Anda di halaman 1dari 12

ESSAY

KEBIJAKAN FISKAL DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DALAM RANGKA


KEADLIAN GUNA MENINGKATKAN TARAF HIDUP UMMAT

Untuk memenuhi Ujian Akhir Semester (UAS) Ganjil, mata kuliah Prinsip – Prinsip
Ekonomi Islam

Dosen Pengampu: Mufidah, M. H

Disusun Oleh:

Salsabillah Vintayana – 11180810000034

Manajemen 3D

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2019
KEBIJAKAN FISKAL DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DALAM RANGKA
KEADLIAN GUNA MENINGKATKAN TARAF HIDUP UMMAT

Dalam membangun ekonomi Rabbani, tentu saja segala aktivitas kita harus selalu kita
kembalikan kepada-Nya. Prinsip keadilan adalah salah satu wujudnya. Allah Maha Adil
terhadap makhluk-Nya, tentu kita sebagai makhluknya harus senantiasa adil terhadap sesama.
Yang sudah kita ketahui, bahwa kebijakan fiskal memiliki fungsi alokasi, fungsi distribusi
dan fungsi stabilisasi perekonomian.

Dalam hal alokasi, untuk apa sajakah sumber-sumber keuangan negara, sedangkan
distribusi menyangkut bagaimana kebijakan negara mengelola pengeluarannya untuk
menciptakan mekanisme distribusi yang adil di masyarakat, dan stabilisasi adalah bagaimana
negara menciptakan perkonomian yang stabil.1

Dalam sistem ekonomi Islam, kebijakan fiskal merupakan suatu kewajiban negara dan
menjadi hak rakyat, sehingga kebijakan fiskal bukanlah semata-mata sebagai suatu kebutuhan
untuk perbaikan ekonomi maupun untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan
fiskal ekonomi Islam yang mengacu pada mekanisme distribusi ekonomi yang adil, karena
hakikat permasalahan ekonomi yang melanda umat manusia adalah berasal dari bagaimana
distribusi harta di tengah - tengah masyarakat terjadi (An-Nabhani, 2000).2

Mekanisme zakat memastikan bahwa aktivitas ekonomi dapat berjalan pada tingkat yang
minimal, yaitu pada tingkat pemenuhan kebutuhan primer. Sedangkan infak – sedekah dan
instrumen sejenis lainnya mendorong permintaan agregat, yang fungsinya membantu umat
untuk mencapai taraf hidup diatas tingkat minimum.3

Sudah kita ketahui bersama, bahwa kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam sangat sesuai
dengan kebutuhan negara kita saat ini. Karena, Islam sendiri mengutamakan keadilan
bersama, Islam juga merupakan agama dengan Rahmat bagi Seluruh Alam. Namun, tentu hal
itu tidak membuat kebijakan fiskal ekonomi Islam mudah begitu saja diterima oleh negara
yang terdiri dari berbagai etnis ini. Padahal, sebenarnya sudah sangat gamblang bahwa
ekonomi Islam mendukung adanya keadilan bagi umat dan bukan untuk kepentingan pribadi
dan kelompok.

1
Huda, Nurul. Achmad Aliyadin, dkk. Keuangan Publik Islami. 1 Agustus 2012. hlm 217.
2
Ibid.
3
Ibid, hlm 214.
Sementara itu, kebijakan fiskal konvensional yang diterapkan negara kita saat ini terdiri
dari pemasukan yang berasal dari perpajakan; pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan
pajak luar negeri, penerimaan negara bukan pajak; penerimaan SDA (migas dan non migas),
pendapatan bagian laba BUMN, PNBP, dan pendapatan BLU. Utang dan penerimaan hibah. 4

Tabel 1
APBN 2018

Sumber: https://www.slideshare.net/TonyHidayat4/anggaran-pendapatan-dan-belanja-
negara-apbn-2018

Dari tabel diatas, dapat kita lihat bahwa pendapatan negara terbesar berada pada sektor
pajak. Pada tahun 2018, pendapatan pajak sebesar 1.893,5 triliun Rupiah. jauh
meningggalkan pendapatan bukan pajak (pendapatan SDA, laba BUMN, dll.) sebesar 275,4
triliun Rupiah.

Karena ini berdasarkan asumsi, maka APBN tidak jarang mengalami defisit. Untuk
mengatasi defisit negara melakukan hutang kepada pihak lain dengan mengeluarkan obligasi.
Untuk di negara-negara dengan pasar obligasi tidak berkembang dengan baik, alternatif lain
adalah dengan mencetak uang.

4
Suparmoko, M. Yusuf, Ali F. 2014. Perekonomian Indonesia Edisi 2. Hlm. 23.
Dalam APBN konvensional, sudah tergambar bahwa pendapatan negara diantaranya
berasal dari pemerintah yang juga melakukan bisnis seperti perusahaan lainnya. Misalnya,
dengan mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seperti halnya perusahaan lain, dari
perusahaan negara ini diharapkan memberikan keuntungan yang dapat digunakan sebagai
salah satu sumber pendapatan negara. Penghimpunan dana yang umum dilakukan adalah
dengan cara menarik pajak dari masyarakat. Pajak dikenal dalam berbagai bentuk seperti
pajak pendapatan, pajak penjualan, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain. Dan yang
terakhir adalah berutang. Dalam konteks ini, sebenarnya dianjurkan ketika sangat terdesak
saja. Karena dana yang diperoleh dari utang harus segera dikembalikan dengan bunga yang
sudah di sepakati. Masyarakat juga harus menyadari, bahwa kelak suatu hari mereka akan
membayar pajak yang sangat tinggi, karena secara tidak langsung, masyarakat yang
menanggung beban tersebut.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut masih ada kebocoroan pendapatan


pemerintahan Indonesia. Seharusnya total pendapatan mencapai Rp4.000 triliun, namun kini
baru sekitar separuhnya yang diperoleh. Dari perhitungan Litbang KPK, seharusnya ada
Rp4.000 triliun yang diterima tiap tahunnya, tapi pada kenyataannya pendapatan yang
diterima sekitar Rp 2.000 triliun.5

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, penerimaan negara hingga 30 September


2018 mencapai Rp1.312 triliun. Realisasi ini setara dengan 69,3% dari target dalam APBN
2018 yang sebesar Rp1.894,7 triliun.6

Tabel 2
Skema APBN Syariah
PENERIMAAN PENGELUARAN
Jenis Regulasi
Zakat Kebutuhan Dasar
Kharaj Kesejahteraan Sosial
Jizyah Pendidikan & Penelitian
Ushur Infrastruktur (Fasilitas Publik)

5
Purbaya, Adhitya Angling. Sebut Kebocoran, KPK: Pendapatan Indonesia Seharusnya Rp 4.000 T.
https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4492210/sebut-kebocoran-kpk-pendapatan-indonesia-seharusnya-
rp-4000-t. Diakses pada: Senin, 01 April 2019.
6
Pratama, Yudha Angga. Kemenkeu Bongkar Penyebab Kebocoran Uang Negara.
https://merahputih.com/post/read/kemenkeu-bongkar-penyebab-kebocoran-uang-negara. Di akses pada: 10
Februari 2019. Pukul: 10:15
Jenis Sukarela Dakwah & Propaganda Islam
Infak - Shadaqah Administrasi Negara
Wakaf Pertahanan & Keamanan
Hibah - Hadiah
Jenis Kondisional
Khums
Pajak (Nawaib)
Keuntungan BUMN (Fay’/Mustaghlah)
Lain - lain
Sumber: Dikembangkan dari table APBN, Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara
Daulah Islamiyah Al Madinatul Munawwarah: Periode Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin,
Adiwarman A. Karim, modul ISEG – UNPAD, 1997.
Dapat kita lihat skema RAPBN Syariah diatas, bahwa sistem penganggaran dalam
kebijakan fiskal syariah adalah estimasi penerimaan yang wajar dari semua sumber
pendapatan negara dan dipersiapkan dengan hati-hati, kemudian di distribusikan untuk
berbagai kategori pengeluaran yang tentunya untuk kemaslahatan manusia. Dapat dikatakan
pula, bahwa basis pengeluaran belanja negara Islam adalah penerimaan. Jadi. Istilah “besar
pasak daripada tiang” tidak berlaku. Pengeluaran ditetapkan mengikuti jumlah penerimaan
yang di dapat negara.

Sistem anggaran negara Islam sangatlah sederhana, logis, dan mudah. Pengeluaran
belanja negara dalam Islam, tidak boleh melebihi dari pendapatan negara yang diterima.
Normalnya, anggaran mengalami surplus atau paling tidak seimbang. Tidak diperlukan untuk
berutang atau mencetak uang baru guna membiayai defisit anggaran.

Dapat kita lihat pada tabel 1, bahwa terjadi kebocoran pendapatan negara karena
kurangnya ketegasan dalam regulasi dan kebijakan dengan tujuan meningkatkan kepatuhan
pajak. Agar kepatuhan pajak bisa meningkat, maka biaya kepatuhan juga harus diperhatikan.
Dengan semakin rendah biaya yang ditanggung untuk melaksanakan kewajiban perpajakan,
semakin tinggi kepatuhan pajak.

Selain itu, banyak dari pejabat negara ini yang masih sangat condong dan hanya
memikirkan kepentingan individu dan golongan. Tentu yang sudah kita ketahui, bahwa
seorang qiyadah yang baik, harusnya mementingkan kepentingan ummat banyak daripada
dirinya. Sedangkan konsep kepemimpinan dalam Islam tentu haruslah adil kepada jundi –
jundinya. Memikirkan kemaslahatan umat, tidak condong terhadap satu aspek, dan tentunya
sebagai pengayom dan perangkul berbagai kalangan masyarakat.

Dalam sistem ekonomi Islam khususnya mengenai kebijakan fiskal yang erat tentang
hubungan masyarakat dan negara dalam aspek pendapatan serta pengeluaran negara. Setelah
tadi sudah dibahas mengenai pendapatan dan pengeluaran negara dari sisi konvensional,
sekarang akan kami bahas mengenai pemasukan dan pengeluaran negara Islam.

Dalam dunia Islam, pasti sudah tidak asing dengan istilah “Baitul Mal”. Baitul Mal
adalah tempat atau lembaga yang menangani dan mengelola yang segala harta milik kaum
muslimin, untuk kemudian digunakan bagi kepentingan dunia dan akhirat. Tentu dalam setiap
entitas negara pasti tidak lepas dari yang namanya pendapatan dan pengeluaran negara.
Sebagai negara yang berjalan, tentu hal tersebut adalah sesuatu yang wajib ada bagi entitas
yang ideal. Namun, yang membedakan adalah bagaimana sistem, kriteria pendapatan yang
bisa masuk ke dalam Baitul Mal? Apakah sama dengan pengelolaa pendapatan yang terjadi di
Indonesia saat ini?

Apabila suatu negara memang benar – benar menerapkan perkonomian Islam secara
kaffah, sudah dipastikan bahwa negara tersebut akan jarang sekali mengalami defisit, karena
semua kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah atas dasar keimanan (tauhid). Selain
itu, zakat perdagangan dihitung berdasarkan keuntungan, bukan atas harga jual serta adanya
pemerataan kesejahteraan. Karena lagi – lagi, kemaslahatan umat yang menjadi prioritas.

Dari penjelasan diatas, bahwa pada hakikatnya zakat akan memelihara perekonomian.
Yang tentunya akan berpengaruh positif dari sisi konsumen maupun produsen. Produsen
disini dalam perspektif Muzakki, yang tentu akan memastikan diri mereka selalu memberikan
hak kaum miskin berupa zakat. Ini sama saja dengan produsen tersebut tengah menjaga pasar
barang – barang hasil produksinya, sehingga dapat mengembangkan usahanya ke arah yang
lebih baik. Selain itu, zakat dapat meminimalisir kredit macet.7 Karena salah satu alokasi
dana zakat yaitu untuk disalurkan kepada Gharim (orang yang terlilit hutang). Kemudian,
dalam pengelolaannya, zakat membutuhkan tenaga – tenaga dalam mengelola zakat, sehingga
dapat mengurangi pengangguran.

Zakat sangat menjaga hubungan antara golongan yang tidak mampu dengan golongan
yang mampu. Tanpa perlu mengorbankan golongan miskin. Kerelaan orang yang mampu

7
Sakti, Ali. 2007. Analisis Teoritis Ekonomi Islam, Jawaban atas Kekacauan Ekonomi Modern. Hlm. 209.
menyisihkan harta untuk yang tidak mampu, dapat menciptakan rasa kepedulian diantara
sesama.

Di Indonesia ini, zakat tentu sudah dikenal oleh berbagai kalangan baik muslim maupun
non-muslim. Namun, permasalahan yang terjadi di Indonesia ini adalah kurang menggunakan
metode yang tepat dalam memberikan edukasi zakat kepada masyarakat. Setelah ada hasil
pengumpulan zakat secara tradisional yang bersifat konsumtif, tentu tidak akan membuahkan
hasil. Dengan kata lain, masih sangat jauh dari pengentasan kemiskinan. Karena masih
banyak manajemen zakat yang tidak sesuai dengan aturan, baik dari panitia yang mengelola
maupun target yang dikategorikan berhak menerimanya.

Kembali ke kebijakan fiskal, terutama masalah APBN, bahwa APBN yang baik adalah
yang efisien dan tidak hanya sekedar fokus terhadap pengeluaran pembiayaannya saja, namun
juga target – target yang direncanakan. Dalam penentuan APBN dapat dirumuskan secara
mujmal atau dengan prinsip, atau bersifat lentur (fleksibel) sehingga dimungkinkan untuk
melakukan ijtihad.8 Tentu kebijakan fiskal dalam Islam, sangat mengutamakan kemaslahatan
publik, mengorbankan kepentingan pribadi dan golongan, menghindari mudarat – mudarat
yang mungkin dapat terjadi, dan memandang bahwa kebijakan apapun yang dikeluarkan
bertujuan semata – mata untuk beribadah kepada Allah SWT.

Sebenarnya, sistem ekonomi pada zaman Rasulullah itu, tidak serumit seperti sekarang
ini. Karena kita sudah berada pada era revolusi 4.0, yang tentu penerimaan zakat dan sedekah
sebagai sumber pendapatan tidaklah dapat memenuhi persyaratan anggaran yang
berorientasikan pertumbuhan ekonomi modern yang semakin kompleks.9 Maka dari itu,
diciptakan pajak baru yang dikenakan kepada orang yang lebih kaya untuk keadilan sosial.
Sesuai sabda Rasulullah SAW: “Kekayaan harus diambil dari si kaya dan dikembalikan
kepada si miskin” (HR. Bukhari).

Tetapi, tentu dalam membuat kebijakan fiskal bukanlah persoalan statis yang hanya
menggunakan satu perspektif saja. Dalam membuat kebijakan fiskal Islam, Qur’an dan
Sunnah adalah yang sangat utama dan harus mmpertimbangkan sasaran yang telah digariskan
syariat.

8
Huda, Nurul. Achmad Aliyadin, dkk. Op.Cit., 233.
9
Ibid., hlm 238.
Tentu yang sudah kita ketahui bersama, bahwa Baitul Mal mengelola keuangan dari
berbagai penerimaan negara seperti zakat, kharaj, jizyah, ushur, infak – sedekah – wakaf,
ganimah, Fa’i, nawaib (pajak khusus), dll (warisan, hibah, hiba, harta sitaan, denda). Untuk
kemudian digunakan guna pembangunan negara, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik,
agama, dll. Dan itulah gambaran dari kebijakan fiskal Islami.

Karena sesuai dengan prinsip ekonomi Islam yaitu Tauhid. Maka sumber daya manusia
yang ada di dalamnya juga insyaa Allah memiliki rasa khauf terhadap Allah SWT. Sehingga
apa yang dilakukannya, akan selalu berusaha ammar ma’ruf wa nahi munkar.

Teori – teori ekonomi konvensional hingga saat ini tidak mampu memecahkan persoalan
– persoalan yang tupoksinya adalah mewujudkan ekonomi global yang berkeadilan dan
berkeadaban. Malah yang terjadi adalah adanya dikotomi antara kepentingan individu,
golongan dan negara. Selain itu, ekonomi konvensional juga tidak mampu menyelaraskan
hubungan antara negara – negara, baik itu negara maju, berkembang, maupun terbelakang.
Fakta yang terjadi saat ini adalah dimana negara – negara maju berupaya untuk menjajah
negara – negara berkembang dan negara – negara terbekalang yang dikemas dalam bentuk
eksploitasi sumber daya, eksploitasi kebijakan – kebijakan politik dan ekonomi, dll, yang
seharusnya untuk kemakmuran negara. Yang lebih parah lagi, ekonomi konvensional hanya
memandang keuntungan tinggi dengan segala cara, sehingga terabaikannya pelestarian
sumber daya alam. Karena yang menjadi mindset penganut ekonomi konvensional adalah
mencari keuntungan sebesar – besarnya, dengan usaha sekecil – kecilnya.

Dalam Islam, konsep distribusi ada dua, yaitu distribusi komersial dan distribusi sosial.10
Distribusi komersial berupa penyaluran yang berkaitan dengan proses ekonomi, seperti
pendapatan, tanggung jawab, profit, kebutuhan – kebutuhan yang layak, dsb. Sedangkan
distribusi sosial, yaitu memastikan adanya keseimbangan pendapatan dalam ekonomi.
Dimana, aturan Islam sangatlah indah. Yang sudah kita tahu, bahwa tidak semua pihak
mampu melakukan aktivitas ekonomi secara masif seperti lansia, cacat fisik, dsb. Namun
Islam memastikan bahwa distribusi bagi pihak – pihak tersebut adalah dalam bentuk zakat,
infaq dan sedekah. Selain itu, adanya hukum warisan (faraaidh) yang sangat adil terutama
dalam pembagian harta kepada kerabat terdekat. Bahwa prinsip Islam sendiri menyatakan
bahwa kekayaan itu tidak boleh terpusat pada satu orang saja, namun harus di distribusikan,
terutama kepada kerabat terdekat. Namun, untuk khalayak umum, Islam memiliki instrumen

10
M. Syafi’i Atonio, “Konsep Distribusi Islam”, Republika 5 April 2004. Hlm. 119
distribusi lain seperti wakaf, yang tentu dapat dinikmati oleh siapapun dalam bentuk fasilitas
umum. Allah SWT, berfirman:

........

“.......supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
(Qs. Al – Hasyr : 7)

Jadi, menyejahterakan umat sebenarnya suatu hal yang mudah. Tetapi hal itu dapat
terwujud jika semua pihak memiliki semangat distribusi harta seorang muslim kepada pihak –
pihak yang membutuhkan. Wujud dari keadilan distribusi adalah mengalirnya saluran –
saluran distribusi harta ummat Islam melalui berbagai macam aktivitas kebaikan seperti yang
telah disinggung di atas.11 Dengan manajerial yang baik, tentu sistem – sistem ekonomi akan
terus berkembang, seperti produsen yang notabenenya sebagai muzakki akan memberikan
hak kaum miskin berupa zakat. Dengan melakukan hal tersebut, berarti produsen sekaligus
menjaga barang – barang hasil produksinya, dan kemudian secara jangka panjang akan
mampu mengembangkan usahanya pada tingkat yang lebih baik.

Selain itu, zakat juga dapat meningkatkan investasi yang bermula pada peningkatan
tabungan dan pendapatan. Karena pada hakikatnya, tabungan yang telah mencapai nisab,
harus dikeluarkan zakatnya. Untuk mempertahankan rasio tabungannya, maka para muzakki
melakukan investasi secara keseluruhan. Tentunya, investasi yang semakin banyak akan
mendorong perluasan produksi hingga terciptalah lapangan kerja.

Namun, Islam juga sangat melarang ummatnya untuk menimbun kekayaan. Oleh karena
itu, Islam sangat bersikeras agar ummatnya selalu melaksanakan distribusi harta secara adil
dan beradab, baik melalui zakat, infak, sedekah wakaf, dsb. Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim
Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan
mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan

11
Fauzia, Ika Yunia dan Riyadi, Abdul Kadir. “Prinsip Dasar Ekonomi Islam”. hlm 155.
emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada
mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”. (Qs. At – Taubah : 34)

Distribusi yang adil, berarti penyalurang yang tidak menzalimi berbagai pihak. Keadilan
bukan berarti harus ada pemerataan secara “saklek”. Namun keadilan yang sebenarnya adalah
menempatkan sesuatu sesuai proporsi. Keadilan adalah keseimbangan antar – individu
dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya. Abbas Al – Akkad menyatakan bahwa
persamaan yang baik adalah keadilan yang didalamnya tidak terdapat unsur kezaliman.12
Karena memaksa manusia untuk melakukan kewajiban yang sama namun dengan
kemampuan yang berbeda, itu sangatlah zalim.13

Maka, perbedaan kondisi kekayaan akibat perbedaan potensi usaha yang dikeluarkan
merupakan suatu keadilan. Dalam perspektif ini, keadilan menghendaki adanya reward
berdasarkan kontribusi yang berbeda – beda.

- -
-

“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu Termasuk orang- orang yang merugikan;
182. dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. 183. dan janganlah kamu merugikan
manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat
kerusakan; 184. dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat
yang dahulu”. (Asy-Syu’araa’: 181-184)

“Perbedaan Pendapatan” dan “pemerataan kesempatan” merupakan dua hal yang


berbeda.14 Namun, pemberian kesempatan yang sama untuk menghasilkan pemerataan
pendapatan merupakan bentuk keadilan. Keadilan tidak dapat kita artikan secara mutlak,
karena effort yang dikeluarkan oleh masing – masing individu berbeda, dan hasil yang
diperolehnya pun berbeda pula.

Kita memang tidak pernah tahu, bahwa kita akan dilahirkan da hidup dengan nasib
seperti apa. Namun yang kita harus ketahui, bahwa kehidupan masa depan manusia terletak
dalam usahanya dalam membenahi kehidupan. Sehingga pada hakikatnya, keadilan dan

12
Ibid. Hlm 159.
13
Ibid. Hlm 160.
14
Ibid.
pemerataan dapat diwujudkan melalui persamaan hak asasi manusia, seperti hak hidup,
kepemilikan , pendidikan, kesehatan, keamanan, kehidupan yang layak, dsb.

Kebijakan dan regulasi yang baik, sangat mudah diciptakan. Namun, mewujudkan
manusia untuk bisa jadi pemimpin yang adil, tentu tidak mudah dilakukan. Dan manusia lah
kunci kesuksesan keadilan dan kesejahteraan. Maka dari itu, yang dibutuhkan saat ini adalah
mendidik manusia agar takut terhadap Tuhannya. Amanah kita di dunia ini adalah menjadi
pemimpin dan beribadah kepada Allah. Menjadi orang yang bermanfaat untuk sesama
makhluk hidup, dan menjadi hamba yang taat kepada-Nya. Hal ini, tidak dimiliki oleh
pemimpin saat ini yang hanya berorientasi pada kepentingan pribadi. Kekacauan ekonomi
saat ini pun terjadi karena sistem – sistem ekonomi yang ada, jauh dari prinsip ekonomi yang
sudah dipaparkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Allah SWT, berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat
menyelamatkanmu dari azab yang pedih?” (Qs. As- Shaff : 10)

Ini merupakan wasiat, petunjuk dan bimbingan dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala
Tuhan Yang paling sayang kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin terhadap perdagangan
yang paling menguntungkan, dimana setelahnya mereka akan memperoleh keselamatan dari
azab yang pedih dan memperoleh surga yang penuh kenikmatan. Allah Subhaanahu wa
Ta'aala menggunakan kata-kata tawaran yang menunjukkan bahwa hal ini merupakan sesuatu
yang paling diinginkan oleh orang-orang yang berpandangan tajam, seakan-akan ada jawaban
dari mereka bahwa mereka mengiyakan.15

Terkait kebijakan fiskal dan APBN, harus kita kembalikan lagi dalam konsep keadilan
ini. Setiap negara memiliki potensi yang berbeda – beda, namun memiliki kesempatan yang
sama. Namun tergantung dari pemimpinnya. Apakah ia yang termasuk kaum penguasa? Atau
pengusaha keadilan? Pemeliharaan terhadap hukum, keadilan dan pertahanan negara adalah
fungsi kebijakan fiskal. Adanya manajemen pemasukan dan pengeluaran negara yang baik
juga dapat membantu berjalannya sistem ekonomi Islam sehingga tercapailah tujuan. Oleh
karena itu, mari bersama mewujudkan keadilan dengan memperbaiki sistem vital seperti
APBN, yang terdiri dari pos pemasukan dan pengeluaran negara, agar terciptanya kehidupan
madani dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas spiritual.

15
http://tafsir.web.id/
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Euis. 2009. Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Fauzia, Ika Yunia. Abdul Kadir Riyadi. 2014. Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif
Maqashid Al – Syari’ah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

http://tafsir.web.id/

Huda, Nurul. Achmad Aliyadin. Dkk. 2012. Keuangan Publik Islami. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Karim, Adiwarman. 2007. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Pratama, Yudha Angga. Kemenkeu Bongkar Penyebab Kebocoran Uang Negara.


https://merahputih.com/post/read/kemenkeu-bongkar-penyebab-kebocoran-uang-
negara. Di akses pada: 10 Februari 2019. Pukul: 10:15
Purbaya, Adhitya Angling. Sebut Kebocoran, KPK: Pendapatan Indonesia Seharusnya Rp
4.000 T. https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4492210/sebut-kebocoran-kpk-
pendapatan-indonesia-seharusnya-rp-4000-t. Diakses pada: Senin, 01 April 2019.
Sakti, Ali. 2007. Ekonomi Islam: Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern. Jakarta:
Paradigma & Aqsa Publishing.

Suparmoko, M. Yusuf, Ali F. 2014. Perekonomian Indonesia Edisi 2. Bogor: In Media.

Anda mungkin juga menyukai