(Tesis)
Oleh
Deris Astriawan
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
Deris Astriawan
ABSTRAK
Oleh
Deris Astriawan
berdampak signifikan terhadap sikap bahasa penutur jati terutama yang tinggal di
kebijakan pelestarian bahasa Lampung berbasis sikap bahasa penutur jati untuk
tercermin dalam penelitian. Data penelitian ini merujuk pada sikap bahasa dengan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap bahasa penutur jati, dari total
110 responden diperoleh sikap bahasa negatif berjumlah 58 orang responden atau
Deris Astriawan
52,7%, sikap bahasa netral berjumlah 9 orang responden atau 8,2%, sikap bahasa
positif berjumlah 38 orang responden atau 34,5%, sikap bahasa sangat positif
berjumlah 5 orang responden atau 4,5%. Hasil uji korelasi variabel intervening
dengan nilai siginifikansi 0.001 < 0.05, variabel jenis kelamin tidak berkorelasi
dengan nilai signifikansi 0.408 > 0.05, variabel tingkat pendidikan tidak
berkorelasi dengan nilai signifikansi 0.400 > 0.05, dan variabel lama tinggal
Kata kunci: model kebijakan, pelestarian bahasa, sikap bahasa, penutur jati.
Deris Astriawan
ABSTRACT
By
Deris Astriawan
language which is the benchmark. The existence of the use of Lampung language
especially those living in urban areas. This research aims to produce a product of
the development of the Lampung language preservation policy model based on the
approaches are used to describe and reveal information reflected in research. The
data of this research refers to the attitude of language with data sources of native
The results showed that the language attitudes of native speakers, of a total
variable correlation test showed that age variables correlated significantly with
language attitudes with significant values of 0.001 < 0.05, sex variables did not
correlate with a significance value of 0.408 > 0.05, education level variables did
not correlate with a significance value of 0.400 > 0.05, and long-lived variables
correlated with a significance value of 0.000 < 0.05. The development of a policy
divided into two parts, namely the constitutional and institutional policy model.
speakers.
PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN PELESTARIAN BAHASA
LAMPUNG BERBASIS SIKAP BAHASA PENUTUR JATI UNTUK
MEMPERTAHANKAN BAHASA LAMPUNG
Oleh
Deris Astriawan
Tesis
Pada
Program Pascasarjana Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 18 Mei 1994, dengan nama
Deris Astriawan, sebagai anak keempat dari empat bersaudara, putra dari
2016
Pada tahun 2017, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Magister
Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni,
ك
َ ك ﯾﱠﺎا َِوﻧَﻌْ ُﺑ ُد ِاﯾﱠﺎ
َ ُۗﻧَﺳْ َﺗ ِﻌﯾْن
“Hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami
meminta pertolongan”
(QS. Al-Fatihah: 5)
“Ternyata dunia ini bukan soal dimana kita, dunia adalah soal peran apa
yang akan kita mainkan dan kemanapun takdir Allah menuzulkan jasad ini”
(Sallim. A. Fillah)
PERSEMBAHAN
Segala Puji Bagi Allah SWT Dzat Yang Maha Sempurna
Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta dan kasih sayangku kepada:
Almamater Tercinta
Universitas Lampung
SANWACANA
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Tesis ini berjudul
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan
doa, bimbingan, motivasi, kritik dan saran yang telah diberikan oleh berbagai
pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan terima
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
3. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan
tesis ini;
4. Dr. Farida Ariyani, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Magister Pendidikan
Bahasa dan Sastra Daerah sekaligus selaku Pembimbing I, sosok yang selalu
5. Prof. Dr. Ag. Bambang Setiyadi, M.A., Ph.D., selaku Pembimbing II yang
tesis ini, terima kasih untuk semua ilmu, masukan, kritikan, dan segala
6. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku Penguji II terima kasih atas
7. Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan
Sastra Daerah yang dengan penuh rasa tanggung jawab telah memberikan
8. Seluruh staf dan karyawan Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan
Sastra Daerah. Terima kasih atas kerja sama yang baik dan pelayanan prima
9. Papah Hi. Darsani Zainuddin dan Mamah Hj. Masriana, S.Pd., kedua sosok
yang menjadi inspirasi dan motivasi dari segala pencapaianku hari ini, terima
kasih atas kasih sayang dan segala hal yang telah tulus dan ikhlas kalian
berikan kepadaku, yang bahkan sampai akhir hayatku pun belum tentu
mampu untuk membalasnya, terima kasih atas semua pelajaran hidup yang
telah kalian ajarkan, nilai-nilai kehidupan yang telah kalian tanamkan, dan
penggalan doa di setiap sujud-mu, rasa syukur kepada Allah SWT yang telah
menjadi anak kalian, dan semoga kelak perjalanan hidup kita akan terus
10. Kakakku tercinta Dani Oktarian, S.E., Dirga Novica, S.Kom., Dea Oktarina,
motivasi, bimbingan dan doanya selama ini. Percayalah Allah SWT telah
11. Keempat keponakanku tersayang Dzakiya Talita Sakhi, Donita Aqyla Kamil,
Dzakira Azzahra Kamil, dan Daisha Adreena Saila, atas segala tingkah lucu
12. Sahabat seperjuangan Kak Aida dan Meta. Tetaplah jaga komunikasi, jaga
Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan yang
telah diberikan dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan. Aamiin.
Deris Astriawan
NPM 1723045001
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
RIWAYAT HIDUP
PERSEMBAHAN
MOTTO
SANWACANA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Gambar Halaman
I. PENDAHULUAN
sebuah bahasa untuk mampu dengan mudah menerima dan melebur menjadi
penutur bahasa lain, hal tersebut pada akhirnya juga akan berpengaruh baik dari
Indonesia terdapat tiga kelompok bahasa yang mewarnai situasi kebahasaan dalam
masyarakat, yaitu bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing. Adanya
kehidupan masyarakat.
Selaras dengan hal tersebut provinsi Lampung sebagai salah satu provinsi di
Indonesia juga memiliki bahasa daerah yang digunakan sebagai alat komunikasi
pelambang yang juga merepresentasikan daerahnya atau dengan kata lain kita
Penggunaan suatu bahasa daerah tertentu selalu berkaitan dengan sikap bahasa
yang menjadi tolok ukurnya. Fasold (dalam Katubi, 2010: 42) wawasan tentang
merespons perencanaan bahasa dan dalam penentuan bahasa (ragam bahasa) yang
dianggap paling patut untuk pengembangan bahasa. Sikap bahasa dapat menjadi
sebuah pilihan karena hasil penelitian sikap bahasa dapat memberikan data, (1)
ukuran “kesehatan” bahasa yang menjadi syarat ketahanan bahasa dan hal itu
atas dua macam, yaitu (1) sikap kebahasaan, dan (2) sikap nonkebahasaan, seperti
sikap politik, sikap sosial, sikap estetis, dan sikap keagamaan. Kedua jenis sikap
ini dapat menyangkut keyakinan atau kognisi mengenai bahasa (Chaer dan
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa melalui bukunya Bahasa dan Peta
subdialek. Jika dilihat dari akumulasi persebaran bahasa daerah per provinsi,
bahasa di Indonesia berjumlah 733. Salah satu bahasa daerah yang masih
terhadap etnis atau suku bangsa, etnis Jawa 63,84%, Lampung 13,51%, Sunda
9,58%, Banten 2,27%, etnis asal Sumatera Selatan 5,47%, etnis Bali 1,38%, etnis
Minangkabau 0,92%, etnis Cina 0,53%, etnis Bugis 0,28%, etnis Batak 0,69%,
dan etnis lain seperti etnis asal Aceh, Jambi, Sumatera lainnya, Betawi, Papua,
NTT, NTB, Kalimantan dan lain-lain sekitar 1,21% (Dokumen BPS Provinsi
diperparah dengan sikap penutur jati yang secara lambat laun mulai
dibiarkan dan tidak ada solusi lebih lanjut, maka hal tersebut berpotensi memicu
terjadinya kepunahan bahasa. Hal tersebut selaras dengan pendapat Putri (2018:
85) bahwa keanekaragaman yang ada pada masyarakat kota Bandar Lampung
yang terkait dengan pergeseran bahasa yang mengarah pada kematian bahasa. Hal
4
ini dapat terlihat dari semakin rendahnya tingkat penggunaan bahasa ini dalam
komunikasi antarpenuturnya.
Sejalan dengan hal tersebut Ismadi (2018) menyatakan bahwa kepunahan bahasa
Pengabaian penggunaan bahasa daerah oleh penutur usia muda juga merupakan
bahwa dewasa ini generasi muda tidak cakap lagi menggunakan bahasa daerah
mengerti dengan bahasa daerah mereka, tetapi tidak fasih berbicara dengan bahasa
tersebut. Jika keadaan seperti ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin beberapa
tahun mendatang akan semakin banyak bahasa daerah yang pada akhirnya punah
terkikis zaman.
Kondisi bahasa Lampung yang sudah mulai ditinggalkan oleh penutur jatinya
dapat dibuktikan dari sebaran kantong suku penutur jati bahasa Lampung yang
signifikan perlahan namun pasti di daerah tersebut sudah sangat sulit untuk
5
komunikasi sehari-hari.
Menurut Wilian (2010: 26) dalam ilmu sosiolinguistik perlu diwaspadai perihal
pemakaian dan pilihan bahasa yang dihubungkan dengan konsep diglosia adalah
bahwa jika ranah-ranah pemakaian bahasa yang tadinya diwakili oleh ragam
bahasa R sudah dimasuki atau digantikan oleh ragam bahasa T (diglossia leakage)
maka patut dicurigai akan dimulai terjadinya pergeseran bahasa. Selain itu,
Situasi tersebut menempatkan bahasa Indonesia sebagai “bahasa ranah tinggi” dan
ragam bahasa Lampung berfungsi sebagai “bahasa ranah rendah”. Oleh sebab itu,
disimpulkan bahwa telah terjadi kebocoran diglosia pada penggunaan bahasa oleh
Sumatera Selatan menjadi penting dilakukan bagi perancang bahasa dan pembuat
bahasa) yang dianggap paling patut untuk pengembangan bahasa Katubi (2010:
42).
Pengukuran sikap bahasa penutur jati terhadap bahasa Lampung harus segera
rumusan seminar Politik Bahasa Nasional tahun 1975, kebijakan bahasa adalah
dihadapi oleh suatu bangsa secara nasional (Chaer dan Agustina, 2004: 177;
sebagai alat komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat di seluruh
negara, dan dapat diterima oleh seluruh warga yang berbeda secara lingual, etnis,
dan kultur.
Kebijakan yang tidak serius dalam melakukan pembinaan bahasa daerah lambat
laun akan membawa kepunahan bahasa daerah. Hal ini secara tidak langsung
7
lokal (Firdaus dan Setiyadi, 2015: 1089). Selain itu, perumusan kebijakan bahasa
terhadap bahasa dan sastra daerah diarahkan pada tiga tindakan, yakni
Tahun 2009 (UU RI No. 24/2009) dan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun
Selain itu, kebijakan bahasa daerah juga terus dilakukan oleh pemerintah. Hal itu
Bab XV, pasal 36, yang menyatakan bahwa bahasa-bahasa daerah yang masih
dipakai sebagai alat perhubungan yang hidup dan dibina oleh masyarakat
pemakainya dihargai dan dipelihara oleh negara karena bahasa-bahasa itu adalah
melestarikan nilai sosial budaya. Selaras dengan hal tersebut pemerintah daerah
mata pelajaran bahasa dan aksara Lampung sebagai muatan lokal wajib pada
jenjang satuan pendidikan dasar dan menengah. Kendati demikian, dari beberapa
kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut masih belum menunjukkan hasil yang
Penelitian ini menjadi sangat penting, mengingat adanya berbagai potensi masalah
kebahasaan yang timbul sesuai pada penjabaran di atas. Selain itu juga, pada
Lampung, sedangkan pada penelitian ini hasil data yang diperoleh akan
konkret, sehingga dampak manfaat yang ditimbulkan akan lebih besar. Hal
tersebut selaras dengan Rosyid (2014: 178) bahwa penelitian bahasa, diharapkan
Lampung.
1. Secara Teoritis
bahasa penutur jati bahasa Lampung yang mampu dimanfatkan sebagai bahan
2. Secara Praktis
Sebagai rencana tindak lanjut, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
Tinjauan pustaka yang dipergunakan dalam penelitian ini ialah untuk menjadi
pemertahanan bahasa.
kebijakan terbaik pada masa mendatang. (Syah dkk., 2014: 328). Selain itu,
suatu keadaan atau situasi secara berjenjang kepada situasi yang lebih sempurna
atau lebih lengkap maupun keadaan yang lebih baik (Trisiana dan Wartoyo, 2016:
315).
(Aminullah dalam Anggara, 2014: 37) menyatakan bahwa kebijakan adalah suatu
11
dalam arti dan lingkup definisi kerja. Berdasarkan hubungannya itu dapat
pilihan rasional dalam situasi yang kompetitif), dan model pilihan publik
individu yang berkepentingan). Pada penelitian ini peneliti akan memilih model
Menurut Nugroho (dalam Anggara 2014: 39) bahwa kebijakan publik dalam
prinsip, yaitu.
b. implementasi kebijakan;
c. evaluasi kebijakan.
Prinsip pengembangan model kebijakan pada penelitian ini berfokus pada prinsip
Menurut rumusan seminar Politik Bahasa Nasional tahun 1975, kebijakan bahasa
adalah suatu pertimbangan konseptual dan politis yang dimaksudkan untuk dapat
dihadapi oleh suatu bangsa secara nasional (Chaer dan Agustina, 2004: 177).
bahasa golongan etnis lain yang ada di nusantara, dan bahasa asing yang terdapat
fungsi sosial kebijakan bahasa menurut Dardjowidjojo (1994) yakni (1) fungsinya
sebagai bahasa resmi kenegaraan atau resmi kedaerahan (2) fungsinya sebagai
fungsinya sebagai bahasa kebudayaan di bidang ilmu, teknologi, dan seni. Chaer
13
cara membina dan mengembangkan satu bahasa sebagai alat komunikasi verbal
yang dapat digunakan secara tepat di seluruh negara, dan dapat diterima oleh
Stewart, seperti yang dikutip oleh Anton Moeliono (1985: 45) mengungkapkan
Melalui politik dan kebijakan bahasa yang dikembangkan di Indonesia sejak pra-
macam fungsi tanpa persaingan. Sejalan dengan hal tersebut Heryanah (2003:
131) menyatakan bahwa politik bahasa adalah kebijakan yang dilakukan oleh
ketahanan suatu negara dari segi keberagaman bahasa. Hal senada diungkapkan
oleh Ferguson (2006: 12) bahwa kebijakan bahasa tidak hanya dirumuskan
berdasarkan segi ekonomi, sosial, politik, dan ketahanan negara yang membentuk
penggunaan bahasa, akan tetapi, kebijakan bahasa merupakan suatu cara yang
efektif yang menunjang dinamika sosial. Selain itu, menurut Cooper (dalam
sering mengacu ke tujuan yang menyangkut bahasa, politik, dan masyarakat yang
mendasari usaha kegiatan para perencana bahasa. Kaplan dan Baldauf (1997: 3)
untuk memperoleh sebuah perubahan terkait rencana bahasa dalam satu atau
beberapa komunitas. Menurut Firdaus dan Setiyadi (2015: 1089) kebijakan yang
tidak serius melakukan pembinaan bahasa daerah sehingga lambat laun akan
membawa kepunahan bahasa daerah. Hal ini secara tidak langsung merupakan
Secara khusus bahasa dapat dikaji secara internal maupun eksternal. Kajian secara
internal artinya kajian yang melibatkan struktur intern seperti fonologi, morfologi,
dan sintaksis. Sebaliknya, kajian secara eksternal dilakukan terhadap hal-hal yang
berada diluar bahasa yang berkaitan dengan pemakaian bahasa sehingga kajian
secara eksternal melibatkan dua atau lebih dari disiplin ilmu termasuk salah
Menurut Chaer dan Agustina (2010: 2) bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu
bahasa itu di dalam masyarakat. Sebagai objek dalam sosiolinguistik bahasa tidak
dilihat atau didekati sebagai bahasa, sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum,
manusia. Sementara itu, menurut Fishman (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 3)
sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi
bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah,
dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur.
sejumlah bahasa yang terdapat pada repertoar bahasa masyarakat itu, bahasa yang
dalam kelompok etnik sendiri. Lalu, bahasa yang mana yang digunakan di dalam
interaksi antarkelompok etnik yang berbeda. Ciri-ciri apa sajakah yang dapat
17
situasi tertentu. Ciri-ciri apa sajakah, misalnya, pada situasi tertentu lainnya
masyarakat yang majemuk itu. Fishman (dalam Siregar dkk., 1998: 51)
bahasa dalam masyarakat tersebut melalui penempatan ranah bahasa. Istilah ranah
ranah adalah abstrak dari persilangan antara status (hubungan-peran) tertentu dan
Platt (dalam Siregar dkk., 1998: 51) menambahkan dimensi identitas sosial
tersebut mencakup kesukuan, umur, jenis kelamin, dan tingkatan satu bahasa.
Suatu ranah dikaitkan dengan ragam bahasa tertentu. Dibandingkan dengan situasi
sosial, ranah adalah abstraksi dan sarana pendidikan dan latar belakang
sosioekonomi. Seluruh faktor itu digabungkan dengan faktor ranah, penutur, dan
Menurut Siregar dkk., (1998: 52) analisis pola penggunaan bahasa menerapkan
komponen itu dikenal dalam ranah penggunaan bahasa sebagai ranah keluarga,
yaitu perjumlahan atau abstraksi dari hubungan yang terdapat di antara hubungan-
bahasa, dibatasi sebagai persilangan tidak ujaran, lingkungan, dan waktu tertentu.
Sikap terbentuk dari interaksi sosial yang dialami seseorang yang dalam
berinteraksi individu akan membentuk suatu pola tertentu terhadap berbagai objek
terbentuknya sikap, antara lain pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang
dianggap penting, media massa, pendidikan, dan agama (Sugiyono dan Sasangka
dalam Winarti, 2015: 220). Semntara itu, Massey (1986: 761) lebih menyukai
perspektif sikap Kahn dan Weiss (1973) bahwa sikap secara selektif diperoleh dan
19
negatif itu terhadap objek sosial atau psikologis yang mewakili karakteristik dari
suatu sikap.
Fasold (1984: 147) mengungkapkan bahwa dalam memandang sikap dapat dilihat
dari dua teori yang berbeda. Pertama, sikap dapat dilihat melalui teori
keperilakuan yang memandang sikap sebagai sikap motorik. Kedua, dari sudut
dengan hal tersebut pendefinisian sikap dan kajian kajian tentang sikap dalam
Pandangan behaviorist memiliki asumsi bahwa tidak ada realitas objektif tentang
sebagai konstruk hipotetis yang digunakan untuk menjelaskan arah dan keajegan
menganggap bahwa sikap memiliki tiga komponen, yakni kognitif, afektif, dan
Menurut Lambert (dalam Sukma 2017: 31) bahwa sikap itu terdiri atas tiga
Komponen kognitif bertalian dengan pengetahuan tentang sesuatu hal yang ada di
alam sekitar. Komponen ini biasanya merupakan gagasan dalam pikiran yang
penilaian terhadap suatu hal. Perasaan baik-tidak baik atau suka-tidak suka
terhadap sesuatu atau suatu keadaan termasuk ke dalam komponen afektif. Segala
sesuatu yang dirasakan, dinilai, dan diresapi merupakan bentuk afeksi. Komponen
konatif berhubungan dengan perilaku atau perbuatan sebagai hasil dari kesiapan
reaktif terhadap suatu keadaan. Segala apa yang dipahami kemudian dirasakan
akan berakhir dengan sebuah tindakan. Perilaku atau tindakan ini menjadi wujud
nyata dari suatu pemahaman. Jadi, melalui komponen ketiga inilah (kognitif,
Menurut (Anderson dalam Chaer dan Agustina, 2010: 51) membagi sikap atas dua
macam, (1) sikap kebahasaan, dan (2) sikap nonkebahasaan, seperti sikap politik,
sikap sosial, sikap estetis, dan sikap keagamaan. Kedua jenis sikap itu dapat
menyangkut keyakinan atau kognisi mengenai bahasa. Sikap bahasa adalah tata
keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa,
Selaras dengan hal tersebut Aslinda dan Syafyahya (2010: 10) menyatakan bahwa
pada hakikatnya sikap bahasa adalah kesopanan bereaksi terhadap suatu keadaan.
Dengan demikian, sikap bahasa menunjuk pada sikap mental dan sikap perilaku
dalam berbahasa. Sikap bahasa dapat diamati antara lain melalui perilaku
berbahasa atau perilaku bertutur. Sikap bahasa sangat erat kaitannya dengan
orang tentang bahasa mereka sendiri atau bahasa yang lain. Baker (1996: 41)
kepada anggapan dan nilai yang diberikan oleh masyarakat terhadap sesuatu
bahasa atau bahasa lainnya, atau tentang sesuatu dialek berbanding dialek yang
lain dalam sesuatu bahasa. Hasil daripada definisi dan tanggapan tentang
belakang budaya, latar belakang pendidikan dan latar belakang keluarga (Hamid
Ada sejumlah faktor yang turut membentuk sikap bahasa dan yang perlu
pemerintah. Pengaruh berbagai faktor tersebut tidak akan jelas kelihatan secara
itu. Beberapa faktor perlu untuk dipertimbangkan secara bersamaan dan juga
beberapa faktor dapat saling berpengaruh satu sama lain (Katubi, 2010: 46).
22
Garvin dan Mathiot mengemukakan tiga ciri sikap bahasa yaitu kesetiaan bahasa
use) (Chaer dan Agustina, 2010: 152). Senada dengan ciri tersebut, secara khusus
Garvin dan Mathiot (dalam Sukma, 2017: 33) mendeskripsikan sebagai berikut.
Berdasarkan ciri ini pengaruh negatif dari bahasa lain akan dengan mudah
bahasanya;
identitas dan kesatuan masyarakat. Selain itu, ciri ini juga mendorong
dalam berbahasa;
yang merupakan wujud nyata dari perilaku berbahasa. Semua ciri yang
Garvin dan Mathiot berpendapat sebuah sikap bahasa dapat dikatakan positif
apabila ketiga ciri-ciri sikap terhadap bahasa tersebut dapat dipenuhi dengan baik.
Sebaliknya, apabila ketiga ciri sikap bahasa tersebut sudah menghilang atau
melemah dari diri seseorang atau dari diri sekelompok orang angota masyarakat
tutur, maka berarti sikap negatif terhadap suatu bahasa telah melanda diri orang
atau kelompok orang itu. Sikap negatif terhadap suatu bahasa dapat dilihat dari
bahasanya, mengalihkan rasa bangga terhadap bahasa lain yang bukan miliknya.
Hal tersebut didukung oleh Chaer dan Agustina (2010: 150) jika seseorang
memiliki nilai rasa baik atau suka terhadap sesuatu keadaan, maka orang itu
dikatakan memiliki sikap positif. Jika sebaliknya, disebut memiliki sikap negatif.
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan hilangnya rasa bangga terhadap
bahasa sendiri, antara lain faktor politik, ras, etnis, gengsi, dan sebagainya. Sikap
negatif terhadap bahasa akan lebih terasa lagi dampaknya apabila seseorang atau
Mereka tidak merasa perlu untuk menggunakan bahasa secara cermat dan tertib,
Berkenaan dengan sikap bahasa yang negatif, Halim dalam Chaer dan Agustina
(2010: 153) berpendapat bahwa jalan yang harus ditempuh untuk mengubah sikap
negatif itu menjadi sikap bahasa yang positif adalah dengan pendidikan bahasa
yang dilaksanakan atas dasar pembinaan kaidah dan norma bahasa, norma sosial,
24
norma budaya, dan keberhasilannya juga tergantung pada sikap siswa terhadap
bahasa yang sedang dipelajarinya. Selaras dengan hal tersebut Bany dan Johnson
dalam (Rokhman, 2013: 41) menyatakan bahwa sikap tidak terbentuk karena
pembawaan sejak lahir tetapi terbentuk karena proses belajar. Sikap adalah
perilaku. Chaer dan Agustina (2010: 153) dari pembicaraan mengenai sikap
bahasa dapat dilihat bahwa sikap bahasa juga bisa mempengaruhi seseorang untuk
menggunakan suatu bahasa, dan bukan bahasa yang lain, dalam masyarakat yang
Penggunaan suatu bahasa tidak hanya tergantung pada partisipan, situasi, topik,
dan tujuan pembicaraan, tetapi juga tergantung pada sikap bahasa tersebut
bersamaan dan juga beberapa faktor dapat saling berpengaruh satu sama lain.
Penelitian sikap bahasa tertuju pada tingkat yang berbeda-beda. Pertama, sikap
bahasa terhadap bahasa atau ragam bahasa itu sendiri, misalnya mencakupi sikap
negatif atau positif. Kedua, sikap terhadap bahasa/ragam bahasa dan penuturnya,
misalnya sikap terhadap dialek daerah; sikap terhadap aksen: ciri variabel dalam
bahasa orang itu sendiri; sikap terhadap sosiolek: usia, kelas sosial, profesi, dan
etnisitas; sikap terhadap “bahasa asli” di daerah tertentu; sikap terhadap bahasa
penggunaan bahasa bahasa Lampung dan pribadi dan lebih spesifik ranah
dengan proses psikologis, sosial, dan budaya yang sedang berlangsung pada saat
masyarakat bahasa yang berbeda berhubungan satu sama lain (Damanik, 2009).
tentang ragam prestise tinggi (T) dan rendah (R). Kaitan antara pilihan bahasa
Menurut Sitorus (2014: 98) pemertahanan bahasa itu berkaitan erat dengan
masyararakat penutur itu sendiri sebagai pemakai bahasa dan usaha yang
dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Hal tersebut selaras bahwa kunci
bahasa ibu (bahasa yang pertama kali dipelajari) sebelum bahasa nasional dan
Fishman (1966: 242) dalam Dweik, dkk (2014: 76) menunjukkan bahwa
atau stabilitas dalam kebiasaan penggunaan bahasa, proses psikologis, sosial, atau
budaya yang sedang berlangsung, pada populasi yang berbeda dalam bahasa
namun saling bersentuhan. Dia menyarankan tiga topik utama untuk bidang ini;
(1) penggunaan bahasa sehari-hari pada lebih dari satu titik waktu atau ruang
antarkelompok; (2) proses psikologis, sosial dan budaya terkait dengan stabilitas
bahasa nasional, dan digunakannya bahasa ibu sebagai media komunikasi harian
Rosyid, 2014: 180). Sejalan dengan hal tersebut, Jendra (2010: 159) menyatakan
Menurut Adisaputera (2009: 46) wujud pemertahanan bahasa dapat dilihat dari
kenyataan bahwa bahasa tersebut masih dipakai dan dipilih pada ranah-ranah
sebuah bahasa Wilian (2010: 28). Holmes (dalam Sitorus, 2014: 98) mengatakan
yang bahasa pengantamya bahasa ibu (bahasa daerah) dan kebiasaan mengunjungi
famili. Hal tersebut selaras dengan Adisaputera (2009: 50) bahwa aspek penting
dalam pemertahanan bahasa adalah digunakan atau tidak bahasa tersebut oleh
2. Sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka
kebijakan pelestarian bahasa Lampung berbasis sikap bahasa penutur jati untuk
Data dalam penelitian ini berupa sikap bahasa yang terangkum dalam jawaban
sumber data melalui isi jawaban yang tertuang dalam kuesioner responden.
Dengan kata lain, sumber data dalam penelitian ini, yaitu penutur jati bahasa
Lampung.
Lokasi yang dipilih pada penelitian ini yaitu di Kota Bandar Lampung. Hal
Kota Bandar Lampung dianggap sangat representatif untuk mewakili target data
yang dibutuhkan. Terdapat beberapa data penunjang Kota Bandar Lampung yakni
sebagai berikut.
Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung yang memiliki
luas wilayah daratan ±19.722 Ha (197,22 km2), dengan panjang garis pantai
sepanjang 27,01 Km, dan luas perairan kurang lebih ±39,82 km2 yang terdiri atas
Pulau Kubur dan Pulau Pasaran. Secara geografis kota Bandar Lampung terletak
pada 5o20’ sampai dengan 5o30’ lintang selatan dan 105o28’ sampa dengan
Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung pada Tahun 2015 adalah sebesar
1.167.698 jiwa, yang terdiri dari jumlah penduduk Laki-laki sebesar 601.604 jiwa,
dan penduduk perempuan sebesar 566.092 jiwa, dengan sex ratio sebesar 106.
Pada Tahun 2014, Penduduk Kota Bandar Lampung berjumlah 979.087 jiwa
dengan sex ratio 102, yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak
2013 sebesar 942 039 jiwa. Data secara lebih rinci dapat dilihat pada diagram di
bawah ini.
Berdasarkan data yang dihimpun dari BPS Kota Bandar Lampung tahun 2016
Kota Bandar Lampung serta perpindahan penduduk baik dari antar wilayah di
dalam Kota Bandar Lampung maupun dari luar Kota Bandar Lampung yang
31
masuk ke Kota Bandar Lampung. Adapun data sebaran jumlah penduduk Kota
Secara administratif Kota Bandar Lampung terdiri dari 20 Kecamatan dan 126
dengan beberapa wilayah Kabupaten yang ada di Provinsi Lampung, antara lain:
Timur
Berikut adalah data yang menunjukkan luas dan wilayah administrasi Kota
Bandar Lampung:
berikut ini.
menyeleksi data sehingga peneliti tidak perlu menghabiskan waktu dengan data
alat bantu kuesioner digital, yaitu Google Docs. Kuesioner yang dipakai
34
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh
perhitungan statistik dengan bantuan program SPSS 13.0 (statistical packages for
data statistik tersebut. Analisis data secara kualitatif menurut Moleong (2014:
kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
Skor dari jawaban responden pada setiap butir penyataan kuesioner diberi bobot
skor (5) untuk jawaban Sangat Setuju, (4) untuk jawaban Setuju, (3) untuk
jawaban Ragu-ragu, (2) untuk jawaban Tidak Setuju, (1) untuk jawaban Sangat
35
Tidak Setuju. Sementara itu, untuk jawaban pernyataan negatif berlaku sebaliknya
yaitu skor (1) untuk jawaban Sangat Setuju, (2) untuk jawaban Setuju, (3) untuk
jawaban Ragu-ragu, (4) untuk jawaban Tidak Setuju, (5) untuk jawaban Sangat
Tidak Setuju. Skor yang diperoleh atas jawaban responden menunjukkan sikap
bahasanya apakah menunjukkan sikap positif atau sikap negatif terhadap upaya
pemertahanan bahasa Lampung. Hasil skor sikap bahasa tersebut akan dijadikan
item dengan skor total variabel. Cara mengukur validitas isi yaitu
N XY - X Y
rxy
N X 2
- X
2
N Y Y
2 2
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y;
N = jumlah sampel;
X = skor butir soal;
Y = skor total.
36
Kriteria pengujian jika harga rhitung > rtabel dengan taraf signifikan 0,05
maka alat tersebut valid, begitu pula sebaliknya jika harga rhitung < rtabel
Hasil perhitungan uji validitas soal post terdapat pada lampiran. Dalam
perhitungan sikap bahasa dari 30 item angket tidak terdapat item angket
tinggi jika uji tersebut dapat memberi hasil yang tetap dalam jangka
Keterangan:
r = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya soal
2
b = Jumlah varians butir
2
t = Varians total
37
Hasil perhitungan uji korelasi reliabilitas soal post terdapat pada lampiran.
Berdasar pada gambar di atas, diketahui bahwa nilai Alpha sebesar 0.945
Alpha tersebut dibandingkan dengan nilai rtabel pada distribusi nilai N=30
diperoleh nilai rtabel sebesar 0.349. kesimpulannya 0.945 > 0.349 artinya
penelitian.
Development) Menurut Borg dan Gall (2003) ada tiga langkah dalam penelitian
Namun dalam penelitian ini eksperimen yang dimaksudkan yaitu formulasi atau
Draf Model
Pengembangan
Pengembangan Revisi Draft
Model
Kebijakan
Formulasi Model
Pengembangan
Kebijakan Pelestarian
Bahasa Lampung
berbasis Sikap Bahasa
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data terhadap sikap bahasa penutur jati, dari
total 110 responden didapat beberapa klasifikasi sikap bahasa yaitu sikap
52,7% dari total responden, sikap bahasa netral (NT) berjumlah 9 orang
responden atau setara dengan 8,2% dari total responden, sikap bahasa
76
responden atau setara dengan 4,5% dari total responden. Dominasi sikap
penentuan ragam bahasa yang dianggap paling patut oleh penutur jati
bahasa sehari-hari.
sikap bahasa dengan nilai siginifikansi 0.001 < 0.05 sehingga korelasi
kata lain semakin tinggi umur seorang penutur jati maka semakin positif
secara signifikan terhadap sikap bahasa dengan nilai signifikansi 0.408 >
0.05 korelasi yang terjadi bersifat negatif atau dengan kata lain tidak ada
bahasa dengan nilai signifikansi 0.400 > 0.05 korelasi yang terjadi bersifat
negatif atau dengan kata lain tidak ada korelasi antara tingkat pendidikan
77
dengan sikap bahasa., dan terakhir variabel lama tinggal yang berkorelasi
secara signifikan terhadap sikap bahasa dengan nilai signifikansi 0.000 <
0.05 sehingga korelasi yang terjadi bersifat positif artinya apabila variabel
sikap bahasa, atau dengan kata lain semakin lama seorang penutur jati
5.2 Saran
a. Perlu ada perhatian khusus mengenai sikap bahasa penutur jati bahasa
sekolah dan masyarakat. Selain itu juga, terdapat model institusional yang
dan positif. Dengan demikian penutur jati yang sudah cukup dewasa dan
lingkungan sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alebiosu, T.A. 2016. Language Attitudes and the Issue of Dominance: The
Nigerian Experience. English Language, Literature & Culture, 1(3): 21-29.
Anwar, Y., & Adang. 2013. Sosiologi Untuk Universitas. Refika Aditama,
Bandung.
Ariyani, F., Rusminto, N.E., & Setiyadi, Ag.B. 2018. Language Learning
Strategies Based On Gender. Theory and Practice in Language Studies,
(8)11, 1524-1529.
Dweik, B.S., Nofal, M.Y., Qawasmeh, R.S. 2014. Language Use and Language
Attitudes among the Muslim Arabs of Vancouver/ Canada: A Sociolinguistic
Study. International Journal of Linguistics and Communication. 2(2), 75-99.
Firdaus, A., dan Setiadi, D. 2015. Pelestarian Bahasa Daerah (Sunda) Dalam
Upaya Mengokohkan Kebudayaan Nasional. Paper dipresentasikan pada
Seminar Nasional PIBSI XXXVII. Sanata Dharma University, Yogyakarta.
Gall, M.D., Gall J.P., and Borg, W.R. 2003. Educational Research An
Introduction, Seventh Edition. Pearson Education Inc, Boston.
Gay, V., Hicks, D.L., Vasut, E.S., and Shoham, A. 2018. Decomposing Culture:
An Analysis Of Gender, Language, and Labor Supply in The Household.
Review of Economics of the Household, (16)4, 879–909.
Hamid, Z., Aman., Rahim., dan Harun, K. 2010. Sikap Terhadap Bahasa Melayu:
Satu Kajian Kes di Pantai Timur Semenanjung. Jurnal Melayu (5), 163-176.
Heryanah. 2003. Tinjauan Buku Politik Bahasa. Jurnal Masyarakat dan Budaya,
(5)1, 127-132.
Ismadi, H.D. 2018. Kebijakan Pelindungan Bahasa Daerah Dalam Perubahan
Kebudayaan Indonesia. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Jaspaert, K. and Kroon, S. 1988. The relationship between language attitudes and
language choice. In U. Knops and R. van Hout (Eds.), Language attitudes in
the Dutch language area (pp. 157-171). Dordrecht, Foris Publications,
Netherlands.
Jendra, I.I. 2010. Sociolinguistics: The Study of Societies' Language. Graha IImu,
Yogyakarta.
Kaplan B.R., and Baldauf, J. 1997. Language Planning from Practice to Theory.
Multilingual Matters ltd, Clevedon.
Katubi. 2010. Sikap Bahasa Penutur Jati Bahasa Lampung. Jurnal Masyarakat
Linguistik Indonesia, (28)1, 41-54.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2012. Kamus Versi Online/ dalam Jaringan.
https://kbbi.web.id/. Diakses tanggal 4 Januari 2019.
Nguyen, T.T.T., and Hamid, M.O. 2016. Language Attitudes, Identity and L1
Maintenance: A Qualitative Study of Vietnamese Ethnic Minority Students.
Journal System, 61(1), 87-97, Publisher Elsevier.
Nguyen, T.T.T. 2017. Integrating Culture into Language Teaching and Learning:
Learner Outcomes. International Online Journal, (17)1, 145-155.
Puffer, C.D., Kaltenboeck, G., and Smit, U. 1997. Learner Attitudes and L2
Pronunciation in Austria. World Englishes, (16)1, 115-128.
Putri, N.W. 2018. Pergeseran Bahasa Daerah Lampung Pada Masyarakat Kota
Bandar Lampung. Prasati: Journal of Linguistics, (3)1, 83-97.
Rey, C.L., Canalis, A.H., and Carulla, J.J. 2018. Opening perspectives from an
integrated analysis: language attitudes, place of birth and self-identification.
International Journal of Bilingual Education and Bilingualism, 21(2), 151-
163.
Richards, J. C., Platt, J. and Platt, H. 1992. Longman dictionary of language
teaching and applied linguistics, 2nd ed. Longman Publishers, United
Kingdom.
Rusminto, N.E., Ariyani, F., & Setiyadi, Ag.B. 2018. Learning a Local Language
at School in Indonesian Setting. Journal of Language Teaching and
Research, (9)5, 1075-1083.
Siregar, B.U., Isa, D.S., dan Husni, C. 1998. Pemertahanan Bahasa dan Sikap
Bahasa: Kasus Masyarakat Bilingual di Medan. Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD, Jakarta.
Sitorus, N. 2014. Pemertahanan Bahasa Pakpak Dairi di Kabup Aten Dairi. Jurnal
Kajian Linguistik, (12)2, 94-107.
Sukma, R. 2017. Sikap Bahasa Remaja Keturunan Betawi Terhadap Bahasa Ibu
dan Dampaknya Pada Pemertahanan Bahasa Betawi. (Tesis). Universitas
Diponegoro. Semarang.
Syah, I., Darwin, E., Bachtiar, H., dan Pujani, V. 2014. Pengembangan Model
Kebijakan Pelayanan Gratis di Puskesmas. Kesmas, Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional, (8)7, 325-329.
Widodo, M., Ariyani, F., & Setiyadi, Ag.B. 2018. Attitude and Motivation in
Learning a Local Language. Theory and Practice in Language Studies, (8)1,
105-112.