Anda di halaman 1dari 15

UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

PERTEMUAN KE : I4
LANDASAN SILA SILA PANCASILA DALAM FILSAFAT

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN:
Setelah mempelajari pertemuan ini mahasiswa diharapkan akan mampu
memahami dan menjelaskan tentang Landasan Sila-Sila Pancasila dalam
Filsafat

B. URAIAN MATERI
1. Pengertian Filsafat
Bila kita mengkaji Pancasila secara ilmiah, maka kedudukan dan
fungsinya memiliki pengertian yang luas baik itu sebagai dasar negara,
sebagai pandangan hidupa bangsa, sebagai ideologi bangsa dan negara,
sebagai kepribadian bangsa sehingga kita harus mampu mendeskripsikannya
secara objektif.
Bila kita melihat ke belakang, lahirnya pemikiran filsafat tidak selalu
benar, sedangkan ilmu pengetahuan selalu berkembang. Dalam mempelajari
pengetahuan ini, manusia selalu berusaha agar ilmu dan filsafat selalu saling
berhubungan sehingga akan ditemukan suatu kebenaran yang hakiki.
Tujuan manusia mempelajari filsafat yakni mencari kebenaran yang
sesungguhnya dengan cara membagi ilmu diibaratkan sebuah lukisan dan
filsafat adalah gambar alam semesta. Kebenaran dalam mempelajari ilmu
pengetahuan karena adanya pengalaman, sedangkan dalam mempelajari
filsafat kebenaran sebenarnya yang dialami. Sistematika filsafat tersususn
secara sistematis setelah ditemukan kebenaran yang sesungguhnya. Dalam
sistematika filsafat, terbagi dalam tiga cabang yakni teori pengetahuian, teori
hakikat, dan teori nilai. Untuk mencari kesempurnaan dalam menjalankan
kehidupannya, manusia selalu mengembangkan ilmu pengetahuan. Manusia
selalu befikir dan mencari cara bagaimana dia memecahkan suatu
permasalahan, dengan cara bertanya agar menemukan suatu kebenaran atas
pertanyaan yang muncul dibenaknya.
Manusia bergerak mencari ilmu untuk mencari jawaban atas
pertanyaan, karena hakikatnya yang menjadi pokok pertanyaannya adalah dia
ingin mengetahui sesuatu yang belum dia ketahui, lalu dia mencari ilmu agar
mendapatkan pengetahuan yang dapat memecahkan pertanyaan tersebut,
dan dia akan menilai pengtahuan yang didapatkannya tersebut. Walaupun
pertanyaan tersebut sederhana, namun keseluruhan dari pertanyaan tersebut
sangat mendasar, sehingga diperlukan jawaban yang diperoleh melalui
pemikiran yang keras, tersusun dan menyeluruh agar jawaban yang diperoleh

Filsafat Pancasila 1
UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

sesuai dengan kebenaran yang ditemukan dalam filsafat keilmuan yang


sesungguhnya dapat menjawab pertanyaan yang muncul.
Menurut Saefudin (1998:31) mengatakan bahwa: “Pada hakikatnya
aktifitas ilmu digerakkan oleh pertanyaan yang didasarkan pada tiga masalah
pokok yakni: Apakah yang ingin diketahui, bagaimana cara memperoleh
pengetahuan dan apakah nilai pengetahuan tersebut. Kelihatannya
pertanyaan tersebut sangat sederhana, namun mencakup permasalahan yang
sangat asasi. Maka untuk menjawabnya diperlukan sistem berpikir secara
radikal, sistematis dan universal sebagai kebenaran ilmu yang dibahas dalam
filsafat keilmuan”.
Namun demikian, dalam mempelajari ilmu kita harus menggunakan
landasan ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dalam landasan ontologi, kita
harus menelaah, bagaimana pengetahuan diperoleh melalui hakikat objek
yang dipelajari. Sedangkan dalam epistemologi kita mempelajari, bahgaimana
pengetahuan itu diperoleh, dan nilai yang kita dapatkan setelah mempelajari
manfaat dari pengetahuan kita pelajari melalui aksiologi, sehingga ketiga hal
ini saling berkaitan ketika kita mencari tentang ilmu pengetahuan. Menurut
Jujun Suriasumantri (1990:33) mengatakan bahwa: “Ontologi membahas apa
yang ingin diketahui mengenai teori tentang ada dengan perkataan lain
bagaimana hakikat obyek yang ditelaah sehingga membuahkan pengetahuan.
Epistemologi membahas tentang bagaimana proses memperoleh
pengetahuan. Dan aksiologi membahas tentang nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dengan membahas ketiga unsur
ini manusia akan mengerti apa hakikat ilmu itu. Tanpa hakikat ilmu yang
sebenarnya, maka manusia tidak akan dapat menghargai ilmu sebagaimana
mestinya”.
Pemikiran dalam mempelajari filsafat yakni mencari kebenaran secara ilmiah
tanpa memandang aliran agama tertentu sesuai dengan ilmu pengetahuan
bidang yang ingin dipelajari secara sistematis dengan menggunakan metode
yang dapat menjelaskan gejala tertentu sesuai dengan bidang ilmu yang
hendak dipelajari. Dalam buku berjudul filsafat ilmu yang ditulis oleh A
Susanto beberapa kutipan pendapat para ahli antara lain:
a) Menurut Bery mengatakan bahwa: “Filsafat Ilmu adalah penelaahan
tentang logika intern dan teori – teori ilmiah dan hubungan –
hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.
Bagi Berry, filsafat ilmu adalah ilmu yang di pakai untuk menelaah
tentang logika, teori – teori ilmiah serta upaya pelaksanaannya untuk
menghasilkan suatu metode atau teori ilmiah”.
b) Menurut May Brodbeck mengatkan bahwa: “Filsafat ilmu adalah suatu
analis netral yang secara etis dan falasafi, pelukisan dan penjelasan
mengenai landasan – landasan ilmu menurut Brodbck, ilmu itu harus
bisa menganalisis, menggali, mengkaji bahkan melukiskannya sesuatu

Filsafat Pancasila 2
UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

secara netral , etis dan filosofis sehingga ilmu itu bisa di manfaatkan
secara benar dan relevan”.
c) Menurut Lewis White “Filsafat ilmu atau philosophy of science adalah
ilmu yang mengkaji dan mengevaluasi metode – metode pemikiran
ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah
sebagai suatu keseluruhan.Lebih jauh Lewis menjelaskan Filsafat
ilmu adalah ilmu yang mempertanyakan dan menilai metode – metode
pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya
usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan. Melalui filsafat ilmu ini kita
akan mampu memahami dan menetapkan akan arti pentingnya usaha
ilmiah, sebagai suatu keseluruhan”.
d) Menurut A. Cornelius Benyamin, mengatakan bahwa: “filsafat ilmu
adalah studi sistematis mengenai sifat dan hakikat ilmu, khususnya
yang berkenaan dengan metodenya, konsepnya, kedudukannya di
dalam skhema umum disiplin intelektual. Benyamin lebih melihat sifat
dan hakikat ilmu ditinjau dari aspek metode, konsep, dan
kedudukannya dalam disiplin keilmuan”.
e) Menurut Robert Ackermann filsafat mengatakan: “ilmu adalah sebuah
tinjauan kritis tentang pendapat – pendapat ilmiah dewasa ini dengan
perbandingan terhadap pendapat – pendapat lampau yang telah
dibuktikan atau dalam rangka ukuran – ukuran yang dikembangkan
dari pendapat – pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu demikian
jelas bukan suatu cabang ilmu yang bebas dari praktik ilmiah
senyatanya”.
f) Menurut Peter Caw mengatakan bahwa: “filsafat ilmu adalah suatu
bagian filsafat yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat
umumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat
melakukan dua macam hal di satu pihak, ini membangun teori – teori
tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya landasan
bagi keyakinan dan tindakan di pihak lain, filsafat memeriksa secara
kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi
tindakan termasuk teori – teori nya sendiri dengan harapan dan
penghapusan tidak ajegan dan kesalahan. Caw yakin bahwa melalui
filsat ilmu seseoang membangun dua hal, menyajikan teori sebagai
landasan bagi keyakinan tindakan dan memeriksa secara kritis
segala sesuatu sebagai landasan bagi sebuah keyakinan atau
tindakan”.
g) Menurut Alfred Cyril Ewing mengatakan bahwa: “Filsafat ilmu
menurutnya adalah salah satu bagian filsafat yang membahas
tentang logika, di mana di dalamnya membahas tentang cara yang di
khususkan metode – metode dari ilmu – ilmu yang berlainan . Lebih
lanjut menjelaskan tanfa penguasaan filsafat ilmu, maka akan sulitlah

Filsafat Pancasila 3
UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

seseorang dalam usahanya untuk memahami tentang ilmu secara


baik dan profesional”.
h) Menurut The Liang Gie mengatakan: “Filsafat ilmu merupakan segenap
pemikiran reflektif terhadap persoalan – persoalan mengenai segala
hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan
segala segi kehidupan manusia. Bagi Gie, filsafat ilmu bukan hanya
di pahami sebagai ilmu untuk mengetahui metode dan analisis ilmu –
ilmu lain, tetapi filsafat ilmu sebagai usaha seseorang dalam
mengkaji persoalan – persoalan yang muncul melalui perenungan
yang mendalam agar dapat diketahui duduk persoalannya secara
mendasar sehingga dapat di manfaatkan dalam kehidupan manusia”.
i) Menurut Beerling, “filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri – ciri
mengenai pengetahuan ilmiah dan cara – cara untuk memperoleh
pengetahuan tersebut. Filsafat ilmu erat kaitannya dengan filsafat
pengetahuan atau epistemologi yang secara umum menyelidiki syarat
– syarat serta bentuk bentuk pengalamn manusia juga mengenai
logika dan metodologi”.
j) Menurut Jujun S, Suriasumantri mengatakan bahwa: “filsafat ilmu
merupakan suatu pengetahuan atau epistemologi yang mencoba
menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tak lagi merupakan
misteri, secara garis besar, Jujun menggolongkan pengetahuan
menjadi tiga kategori umum, yakni:
a. pengetahuan tentang yang baik dan yang buruk yang disebut
juga dengan etika
b. pengetahuan tentang indah dan jelek, yang disebut dengan
estetika atau seni
c. pengetahuan tentang yang benar dan salah, yang disebut dengan
logika.”

2. Makna filsafat dari segi etimologis.


Kata “filsafat” mempunyai padanan dengan kata “falsafah” dalam kata
Arab. Kata “falsafah” diambil dari bahasa Yunani, “philein” yang berarti “cinta”
dan “sophos” yang berarti “hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “wisdom”
(Nasution,1973). ”Pihak lain menyatakan bahwa filsafat merupakan hasil
majemuk” dari “philos” dan “sophia”. Menurut (Gazalba, 1977), “yang mana
secara semantik memiliki makna yang sama. Dengan demikian, filsafat dapat
mengandung arti mencintai hal-hal yang sifatnya bijaksana.
Manusia dalam hidupnya pasti memilih suatu pandangan hidup yang
dianggapnya paling benar, paling baik, dan membawa kesejahteraan dalam
kehidupannya; dan pilihan yang dibuatnya itulah yang disebut filsafat. Dapat

