Anda di halaman 1dari 4

Nama : Egi Mardian

Nim. : 1911130182
Prodi. : Ekonomi Syariah
Makul : Ekonomi Makro Islam
Dosen : Esti Alfiah, ME

1. Jelaskan Pengertian makro ekonomi Islam?

Jawab :

Ekonomi Makro Islam adalah ilmu yang membahas permasalahan kebijakan


ekonomi secara makro, berupa pengelolaan dan pengendalian, sesuai dengan ajaran
Islam. Dalam membahas perspektif Ekonomi Islam, ada satu titik awal yang benar-
benar harus kita perhatikan, yaitu : ekonomi dalam islam itu sesungguhnya bermuara
kepada akidah islam, yang bersumber dari syariatnya. Dan hal ini baru dari satu sisi.
Sedangkan dari sisi lain adalah Al-Qur’an al-Karim dan As-Sunnah Nabawiyah yang
berbahasa Arab. Karena itu, berbagai terminologi dan substansi ekonomi yang sudah
ada, haruslah dibentuk dan disesuaikan terlebih dahulu dalam kerangka Islami. Atau
dengan kata lain, harus digunakan kata dan kalimat dalam bingkai lughawi. Supaya
dapat disadari pentingnya titik permasalahan ini. Karena dengan gemblang, tegas dan
jelas mampu memberi pengertian yang benar tentang istilah kebutuhan, keinginan,
dan kelangkaan (al nudrat) dalam upaya memecahkan problematika ekonomi
manusia.

2. Bagaimana Kebijakan Fiskal dalam Islam ?

Jawab :

Dalam Islam, kebijakan fiskal merupakan suatu kewajiban negara dan menjadi hak
rakyat, sehingga kebijakan fiskal bukanlah semata-mata sebagai suatu kebutuhan
untuk perbaikan ekonomi maupun untuk peningkatan kesejahteraan rakyat saja, akan
tetapi lebih pada penciptaan mekanisme distribusi ekonomi yang adil. Karena hakikat
permasalahan ekonomi yang melanda umat manusia adalah berasal dari bagaimana
distribusi harta di tengah-tengah masyarakat terjadi. Jadi uang publik dipandang
sebagai amanah di tangan penguasa dan harus diarahkan pertama-tama pada lapisan
masyarakat yang lemah dan orang-orang miskin, sehingga tercipta keamanan
masyarakat dan kesejahteraan umum.

3. Bagaimana perbedaan Konsep Pendapatan Negara Indonesia dengan Islam ?

Jawab :
a. Pendapatan Nasional Dalam Konsep Islam
Beberapa analisis penerapan konsep GDP riil/ per kapita secara Islami
sebagai indikator kesejahteraan suatu negara dan selayaknya dilakukan oleh
pemerintah sebagai berikut: umunya hanya produk yang masuk pasar yang
dihitung dalam GNP tidak mencerminkan kondisi riil pendapatan per kapita
dan kesejahteraan masyarakat. Produk yang dihasilkan dan dikonsumsi
sendiri, tidak tercakup dalam GNP. Dalam konsep tersebut seharusnya mampu
menggambarkan dan mengenali penyebaran alamiah dari output perkapita
secara riil. GNP juga tidak mampu mendeteksi kegiatan produksi yang tidak
ditransaksikan di pasar. Itu artinya kegiatan produktif keluarga yang langsung
dikonsumsi dan tidak memasuki pasar tidak tercatat di dalam GNP. Di
samping itu, seharusnya konsep pendapatan nasional harus lebih memberi
tekanan/ bobot terhadap produksi bahan kebutuhan pokok. Selama ini konsep
pendapatan nasional memberi nilai yang sama antara bahan kebutuhan pokok
dengan komoditas tersier lain jika nilai nominalnya sama.

 Pendapatan nasional harus mampu mengukur produksi di sektor


pedesaan dan sektor riil. Tingkat produksi komoditas dalam subsistem
pedesaan dan sektor riil begitu penting karena menyangkut hajat hidup
orang banyak dan mengentaskan kemiskinan oleh pemerintah. Data
tersebut dapat menjadi landasan kebijakan pemerintah dalam
mengambil keputusan yang menyangkut ekonomi riil dan ekonomi
masyarakat pedesaan.
 Pendapatan nasional harus dapat mengukur kesejahteraan ekonomi
islami. Pendapatan per kapita yang yang ada selama ini tidak
menyediakan data yang cukup untuk mengukur kesejahteraan yang
sesungguhnya. Oleh karena itu sungguh menarik tentang apa yang
telah dinyatakan dalam konsep measures for economic welfare oleh
akademisi barat yang menyatakan bahwa kesejahteraan rumah tangga
yang merupakan ujung dari seleruh kegiatan ekonomi yang sebenarnya
bergantung pada tingkat konsumsinya. Karena sesungguhnya konsep
ini memberikan petunjuk-petunujuk berharga untuk memperkirakan
level kebutuhan hidup minimum secara islami.

b. Konsep Pendapatan Indonesia


Pendapatan nasional dapat diartikan sebagai jumlah barang dan jasa yang
dihasilkan suatu negara pada periode tertentu (biasanya satu tahun) atau dapat
diartikan pula bahwa pendapatan nasional adalah jumlah penghasilan yang
diterima pemilik faktor-faktor produksi sebagai balas jasa atas sumbangannya
dalam proses produksi dalam kurun waktu satu tahun (periode tertentu).
Perhitungan pendapatan nasional dapat memberikan perkiraan seluruh
produk yang dihasilkan di dalam negeri (GDP) secara teratur yang merupakan
ukuran dasar dari performansi perekonomian dalam memproduksi barang dan
jasa serta memberikan pemahaman terhadap kerangka kerja hubungan antara
variabel makroekonomi yaitu output, pendapatan, dan pengeluaran.
Terdapat tida element penting dalam konsep ini antara lain produk domestik
bruto (gross domestic product/ GDP), produk nasional bruto (gross nasional
product/ GNP) dan product nasional netto (net national product/ NNP).

4. Bagaimana pemikiran Abu Ubaid tentang Perdagangan International ?

Jawab :

Pemikiran Abu Ubaid tentang hal ini terdapat dalam kitab Al-Amwal yang
ditulisnya jauh sebelum Adam Smith (1723-1790). Pemikiran Abu Ubaid tentang
ekspor dan impor ini terbagi menjadi tiga, yaitu: tidak adanya nol tarif dalam
perdagangan internasional, cukai bahan makanan pokok lebih murah, dan ada batas
tertentu untuk dikenakan cukai.

 Tidak Adanya Nol Tarif


Menurut Abu Ubaid, cukai merupakan adat kebasaan yang senantiasa
diberlakukan pada zaman jahiliyah. Cukai merupakan salah satu bentuk
merugikan orang lain. Sebagaimana firman Allah dalam surat Huud (11) ayat
85 yang artinya: “Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak
mereka dan jangan kamu membuat kejahatan di bumi dengan berbuat
kerusakan.” Setelah Allah membatalkan sistem cukai tersebut dengan adanya
pengutusan Rasulullah dan agama Islam. Lalu datanglah kewajiban membayar
zakat sebanyak 2,5%. Dari Ziyad bin Hudair, ia berkata, “Saya telah dilantik
Umar menjadi petugas bea cukai. Lalu dia memerintahkanku supaya supaya
mengambil cukai barang impor dari para pedagang kafir harbi sebanyak 10%.
Barang impor pedagang ahli dzimmah sebanyak 5%, dan barang impor
pedagang kaum muslimin 2,5%”.
Sekarang ini, paradigma penganut perdagangan bebas adalah tidak boleh
ada tarif barrier pada suatu negara. Barang dagangan harus bebas masuk dan
keluar dari suatu negara atau bea masuknya nol persen. Tetapi, dalam konsep
islam, tidak ada sama sekali yang bebas, meskipun barang impor itu adalah
barang kaum muslimin. Untuk barang impor kaum muslimin dikenakan zakat
yang besarnya 2,5%. Sedangkan non-muslim, dikenakan cukai 5% dan untuk
ahli dzimmah (kafir yang sudah melakukan perdamaian dengan islam), dan
10% untuk kafir harbu (Yahudi dan nasrani). Jadi, tidak ada prakteknya sejak
dari dahulu, bahwa barang suatu negara bebas masuk ke negara lain begitu
saja.
 Cukai Bahan Makanan Pokok
Cukai yang dikenakan untuk bahan makanan pokok seperti minyak dan
gandum buka 10% tetapi 5% dengan tujuan agar barang impor berupa
makanan pokok banyak berdatangan ke Madinah sebagai pusat pemerintahan
saat itu. Dari Salim bn Abdullah bin Umar dari ayahnya, ia berkata, “Umar
telah memungut cukai dari kalangan pedagang luar; masing-masing dari
minyak dan gandum dikenakan bayaran cukai sebanyak 5%.
 Ada Batas Tertentu Untuk Cukai
Yang menarik, tidak semua barang dagangan dipungut cukainya. Ada
batas-batas tertentu dimana kalau kurang dari batas tersebut dimana kalau
kurang dari batas tersebut, maka cukai tidak dapat dipungut. Dari Ruzaiq bin
Hayyan ad-Damisyqi (dia adalah petugas cukai di perbatasan Mesir pada saat
itu) bahwa Umar bin Abdul Aziz telah menulis surat kepadanya, yang isinya
adalah, “Barang siapa yang melewatimu dari kalangan ahli zimmah, maka
pungutlah barang dagangan impor mereka. Yaitu, pada setiap dua puluh dinar
mesti dike nakan cukai sebanyak satu dinar. Apabila kadarnya kurang dari
jumlah tersebut, maka hitunglah dengan kadar kekurangannya, sehingga ia
mencapai sepuluh dinar. Apabila barang dagangannya kurang dari sepertiga
dinar, maka janganlah engkau memungut apapun darinya. Kemudian
buatkanlah surat pembayaran cukai kepada mereka bahwa pengumpulan cukai
akan tetap diberlakukan sehingga sampai satu tahun”.
Jumlah sepuluh dinar adalah sama dengan jumlah seratus dirham di dalam
keten tuan pembayaran zakat. Seorang ulama Iraq, Sufyan telah
menggugurkan kewajiban membayar cukai apabila barang impor ahli
dzimmah tidak mencapai seratus dirham. Menurut Abu Ubaid, seratus dirham
inilah ketentuan kadar terendah pengumpulan cukai atas harta impor ahli
dzimmah dan kafir harbi.

5. Bagaimana pandangan saudara tentang perekonomian saat sekarang ?

Jawab :

Menurut saya Perekonomian Indonesia saat sini agak menurun dibandingkan


dengan beberapa tahun yang lalu, hal ini wajar Menurut saya karena sekarang adalah
masa pandemi virus Corona yang menyebabkan sistem ekonomi disemua negara
terhambat, dikarenakan semua negara sedang fokus untuk menyembuhkan negara dari
virus Corona, begitu juga negara kita Indonesia yang sedang berusaha melawan virus
Corona, dan hampir semua pendapatan negara difokuskan ke kesehatan agar lebih
cepat menghilangkan virus Corona di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai