Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“HAK ASASI DAN WARGA NEGARA”

Disusun oleh:

Kelompok 5

Alifah Hanan (2286200037)

Anisa Nurhasanah (2286200068)

Difa Arimenia Setiawan (2286200035)

Ivo janatul a’yuniah (2286200041)

Siti Khikmatul L (2286200056)

Sera Nurlita (2286200063)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, sedalam
dalamnya penulis panjatkan karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Makalah “Hak Asasi dan Warga Negara” disusun sebagai tugas mata kuliah Ilmu
Kewaganegaraan, Program Studi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat akademis dan praktis bagi berbagai pihak.
Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada ketidaksesuaian kalimat dan
kesalahan. Meskipun demikian, penulis terbuka pada kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan makalah.

Serang, 08 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB 1..............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
2.1 Pengertian Hak Sipil dan Politik.......................................................................................3
2.2 Karakterstik Hak Sipil dan Politik....................................................................................4
2.3 Urgensi Penegakan Hak Sipil dan Politik.........................................................................5
2.4 Faktor-faktor yang Mendukung Penegakan Hak Sipil dan Politik...................................8
2.5 Pengertian Hak Warga Negara........................................................................................13
BAB III..........................................................................................................................................15
PENUTUP.....................................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................16

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam batas-batas tertentu telah dipahami orang.
Akan tetapi karena setiap orang melakukan akitivitas yang beraneka ragam dalam kehidupan
kenegaraan, maka apa yang menjadi hak dan kewajibannya seringkali terlupakan. Dalam
kehidupan kenegaraan kadang kala hak warga negara berhadapan dengan kewajibannya.

Bahkan tidak jarang kewajiban warga negara lebih banyak dituntut sementara hak-hak
warga negara kurang mendapatkan perhatian. Hak dan kewajiban warga negara dalam
kehidupan kenegaraan maupun hak dan kewajiban seseorang dalam kehidupan pribadinya,
secara historis tidak pernah dirumuskan secara sempurna, karena organisasi negara tidak
bersifat statis.

Yang mana artinya organisasi negara itu mengalami perkembangan sejalan dengan
perkembangan manusia. Kedua konsep hak dan kewajiban warga negara/manusia berjalan
seiring. Hak dan kewajiban asasi marupakan konsekwensi logis dari pada hak dan kewajiban
kenegaraan juga manusia tidak dapat mengembangkan hak asasinya tanpa hidup dalam
organisasi negara. Hak dan kewajiban warga negara dan hak asasi manusia secara dewasa ini
menjadi suatu hal yang amat krusial untuk dikaji lebih mendalam mengingat negara kita
sedang menumbuhkan kehidupan demokrasi.

Betapa tidak, di satu pihak implementasi hak dan kewajiban menjadi salah satu indikator
keberhasilan tumbuhnya kehidupan demokrasi. Di lain pihak hanya dalam suatu negara yang
menjalankan sistem pemerintahan demokrasi, hak asasi mnusia maupun hak dan kewajiban
warga negara dapat terjamin.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Hak Politik dan Hak Sipil?
2. Bagaimana bentuk karakteristik Hak Sipil dan Politik?
3. Bagaimana urgensi penegakan Hak Politik dan Hak Sipil?

1
4. Apa saja faktor-faktor yang turut serta hadir bersumbangsih dalam penegakan Hak Sipil
dan Politik?
5. Apa itu Hak Warga Negara?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami pengertian hak sipil, hak poltik, dan hak warga negara
2. Dapat mengetahui urgensi penegakan hak sipil dan politik
3. Dapat mengetahui faktor-faktor penting yang melatarbelakangi penegakan hak sipil dan
politik

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hak Sipil dan Politik


Hak sipil adalah hak kebebasan yang dapat diperoleh secara mendasar sebagai hakika
dari eksistensi manusia itu sendiri. Termnya dapat dikatakan sebagai kelas yang melindungi
hak-hak manapun tentang kebebasan individu dari pelanggaran yang tidak beralasan oleh
pemerinta dan organisasi swasta, dan pemastian kapabilitas seseorang dalam berpartisipan di
kehidupan sipil dan politik negara tanpa adanya diskriminasi atau penindasan.
Tiap-tiap hak sipil yang berkembang di setiap negara dijamin secara konstitusional
dengan variasi hak sipil dalam berdemokrasi, namun untuk sebagian hak sipil masih tampak
universal. Di antaranya yang sering kali kita kenal adalah kebebasan berbicara, berpikir, dan
berekspresi, agama serta pengadilan yang adil dan tidak memihak.
Ifdhal Kasim dalam bukunya yang berjudul “Hak Sipil dan Politik” dalam cetakan
pertama tahun 2001, beliau menyimpulkan bahwa hak-hak sipil dan politik adalah hak yang
bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati
keberadaannya oleh negara agar manusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam
bidang sipil dan politik yang pemenuhannya menjadi tanggung jawab Negara.

Hak politik sendiri adalah hak yang dimiliki oleh setiap orang dengan diberikannya
hukum untuk meraih, merebut kekuasaan, kedudukan, dan kekayaan yang tentunya harus
berguna untuk dirinya sendiri. Menurut pasal 43 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia. Penyalurannya diwujudkan dalam pemilihan umum
(pemilu) dan setiap warga negara mempunyai hak politik masing-masing yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Seperti halnya pasal 56 ayat (1) Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1
Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1
Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang menjadi Undang-
undang berbunyi, Warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah berumur

3
17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin, memunyai hak memilih. Sehingga
masyarakat diharapkan menggunakan hak politiknya dengan partisipasi aktif yang bermutu.

Politik adalah seni. Andrew Heywood mengatakan bahwa politik adalah kegiatan suatu
bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-
peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak terlepas dari ranah gejala
konflik dan kerjasama. (Meriam, Budiarjo. 2010:16).

2.2 Karakterstik Hak Sipil dan Politik


Karakteristiknya yang berkewajiban untuk melindungi hak-hak sipil dan politik
warga negara sesuai dengan Pasal 8 Undang-undang No. 39 tahun 1999 ditegaskan bahwa
perlindungan, Pemajuan, Penegakan dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia terutama menjadi
tanggung jawab pemerintah.Berikut karakteristik hak-hak sipil dan politik:

1. Dicapai dengan segera


2. Negara bersifat pasif
3. Dapat diajukan ke pengadilan
4. Tidak bergantung pada sumber daya
5. Non-ideologis.

Di dalam perlindungan hak-hak sipil dan politik, peran Negara harus dibatasi
karena hak-hak sipil dan politik tergolong ke dalam negative right, yaitu hak-hak-hak dan
kebebasan yang dijamin di dalamnya akan terpenuhi apabila peran negara dibatasi. Bila
negara bersifat intervensionis, maka tidak bisa dielakkan hak-hak dan kebebasan yang diatur
didalamnya akan dilanggar negara.Berikut Hak-hak yang termasuk ke dalam hak-hak sipil
dan politik,yaitu :

1) Hak hidup
2) Hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi
3) Hak bebas dari perbudakan dan kerja paksa
4) Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi
5) Hak atas kebebasan bergerak dan berpindah
6) Hak atas pengakuan dan perlakuan yang sama dihadapan hukum

4
7) Hak untuk bebas berfikir, berkeyakinan dan beragama
8) Hak untuk bebas berpendapat dan berekspresi
9) Hak untuk berkumpul dan berserikat
10) Hak untuk turut serta dalam pemerintahan.

2.3 Urgensi Penegakan Hak Sipil dan Politik


Mengapa hak-hak sipil dan politik itu perlu ditegakkan dan bagaimana sejarah penegakan
hak-hak tersebut akan diuraikan dalam paparan berikut. Inti dari penegakan hak-hak sipil dan
politik adalah untuk melindungi individu dari penyalahgunaan kekuasaan dari penguasa.

Terlebih lagi dengan terjadinya pergeseran fungsi dan tugas negara dari fungsi negara yang
hanya sebagai penjaga malam ke fungsi mewujudkan kesejahteraan warga negara (welfare state).
Campur tangan negara yang terbuka luas tersebut mengharuskan adanya sejenis tertib peraturan
hukum untuk melindungi perlakuan sewenang-wenang negara terhadap warga negara.

Pada prinsipnya setiap negara demokratis memuat jaminan hak-hak asasi termasuk hak-hak
sipil dan politik dari setiap orang atau penduduk pada konstitusi negara. Namun semuanya sangat
tergantung pada political will penguasa untuk memberikan ruang bagi keberadaan hak-hak sipil
dan politik tersebut. Pada tataran ini diperlukan upaya kedua belah pihak agar tidak terjadi
tindak-tindak penindasan ataupun pengekangan pelaksanaan hak-hak sipil dan politik setiap
orang ataupun warga negara yang berada di negara tersebut.

Perjuangan penegakan hak-hak sipil dan politik telah dimulai jauh sebelum hak-hak tersebut
dijamin dalam Konvenan Internasional. Entry-pointnya terjadi pada awal abad ke-13 di Inggris
yang pada waktu itu terjadinya perlawanan para bangsawan terhadap tindakan sewenang-wenang
Raja John sehingga memaksa putra Raja Henry I itu mengeluarkan perjanjian yang dikenal
dengan Magna Charta 1215. Peristiwa yang terjadi di padang rumput pinggiran sungai Thames
tersebut akhirnya menjadi inspirasi dasar bagi perjuangan kebebasan manusia di berbagai negara
lainnya seperti Deklarasi Kemerdekaan Amerika 1776 dan Deklarasi HAM dan hak warga
negara Perancis pada 1789.

Dengan terwujudnya DUHAM, 10 Desember 1948 memberikan peluang bagi perjuangan


hak-hak sipil dan politik secara universal. Langkah awal dilakukan dengan membentuk Komisi

5
HAM tahun 1952 bagi penyusunan Konvenan Sipil dan Politik yang mengacu ke pasal 1-22
DUHAM. Draf naskah konvenan akhirnya selesai tahun 1954 dan ditetapkan Majelis Umum
PBB pada tanggal 16 Desember 1966. Baru tahun 1976 konvenan ini berlaku setelah memenuhi
persyaratan diratifikasi oleh 35 negara. Negara-negara yang telah meratifikasi konvenan ini
terikat pada mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh Komite HAM (Human rights
Committee). Komite ini diatur secara khusus dalam bagian tersendiri Konvenan, yang meliputi
pasal 28 hingga 45.

Tugas komite menyangkut tiga hal. Pertama, mengkaji laporan-laporan dari berbagai negara
yang telah meratifikasi konvenan tersebut. Laporan ini memuat langkah-langkah yang telah
ditempuh oleh negara yang bersangkutan dalam perlindungan hak sipil dan politik serta
kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam pemenuhan hak-hak tersebut. Kedua, menerima,
mempertimbangkan dan menengah keluhan dari satu anggota mengenai anggota lain yang dinilai
melanggar berbagai ketentuan dalam konvenan tersebut. Ketiga, menerima, mempertimbangkan
serta menengahi keluhan dari warga negara suatu negara yang merasa dilanggar haknya.

Hak Sipil dan Politik dalam Konvenan Internasional dapat dilihat. Karel Vasak ahli hukum
Perancis sebagaimana dikutip Haryanto (2000), membagi sejarah perkembangan HAM dalam
tiga generasi, yakni:

i. Generasi pertama HAM adalah hak sipil dan politik yang berimplikasi pada
tuntutan masyarakat terhadap perlakuan sewenang-wenang dari penguasa.
ii. Generasi kedua adalah hak ekonomi, sosial, dan budaya. Generasi ini muncul
sebagai buah dari ketidakadilan sosial dimana perjuangan masyarakat berpusat
pada tuntutan atas pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan dasar.
iii. Generasi ketiga dikenal sebagai hak solidaritas, yang muncul menjelang akhir
abad 20. Hak ini diperjuangkan tidak hanya semata-mata untuk kepentingan
individu tetapi juga kepentingan kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa secara
historis penegakan hak sipil dan politik merupakan upaya awal perjuangan
penegakan HAM.

Konvenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik merupakan perangkat aturan PBB yang
paling lengkap dengan jumlah 53 pasal, di antaranya sebagai berikut :

6
i. Pasal 6. Hak atas kehidupan
ii. Pasal 7. Bebas dari siksaan dan perlakuan tidak manusiawi
iii. Pasal 8. Bebas dari perbudakan dan kerja paksa
iv. Pasal 9. Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi
v. Pasal 10. Hak orang tahanan atas perlakuan manusiawi
vi. Pasal 11. Bebas dari penahanan atas utang
vii. Pasal 12. Bebas berpindah dan memilih tempat tinggal
viii. Pasal 13. Kebebasan bagi warga negara asing
ix. Pasar 14. Hak atas pengadilan yang jujur
x. Pasal 15. Perlindungan dari kesewenang-wenangan hukum criminal
xi. Pasal 16. Hak atas pengakuan yang sama di hadapan hukum
xii. Pasal 17. Hak atas kebebasan pribadi (privasi)
xiii. Pasal 18. Bebas untuk berpikir, berkeyakinan, dan beragama
xiv. Pasal 19. Bebas untuk berpendapat dan berekspresi
xv. Pasal 20. Larangan propaganda perang dan diskriminasi
xvi. Pasal 21. Hak untuk berkumpul
xvii. Pasal 22. Hak untuk berserikat
xviii. Pasal 23. Hak untuk menikah dan berkeluarga
xix. Pasal 24. Hak anak
xx. Pasal 25. Hak berpolitik
xxi. Pasal 26. Kesamaan di muka hukum
xxii. Pasal 27. Hak bagi kaum minoritas

Bila dicermati lebih lanjut hak sipil dan politik yang tercantum di dalam ICCPR dapat
diklasifikasikan atas dua bagian. Bagian pertama adalah hak-hak absolut dengan kata lain hak
yang harus ditegakkan dan dihormati dalam keadaan bagaimanapun seperti hak untuk hidup, hak
untuk bebas dari penyiksaan, hak bebas dari perbudakan, hak bebas dari penahanan karena gagal
memenuhi perjanjian (hutang), hak bebas dari pemidanaan yang berlaku surut, hak atas
kebebasan berpikir dan sebagainya.

7
Sementara bagian kedua, hak-hak yang boleh dikurangi pemenuhannya oleh negara
seperti hak atas kebebasan berkumpul secara damai, hak atas kebebasan menyatakan pendapat
atau berekspresi, hak atas kebebasan berserikat, hak untuk mendapatkan dan memberi informasi
dan lain sebagainya.

Di sisi lain secara empiris terdapat beberapa indikator penjelas tentang keberadaan hak
sipil dan politik dalam suatu negara, diantaranya (1) terdapatnya partisipasi politik yang tinggi,
baik secara kualitas maupun kuantitas ; (2) terdapatnya kebebasan individu untuk berbeda
pendapat ; (3) kebebasan pers dan hak untuk memperoleh informasi ; (4) terjaminnya hak untuk
berorganisasi dan menyampaikan pendapat ; (5) hak untuk beroposisi ; (6) terdapatnya
penegakan hak petisi, berdemonstrasi.

2.4 Faktor-faktor yang Mendukung Penegakan Hak Sipil dan Politik


Ada beberapa factor-faktor yang mendukung penegakan hak sipil dan politik. Karena
pada prinsipnya tentu terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tegaknya hak sipil dan politik
dalam suatu negara. Menurut Anja Jetschke sebagaimana dikutip (Risse, et al, 1999)
menyebutkan setidaknya ada tiga faktor yang saling berinteraksi dalam menentukan penegakan
sekaligus penghormatan HAM yaitu negara, masyarakat dan masyarakat internasional (Risse,
1999). Jika dielaborasi lebih lanjut pendapat tersebut bisa dikembangkan kedalam empat faktor
sebagai berikut :

1. Karakteristik suatu rezim

Demokratis atau tidaknya suatu rezim merupakan salah satu faktor penentu tegaknya hak
sipil dan politik warga negara. Pemahaman demokrasi secara mendasar adalah persamaan dan
kebebasan serta adanya kontrol yang efektif dari masyarakat terhadap kekuasaan. Nilai-nilai
dasar demokrasi ini pada hakikatnya paralel bagi penegakan hak-hak sipil dan politik. Di
Negara-negara yang demokratis hak sipil dan politik mendapat perlindungan yang paling kuat.
Harold Crouch sebagaimana dikutip Munandar (1993) menyatakan bahwa ada hak-hak tertentu
yang memang baru dapat dinikmati kalau proses demokratisasi telah dimulai seperti hak untuk
mengkritik pemerintah seperti apa adanya, hak membentuk organisasi, hak untuk dipilih secara
langsung dalam pemilu. Dengan kata lain hanya pada negaranegara yang menganut sistem politik
demokratis yang dapat memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak sipil dan politik. Hal

8
ini disebabkan hak sipil dan politik tergolong kepada hak-hak negatif, artinya hak-hak dan
kebebasan tersebut akan dapat terpenuhi apabila peran negara dibatasi.

2. Penyertaan hak sipil dan politik pada konstitusi dan turunannya

Prasyarat sebuah konstitusi yangdianggap baik yaitu memberdayakan sekaligus


membatasi kekuasaan pemerintah,menggambarkan (atau merumuskan) kontrak sosial yang
berlaku dalam hubungan antara masyarakat dengan Negara, menyediakan ruang publik yang
memadai,dan mekanisme kontrol bagi penyalahgunaan kekuasaan (Imawan,1999). Bahwa suatu
konstitusi yang baik harus memuat hak-hak asasi manusia atau hak-hak yang harus dimiliki
warganegaranya. Pengintegrasian HAM (termasuk hak sipil dan politik sebagai bagian imperatif
dari konstitusi moderen telah dilakukan oleh banyak Negara. Bahkan di negara seperti India,
hak-hak minoritas dijamin secara tegas di dalam konstitusinya terlepas masih tetap
problematiknya interpretasi tentang dasar penentuan status minoritas-mayoritas. Di Indonesia
pengaturan tentang hak sipil dan politik pada dasarnya termuat dalam peraturan perundang-
undangan, walaupun tidak dirumuskanpembagian hak-haknya secara tegas seperti ditemui dalam
Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR No.XVII tahun 1998 tentang
HAM, UU No.39 tahun 1999 tentang HAM dan perangkat peraturan lainnya seperti KUHP dan
KUHAP.

3. Budaya politik masyarakat

Dalam tipologi Almond (1984), budaya politik masyarakat yang memberi peluang untuk
tumbuh kembangnya kehidupan demokratis adalah budaya politik partisipan. Budaya politik ini
adalah suatu bentuk kultur dimana anggota-anggota masyarakat cenderung diorientasikan secara
eksplisit terhadap sistem sebagai keseluruhan dan demikian juga struktur serta proses politik.
Dalam konteks ini masyarakat sangat menyadari peran dan tanggung jawabnya sebagai warga
negara. Selanjutnya warga negara dapat mengidentifikasikan hak sipil dan politik serta
menemukan cara yang wajar untuk memenuhi hak-hak tersebut. Kehidupan masyarakat yang
partisipatoris serta demokratis ini sangat ditentukan oleh pola hubungan negara dengan
masyarakat.

Eko (2004) menyatakan bahwa terdapat tiga pola hubungan negara dengan masyarakat
yaitu :

9
1) Zero-sum game, menunjukkan kekuatan negara berbanding terbalik dengan kekuatan
masyarakat.
2) Positivesum game, menunjukkan hubungan timbal balik antara kedua aktor tersebut
memberikan peningkatan pada keduanya.
3) Negative-sum game, memberi petunjuk bahwa negara memiliki kemampuan yang menurun
dan masyarakat berada dalam keadaan terpecah dan tidak mampu melakukan bargaining
dengan Negara.

Dari ketiga pola hubungan tersebut, pola hubungan negara dan masyarakat yang berada
pada wilayah “POSITIVE-SUM GAME” yang dapat dipercaya menumbuhkembangkan
budaya politik partisipan.

4. Aura politik internasional tentang HAM

Penegakan HAM juga dipengaruhi oleh penerimaan suatu Negara terhadap cara pandang
politik internasional tentang HAM. Terdapat dua cara pandang universalisme dan relativisme
kultural. Negara-negara yang melihat HAM melalui cara pandang universal berpandangan
bahwa pelaksanaan HAM tidak dipengaruhi oleh perbedaan negara, ideologi, tingkat
kemajuan ekonomi, etnisitas, agama, kultur dan sebagainya. Cara pandang ini dianut oleh
negara-negara Barat. Sedangkan cara pandang relativisme kultural yang banyak dianut oleh
bangsa-bangsa Timur beranggapan bahwa pelaksanaan HAM sangat tergantung oleh
perbedaan kultural antar bangsa. Dalam prakteknya kedua cara pandang ini mengandung bias
politik dan ideologi.

Beberapa indikator tersebut menjadi masukan bagi lembaga pengawas (Komite HAM)
dalam memberikan pertimbangan terhadap laporan-laporan yang masuk dari negara-negara yang
meratifikasi maupun dari aktor politik lainnya.

Adapun instrumen Hak Asasi Manusia yang mengatur hak sipil dan politik terdapat pada:

1) Undang-undang Dasar 1945 (Pasal 28 A, 28 B (ayat 1, 2), 28 D ayat (1, 3, 4), 28


E ayat (1, 2, 3), 28 F, 28 G ayat (1, 2), 28 I ayat (1, 2).
2) Ketetapan MPR Nomor XVII Tahun 1998 Tentang Hak Asasi Manusia

10
3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita
4) Undang-undang Nomor 5 tahun 1998 Tentang Pengesahan Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak
Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia
5) Undang-undang Nomor 29 Tahun 1999 Tentang Pengesahan Konvensi
Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial
6) UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM (Pasal 9-Pasal 35)
7) UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahaan Konvenan Internasional Hak-hak
Sipil dan Politik
8) Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak
Anak
9) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.

Dan adapun hal-hal yang dilakukan Indonesia dalan menjamin dan melindungi
hak-hak sipil dan politik warga negara, antara lain:

1) Indonesia telah meratifikasi sejumlah instrumen Hak Asasi Manusia yang terkait
tentang Hak-hak Sipil dan Politik
2) Mengamandemenkan Undang-Undang Dasar 1945 dengan memasukan BAB
yang mengatur HAM tersendiri
3) Harmonisasi berbagai Peraturan Perundang-undangan
4) Melakukan Deseminisasi dan Sosialisasi di seluruh wilayah Republik Indonesia
terkait dengan Hak-hak Sipil dan Politik
5) Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional
Perlindungan anak dan Komisi Nasional Perempuan
6) Pembentukan Kementerian Negara Urusan HAM yang menangani masalah HAM
yang kemudian di gabung dengan Departemen Kehakiman dan HAM yang
sekarang berubah menjadi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
7) Mengadili para pelaku pelanggaran HAM berat di masa lalu melalui Pengadilan
HAM Ad Hock

11
8) Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia tahun 2004-2009 yang berisi tentang
pedoman kerja mengenai langkah-langkah yang akan disusun secara berencana
dan terpadu pada tingkat nasional dalam rangka mewujudkan penegakan dan
perlindungan Hak Asasi Manusia.
9) Melakukan sosialisasi diseluruh wilayah RI terkait dengan hak-hak sipil dan
politik
10) Pembentukan KOMNAS HAM
11) Pembentukan RAN-HAM tahun 2004-2009 yang berisi tentang pedoman kerja
mengenai langkah-langkah yang akan disusun secara berencana dan terpadu pada
tingkat nasional dalam rangka mewujudkan penegakan dan perlindungan HAM.

Pengecualian pemenuhan hak sipil dan politik pun cenderung banyak terjadi di beberapa
kasus, pun di antaranya dengan kondisi terkait, yakni:
1) Kondisi darurat yang mengancam kehidupan dan eksistensi bangsa yang secara resmi
ditetapkan
2) Memenuhi asas proporsionalitas dan non diskriminasi
3) Tidak terhadap Non-Derogable Right
4) Berdasarkan aturan yang jelas
5) Harus segera memberitahukan kepada Negara – Negara pihak lainnya melalui
perantaraan sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai ketentuan yang di
kurangi dan mengenai alasan-alasan pemberlakuannya.

Kesadaran akan konsep HAM termasuk di hak sipil dan politik timbul justru karena hak-
hak tersebut sering dilanggar. Oleh karena itu perlu upaya serius dari semua pihak, baik negara
maupun masyarakat beserta elemen-elemenya untuk melakukan pemberdayaan masyarakat agar
mereka dapat mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan HAM-nya serta sekaligus menemukan
cara bagaimana memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

12
2.5 Pengertian Hak Warga Negara
Hak warga negara adalah suatu kewenangan yang dimiliki oleh warga negara guna
melakukan sesuatu sesuai peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain hak warga negara
merupakan suatu keistimewaan yan menghendaki agar warga negara diperlakukan sesuai
keistimewaan tersebut. Sedangkan kewajiban warga negara sendiri adalah suatu keharusan yang
tidak boleh ditinggalkan oleh warga negara dalam kehidupan bermasyarkat berbangsa dan
bernegara.

Kewajiban warga negara dapat pula diartikan sebagai suatu sikap atau tindakan yang
harus diperbuat oleh seseorang warga negara sesuai keistimewaan yang ada pada warga lainnya.

Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam konteks Indonesia hak warga Negara terhadap
negaranya telah diatur dalam undang-undang dasar 1945 dan berbagai peraturan lainnya yang
merupakan derivasi dari hak-hak umum yang di gariskan dalam UUD 1945. Diantara hak-hak
warga Negara yang dijamin dalam UUD adalah hak asasi manusia yang rumusan lengkapnya
tertuang dalam pasal 28 UUD perubahan ke dua. Dalam pasal tersebut di muat hak-hak asasi
yang melekat dalam setiap individu warga Negara seperti hak kebebasan beragam dan beribadat
sesuai dengan kepercayaannya, bebas untuk berserikat dan berkumpul (pasal 28E), hak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, hak untuk bekerja serta
mendapati imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja, hak memperoleh
kesempatan yang sama dalam pemerintah, hak atas status kewarganegaraan (pasal 28E), dan hak-
hak asasi manusia lainnya yang tertuang dalam pasal tersebut. Sedangkan contoh kewajiban yang
melekat bagi setiap warga Negara antara lain kewajiban membayar pajak sebagai kontrak utama
antara Negara dengan warga, membela tanah air (pasal 27E), membela pertahanan dan keamanan
Negara (pasal 29E), menghormati hak asasi lain dan mematuhi pembatasan yang tertuang dalam
peraturan (pasal 28E), dan berbagai kewajiban lainnya dalam undang-undang. Adapun prinsip
utama dalam penentuan hak dan kewajiaban warga adalah terlibatnya warga secara langsung atau
perwakilan dalam setiap perumusan hak dan kewajiban tersebut sehingga warga sadar dan
menganggap hak dan kewajiaban tersebut sebagai bagian dari kesepakatan mereka yang di buat
sendiri-sendiri.

Hak dan kewajiban warga Negara Indonesia tercantum dalam pasal 27 sampai pasal 34
UUD 1945. Beberapa hak waraga Negara Indonesia antara lain sebagai berikut :

13
a. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
b. Hak membela Negara
c. Hak berpendapat
d. Hak kemerdekaan memeluk agama
e. Hak mendapatkan pengajaran
f. Hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan nasional Indonesia
g. Hak ekonomi untuk mendapat kan kesejahteraan sosial
h. Hak medapatkan jaminan keadilan social

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesadaran akan konsep HAM termasuk di hak sipil dan politik timbul justru karena hak-hak
tersebut sering dilanggar. Oleh karena itu perlu upaya serius dari semua pihak, baik negara
maupun masyarakat beserta elemen-elemenya untuk melakukan pemberdayaan masyarakat agar
mereka dapat mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan HAM-nya serta sekaligus menemukan
cara bagaimana memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

15
DAFTAR PUSTAKA

LBH Yogyakarta. (2013). Hak Sipil sebagai Pelindung Kebebasan Fundamental Individu.

Latif, Abdul, Ahmad Al Yakin, Herlina Ahmad. - . Pendidikan Kewarganegaraan. Yayasan


Ahmar Cendikia Indonesia. Sulawesi Selatan.

Noor, Mahpudin, Suparman. (2016). Pancasila. BKR. Lingkar Selatan.

Rasyidi, Fikri Ahmad. (2017). Implikasi Pengabaian Hak Sipil dan Politik Masyarakat Moro-
Moro Dalam Pemilihan Kepala Daerah. Jurnal HAM. Jakata Selatan.

Haryanto, Ignatius, dkk. (2000). Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik: Panduan Bagi
Jurnalis. Lembaga Studi Pers dan Pembangunan. Jakarta.

Hasan, Muhardi, Estika Sari. - . Hak Sipil dan Politik. –

16
17

Anda mungkin juga menyukai