Filsafat Pancasila 4
UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

ditarik sebuah kesimpulan bahwa filsafat digunakan untuk menuntun manusia


menuju perwujudan tujuan hidup manusia yaitu kebahagiaan dalam hidup;
yang mana jika dikaitkan dengan sebuah bangsa dan negara merupakan
pandangan hidup bangsa dalam mencapai tujuan dan cita-cita kebahagiaan
negara.
Ditinjau dari lingkup pembahasannya, filsafat memiliki banyak bidang
bahasan, seperti: manusia, masyarakat, alam, pengetahuan, etika, logika,
agama, estetika, dan bidang lainnya. Seiring berkembangnya ilmu-ilmu maka
cabang filsafat yang baru juga bermunculan, seperti: filsafat sosial, filsafat
agama, filsafat politik, filsafat hukum, dan masih banyak lagi. Keseluruhan arti
filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat dikelompokkan menjadi
2 macam sebagai berikut:
1) Filsafat sebagai produk
a) Arti-arti filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep dari para filsuf
pada zaman dahulu, teori, sistem, atau pandangan tertentu, yang
merupakan hasil dari proses berfilsafat dan yang mempunyai ciri-ciri
tertentu.
b) Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia
sebagai suatu hasil dari berfilsafat. Dalam jenis pengertian ini, filsafat
memiliki ciri khusus sebagai suatu hasil, kegiatan berfilsafat dan pada
umumnya proses pemecahan masalah ini diselesaikan dengan
kegiatan berfilsafat (dalam pengertian filsafat sebagai proses yang
dinamis).
2) Filsafat sebagai suatu proses Filsafat merupakan suatu bentuk aktivitas
berfilsafat yang bersifat dinamis dalam proses memecahkan
permasalahannya sesuai dengan cara dan konteks yang berkaitan dan
dengan menggunakan suatu cara dan metodenya tersendiri.”
3. Pengertian Filsafat Pancasila.
Ruslan Abdul Gani berpendapat bahwa: “Pancasila merupakan filsafat
negara yang lahir sebagai collective ideologie (cita-cita bersama) dikarenakan
nilai Pancasila lahir dan tumbuh bersama di dalam seluruh bangsa bangsa
Indonesia; atau disebut. Dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila
merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the
founding father bangsa Indonesia, kemudian dituangkan dan disusun menjadi
sebuah sistem filsafat.”
Sedangkan menurut pendapat Notonagoro: “filsafat Pancasila memberi
pengetahuan dan pengertian ilmiah, yaitu tentang hakikat pancasila. Secara
ontologi (cabang ilmu filsafat yang berkaitan dengan hakikat hidup), kajian
Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui
hakikat dasar sila-sila pancasila. Menurut beliau, hakikat dasar antologi
pancasila adalah manusia, karena manusia ini yang merupakan subjek hukum
pokok sila-sila pancasila.”

Filsafat Pancasila 5
UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

a. Karakteristik Sistem Filsafat


Menurut Shore dam Voicb., 1974), mengatakan bahwa: “Pancasila
sebagai filsafat, Pancasila memiliki karasteristik sistem filsafatnya
tersendiri yang berbeda dengan filsafat lain, diantaranya:
a) Sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan sistem yang bulat dan
utuh (sebagai suatu totalitas). Dengan pengertian lain, apabila tidak
bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah, maka
itu bukan pancasila.
b) Setiap sila Pancasila mendasari sila-sila berikutnnya dan merupakan
perluasan dari sila-sila sebelumnya.
c) Meski setiap sila adalah saling berkaitan, setiap sila memiliki makna
dan cakupan arti/makna pembahasannya tersendiri.’’
b. Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem
Terdapat 5 sila dalam Pancasila yang pada hakikatnya merupakan suatu
sistem filsafat. Sistem merupakan suatu kesatuan dari bagian-bagian saling
berhubungan, saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu
dan bagian-bagian tersebut merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Lazimnya, sistem memiliki ciri sebagai berikut:
1) Suatu kesatuan bagian-bagian
2) Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi tersendiri
3) Saling berhubungan dan saling ketergantungan
4) Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu
(tujuan sistem)
5) Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.’’
Sehingga dari pengertian ini dapat dimengerti bahwa sila-sila dalam
Pancasila, setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas tersendiri
dengan fungsi yang tersendiri pula namun merupakan suatu kesatuan yang
sistematis.
c. Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang bersifat Organis
Terdapat 5 sila yang menyusun Pancasila, setiap sila tersebut merupakan
suatu unsur yang mutlak; sehingga Pancasila dapat dikatakan sebagai
suatu kesatuan majemuk tunggal. Konsekuensinya adalah setiap sila tidak
dapat berdiri sendiri-sendiri terlepas dari sila-sila lainnya serta di antara sila
satu dan lainnya tidak saling bertentangan. Kesatuan sila-sila Pancasila
yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filosofis bersumber
pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung dari inti, isi dari
sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia ‘monopltiralis’ yang memiliki
unsur- unsur, ‘susunan kodrat’ jasmani-rokhani, ‘sifat kodrat’ individu-
makhluk sosial, dan ‘kedudukan kodrat’ sebagai pribadi berdiri sendiri-
makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Unsur-unsur tersebut merupakan suatu

Filsafat Pancasila 6
UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

kesatuan yang bersifat organis dan harmonis. Setiap unsur memiliki fungsi
masing-masing namun saling berhubungan. Pancasila yang merupakan
penjelmaan hakikat manusia ‘monopluralis’ yang merupakan kesatuan
kesatuan organis aka sila-sila tersebut memiliki kesatuan yang bersifat
organis.
d. Susunan Kesatuan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk
Piramidal
Susunan Pancasila adalah hierarkis dan mempunyai bentuk piramidal.
Bentuk piramidal digunakan digunakan untuk menggambarkan hubungan
hierarkhi sila-sila dari Pancasila dalam urutan-urutan luas (kuantitas) dan
juga dalam hal sifatnya (kualitas). Dilihat dari intinya; urutan kelima sila
menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi sifatnya,
merupakan pengkhususan dari sila-sila yang dimukanya; sehingga setiap
sila memiliki hubungan yang mengikat satu sama lain.
Dalam susunan hierarkhis dan piramidal ini, maka Ketuhanan yang Maha
Esa menjadi basis kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan, dan
keadilan sosial. Ketuhanan yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang
berkemanusiaan, yang membangun, memelihara, dan mengembangkan
persatuan Indonesia, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial, sehingga
tiap-tiap sila didalamnya mengandung sila-sila lainnya. Rumusan Pancasila
yang bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
1) Sila pertama.
Ketuhanan yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan
yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2) Sila kedua.
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai oleh sila
Ketuhanan yang Maha Esa dan meliputi dan menjiwai sila-sila
persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3) Sila ketiga.
Persatuan Indonesia adalah diliputi dan dijiwai oleh sila Ketuhanan
yang Maha Esa dan meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang
adil dan beradab, kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4) Sila keempat.

Filsafat Pancasila 7
UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan adalah diliputi dan dijiwai oleh sila
Ketuhanan yang Maha Esa dan meliputi dan menjiwai sila-sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

5) Sila Kelima.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah diliputi dan dijiwai
oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa dan meliputi dan menjiwai sila-sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kesatuan sila-sila
Pancasila yang bersifat hierarkhis dan piramidal adalah: Tuhan ada karena
diri-Nya sendiri, Tuhan sebagai kausa prima (sebab utama), oleh karena itu
segala sesuatu yang ada termasuk manusia ada karena diciptakan Tuhan
atau manusia ada sebagai akibat adanya Tuhan (Sila 1).
Adapun manusia merupakan salah satu unsur pokok negara; karena
negara merupakan salah satu organisasi kemanusiaan, persekutuan hidup
bersama yang anggotanya adalah manusia (Sila 2). Maka negara
diakibatkan oleh manusia-manusia yang bersatu (Sila 3), maka
terbentuklah persekutuan hidup yang disebut rakyat. Rakyat adalah
totalitas individu-individu yang bersatu dalam harmonis dan merupakan
unsur pembentuk negara disamping wilayah dan pemerintah yang
berdaulat (Sila 4). Pada hakikatnya, kehidupan bernegara bertujuan untuk
memakmurkan dan menegakkan keadilan dalam kehidupan rakyatnya
bersama (Sila 5).
4. Hubungan Sila-sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Mengisi
dan Saling Mengkualifikasi
Sila-sila Pancasila sebagai kesatuan dapat diirumuskan pula dalam
hubungannya saling mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan
hierarkhis piramidal tadi. Menurut Koentjaraningrat (2004), ‘’Tiap-tiap sila
seperti telah disebutkan di atas mengandung empat sila lainnya,
dikualifikasikan oleh empat sila lainnya. Untuk memperjelas, berikut adalah
rumus umum hierarkhis Pancasila:
1) Sila pertama.
Ketuhanan yang Maha Esa adalah keTuhanan yang berkemanusiaan
yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan
yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2) Sila kedua.

Filsafat Pancasila 8
UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusian yang


berkeTuhanan yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

3) Sila ketiga.
Persatuan Indonesia adalah persatuan yang berkeTuhanan yang Maha
Esa, yang kemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan
Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan yang berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

4) Sila keempat.
Kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan adalah kerakyatan yang berkeTuhanan yang
Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berpersatuan Indonesia, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

5) Sila Kelima.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang yang
berke-Tuhan-an Yang Maha Esa, yang kemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berpersatuan Indonesia, dan berkerakyatan yang dipimpin
oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.’’

5. Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat


1. Dasar Antropologis
Secara Ontologis, sifat-sifat pada hakikatnya merupakan manusia yang
memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga
disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pendukung pokok sila-sila
Pancasila adalah manusia, hal ini dapat di jelaskan bahwa yang
Berketuhanan yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarata/ perwakilan serta yang
berkeadilan social pada hakikatnya adalah manusia.Sehingga tepatlah jika
dalam filsafat Pancasila bahwa hakikat dasar antropologis sila- sila
Pancasila adalah manusia.
2. Dasar Epistemologis
Sifat-sifat Epistemologi dalam Pancasila merupakan cabang ilmu filsafat
dalam hal dasar-dasar dan batas-batas pengetahuan. Pancasila sebagai
suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat pancasila

Filsafat Pancasila 9
UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Menurut (Soeryanto, 1991 : 50), mengatakan bahwa: ‘’Sebagai suatu


ideologi, maka Pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik
loyalitas dari pendukungnya, yaitu:
1. Logos (rasionalitas atau penalarannya)
2. Pathos (penghayatannya)
3. Ethos (kesusilaannya).’’
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat, haruslah memiliki unsur rasional
terutama dalam kedudukannya sebagai sistem pengetahuan. Dasar
epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan
dasar ontologisnya. Oleh karena itu dasar epistemologis Pancasila tidak
dapat dipisahkan degan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Kalau
manusia merupakan basis ontologis dari pancasila, maka dengan demikian
mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologi, yaitu bangunan
epistemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia. Menurut
(Pranarka 1996 : 32), mengatakan bahwa: ‘’Terdapat tiga persoalan yang
mendasar dalam epistemologi yaitu :
1. Tentang sumber pengetahuan manusia
2. Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia
3. Tentang watak pengetahuan manusia.”
Sedangkan menurut Titus, (1984:20), mengatakan bahwa: “Pancasila
sebagai suatu objek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah
sumber pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila.
Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana dipahami bersama
bahwa sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada
bangsa Indonesia sendiri, bukan berasal dari bangsa lain, dengan kata lain
perkataan bahwa bangsa Indonesia adalah sebagai kausa materials
Pancasila.’’ Oleh karena itu sebagai suatu sistem pengetahuan maka
Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti
susunan sila-sila pancasila maupun isi arti sila-sila pancasila. Susunan
kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hierarkis dan berbentuk
pyramidal, dimana sila pertama pancasila mendasari dan menjiwai
keempat sila lainnya sera sila kedua didasari sila pertama serta mendasari
dan menjiwai sila-sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga didasari dan
dijiwai sila pertama dan kedua serta mendasari dan menjiwai sila-sila
keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua
dan ketiga serta mendasari dan menjiwai sila kelima, adapun sila kelima
didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, etiga, dan keempat. Menurut Yudi
Latif (2011), ‘’Demikianlah maka susunan sila-sila Pancasila memiliki
sistem logis baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya.

Filsafat Pancasila 10
UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila


pancasila. Susunan isi arti pancasila meliputi tiga hal, yaitu:
1) Isi arti Pancasila yang umum universal, yaitu hakikat sila-sila pancasila.
Isi arti sila-sila pancasila yang umum universal ini merupakan intisari
atau esensi pancasila shingga merupakan pangkal tolak derivasi baik
dalam pelaksanaan pada bidang-bidang kenegaraan dan tertib hukum
Indonesia serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang
kehidupan kongkrit.
2) Isi arti Pancasila yang kolektif, yaitu isi arti pancasila sebagai pedoman
kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum
Indonesia.
3) Isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan kongkrit, yaitu isi arti
Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai kehidupan sehingga
memiliki sifat yang khusus kongkrit serta dinamis.”

Menurut Notonagoro, 1975 : 36, 40), mengatakan bahwa: “Pancasila


yaitu hakikat manusia monopluralis merupakan dasar pijak epistemologi
Pancasila. Menurut Pancasila bahwa hakikat manusia adalah monopluralis
yaitu hakikat manusia yang memiliki unsur-unsur pokok yaitu susunan
kodrat yang terdiri atas raga (jasmani) dan jiwa (rokhani).’’
Susunan dan tingkatan hakikat raga manusia adalah unsur- unsur: fisis
anorganis, vegetatif, animal. Adapun unsur jiwa (rokhani) manusia terdiri
atas unsur-unsur potensi jiwa manusia yaitu: akal, yaitu suatu potensi
unsur kejiwaan manusia dalam mendapatkan kebenaran pengetahuan
manusia. Menurut Notonagoro, ‘’dalam skema potensi rokhaniah manusia
terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan akal manusia merupakan
sumber daya cipta manusia dan dalam kaitannya dengan upaya untuk
memperoleh pengetahuan yang benar terdapat tingkat-tingkat pemikiran
sebagai: memori, reseptif, kritis, dan kreatif. Adapun potensi atau daya
untuk meresapkan pengetahuan atau dengan lain perkataan transformasi
pengetahuan terdapat tingkatan sebagai berikut: demonstrasi, imajinasi,
asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham.”
Selanjutnya menurut Frans Magnis Suseno, “Dari tingkatan tersebut
diatas, maka Pancasila mengakui kebenaran rasio yang bersumber pada
akal manusia. Selain itu manusia juga memiliki indera yang dalam proses
reseptif indera digunakan untuk mendapatkan kebenaran pengetahuan
yang bersifat empiris. Maka Pancasila juga mengakui kebenaran empiris
terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan positif.’’ Potensi dalam diri
manusia untuk mendapatkan kebenaran terutama dalam kaitannya dengan
pengetahuan merupakan bukti pendukung bahwa Pancasila juga mengakui
kebenaran pengetahuan manusia yang berdasarkan pada intuisi.
Manusia pada hakikatnya kedudukan kodratnya adalah sebagai
makhluk Tuhan yang Maha Esa; maka sesuai dengan sila pertama

Filsafat Pancasila 11
UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Pancasila, epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang


bersifat mutlak hal ini sebagai tingkatan kebenaran yang tertinggi.
Kebenaran dalam pengetahuan manusia adalah merupakan suatu sintesa
yang harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa
dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tertinggi yaitu
kebenaran mutlak. Selain itu dalam sila ketiga yaitu persatuan Indonesia,
sila keempat kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia dalam sila kelima, maka epistemologi Pancasila juga mengakui
kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat
kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial. Sebagai suatu paham
epistemologi maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa
ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus
diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas relegius
dalam upaya mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak
dalam kehidupan manusia.
6. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Nilai nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem
filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya, sehingga nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila yang pada hakikatnya juga merupakan
suatu kesatuan teori nilai, sebagaimana dijelaskan Max Scheler mengatakan
bahwa: ‘’nilai-nilai yang ada, tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai-
nilai itu secara senyatanya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah
dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Menurut tinggi rendahnya nilai dapat
dikelompokkan menjadi empat tingkatan sebagai berikut:
1. Nilai-nilai kenikmatan
2. Nilai-nilai kehidupan
3. Nilai-nilai kejiwaan
4. Nilai-nilai kerokhanian”
Sedangkan menurut Walter G. Everet,: “nilai-nilai manusiawi digolongkan ke
dalam delapan kelompok, yaitu :
1. Nilai-nilai ekonomis
2. Nilai-nilai kejasmanian
3. Nilai-nilai hiburan
4. Nilai-nilai sosial
5. Nilai-nilai watak
6. Nilai-nilai estetis
7. Nilai-nilai intelektual

Filsafat Pancasila 12
UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

8. Nilai-nilai keagamaan.’’
Bila kita memhami isi arti sila-sila Pancasila pada hakikatnya dapat
dibedakan atas hakikat Pancasila yang umum universal yang merupakan
subtansi sila-sila pancasila, sebagai pedoman penyelenggaraan dan
pelaksanaan negara yaitu sebagai dasar negara yang bersifat umum kolektif
serta realisasi pengalaman pancasila yang bersifat umum dan konkrit.
Subtansi Pancasila dengan kelima silanya yang terdapat pada ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan merupakan suatu sistem
nilai. Prinsip dasar mengandung cita-cita bangsa Indonesia yang akan
diwujudkan menjadi kenyataan yang konkrit dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara. Prinsip-prinsip dasar itu telah menjelma dalam tertib sosial,
tertib masyarakat dan tertib kehidupan bangsa Indonesia yang dapat
ditemukan dalam adat istiadat bangsa indonesia dan keagamaannya.
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila satu sampai dengan lima
merupakan cita-cita harapan dan dambaan bangsa Indonesia yang akan
diwujudkan dalam kehidupan masyarakat gemah ripah loh jinawi, tata tentrem
karta raharja. Bangsa Indonesia dalam hal ini sebagai pendukung,
menghargai, mengakui, dan menerima pancasila sebagai dasar-dasar nilai.
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu mempunyai tingkatan hal
kuantitas maupun kualitas, namun nilai-nilai itu merupakan satu kesatuan
saling berhubungan serta saling melengkapi. Sila-sila pancasila itu pada
hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang bulat dan utuh atau merupakan
suatu kesatuan organik bertingkat dan berbentuk piramidal. Nila-nilai itu
berhubungan secara erat dan nilai-nilai yang satu tidak dapat dipisahkan dari
yang lainnya, sehingga nilai-nilai itu masing-masing merupakan integral dari
suatu sistem nilai sikap , tingkah laku bangsa Indonesia. Dalam pengertian
yang demikin ini pada hakikatnya pancasila merupakan suatu sistem nilai
dalam artian bahwa bagian-bagian atau sila-silanya saling berhubungan
secara erat dan membentuk struktur yang menyeluruh.
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila termasuk nilai-nilai
kerokhaniasn yang tertinggi karena sifatnya yang mutlak. Berikutnya sila
kemanusiaan, adalah sebagai pengkhususnya karena manusia adalah
makhluk Tuhan. Ketiga sila lainnya yaitu sila persatuan, sila kerakyatan dan
sila keadilan bersifat kenegaraan karena berhubungan dengan itu. Suatu hal
yang perlu diperhatikan yaitu meskipun nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila berbeda-beda dan tingkatan yang berbeda-beda pula namun
keseluruhan nilai tersebut merupakan suatu kesatuan dan tidak bertentangan.
Namun perbedaan ini tidak dijadikan sebagai senjata untuk memecah belah
bangsa Indonesia

Filsafat Pancasila 13
UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

C. LATIHAN SOAL
1. Menjelaskan Pancasila sebagai suatu filsafat
2. Menjelaskan kesatuan sila-sila Pancasila sebagai sistem filsafat
3.Menjelaskan Pancasila sebagai nilai dasar fundamental NKRI
4. Menjelaskan intisari tiap sila dalam Pancasila
5.Bagaimana cara anda memahami sepenuhnya Pancasila sebagai sistem
filsafat bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia

D. DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. 1996. Filsafat Pancasila. Yogyakarta : Penerbit Paradigma.

Kaelan. 1999. Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta :


Penerbit Paradigma.

Krisantono (editor). 1976. Pandangan Presiden Soeharto tentang Pancasila.


Jakarta:CSIS
Koentjaraningrat. 2004. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kurdi, Dipoyudo. 1984. Pancasila : Arti dan Pelaksanaannya , Cetakan


Kedua. Jakarta : CSIS
Latif, Yudi. 2011. Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas
Pancasila. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.” ____________2013.
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat
Jenderal MPR Republik Indonesia

Magnis, Frans von. 1979. Etika Umum. Yogyakarta : Yayasan Kanisius.

Notonagoro, Prof., Drs., S.H. 1976. Beberapa Hal Mengenai Falsafah


Pancasila.

Notonagoro. 1974. “Pancasila Dasar Falsafah Negara.” Jakarta : Penerbit


Bina Aksara.

Nugroho, Notosusanto. 1976. Naskah Proklamasi yang Otentik dan


Rumusan Pancasila yang Otentik. Jakarta : Departemen Hankam Pusat
Sejarah ABRI.

Filsafat Pancasila 14
UNIVERSITAS PAMULANG PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Filsafat Pancasila 15

Anda mungkin juga menyukai