PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Pada tahap sebelum perumusan teori linguistik, seperti pada tahap spekulasi, pernyataan-
pernyataan tentang bahasa tidak didasarkan pada data empiris, melainkan pada dongeng atau
cerita rekaan belaka, pada tahap klasifikasi dan observasi, para ahli bahasa mengadakan
pengamatan dan penggolongan terhadap bahasa-bahasa yang diselidiki, tetapi belum sampai
pada perumusan teori.
1. RUMUSAN MASALAH
1. TUJUAN PENULISAN
1. MANFAAT PENULISAN
Untuk penulis : semoga dengan menulis makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pemahaman penulis.
Untuk pembaca : semoga dengan membaca makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pemahaman pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan ilmu bahasa sampai pada masa itu terbatas pada telaah kata saja, khususnya
tentang jenis kata. Tata bahasa atau gramatikal baru mulai diperhatikan pada akhir abad (130
SM) oleh Dyonisius Thrax. Buku tata bahasa yang pertama disusun itu berjudul “Techne
Gramatike”. Buku inilah yang kemudian menjadi anutan para ahli tata bahasa yang lain yang
kemudian dikenal sebagai penganut aliran tradisionalisme. Pada zaman ini pembagian jenis
kata sudah mencapai delapan, yakni: (1) nomina, (2) pronominal, (3) artikel, (4) verba, (5)
adverbial, (6) preposisi, (7) partisipium, (8) konjugasi.
Aliran tradisional boleh dikatakan sebagai aliran linguistik yang tertua. Istilah tradisional
sering dipertentangkan dengan istilah structural sehingga dalam pendidikan formal ada istilah
tata bahasa tradisional dan tata bahasa structural. Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa
berdasarkan filsafat dan semantik, sedangkan tata bahasa struktural berdasarkan struktur atau
ciri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu.
Tata bahasa tradisional menurut Abdul Chaer (2003: 333) menganalisis bahasa berdasarkan
filsafat dan semantik. Dalam merumuskan kata kerja, misalnya, tata bahasa mengatakan kata
kerja adalah kata yang menyatakan tindakan atau kejadian.
Ciri-ciri aliran tradisional menurut Soeparno (2002: 44) adalah sebagai berikut :
Ada dua hal yang menjadi bukti bahwa aliran Tradisional menggunakan landasan/pola pikir
filsafat ialah banyaknya pembagian jenis kata yang bersumber dari onoma-rhema produk
Plato dan onoma-rhema-syndesmos produk Aristoteles; dan penggunaan istilah subjek dan
predikat yang sampai saat ini menjadi materi utama dalam pembelajaran bahasa di sekolah.
Teori ini mencampuradukkan pengertian bahasa (dalam arti yang sebenarnya) dan tulisan
(perwujudan bahasa dengan media huruf). Dengan demikian, secara otomatis juga
mencampuradukkan pengertian bunyi dan huruf. Sebagai bukti seorang ahli bahasa
mencampuradukkan pengertian tersebut dapat dibaca pada kutipan “Antara vocal-vokal itu,
huruf a adalah yang membentuk lubang mulut yang besar, i yang kecil, e biasanya terbentuk
di dalam mulut sebelah muka, dan o di belakang sebelah ke dalam” (Mees dalam Soeparno,
2002: 44)
3. Senang Bermain dengan Definisi
Ciri ini merupakan pengaruh dari cara berpikir secara deduktif. Semua istilah diberi definisi
terlebih dahulu kemudian diberi contoh, yang kadang-kadang hanya ala kadarnya. Teori ini
tidak pernah menyajikan kenyataan-kenyataan bahasa yang kemudian dianalisis dan
disimpulkan. Yang paling utama adalah memahami istilah dengan menghapal definisi yang
dirumuskan secara filosofis.
Ketaatan pada pola ini diwarisi sejak para ahli tata bahasa tradisional mengambil alih pola-
pola bahasa latin untuk diterapkan pada bahasa mereka sendiri. Kaidah bahasa yang telah
mereka susun dalam suatu bentuk buku tata bahasa harus benar-benar ditaati oleh pemakai
bahasa. Setiap pelanggaran kaidah dinyatakan sebagai bahasa yang salah atau tercela.
Pengajaran bahasa di sekolah mengajarkan bahasa persis yang tercantum di dalam buku tata
bahasa. Praktik semacam itu mengakibatkan siswa pandai dan hafal teori-teori bahasa akan
tetapi tidak mahir berbicara atau berbahasa di dalam kehidupan masyarakat. Tata bahasa yang
mereka pakai itu biasa disebut tata bahasa normative dan tata bahasa preskriptif.
Level (tataran) yang terendah menurut teori ini adalah huruf. Level di atas huruf adalah kata,
sedangkan level yang tertinggi adalah kalimat. Menurut teori ini, huruf didefinisikan sebagai
unsure bahasa yang terkecil, kata didefinisikan sebagai kumpulan dari huruf yang
mengandung arti, sedangkan kalimat didefinisikan sebagai kumpulan kata yang mengandung
arti lengkap.
Ciri ini merupakan ciri yang paling menonjol di antara ciri-ciri yang lain. Hal ini dapat
dimengerti Karena masalah penjenisan kata merupakan aspek linguistik yang paling tua
dalam sejarah kajian linguistik.
2. Kelemahan
3. Teori tradisional belum bisa membedakan bahasa dan tulisan sehingga pengertian
antara bahasa dan tulisan masih kacau.
4. Teori ini tidak pernah menyajikan kenyataan bahasa yang kemudian dianalisis dan
disimpulkan, yang paling utama adalah memahami istilah dengan menghafal definisi
yang dirumuskan secara filosofis.
5. Pemakaian bahasa berkiblat pada pola atau kaidah sehingga siswa pandai dan hafal
teori-teori bahasa akan tetapi tidak mahir sama sekali berbicara atau berbahasa
didalam kehidupan masyarakat.
6. Level-level gramatikalnya belum rapi hanya tiga level yang secara pasti ditegakkan,
yakni huruf, kata, dan kalimat.
7. Pemerian bahasa menggunakan pola bahasa latin yang sangat berbeda dengan bahasa
Indonesia.
8. Pemerian bahasa berdasarkan bahasa tulis baku padahal bahasa tulis baku hanya
merupakan sebagian dari ragam bahasa yang ada.
9. Permasalahan tata bahasa masih banyak didominasi oleh permasalahan jenis kata
(part of speech), sehingga ruang lingkup permasalahan masih sangat sempit.
10. Objek kajian hanya sampai dengan level kalimat, sehingga tidak memungkinkan
menyentuh aspek komunikatif.
Yang menjadi pertentangan saat itu adalah : Pertentangan antara fisis dan nomos. Bersifat
fisis maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip
abadi dan tidak dapat diganti diluar manusia itu sendiri, konversional artinya, makna-makna
kata itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi / kebiasaan.
Pertentangan anologi dan anomali. Kaum anologi ( Plato dan Ariestoteles ) berpendapat
bahwa bahasa bersifat teratur, analogi sejalan dengan kaum naturalis, sedangkan anomali
berpendapat bahwa bahasa itu tidak teratur. Kaum anomali sejalan dengan kaum
Mereka dikenal karena : Mereka melakukan kerja secara empiris. Melakukan kerja secara
pasti dengan menggunakan ukuran tertentu. Mementingkan bidan retorika dalam studi
bahasa. Memberikan tipe-tipe akalimat menjadi kalimat narasi, kalimat Tanya, kalimat jawab,
kalimat perintah, kalimat laporan, doa dan undangan. Gregorias membicarakan tata bahasa.
Anoma ( anomata )
Nama ( dalam bahasa sehari-hari )
Nomina ( dalam istilah tata bahasa )
Subjek ( dalam hubungan subjek logis )
Rhema ( Rhamata )
Ucapan ( dalam bahasa sehari-hari )
Verba ( dalam istilah tata bahasa )
Predikat ( dalam hubungan subjek logis )
Membagi kata dalam 3 kelas kata, yaitu anoma, rhema dan syndesmy. Yangv dimaksud
syndesmoi adalah kata-kata yang lebih banyak bertugas dalam hubungan sintaksis.
Sydnesmoi itu lebih kurang sama dengan preposisi dan konjungsi yang sekarang kita
kenal.nMembedakan jenis kelamin kata ( gender ) menjadi 3 yaitu : maskulin, feminism dan
neutrum.
Membedakan studi bahasa secara logika dan studi bahasa secara tata bahasa.
Menciptakan istilah khusus dalam studi bahasa. Membedakan 3 komponen utama dari studi
bahasa yaitu :
Mereka membedakan legein, yaitu bunyi yang merupakan bagian fonologiv tetapi tidak
bermakna dan propheretal yaitu ucapan bunyi bahasa yang menagandung makna.
Mereka membagi jenis kata menjadi 4 kata yaitu benda, kata kerja, syndesmoi dan arthoron
yaitu kata-kata yang menyatakan jenis kelamin dan jumlah. Membedakan kata kerja komplek
dan kata kerja tak komplek. Serta kata kerja aktif dan pasif.v
e. Kaum Alexandrian
Kaum ini menganut paham analogi dan studi bahasa, menghasilkan buku tata bahasa yang
disebut Tata Bahasa Dionysus Tharx dan diterjemahkan oleh Remmius Palaemon dengan
judul Ars Grammatika. Buku ini yang kemudian dijadikan model dalam penyusunan buku
tata bahasa Eropa lainnya. Karena sifatnya mentradisi makna buku-buku tata bahasa kini
disebut dengan nama tata bahasa tradisional. Jadi, cikal bakal tata bahasa tradisional itu
berasal dari buku Dionysus Tharx. Di India pada tahun 400 SM Panini seorang sarjana Hindu
membuat buku dengan judul Adtdyasi merupakan deskripsi lengkap bahasa Sansakerta yang
pertama kali ada. Oleh karena itu Leonard Bloomfield, tokoh linguis structural Amerika
menyebut Panini sebagai One of The Greatest Monuments of The Human Intelligenci.
2. Zaman Romawi
Merupakan kelanjutan dari zaman yunani. Tokoh pada zaman Romawi yang terkenal antara
lain, Varro ( 116 – 27 SM ) dengan karyanya, De Lingua Latina dan Priscia dengan karyanya
Institusiones Grammaticae.
Dianggap sangat penting karena : Merupakan buku tata bahasa latin paling lengkap yang
dituturkan pembicaraan aslinya. Teori-teori tata bahasa yang merupakan tonggak-tonggak
utamav pembicaraan bahasa secara tradisional. Segi yang dibicarakan dari buku itu adalah :
Fonologi dibicarakan mengenai huruf / tulisan yang disebut Literae / bagian terkecil
dari bumi yang dapat dituliskan,
Morfologi dibicarakan mengenai Dictio / kata,
Sintaksis dibicarakan mengenai oratio yaitu tata susunan kata yang berselaras dan
menunjukan kalimat itu selesai. Buku Institutiones Garammaticae ini telah menjadi
dasar tata bahasa latin dan zaman pertengahan.
3. Zaman Pertengahan
Studi bahasa pada zaman pertengahan mendapat perhatian penuh terutama oleh para filsuf
skolastik. Yang patut dibicarakan dalam studi bahasa antara lain adalah peranan :
a. Kaum Modistae
Mereka menerima analogi karena menurut mereka bahasa itu bersifat regular dan
universal.Mereka memperhatikan secara penuh akan semantic sebagai penyebutan defines
bentuk-bentuk bahasa. Mereka mencari sumber makna, maka dengan demikian
berkembanglah bidang etimologi pada zaman itu.
Merupakan hasil integrasi deskripsi gramatikal bahasa latin kedalam filsafat skolastik.
1. Petrus Hispanus
Memasukan psikologi dalan analisis makna bahasa. Membedakan nomen atas dua macam
yaitu nomen subtantivum dan nomen edjektivum. Membedaan semua bentuk yang menjadi
subjek / predikat dan bentuk tutur lainnya.
4. Zaman Renaisans
Zaman Renaisans dianggap sebagai zaman pembukaan abad pemikiran abad modern. Dalam
sejarah studi bahasa ada dua hal pada zaman renaisans ini yang menonjol yang perlu dicatat.
1) Sarjana-sarjana pada waktu itu menguasai bahasa latin, Ibradi dan Arab, 2) Bahasa Eropa
lainnya mendapat perhatian dalam bentuk pembahasan, penyusunan tata bahasa dan
perbandingan.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
2. Tahap perkembangan bahasa terdiri atas tahap spekulasi, klasifikasi, dan rumusan
teori. Aliran tradisional baru mencapai tahap spekulasi dan klasifikasi.
3. Ciri-ciri aliran tradisional bertolak dari pola pikir secara filosofis, tidak membedakan
bahasa dan tulisan, senang bermain dengan definisi, pemakaian bahasa berkiblat pada
pola/kaidah, level-level gramatik belum ditata secara rapi, tata bahasa didominasi oleh
jenis kata (part of speech).
4. Aliran tradisional memiliki kelemahan-kelemahan, antara lain bisa membedakan
bahasa dan tulisan sehingga pengertian antara bahasa dan tulisan masih kacau,
peletakan level-level gramatikal yang belum rapi, dan lain sebagainya.
Linguistik Tradisional sering dipertentangkan dengan bahasa struktural, bedanya tata bahasa
tradisional menganalisis bahasa pada filsafat dan semantik, sedangkan tata bahasa struktural
berdasarkan struktur / ciri formal yang ada pada suatu bahasa tertentu.
Dan dibawah ini sejarah linguistik dan proses terbentuknya tata bahasa tradisional adalah
sebagai berikut :
• Linguistik Zaman Yunani
• Linguistik Zaman Romawi
• Linguistik Zaman Pertengahan
• Zaman Renaissans dan
• Menjelang lahirnya Linguistik Modern
1. SARAN
2. Makalah tentang aliran tradisional ini hendaknya dapat menjadi sumber belajar untuk
mengadakan pengkajian aliran ini di masa mendatang.
3. Makalah ini masih terbatas pada pembahasan tentang sejarah, ciri-ciri, keunggulan
dan kelemahan aliran tradisional, pada pengkajian selajutnya diharapkan lebih
mendalam dan lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA