengetahuan ilmiah, pertama-tama adanya anggapan bahwa pengetahuan tersebut
berlaku umum. Jawaban atas pertanyaan apakah sesuatu hal, layak atau tidak layak diakui bersifat
ilmiah, tidaklah tergantung pada faktor-faktor subyektif. Sudah tentu mengenai jawaban atas
pertanyaan semacarn itu kadang-kadang orang dapat berlainan pendapat. Misalnya, orang dapat
berbeda pendapat mengenai masalah apakah sesuatu teori tertentu sudah eukup dasar pembenarannya
untuk diterima. Yang demikian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor obyektif yang ada
sangkut-pautnya dengan masalah tadi tidak atau masih dapat membuahkan hasil yang tidak
bermakna-ganda. Dan karenanya hasil semacam ini dapat diberi penilaian yang berbeda-beda. Tetapi
mengenai dapat diterimanya sesuatu teori, tidaklah boleh ditentukan berdasarkan, misainya, atas
kesesuaiannya dengan ajaran agama atau dengan ajaran politik tertentu, atau karena sejumlah hasil
penyelidikan ilmiah tertentu secara subyektif dianggap lebih menarik.

Sesungguhnya terdapat suatu keadaan saling mempengaruhi antara sifat serta kadar pengetahuan
ilmiah di satu pihak, dengan sarana-sarana yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan tersebut,
di lain pihak. Ini mengakibatkan dalam perjalanan sejarah terjadi pergeseran-pergeseran dalam hal isi
pengertian ' 'ilmiah". Sudah pasti di sini, faktorfaktor yang berada di luar ilmu juga ilcut berpengaruh.
Tetapi faktorfaktor tersebut harus diupayakan agar tidak menghentikan pengembangan ilmu secara
mandiri. Menurut pendirian modern - yang kita termasuk di dalamnya - ilmu dipandang mempunyai
10

kedudukan mandiri (= antonomous) dalam usaha memperkembangkan norma-norma "ilmiah" bagi


dirinya sendiri. Pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan atas keyakinan di bidang
etik-keagamaan, kemanfaatan bagi masyarakat, keuntungan ekonomi, kegunaan politilc, dan
sebagainya, tidak boleh mempengaruhinya.

Selangkah lebih maju, ini berarti pengakuan bahwa usaha mencapai pengetahuan ilmiah itu sendiri
sudah dipandang berharga. Tentu ini tidak berarti memustahilkan terdapatnya bentuk-bentuk
pengetahuan, pemahaman serta kebijaksanaan lain, yang juga dipandang berharga. Dan yang tidak
dimustahilkan pula ialah, dalam. babak terakhir, ilmu dipandang sebagai bagian integral dari
kebudayaan dan masyarakat. Sesungguhnya tidak ada alasan untuk menganut pendirian "ilmu demi
ilmu", dan !-.ntuk berpendapat bahwa ilmu hendaknya diselenggarakan semata.,.nata demi dirinya
sendiri. Dalam kenyataannya, dengan melalui pelbagai ,-~ira, bahkan tampaknya ilmu semakin lama
semakin erat berjalin dengan masyarakat, mendapatkan dorongan-dorongan maju dari masyarakat, dan
juga membawa akibat-akibat besar bagi masyarakat. Begitulah maka pada banyak lapangan kian
tampak adanya batas yang kabur yang memisahkan penyelidikan ilmiah murni dengan penyclidikan
ilmiah terapan. Kiranya tidaklah sesuai dengan kenyataan hidup bila kita menutup mata terhadap
kenyataan ini.

Kemandirian ilmu sesungguhnya bersanghtan dengan norma-norma "ilmiah". Kita baru dapat
mengatakan sesuatu hal sebagai ilmu, apabila pengetahuan yang diusahakannya serta cara-cara kerja
yang diterapkannya memenuhi sejumlah syarat tertentu.

Apakah yang dimaksudkan dengan kata "ilmiah" yang melekat pada ungkapan "pengetal~uan serta
cara kerja ilmiah"? Secara umurn kita dapati tiga macam ciri pengenainya. Pengetahuan ilmiah
merupakan pengetahuan yang mempunyai dasar pembenaran, bersifat sisternatik dan bersifat
intersubyektif. Ada saling hubungan antara ketiga macam ciri pengenal tersebut.

Pengetahuan ilmiah merupakan pengetahuan yang mempunyai dasar pembenaran. Segenap


pengaturan cara keria ilmiah diarahkan untuk memperoleh derajat kepastian yang sebesar mungkin.
Setiap pernyataan ilmiah harus disertai dasar-dasar pembenarannya. Pernyataari-pernyataan tersebut
haruslah didasarkan atas pemahaman-pemahaman yang dapat dibenarkan secara apriori, clan juga
didasarkan atas hasil-hasil tangkapan empirik yang telah dikaji secara ilmiah sectikupnya. Yang
menjadi masalah bukanlah sekadar agar orang dapat mengetahui segalagalanya, melainkan juga - clan
terutama -agar orang dapat melakukan verifikasi serta pembenaran terhadap isi pengetahuan tersebut.

Pengetahuan ilmiah bersifat sistematik. Hendaknya terdapat sistern di dalam susunan pengetahuan dan
di dalam cara memperoleh pengetahuan tadi. Penyeliclikan ilmiah tidak akan membatasi dir, hanya
pada satu bahan keterangan, melainkan senantiasa melc-takkan hubungan antara sejumlah bahan
keterangan, clan berusaha agar hubungan-hubungan tersebut dapat merupakan suatu kebulatan.
Dengan jalan melakukan komparasi, subsumasi, generalisasi diusahakan untuk sedapat mungkin
meletakkan hubungan yang bersifat sistematik secara horisontal di antara berbagai bidang
penyelidikan, isi pengetahijan, serta lapangan-lapangan obyek. Hubungan yang bersifat vertikal
diusahakan dengan jalan saling mempertemukan seruntut mungkin berbagai langkah penyelidikan
ilmiah, tahapan-tahapan yang berurutan dari pemikiran analitik serta interpretatif, clan juga berbagai
pertanggungjawaban serta pen ' jelasan ilmiah. Susunan serta pengolahan bahan secara sistematik
membantu diperolehnya kepastian. Kepastian tersebut juga diberikan dasar-dasar yang kuat dengan
jalan kembali mempertanyakan secara kritik dasar dasar sistem, melalui kegiatan-kegiatan yang
bersifat sisternatik.

Sifat intersubyektif pengetahuan ilmiah berhubungan dengan dua eirinya yang telah disebut di atas.
Kepastian pengetahuan ilmiah tidaklah didasarkan atas intuisi-intuisi serta pemahaman-pemahaman
11

orang seorang yang bersifat subyektif, melainkan dijamin oleh sistemnya itu sendiri. Subyek
penyelenggaraan ilmu memang tetap harus ada, tetapi hendaknya diusahakan sedapat mungkin agar
dapat digantikan kedudukannya oleh manusia-manusia lain. Menilik sifatnya, dalam babak terakhir
tetap manusianya jugalah yang menyelenggarakan ilmu. Betapapun kita dapat melakukan
pengamatan, pengukuran, registrasi, eksperimentasi secara ilmiah dengan mengunakan alat-alatyang
tinggi derajat kernampuan pemahamannya, clan betapapun kita dapat melakukan penghitungan,
penyimpulan, pengubahan bentuk dengan menggunakan kornputerkornputer sebagai sarananya,
namun dalam babak terakhir manusialah yang menyusun teori-teori serta yang memperoleb hasil-hasil
kegiatan ilmiah.

Dalarn hal ini yang perlu mendapatkan perhatian, jalam penyelenggaraan ilmu, sifat-sifat pribadi serta
orang seorang yang dipunyai oleh subyek dengan sendirinya menjadi tidak relevan. Yang penting,
subyek tersebut harus memenuffi sejumlah syarat tertentu: derajat kecerdasan, kemampuan untuk
berpikir secara akali dan secara kritik,. pengetahuan yang luas mengenai penymnan pengertian dan
mengenai teknik-teknik penyelidikan, dan sebagainya. Setiap subyek kalau perlu dapat digantikan
kedudukannya oleh sembarang subyek yang lain. vang menilik keadaannya mempunyai pembawaan,
perhatian, kecerdasan akal serta pendidikan pendahuluan yang setara.

Dengan melepaskan penyelenggaraan ilmu dari subyek orang seorang, pengetahuan ilmiah
memperoleh sifatnya yang umum. Penyericlikan ilmiah memang harus dilakukan clan disajikan
sedemikian rupa, sehingga di dalam setiap bagiannya clan di dalam hubungan yang menyeluruh, dapat
ditanggapi oleh para ilmuwan lain yang sama bidang keahliannya. Terhadap hasil-hasil penyelidikan
ilmiah, haruslah dimungkinkan adanya kesepakatan yang bersifat intersubyektif.

Daftar Kepustakaan

"Wissenschaftstheorie", dalarn Fischer Lexikon Philosophie, Frankfurt/M, 1958


WernerLeinfellner, Einfiffirung in die Erkenntnisund Wissenschaftstheorie, 1965.

Anda mungkin juga menyukai