Anda di halaman 1dari 8

Nama : RIZKY ALFIZAR

Npm : 19.061.111.012
D. Pengampu : Ir. Lilis Gultom, MMA
Mata Kuliah : Usaha Tani

TUGAS :
Keterkaitan usahatani ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward
linkage) dalam sistem agribisnis dan hubungan nya dengan pembangunan ekonomi secara
keseluruhan.

A. Pengertian Agribisnis

Agribisnis

Penanganan pasca
Penyediaan input Usaha Tani (Produksi Distribusi dan
panen dan
dan sarana produksi komoditi pertanian) pemasaran
pengolahan

Davis, H.J. and R.A. Golberg (1957), dalam tulisannya yang berjudul “A concept of
agribusiness” menuliskan bahwa agribisnis berasal dari kata Agribusiness di mana Agr=
Agriculture artinya pertanian dan Business artinya usaha atau kegiatan yang menghasilkan
keuntungan. Jadi Agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan
tumbuhan dan hewan (komoditas pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan) yang
berorientasi pasar dan peningkatan nilai tambah.
Uraian di atas menunjukkan bahwa kegiatan agribisnis merupakan;
a. kegiatan yang berbasis pada keunggulan sumberdaya alam (on farm agribusiness)
dengan penerapan teknologi dan sumberdaya manusia bagi perolehan nilai tambah (off-
farm agribusiness),
b. kegiatan yang memiliki spektrum yang luas, dari skala usaha kecil, rumahtangga hingga
skala usaha raksasa. Sehingga usaha mempercepat pertumbuhan sektor agribisnis
dengan kondisi petani yang lemah (modal, skill, pengetahuan dan penguasaan lahan
yang terbatas) akan dapat ditempuh melalui penerapan sistem pengembangan
agribisnis.
Dengan demikian Pengembangan sistem agribisnis adalah merupakan suatu bentuk
(model, sistem, pola) yang mampu memberikan keuntungan bagi pelaku-pelaku agribisnis
(petani/ peternak/ pekebun/ nelayan/ pengusaha kecil dan menengah/ koperasi), dalam
bentuk peningkatan pendapatan, nilai tambah dan peluang lapangan kerja.

B. Kaitan- Kaitan dan Ruang Lingkup Agribisnis


Apabila subsistem usahatani dimodernisasi atau dikembangkan, maka akan membentuk
sebuah sistem agribisnis. Dimana subsistem usahatani akan mempunyai keterkaitan erat ke
belakang (backward linkage) yang berupa peningkatan kegiatan pengadaan dan penyaluran
sarana produksi, dan kaitan ke depan (forward linkage) yang berupa peningkatan kegiatan
pasca panen (terdiri dari pengolahan dan pemasaran produk pertanian dan olahannya).
Jika subsistem usahatani digambarkan sebagai proses menghasilkan produk-produk
pertanian ditingkat primer (biji, buah, daun, telur, susu, produk perikanan, dan lain-lain),
maka kaitannya dengan industri berlangsung ke belakang (backward linkage) dan ke depan
(forward linkage). Kaitan ke belakang berlangsung karena usahatani memerlukan input
seperti bibit dan benih berkualitas, pupuk, pestisida, pakan ternak, alat dan mesin pertanian,
modal, teknologi, serta manajemen.
Sedangkan keterkaitan erat ke depan dapat diartikan bahwa suatu industri muncul
karena mempergunakan hasil produksi budidaya/usahatani sebagai bahan bakunya, atau bisa
juga suatu produk agroindustri digunakan untuk bahan baku industri lainnya. Kaitan ke depan
berlangsung karena produk pertanian mempunyai berbagai karakteristik yang berbeda dengan
produk industri, antara lain misalnya: musiman, tergantung pada cuaca, membutuhkan
ruangan yang besar untuk menyimpannya (Bulky / voluminous), tidak tahan lama/mudah
rusak (perishable), harga fluktuatif, serta adanya kebutuhan dan tuntutan konsumen yang
tidak hanya membeli produknya saja, tapi makin menuntut persyaratan kualitas (atribut
produk) bila pendapatan meningkat. Selanjutnya kaitan ke belakang ini disebut juga
agroindustri Hulu (Up stream) dan kaitan ke depan disebut agroindustri hilir (Down stream).
Keterkaitan berikutnya adalah kaitan ke luar (outside linkage), ini terjadi karena adanya
harapan agar system agribisnis dapat berjalan atau berlangsung secara terpadu (integrated)
antar subsistem. Kaitan ke luar ini berupa lembaga penunjang kelancaran antar subsistem.
Organisasi pendukung agribisnis merupakan organisasi sebagai pendukung atau penunjang
jalannya kegiatan agribisnis yakni dalam hal untuk mendukung dan melayani serta
mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, sub-sistem usaha tani, dan sub-sistem hilir.
Organisasi pendukung agribisnis ini biasa disebut juga dengan organisasi jasa pendukung
agribisnis. Seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga
keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga
pendidikan, dan lembaga pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter, perdagangan
internasional, kebijakan tata-ruang, serta kebijakan lainnya).
Kaitan-kaitan ini mengundang para pelaku agribisnis untuk melakukan kegiatannya
dengan berpedoman pada “4-Tepat” (yaitu: tepat waktu, tempat, kualitas, dan kuantitas), atau
dengan istilah lain yaitu “3 Tas” (yaitu: kualitas, kuantitas, dan kontinuitas). Kehadiran dan
peranan lembaga-lembaga penunjang sangat dibutuhkan dalam hal ini, misalnya kelancaran
transportasi, ketersediaan permodalan dan peraturan-peraturan pemerintah.
Dengan pendekatan sistem tersebut di atas, orientasi pembangunan mencakup seluruh
aspek didalam sistem agribisnis yang dilaksanakan secara terpadu, dengan memperhatikan
kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Ada lima bidang yang merupakan Ruang lingkup Agribisnis meliputi :

a) Pertanian
Pertanian dalam arti luas adalah proses menghasilkan bahan pangan, ternak, serta
produkproduk agroindustri dengan cara memanfaatkan sumber daya tumbuhan dan hewan.
Pemanfaatan sumber daya ini terutama berarti budi daya (cultivation, atau untuk ternak:
raising). Sedangkan pertanian dalam arti sempit adalah proses menghasilkan bahan makanan.
Pertanian terbagi dalam dua jenis :
 Pertanian Lahan Basah atau Sawah, merupakan usaha tani yang dilaksanakan pada
hamparan yang sangat membutuhkan perairan. Perairan sawah biasanya dilakukan
untuk komoditi padi,jagung dan kacangkacang.
 Perairan Lahan Kering atau Ladang, merupakan pertanian yang tidak membutuhkan
pengairan.Komoditas lading biasanya berupa palawija,umbi-umbian dan holtikultura.

b) Perkebunan

Undang-undang No. 8 Tahun 2004 tentang perkebunan, yang dimaksud dengan


Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan atau
media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan
jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan
serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan
masyarakat. Perkebunan mempunyai fungsi ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional; fungsi ekologi,
yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen, dan
penyangga kawasan lindung; dan sosial budaya, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
Perkebunan merupakan usaha tani di lahan kering yang ditanami dengan tanaman industri
yang laku di pasar, seperti : karet, kelapa sawit, tebu, cengkeh ,dan lain-lain.

c) Peternakan

Ternak adalah hewan yang dengan sengaja dipelihara sebagai sumber pangan, sumber
bahan baku industri, atau sebagai pembantu pekerjaan manusia. Sedangkan Peternakan
merupakan usaha tani yang dilakukan dengan membudidayakan ternak. Usaha ternak
dibedakan atas:
Peternakan unggas (ayam dan itik), Peternakan kecil (kambing,domba,kelinci,babi dan
lain-lain), Ternak besar (kerbau,sapi dan kuda).

d) Perikanan

Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan


pemanfaatan sumberdaya hayati perairan. Sumberdaya hayati perairan tidak dibatasi secara
tegas dan pada umumnya mencakup ikan, amfibi dan berbagai avertebrata penghuni perairan
dan wilayah yang berdekatan, serta lingkungannya. Di Indonesia, menurut UU RI no. 9/1985
dan UU RI no. 31/2004, kegiatan yang termasuk dalam perikanan dimulai dari praproduksi,
produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam sistem bisnis
perikanan. Perikanan terdiri dari:
 Perikanan tangkap, dapat dibedakan menjadi perikanan perairan (sungai dan danau)
dan perikanan air laut.
 Perikanan budidaya, dapat dibedakan dalam perikanan kolam, perikanan rawa,
perikanan empang dan perikanan tambak.

e) Kehutanan

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No 41 tahun 1999 tentang kehutanan,


definisi kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan
hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Prisipnya ialah segala kegiatan
pertanian yang dilakukan untuk mempoduksi atau memanfaatkan hasil hutan, baik yang
tumbuh atau hidup secara alami maupun yang telah dibudidayakan.
Secara konsepsional sistem agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktifitas, mulai
dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi (input) sampai dengan pemasaran produk-
produk yang dihasilkan oleh usaha tani serta agroindustri, yang saling terkait satu sama lain.
Dengan demikian sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai
subsistem yaitu:

A) Subsistem Agribisnis/ Agroindustri Hulu

Meliputi pengadaan sarana produksi pertanian antara lain terdiri dari benih, bibit,
makanan ternak, pupuk , obat pemberantas hama dan penyakit, lembaga kredit, bahan bakar,
alat-alat, mesin, dan peralatan produksi pertanian. Pelaku-pelaku kegiatan pengadaan dan
penyaluran sarana produksi adalah perorangan, perusahaan swasta, pemerintah, koperasi.
Betapa pentingnya subsistem ini mengingat perlunya keterpaduan dari berbagai unsur itu
guna mewujudkan sukses agribisnis. Industri yang meyediakan sarana produksi pertanian
disebut juga sebagai agroindustri hulu (upstream).

B) Subsistem budidaya / usahatani


Usaha tani menghasilkan produk pertanian berupa bahan pangan, hasil perkebunan,
buahbuahan, bunga dan tanaman hias, hasil ternak, hewan dan ikan. Pelaku kegiatan dalam
subsistem ini adalah produsen yang terdiri dari petani, peternak, pengusaha tambak,
pengusaha tanaman hias dan lain-lain.

C) Subsistem Agribisnis/agroindustri Hilir meliputi Pengolahan dan Pemasaran


(Tataniaga) produk pertanian dan olahannya

Dalam subsistem ini terdapat rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan produk usaha
tani, pengolahan, penyimpanan dan distribusi. Sebagian dari produk yang dihasilkan dari
usaha tani didistribusikan langsung ke konsumen didalam atau di luar negeri. Sebagian
lainnya mengalami proses pengolahan lebih dahulu kemudian didistribusikan ke konsumen.
Pelaku kegiatan dalamsubsistem ini ialah pengumpul produk, pengolah, pedagang,
penyalur ke konsumen, pengalengan dan lain-lain. Industri yang mengolah produk usahatani
disebut agroindustri hilir (downstream). Peranannya amat penting bila ditempatkan di
pedesaan karena dapat menjadi motor penggerak roda perekonomian di pedesaan, dengan
cara menyerap/mencipakan lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat pedesaan.

D) Subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (kelembagaan)

Subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (kelembagaan) atau supporting institution


adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi untuk mendukung dan melayani serta
mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, sub-sistem usaha tani, dan sub-sistem hilir.
Lembaga-lembaga yang terkait dalam kegiatan ini adalah penyuluh, konsultan, keuangan, dan
penelitian.
Lembaga penyuluhan dan konsultan memberikan layanan informasi yang dibutuhkan
oleh petani dan pembinaan teknik produksi, budidaya pertanian, dan manajemen pertanian.
Untuk lembaga keuangan seperti perbankan, model ventura, dan asuransi yang memberikan
layanan keuangan berupa pinjaman dan penanggungan risiko usaha (khusus asuransi).
Sedangkan lembaga penelitian baik yang dilakukan oleh balai-balai penelitian atau perguruan
tinggi memberikan layanan informasi teknologi produksi, budidaya, atau teknik manajemen
mutakhir hasil penelitian dan pengembangan.
Berdasarkan pandangan bahwa agribisnis sebagai suatu sistem dapat terlihat dengan
jelas bahwa subsistem-subsistem tersebut tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling terkait satu
dengan yang lain. Subsistem agribisnis hulu membutuhkan umpan balik dari subsistem usaha
tani agar dapat memproduksi sarana produksi yang sesuai dengan kebutuhan budidaya
pertanian. Sebaliknya, keberhasilan pelaksanaan operasi subsistem usaha tani bergantung
pada sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem agribisnis hilir. Selanjutnya, proses
produksi agribisnis hilir bergantung pada pasokan komoditas primer yang dihasilkan oleh
subsistem usahatani.

C. Hubungan Antara Usaha Tani ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke


belakang (backward linkage) dengan pembangunan ekonomi secara keseluruhan

Dalam suatu mekanisme pembangunan yang diharapkan, sektor-sektor yang ada dalam
perekonomian pada dasarnya saling berkaitan, demikian pula Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia Vol 5 No.1 Tahun 1990 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol 5 No.1 Tahun
1990 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol 5 No.1 Tahun 1990 Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Indonesia Vol 5 No.1 Tahun 1990 halnya dengan sektor pertanian dan sektor industri
maupun jasa.
Di satu sisi sektor tersebut harus mampu menawarkan produknya bagi kepentingan
sektor yang lain, baik berupa "intermediate inputs" maupun berupa produk akhir. Disisi lain
sektor pertanian harus mampu menyerap produk-produk sektor lainnya untuk menunjang
kelangsungan produksinya. Agar hubungan antar sektor tersebut dapat terjaga, maka
keseimbangan antar sektor harus seimbang, sehingga dalam proses perkembangannya dapat
saling mendukung. Kaitan antara sektor pertanian dengan sektor-sektor yang lain dapat
dilihat pada Tabel Input-output Indonesia 1980. Dari label tersebul dapat dikeiahui kailan
kedepan (forward linkage) dan kailan kebelakang (backward linkage) dari sektor pertanian.
Kailan kedepan dari sektor pertanian menunjukkan kemampuannya dalam mencipiakan
industri hilir, sedangkan kaitan kebelakang menunjukkan
kemampuannya dalam mencipiakan induslri hulu.
Dengan menggunakan data I/O nasional kaitan sektor pertanian dengan sektor industri
dan jasa dapat ditunjukkan dalam tabel 5. Sebagai catatan, data I/O per daerah sampai saat ini
belum tersedia di Indonesia. Namun demikian dengan menggunakan angka nasional sebagai
rata-rata diharapkan dapat digunakan sebagai gambaran keadaan Jawa Tengah.

Dari tabel diatas terlihat jelas bahwa kaitan kedepan maupun kebelakang sektor
pertanian relatif rendah dibanding sektor-sektor industri dan jasa. Meskipun kaitan
kebelakang tampak lebih tinggi dari pada kaitan kedepan. Rendahnya angka kaitan sektor
memberikan indikasi kurangnya keterkaitan dengan sektor lain. Angka kaitan sektor yang
rendah ternyata konsisten dengan angka "retention ratio" yang tinggi. Angka "retention ratio"
yang tinggi memberikan indikasi bahwa lebih banyak produk yang digunakan sebagai input
bagi sektor itu sendiri.
Rendahnya angka kaitan sektor bersama-sama dengan tingginya angka "retention
ratio" di sektor pertanian memberikan indikasi bahwa prosesing dari hasil-hasil pertanian
masih lemah. Namun bila dilihat dari efisiensi dan kemampuannya dalam menyerap tenaga
kerja sektor pertanian mempunyai angka cukup tinggi.
Keadaan di atas tentunya juga tidak lepas "dari kebijaksanaan industri secara nasional,
dimana pada masa bonanza minyak, prioritas pengembangan industri adalah pada industri
subtitusi impor, sehingga kemungkinan menggunakan input dari sektor pertanian untuk
industri relatif kecil. Demikian pula apabila dilihat kemampuannya dalam menyerap tenaga
kerja, maka tampak bahwa sektor industri hanya sedikit menyerap tenaga kerja. Hal ini
memberikan dukungan bukti bahwa sektor industri yang dikembangkan pada masa silam
lebih banyak menggunakan teknik produksi padat modal sebagai komplemen kebijaksanaan
yang berorientasi pertumbuhan. Keadaan ini kemungkinan juga terjadi di daerah Propinsi
Jawa Tengah.
Keterkaitan ke depan langsung sektor pertanian dengan sektor lainnya dapat dihitung
dari nilai koefisien matriks, sedangkan untuk melihat keterkaitan ke depan tidak langsung
dapat dilihat dari matriks kebalikan Leontif. Semakin besar nilai koefisien teknis maupun
matrik Kebalikan Leontif pada keterkaitan ke depan langsung maupun tidak langsung antara
sektor pertanian dengan sektor tertentu maka semakin besar pula keterkaitan ke depan antara
sektor pertanian dengan sektor tertentu tersebut. Artinya semakin besar pula ketergantungan
sektor tertentu tersebut terhadap sektor pertanian dalam hal penyediaan bahan baku untuk
proses produksi. Hasil perhitungan keterkaitan ke depan langsung dan keterkaitan ke depan
tidak langsung dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan keterkaitan ke depan
langsung, tidak langsung, dan total. Nilai rata-rata keterkaitan ke depan langsung sebesar
0,412. Nilai keterkaitan ke depan langsung yang lebih besar dari nilai rata-rata.

Tabel 4 menunjukkan keterkaitan ke belakang langsung, tidak langsung, dan total.


Nilai rata-rata keterkaitan ke belakang langsung sebesar 0,410. Nilai keterkaitan ke belakang
langsung yang lebih besar dari nilai rata-rata keterakitan ke belakang langsung antar sektor
pertanian yaitu sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 0,729; sektor bangunan sebesar
0,585; sektor industri pengolahan sebesar 0,439; sektor pengangkutan dan komunikasi
sebesar 0,429. Hal ini artinya keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor listrik, gas,
dan air bersih; sektor bangunan, sektor industri pengolahan; dan sektor pengangkutan dan
komunikasi memiliki keterkaitan ke belakang langsung yang tinggi. Nilai keterkaitan ke
belakang langsung tersebut memiliki arti, misalnya nilai keterkaitan ke belakang langsung
sektor pertanian dengan sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 0,729. Nilai 0,729 ini berarti
bahwa apabila terjadi perubahan atau 1 unit
Identifikasi dari sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang yang tinggi terhadap
sektor pertanian tersebut mengindikasikan bahwa output dari sektor listrik, gas, dan air bersih
dan sektor bangunan yang diproduksi, sebagian besar digunakan sebagai input oleh sektor
pertanian di Indonesia. Keadaan ini menunjukkan bahwa sektor listrik, gas, dan air bersih dan
sektor bangunan memiliki peranan yang penting dalam mendorong pertumbuhan produksi
sektor pertanian dan memberikan ketersediaan output yang digunakan sebagai input oleh
sektor-sektor lain dalam perekonomian di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai