Anda di halaman 1dari 14

Nama : Puja Damaskha Rulistasari

NPM : 2051010376
Prodi : Ekonomi Syariah ( F )
Mk : Ekonomi Publik ( UAS )

JAWABAN UAS
1. a. Kebijakan APBN

1. Kebijakan APBN defisit (deficit budget)


Kebijakan APBN defisit adalah kebijakan di mana uang yang diterima negara dari
masyarakat (yang berasal dari pajak dan retribusi) lebih sedikit daripada uang yang
dibelanjakan oleh negara (ke masyarakat). Artinya dalam kondisi ini pemerintah
mengalami kekurangan uang (defisit). Melalui APBN defisit ini berarti jumlah uang
beredar di masyarakat menjadi lebih banyak, karena jumlah uang yang ditarik dari
masyarakat lebih sedikit dari jumlah uang yang dibelanjakan. Bila jumlah uang beredar
di masyarakat menjadi lebih banyak maka ini akan meningkatkan likuiditas ekonomi di
masyarakat. Dengan demikian, untuk menciptakan stabilisasi ekonomi (harga barang
dan jasa yang relatif stabil, pasokan barang dan jasa memadai) dan untuk mengurangi
angka pengangguran, maka pemerintah menggunakan kebijakan APBN. APBN
dilakukan oleh pemerintah bila menghadapi kondisi ekonomi yang kurang stabil,
khususnya angka atau tingkat pengangguran yang tinggi di masyarakat. Kekurangan
anggaran belanja dengan kebijakan APBN ini dapat dibiayai dengan dana cadangan
atau tabungan pemerintah, atau bila cadangan tidak ada, maka kekurangan anggaran
dibiayai dengan utang negara, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
2. Kebijakan APBN surplus (surplus budget)
Kebijakan APBN surplus adalah kebijakan di mana uang yang diterima negara dari
masyarakat (yang berasal dari pajak dan retribusi) lebih banyak daripada uang yang
dibelanjakan oleh negara (ke masyarakat). Artinya dalam kondisi ini pemerintah
mengalami kelebihan uang (surplus). Melalui APBN surplus ini berarti jumlah uang
beredar di masyarakat menjadi lebih sedikit, karena jumlah uang yang ditarik dari
masyarakat lebih banyak dari jumlah uang yang dibelanjakan. Bila jumlah uang
beredar di masyarakat berkurang dari sebelumnya, maka ini akan menurunkan
likuiditas ekonomi di masyarakat sehingga terjadi penurunan permintaan barang dan
jasa yang berakibat pada penurunan harga. Dengan demikian untuk menciptakan
stabilitas ekonomi khususnya untuk mengurangi tingkat inflasi (kenaikan harga), maka
pemerintah dapat menggunakan kebijakan APBN surplus. Hal ini dilakukan
pemerintah bila menghadapi kondisi ekonomi yang kurang stabil (khususnya inflasi).
Kelebihan (surplus) dana dari anggaran belanja dengan kebijakan APBN surplus ini
dapat digunakan pemerintah untuk cadangan atau tabungan pemerintah, atau untuk
membayar utang negara.
3. Kebijakan APBN berimbang (balanced budget)
Kebijakan APBN berimbang adalah kebijakan di mana uang diterima negara dari
masyarakat sama jumlahnya dengan uang yang dibelanjakan oleh negara (ke
masyarakat). Kebijakan ini dipilih pemerintah biasanya pada kondisi ekonomi stabil
(tingkat pengangguran dan inflasi relatif rendah, dan ekonomi tumbuh dengan baik).
Dengan demikian untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional yang kondusif, di mana
angka pengangguran dan inflasi relatif rendah, maka pemerintah menggunakan
kebijakan APBN berimbang.

b. IMPLEMENTASI DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH PADA


DAERAH OTONOMI BARU (DOB) (Studi Di Kabupaten Pesawaran dan Kabupaten
Pringsewu Provinsi Lampung)
Riset ini didasarkan pada fenomena yang terjadi dalam penyelengaraan pemerintahan
daerah khususnya dalam hal pembentukan daerah otonom baru (DOB) yang ternyata
belum sesuai dengan tujuan awal dibentuknya DOB yaitu agar dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat akselerasi pembangunan, serta, meningkatkan kulitas
layanan publik. Pemekaran wilayah di berbagai daerah lebih banyak dilatarbelakangi
kepentingan elit politik di daerah. Sehingga pendekatan dalam implementasi kebijakan
DOB juga lebih banyak menggunakan pendekatan politik. Kementerian Dalam Negeri
juga berpendapat bahwa penambahan DOB tidak berbanding lurus dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah.
Bahkan sekitar 80% DOB mengalami kegagalan.Penelitian ini dilakukan di Kabupaten
Pesawaran dan Kabupaten Pringsewu Propinsi Lampung karena kedua kabupaten ini
merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten induk yaitu Lampung Selatan dan
Tanggamus. Penelitian bertujuan menggali berbagai informasi setempat yang
diperlukan dalam rangka menciptakan penguatan desentralisasi dan otonomi daerah
sekaligus untuk menghindari berulangnya dampak buruk implementasi otonomi
daerah sebagaimana telah berlangsung di kabupaten lainnya. Pengumpulan data
melalui wawancara mendalam juga terstruktur, Fokus group discussion (FGD),
observasi dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa empat fungsi
pemerintah daerah yaitu pelayanan publik, pembuatan kebijakan, manajemen konflik,
dan pemberdayaan masyarakat di kabupaten Pesawaran dan kabupaten Pringsewu
menunjukkan kondisi yang berbeda di mana Kabupaten Pringsewu yang lebih baru
terbentuknya justru menjalankan empat fungsi pemerintahan dengan lebih baik
dibandingkan kabupaten Pesawaran.
(https://jurnal.unpad.ac.id/sosiohumaniora/article/download/5767/3090)

2. a. Kuadran IV adalah kondisi yang paling buruk dan perlu dihindari, yaitu potensi
yang dimiliki rendah dan kemampuan mengelola pendapatan juga rendah. Pada kondisi
kuadran IV ini diperlukan strategi peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui
program Pendidikan dan pelatihan (edukasi) sehingga memiliki kapasitas mengelola
potensi pendapatan secara lebih baik. Pengembangan kualitas sumber daya manusia
merupakan langkah terpenting untuk memperbaiki kondisi tersebut.

b. Sektor/lapangan usaha unggulan (prima) adalah sektor yang paling dominan


kontribusinya terhadap perekonomian daerah. Suatu lapangan usaha dikategorikan ke
dalam lapangan usaha unggulan/prima apabila lapangan usaha tersebut
pertumbuhannya tinggi dan kontribusinya terhadap PDRB besar, sedangkan
sektor/lapangan usaha potensial adalah potensial adalah lapanganusaha yang juga
memberikan kontribusi tinggi bagi perekonomian daerah tetapi pertumbuhan lapangan
usaha tersebut lambat dan cenderung menurun. Sektor/lapangan usaha terbelakang
adalah lapangan usaha yang menjadi kelemahan daerah yang diindikasikan dengan
pertumbuhan lambat dan kontribusi terhadap PDRB rendah. Implikasi terhadap
pemetaan potensi ekonomi tersebut terhadap kebijakan keuangan publik adalah
pemerintah perlu menjaga stabilitas lapangan usaha unggulan, karena lapangan usaha
ini menjadi kekuatan dan daya saing daerah (core competence).
Penentuan lapangan usaha apakah yang masuk dalam kategori unggulan, potensial,
berkembang dan terbelakang didasarkan pada perhitungan laju pertumbuhan kontribusi
lapangan usaha tersebut dan rerata besar kontribusi lapangan usaha terhadap PDRB.

3. a. Penerimaan perpajakan digunakan untuk membiayai sebagian besar kegiatan


pemerintah, maka terdapat prinsip-prinsip pengenaan pajak yang perlu diperhatikan
yang disampaikan oleh Adam Smith (Hadiyanto, 2002), yaitu:
1. Prinsip kesamaan/keadilan (equity)
Beban pajak harus disesuaikan dengan kemampuan relatif dari wajib pajak, sehingga
menimbulkan kehilangan kepuasan pada tingkat yang sama.
2. Prinsip kepastian
Pajak yang baik harus tegas, jelas dan pasti, sehingga mudah dimengerti.
3. Prinsip kecocokan/kelayakan (convenience)
Pajak hendaknya tidak terlalu menekan wajib pajak, sehingga seminimal mungkin
menimbulkan rasa ketidaksenangan wajib pajak untuk membayar pajak.
4. Prinsip ekonomi
Pajak hendaknya meminimalisasi kerugian, dalam arti jangan sampai biaya
pemungutannya lebih tinggi daripada penerimaannya.
5. Benefit approach
Pengenaan pajak yang didasarkan pada keuntungan/manfaat yang diperoleh wajib
pajak dari negara. Semakin tinggi keuntungan/ manfaat yang diperoleh, semakin tinggi
pajak yang harus dibayar.
6. Ability to pay approach
Pengenaan pajak yang disesuaikan dengan daya pıkul wajib pajak. Wajib pajak yang
mempunyai daya pikul yang sama akan dikenai beban pajak yang sama (horizontal
equity) sementara wajib pajak yang mempunyai daya pikul yang berbeda dikenai
beban pajak yang berbeda (vertical equity). Dalam hal ini, daya pikul wajib pajak
antara lain diukur dari pendapatannya. 7. Equal sacrifice Pengenaan pajak yang
didasarkan pada beban riil (real burden), yaitu besarnya kepuasan yang hilang sebagai
akibat dari pengenaan pajak. Prinsip ini dibedakan menjadi tiga hal, yaitu: pertama,
kesamaan pengorbanan secara absolut (equal absolute sacrifice) yang tolok ukurnya
adalah kesamaan kehilangan kepuasan absolut; kedua, kesamaan pengorbanan secara
proporsional (equal proportional sacrifice) yang tolok ukurnya adalah kesamaan
kehilangan kepuasan secara proporsional (proportional utility); ketiga, kesamaan
pengorbanan secara marginal (equal marginal sacrifice) yang tolok ukurnya kesamaan
kehilangan kepuasan marginal (marginal utility).

ada tiga asas pemungutan pajak, termasuk asal pemungutan pajak di Indonesia :
Pertama yakni asas domisili, artinya pajak akan dikenakan ke seseorang apabila orang
yang bersangkutan merupakan berdomisili di negara tersebut.
Kedua yakni asas pemungutan pajak berdasarkan sumber. Artinya pengenaan pajak
dilakukan dari sumber-sumber yang berada di suatu negara.
Ketiga yakni asas pemungutan pajak berdasarkan kebangsaan. Landasan pengenaan
pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memiliki penghasilan.

Sebagai contoh, pemerintah Indonesia mengharuskan perusahaan yang terdaftar di


Indonesia untuk membayar pajak, meski perusahaan tersebut beroperasi di luar negeri.

b. Pajak mempunyai fungsi antara lain (Kunarjo, 2002):


1. Pajak sebagai penerimaan negara atau fungsi penerimaan (budgetair)
Pajak dikenakan dengan tujuan untuk mengumpulkan penerimaan negara dalam rangka
membiayai kegiatan pemerintahan. Apabila pungutan pajak ditingkatkan maka
penerimaan negera pun meningkat, sehingga negara dapat berbuat lebih banyak untuk
kepentingan masyarakat. Pajak merupakan sumber penerimaan yang terbesar dari
dalam negeri, dengan demikian apabila kebijakan pemerintah yang mengakibatkan
menurunnya penerimaan dari pajak, maka pengeluaran negara tidak dapat optimal.
Kebijakan tentang pajak ini benar-benar harus diperhitungkan, mengingat apabila
pemungutan pajak ditinggikan, maka akan memengaruhi penerimaan pajak yang
menurun akibat para pengusaha menjadi harapan penyumbang pajak menjadi frustrasi.
Sebaliknya apabila pungutan pajak itu rendah, untuk menggairahkan investasi,
penerimaan pemerintah juga akan menurun.
2. Pemerataan pendapatan masyarakat (fungsi distribusi)
Kenyataan menunjukkan bahwa di kalangan masyarakat masih terdapat kesenjangan
antarwarga negara yang kaya dan yang miskin. Pajak adalah salah satu alat untuk dapat
mendistribusikan pendapatan dengan cara memungut pajak yang lebih besar bagi
warga negara yang berpendapatan tinggi dan memungut pajak yang rendah bagi warga
negara yang berpendapatan kecil atau bersifat
progresif tajam. Pada sistem perpajakan yang mengikuti minimum agregate sacrifice,
ada suatu batas penghasilan minimum kena pajak. Penghasilan di atas jumlah tertentu
dikenai pajak dan penghasilan dibawah penghasilan minimum tidak kena pajak atau
bebas dari pajak.
3. Stabilitas ekonomi atau fungsi pengaturan (regulator)
Infiasi bagi negara yang sedang berkenmbang, antara lain diakibatkan oleh
meningkatnya defisit anggaran pemerintah. Peningkatan defisit domestik ini terutama
bersumber pada meningkatnya pengeluaran domestik sesuai dengan kebutuhan
pembangunan, sementara penerimaan domestik masih lemah. Oleh karena itu, harus
dijadikan perhatian pemerintah adalah peningkatan penerimaan domestik melalui
peningkatan penerimaan pajak langsung yang bersifat progresif dan kurang
memberikan efek inflator. Dengan menggunakan sistem pemungutan pajak yang tepat
dapat mengurangi permintaan agregat, yang berarti dapat mencegah kenaikan harga
sccara umum sehingga inflasi dapat terkendali. Di samping itu dengan adanya pajak,
maka hasrat konsumsi masyarakat dipindahkan ke pemerintah untuk dikoordinasikan
menjadi pengeluaran pembangunan yang dapat meningkatkan pertumbuhan
masyarakat secara keseluruhan.
4. Realokasi sumber-sumber
Pajak dapat merupakan instrumen pemerintah untuk mengatur sumber-sumber alam
yang dinilai kurang menguntungkan bagi masyarakat banyak. Contoh, sebidang tanah
yang mestinya untuk daerah persawahan, dipergunakan untuk bangunan. Dalam kasus
seperti ini, apabila pemerintah tetap menghendaki tanah yang bersangkutan
penggunaannya untuk persawahan, maka apabila dipergunakan untuk bangunan dapat
dipungut pajak yang tinggi.

b.fungsi utama pajak bagi negara adalah dibagi menjadi empat yakni fungsi anggaran,
fungsi redistribusi pendapatan, fungsi mengatur dan fungsi stabilitas. Contoh
kebutuhan negara tersebut antara lain pembiayaan kegiatan rutin, belanja barang negara,
belanja pegawai, anggaran pembangunan, pemeliharaan, dan sebagainya.

4. a. Teori Makro mengenai perkembangan pemerintah dikemukaan oleh para ahli


ekonomi digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Model Pembangunan tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Model yang dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave ini menghubungkan
perlembangan pengeluaran pemerinta dengan tahap-tahap dalam proses pembangunan
ekonomi. Pada tahap awal dari perkembangan ekonomi persentasi investasi pemerintah
dari total investasi besar, sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan
prasarana pendidikan, kesehatan dan sebagainya (Mangkoesoebroto, 2001). Demikian
pula pendapat Due (1984) yang mengatakan bahwa pemerintah dapay memengaruhi
tingkat PDB nyata dengan mengubah persediaan berbagai faktor yang dapat dipakai
dalam produksi program-program pengeluaran pemerintah seperti pendidikan.
Pada tahap menenga pembangunan ekonomi, investasi tetap diperlukan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini
peranan investasi swasta sudah semakin besar. Peranan pemerintah tetap besar pada
tahap menengah karena di tahap ini banya teradi kegagalan pasar yang disebabkan oleh
perkembangan ekonomi. Selain itu, pada tahap ini perkembangan eonomi
menyebabkan terjadinya hubungan antar setor semakin erat (complicated). Misalnya
pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh peranan sektor industri menimblkan
semakin tingginya tingkat pencemaran udara dan air, dan harus turun tangan untuk
mengatur dan mengurangi dampak negative dari polusi tersebut terhadap masyarakat.
Rostow mengatakan bahwa dalam perkembangan ekonomi, aktivitas pemerintah
beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial.
Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta
dalam presentase terhadap GNP semakin besar dan investasi enerinta terhadap
GNPakan semakin kecil pada tingkat lebih lanjut.
2. Hukum Wagner Mengenai Perkembangan Aktivitas Pemerintah
Wagner mengemukakan model teori tentang erkembangan pengeluaran peerintah yang
semakin membesar dalam persentase terhadap GNP yang didasarkan pada pengamatan
di negara-negara Eropa, USA dan Jepang pada abad ke-19. Peningkatan pengeluaran
pemerintah tersebuut disebabkan oleh perang, meningkatnya fungsi pebankan,
perkembangan demkrasi serta meningkatnya fungsi pembangunan.
Hukum Wagner tesebut adalah ” Dalam suatu perekonomian apaila pendapatan per
kapita pun akan meningkat ” . Apabila yang dimaksud Wagner adala perkembangan
pemerintah secara relative sebagaimana teori Musgrave menurut Wagne, dengan
tumbunya perekonoman antara industri dengan industri, hubungan industri dengan
masyarakat dan sebagainya akan makin kompleks.
Wagner menjelaskan bahwa peranan pemerintah menjadi semakin esar karena
pemerintah harus mengukur hubungan timbal balik dalam masyarakat. Wagner
mendasarkan teori organis mengenai pemerintah yang menganggap pemerintah
sebagai individu yang bebas bertindak terlepas dari anggota masyarakat lain.
Menurut Henekson (1993), Wagner melihat tiga alasan utama meningkatnya
keterlibatan pemerintah. Pertama, industrialisasi dan modernisasi akan mendrong
substitusi aktivitas swasta ke aktiivitas pemerintah. Kondisi ini mereflesikan pelunya
perlindungan publik bagi masyarakat yang semain ompleks sejalan dengan
industrialisasu dan modernisasi. Kedua, pertumbuhan pendapatan riil menyebabkan
meningkatnya elastisitas pendapatan terhadap barang-barangpublik seperti pendidikan
dan jasa keseatan, di mana penyediaan barang publik tesebut oleh pemerintah
dipandang akan lebih efisien disbanding swasya. Ketiga, adanya perkembangan dan
perubahan teknologi membutuhkan peranan pemerintah untuk menghasilkan efisiensi
ekonomi.
3. Teori Peacock dan Wiseman
Peacock dan Wiseman meskipun mengakui kebenaran ipotesis Wagner, namn mereka
menunjukkan tiga kelemahan, yaitu (Soepangat dan Gaol, 1991): pertama, teori
Wagner didasarkan atas teori kenegaran yang dianut yaitu teori organistis atau organic
self- determining theory of the state yang sekarang tidak dianut di negara-negara Barat.
Inti teori ini adalah bahwa negara itu merupakan organize tersendiri lepas dari warga
negarana yang mempunyai kebutuhan tesendiri, yang juga mengalami perkebangan
seperti warga negaranya. Apabila setiap orang sebagai organisme terus berkembang,
maka negara juga dianggap sebagai organisme yang selalu berkembang. Kedua, tidak
memperitungkan pengarhperang terhadap pengeluaran negara. Ketiga, Wagner selalu
menekankan dalam jangka panjang atau long trend of publik economic activity seingga
krang memperhatikan pada waktu ata proses perkembangan pengeluaran negara
tersebut.
Berdasarkan hasil empiris penyelidikan Peacock dan Wiseman disertai penekanan pola
waktu, perkembangan pengeluaran pemerintah bukan bersifat continuous growth,
melainkan seperti tangga. Adapun teori Peacock dan Wiseman tersebut adalah sebagai
berikut; “ Perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak yang semakin
meningkat walau tariff pajak tidak berubah, dan meningkatkan penerimaan pajak
menyebabkan pengeluaran pemerinta semakin meningkat, oleh karena itu dalam
keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah semakin
membesar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah semain membesar”.
Akibat lain dari adanya gangguan sosial adalah efek inspeksi yang timbul karena
masyarakat sadar akan hal-hal yang perlu ditangani pemerintah setelah selesainya
gangguan tersebut. Setelah perang selesai peemrintah harus bertindak ntuk menangani
masalah tersebut dan masyarakat pun memaklumi tindakan pemerinta tersebut
sehingga toleransi pajak pun meningkat.

b. Peranan pemerintah daat tercermin dari semakin besarnya pengeluaran pemerintah


dalam proporsinya terhadap pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah dalam arti
riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah itu. Semakin besar
dan banyak kegiatan pemerintah, semakin besa pula pengeluaran yang bersangkutan.
Teori mengenai pengeluaran pemerintah dapat digolongkan menjadi dua.

c. Secara makro, investasi adalah kegiatan yang menghasilkan nilai tambah (added
value), yang merupakan sumber utama kesejahteraan masyarakat (Noor, 2009). Dengan
demikian maka nilai tambah merupakan fungsi dari investasi. Nilai tambah adalah
susatu (yang bernilai) yang muncul atau bertambah dari sebelumnya, karena adanya
kegiatan investasi yang terdiri dari lima komponen:
1. Balas jasa modal (bunga), yang diterima oleh masyarakat pemilik modal.
2. Upah dan gaji yang diterima oleh masyarakat pekerja.
3. Sewa sarana produksi, yang diterima masyarakat pemilik faktor produksi.
4. Surplus usaha (keuntungan), yang diterima oleh masyarakat pengusaha.
5.Pendapatan dari usaha perorangan (petani, pelukis, dokter, pedagang kecil, dll).
Investasi adalah awal dari kegiatan ekonomi di masyarakat. Kegiatan ekonomi pada
hakikatnya adalah aktivitas yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dari
masyarakat. Dengan demikian semakin tinggi intensitas kegiatan ekonomi di suatu
wilayah, semakin tinggi oula peluang untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi
masyarakat di wilayah tersebut.
Bila dilihat dari sisi ekonomi (Noor, 2009), maka peningkatan kesejahteraan
masyarakat tersebut terdiri dari dua aspek yaitu: aspek pendapatan (income) dan aspek
semakin banyaknya pilihan konsumsi (number of choices) yang tersedia bagi
masyarakat. Melalui pengembangan investasi, dapat didorong terciptanya lapangan
pekerjaan yang menjadi sumber nafkah (pendapatan) dari masyarakat, serta
diproduksinya aneka ragam barang dan jasa yang menjadi pilihan konsumsi bagi
masyarakat, di samping itu juga dapat dihasilkan kestabilan penawaran (supply) barang
dan jasa di masyarakat, yang akan membantu terbangunnya stabilitas harga (nilai
tukar), baik untuk harga barang dan jasa domestik (internal stability) maupun untuk
nilai tukar uang domestik dengan uang asing (external stability). Dengan demikian,
pengembangan ekonomi masyarakat melalui investasi diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

5. a. Derajat Desentralisasi Fiskal antara pemerintah pusat dan daerah digunakan


ukuran:

Derajat Kemandirian Daerah untuk mengukur seberapa jauh penerimaan yang berasal
dari daerah dalam memenuhi kebutuhan daerah, antara lain:
b. Indikator Kesejahteraan
Pembangunan ekonomi adalah sebuah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
ekonomi berskala besar, yaitu sebuah negara. Skalanya yang besar tersebut,
menyebabkan untuk mengevaluasi sejauh mana keberhasilan sebuah pembangunan
ekonomi tidaklah mudah. Di samping itu, yang membuat evaluasi pembangunan
menjadi tidak mudah adalah karena variabel utama yang diamati adalah variabel
kesejahteraan, sebuah variabel yang tidak mudah diukur karena ukuran kesejahteraan
itu sendiri tidak sederhana, tetapi meliputi banyak hal atau multidimensional. Untuk
mengatasi hal tersebut, para ahli ekonomi pembangunan kemudian menyusun berbagai
indikator pembangunan dan mengalami perbaikan seiring dengan perkembangan ilmu
ekonomi.
Ketika ilmu ekonomi pembangunan masih sangat muda, yaitu pada saat
kemunculannya setelah Perang Dunia II, pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai
berubahnya GNP dari keadaan statis untuk waktu yang lama (5 sampai 7% per tahun).
Dengan sendirinya maka banyak negara kemudian menggunakan pertumbuhan GNP
sebagai indikator untuk mengevaluasi jalannya pembangunan ekonomi. Dengan
meningkatnya pertumbuhan GNP, orang berharap bahwa kesejahteraan juga akan
meningkat. Akan tetapi kemudian negara-negara mencatat bahwa meskipun
pertumbuhan GNP sudah berlangsung dengan tingkat yang tinggi dan dalam kurun
waktu yang cukup, masih banyak orang yang hidup di bawah garis kemiskinan, dan
juga banyak penduduk yang tidak mendapatkan lapangan pekerjaan yang memadai
untuk menopang kebutuhan ekonominya.
Kemudian disadari bahwa ternyata pertumbuhan yang tinggi tersebut diikuti pula oleh
pertumbuhan penduduk yang juga tinggi sehingga pertumbuhan GNP tersebut harus
dibagi dengan jumlah penduduk yang meningkat pula sehingga tidak bisa menjamin
peningkatan kesejahteraan penduduk Oleh sebab itu kemudian orang lebih suka
menggunakan GNP per kapita, yaitu GNP dibagi dengan jumlah penduduk, untuk
mengevaluasi pembangunan ekonomi. GNP per kapita mempunyai dua keunggulan;
pertama, GNP per kapita relatif mudah dihitung Semua negara memiliki catatan
tentang GNP (atau beberapa menggunakan GDP) dan jumlah penduduk sehingga
catatan GNP per kapita bisa dihitung untuk semua negara. Kedua, ukuran ini cukup
mewakili hakikat utama pembangunan, yaitu peningkatan kesejahteraan dan
menghilangkan kemiskinan (jika asumsi distribusi pendapatan terpenuhi).
Namun GNP per kapita ini kemudian dianggap masih memiliki kelemahan. Misalnya
di negara berkembang banyak produksi barang dan jasa yang tidak didistribusikan
melalui pasar. Padahal perhitungan pendapatan nasional didasarkan pada harga pasar
yang berlaku. Hal ini kemudian menimbulkan berbagai upaya dilakukan untuk
memperbaiki kelemahan-kelemahan pengukuran perbandingan tingkat kesejahteraan
yakni yang disebut dengan indikator keuangan yang sudah diperbaiki (modified
monetary indicator) yaitu pengukuran tingkat kesejahteraan dengan pendapatan per
kapita yang sudah memperhitungkan perbedaan harga-harga (inflasi) dan Purchasing
Power Parity dan indikator nonkeuangan yang sudah diperbaiki (modified
non-monetary). Selain itu terdapat pula beberapa ukuran kesejahteraan di antaranya
misalnya pertama, indeks kesejahteraan yang berkelanjutan (Indeks of Sustainable
Economic Welfare) yang melihat kesejahteraan tidak hanya kesejahteraan di bidang
ekonomi saja yang menguntungkan produsen, namun juga berkaitan erat dengan
masalah sosial dan lingkungan masyarakat serta terus berkelanjutan tanpa mengurangi
sumber daya ekonomi yang tersedia (Mahyudi, 2004).
Kedua, indikator kesejahteraan The Physical Quality of Life Index (PQLI) atau indeks
mutu hidup adalah merupakan kombinasi dari tiga indikator, yaitu kematian bayi
(jumlah kematian tahunan dari bayi yang berumur di bawah satu tahun per 1.000 yang
hidup), harapan hidup mulai 1 tahun (menghindari overlap dengan kematian bayi), dan
tingkar melek huruf. PQLI diakui memang memberikan alternatif bagi indikator
kesejahteraan, akan tetapi indikator ini juga tidak lepas dari kritik Bebarapa ahli
ekonomi mengatakan bahwa hubungan antara indikator PQLI dan indeks gabungan
GNP per kapita sangat erat, sehingga menunjukkan hal yang tidak berbeda. Dengan
demikian para ekonom sepakat bahwa indikator PQLI memang mempunyai
penggunaan yang terbatas, hanya efektif membedakan tingkat pembangunan jika
tingkat GNP masih rendah. Berdasarkan perkembangan beberapa indikator
kesejahteraan tersebut, dapat dikatakan bahwa ternyata konsep pembangunan itu
sendiri merupakan konsep yang terus berkembang, baik dilihat dari keluasan isi dan
maknanya. Hal ini sejalan dengan perkembangan peristiwa, keadaan yang dihadapi,
serta tujuan yang ingin dicapai dalam hidup masyarakat sehingga persoalan tersebut
sangat ditentukan oleh sistem nilai, pandangan hidup, dan cita-cita hidup masyarakat
(Latief, 2002).

Anda mungkin juga menyukai