2. Jenis model/metode
a) Metode kasus/case method
(Metode Kasus) Metode kasus kadang-kadang disebut juga sebagai
perawatan pasien total. Dalam metode ini perawat bertanggung jawab penuh
terhadap perawatan pasien selama shift bekerja. Jumlah pasien yang
ditugaskan bisa lebih darisatu. Metode ini sering dipraktekkan dalam
pengaturan perawatan intensif ataudalam pengaturan perawatan kesehatan di
rumah.
b) Metode fungsional
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan
asuhan
keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat
itu,
karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap
perawat
hanya melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di
bangsal (dalam Nur Hidayah, Jurnal Kesehatan, 2014: 412).
a) Metode Fungsional
Menurut Nursalam (2014: 171) kelebihan dari metode fungsional yaitu:
o Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jel
as dan pengawasan yang baik.
o Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.
o Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan pe
rawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum berpengal
aman.
Menurut Nursalam (2014: 171) kelemahan metode fungsional sebagai
berikut:
o Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat.
o Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses ke
perawatan.
o Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan ketera
mpilan saja.
b) Metode Tim
Kelebihan:
o Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
o Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
o Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah diatasi
dan memberi kepuasan kepada anggota tim (dalam Nursalam, 2014:
172).
o Saling memberi pengalaman antar sesama tim.
o Terciptanya kaderisasi kepemimpinan.
o Tercipta kerja sama yang baik.
o Memungkinkan menyatukan anggota tim yang berbeda-beda dengan ama
n dan efektif (dalam Fitriani, 2014: 9).
Kelemahan:
o Ketua tim menghabiskan banyak waktu untuk koordinasi dan supervisi
anggota tim dan harus mempunyai keterampilan yang tinggi baik sebagai
perawat pemimpin maupun perawat klinik.
o Rapat tim memerlukan waktu sehingga ketika sibuk rapat tim ditiadakan,
sehingga komunikasi antar angota tim terganggu.
o Perawat yang belum trampil, belum berpengalaman selalu tergantung
kepada perawat yang mampu
o Tim lain tidak mengetahui kondisi pasien yang bukan menjadi tanggung
jawabnya (dalam Fitriani, 2014: 10).
c) Metode Primer
Kelebihan:
o Bersifat kontinuitas dan komprehensif.
o Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, da
n memungkinkan pengembangan diri.
o Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit
(Gillies, 1989). Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa diman
usiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu, asuhan yang d
iberikan bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pe
ngobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Dokter juga mera
sakan kepuasan dengan model primer karena senantiasa mendapatkan inf
ormasi tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif
(dalam Nursalam, 2014: 175).
o Waktu yang digunakan lebih sedikit dalam aktivitas koordinasi dan
supervisi dan lebih banyak waktu untuk aktivitas langsung kepada klien.
o Asuhan keperawatan berfokus pada kebutuhan klien.
o Meningkatnya hubungan antara perawat dan klien.
o Metode ini mendukung pelayanan profesional.
o Rumah sakit tidak harus mempekerjakan terlalu banyak tenaga
keperawatan tetapi harus berkualitas tinggi (dalam Setiadi, 2020: 9).
Kelemahan:
o Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, selfdirection,
kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan
klinis, penuh pertimbangan, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai
disiplin ilmu (dalam Nursalam, 2014: 176).
o Perlu tenaga cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang
sama.
o Biaya yang relative tinggi dibanding metode penugasan lain (dalam
Setiadi, 2020: 9).
d) Metode Kasus
Kelebihan:
o Perawat lebih memahami kasus per kasus.
o Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah (dalam Nursalam,
2014: 177).
Kekurangan:
o Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab.
o Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang
sama (dalam Nursalam, 2014: 177).
o Kemampuan tenaga perawat pelaksana dan siswa perawat yang terbatas s
ehingga tidak mampu memberikan asuhan secara menyeluruh.
o Beban kerja tinggi terutama jika jumlah pasien banyak sehingga tugas rut
in yang sederhana terlewatkan (dalam Fitriani, 2014: 11).
e) Metode Modifikasi
Keuntungan:
o Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
o Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
o Komunikasi antar tim terjaga, sehingga konflik mudah diatasi.
o Saling memberi pengalaman antar sesama tim.
o Bersifat kontunuitas dan komprehensif.
o Mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan memungkinka
n pengembangan diri.
o Mendorong kemandirian perawat.
o Meningkatnya hubungan pasien dan perawat (dalam Fitriani, dkk., 2014:
16).
Kelemahan:
o Tim lain tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan menjadi tanggun
g jawabnya.
o Rapat tim memerlukan waktu sehingga ketika sibuk rapat tim ditiadakan
atau terburu-buru yang mengakibatkan komunikasi dan koordinasi antar
anggota tim terganggu sehingga kelancaran tugas terhambat.
o Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantun
g kepada perawat yang mampu atau ketua tim.
o Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional
Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain (dalam Fitriani, dkk., 2014: 16).
b) Metode Tim
c) Metode Primer
d) Metode Kasus
e) Metode Modifikasi
Model MAKP Tim dan Primer digunakan secara kombinasi dari kedu
a sistem. Menurut Sitorus, 2002 dalam Nursalam (2014:177) penetapan siste
m model MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan yaitu:
o Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat prime
r harus mempunyai latar belakang pendidikan S-1 Keperawatan atau seta
ra.
o Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab a
suhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
o Melalui kombinasi kedua model tesebut diharapkan komunitas asuhan ke
perawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer, k
arena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan D-3,
bimbingan tentang asuhan keperawatan diberikan oleh perawat primer/ke
tua tim.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara penerapan
metode tim dengan rencana asuhan keperawatan pasien diruang rawat inap. Hal
ini dapat dipengaruhi oleh bagaimana seorang ketua tim dapat menjalankan tugas dan
perannya. Penerapan metode tim yang baik memiliki rencana asuhan keperawatan yang
kurang lengkap sebanyak 5 rekam medik (16,1%), sedangkan penerapan metode tim
yang kurang memiliki rencana asuhan keperawatan yang kurang lengkap lebih banyak
yaitu 11 rekam medik (35,5%). Disimpulkan ada hubungan yang signifikan penerapan
metode tim dengan rencana asuhan keperawatan pasien di ruang rawat inap.