Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

BERBAGAI METODE PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN

Oleh:
NAMA : Dian angen saputra

NPM : 19330001

MATA KULIAH : Dokumentasi keperawatan

DOSEN PENGAMPU: Bpk M.Arifki Zainaro,Ns,S.Kep.M.Kep

PROGRAM STUDY D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Asuhan keperawatan merupakan titik sentral dalam pelayanan keperawatan, oleh karena
itu manajemen asuhan keperawatan yang benar akan meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan.
      Tujuan asuhan keperawatan adalah untuk memandirikan pasien sehingga dapat
berfungsi secara optimal.  Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan manajemen asuhan
keperawatan yang profesional, dan salah satu faktor yang menentukan dalam manajemen
tersebut adalah bagaimana asuhan keperawatan diberikan oleh perawat melalui berbagai
pendekatan metode asuhan keperawatan yang diberikan.
    Penetapan dan keberhasilan metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan
di suatu rumah sakit sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah bagaimana
pemahaman perawat tentang metode-metode asuhan keperawatan tersebut.

B.     Rumusan Masalah


1.      Konsep dasar metode pemberian askep
2.      Tujuan metode pemberian askep
3.      Fakto-faktor yang mempengaruhi metode pemberian askep
4.      Dasar pertimbangan pemilihan metode asuhan keperawatan
5.      Jenis-jenis metode pemberian askep

C.    Tujuan
1.      Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui konsep metode pemberian askep pada manajemen keperawatan
2.      Tujuan Khusus
a.       Mengetahui konsep dasar metode pemberian askep
b.      Mengetahui tujuan metode pemberian askep
c.       Mengetahui fakto-faktor yang mempengaruhi metode pemberian askep
d.      Mengetahui Jenis-jenis metode pemberian askep

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Dasar Metode Pemberian Askep

Kerja yang mendefenisikan empat unsure, yakni standar, proses keperawatan, pendidikan
keperawatan dan sitem. Defenisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan
akan menentukan kualitas produksi/ jasa layananan perawatan.
Hoffart & Woods (1996) juga menyebutkan Sistem MAKP (model asuhan kepewatan
professional) adalah sebagai suatu sistem (struktur, proses dan nilai- nilai) yang
memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk
lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut.

B.     Tujuan Metode Pemberian Askep


1.      Menjaga konsistensi asuhan keperawatan.
2.      Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekososongan pelaksanaan asuhan keperawatan
oleh tim keperawatan
3.      Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
4.      Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan
5.      Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap tim
keperawatan

C.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Metode Pemberian Askep


1.      Kualitas Pelayanan Keperawatan
2.      Standar Praktik Keperawatan
3.      Model Praktik
4.      Manajerial Grid

D.    Dasar pertimbangan pemilihan metode asuhan keperawatan


Mc. Laughin, Thomas dean Barterm (1995) mengidentifikasikan 5 model pemberian
asuhan keperawatan, tetapi model yang umum dilakukan di rumah sakit adalah Keperawatan
Tim dan Keperawatan Primer. Karena setiap perubahan akan berdampak terhadap suatu
stress, maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama dalam penentuan pemilihan metode
pemberian asuhan keperawatan (Marquis & Huston, 1998; 143) yaitu:

 Sesuai dengan visi dan misi intitusi

Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus didasarkan pada
visi dan misi rumah sakit
 Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan

Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan asuhan


keperawatan pada pasien. Keberhasilan dalam asuhan keperawatan sangan ditentukan oleh
pendekatan proses keperawatan.

 Efisien dan efektif penggunaan biaya

Setiap suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan efektifitas dalam
kelancaran pelaksanaanya. Bagaimana baiknya suatu model, tanpa ditunjang oleh biaya
memadai, maka tidak akan didapatkan hasil yang sempurna.

 Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat

Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien terhadap
asuhan yang diberikan oleh perawat. Oleh karena itu model yang baik adalah model asuhan
keperawatan yang dapat menunjang terhadap kepuasan pelanggan.

 Kepuasan kinerja perawat

Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi dan kinerja
perawat. Oleh karena itu model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan perawat
bukan justru menambah beban kerja dan frustasi dalam pelaksanaannya.

 Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya

Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab merupakan


dasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan keprawatan diharapkan dapat
meningkatkan hubungan interpersonal yang baik antara perawat dan tenaga kesehatan
lainnya.

E.     Jenis-jenis Metode Pemberian Askep

1.      Metode Fungsional


Metode ini diterapkan dalam penguasaan pekerja didunia industri ketika setiap
pekerja dipusatkan pada saatu tugas atau aktifitas. Dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien dengan menggunakan metode fungsional, setiap perawat mempperoleh suatu
tugas (kemungkinan bisa lebih) untuk semua pasien diunit/ruang tempat perawat tersebut
bekerja. Disatu unit/ruangan, seorang perawat diberikan tugas mennyuntik maka perawat
tersebut bertanggung jawab untuk memberikan program pengobatan melalui suntikan kepada
semua pasien di unit/ruangan tersebut. Contoh penugasan yang lain adalah membagi obat per
oral, mengganti balut, pendidikan kesehatan pada pasien yang akan pulang, dan
sebagainya.                                              
Metode fungsional ini efisien, akan tetapi penugasan seperti ini tidak dapat
memberikan kepuasan kepada pasien maupun perawat. Keberhasilan asuhan keperawatan
secara menyeluruh tidak bias dicapai dengan metode ini karena asuhan keperawatan yang
dibeikan kepada pasien terpisah-pisah sesuai tugas yang dibebankan kepada perawat.
Disamping itu asuhan keperawatan yang diberikan tidak professional yang berdasarkan pada
masalah pasien. Perawat senior cenderung akan sibuk dengan tugas-tugas administrasi dan
manajerial. Sementara asuhan keperawatan kepada pasien dipercayakan kepada perawat
junior.
Sekalipun metode fungsional dalam pemberian asuhan keperawatan ini membosankan
perawat karena hanya berorientasi pada tugas, tetapi metode ini baik dan berguna untuk
situasi di rumah sakit dengan ketenagaan perawat yang kurang. Metode ini juga dapat
memberikan kepuasan kepada pasien yang membutuhkan pelayanan secara rutin.
a)      Keuntungan dan Kerugian metode fungsional
Penerapan metode fungsional dalam pemberiaan asuhan keperawatan kepada pasien
memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan dan metode fungsional yaitu:
1)      Perawat menjadi lebih terampil dalam melakukan satu tugas yang biasa menjadi tanggung
jawabnya.
2)      Pekerjaan menjadi lebih efisien
3)      Relative sedikit dibutuhkan tenaga perawat
4)      Mudah dalam mengoordinasi pekerjaan
5)      Terjadi proses distribusi dan pemantauan tugas atau pekerjaan
6)      Perawat lebih mudah menyesuaikan dengan tugas yang menjadi tanggung jawabnya
sehingga menjadi lebih cepat seleai.

Selain itu, perawat dalam membeikan asuhan keperawatan tidak melihat pasien secara
holistic dan tidak berfokus pada masalah pasien sehingga tidak professional, tidak
membeikan kepuasaan baik pada pasien maupun pada perawat, dan kadang bisa terjadi saling
melempar tanggung jawab bila terjadi kesalahan.

b)      Peran Perawat Kepala Ruang


Untuk mengantisipasi kondisi tersebut maka peran perawat kepala ruangan (ners unit
manager) harus lebih peka terhadap anggaran rumah sakit dan kualitas pelayanaan
keperawatan, bertanggung jawab terhadap hasil dan pelayanan keperawatan yang berkualitas,
dan menghindari terjadinya kebosanan perawat serta menghindari semua kemungkinan
terjadinya saling melmpar kesalahan. Sekalipun di akui metode fungsional ini cocok untuk
jangka waktu pendek dalam kondisi gawat atau terjadi suatu bencana, tetapi metode ini
kurang di sukai untuk pelayanan biasa dan jangka panjang karena asuhan keperawatan yang
diberikan tidak komperehensif dan melakuan pasien kurang manusiawi (Gillies, 1994)
2.      Metode Tim
Pengembangan metode tim ini didasarkan pada falsafah mengupayakan tujuan dengan
menggunakan kecakapan dan kemampuan anggota kelompok. Metode ini juga didasari atas
keyakinan bahwa setiap pasen berhak memperoleh peleyanan terbaik. Dalam keperawatan,
metode tim diterapkan dengan menggunakan sama tim perawat yang heterogen, terdiri dari
perawat professional, nonprofessional, dan pembantu perawat untuk memberikan asuhan
keperawatan kepada pembantu pasien.
Tujuan pemberian metode tim dalam asuhan keperawatan adalah untuk memberikan
asuahan keperawatan sesuai dengan kebutuhan objektif pasien sehingga pasien merasa puas.
Selain itu, tugas, memungkinkan adanya transfer  of knowledge dan transfer of experiences
di antara perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dan meninggkatkan pengetahuan
serta memberikan keterampilan dan motivasi perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan.
Dalam asuhan keperawatan dengan metode ini, ketua tim harus memiliki kemampuan
untuk mengikutsertakan anggota tim dalam memecahkan massalah. Ketua tim juga harus
dapat menerapkan pola asuhan keperawatan yang di anggap sesuai dengan kondisi pasien dan
minat pemberi asuhan. Oleh jarena itu, pembuatan keputusan, otoritas, dan tanggung jawab
adapada tinggkat pelaksana. Hal ini akan mendukung pencapaan pengetahuan dan
keterampilan professional.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka ketua tim harus memiliki kemampuan sebagaiberikut :
1)      Mengomunikasikan dan mengoordinasikan semua kegiatan tim
2)      Menjadi konsultan dalam asuhan keperawatan
3)      Melakukan peran sebagai model peran
4)      Melakukan pengkajian dan menentukan kebutuhan pasien
5)      Menyusun rencana keperawatan untuk semua pasien
6)      Merefisi dan menyesuaikan rencana keperawatan sesuai kebutuhan pasien
7)      Melaksanakan observasi baik erhadap perkembangan pasien maupun kerja dari  anggota tim
8)      Menjadi guru pengajar
9)      Melaksanakan evaluasi secara baik da objektif

Bila kemampuan tersebut dapat di miliki oleh ketu tim, akan berdampak secara positif
dalam pemberian asuhan keperawatan. Dibandingkan dalam metode fungsional, metode tim
lebih banyak memberikan tanggung jawab,otoritas,dan tanggung gugat kepada anggota tim.
a)      Keuntungan dan Kerugian Metode Tim
Beberapa keuntungan dari metode tim dalam pemberian asuhan keperawatan adalah :
1)      Dapat member kepuasan kepada pasien dan perawat. Pasien merasa di perlakukan lebih
manusiawi karna pasien memiliki sekelompok perawat yang lebih mengenal dan memahami
kebutuhannya.
2)      Perawat dapat mengenali pasien secara individual karena perawatannya menangani pasien
dalam jumlah yang sedikit. Hal ini, sangat memungkinkan merawat pasien secara
konfrehensif dan melihat pasien secara holistic.
3)      Perawat akan memperlihatkan kerja lebih produktif melalui kemampuan bekerja sama dan
berkomunikasi dengan klien. Hal ini akan mempermudah dalam mengenali kemampuan ak-
nggota tim yang dapat di manfaatkan secara optimal.

b)      Peran Perawat Kepala Ruang


Peran perawat kepala ruang dalam aplikasi metode tim diarahkan pada keterampilan
dan minat yang dimilikinya. Disamping itu perawat kepala ruangan harus mampu
mengoptimalkan fungsi tim melalui orientasi anggota tim dan pendidikan berkelanjutan,
mengkaji kemampuan anggota tim dan membagi tugas sesuai denan keterampilan
anggotanya. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah perawat kepala ruangan harus mampu
sebagai model peran.
Metode tim dalam pemberian asuhan keperawatan dapat diterapkan bila ada tenaga
profesional yang mampu dan mau memimpin kelompok kecil, dapat bekerja sama dan
memimbing tenaga keperawatan yang lebih rendah. Disamping itu perawat kepala ruang
harus membagi tanggung jawab dan tugasnya kepada orang lain. Satu tim keperawatan dapat
terdiri tiga sampi lima perawat untuk bertanggung jawab memberikan asuhan keperawatan
kepada 10 sampai 15 pasien.

3.      Metode Keperawatan Primer


Metode inidi kembangkan pada falsafah yang beriorentasi pada pasien bukan pada tugas.
Disini terjadi suatu desentralisasi dalam pengambilan keputuan antara perawat primer dan
pasien. Menurut Hegyvary (1982), pemberian asuhan keperawatan dengan metode
keperawatan primer memberikan setiap perawat primer tanggung jawab menyeluruh (total
care) dalam 24 jam/hari secara terus menurus untuk perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pada sekelompok kecil pasien (4-6 pasien). Hal ini di mulai sejak pasien masuk hingga
pulanh/keluar (Gullies, 1994). Pada saat perawat primer tidak masuk, tindakan perawatan
dapat dilakukan olrh perawat penggantinya (perawat asisten).
Dalam aplikasi metode keperawatan primer, perawat primer bertanggung jawab kepada
setiap pasen untuk mengkaji kondisi kesehatan, keadaan kehidupannya, dan kebutuhan
keperawatan. Selain itu, perawat primer memberikan perawatan sesuai rencana yang
dibuatdan mengoordinasi prawatan yang diberikan oleh anggaota tim kesehatan lainya,
misalnya memberikan rujukan atau konsultasi dengan dokter atau lainnya untuk memberikan
asuhan keperawatan individual, mengevaluasi keberhasilan asuhan keperawatan yang dicapai,
serta menyiapkan pasien pulang (discharge planning).
a)      Keuntungan dan Kerugian Metode Keperawatan Primer
Metode keperawatan primer dalam pemberian asuhan keperawatan, memiliki beberapa
keuntungan yang dapat diidentifikasi, antara lain :
        i.      Asuhan keperawatan lebih konprehensif dengan memperlakukan pasien secara holistic

        ii.      Pasien akan merasa lebih puas karena terjadi kesinambungan perawatan

      iii.      Perawat lebih puas karena disampig memiliki otoritas, perawat juga memiliki tanggung

gugat didalam memberikan asuhan, hubungan terus menerus antara perawat dan pasien akan
memudahkan pasien menyampaikan permasalahan serta dapat memperpendek lama hari
perawatan bagi pasien.
Asuhan keperawatan dengan menggunakan metode keperawatan primer diberikan
oleh seorang perawat professional untuk sekelompok kecil pasien.

b)      Peran Perawat Kepala Ruangan


Peran perawat menjadi sangat penting untuk mengantisipasi kerugian yang dapat muncul
dalam implementasi metode keperawatan tim. Peran perawat kepala ruang tersebut dapat
dilakukan, seperti meakukan identifikasi perawat di ruangan/unit yang memiliki minat
mrnjadi perawat primer dan memfasilitasi untuk pendidikan, menjabarkan tugas-tugas dan
perawat primer dan perawat asisten/anggota. Selain itu, perawat berperan sebagai model dan
konsultan, mengembangkan penelitian, melakukan analisis kebutuhan tenaga (perawat) yang
mungkin sebagai bahan pertimbangan dalam recruitment tenaga baru, menyusun jadwal
dinas,membuat perencanaan pengembangan staf, dan melakukan kegiatan evaluasi.

4.      Metode Medular/tim primer


Metode ini adalah suatu variasi dan metode keperawatan primer. Metode keperawatan
modular memiliki kesamaan baik dengan metode keperawatan ti maupunmetode keperawatan
primer (Gillies, 1994). Metode ini sama dengan metode keperawatan tim karena baik perawat
professional maupun non professional bekerja sama dalam memberikan asuhan keperawatan
dibawah kepemimpinan seorang perawat professional. Disamping ini, dikatakan memiliki
kesamaan dengan metode keperawatan primer karena dua atau tiga orang perawat
bertanggung jawab atas sekelompok kecil pasien sejak masuk dalam perawatan hingga
pulang, bahkan sampai dengan waktu follow up care.
Dalam memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan metode keperawatan
modular, satu tim yang terdiri dari dua hingga tiga perawat memiliki tanggung jawab penuh
pada sekelompok pasien berkisar  8 sampai 12 orang (Magargal, 1987). Hal ini tentu saja
dengan suatu persyaratan peralatan yang di butuhkan dalam perawatan cukup memadai.
Sekalipun dalam memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan metode ini
dilakukan oleh dua hingga tiga perawat, tanggung jawab paling besar tetap ada pada perawat
professional. Perawat professional memiliki kewajiban untuk memimbing dan melatih non
professional. Apabila perawat professional sebagai ketua tim dalam keperawatan modular ini
tidak masuk, tugas dan tanggung jawab dapat digantikan oleh perawat professional lainnya
yang berperan sebagai ketua tim.
Peran perawat kepala ruangan (nurse unit manager) diarahkan dalam hal membuat
jadwal dinas dengan mempertimbangkan kecocokan anggota dalam bekerja sama, dan
berperan sebagai fasilitator, pembimbing secara motivator.

5.      Manajemen Kasus Keperawatan


Metode ini merupakan generasi kedua dan metode keperawatan primer (Zander,
1988). Pengembangan metode ini didasarkan pada bukti-bukti bahwa manajemen kasus dapat
mengurangi pelayanan yang terpisah-pisahdan duplikasi. Rogers (1991) menyoroti bahwa
dengan pengaplikasian metode manajemen kasus akan berdampak positif yaitu lama
perawatan pasien menjadi lebih pendek.
Metode manajemen kasus keperawatan adalah bentuk pemberian asuhan keperawatan
dan manajemen sumber-sumber terkait yang memungkinkan adanya manajemen yang
straegis dari cozt dan quality oleh seorang perawat untuk suatu episode penyakit hingga
perawatan lanjut. Menurut American Nurses Asociation (1988), manajemen kasus (case
managemen) adalah suatu system pemberian pelayanan kesehatan yang didesain untuk
memfasilitasi pencapaian tujuan pasien yang di harapkan dalam kurun waktu perawatan di
rumah sakit.
Tujuan dari metode manajemen kasus keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien adalah untukmermuskan dan mencapai hasil yang standar dalam
perawatan untuk setiap pasien, memfasilitasi pasien yang akan pulang baik lebih awal dan
masa perawatan yang ditentukan maupun pada waktu yang direncanakan, menggunakan
sedikit mungkin sumber pelayanan kesehatan untuk mencapai hasil yang di harapkan,
meningkatkan profesionalisasi perawat dan kepuasan kerja.
Dalam manajemen kasus keperawatan, seorang perawat akan bertugas sebagai case
manager untuk seorang (mungkin lebih) pasien, sejak masukrumah sakit hingga pasien
tersebut selesai dari masa perawatan dan pengobatan. Sebagai case manager, perawat
memiliki tanggung jawab dan kebebasan untuk perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, dan
evaluasi.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pengembangan metode di dasarkan pada falsafah mengupayakan tujuan dengan
menggunakan kecakapan dan kemampuan anggota kelompok. metode perlu juga didasari atas
keyakinan bahwa setiap pasien berhak memperoleh pelayanan terbaik. Selain itu, setiap staf
berhak menerima bantuan dalam melaksanakan tugas memberi asuhan keperawatan yang
terbaik sesuai kemampuannya, dalam keperawatan, metode diterapakan dengan
menggunakan kerja sama tim perawat yang heterogen, terdiri dari perawat profesional, non
pofesional, dan pembantu perawat untuk memberikan asuhan keperawatan kepada
sekelompok pasien.
Model pemberian asuhan keperawatan yaitu :
1.      Metode Fungsional
2.      Metode tim
3.      Metode Keperawatan Primer
4.      Metode Medular
5.      Metode Manajemen Kasus

B.     Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menambah wawasan
para pembacanya. Makalah ini juga dapat dijadikan referensi awal untuk bahan penugasan
dan bahan belajar para mahasiswa keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Hermino, Agustinus,2013,Assesmen Kebutuhan Organisasi Persekolahan,PT. Gramedia,


Jakarta.
Swanburg,russel c. pengantar kepemimpinan dan manajemen keperawatan untuk perawat
klinis. Jakarta. 1994. Penerbit buku kedokteran EGC.
Satrianegara m.fais. Buku Ajar Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan. Jakarta.
2009. Salemba Medika.
M.Nurs, Nursalam. Manajemen Keperawatan. Jakarta. 2002. Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai