Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN

MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT


PSIKOAKTIF

Oleh :

SRI RAHMAYUNI
14420201002

CI LAHAN CI INSTITUSI

(…………………………) (…………………………)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyalahgunaan zat psikoaktif (zat adiktit) atau kini sering disebut
dengan NARKOBA (Narkotika dan obat adiktit) merupakan masalah dunia
yang tid akdapat di tuntaskan. walaupun demikian, upaya ke arah pencegahan
dan pemberantasannya tetap diupayakan. NARKOBA tidak hanya merugikan
kesehatan tetapi juga mempunyai dampak ekonomi, sosial, dan moral.
Jugakerugian akibat penurunan produktifitas kerja, yaitu meningkatnya angka
tidak masuk kerja atau sekolah, serta terjadinya demoralisasi, yang tampaknya
sudah terjadi juga di negara kita.

Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif


(NAPZA) disebut gangguan penggunaan zat, adalah suatu perilaku yang
menyimpang dari norma-norma yang umumnya berlaku pada berbagai
kebudayaan di dunia. Dapat diketahui, napza/narkoba mempunyai dampak
terhadap sistem syaraf manusia yang menimbulkan perasaan. Sebagaian dari
napza itu meningkatkan gairah, semangat dan keberanian, sebagian lagi
menimbulkan perasaan mengantuk, yang lain bisa menyebabkan rasa tenang
dan nikmat sehingga bisa melupakan segala kesulitan. Oleh karena efek-efek
itulah beberapa remaja menyalahgunakan narkoba/napza. Tetapi sebagaimana
semua orang pun tahu, narkoba dalam dosis yang berlebihan bisa
membahayakan jiwa orang yang bersangkutan. Padahal sifat itu antara lain
adalah menimbulkan ketergantungan (kecanduan) pada pemakaiannya. Makin
sering ia memakai narkoba, makin besar ketergantungan sehingga pada suatu
saat tidak bisa melepaskan diri lagi. Pada tahap ini remaja yang bersangkutan
dapat menjadi kriminal, atau menjadi pekerja seks untuk sekedar memperoleh
uang pembeli narkoba/napza.

Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN) kejahatan NARKOBA


melesat hingga 91,33 % selama kurun waktu empat tahun terakhir. Pada tahun
1998 terdapat 958 kasus, melonjak dua kali lipat pada tahun 1999 yaitu 1833
kasus dan pada tahun 2001 meningkat lagi menjadi 3616 kasus. Pada tahun
2001 jumlah kasus yang ditangani kepolisian Jawa Barat mencapai 314 kasus.
Sementara itu, data sampai september 2002 menunjukan jumlah kasus
penyalahgunaan NARKOBA mencapai 420 kasus, sekitar 60 % kasus
NARKOBA di Jawa Barat terjadi di Bandung (Gatra.com). Menurut
pemantauan Granat, selama tahun 2002 saja diperkirakan sekitar 5.000
pengguna NARKOBA baru. Di Bandung sendiri diperkirakan terdapat 27.000
pengguna NARKOBA, 80 persen di antaranya adalah golongan usia 15
sampai 22 tahun. Sebagian besar pengguna NARKOBA ini terkonsentrasi di
kampus-kampus yang ada di Bandung.

Narkotika dan obat-obatan terlarang (NARKOBA) mengandung zat


psikoaktif yaitu zat yang terutama berpengaruh pada otak sehingga
menimbulkan perubahan pada perilaku, perasaan, pikiran, persepsi dan
kesadaran. Bentuk penyalahgunaan NARKOBA adalah penggunaanya dalam
jumlah berlebihan, secara berkala atau terus menerus berlangsung cukup lama
sehingga dapat merugikan kesehatan jasmani, mental dan kehidupan sosial.

Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA di mulai pada saat pecandu


masih remaja. Hal ini dikarenakan pada masa ini seseorang sedang mengalami
masa perubahan biologis, psikologis, maupun sosial yang pesat sehingga
rentan untuk mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Merokok, minum-
minuman keras, dan menggunakan obat dapat mengurangi ketegangan dan
frustasi, meringankan kebosanan dan keletihan, serta dalam beberapa kasus
dapat membantu remaja untuk melarikan diri dari realitas dunia yang keras.
Obat dapat memberikan perasaan nikmat melalui ketenangan, kegembiraan,
relaksasi, persepsi yang selalu berubah-ubah, gelombang kegembiraan atau
meningkatnya sensasi dalam waktu yang panjang.

B. Tujuan
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis
1. Definisi
Adalah kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan zat
psikoaktif atau alcohol sehigga terjadi penurunan kesadaran, gangguan
kognitif, gangguan persepi, gangguan afek, [fungsi dan respon
psikofisioogis lainya. Intoksikasiberkurang dengan berjalannya waktu dan
efeknya akan hilang. Dan orang akan kembali normal jika tidak
menggunakan lagi, kecuali sudah terjadi kerusakan jaringan.
NAPZA adalah (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) adalah
bahan/zat/obat yang apabila masuk kedalam tubuh manusia bisa
mempengaruhi tubuh terutama pada otak/susunan saraf pusat, sehingga
menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya
karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan
(dependensi) terhadap NAPZA. NAPZA sering disebut juga sebagai zat
psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan
perubahan perilaku, perasaan, pikiran.
Penyalahgunaan NAPZA adalah suatu penyimpangan perilaku
yang disebabkan oleh pengguna yang terus-menerus sampai terjadi
masalah. Pengguna NAPZA dapat mengalami kondisi lanjut yaitu:
ketergantungan napza yang merupakan suatu kondisi yang cukup berat dan
parah sehingga mengalami sakit yang cukup berat ditandai dengan
ketergantungan fisik (sindrom putus zat dan toleransi). Sindrom putus zat
adalah suatu kondisi dimana individu yang menggunakan napza,
menurunkan atau menghentikan penggunaan napza sehingga akan
menimbulkan gejala kebutuhan biologi terhadap NAPZA.
2. Golongan Zat psikoaktif
a. Heroin: serbuk putih seperti tepung yang bersifat opioid atau
menekan nyeri dan juga depressan SSP.
b. Kokain: diolah dari pohon Coca yang punya sifat halusinogenik.
c. Putau: golongan heroin
d. Ganja: berisi zat kimia delta-9-tetra hidrokanbinol, berasal dari daun
Cannabis yang dikeringkan, konsumsi dengan cara dihisap seperti
rokok tetapi menggunakan hidung.
e. Shabu-shabu: kristal yang berisi methamphetamine, dikonsumsi
dengan menggunakan alat khusus yang disebut Bong kemudian
dibakar.
f. Ekstasi: methylendioxy methamphetamine dalam bentuk tablet atau
kapsul, mampu meningkatkan ketahanan seseorang (disalahgunakan
untuk aktivitas hiburan di malam hari).
g. Diazepam, Nipam, Megadon: obat yang jika dikonsumsi secara
berlebih menimbulkan efek halusinogenik.
h. Alkohol: minuman yang berisi produk fermentasi menghasilkan
atanol, dengan kadar diatas 40% mampu menyebabkan depresi
susunan saraf pusat, dalam kadar tinggi bisa memicu Sirosis hepatic,
hepatitis alkoholik maupun gangguan system persyarafan.
NAPZA terbagi menjadi tiga jenis dan terbagi menjadi beberapa
kelompok:
a. Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintesis maupun semisintetis. Zat ini dapat
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan) yang
sangat berat. Narkotika juga memiliki daya toleren (penyesuaian dan
daya habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi. Ketiga sifat narkotika
inilah yang menyebabkan pemakai narkotika tidak dapat lepas dari
“cengkraman” nya.
Berdasarkan Undang-Undang No.35 Tahun 2009, jenis
narkotika dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu narkotika golongan I,
golongan II, dan golongan III.

1) Narkotika Golongan I: Narkotika yang berbahaya, zat adiktifnya sangat tinggi,


dan tidak untuk digunakan dengan kepentingan apapun kecuali untuk ilmu pengetahuan
dan penelitian. Contohnya ganja, heroin, kokain, morfin, opium, dan lain-lain.
2) Narkotika Golongan II: Narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, memiliki
manfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah petidin dan turunannya,
benzetidin, betametadol, dan lain-lain.
3) Narkotika Golongan III: Narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi
bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah kodein.
b. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah
maupun sintetis, bukan yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku (UU No. 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika).
Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai
berikut:
1) Psikotropika Golongan I: Psikotropika dengan daya adiktif yang
sangat kuat, belum diketahui manfaat untuk pengobatan, dan
sedang diteliti khasiatnya. Contohnya adalah MDMA, ekstasi,
LSD, dan STP.
2) Psikotropika Golongan II: Psikotropika dengan daya adiktif kuat
serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
amfetamin, metamfetamin, dan metakualon.
3) Psikotropika Golongan III: Psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh: pentobarbital,
flunitrazepam).
4) Psikotropika Golongan IV: Psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh: diazepam,
bromazepam, fenobarbital, klonozepam, klordiazepoxide,
nitrazepam, seperti pil KB, pil Koplo, Rohip, Dum, MG)
c. Bahan adiktif lainnya
Golongan adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan
psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya:
rokok, kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan
menimbulkan ketagihan dan thinner dan zat-zat lain, seperti lem kayu,
penghapus cair, aseton, cat, bensin, yang bila dihisap, dihirup, dan
dicium dapat memabukkan. Jadi alkohol, rokok, serta zat-zat lain yang
memabukkan dan menimbulkan ketagihan juga tertolong NAPZA.
3. Rentang respon
Rentang Respon ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai
dengan yang berat. Indikator dari rentang respon berdasarkan perilaku
yang ditampakkan oleh remaja dengan gangguan penggunaan zat adiktif.

Respon adaptif Respon Maladaptif

i. EEksperimentalk- s -
Rekreasional p
Situasional - e r-
Penyalahgunaan i
Ketergantungan m e
rasa ingin tahu, ingin memiliki pengalaman yang baru, atau sering dikatakan
taraf coba-coba.
j. Rekreasional ialah menggunakan zat od saat berkumpul berama-sama
dengan teman sebaya, yang bertujuan untuk rekreasi bersama teman
sebaya.
k. Situasional ialah orang yang menggunakan zat mempunyai tujuan
tertentu secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya
sendiri, seringkali penggunaan zat ini merupakan cara untuk
melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapinya. Biasanya
digunakan pada saat sedang konflik, stress, frustasi.
l. Penyalahgunaan zat adiktif ialah penggunaan zat yang sudah bersifat
patologis, sudah mulai digunakan secara rutin, paling tidak sudah
berlangsung selama 1 bulan, dan terjadi penyimpangan perilaku dan
mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial dan pendidikan.
m. Ketergantungan zat adiktif ialah penggunaan zat yang cukup berat,
telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan
fisik ditandai oleh adanya toleransi dan sindroma putus zat. Yang
dimaksud sindroma putus zat adalah suatu kondisi dimana orang
yang biasa menggunakan secara rutin, pada dosis tertentu berhenti
menggunakan atau menurunkan jumlah zat yang biasa digunakan,
sehingga menimbulkan gejala pemutusan zat.
4. Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
 Keluarga: terutama orangtua yang menyalahgunakan napza.
 Metabolik : perubahan metabolisme alkohol yang
mengakibatkan respons fisiologis.
 Infeksi pada otak: gejala sisa dari ensefalitis, meningitis.
 Penyakit kronis: kanker, asma, dan lain-lain.
2) Faktor Psikologis

 Tipe kepribadian: dependen, ansietas, depresi, psikopat.


 Harga diri rendah akibat penganiayaan masa anak-anak.
 Disfungsi keluarga: keluarga tidak stabil, role model negatif,
orang tua pengguna.
 Individu yang mempunyai prasaan tidak aman.
 Cara pemecahan masalah yang menyimpang.
 Individu dengan krisis identitas.
 Permusuhan dengan orang tua.
3) Faktor sosial kultural
 Sikap masyarakat yang ambivalen tentang penggunaan zat
 Norma kebudayaan: menggunakan halusinogen atau alkohol
untuk upaca adat.
 Lingkungan: diskotik, mall, lokalisasi, lingkungan rumah
kumuh dan padat
 Kontrol masyarakat kurang terhadap pengguna napza
 Kehidupan agama yang kurang
 Perilaku tindak kriminal pada usia dini.
b. Faktor Prespitasi
1) Pernyataan untuk mandiri dan membutuhkan teman sebaya sebagai
pengakuan.
2) Reaksi sebagai prinsip kesenangan: menghindari rasa sakit, relaks
agar menikmati hubungan interpersonal
3) Kehilangan sesuatu yang berarti: rumah, sekolah, kelompok teman
sebaya
4) Dampak kompleksitas era globalisasi: film/iklan, transportasi
lancar.
5. Manifietasi Klinis
a. Tingkah laku pasien pengguna zat sedatif hipnotik

1) Menurunnya sifat menahan diri


2) Jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang
3) Bicara cadel, bertele-tele
4) Sering datang ke dokter untuk minta resep
5) Kurang perhatian
6) Sanggat gembira, berdiam, (depresi), dan kadang
bersikap bermusuhan
7) Gangguan dalam daya pertimbangan
8) Dalam keadaan yang over dosis, kesadaran menurun, koma
dan dapat menimbulkan kematian
9) Meningkatkan rasa percaya diri
b. Tingkah laku pasien pengguna ganja
1) Kontrol diri menurun bahkan hilang
2) Menurunnya motivasi perubahan diri
3) Ephoria ringan
c. Tingkah laku pasien pengguna alkohol
1) Sikap bermusuhan
2) Kadang bersikap murung, berdiam
3) Kontrol diri menurun
4) Suara keras, bicara cadel, dan kacau
5) Agresi
6) Minum alkohol pagi hari atau tidak kenal waktu
7) Partisipasi di lingkungan social kurang
8) Daya pertimbangan menurun
9) Koordinasi motorik terganggu, akibat cenderung
mendapat kecelakaan.
10) Dalam keadaan over dosis, kesadaran menurun bahkan sampai

koma.

d. Tingkah laku pasien pengguna opioda


1) Terkantuk-kantuk
2) Bicara cadel
3) Koordinasi motorik terganggu
4) Acuh terhadap lingkungan, kurang perhatian
5) Perilaku manipulatif, untuk mendapatkan zat adiktif
6) Kontrol diri kurang
e. Tingkah laku pasien pengguna kokain
1) Hiperaktif
2) Euphoria, agitasi, dan sampai agitasi
3) Iritabilitas
4) Halusinasi dan waham
5) Kewaspadaan yang berlebih
6) Sangat tegang
7) Gelisah insomnia
8) Tampak membesar-besarkan sesuatu
9) Dalam keadan over dosis: kejang, delirium, dan paranoid
f. Tingkah laku pasien pengguna halusinogen
1) Tingkah laku tidak dapat diramalkan
2) Tingkah laku merusak diri sendiri
3) Halusinasi, ilusi
4) Distorsi (gangguan dalam penilaian, waktu dan jarak)
5) Sikap merasa diri benar
6) Kewaspadaan meningkat
7) Depersonalisasi
8) Pengalaman yang gaib/ajaib
6. Pohon Masalah

Potensial komplikasi

Resiko Mencederai Diri

Koping Individu tidak efektif: tidak


mampu mengatasi keinginan
menggunakan zat

INTERNAL EKSTERNAL
1. Distress spiritual 1. Ketidakmampuan Koping
2. Pemeliharaan kesehatan keluarga.
2. Gangguan Interaksi Sosial
tidak efektif

7. Komplikasi
 Paralisis pernafasan
 Obstructive sleep apnea
 Aritmia jantung
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang bertujuan untuk mencari Diagnosis
penyakit utama, yaitu: Pemeriksaan kandungan zat dalam darah dan urin.
Pada intoksikasi alcohol terdapat:
 Kadar γ-glutamil transpeptidase meningkat
 Kadar MCV meningkat
 Kadar asam urat, trigliserida meningkat
 Kadar SGOT dan SGPT meningkat
9. Penalataksanaan
a. Terapi
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan
detoktifikasi. Detoktifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau
menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu:
1) Detoktifikasi Tanpa Substitusi: Klien ketergantungan putau
(heroin) yang berhenti menggunakan zat yang mengalami gejala
putus zat tidak diberiobat untuk menghilangkan gejala putus zat
tesebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut
berhenti sendiri.
2) Detoksifikasi dengan Substitusi: Putau atau heroin dapat
disubstitusikan dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein,
bufremorfin, dan metadon. Substansi bagi pengguna sedatif-
hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya
diazepam. Pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang
menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa
nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yan
ditimbulkan akibat putus zat tersebut.

b. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan
kondisi para antan penyalahgunaan NAPZA kembali sehat dalam arti
sehat fisik, psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi sehat
tersebut diharapkan mereka akan mampu kembali berfugsi secara
wajar dalam kehidupannya sehari-hari.
jenis-jenis rehabilitasi antara lain :
1) Rehabilitasi Medik: Rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar
mantan penyalahgunan NAPZA benar-benar sehat secara fisik.
Termasuk dalam program rehabilitasi medik ini ialah memulihkan
kondisi fisik yang lemah, tidak cukup diberikan gizi makanan
yang bernilai tinggi, tetapi juga kegiatan olahraga yang teratur
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing yang
bersangkutan
2) Rehabilitasi Psikiatrik: Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan
agar peserta rehabilitasi yang semula bersikap dan bertindak
antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi
dengan baik dengan sesama rekannyamaupun personil yang
membimbing atau mengasuhnya. Termasuk rehabilitasi psikiatrik
ini adalah psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap
sebagai “rehabilitasi” keluarga terutama bagi keluarga-keluarga
broken home. Konsultasi keluarga ini penting dilakukan agar
keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang
terlibat penyalahgunaan NAPZA, bgaimana cara menyikapi bila
kelak ia telah kembali ke rumah dan upaya pencegahan agar tidak
kambuh.
3) Rehabilitasi Psikososial: Rehabilitasi psikososial ini
dimaksudkan agar peserta rehabilitasi dapat kembali adaptif
bersosialisasi dalam lingkungan sosialnya, yaitu dirumah,
disekolah/kampus dan ditempat kerja. Program ini merupakan
persiapan untuk krmbali ke masyarakat. Leh karena itu, mereka
perlu dibekali dengan pendidikan dan ketrampilan misalnya
berbagai kursus ataupun balai latihan kerja yang dapat diadakan di
pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila mereka telah
selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali
ke sekolah/kuliah ata bekerja.
4) Rehabilitasi Psikoreligus: Rehabilitasi psikoreligius memegang
peranan penting. Unsur agama dalam rehabilitasi bagi para
pasien penyalahgunaan NAPZA mempunyai arti penting dalam
mencapai penyembuhan. Unsur agama yang mereka terima akan
memulihkan dan memperkuat rasa percaya diri, harapan dan
keimanan. Pendalaman, penghayatan dan pengamalan keagamaan
atau keimanan ini akan menumbuhkan kekuatan kerohanian pada
diri seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal
mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA.
5) Forum Silaturahmi: Forum silaturahmi merupakan program
lanjutan (pasca rehabilitasi) yaitu program atau kegiatan yang
dapat diikuti oleh mantan penyalahgunaan NAPZA (yang telah
selesai menjlani tahapan rehabilitasi) dan keluarganya. Tujuan
yang hendak dicapai dalam forum silaturahmi ini adalah untuk
memantapkan terwujudnya rumah tangga/keluarga sakinah yaitu
keluarga yangharmonis dan religius, sehingga dapat memperkecil
kekambuhan penyalahan NAPZA.
6) Program Terminal: Pengalaman menunjukan baha banyak dari
mereka sesudah menjalani program rehabilitasi dan kemudian
mengikui forum silatuhrami, mengalami kebingungan untuk
program selanjutya. Khusunya bagi pelajar dan mahasiswa yang
karena keterlibatannya pada penyalahgunaa NAPZA di masa lalu
terpaksa putus sekolah menjadi pengangguran; perlu menjalani
program khusus yang dinamakan program terminal (re-entry
program), yaitu program persiapan untuk kembali melanjutkan
sekolah/kuliah atau bekerja.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian terdiri dari pengumpulan informasi subjektif dan
objektif (misalnya tanda vital, wawancara pasien atau keluarga,
pemeriksaan fisik) dan meninjauan informasi riwayat pasien pada rekam
medik. Perawat juga mengumpulkan informasi tentang kekuatan (untuk
mengidentifikasi peluang promosi kesehatan) dan resiko (area perawat
dapat mencegah atau potensi masalah yang dapat ditunda
Fokus pengkajian yang dilakukan pada klien dengan Hiperemesis
Graviarum adalah:
a. Identitas klien: Meliputi nama, usia, staus perkawinan, jenis kelamin,
pekerjaan, bahasa Meliputi identitas pasien dan identitas
pemberi informasi, untuk memperkirakan reliabilitas informasi
b. Keluhan utama: Hal-hal yang hal dikeluhkan saat ini alasan meminta
pertolongan.
c. Riwayat penyakit sekarang
 Kapan
 Pemicunya apa
 Bagaimana pemicu dapat mempengaruhi Adakah gejala negatif
(disfungsi /hendaya)
 Adakah gejala positif /gangguan psikofisiologis (waham,
halusinasi dan lain-lain)
d. Riwayat Penyakit Dahulu: Gejala penyakit jiwa sebelumnya,
bagaimana gejalanya, apakah sama dengan sekarang, berapa lama
sakit, dirawat, kembali normal? Dengan obat atau tanpa obat.
Perhatian khusus pada episode pertama kelainan, karena sangat
bermakna klinis. Riwayat bedah mayor, trauma mayor, trauma
craniocerebral, gangguan neurologis karena tumor, epilepsy, di
diagnose positif HIV/AIDS. Untuk kelainan psikosomatis:
berhubungan dengan penyakit alergi, atopic, rheumatoid arthritis,
gangguan Gastrointestinal. Penyalagh gunaan alcohol/zat
psikosomatis.
e. Riwayat kesehatan Keluarga

 Riwayat gangguan jiwa keluarga, terutama keluarga dekat.


Jangan lupa membuat sislilah keluarga.
 Riwayat penyalahgunaan zat
pada keluarga Siapa saja yang
tinggal serumah.
 Bagaimana hubungan dia dengan
keluarganya Sikap keluarga terhadap
penyakit pasien.
f. Pemeriksaan Status Mental
1) Deskripsi umum: Penampilan fisik: kesan fisik keseluruhan,
penampilan, pakaian, kerapihan, higene pribadi, apakah ada
bekas sayatan, tato. Postur: tampak postur tertentu, tanda
ansietas, tegang.
2) Perilaku dan aktivitas psikomotor: Kesopanan, keinginan untuk
bekerja sama, ekspresi wajah, merespon halusinasi, apakah ada
agitasi psikomotor atau retardasi psikomotor, adakah gerakan
ekstrapiramidal, adakah gerakan abnormal seperti tic, chorea,
sterotypi, menerisme atau gaya berjaln abnormal.
3) Bicara dan percakapan: Nada dan variasi tinggi rendahnya nada
(pada depresi akan menurun), kecepatan dan volume suara,
volume pembicaraan meningkat. Normalnya pembicaraan:
spontan, logis, koheren, relevan Catat adakah sircumstantialisme,
perservasi, verbigerasi. Bagaimana arus pembicaraan apakah
flight of idea, retardasi atau blocking Bagaimana kualitas dan
kuantitas bicaranya
4) Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif/tidak
5) Mood dan afek: Mood: emosi yang menetap. mengandung
komponen kedalaman, durasi, fluktuasi. Mood objektif berupa:
Hypotimia, euthymia, hypertymia. Mood subjektif berupa
gambaran perasaan dari pasien sendiri. Afek: responsivittas
emosi pasien saat ini, tersirat dalam ekspresi wajah. Manifestasi
eksternal dari perasaan yang dapat diamati. Misal afek tumpul
datar dan menyempit. Kesesuaian afek, sesuai/tidak. Mood dapat
dianalogikan sebagi iklim, afek sebagai cuaca.
g. Pemeriksaan Fisik Umum

Terutama berubungan dengan kemungkinan penyebab


organic. Misal kesadaran (derilium), status neurologis, keadaan
kehamilan atau post partum, adakah demensia, adakah trauma
cerebri, kejang
h. Pemeriksaan Psikologi

Tidak setiap pasien memerlukan, tapi bermanfaat dalam


memperluaspemahaman pasien. Bertujuan membantu mendeteksi
sindrom organic, membantu mengidentifikasi psikotik ambang,
memberikan data dasar mengenai fungsi khusus dan umum.Test
yang dipakai dapat berupa (MMPI, WAIS, Bender gelstat test,
Raschoach test, MMSE dan lain-lain
i. Pemeriksaan Penunjang

Bertujuan menyingkirkan keadaan organic. Dapat berupa


EEG, pemeriksaan kadar zat dalam darah, pencitraan otak dan
lain-lain.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
manusia terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan atau
kerentanan respon dari seorang individu, keluarga, kelompok atau
komunitas.
Kemungkinan diagnosa yang bisa muncul adalah:
a. Gangguan Interaksi Sosial berhubungan dengan model peran negatif.
b. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan
ketidakmampuan mengatasi masalah.
c. Distress spiritual berhubungan dengan pengasingan diri.
d. Ketidakmampuan Koping keluarga berhubungan dengan resistensi
keluarga terhadap perawatan/pengobatan yang kompleks.
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa (SDKI) Tujuan dan KH (SLKI) Intervensi (SIKI)


1. Gangguan Interaksi Interaksi Sosial Modifikasi perilaku
Sosial berhubungan keterampilan social
Ekspektasi: membaik Observasi:
dengan model peran  Identifikasi
Kriteria hasil:
negatif. - Perasaan nyaman dengan penyebab kurangnya
situasi sosial meningkat. keterampilan social
- Perasaan mudah  Identifikasi focus
Gejala dan tanda mayor pelatihan keterampilan
menerima atau
Subjektif: social
mengkomunikasikan
1. Merasa tidak nyaman Terapeutik:
perasaan meningkat.
dengan situasi sosial.  Motivasi untuk
- Responsive pada orang berlatih keterampilan
2. Merasa sulit
lain meningkat. social
menerima atau
- Perasaan tertarik pada  Beri umpan balik
mengkomunikasikan
orang lain meningkat. positif (mis. pujian
perasaan.
- Minat melakukan kontak atau penghargaan)
Objektif:
emosi meningkat. terhadap kemampuan
1. Kurang responsif atau
asosialisasi
tertarik pada orang
 Libatkan keluarga
lain. selama latihan
2. Tidak berminta keterampilan social,
melakukan kontak jika perlu
emosi dan fisik Edukasi
 Jelasakn tujuan
Gejala dan tanda minor melatih keterampilan
Subjektif social
1. Sulit mengungkapkan  Jelaskan respond an
kasih sayang. konsekuensi
Objektif: keterampilan social
1. gejala cemas berat  Anjuran
2. kontak mata kurang mengungkapkan
perasaan akibat
3. ekspresi wajah tidak
masalah yang dialami
responsif
 Anjurkan
4. tidak kooperatif
mengevaluasi
dalam bermain dan pencapaian setiap
berteman dengan interaksi
sebaya.  Edukasi keluarga
5. Perilaku tidak sesuai untuk dukungan
usia keterampilan social
 Latih keterampilan
social secara bertahap.
2. Pemeliharaan kesehatan Pemeliharaan Kesehatan Edukasi Kesehatan
tidak efektif berhubungan
Ekspektasi: meningkat Observasi
dengan ketidakmampuan
Kriteria hasil: 1. Identifikasi kesiapan
mengatasi masalah. - Menunjukkan perilaku dan kemampuan
adaptif meningkat menerima informasi.
- Menunjukkan 2. Identfikasi fakto faktor
Gejala dan Tanda Mayor:
pemahaman perilaku yang dapat
Subjektif
(tidak tersedia) sehat meningkat meningkatkan dan
Objektif - Kemampuan menjalakan menurunkan motivasi
perilaku sehat meningkat. perilaku hidup bersih
1. Kurang menunjukan - Perilaku mencari bantuan dan sehat.
peerilaku adaptif meningkat Terapeutik
terhadap perubahan - Menunjukkan minat 1. Sediakan materi dan
lingkungan
meningkat media pendidikan
2. Kurang menunjukan
pemahaman tentang - Perilaku sehat meningkat kesehatan
perilaku sehat - Memiliki sistem 2. Jadwalkan
3. Tidak mampu pendukung meningkat. pendidikan
menjalankan perilaku kesehatan sesuai
sehat. kesepakatan.
3. Berikan kesempatan
Gejala dan Tanda Minor: untuk bertanya.
Subjektif: Edukasi
(tidak tersedia) - Jelaskan faktor risiko
Objektif:
yang dapat
1. Memiliki riwayat
perilaku mencari mempengaruhi
bantuan kesehatan kesehatan
yang kurang. - Ajarkan perilaku hidup
2. Kurang menunjukkan bersih dan sehat.
minat untuk - Ajarkan strategi yang
meningkatkan dapt digunakan untuk
perilaku sehat.
meningkat perilkau
3. Tidak memiliki
sistem pendukung hidup sehat dan bersih.
(support system)
3. Distress spiritual Status Spiritual Dukungan Spititual
Observasi:
berhubungan dengan Ekspektasi: meningkat  Identifikasi perasaan
pengasingan diri. Kriteria hasil: khawatir, kesepian dan
- Verbalisasi makna dan ketidakberdayaan
tujuan hidup meningkat  Identifikasi
Gejala dan tanda mayor - Verbalisasi kepuasan pandangan tentang
Subjektif: tehadap makna hidup
hubungan antara
meningkat
3. Mempertanyakan - Perilaku marah kepada spiritiual dan kesehatan
makna/tujuan tuhan menurun  Identifikasi harapan
hidupnya. - Kemampuan beribadah dan kekuatan pasien
4. Menyatakan hidupnya membaik  Identifikasi ketaatan
terasa tidak/kurang dalam beragama
bermakna. Terapeutik:
5. Merasa tidak/kurang  Berikan teknik
nonfarmakologi
berdaya
untuk mengurangi
Objektif: rasa nyeri
2. Tidak mampu  Berikan kesempatan
beribadah mengekspresikan
3. Marah pada Tuhan perasaan tentang
penyakit dan
Gejala dan tanda minor kematian
 Berikan kesempatan
Subjektif: mengekspresikan
dan meredakan
1. Menyatakan hidupnya marah secara tepat
tidak/kurang  Yakinkan bahwa
bermakna. perawat bersedia
2. Mengeluh tidak dapat mendukung selama
menerima (kurang masa
pasrah). ketidakberdayaan
3. Merasa bersalah.  Sediakan privasi dan
4. Merasa terasing. waktu tenang untuk
5. Menyatakan telah aktivitas spiritual
diabaikan  Diskusikan
keyakinan tentang
Objektif: makna dan tujuan
hidup, jika perlu
1. Menolak berinteraksi  Fasilitasi melakukan
dengan orang kegiatan ibadah
terdekat/pemimpin Edukasi
spiritual.  Anjurkan berinteraksi
2. Tidak mampu dengan keluarga,
berkreativitas (mis. teman, dan/atau orang
menyanyi, lain
mendengarkan musik,  Anjurkan
menulis). berpartisipasi dalam
3. Koping tidak efektif. kelompok pendukung
4. Tidak berminat pada  Ajarkan metode
alam/teratur spititual. relaksasi, meditasi, dan
imajinasi terbimbing
Kolaborasi
Gejala dan tanda minor  Atur kunjungan
Subjektif dengan rohaniawan
(mis. ustadz, pendeta,
1. Dispnea
romo, biksu)
saat/setelah
aktivitas
2. Merasa tidak
nyaman setelah
aktivitas
3. Merasa lemah.

Objektif:
1. Tekanan darah
berubah >20%
dari kondisi
istirahat
2. Gambaran EKG
menunjukkan
Aritmia
saat/setelah
aktivitas
3. Gambaran EKG
menunjukkan
Iskemia
4. Sianosis
4. Ketidakmampuan Koping Status Koping Keluarga Dukungan Koping
Keluarga
keluarga berhubungan Ekspektasi: meningkat
Kriteria hasil: Observasi:
dengan resistensi  Identifikasi respon
keluarga terhadap emosional terhadap
- Perasaan diabaikan
kondisi saat ini
perawatan/pengobatan menurun
 Identifikasi beban
- Kekhawatiran tentang
yang kompleks. anggota keluarga prognosis secara
menurun psikologis
- Kemampuan  Identifikasi
Gejala dan Tanda Mayor:
memenuhi kebutuhan pemahaman tentang
Subjektif: anggota keluarga keputusan perawatan
meningkat setelah pulang
1. Merasa diabaikan - Komitmen pada Terapeutik:
perawatan/pengobatan  Dengarkan masalah,
meningkat perasaan dan
Objektif: - Komunikasi antara pertanyaan keluarga
anggota keluarga  Terima nilai-nilai
1. Tidak memenuhi meningkat
keluarga dengan
kebutuhan anggota cara yang tidak
keluarga
2. Tidak toleran menghakimi
3. Mengabaikan anggota  Diskusikan rencana
keluarga medis dan perawatan
 Fasilitasi
Gejala dan Tanda Minor: memperoleh
Subjektif: pengetahuan,
keterampilan dan
1. Terlalu khawatir peralatan yang
dengan anggota diperlukan untuk
keluarga mempertahankan
2. Merasa tertekan keputusan perawatan
(depresi) pasien
 Hargai dan dukukng
Objektif:
mekanisme koping
adaptif yang
1. Perilaku menyerang digunakan
(agresi) Edukasi
2. Perilaku menghasut  Informasikan
(agitasi)
kemajuan pasien
3. Tidak berkomitmen
4. Menunjukan gejala secara berkala
psikosomatis  Informasikan fasilitas
5. Perilaku menolak perawatan kesehatan
6. Perwatan yang yang tersedia
mengabaikan Kolaborasi
kebutuhan dasar klien  Rujuk untuk terapi
7. Mengabaikan keluarga, jika perlu
perawatan/pengobatan
8. Perilaku bermusuhan
9. Perilaku
individualistik
10. Upaya membangun
hidup bermakna
terganggu
11. Perilaku sehat
terganggu
12. Ketergantungan
angota keluarga
meningkat
13. Realitas kesehatan
anggota keluarga
terganggu.

4. Evaluasi

Tahap evaluasi dapat dilkukan secara formatif dan sumatif.


Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan
keperawatan. Sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir.Evaluasi
yang efektif, perlu didasarkan pada kriteria yang dapat diukur dan
mencermikan hasil akhir perawatan yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai