Anda di halaman 1dari 13

Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 25, No.

1, Juni 2013: 58-70

REINTERPRETASI KETIDAKSANTUNAN PRAGMATIK

R. Kunjana Rahardi
Universitas Sanata Dharma

ABSTRACT

Enormous imbalance of study between language impoliteness and language


politeness has become serious concern among those who regard pragmatics im-
portant field in language learning. Impoliteness constitutes existing phenomena in
most societies and cultures but it has so far been regarded as outside the study of
pragmatics itself. This paper is meant to trigger the study of this seemingly-new
phenomenon that the study of pragmatics becomes more and more extensive in
Indonesia. The restriction of the available theories of this pragmatic phenomenon
should not hinder the study of pragmatics.

Keywords: imbalance, politeness, impoliteness, pragmatics

ABSTRAK

Studi ketidakseimbangan antara kesantunan dan ketidaksantunan berbahasa


telah menjadi perhatian serius para ahli pragmatik dalam pembelajaran bahasa.
Ketidaksantunan merupakan fenomena yang ada di sebagian besar masyarakat
dan budaya tetapi sejauh ini telah dianggap sebagai studi pragmatik. Tulisan ini
dimaksudkan untuk memicu studi fenomena tampaknya baru ini bahwa studi
pragmatik menjadi lebih luas di Indonesia. Keterbatasan teori yang tersedia dari
fenomena pragmatis ini seharusnya tidak menghalangi studi pragmatik.

Kata kunci: ketidakseimbangan, kesopanan, ketidaksopanan, pragmatik

1. Pendahuluan Umumnya dipahami bahwa fenomena prag-


Fakta bahwa studi ketidaksantunan matik berbahasa hanya sebatas mencakup hal-
berbahasa dalam wahana pragmatik tidak hal berikut ini: (1) tindak tutur (speech acts),
seimbang dengan studi kesantunan berbahasa (2) prinsip kerja sama (cooperative princi-
dalam wahana yang sama memang jelas tidak ple), (3) implikatur (implicature), (4) presu-
tersangkalkan. Alasannya, memang ihwal keti- posisi (presupposition), (5) ikutan (entail-
daksantunan berbahasa belum pernah ditem- ment) (6) deiksis (deixis), dan (7) fenomena
patkan sebagai salah satu fenomena pragmatik kesantunan (politeness phenomena).
hingga sekarang ini. Akibatnya, tidak banyak Dari runtutan fenomena pragmatik itu
orang yang sudah berhasil mengenal dan jelas kelihatan bahwa ketidaksantunan ber-
mempelajari secara mendalam dan secara eks- bahasa bukanlah salah satu dari jajaran feno-
tensif fenomena ketidaksantunan berbahasa ini. mena-fenomena pragmatik seperti yang dise-

58
Reinterpretasi Ketidaksantunan Pragmatik (R. Kunjana Rahardi)

butkan di depan itu. Fakta ini dipertegas de- Dalam skala yang lebih lebar, penulis sen-
ngan kenyataan bahwa pada hampir semua diri juga berusaha mengembangkan studi feno-
buku pragmatik yang beredar di lapangan, mena baru dalam pragmatik ini lewat penelitian
entah yang terbitan asing entah yang terbitan hibah kompetensi (HIKOM) yang dibiayai oleh
di dalam negeri, ihwal ketidaksantunan DP2M DIKTI dalam skema waktu sepanjang
berbahasa itu sama sekali tidak pernah tiga tahun. Fakta-fakta yang disampaikan di
dimunculkan sebagai salah satu pokok bahasan. depan itu sesungguhnya menunjukkan bahwa
Maka sepertinya wajar jika hingga sekarang ini masih harus dibangkitkan semangat dari para
terdapat kenyataan ketidakseimbangan atau linguis Indonesia, khususnya yang bergerak di
ketimpangan studi yang besar sekali (enormous dalam bidang pragmatik, untuk merespons se-
imbalance of study) antara studi kesantunan cara aktif dan proaktif fenomena pragmatik
berbahasa dan studi ketidaksantunan berbahasa yang masih tergolong sangat baru ini.
dalam wahana pragmatik. Maka sesungguhnya dapat dinyatakan di
Dalam pengamatan penulis, ihwal keti- sini, bahwa artikel ilmiah ini pun dimaksudkan
daksantunan dalam berbahasa itu baru mulai untuk menggelorakan minat terhadap studi
muncul setelah diterbitkannya buku yang dapat fenomena pragmatik yang baru ini, supaya ke
dianggap sebagai batu pijakan dalam studi ke- depan ketidakseimbangan atau ketimpangan
tidaksantunan berbahasa yang berjudul Impo- yang besar antara studi kesantunan dan keti-
liteness in Language yang ditulis oleh Bous- daksantunan berbahasa itu tidak akan terjadi
field et al. (Eds.) pada tahun 2008. Fakta di lagi, yang semula oleh Miriam A Locher (2008)
dalam negeri tentu lebih memprihatinkan dalam disebut sebagai ‘enormous imbalance exists
kaitan dengan studi fenomena ketidaksantunan between academic interest in politeness phe-
berbahasa ini. Penelitian atau studi yang relevan nomena as opposed to impoliteness phe-
dengan studi ketidaksantunan berhahasa juga nomena.
hampir tidak dapat ditemukan di dalam negeri. Berkaitan dengan ketidaksantunan ber-
Referensi yang berkategori memadai un- bahasa ini, selanjutnya Locher (2008) juga
tuk kepentingan penulisan artikel semacam ini dengan tegas mencatat bahwa studi ketidak-
pun masih sangat sulit untuk ditemukan. Fakta santunan berbahasa baru dilakukan oleh
internal di dalam kampus tempat penulis meng- Culpeper (1996, 1998), Bousfield (2008),
ajar sendiri, studi ketidaksantunan dalam ber- Terkourafi (2008), dan Locher and Watts
bahasa itu ternyata baru dirintis dengan model (2008).
penelitian payung yang dilakukan oleh penulis Dalam wahana yang lain, perlu disam-
sendiri dengan sejumlah mahasiswa yang paikan juga di sini bahwa studi kesantunan ber-
sedang menyusun skripsi. Dengan membagi diri bahasa sendiri--sebagai imbangan dari studi
ke dalam sejumlah ranah, para mahasiswa pe- ketidaksantunan berbahasa—baru mulai
nyusun skripsi itu meneliti ihwal ketidaksan- menghebat dan berjalan sangat cepat sejak
tunan dalam berbahasa ini dengan susah payah, tahun 1994, yakni setelah Fraser mengenalkan
tetapi tentu dengan harapan hasil yang meng- 4 pendekatan studi di dalam kesantunan berba-
gembirakan dengan nilai-nilai kebaruan yang hasa. Keempat pendekatan itu dapat
tidak tersangkalkan. Dikatakan demikian kare- disampaikan berikut ini: (1) the social norm
na pada saat penulisan artikel ilmiah untuk jur- view, (2) the face-saving view, (3) the con-
nal ini dilakukan, sudah terdapat 4 orang maha- versational maxim view, dan (4) the conver-
siswa yang siap mengikuti ujian skripsi tentang sational contract view (Rahardi, 2006, 2009;
topik ketidaksantunan berbahasa dalam ranah- periksa Mey, 1998; periksa pula Bousfiled et
ranah tertentu itu. al., 2008).

59
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 25, No. 1, Juni 2013: 58-70

Penulis beranggapan bahwa studi keti- konteks sosial-kultural. Jadi jelas, bahwa ke-
daksantunan dalam berbahasa yang lambat rangka berpikir studi yang berancangan prag-
dan langka itu diperparah oleh fakta simplifikasi matik tidak sama dengan kerangka berpikir
pemahaman dari sementara kalangan bahwa studi yang berancangan sosiolinguistik.
studi ketidaksantunan berbahasa akan dengan Kedua, teori yang diperankan sebagai
serta-merta dapat diketahui apabila orang alat untuk menganalisis atau yang disebut seba-
belajar kesantunan berbahasa dengan segala gai pisau analisis. Dalam fungsi yang kedua ini,
seluk-beluknya. Jika dikaitkan dengan skala teori digunakan untuk alat membedah data, alat
kesantunan atau derajad kesantunan, maka untuk menganalisis dan menginterpretasi data.
skala dan derajad yang rendah ihwal kesan- Nah, dalam studi ketidaksantunan berbahasa,
tunan berbahasa itulah yang secara sederhana yang disebut sebagai teori sebagai pisau analisis
dan tersimplifikasi banyak dianggap sebagai itu adalah teori mengenai ketidaksantunan itu
ketidaksantunan dalam berbahasa. sendiri. Tulisan ini menyebut lima teori
ketidaksantunan berbahasa. Penulis berusaha
untuk memaparkannya satu demi satu dengan
2. Ketidaksantunan
harapan akan terpapar teori yang cukup jelas
Di depan sudah sekilas dikatakan bahwa
dan komprehensif, sehingga mudah untuk dipa-
lambannya studi ketidaksantuna dalam berba-
hami, dan mudah pula digunakan sebagai ke-
hasa di antaranya disebabkan oleh langkanya
rangka referensi maupun sebagai pisau analisis
referensi tentang ketidaksantunan itu sendiri.
dalam mengkaji data tentang ketidfaksantunan
Hal demikian dapat dipahami mengingat bahwa
berbahasa.
dalam sebuah studi, peran teori atau referensi
Locher (2008) berpandangan bahwa
sangatlah besar. Setidaknya dapat disebut dua
ketidaksantunan dalam berbahasa dapat dipa-
hal berkenaan dengan keberadaan teori dalam
hami sebagai berikut, …behaviour that is
sebuah kajian atau studi.
face-aggravating in a particular context.
Pertama, teori memiliki peran sebagai ke-
Jadi, ketidaksantunan berbahasa itu merupa-
rangka referensi (frame of reference). Mak-
kan perilaku berbahasa yang melecehkan mu-
sudnya, teori digunakan untuk mengerangkai
ka (face-aggravate). Perilaku berbahasa yang
sebuah kajian atau studi. Teori tidak digunakan
demikian ini lebih dari sekadar perilaku yang
sebagai alat analisis, atau ada yang menyebut
mengancam muka (face-threatened). Akibat
sebagai pisau analisis, tetapi sekadar sebagai
yang ditimbulkan oleh perilaku yang meleceh-
kerangka berpikir, yang akan menuntun kerja
kan muka juga sangat berbeda daripada perila-
penulis atau peneliti dalam melaksanakan tugas
ku yang mengancam muka.
menelitinya. Sumber tertentu menyebut fungsi
Alasannya, akibat itu lebih bersifat intens
teori yang disebut pertama ini sebagai ancangan
dan lebih berdampak nyata daripada sekadar
analisis. Studi berancangan pragmatik, mi-
orang yang terancam mukanya. Intinya hendak
salnya, akan menggunakan kerangka referensi
dinyatakan bahwa muka yang telah terlecehkan
yang berbeda dengan studi dengan ancangan
pastilah berbeda dampaknya daripada muka
sosiolinguistik. Alasannya, ancangan yang satu
yang sekadar terancam. Di dalam pelecehan
lebih berfokus pada keberadaan konteks situ-
muka, aktivitas melecehkan dan mencoreng
asi, atau yang sering disebut sebagai konteks
muka itu telah terjadi atau dilakukan, dan dam-
situasi tutur. Adapun ancangan yang satunya
pak konkretnya juga sudah dirasakan. Semen-
berfokus pada keberadaan konteks sosial, atau
tara itu di dalam perilaku mengancam muka,
yang secara lebih ekstensif disebut sebagai

60
Reinterpretasi Ketidaksantunan Pragmatik (R. Kunjana Rahardi)

aktivitas yang mengancam itu belum tentu Selanjutnya dalam pandangan Bousfield,
mengenai muka mitra tuturnya. ketidaksantunan dalam praktik berbahasa da-
Dengan demikian dapat dengan tegas di- pat dipahami sebagai berikut: ‘The issuing of
nyatakan, bahwa perilaku yang tidak santun intentionally gratuitous and conflictive fa-
di dalam pandangan Miriam A Locher ini, di- ce-threatening acts (FTAs) that are purpose-
tunjukkan dengan perilaku yang telah secara fully perfomed.’ Artinya, ketidaksantunan ber-
nyata mencoreng muka mitra tuturnya. Perilaku bahasa adalah kegiatan menyampaikan tinda-
yang melecehkan muka itu sesungguhnya bu- kan mengancam muka yang dilakukan secara
kan saja tertuju pada pencorengan muka sang sembrono, dan kesembronoan itu dapat memi-
mitra tutur, tetapi bisa juga tertuju pada muka cu pertentangan atau konflik. Mungkin di da-
penuturnya. Dalam tuturan keseharian, peris- lam bahasa Jawa ada istilah yang lebih tepat
tiwa yang semacam ini sangat mungkin dan untuk menerjemahkan istilah gratuitous itu,
sangat sering terjadi. yaitu ‘kurang ajar’.
Kata kunci lain yang juga dinyatakan oleh Jadi, kekurangajaran itulah yang kemu-
Locher dalam mendefinisikan ketidaksantunan dian menghasilkan sebuah konflik atau perten-
adalah ihwal konteks tertentu (particular con- tangan, bahkan bisa jadi lebih dari sekadar per-
text). Ketidaksantunan oleh para pakar prag- tentangan, yakni pertengkaran. Kata kunci lain
matik Barat boleh saja dipandang sebagai se- dari teori ketidaksantunan dalam pandangan
suatu yang sifatnya universal.Artinya, rampatan Bousfield adalah bahwa tindakan yang meng-
para ahli pragmatik Barat yang didasarkan pa- ancam muka itu dilakukan dengan secara ber-
da data kebahasaan bahasa-bahasa Eropa dan maksud atau dengan secara sengaja (purpose-
Amerika boleh jadi dianggap berlaku pula fully performed). Dengan demikian dapat
dikenakan pada bahasa-bahasa Timur, terma- dikatakan bahwa perilaku serupa yang tidak
suk pula bahasa Indonesia. Akan tetapi, penulis dilakukan dengan sengaja (unpurposefully
menegaskan, bahwa fakta yang terjadi tidaklah performed) adalah perilaku yang tidak dapat
selalu demikian. Artinya, dalam konteks terten- dikatakan sebagai tindakan yang tidak santun.
tu, yang sifatnya kultur-khas (culture-specific), Kata kunci lain yang disampaikan oleh
konsep ketidaksantunan berbahasa itu akan Bousfield berkaitan dengan ketidaksantunan
berlaku berbeda atau tidak sama. berbahasa ini adalah bahwa penyampaikan
Locher menggarisbawahi perihal itu, dan maksud kekurangajaran itu dilakukan dengan
sepertinya pandangannya itu tidak bersebe- secara berkehendak atau intensional (inten-
rangan dengan pandangan penulis. Ketidaksan- tionally issued). Jadi selain dilakukan dengan
tunan berbahasa, seperti juga fenomena kesan- secara sengaja atau secara bermaksud, Bous-
tunan berbahasa, selayaknya dipelajari dalam field menegaskan bahwa tindakan tidak santun
masyarakat dan kultur tertentu, yang sifatnya itu dilakukan secara berkehendak atau inten-
spesifik. Ancangan demikian itulah yang akhir- sional. Sesuatu yang dikehendaki biasanya te-
akhir ini dikenal dengan istilah studi sosio- lah direncanakan dengan baik. Maka dapat di-
pragmatik perihal ketidaksantunan berbahasa. katakan pula, bahwa tindakan yang tidak san-
Secara ilustratif tuturan-tuturan yang tun itu pasti sebelumnya sudah direncanakan
dapat dianggap melecehkan muka, dan oleh dengan sungguh-sungguh terlebih dahulu.
karenanya dianggap sebagai tuturan yang tidak
santun itu dapat disampaikan pada Tabel 1.

61
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 25, No. 1, Juni 2013: 58-70

Tabel 1: Ketidaksantunan yang Berupa Tindakan Melecehkan Muka


INFORMASI INDEKSAL
KODE NO. CUPLIKAN TUTURAN KONTEKS
(IMPLIKATUR TAMBAHAN)
A1 1 X: Nah, rambutnya kalau • Tuturan terjadi di kelas, USD, Penutur melihat mitra tutur
kaya gitukan bagus? tanggal 27 Maret 2013 yang baru saja potong
(sambil melihat mahasiswa • Penutur: dosen perempuan, umur rambut tetapi tampaknya
yang potongan rambutnya potongan rambut tersebut
kurang pantas bagi calon 36 tahun kurang pas bagi seorang
guru) • Mitra tutur: mahasiswa laki-laki, calon guru menurut
Y: Hehehe.. iyaa buk. umur 22 tahun penutur.
A2 2 X: Pikiran kalian ini sudah • Tuturan terjadi di ruang seminar, Penutur meminta mitra
teracuni oleh otak kalian USD, tanggal 29 April 2013 tutur untuk belajar
sendiri. Saya belajar • Penutur: karyawan perempuan, berbicara di depan orang
neurolinguistik, jadi tahu. banyak
Y: Wah, tapi saya takut umur 35 tahun Mitra tutur merasa malu
dan tidak percaya diri. • Mitra tutur: mahasiswa dan tidak percaya diri
X: Pikiran kamu ini perempuan, umur 21 tahun
benar-benar sudah
teracuni. Payah!
A3 3 X: Heh, kowe ngopo neng • Tuturan terjadi di depan ruang Penutur menanyakan
kene? kelas, SMA PL Yogyakarta, kepada mitra tutur terkait
Y: Mejeng tanggal 1 Mei 2013 keberadaanya saat itu
X: Asu ki.. untuk apa mitra tutur
• Penutur: siswa laki-laki kelas XI
menjawab sekenanya
SMA, umur 17 tahun
• Mitra tutur: siswa perempuan kelas
XI SMA, umur 17 tahun
A4 4 X: Ayo nyok! • Tuturan terjadi di depan ruang Pada waktu istirahat,
Y: Nandi? kelas, SMA PL Yogyakarta, penutur mengajak mitra
X: Kantin. tanggal 1 Mei 2013 tutur untuk ke kantin
• Penutur: siswa laki-laki kelas XI
SMA, umur 17 tahun
• Mitra tutur: siswa laki-laki kelas
XI SMA, umur 17 tahun
A5 5 X: Heh, konco-koncoooo!! • Tuturan terjadi di kelas, SMA PL Penutur memanggil teman-
Y: Kowe ki ngopo su?? Yogyakarta, tanggal 1 Mei 2013 temannya untuk diam
karena guru mereka akan
• Penutur: siswa laki-laki kelas X
segera masuk kelas. Mitra
SMA, umur 16 tahun
tutur merasa penutur terlalu
• Mitra tutur: siswa laki-laki kelas X banyak mengatur teman-
SMA, umur 15 tahun temannya.

Kata kunci lain yang juga dapat ditarik Tuturan-tuturan dalam keseharian yang
dari pengertian ketidaksantunan menurut Bous- dapat dikategorikan sebagai bentuk kebaha-
field ini adalah perihal konflik. Konflik atau per- saan yang tidak santun dengan makna prag-
tentangan, bahkan pertengkaran terjadi, seba- matik kesembronoan ini dapat disampaikan
gai akibat dari tindakan sembrono yang dilaku- sebagai berikut.
kan secara terencana dan secara intensional.

62
Reinterpretasi Ketidaksantunan Pragmatik (R. Kunjana Rahardi)

Tabel 2: Ketidaksantunan yang Merupakan Kesembronoan


INFORMASI
KODE CUPLIKAN INDEKSAL
NO. KONTEKS
TUTURAN (IMPLIKATUR
TAMBAHAN)
C1 1 X: Udah nih? Nggak • Tuturan terjadi di kelas, • Saat itu penutur menunggu
ada yang maju lagi? Ya USD, tanggal 27 Maret giliran mahasiswa yang akan
udah selesai yok! Kita 2013 maju untuk pengambilan nilai
pulang! UTS.
• Penutur: dosen
Y: Ehh.. buk, ya udah • Setiap mahasiswa belum
saya buk. perempuan, umur 36 tahun memiliki kesadaran sendiri
• Mitra tutur: mahasiswa untuk maju ke depan dan
perempuan, umur 22 tahun menunggu harus ditunjuk
Eterlebih dahulu.
• Penutur merasa bahwa saat itu
tidak aka nada lagi mahasiswa
yang akan maju ke depan kelas.
C2 2 X: Kamu punya pacar • Tuturan terjadi di ruang • Penutur sedang menjelaskan
nggak mbak? seminar, USD, tanggal 29 mengenai public speaking
Y: Ya tergantung April 2013 • Penutur menanyakan kepada
X: Kalau ‘tergantung’ mitra tutur terkait pacar yang
• Penutur: karyawan
kenapa tidak diambil dimilikinya
perempuan, umur 35 tahun
mbak? Kasihan • Mitra tutur menjawab dengan
pacarnya ‘tergantung’. • Mitra tutur: mahasiswa jawaban yang membuat penutur
perempuan, umur 20 tahun aneh
C3 3 X: Apa aksentuasi? • Tuturan terjadi di ruang • Penutur menanyakan kepada
Y: Penekananaaaannn!! seminar, USD, tanggal 29 mitra tutur mengenai pengertian
X: Bagian apa mas April 2013 aksentuasi
yang suka ditekan? • Mitra tutur menjawab dengan
• Penutur: karyawan
Y: (tersipu malu) benar bahwa aksentuasi
perempuan, umur 35 tahun merupakan penekanan
• Mitra tutur: mahasiswa • Penutur berkomentar dengan
laki-laki, umur 22 tahun sembrono.
C4 4 X: Tanganmu di kedua • Tuturan terjadi di ruang • Penutur baru saja menanyakan
saku ya? seminar, USD, tanggal 29 kepada mitra tutur apabila tidak
Y: Ya buk April 2013 percaya diri berbicara di depan
X: Jangan beralih banyak orang, apa yang akan
• Penutur: dosen
naruh di bagian yang dilakukannya
lain ya? perempuan, umur 35 tahun • Mitra tutur menjawab bahwa
Y: Ya ampun buukk,, • Mitra tutur: mahasiswa untuk menghilangkan rasa
aku gak gitu kale… laki-laki, umur 19 tahun groginya, ia akan meletakkan
kedua tangannya di saku
celananya
C5 5 X: Iki diapakke? • Tuturan terjadi di ruang • Penutur bertanya kepada mitra
Y: Yo di copy, mosok perpustakaan, SMP Stella tutur terkait latihan soal yang
tok pangan? Duce Yogyakarta, tanggal baru saja diberikan oleh guru
mereka
2 Mei 2013
• Penutur: siswa perempuan
kelas VII, umur 13 tahun
• Mitra tutur: siswa laki-
laki, umur 14 tahun

Berbeda dengan yang disampaikan di de- of a target or perceived by the target to be


pan, Culpeper (2008) memandang ketidaksan- so. Dalam mendefinisikan ketidaksantunan,
tunan berbahasa sebagai …communicative Culpeper memberikan sejumlah kata kunci.
behavior intending to cause the “face loss”

63
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 25, No. 1, Juni 2013: 58-70

Pertama adalah periaku komunikatif ‘ngisin-isini’. Dengan demikian dapat dikata-


(communicative behavior). Ketisaksantunan kan pula bahwa tindakan yang menghilangkan
sesungguhnya muncul dalam interaksi penutur muka itu merupakan tindakan yang memalu-
dan mitra tutur dalam wahana komunikasi. kan, atau perilaku yang ‘ngilangke rai’ atau
Akan tetapi di dalam peristiwa komunikasi itu, tindakan yang ‘ngisin-isini’. Jadi, tindakan
terdapat perilaku penutur atau mitra tutur yang yang dengan sengaja membuat malu orang lain
menyebabkan orang kehilangan muka (face- atau memalukan orang lain dapat dikategorikan
lost). Nah, perilaku menghilangkan muka itulah sebagai tindakan yang tidak santun dalam
yang dimaksud dengan ketidaksantunan di da- perspektif Culpeper.
lam pandangan Culpeper. Tuturan-tuturan berikut ini dapat dika-
Di dalam kultur Jawa dikenal ada konsep tegorikan sebagai tuturan yang tidak santun ka-
‘ngilangke rai’, atau yang disebut sebagai rena berciri menghilangkan muka.

Tabel 3: Ketidaksantunan yang Berupa Tindakan Menghilangkan Muka


INFORMASI INDEKSAL
CUPLIKAN
KODE NO. TUTURAN
KONTEKS (IMPLIKATUR
TAMBAHAN)
D1 1 X: Kamu itu cara • Tuturan terjadi di kelas, • Penutur baru saja memberikan
nulisnya USD, tanggal 27 Maret penilaian kepada mitra tutur
terpengaruh sama 2013 terkait hasil pembelajaran yang
konsep bahasa baru saja dilakukan mitra tutur
• Penutur: dosen
Jawa! • Penutur melihat bahwa bayak
Y: Oh, iya ya buk? perempuan, umur 36 konsep yang digunakan oleh
Ya ampuuunnnn… tahun mitra tutur ialah konsep bahasa
• Mitra tutur: mahasiswa Jawa
perempuan, umur 21
tahun
D2 2 X: Kalau mereka • Tuturan terjadi di kelas, • Mitra tutur saat itu diminta
tidak tahu USD, tanggal 27 Maret menjadi pembelajar asing dari
mengenai billiard 2013 Filipina
berarti mereka • Mitra tutur baru saja bertanya
• Penutur: mahasiswa laki-
kampungan karena mengenai ketidakjelasan
orang Filipina laki, umur 35 tahun permainan billiard
familiar dengan • Mitra tutur: mahasiswa • Penutur menganggap mitra tutur
billiard. perempuan, umur 22 tersebut bodoh karena tidak
Y: Ahh.. gitu amat. tahun mengetahui permainan billiard
padahal dianggap sebagai
pembelajar dari Filipina yang
dirasa tidak asing akan
permainan billiard.
D3 3 X: Kalau kalian di • Tuturan terjadi di kelas, • Penutur memeringatkan kepada
sini, tidak boleh SMA PL Yogyakarta, siswa-siswanya untuk tidak ribut
ramai karena dekat tanggal 1 Mei 2013 di kelas karena kelas tersebut
dengan ruang guru! dekat dengan ruang guru
Y: Hayo berarti • Penutur: guru
balek neh wae buk. perempuan, umur 25
tahun
• Mitra tutur: siswa laki-
laki kelas X SMA, umur
16 tahun

64
Reinterpretasi Ketidaksantunan Pragmatik (R. Kunjana Rahardi)

INFORMASI INDEKSAL
CUPLIKAN
KODE NO. TUTURAN
KONTEKS (IMPLIKATUR
TAMBAHAN)
D4 4 X: Dia bingung • Tanggal: 27 Maret Tuturan tersebut dituturkan pada
memilih alat musik 2013 saat mitra tutur mengomentari
atau tarian. Padahal, • Pukul : 11.50 WIB hasil praktikkan menjadi guru.
ia mendapatkan tema • Situasi: di dalam Mitra tutur terlihat bingung ketika
tarian. Nah, ini kelas, serius mempraktikkan menjadi guru.
tandanya orang • Suasana: perkuliahan Mitra tutur awalannya mendapat
stress. BIPA tema tentang tarian namun ia
Y: hehehe... • Penutur : dosen (37 bingung memilih tema alat musik.
tahun) Penutur menganggap mitra tutur
• Mitra tutur: mahasiswi stress menjadi guru.
(22 tahun)
• Tujuan tutur: Pt
memberikan
penjelasan atau
informasi keadaan Mt.
D5 5 X: Pembelajarnya • Tanggal: 3 April 2013 Tuturan tersebut dituturkan pada
yang aktif jangan • Pukul : 12.15 WIB saat penutur melihat mitra tutur
jadi kacang. • Situasi: di dalam yang diam saja ketika mitra tutur
Y: Ya, Bu. kelas, serius menjadi pembelajar BIPA.
• Suasana: perkuliahan Penutur menganggap mitra tutur
BIPA tidak aktif.
• Penutur : dosen (36
tahun)
• Mitra tutur: mahasiswi
(22 tahun)
• Tujuan tutur: Pt
memberikan
penegasan kepada Mt.

Terkourafi (2008) memandang ketidak- turan penutur dan lawan tutur itu, maka dapat
santunan sebagai berikut: impoliteness occurs dikatakan bahwa itulah perulaku yang tidak
when the expression used is not convention- santun.
alized relative to the context of occurrence; Orang yang mengalihkan perbincangan
it threatens the addressee’s face but no face- ketika pertuturan sedang terjadi, dan peng-
threatening intention is attributed to the alihan itu dilakukan dengan secara intensional
speaker by the hearer. atau dengan bermaksud tertentu, maka harus
Dalam kacamata Terkourafi, ketidaksan- dikatakan bahwa tuturan itu adalah tuturan
tunan dalam berbahasa terjadi ketika ekspresi yang tidak santun. Dalam pandangan Terkou-
yang digunakan di dalam bertutur tidak lazim rafi, tuturan yang tidak santun demikian itu
terjadi, atau tuturan itu tidak terjadi secara kon- mengancam muka mitra tutur, sekalipun tidak
vensional, tuturan itu tidak lazim digunakan, ada maksud mengancam muka yang disam-
tetapi suatu saat benar-benar terjadi di dalam paikan kepada mitra tutur oleh seorang penutur.
sebuah pertuturan. Dapat dicontohkan misal- Tuturan-tuturan yang tidak santun karena
nya, ketika sedang bertutur sapa, kemudian berciri mengancam muka seperti berikut ini
dengan sengaja penutur itu bergumam, meng- dapat dicermati untuk memperjelas hal ini.
gumamkan sesuatu yang diluar maksud pertu-

65
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 25, No. 1, Juni 2013: 58-70

Tabel 4: Ketidaksantunan yang Berupa Tindakan Mengancam Muka


INFORMASI INDEKSAL
CUPLIKAN
KODE NO. (IMPLIKATUR KONTEKS
TUTURAN
TAMBAHAN)
E1 1 X: Ini, RPP tanpa • Tuturan terjadi di kelas, USD, • Penutur akan memberikan
konsultasi, jadi nanti tanggal 27 Maret 2013 penilaian terhadap mitra
kalau hancur lebur, • Penutur: dosen perempuan, tutur yang akan maju ke
saya tidak tahu. depan kelas untuk mengajar
Y: Hehe.. umur 36 tahun
mahasiswa lain.
• Mitra tutur: mahasiswa laki- • Penutur mengetahui bahwa
laki, umur 22 tahun mahasiswa tersebut
sebelumnya tidak konsultasi
  mengenai RPPnya terlebih
dahulu, padahal penutur
sudah memberi tahu bahwa
sebelum maju mengajar,
mahasiswa diminta untuk
konsultasi terlebih dahulu.
E2 2 X: Nah, kalau sampai • Tuturan terjadi di ruang • Penutur melihat mitra tutur
belakang, saya tahu seminar, USD, tanggal 29 di belakang sibuk sendiri
siapa yang mainan HP. April 2013 dengan HPnya
Y: (kaget) • Penutur kemudian berjalan
X: Haiyaaaa… terus • Penutur: karyawan
ke belakang hingga
disembunyiin to. perempuan, umur 35 tahun menemukan mitra tutur
Y: Ya ampun, nggak, • Mitra tutur: mahasiswa laki- yang masih bermain HP
saya mau mematikan HP laki, umur 21 tahun • Mitra tutur kaget karena
kok. tiba-tiba penutur sudah
berada di sampingnya.
E3 3 X: Wis to, lek njepat • Tuturan terjadi di depan ruang • Penutur mengajak mitra
seko kene! kelas, SMA PL Yogyakarta, tutur untuk segera pergi ke
Y: Ah, ngopo koweki tanggal 1 Mei 2013 ruang guru karena waktu
nyusu-nyusu. istirahat akan segera
• Penutur: siswa laki-laki kelas
berakhir
XI SMA, umur 17 tahun
• Mitra tutur: siswa laki-laki
kelas XI SMA, umur 17 tahun
E4 4 X: Bu, bu, ini lho masih • Tuturan terjadi di kelas, SMA • Penutur memberitahukan
makan di sini. PL Yogyakarta, tanggal 1 Mei kepada guru bahwa mitra
Y: Opo to kowe? 2013 tutur masih makan di kelas
Bajingan ik! padahal jam istirahat telah
• Penutur: siswa laki-laki kelas
selesai.
X SMA, umur 15 tahun
• Mitra tutur: siswa laki-laki
kelas X SMA, umur 16 tahun
E5 5 X: Heh, ssttt… • Tuturan terjadi di kelas, SMA • Penutur memanggil teman-
Y: Ngopo kowe ki sat PL Yogyakarta, tanggal 1 Mei temannya untuk diam
sut sat sut ki.. 2013 karena guru mereka akan
segera masuk kelas
• Penutur: siswa laki-laki kelas
• Mitra tutur merasa penutur
X SMA, umur 15 tahun terlalu banyak mengatur
• Mitra tutur: siswa perempuan teman-temannya.
kelas X SMA, umur 16 tahun

Locher dan Watts berpandangan bahwa masyarakat. Juga mereka menegaskan bahwa
perilaku tidak santun adalah perilaku yang ketidaksantunan merupakan peranti untuk
secara normatif dianggap negatif (negatively menegosiasikan hubungan antarsesama
marked behavior), lantaran melanggar (means to negotiate meaning). Selengkapnya
norma-norma sosial yang berlaku dalam pandangan mereka tentang ketidaksantunan

66
Reinterpretasi Ketidaksantunan Pragmatik (R. Kunjana Rahardi)

adalah sebagai berikut: …impolite behaviour Locher and Watts adalah adanya perilaku me-
and face-aggravating behaviour more gen- main-mainkan muka. Perilaku memain-main-
erally is as much as this negation as polite kan muka seringkali ditandai dengan sesuatu
versions of behavior (cf. Locher and Watts, yang cirinya menjengkelkan. Adakalanya juga,
2008: 5). perilaku yang berciri memain–mainkan muka
Salah satu kata kunci yang penting dicatat itu ditandai dengan tindakan yang membingung-
dalam konsep ketidaksantunan berbahasa versi kan. Tuturan-tuturan berikut dapat dicermati
untuk memperjelas hal ini.

Tabel 5: Ketidaksantunan yang Berupa Tindakan Memain-mainkan Muka


INFORMASI INDEKSAL
CUPLIKAN
KODE NO. (IMPLIKATUR KONTEKS
TUTURAN
TAMBAHAN)
B1 1 X: Lek diantil wae • Tuturan terjadi di depan ruang Penutur meminta mitra
kui! kelas, SMA PL Yogyakarta, tutur untuk segera
Y: Ho’o yo? tanggal 1 Mei 2013 menghajar temannya
karena teman tersebut
• Penutur: siswa laki-laki kelas dirasa sangat
XI SMA, umur 17 tahun menjengkelkan bagi
• Mitra tutur: siswa laki-laki penutur karena diminta
kelas XI SMA, umur 17 tahun bantuannya selalu
menolak.
B2 2 X: Kamu pindah sana! • Tuturan terjadi di kelas, SMA Penutur mengetahui bahwa
Y: Lha piye to, aku PL Yogyakarta, tanggal 1 Mei mitra tutur seharusnya di
kelompok 3 kok! 2013 dalam kelompok 3, tetapi
saat itu mitra tutur berada
• Penutur: guru perempuan, di kelompok 5.Penutur
umur 25 tahun meminta mitra tutur untuk
• Mitra tutur: siswa laki-laki pindah ke dalam kelompok
kelas X SMA, umur 16 tahun yang seharusnya.
B3 3 X: Buk, ki aku meh • Tuturan terjadi di ruang Penutur akan
balekke buku. perpustakaan, SMP Stella mengembalikan buku di
Y: Yow is, delehno. Duce Yogyakarta, tanggal 2 perpusatakaan.
Mei 2013
• Penutur: siswa laki-laki kelas
VII, umur 13 tahun
• Mitra tutur: karyawan
perempuan, umur 43 tahun
B4 4 X: Mishel… ala • Tuturan terjadi di ruang Penutur menyapa mitra
Mishelinglung. perpustakaan, SMP Stella tutur saat sedang istirahat
Y: Heh, kamutu rese! Duce Yogyakarta, tanggal 2
Mei 2013
• Penutur: siswa perempuan
kelas VII, umur 13 tahun
• Mitra tutur: siswa perempuan,
umur 14 tahun
B5 5 X: Asem! Belum tahu • Tuturan terjadi di ruang Penutur sedang mencari
jawabane malah udah perpustakaan, SMP Stella tugas dari gurunya tentang
masuk! Duce Yogyakarta, tanggal 2 sebuah soal, namun sudah
Y: Cepet-cepet ke bel masuk. Mitra tutur
Mei 2013
kelas! sebagai petugas
• Penutur: siswa laki-laki kelas perpustakaan meminta
VIII, umur 14 tahun penutur untuk segera
• Mitra tutur: karyawan masuk ke kelas saja
perempuan, umur 36 tahun

67
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 25, No. 1, Juni 2013: 58-70

Dapat ditegaskan kembali bahwa terda- Penyebutan jenis-jenis ketidaksantunan


pat 5 pandangan ketidaksantunan berbahasa berbahasa tersebut melibatkan parameter-pa-
yang selama ini dapat digunakan sebagai ke- rameter yang sifatnya lingual, yang dapat
rangka referensi dan pisau analisis dalam pene- disebut sebagai eksplikatur; dan dapat pula
litian-penelitian ketidaksantunan berbahasa. bersifat nonlingual, yang dapat disebut juga
Kelima pandangan ketidaksantunan dalam ber- sebagai implikatur. Parameter lingual dapat
bahasa itu dapat disebutkan secara berturut- berwujud nada, tekanan, intonasi, dan diksi.
turut seperti berikut: (1) kesembronoan yang Adapun parameter nonlingual dapat menunjuk
disengaja, (2) memain-mainkan muka, (3) pada situasi dan suasana pertuturan. Para-
melecehkan muka positif, (4) melecehkan meter ketidaksantunan termaksud dapat diilus-
muka negatif, (5) menghilangkan muka. trasikan sebagai berikut.

Tabel 6: Parameter Ketidaksantunan


Jenis Contoh
Implikatur
Ketid Lingual Nonlingual Cuplikan
No. Tambahan
aksan Tuturan
tunan Nada Tekanan Intonasi Diksi Situasi Suasana
1. Kese Tuturan Tuturan Intonasi Nonstan Tempat Keadaan tindak verbal (mitra tutur
mbron dikatakan dikatakan berita dar terjadinya sekitar ekspresif tindak diminta guru
oan dengan dengan (turun) suatu sesuatu/ perlokusi maju ke depan
nada tekanan dan tuturan: dalam umumnya kelas)
sedang sedang intonasi di mana lingkungan membuat mitra A: semangat
(sindiran) tanya saja sesuatu: tutur terhibur, yaah Desti
dan nada (naik) santai tetapi tidak babon.
rendah menutup B: (diam saja)
(pemberi- kemungkinan
tahuan) kesembronoan
yang disengaja
tersebut dapat
menimbulkan
konflik
2. Mema Tuturan Tuturan Intonasi Nonstan Tempat Keadaan 1. tindak verbal A: hari ini kita
in- dikatakan dikatakan berita dar terjadinya sekitar ekspresif, kuis lagi ya?
maink dengan dengan (turun) suatu sesuatu/ tindak verbal B: soalnya
an nada tekanan dan tuturan: dalam asertif, dan berapa pak?
Muka sedang sedang intonasi di mana lingkungan tindak verbal A: 50 soal
(sinis, tanya saja sesuatu: direktif B: soalnya 50?
sindiran) (naik) santai, 2. tindak Yaa ampun
serius perlokusi: pak!
umumnya
mitra tutur
memberi
penjelasan,
berhenti
menimbulkan
kejengkelan
3. Melec Tuturan Tuturan Intonasi Nonstan Tempat Keadaan 1. tindak A: Pak ini
ehkan dikatakan dikatakan berita dar terjadinya sekitar verbal nyimpannya di
Muka dengan dengan (turun), suatu sesuatu/ ekspresif mana sih pak?
nada tekanan intonasi tuturan: dalam dan tindak Dinilai gak pak?
sedang sedang tanya di mana lingkunga verbal B: ini latihan
(sinis, (naik), saja n sesuatu: direktif saja supaya
sindiran) dan santai dan 2. tindak kalian ingat
dan nada intonasi serius perlokusi: lagi. Simpan
tinggi perintah umumnya saja di D, beri
(jengkel, (tinggi) mitra tutur nama kalian
kecewa) merespon masing-masing.
tetapi B: aah susah-
terpaksa susah bikin
karena luka gak dinilai
hati pak!

68
Reinterpretasi Ketidaksantunan Pragmatik (R. Kunjana Rahardi)

Jenis Contoh
Implikatur
Ketid Lingual Nonlingual Cuplikan
No. Tambahan
aksan Tuturan
tunan Nada Tekanan Intonasi Diksi Situasi Suasana
4. Meng Tuturan Tuturan Intonasi Nonstan Tempat Keadaan 1. tindak verbal A: ech sik
ancam dikataka dikataka berita dar terjadin sekitar ekspresif dan ngoreksi
Muka n n dengan (turun), ya suatu sesuatu/ tindak verbal nggonamu aku
dengan tekanan intonasi tuturan: dalam direktif lhoo
nada keras tanya di mana lingkunga 2. tindak B: hoo po?
tinggi dan (naik), saja n sesuatu: perlokusi: A: hoo laah
(marah, tekanan dan tegang, umumnya B: neg entuk
kecewa) sedang intonasi serius mitra tutur elek tak
dan perintah melakukan tuntut kowe!
sedang (tinggi) sesuatu yang
(sindiran diminta
, sinis) penutur
walaupun
secara
terpaksa
5. Meng Tuturan Tuturan Intonasi Nonstan Tempat Keadaan 1. tindak A: pak gak
hilang dikatakan dikataka berita dar terjadin sekitar verbal keliatan.
kan dengan n dengan (turun), ya suatu sesuatu/ ekspresif B: yang mana?
Muka nada tekanan intonasi tuturan: dalam dan tindak A: pak
tinggi keras tanya di mana lingkunga verbal tulisannya gak
(marah, dan (naik), saja n sesuatu: direktif jelas
kecewa) tekanan dan tegang, 2. tindak B: kalau
dan nada sedang intonasi serius, dan perlokusi: kamu gak
sedang perintah santai umumnya bisa liat jelas
(sindiran) (tinggi) mitra tutur cepat maju
merespon sini! gak tahu
dan segera diri.
melakukan
sesuatu

3. Simpulan batasan teori yang memadai lalu penelitian


Sebagai penutup dapat disampaikan terhadap fenomena pragmatik baru, yakni
kembali bahwa studi kesantunan berbahasa ketidaksantunan menjadi stagnan alias tidak
yang masih berjalan sangat lamban karena ke- berjalan. Hasil reinterpretasi pandangan-
tiadaan teori yang memadai, untuk sementara pandangan ketidak-santunan ini diharapkan
dapat menggunakan hasil reinterpretasi terha- akan memicu studi ketidaksantunan yang lebih
dap pandangan-pandangan ketidaksantunan cepat, sehingga ke depan fenomena pragmatik
berbahasa yang disampaikan oleh para pakar baru ini tidak akan menyisakan ketimbangan
seperti disampaikan pada bagian depan. Ibarat studi atau kajian, sebagaimana yang
tiada rotan akar pun berguna, tidak boleh diprihatikan oleh banyak pakar.
dengan serta-merta bahwa dengan keter-

69
Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 25, No. 1, Juni 2013: 58-70

DAFTAR PUSTAKA

Bousfiled, Derek and Miriam A. Lacher (eds.). 2008. Impoliteness in Language: Studies on
its Interplay with Power in Theory and Practice. New York. Mouton de Gruyter.
Culpeper, Jonathan. 2008. ‘Reflections in impoliteness, relational work and power.’ dalam
Impoliteness in Language: Studies on its Interplay with Power in Theory and Prac-
tice. New York. Mouton de Gruyter.
Huang, Yan. 2007. Pragmatics. New York: Oxford University Press.
Levinson, Stephen C. 1987. Pragmatics. London: Cambridge University Press.
Locher, Miriam A and Derek Bousfield. 2008. ‘Impoliteness and power in language’ dalam
Impoliteness in Language: Studies on its Interplay with Power in Theory and Prac-
tice. New York. Mouton de Gruyter.
Locher, Mirian A and Richard J. Watts. 2008. ‘Relational work and impoliteness: Negotiating
norms of linguistic behavior’ dalam Impoliteness in Language: Studies on its Inter-
play with Power in Theory and Practice. New York. Mouton de Gruyter.
Mey, Jacob L. 1993. Pragmatics: An Introduction. Oxford: Basil Blackwell.
—————. 1998. Concise Encyclopedia of Pragmatics. New York: Pergamon.
Rahardi, Kunjana. 2006. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga
Prayitno, Harun Joko. 2011. Kesantunan Sosiopragmatik. Surakarta: Muhammadiyah Univer-
sity Press.
Terkourafi, Marina. 2008. ‘Toward a unified theory of politeness, impoliteness and rudeness.’
dalam Impoliteness in Language: Studies on its Interplay with Power in Theory
and Practice. New York. Mouton de Gruyter.
Verschueren, Jeff. 2005. Understanding Pragmatics. London: Arnold.

70

Anda mungkin juga menyukai