NPM : 2051010376
Prodi : Ekonomi Syariah ( F )
Mk : Ekonomi Publik ( UAS )
JAWABAN UAS
1. a. Kebijakan APBN
2. a. Kuadran IV adalah kondisi yang paling buruk dan perlu dihindari, yaitu potensi
yang dimiliki rendah dan kemampuan mengelola pendapatan juga rendah. Pada kondisi
kuadran IV ini diperlukan strategi peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui
program Pendidikan dan pelatihan (edukasi) sehingga memiliki kapasitas mengelola
potensi pendapatan secara lebih baik. Pengembangan kualitas sumber daya manusia
merupakan langkah terpenting untuk memperbaiki kondisi tersebut.
ada tiga asas pemungutan pajak, termasuk asal pemungutan pajak di Indonesia :
Pertama yakni asas domisili, artinya pajak akan dikenakan ke seseorang apabila orang
yang bersangkutan merupakan berdomisili di negara tersebut.
Kedua yakni asas pemungutan pajak berdasarkan sumber. Artinya pengenaan pajak
dilakukan dari sumber-sumber yang berada di suatu negara.
Ketiga yakni asas pemungutan pajak berdasarkan kebangsaan. Landasan pengenaan
pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memiliki penghasilan.
b.fungsi utama pajak bagi negara adalah dibagi menjadi empat yakni fungsi anggaran,
fungsi redistribusi pendapatan, fungsi mengatur dan fungsi stabilitas. Contoh
kebutuhan negara tersebut antara lain pembiayaan kegiatan rutin, belanja barang negara,
belanja pegawai, anggaran pembangunan, pemeliharaan, dan sebagainya.
c. Secara makro, investasi adalah kegiatan yang menghasilkan nilai tambah (added
value), yang merupakan sumber utama kesejahteraan masyarakat (Noor, 2009). Dengan
demikian maka nilai tambah merupakan fungsi dari investasi. Nilai tambah adalah
susatu (yang bernilai) yang muncul atau bertambah dari sebelumnya, karena adanya
kegiatan investasi yang terdiri dari lima komponen:
1. Balas jasa modal (bunga), yang diterima oleh masyarakat pemilik modal.
2. Upah dan gaji yang diterima oleh masyarakat pekerja.
3. Sewa sarana produksi, yang diterima masyarakat pemilik faktor produksi.
4. Surplus usaha (keuntungan), yang diterima oleh masyarakat pengusaha.
5.Pendapatan dari usaha perorangan (petani, pelukis, dokter, pedagang kecil, dll).
Investasi adalah awal dari kegiatan ekonomi di masyarakat. Kegiatan ekonomi pada
hakikatnya adalah aktivitas yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dari
masyarakat. Dengan demikian semakin tinggi intensitas kegiatan ekonomi di suatu
wilayah, semakin tinggi oula peluang untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi
masyarakat di wilayah tersebut.
Bila dilihat dari sisi ekonomi (Noor, 2009), maka peningkatan kesejahteraan
masyarakat tersebut terdiri dari dua aspek yaitu: aspek pendapatan (income) dan aspek
semakin banyaknya pilihan konsumsi (number of choices) yang tersedia bagi
masyarakat. Melalui pengembangan investasi, dapat didorong terciptanya lapangan
pekerjaan yang menjadi sumber nafkah (pendapatan) dari masyarakat, serta
diproduksinya aneka ragam barang dan jasa yang menjadi pilihan konsumsi bagi
masyarakat, di samping itu juga dapat dihasilkan kestabilan penawaran (supply) barang
dan jasa di masyarakat, yang akan membantu terbangunnya stabilitas harga (nilai
tukar), baik untuk harga barang dan jasa domestik (internal stability) maupun untuk
nilai tukar uang domestik dengan uang asing (external stability). Dengan demikian,
pengembangan ekonomi masyarakat melalui investasi diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Derajat Kemandirian Daerah untuk mengukur seberapa jauh penerimaan yang berasal
dari daerah dalam memenuhi kebutuhan daerah, antara lain:
b. Indikator Kesejahteraan
Pembangunan ekonomi adalah sebuah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
ekonomi berskala besar, yaitu sebuah negara. Skalanya yang besar tersebut,
menyebabkan untuk mengevaluasi sejauh mana keberhasilan sebuah pembangunan
ekonomi tidaklah mudah. Di samping itu, yang membuat evaluasi pembangunan
menjadi tidak mudah adalah karena variabel utama yang diamati adalah variabel
kesejahteraan, sebuah variabel yang tidak mudah diukur karena ukuran kesejahteraan
itu sendiri tidak sederhana, tetapi meliputi banyak hal atau multidimensional. Untuk
mengatasi hal tersebut, para ahli ekonomi pembangunan kemudian menyusun berbagai
indikator pembangunan dan mengalami perbaikan seiring dengan perkembangan ilmu
ekonomi.
Ketika ilmu ekonomi pembangunan masih sangat muda, yaitu pada saat
kemunculannya setelah Perang Dunia II, pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai
berubahnya GNP dari keadaan statis untuk waktu yang lama (5 sampai 7% per tahun).
Dengan sendirinya maka banyak negara kemudian menggunakan pertumbuhan GNP
sebagai indikator untuk mengevaluasi jalannya pembangunan ekonomi. Dengan
meningkatnya pertumbuhan GNP, orang berharap bahwa kesejahteraan juga akan
meningkat. Akan tetapi kemudian negara-negara mencatat bahwa meskipun
pertumbuhan GNP sudah berlangsung dengan tingkat yang tinggi dan dalam kurun
waktu yang cukup, masih banyak orang yang hidup di bawah garis kemiskinan, dan
juga banyak penduduk yang tidak mendapatkan lapangan pekerjaan yang memadai
untuk menopang kebutuhan ekonominya.
Kemudian disadari bahwa ternyata pertumbuhan yang tinggi tersebut diikuti pula oleh
pertumbuhan penduduk yang juga tinggi sehingga pertumbuhan GNP tersebut harus
dibagi dengan jumlah penduduk yang meningkat pula sehingga tidak bisa menjamin
peningkatan kesejahteraan penduduk Oleh sebab itu kemudian orang lebih suka
menggunakan GNP per kapita, yaitu GNP dibagi dengan jumlah penduduk, untuk
mengevaluasi pembangunan ekonomi. GNP per kapita mempunyai dua keunggulan;
pertama, GNP per kapita relatif mudah dihitung Semua negara memiliki catatan
tentang GNP (atau beberapa menggunakan GDP) dan jumlah penduduk sehingga
catatan GNP per kapita bisa dihitung untuk semua negara. Kedua, ukuran ini cukup
mewakili hakikat utama pembangunan, yaitu peningkatan kesejahteraan dan
menghilangkan kemiskinan (jika asumsi distribusi pendapatan terpenuhi).
Namun GNP per kapita ini kemudian dianggap masih memiliki kelemahan. Misalnya
di negara berkembang banyak produksi barang dan jasa yang tidak didistribusikan
melalui pasar. Padahal perhitungan pendapatan nasional didasarkan pada harga pasar
yang berlaku. Hal ini kemudian menimbulkan berbagai upaya dilakukan untuk
memperbaiki kelemahan-kelemahan pengukuran perbandingan tingkat kesejahteraan
yakni yang disebut dengan indikator keuangan yang sudah diperbaiki (modified
monetary indicator) yaitu pengukuran tingkat kesejahteraan dengan pendapatan per
kapita yang sudah memperhitungkan perbedaan harga-harga (inflasi) dan Purchasing
Power Parity dan indikator nonkeuangan yang sudah diperbaiki (modified
non-monetary). Selain itu terdapat pula beberapa ukuran kesejahteraan di antaranya
misalnya pertama, indeks kesejahteraan yang berkelanjutan (Indeks of Sustainable
Economic Welfare) yang melihat kesejahteraan tidak hanya kesejahteraan di bidang
ekonomi saja yang menguntungkan produsen, namun juga berkaitan erat dengan
masalah sosial dan lingkungan masyarakat serta terus berkelanjutan tanpa mengurangi
sumber daya ekonomi yang tersedia (Mahyudi, 2004).
Kedua, indikator kesejahteraan The Physical Quality of Life Index (PQLI) atau indeks
mutu hidup adalah merupakan kombinasi dari tiga indikator, yaitu kematian bayi
(jumlah kematian tahunan dari bayi yang berumur di bawah satu tahun per 1.000 yang
hidup), harapan hidup mulai 1 tahun (menghindari overlap dengan kematian bayi), dan
tingkar melek huruf. PQLI diakui memang memberikan alternatif bagi indikator
kesejahteraan, akan tetapi indikator ini juga tidak lepas dari kritik Bebarapa ahli
ekonomi mengatakan bahwa hubungan antara indikator PQLI dan indeks gabungan
GNP per kapita sangat erat, sehingga menunjukkan hal yang tidak berbeda. Dengan
demikian para ekonom sepakat bahwa indikator PQLI memang mempunyai
penggunaan yang terbatas, hanya efektif membedakan tingkat pembangunan jika
tingkat GNP masih rendah. Berdasarkan perkembangan beberapa indikator
kesejahteraan tersebut, dapat dikatakan bahwa ternyata konsep pembangunan itu
sendiri merupakan konsep yang terus berkembang, baik dilihat dari keluasan isi dan
maknanya. Hal ini sejalan dengan perkembangan peristiwa, keadaan yang dihadapi,
serta tujuan yang ingin dicapai dalam hidup masyarakat sehingga persoalan tersebut
sangat ditentukan oleh sistem nilai, pandangan hidup, dan cita-cita hidup masyarakat
(Latief, 2002).