Anda di halaman 1dari 2

TUGAS : PENDIDIKAN PANCASILA

1. PENGERTIAN DIMENSI ONTOLOGI


Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat suatu yang ada.
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ta Onta berarti : "Yang ada", dan Logos
berarti Ilmu pengetahuan atau ajaran. Dengan demikian ontologi berarti ilmu pengetahuan
atau tentang ajaran yang berada. Jadi hakikat ada ialah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan
kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah. Dalam
pengertian lain Ontologi juga ialah penyelidikan hakikat ada (esensi) dan keberadaan
(eksistensi) segala sesuatu: alam semesta, fisik, psikis, spiritual, metafisik, termasuk
kehidupan sesudah mati, dan Tuhan.
•>Bukti bahwa Pancasila telah memuat Dimensi Ontologi
Secara ontologis, Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui
hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila terdiri atas lima sila memiliki satu kesatuan
dasar ontologis maksudnya setiap sila bukan merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri.
Manusia merupakan pendukung pokok dari sila-sila Pancasila. Maksudnya pada hakikatnya
manusia memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis sebagai dasar
ontologis Pancasila.

2. PENGERTIAN DIMENSI EPISTEMOLOGIS


Epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme, artinya "pengetahuan", dan logos,
artinya "diskursus" adalah cabang dari filsafat yang berkaitan dengan teori pengetahuan.
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan
validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat
terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi adalah ilmu
tentang ilmu atau teori terjadinya ilmu atau science of science. tiga persoalan yang mendasar
dalam epistemologi, yaitu:
a. Tentang sumber pengetahuan manusia;
b. Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;
c. Tentang watak pengetahuan manusia
•> Bukti bahwa Pancasila telah memuat Dimensi Epistemologis
Dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang
hakikat manusia. Pancasila sebagai suatu obyek pengetahuan pada hakikatnya meliputi
masalah sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila. Tentang sumber
pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami bersama adalah nilai-nilai yang ada pada
bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai tersebut merupakan kausa materialis Pancasila.

Ambillah contoh sila kedua: ”Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Para petinggi Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tentu hafal betul bunyi sila tersebut. Tapi, bagaimana
sepatutnya kita memahami sila kedua itu? Apa arti kata ”kemanusiaan”, ”adil” dan juga kata
”beradab” dalam sila tersebut? Mengapa rumusannya bukan: ”Kemanusiaan yang
berbudaya”, atau ”Kemanusiaan yang berbudi luhur”, atau ”Kemanusiaan yang berkarakter”?
Mengapa?

Jika dicermati, rumusan sila kedua Pancasila itu menunjukkan kuatnya pengaruh ’Pandangan
alam Islam” (Islamic worldview). Makna sila kedua itu sangat berbeda dengan rumusan yang
diajukan oleh Bung Karno pada 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPK. Ketika itu, Bung Karno
mengusulkan “lima sila” untuk Indonesia Merdeka, yaitu: (1) Kebangsaan Indonesia (2)
Internasionalisme atau Perikemanusiaan (3) Mufakat atau Demokrasi (4) Kesejahteraan
Sosial (5) Ketuhanan.

Jadi, berdasarkan sila kedua Pancasila yang resmi berlaku, maka konsep kemanusiaan yang
seharusnya dikembangkan di Indonesia adalah kemanusiaan yang adil dan beradab; bukan
kemanusiaan yang zalim dan biadab. Pertanyaannya kemudian, pandangan alam manakah
yang bisa menjelaskan makna ”adil” dan ”adab” secara tepat?

Jawabnya, tentu ”Pandangan-alam Islam”. Sebab, kedua istilah itu – adil dan adab –
merupakan istilah yang berasal dari kosa kata dasar Islam (Islamic basic vocabularies).
Cobalah simak dan cermati, apakah ada padanan kata yang tepat untuk istilah ”adil” dan
”adab” dalam bahasa-bahasa yang ada di wilayah Nusantara? Hingga kini! Apakah bahasa
Jawanya kata ”adil”? Apakah bahasa Sundanya kata ”adab”? Bagaimana kita harus
menerjemahkan sila ”Kemanusiaan yang adil dan beradab” ke dalam bahasa Jawa?

Bisa disimpulkan, kedua istilah dan konsep itu – yakni ”adil” dan ”adab” – mulanya memang
hanya ditemukan dalam konsep Islam, dan karena itu penelusuran makna hakikinya tentu
ditemukan dalam pandangan alam (worldview) Islam. Minimal, tidaklah salah, jika orang
Muslim Indonesia menafsirkan kedua istilah itu secara Islami. Rumusan sila kedua Pancasila
itu menunjukkan, bahwa Pancasila sejatinya bukan sebuah konsep sekular atau konsep netral
agama, sebagaimana sering dipaksakan penafsirannya selama beberapa dekade ini.

Masuknya kata ”adil” dan ”adab” dalam rumusan Pancasila, sebenarnya merupakan indikasi
yang lebih jelas tentang cukup kuatnya pengaruh pandangan-alam Islam pada rumusan
Pembukaan UUD 1945, yang memuat rumusan Pancasila.

3. PENGERTIAN DIMENSI AKSIOLOGIS


Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai, manfaat, dan logos
yang artinya pikiran, ilmu atau teori. Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang
diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai,
dan kedudukan metafisika suatu nilai.
•> Bukti bahwa Pancasila telah memuat Dimensi Aksiologis
Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis,
yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu
kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai
Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai