Anda di halaman 1dari 14

Kekerabatan Kosakata Bahasa Sunda dengan Bahasa Melayu Betawi

di Kota Tangerang Selatan: Kajian Linguistik Historis Komparatif

Oleh

Rendi Rismanto*

180110080010

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Kekerabatan Kosakata Bahasa Sunda dengan Bahasa


Melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan: Kajian Linguistik Historis
Komparatif”. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode
dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak dengan teknik
sadap, cakap, dan rekam. Metode dan teknik analisis data yang digunakan masing-
masing adalah metode kualitatif dan kuantitatif dengan teknik leksikostatistik.
Penelitian dilakukan di Kota Tangerang Selatan dengan jumlah informan 4
orang. Instrumen penelitian yang digunakan untuk wawancara berupa daftar
pertanyaan yang memuat 200 butir pertanyaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi hubungan kekerabatan antara
Bahasa Sunda dengan Bahasa Melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan.
Terdapat 82 pasangan kata yang berkerabat, yaitu 42 pasangan kata kerabat yang
identik, 32 pasangan kata yang memiliki korespondensi fonemis, dan 8 pasangan
kata yang memiliki perbedaan pada satu fonem. Hubungan kekerabatan itu
termasuk ke dalam keluarga bahasa yaitu sebesar 43%.
Waktu pisah yang terjadi antara Bahasa Sunda dengan Bahasa Melayu
Betawi di Kota Tangerang Selatan dari bahasa proto yang sama yaitu antara 212
sebelum Masehi sampai 216 Masehi (jika dihitung dari tahun 2012), atau dapat
dinyatakan bahwa Bahasa Sunda dengan Bahasa Melayu Betawi di Kota
Tangerang Selatan merupakan bahasa tunggal pada 2.224-1.796 tahun yang lalu.

ABSTRACT
This thesis entitled “Khindship Sundanese language Vocabulary with
Betawi Malay Language in South Tangerang city: the study of Comparative
Historical Linguistics”. Research methods used are qualitative method. A method
of collecting data and techniques that we use is a method of tapping, listened to

*Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas


Padjadjaran, tahun lulus 2012
with the technique ably, and rollin. Methods and techniques of data analysis used
respectively are qualitative and quantitative methods with the lexicostatistic
technique.
Research conducted in South Tangerang City with an informer 4 people.
An instrument used for research interview questionnaire form of grains
containing 200 question.
The results showed that there is kinship between Sundanese language with
Betawi Malay language in the town of South Tangerang. There are related, 82
couples said namely 42 pair of identical, the relative said 32 couples word having
phonemic correspondences, and 8 couples word having differences in a phoneme.
The kinship relation that belong to the family of languages that by 43 %.
Separation time occurs between Sundanese language with Betawi Malay
language in South Tangerang city of proto is the same i.e. between 212 b.c. until
a.d. 216 (if calculated from 2012), or it can be stated that the Sundanese language
with Betawi Malay language in South Tangerang is a single language on 2.224-
1.796 years ago.

Kata Kunci: Dialek, Sosiolinguistik, Linguistik Historis Komparatif.

1. Pendahuluan

Bahasa pada dasarnya adalah media yang digunakan manusia untuk


berinteraksi satu dengan yang lain. Bahasa dapat berupa lisan maupun tulisan.
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan istimewa sebagai bahasa Nasional dan
bahasa Negara. Adapun kedudukan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah
sangat berhubungan, yaitu bahasa daerah sebagai pendukung bahasa nasional.
Penelitian ini membahas kekerabatan dari dua bahasa yang berbeda.
Bahasa yang diangkat dalam penelitian ini adalah bahasa Sunda dan bahasa
Melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan. Kota Tangerang Selatan adalah salah
satu Kota di Provinsi Banten, Indonesia. Kota itu merupakan pemekaran dari
Kabupaten Tangerang. Pada masa penjajahan Belanda, wilayah itu masuk ke
dalam karesidenan Batavia dan mempertahankan karakteristik tiga etnis, yaitu
Suku Sunda, Suku Betawi, dan Suku Tionghoa.
Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi Banten dan
secara administratif terdiri dari 7 kecamatan, 49 kelurahan dan 5 desa dengan luas
wilayah 147,19 km². Batas wilayah Kota Tangerang Selatan adalah Sebelah utara

*Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas


Padjadjaran, tahun lulus 2012
berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang, Sebelah timur
berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok, Sebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok, dan Sebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.
Sebagian besar masyarakat Kota Tangerang Selatan menggunakan bahasa
Melayu Betawi, mengingat Kota Tangerang Selatan berbatasan dengan daerah
Kabupaten Bogor yang diketahui masyarakatnya menggunakan bahasa Sunda.
Bahasa Melayu Betawi dengan bahasa Sunda memiliki perbedaan yang cukup
jelas. Hal itu tidak menutup kemungkinan jika kedua bahasa itu memiliki
kekerabatan dalam segi kosakatanya. Karena kedua bahasa itu masih berada di
dalam ruang lingkup bahasa Austronesia. Perlu diadakan penelitian mengenai
hubungan kekerabatan antara bahasa Sunda dengan bahasa Melayu Betawi di
Kota Tangerang Selatan.
Hubungan kekerabatan dua bahasa atau lebih dapat dilihat dari bentuk
kosakata dan maknanya. Dalam Bahasa Melayu Betawi Tangerang Selatan
(disingkat BMBTS) terdapat banyak kemiripan kosakata dengan Bahasa Sunda
(disingkat BS). Contoh kosakata selatan dalam BMBTS kidul [kidul], kemudian
dalam BS kidul [kidul], kosakata Jangan dalam BMBTS ontong [ɔntɔŋ], lalu
dalam BS entong [əntɔŋ].
Kemiripan dari kosakata tersebut, merupakan suatu ciri bahwa kedua
bahasa itu memiliki kekerabatan. Penulis mengambil judul penelitian
“Kekerabatan Kosakata Bahasa Sunda dengan Bahasa Melayu Betawi di Kota
Tangerang Selatan: Kajian Linguistik Historis Komparatif”.

1.2 Identifikasi Masalah


Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, penulis membatasi permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini. Maka pertanyaan yang timbul adalah
sebagai berikut :
1. Kosakata apa dalam bahasa Melayu Betawi Tangerang Selatan yang
berkerabat dengan bahasa Sunda di Kota Tangerang Selatan ?

*Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas


Padjadjaran, tahun lulus 2012
2. Berapa besar persentase hubungan kekerabatan kosakata bahasa Sunda dengan
bahasa Melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan ?
3. Kapan waktu pisah dari bahasa proto yang sama antara bahasa Sunda dengan
bahasa Melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan ?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mendeskripsikan kosakata bahasa Sunda yang berkerabat dengan bahasa
melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan;
2. Menghitung persentase hubungan kekerabatan kosakata bahasa Sunda dengan
bahasa melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan;
3. Mengetahui waktu pisah antara bahasa Sunda dengan bahasa Melayu Betawi
di Kota Tangerang Selatan.

1.4 Metode dan Teknik Penelitian


1.4.1 Metode Pengumpulan Data
Data lisan dikumpulkan dengan menggunakan metode pengamatan langsung
di lapangan atau metode simak (Sudaryanto, 1988:2 dalam Wahya, 1995:16).
Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Teknik sadap
disebut dengan teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya
penyimakan diwujudkan dengan penyadapan (Mahsun, 2005:90).
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara
terhadap informan-informan, pencatatan, dan perekaman dengan menggunakan
200 daftar kosakata Swadesh yang telah disesuaikan berdasarkan kondisi
keuniversalan bahasa-bahasa di Austronesia.
1.4.2 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif dan kuantitatif. Mahsun (2005:198) mengatakan bahwa metode
kualitatif dimaksud sebagai cara pengelompokkan bahasa turunan ke dalam suatu
kelompok yang lebih dekat hubungannya, karena memperlihatkan inovasi yang
berciri linguistik eksklusif yang menyebar pada bahasa-bahasa yang

*Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas


Padjadjaran, tahun lulus 2012
diperbandingkan. Kemudian teknik yang digunakan dalam menganalisis data yaitu
teknik leksikostatistik.

1.5 Sumber Data: Kriteria Sumber Data


Data yang akan dikumpulkan berupa data lisan. Data ini terdapat dalam
bahasa yang masih hidup atau apa yang disebut sebagai data empiris (Pilch, 1976 :
24 dalam Wahya, 1995 : 15) dalam hal ini data itu berupa BMBTS.
Sumber data berasal dari studi pustaka yang berkaitan dengan kebahasaan
di Kota Tangerang Selatan dan wawancara langsung dengan informan. Informan
yang terpilih adalah informan dengan kriteria (1) laki-laki atau perempuan, (2)
usia yang dianggap sangat sesuai untuk memilih informan adalah usia
pertengahan (25-50 tahun), karena pada usia itu mereka sudah menguasai bahasa
atau dialeknya, tetapi belum sampai pada taraf pikun (Ayatrohaedi, 1983 : 47-48),
(3) penduduk asli daerah yang diteliti dan menguasai BMBTS, (4) berpendidikan
tidak terlalu tinggi, (5) sehat jasmani dan rohani, (6) masih memiliki alat ucap
yang lengkap, (7) jarang sekali keluar atau bahkan tidak pernah keluar dari daerah
tempat tinggalnya sehingga tidak mendapat atau tidak terlalu banyak mendapat
pengaruh dari luar.

2. Pembahasan
2.1 Landasan Teori
Keraf (1984:22) mengatakan bahwa linguistik bandingan historis (linguistik
historis komparatif) adalah suatu cabang dari Ilmu Bahasa yang mempersoalkan
bahasa dalam bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi
dalam bidang waktu tersebut. Adapun salah satu tujuan dan kepentingan linguistik
historis komparatif adalah mengadakan pengelompokkan (sub-grouping) bahasa-
bahasa dalam suatu rumpun bahasa. Bahasa-bahasa dalam suatu rumpun yang
sama belum tentu sama tingkat kekerabatannya atau sama tingkat kemiripannya
satu sama lain.
Keraf (1984:34) mengatakan bahwa bahasa-bahasa kerabat yang berasal
dari proto yang sama selalu akan memperlihatkan kesamaan-kesamaan berikut:

*Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas


Padjadjaran, tahun lulus 2012
(1) kesamaan sistem bunyi (fonetik) dan susunan bunyi (fonologis);

(2) kesamaan morfologis, yaitu kesamaan dalam bentuk kata dan kesamaan dalam
bentuk gramatikal;

(3) kesamaan sintaksis, yaitu kesamaan relasinya antara kata-kata dalam sebuah
kalimat.
Dalam membandingkan dua bahasa atau lebih dapat menggunakan teknik
leksikostatistik. Keraf (1984:121) mengatakan bahwa leksikostatistik adalah suatu
teknik dalam pengelompokan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan
peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk kemudian berusaha
menetapkan pengelompokkan itu berdasarkan persentase kesamaan dan perbedaan
suatu bahasa dengan bahasa lain.
Keraf (1984:128) menyatakan bahwa sebuah pasangan kata akan
dinyatakan kerabat bila memenuhi salah satu ketentuan (a) pasangan itu identik,
(b) pasangan itu memiliki korespondensi fonemis, (c) kemiripan secara fonetis,
atau (d) satu fonem berbeda.
Setelah menetapkan kata-kata kerabat dengan prosedur seperti yang
dikemukakan di atas, maka dapat ditetapkan besarnya persentase dari kedua
bahasa yang dibandingkan. Kemudian jika sudah didapatkan persentase
kekerabatan tersebut, dapat dihitung waktu pisah kedua bahasa yang dibandingkan
dari bahasa proto yang sama dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

w = waktu pisah dalam ribuan tahun yang lalu

r = retensi atau prosentase konstan dalam 1000 tahun, atau juga disebut
indeks, dalam hal ini retensi yaitu 80,5%

log = logaritma dari,

*Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas


Padjadjaran, tahun lulus 2012
log, dapat dicari menggunakan tabel logaritma atau menggunakan
kalkulator. Namun lebih efektif jika menggunakan kalkulator.

C = persentase kerabat

2 = pembagi waktu pisah dari kedua bahasa

Hasil dari menghitung waktu pisah dengan menggunakan cara di atas


belum menunjukkan kepastian mengenai waktu pisah kedua bahasa. Dalam hal ini
BMBTS dengan BS. Maka, harus dilakukkan penghitungan selanjutnya
menggunakan rumus menghitung jangka kesalahan. Keraf (1984:132) mengatakan
bahwa untuk menghitung jangka kesalahan biasanya dipergunakan kesalahan
standar, yaitu 70% dari kebenaran yang diperkirakan. Kesalahan standar
diperhitungkan dengan rumus :

Keterangan :

S = kesalahan standar dalam persentase kata kerabat

C = persentase kata kerabat

n = jumlah kata yang diperbandingkan (baik kerabat maupun non kerabat


atau kata yang memiliki pasangan)

2.2 Analisis Data


2.2.1 Glos yang tidak Diperhitungkan
Berdasarkan 200 kosakata Swadesh yang dicatat untuk BS dan BMBTS
terdapat 189 pasangan kata yang lengkap atau memiliki padanan kata dari kedua
bahasa tersebut. Glos yang tidak diperhitungkan sebanyak 118, terdiri dari 11 glos
yang tidak memiliki pasangan kata yang lengkap atau memiliki padanan kata dari
kedua bahasa tersebut, 6 glos merupakan kata pinjaman yaitu glos „lelaki‟ dalam
BMBTS lanang [lanaŋ], glos „perempuan‟ dalam BMBTS wadon [wadɔn], glos

*Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas


Padjadjaran, tahun lulus 2012
„tidak‟ dalam BMBTS ora [?ɔra?], dan glos „ular‟ dalam BMBTS ula [?ula?]
kata-kata itu merupakan pinjaman dari bahasa Jawa, kemudian pada glos „napas‟
dalam BMBTS napas [napas] dan dalam BS napas[napas], dan glos „pikir‟ dalam
BMBTS pikir [pikir] dan dalam BS pikir [pikir], kedua kata itu termasuk kata
pinjaman dari Bahasa Arab. 1 glos merupakan kata jadian yaitu pada glos
„matahari‟ dalam BMBTS matahari [matahari?] dan dalam BS panonpoe
[panɔnpɔε?], dan 100 glos yang tidak ada realisasinya antara BS dengan BMBTS.

2.2.2 Pengisolasian Morfem Terikat


Morfem terikat dalam data yang didapatkan di lapangan, terdapat pada
pasangan kata nomor 5 dan 25, yaitu

Glos BS BMBTS
alir (me-) ngocor ngalir

belah (me-) ngabeulah ngebelah


Pada glos alir (me-) dalam BS menjadi ngocor dan dalam BMBTS menjadi
ngalir, dari kedua kata tersebut terdapat prefiks (awalan) N-. Dalam BS N- + ocor,
dan dalam BMBTS N- + alir. Kedua kata tersebut tidak menunjukkan suatu
kekerabatan. Kemudian pada glos belah (me-) dalam BS menjadi ngabeulah dan
dalam BMBTS menjadi ngebelah, dari kedua kata tersebut terdapat prefiks
(awalan) nga- dan nge-. Dalam BS nga- + beulah, dan dalam BMBTS nge- +
belah. Kedua kata tersebut menunjukkan kekerabatan.

2.2.3 Penetapan Kata Kerabat


2.2.3.1 Pasangan Kata Identik
Salah satu ketentuan dalam menetapkan pasangan kata tersebut sebagai kata
kerabat adalah pasangan kata tersebut memiliki kemiripan identik. Identik dalam
hal ini adalah pasangan kata tersebut memiliki bentuk, bunyi dan makna yang
sama persis. Pasangan kata yang identik tercatat sebanyak 42 pasangan. atau
sebanyak 22,2 % dari data keseluruhan yang memiliki pasangan kata.

*Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas


Padjadjaran, tahun lulus 2012
Contoh data pasangan kata identik

No Glos BS BMBTS

1 akar akar [?akar] akar [?akar]

2 angin angin [?aŋin] angin [?aŋin]

ngambang ngambang
3 apung [ŋambaŋ] [ŋambaŋ]

2.2.3.2 Pasangan Kata yang Memiliki Korespondensi Fonemis


Pasangan kata yang memiliki korespondensi fonemis merupakan pasangan
kata yang memiliki hubungan antara kedua bahasa berdasarkan posisi fonem-
fonem dan makna yang sama dari kedua bahasa yang dibandingkan. Kemudian
dapat diperoleh sejumlah perangkat korespondensi, sesuai dengan besar atau
panjangnya segmen dari BS dan BMBTS. Hasil klasifikasi data berdasarkan
pasangan kata yang memiliki korespondensi fonemis, terdapat 32 pasangan kata
atau sekitar 16,9% dari jumlah keseluruhan data yang memiliki pasangan kata.

Contoh data pasangan kata yang memiliki korespondensi fonemis

No Glos BS BMBTS

1 Abu lebu [ləbu?] abu [?abu?]

2 Asap haseup [hasöp] asep [asəp]

glos „abu‟, korespondensi terjadi pada fonem / -ə- ~ -a- / dan / l- ~ ø- /

BS BMBTS
/l ~ ø /
/ə ~ a /

/b ~ b/
/u ~ u/

*Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas


Padjadjaran, tahun lulus 2012
glos „asap‟, korespondensi terjadi pada fonem / -ö- ~ -ə- / dan / h- ~ ø- /

BS BMBTS
/h ~ ø/
/a ~ a/
/s ~ s/
/ö ~ ə/
/p ~ p/

2.2.3.3 Pasangan Kata dengan Satu Fonem Berbeda


Pasangan kata yang memiliki satu fonem berbeda antara BS dengan BMBTS,
sebanyak 8 pasangan kata atau sebesar 4,2% dari jumlah keseluruhan data yang
memiliki pasangan kata. Berikut contoh pasangan kata yang memiliki perbedaan
pada satu fonem,

Pada glos „bapak‟, fonem /p/ dalam BS berbeda dengan fonem /b/ dalam BMBTS

bapa? baba?

Pada glos „bintang‟, fonem /ε/ dalam BS berbeda dengan fonem /i/ dalam BMBTS

bεntaŋ bintaŋ

2.3 Menghitung Waktu Pisah


Dalam menentukan waktu pisah antara BS dengan BMBTS, harus diketahui
terlebih dahulu persentase keseluruhan kata yang berkerabat. Jumlah keseluruhan
glos yang memiliki pasangan kata dalam BS dan BMBTS adalah 189 pasangan.
Sedangkan dari jumlah 189 pasangan kata itu, terdapat 82 kata yang berkerabat
atau sebesar 43,3% kata kerabat, dibulatkan menjadi 43%.
Setelah mendapatkan persentase kata yang berkerabat, maka dapat dilakukan
penghitungan waktu pisah antara BS dengan BMBTS. Penghitungan waktu pisah
itu, dapat dilakukan sebagai berikut:

*Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas


Padjadjaran, tahun lulus 2012
diketahui:

w = waktu pisah dalam ribuan tahun yang lalu

C = 43% didesimalkan menjadi 0,43, log 0,43 adalah -0,366


r = 81% didesimalkan menjadi 0,81, log 0,81 adalah -0,091
2 = pembagi waktu pisah dari kedua bahasa
Dapat didistribusikan sebagai berikut:

Hasil penghitungan tersebut bukan merupakan tahun pasti kedua bahasa itu
berpisah, maka harus ditetapkan suatu jangka waktu perpisahan itu terjadi. Oleh
karena itu, harus diadakan perhitungan tertentu untuk menghindari kesalahan
semacam itu. Jadi, masih diperlukan teknik statistik berikutnya. Teknik
penghitungan berikutnya adalah menghitung jangka kesalahan.

2.4 Menghitung Jangka Kesalahan


Cara yang digunakan untuk menghindari kesalahan dalam statistik adalah
memberi suatu perkiraan bahwa suatu hal terjadi bukan dalam waktu tertentu,
tetapi dalam suatu jangka tertentu. Untuk menghitung jangka kesalahan biasanya
dipergunakan kesalahan standar, yaitu 70% dari kebenaran yang diperkirakan.
Kesalahan standar dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

dapat didistribusikan sebagai berikut:

√ √ √ √

= 0,035 (dibulatkan menjadi 0,04)

*Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas


Padjadjaran, tahun lulus 2012
Hasil dari kesalahan standar itu (0,04) dijumlahkan dengan persentase kerabat
untuk mendapatkan C baru: 0,43 + 0,04 = 0,47. Setelah mendapatkan C yang
baru, dapat dilakukan penghitungan ulang waktu pisah menggunakan rumus
waktu pisah, yaitu sebagai berikut:

Jadi penghitungan waktu pisah yang baru adalah 1,796 ribu tahun yang
lalu, atau 1.796 tahun yang lalu. Seperti yang telah dikemukakan di atas untuk
memperoleh jangka kesalahan, maka waktu yang lama dikurangi dengan waktu
yang baru, yaitu : 2.010 – 1.796 = 214. Angka inilah yang harus ditambah dan
dikurangi dengan waktu yang lama untuk memperoleh usia atau waktu pisah
antara BS dengan BMBTS.
Jadi, dengan memperhitungkan angka dalam jangka kesalahan pada
kesalahan standar, maka umur atau usia BS dan BMBTS dapat dinyatakan sebagai
berikut:
a. BS dan BMBTS merupakan bahasa tunggal pada 2.010 ± 214 tahun yang
lalu.
b. BS dan BMBTS merupakan bahasa tunggal pada 2.224-1.796 tahun yang
lalu.
c. BS dan BMBTS mulai berpisah dari suatu bahasa proto yang sama antara
212 sebelum Masehi sampai 216 Masehi (dihitung dari tahun 2012).

3. Simpulan
Berdasarkan data yang didapatkan di lapangan, kemudian dianalisis dan telah
mendapatkan hasilnya, maka dapat disajikan simpulan analisis yang berkaitan
dengan butir-butir rumusan masalah dan tujuan penelitian sebagai berikut.
1. Kosakata BS yang memiliki kekerabatan dengan BMBTS, diklasifikasikan
berdasarkan:
a. pasangan kata identik, contoh glos „bunga‟ dalam BS kembang [kəmbaŋ],
dan dalam BMBTS kembang [kəmbaŋ];

*Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas


Padjadjaran, tahun lulus 2012
b. pasangan kata yang memiliki korespondensi fonemis, contoh glos „hitung‟
dalam BS etang [εtaŋ], sedangkan dalam BMBTS itung [ituŋ];
c. pasangan kata yang memiliki perbedaan pada satu fonemnya, contoh glos
„danau‟ dalam BS situ [situ?], sedangkan dalam BMBTS setu [sεtu?].
2. Berdasarkan data yang didapatkan, dari 200 kosakata Swadesh, terdapat 189
pasangan kata yang lengkap atau memiliki padanan kata dari kedua bahasa
tersebut. Kemudian dari jumlah 189 pasangan itu, terdapat 82 pasangan kata
yang berkerabat atau sebesar 43,3%, jika dibulatkan menjadi 43%, dengan
rincian:
a. terdapat 42 pasangan kata kerabat yang identik dari 189 pasangan kata
yang lengkap, dengan persentase sebesar 22,2%;
b. terdapat 32 pasangan kata kerabat yang memiliki korespondensi fonemis
dari 189 pasangan kata yang lengkap, dengan persentase sebesar 16,9%;
dan
c. terdapat 8 pasangan kata kerabat yang memiliki perbedaan pada satu
fonem dari 189 pasangan kata yang lengkap, dengan persentase 4,2%.
3. Waktu pisah antara BS dengan BMBTS dari bahasa proto atau bahasa induk
yang sama, dinyatakan bahwa BS dan BMBTS merupakan bahasa tunggal
pada 2.224-1.796 tahun yang lalu, atau kedua bahasa itu mulai berpisah antara
212 sebelum Masehi sampai 216 Masehi (jika dihitung dari tahun 2012).

4.Daftar Sumber:
Keraf, Gorys. 1984. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia.
Mahsun.1995. Dialektologi Diakronis, Sebuah Pengantar.Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Wahya. 2005. Inovasi dan Difusi Geografis Leksikal Bahasa Melayu dan
Bahasa Sunda di Perbatasan Bogor-Bekasi: Kajian Geolinguistik.
Disertasi. Bandung: Universitas Padjadjaran.

*Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas


Padjadjaran, tahun lulus 2012
*Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Padjadjaran, tahun lulus 2012

Anda mungkin juga menyukai