Anda di halaman 1dari 16

A.

Menetapkan Tujuan Belajar


1. Definisi Nursing Delivery model (Asuhan keperawatan profesional)
 Menurut Tappen (1995) dalam buku Nursing Administration Hanbook
menyatakan bahwa model keperawatan adalah model yang memungkinkan
perawat professional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk
lingkungan untuk menopang pemberian asuhan keperawatan kepada pasien.
 Menurut Hoffart & Woods (1996) menyatakan bahwa model praktik
keperawatan adalah suatu sistem dimana dapat memungkinkan perawat
professional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk di
lingkungan.
 Dalam buku Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional Edisi 4, Nursalam (2014: 165) menyatakan bahwa model asuhan
keperawatan adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur,
yakni: standar, proses keperawatan, dan pendidikan keperawatan.
 Menurut Setiadi, (2020: 1) menyatakan bahwa model praktik keperawatan
adalah suatu usaha untuk memberikan pelayanan yang berkualitas yang
memungkinkan perawat professional mengatur pemberian asuhan
keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan
tersebut. Dengan model praktik keperawatan perawat dapat memahami tugas
dan tanggung jawabnya terhadap pasien sejak masuk hingga keluar rumah
sakit.

2. Jenis model/metode
a) Metode kasus/case method
(Metode Kasus) Metode kasus kadang-kadang disebut juga sebagai
perawatan pasien total. Dalam metode ini perawat bertanggung jawab penuh
terhadap perawatan pasien selama shift bekerja. Jumlah pasien yang
ditugaskan bisa lebih darisatu. Metode ini sering dipraktekkan dalam
pengaturan perawatan intensif ataudalam pengaturan perawatan kesehatan di
rumah.
b) Metode fungsional
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan
asuhan
keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat
itu,
karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap
perawat
hanya melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di
bangsal (dalam Nur Hidayah, Jurnal Kesehatan, 2014: 412).

c) Metode Keperawatan tim


Merupakan pemberian metode asuhan keperawatan dimana seorang
perawat professional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam
asuhan keperawatan tersebut (dalam Nur Hidayah, Jurnal Kesehatan, 2014:
413). Menurut Marquis & Huston, 2000 dalam Setiadi (2020: 3) pada model
tim, perawat bekerja sama memberikan asuhan keperawatan untuk
sekelompok pasien di bawah arahan/pimpinan seorang perawat professional.
Metode ini dipimpin oleh perawat yang berijazah dan berpengalaman kerja
serta memiliki pengetahuan dibidangnya (Regestered Nurse). Pembagian
tugas dilakukan oleh pimpinan kelompok/ketua group dan ketua group
bertanggung jawab dalam mengarahkan anggota group/anggota timnya
(dalam Setiadi, 2020: 3). Tujuan metode keperawatan tim untuk memberikan
keperawatan yang berpusat kepada klien. Kemudian ketua tim akan
memberikan pengawasan yang bertujuan untuk mengidentifikasi tujuan
auhan keperawatan kebutuhan anggota tim.
Menurut Tappen, 1995 dalam Setiadi, (2020: 4) menyatakan bahwa ada
beberapa elemen penting yang harus diperhatikan:
 Pemimpin tim diberi otoritas untuk membuat penugasan bagi anggota
tim dan mengarahkan pekerjaan timnya.
 Pemimpin diharapkan menggunakan gaya kepemimpinan demokratik
atau partisipatif dalam berinteraksi dengan anggota tim.
 Tim bertanggung jawab terhadap perawatan total yang diberikan kepada
kelompok pasien.
Menurut Nursalam (2014: 172) konsep metode tim yaitu:
 Ketua tim sebagai perawat profesional harus memiliki teknik kepemimpi
nan telebih dahulu.
 Sangat diperlukannya komunikasi karena bekerja secara tim.
 Apabila dipimpin oleh ketua tim, anggota tim harus menghargai ketua
tim.
d) Metode Keperawatan primer
Menurut Gillies (1989) perawat yang menggunakan metode
keperawatan primer dalam pemberian asuhan keperawatan disebut perawat
primer (primary nurse). Pada metode keperawatan primer terdapat
kontinutas keperawatan dan bersifat komprehensif serta dapat
dipertanggungjawabkan (dalam Nur Hidayah, Jurnal Kesehatan, 2014: 412).
Model penugasan primary nursing dikenal juga dengan nama Relatio
nshipBased Care (RBC), model ini merupakan model penugasan keperawata
n yang di rancang sebagai model transisi dari model task-focused menjadi rel
ationshipbased (Hedges, Nicholes, & Filateo, 2012).
Model penugasan primary nursing pertama kali dikembangkan di Am
erika Serikat oleh Marie Manthey pada akhir 1960an, sebagai solusi kurangn
ya akuntabilitas yang melekat pada model keperawatan tim (Korhonen & Ka
ngasniemi, 2013).
Model penugasan primary nursing adalah sebuah model penugasan k
eperawatan dimana 1 (satu) perawat bertanggungjawab memberikan perawat
an pada 1 (satu) pasien selama pasien dirawat di rumah sakit sehingga memu
ngkinkan perawat memberikan perawatan aktual (Wessel & Manthey, 2015).
(Mattila, et al. 2012) menyatakan bahwa model ini dianggap sebagai
cara ideal untuk mengatur asuhan keperawatan karena didasarkan pada pend
ekatan yang berpusat pada pasien dan mendukung profesionalisme, otonomi,
deskripsi pekerjaan yang luas dan pengambilan keputusan mdaniri perawat s
ehingga memudahkan pengaturan dan pemberian perawatan kepada pasien d
an keluarga.
Karakteristik modalitas keperawatan primer adalah :
 Perawat primer mempunyai tanggung jawab untuk asuhan keperawatan p
asien selama 24 jam sehari, dari penerimaan sampai pemulangan.
 Perawat primer melakukan pengkajian kebutuhan asuhan keperawatan,
kolaborasi dengan pasien dan tenaga kesehatan lain, dan menyusun
rencana perawatan.
 Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan didelegasikan oleh perawat
primer kepada perawat sekunder selama shift lain.
 Perawat primer berkonsultasi dengan perawat kepala (dalam Setiadi,
2020: 8).

e) Modifkasi: MAKP Tim-Primer


Yaitu penggabungan antara metode tim dan primer yang keduanya
dikolaborasikan karna keduanya saling melengkapi (dalam Nursalam, 2014:
177). Metode ini juga disebut dengan metode modular yaitu metode
gabungan antara metode penugasan tim dengan metode primer. Metode ini
menugaskan sekelompok perawat merawat pasien dari datang sampai pulang
(dalam Fitriani, dkk., 2014: 14).
Menurut Sudarsono, 2000 dalam Setiadi (2020: 11-12), MAKP modifikasi
dikembangkan beberapa jenis tingkatan MPKP, yaitu:
1) Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula
Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat
pemula. Pada model ini terdapat 3 komponen utama yaitu: ketenagaan
keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi
asuhan keperawatan.
2) Model Praktek Keperawatan Profesional I
Pada model ini sudah menggunakan kombinasi metode keperawatan
primer dan metode tim disebut tim primer.
3) Model Praktek Keperawatan Profesional II
Model ini sudah ada perawat spesialis. Jumlah perawat spesialis
direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer (1:10).
4) Model Praktek Keperawatan Professional III
Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan doktor
dalam keperawatan klinik yang berfungsi untuk melakukan riset dan
membimbing para perawat melakukan riset serta memanfaatkan hasil-
hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.

3. Kelebihan dan kekurangan / hambatan model


KAJIAN PENERAPAN MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL (MPKP) DALAM
PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT Arum Pratiwi dan Abi Muhlisin
Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UMS

a) Metode Fungsional
Menurut Nursalam (2014: 171) kelebihan dari metode fungsional yaitu:
o Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jel
as dan pengawasan yang baik.
o Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.
o Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan pe
rawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum berpengal
aman.
Menurut Nursalam (2014: 171) kelemahan metode fungsional sebagai
berikut:
o Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat.
o Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses ke
perawatan.
o Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan ketera
mpilan saja.

b) Metode Tim
Kelebihan:
o Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
o Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
o Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah diatasi
dan memberi kepuasan kepada anggota tim (dalam Nursalam, 2014:
172).
o Saling memberi pengalaman antar sesama tim.
o Terciptanya kaderisasi kepemimpinan.
o Tercipta kerja sama yang baik.
o Memungkinkan menyatukan anggota tim yang berbeda-beda dengan ama
n dan efektif (dalam Fitriani, 2014: 9).
Kelemahan:
o Ketua tim menghabiskan banyak waktu untuk koordinasi dan supervisi
anggota tim dan harus mempunyai keterampilan yang tinggi baik sebagai
perawat pemimpin maupun perawat klinik.
o Rapat tim memerlukan waktu sehingga ketika sibuk rapat tim ditiadakan,
sehingga komunikasi antar angota tim terganggu.
o Perawat yang belum trampil, belum berpengalaman selalu tergantung
kepada perawat yang mampu
o Tim lain tidak mengetahui kondisi pasien yang bukan menjadi tanggung
jawabnya (dalam Fitriani, 2014: 10).

c) Metode Primer
Kelebihan:
o Bersifat kontinuitas dan komprehensif.
o Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, da
n memungkinkan pengembangan diri.
o Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit
(Gillies, 1989). Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa diman
usiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu, asuhan yang d
iberikan bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pe
ngobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Dokter juga mera
sakan kepuasan dengan model primer karena senantiasa mendapatkan inf
ormasi tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif
(dalam Nursalam, 2014: 175).
o Waktu yang digunakan lebih sedikit dalam aktivitas koordinasi dan
supervisi dan lebih banyak waktu untuk aktivitas langsung kepada klien.
o Asuhan keperawatan berfokus pada kebutuhan klien.
o Meningkatnya hubungan antara perawat dan klien.
o Metode ini mendukung pelayanan profesional.
o Rumah sakit tidak harus mempekerjakan terlalu banyak tenaga
keperawatan tetapi harus berkualitas tinggi (dalam Setiadi, 2020: 9).
Kelemahan:
o Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, selfdirection,
kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan
klinis, penuh pertimbangan, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai
disiplin ilmu (dalam Nursalam, 2014: 176).
o Perlu tenaga cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang
sama.
o Biaya yang relative tinggi dibanding metode penugasan lain (dalam
Setiadi, 2020: 9).

d) Metode Kasus
Kelebihan:
o Perawat lebih memahami kasus per kasus.
o Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah (dalam Nursalam,
2014: 177).
Kekurangan:
o Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab.
o Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang
sama (dalam Nursalam, 2014: 177).
o Kemampuan tenaga perawat pelaksana dan siswa perawat yang terbatas s
ehingga tidak mampu memberikan asuhan secara menyeluruh.
o Beban kerja tinggi terutama jika jumlah pasien banyak sehingga tugas rut
in yang sederhana terlewatkan (dalam Fitriani, 2014: 11).

e) Metode Modifikasi
Keuntungan:
o Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
o Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
o Komunikasi antar tim terjaga, sehingga konflik mudah diatasi.
o Saling memberi pengalaman antar sesama tim.
o Bersifat kontunuitas dan komprehensif.
o Mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan memungkinka
n pengembangan diri.
o Mendorong kemandirian perawat.
o Meningkatnya hubungan pasien dan perawat (dalam Fitriani, dkk., 2014:
16).
Kelemahan:
o Tim lain tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan menjadi tanggun
g jawabnya.
o Rapat tim memerlukan waktu sehingga ketika sibuk rapat tim ditiadakan
atau terburu-buru yang mengakibatkan komunikasi dan koordinasi antar
anggota tim terganggu sehingga kelancaran tugas terhambat.
o Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantun
g kepada perawat yang mampu atau ketua tim.
o Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional
Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain (dalam Fitriani, dkk., 2014: 16).

4. Struktur danTugas masing-masing model pada anggota tim


a) Metode Fungsional
Kepala ruangan terlebih dahulu mengidentifikasi tingkat kesulitan tin
dakan, selanjutnya ditetapkan perawat yang akan bertanggung jawab menger
jakan tindakan yang rencanakan. Perawat ditugaskan untuk melakukan tugas
tertentu untuk dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di suatu ruan
gan. Model ini digambarkan sebagai keperawatan yang berorientasi pada tug
as dimana fungsi keperawatan tertentu ditugaskan pada setiap anggota staff.
Setiap staff perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan pada
semua pasien di bangsal. Misalnya seorang perawat bertanggung jawab untu
k pemberian obat-obatan, seorang yang lain untuk tindakan perawatan luka, s
eorang lagi mengatur pemberian intravena, seorang lagi ditugaskan pada pe
nerimaan dan pemulangan, yang lain memberi bantuan mandi dan tidak ada
perawat yang bertanggung jawab penuh untuk perawatan seorang pasien
(dalam Setiadi, 2020: 2).

b) Metode Tim

Perawat yang berperan sebagai ketua tim bertanggung jawab untuk m


engetahui kondisi dan kebutuhan semua pasien yang ada di dalam timnya da
n merencanakan perawatan klien. Tugas ketua tim yaitu, mengkaji anggota ti
m, memberi arahan perawatan untuk klien, melakukan pendidikan kesehatan,
mengkoordinasikan aktivitas klien (dalam Setiadi, 2020: 4). Menurut Setiadi
(2020: 3) pembagian tugas dalam kelompok dilakukan oleh ketua group
yang bertanggung jawab dalam mengarahkan anggota group/tim. Selain itu k
etua group bertugas memberi pengarahan dan menerima laporan kemajuan p
elayanan keperawatan klien serta membantu anggota tim dalam menyelesai
kan tugas apabila menjalani kesulitan. Selanjutnya ketua tim melaporkan pad
a kepala ruang tentang kemajuan pelayanan/asuhan keperawatan terhadap kli
en. Setiap tim terdapat sekitar 6-7 perawat profesional dan perawat associate
yang disupervisi oleh ketua tim. (dalam Fitriani, dkk., 2014: 8).
Tanggung jawab kepala ruang:
o Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan standar a
suhan keperawatan.
o Mengorganisir pembagian tim dan pasien.
o Memberi kesempatan pada ketua tim untuk mengembangkan kepemi
mpinan.
o Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang metode/mo
del tim dalam pemberian asuhan keperawatan.
o Memberi pengarahan kepada seluruh kegiatan yang ada di ruanganny
a.
o Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang ada di ruang
annya.
o Memfasilitasi kolaborasi tim dengan anggota tim kesehatan yang lain
nya.
o Memotivasi staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keper
awatan.
o Menciptakan komunikasi yang terbuka dengan semua staf (dalam
Setiadi, 2020: 5).
Menurut Nursalam (2014: 172) tanggung jawab ketua tim yaitu:
o Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangan yang
diberi oleh kepala ruang.
o Membuat penugasan, supervisi (memberi pengarahan pada perawat
pelaksana tentang pelaksanaan asuhan keperawatan), dan evaluasi.
o Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebut
uhan pasien.
o Mengembangkan kemampuan anggota.
o Menyelenggarakan konferensi.
Menurut Nursalam (2014: 172) tanggung jawab anggota tim yaitu:
o Memberikan asuhan keperawatan pada pasien.
o Kerja sama dengan anggota tim dan antar tim.
o Memberikan laporan.

c) Metode Primer

Perawat primer bertanggung jawab untuk membangun komunikasi ya


ng jelas diantara pasien, dokter, perawat asosiet/perawat pelaksana, dan angg
ota tim kesehatan lain. Walaupun perawat primer membuat rencana keperaw
atan, umpan balik dari orang lain diperlukan untuk pengkoordinasian asuhan
keperawatan klien.
Menurut Nursalam (2014: 176) peran kepala ruang dalam metode primer
yaitu:
o Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer
o Orientasi dan merencanakan karyawan baru
o Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat asiste
n
o Evaluasi kerja
o Merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf
o Membuat 1–2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan ya
ng terjadi.
Menurut Nursalam (2014: 176) tugas perawat primer yaitu:
o Mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif.
o Membuat tujuan dan rencana keperawatan
o Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas.
o Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan
oleh disiplin lain maupun perawat lain
o Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai.
o Menerima dan menyesuaikan rencana.
o Menyiapkan penyuluhan untuk pulang.
Menurut Nursalam (2014: 176) ketenagaan metode primer yaitu:
o Setiap perawat primer adalah perawat bed side atau selalu berada dek
at dengan pasien.
o Beban kasus pasien 4–6 orang untuk satu perawat primer.
o Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal.
o Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun nonpro
fesional sebagai perawat asisten.

d) Metode Kasus

Kepala ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas dan men


erima semua laporan tentang pelayanan keperawatan klien. Metode kasus me
rupakan metode yang berdasarkan pendekatan holistik dari filosofi keperawa
tan. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan observasi pada pasien t
ertentu (dalam Fitriani, 2014: 10). Menurut Nursalam (2014: 177) setiap per
awat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas. Pasi
en akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shif, dan tidak ada j
aminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutn
ya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat/rasio
1:1, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat/pribadi dalam
memberikan asuhan keperawatan khusus seperti kasus isolasi dan perawatan
intensif (intensive care).

e) Metode Modifikasi

Model MAKP Tim dan Primer digunakan secara kombinasi dari kedu
a sistem. Menurut Sitorus, 2002 dalam Nursalam (2014:177) penetapan siste
m model MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan yaitu:
o Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat prime
r harus mempunyai latar belakang pendidikan S-1 Keperawatan atau seta
ra.
o Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab a
suhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
o Melalui kombinasi kedua model tesebut diharapkan komunitas asuhan ke
perawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer, k
arena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan D-3,
bimbingan tentang asuhan keperawatan diberikan oleh perawat primer/ke
tua tim.

5. Ebn aplikasi model dan metode


HUBUNGAN PENERAPAN METODE TIM DENGAN RENCANA ASUHAN

KEPERAWATAN PASIEN DIRUANG RAWAT INAP

Sari Madonni1, Erwin2 , Rismadefi Woferst3

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara penerapan

metode tim dengan rencana asuhan keperawatan pasien diruang rawat inap. Hal

ini dapat dipengaruhi oleh bagaimana seorang ketua tim dapat menjalankan tugas dan

perannya. Penerapan metode tim yang baik memiliki rencana asuhan keperawatan yang

kurang lengkap sebanyak 5 rekam medik (16,1%), sedangkan penerapan metode tim

yang kurang memiliki rencana asuhan keperawatan yang kurang lengkap lebih banyak
yaitu 11 rekam medik (35,5%). Disimpulkan ada hubungan yang signifikan penerapan
metode tim dengan rencana asuhan keperawatan pasien di ruang rawat inap.

Anda mungkin juga menyukai