Anda di halaman 1dari 11

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

Metode Penelitian Pendidikan Dr. Ridha Darmawaty, M. Pd


Bahasa Arab

PENELITIAN DENGAN PERSPEKTIF PRAGMATIK

OLEH

ELMA HASIJ : 220211060140

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

PASCASARJANA

PRORAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

BANJARMASIN

2022
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masa lampau, riset ilmu bahasa ternyata banyak berfokus pada dimensi-
dimensi struktural bahasa, mulai dari tatabahasa yang sifatnya tradisional, tatabahasa
yang sifatnya deskriptif, hingga tatabahasa yang sifatnya transformasional. Fokus
dari riset-riset itu adalah pada penemuan dan perumusan kaidah-kaidah kebahasaan.
Akan tetapi, riset-riset bahasa yang cenderung murni kebahasaan demikian itu tidak
banyak bersentuhan dengan perihal makna, tetapi lebih berfokus pada persoalan
bentuk. Selanjutnya, kecenderungan riset bahasa itu baru berubah mulai dengan
tahun 1960-an, yakni ketika para penggagas aliran fungsionalisme bahasa mulai
mencuat. Konteks juga belum dilibatkan dalam studi bahasa yang secara formal,
kecuali konteks dalam pengertian linguistik yang disebut dengan konteks
intralinguistik atau konteks internal bahasa. Studi makna bahasa baru muncul pada
tahun 1970-an, yakni ketika para tokoh aliran transformasional mulai memasukkan
studi makna dalam studi linguistik. Kemudian dari pemikiran tersebut muncullah
cabang baru dari linguistik yang disebut dengan pragmatik.1
Pada dasarnya linguistik mempunyai dua bidang besar, yaitu mikrolinguistik
dan makrolinguistik Mikrolinguistik merupakan bidang linguistik yang mempelajari
bahasa dari dalamnya, menkaji unsur unsur bahasa yang tidak dipengaruhi konteks
(Fonologim Morfologi, sintaksis, dan Semantik) atau struktur bahasa itu sendiri.
Makrolinguistik merupakan bidang linguistik yang mempelajari bahasa dalam
hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa, termasuk di dalamnya bidang
interdisipliner dan bidang terapan,2 atau megkaji fenomena kebahasaan yang
dipengaruhi oleh konteks (Pragmatik, Analisis wacana, Sosiolinguistik, dan
Enolinguistik).3
Pragmatik sebagai salah satu cabang linguistik mulai ber- kumandang dalam
percaturan linguistik Amerika sejak tahun 1970-an. Pada tahun-tahun sebelumnya,
khususnya, tahun 1930-an linguistik dianggap hanya mencakup fonetik, morfologi
dan fonemik. Di dalam era linguistik itu yang lazim pula disebut dengan linguistik
era Bloomfield, kajian sistaksis dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan makna
1
Kunjana Rahardi, PRAGMATIK KONTEKS INTRALINGUISTIK DAN KONTEKS EKSTRALINGUISTIK (Amara Books,
2019), 1.
2
Muhammad Iqbal, Azwardi, dan Rostina Taib, Linguistik Umum (Banda Aceh: Syiah Kuala University Press,
2017), 29.
3
Moch. Sony Fauzi, Pragmatik dan Ilmu Al-Maaniy Persinggungan Ontologik dan Epistimologik (UIN-Maliki
Press, 2012), 4-5.
dikesampingkan dari kancah percaturan linguistik karena dianggap terlampau sulit
untuk diteliti dan dilibatkan dalam proses analisis. Istilah pragmatik, sebenarnya
sudah dikenal sejak masa hidupnya seorang fisuf terkenal yang bernama Charles
Morris. Dalam memunculkan istilah pragmatika, Morris mendasarkan pemikirannya
pada gagasan filsuf-filsuf pendahulunya, seperti Charles Sanders Pierce dan John
Locke yang yang banyak meng- geluti ilmu tanda dan ilmu lambang semasa
hidupnya. Ilmu tanda dan ilmu lambang yang mereka pelajari itu dinamakan
semiotika (semiotics).4
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Pragmatik?
2. Apa saja ruang lingkup kajian Pragmatik?
3. Bagaimana penelitian dengan perspektif Pragmatik?
C. Tujuan Pembahasan
1. Apa pengertian Pragmatik?
2. Apa saja ruang lingkup kajian Pragmatik?
3. Bagaimana penelitian dengan perspektif Pragmatik?
D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi penelitian yang
mana dilakukan dengan mengumpulkan referensi-referensi dari artikel-artikel dan
buku-buku karangan para pakar terdahulu
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Pragmatik
Sebagaimana dikatakan sebelumnya. pragmatik merupakan cabang ilmu
linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat
komunikasi antara penutur dan pendengar dan sebagai pengacuan tanda-tanda
bahasa pada hal-hal ekstralingual yang dibicarakan.5 Ada beberapa definisi
mengenai Pragmatik menurut para Ahli.
Pragmatik menurut Prucha, sebagaimana dikutip oleh Yan Huang adalah
merupakan teori-teori komu nikasi linguistik yang meliputi cara-cara mempengaruhi
orang lain dengan komunikasi verbal, sedangkan menurut Levinson Pragmatik
dipahami sebagai studi tentang hubungan antara bahasa dan konteksnya yang
merupakan dasar dari penentuan pemahamannya. Sependapat dengan Levinson,

4
Fauzi, 3–4.
5
Iqbal dan Taib, Linguistik Umum, 50.
Leech berpendapat, bahwa pragmatik adalah studi mengenai makna dalam
hubungannya dengan situasi-situasi ujar yang meliputi: penyapa dan pesapa, konteks
sebuah tuturan, tujuan sebuah tuturan.6 Pragmatik adalah cabang linguistik terbaru
yang bertali-temali dengan persoalan maksud penutur, dan maksud penutur tersebut
termanifestasi dalam bentuk bahasa.7 Pragmatik adalah ilmu bahasa yang
mempelajari tentang penggunaan bahasa manusia yang pemaknaannya ditentukan
oleh konteks yang melatarbelakangi bahasa itu. Konteks itu dapat bersifat sosial
maupun sosietal. Konteks sosial adalah konteks yang timbul akibat munculnya
interaksi antaranggota masyarakat dalam suatu masyarakat sosial dan budaya
tertentu. Konteks sosietal adalah konteks yang didasarkan pada kedudukan anggota
masyarakat dalam institusi-institusi sosial yang ada di dalam masyarakat sosial dan
budaya tertentu.8
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pragmatik
merupakan salah satu cabang Linguistik yaitu ilmu yang mempelajari makna suatu
ungkapan atau tuturan berdasarkan konteks yang melatar belakangi ungkapan atau
tuturan tersebut diutarakan.
B. Ruang lingkup kajian Pragmatik
1. Kajian Pragmatik
Menurut Kunjana Raharji lingkup kajian pragmatik mencakup tiga, yakni
pranggapan atau presuposisi, implikatur percakapan, dan ikutan atau entailment.
Sebuah tuturan dikatakan mempraanggapkan atau mempresuposisikan tuturan
lain apabila ketidakbenaran tuturan yang dipranggapkan mengakibatkan
kebenaran dan ketidakbenaran tututan tidak dapat disampaikan.9 Contoh ada
sebuah ungkapan “di dalam kelasku ada peralatan kebersihan yang lengkap”
ungkapan mempranggapkan bahwa di dalam kelas tempat penutur berada ada
peralatan kebersihan yang lengkap, artinya jika di dalam kelas tersebut tidak ada
peralatan kebersihan yang lengkap maka ungkapan tersebut tidak bisa dianggap
benar. Keterlibatan konteks yang demikian besar dalam memaknai tuturan
tersebut akan menjamin pemaknaan terhadap praanggapan atau presuposisi
menjadi tepat. Pengupasan konteks dalam memaknai sebuah tuturan, akan

6
Fauzi, Pragmatik dan Ilmu Al-Maaniy Persinggungan Ontologik dan Epistimologik, 5.
7
Rahardi, PRAGMATIK KONTEKS INTRALINGUISTIK DAN KONTEKS EKSTRALINGUISTIK, 27–29.
8
Andi Sadapotto dan Muhammad Hanafi, “KESANTUNAN BERBAHASA DALAM PERSPEKTIF PRAGMATIK,” t.t.,
551.
9
Rahardi, PRAGMATIK KONTEKS INTRALINGUISTIK DAN KONTEKS EKSTRALINGUISTIK, 47.
menjadikan pemaknaan terhadap tuturan yang mempranggapkan sesuatu tersebut
tidak benar.
Selain pranggapan, di dalam pragmatik juga terdapat implikatur tuturan,
disebut sebagai implikatur tuturan karena di situlah terdapat sesuatu yang
diimplikasikan dalam bertutur. Sesuatu yang diimplikasikan artinya, sesuatu
tersebut tidak disampaikan dengan terus terang atau disembunyikan maksudnya,
maka pemaknaannya pun tidak sepenuhnya tergantung pada wujud-wujud
linguistik kebahasannya. Untuk mendapatkan maksud yang tepat dari sebuah
tuturan, konteks tuturan diperankan dengan secara signifikan. Seperti pula yang
terjadi pada pranggapan, di dalam implikatur pun sangat diperlukan kehadiran
konteks. Kalau seorang penutur mengatakan tuturan berikut, “Nanti kamu naik
apa pulangnya?”, tentu di dalamnya terkandung maksud bahwa seseorang yang
menyampaikan pertanyaan tersebut berniat untuk ‘akan mengajak ikut
kendaraannya’ atau mungkin pula ‘ingin mengerti apakah dirinya memiliki
kendaraan tertentu ataukah tidak’. Kedua kemungkinan pemaknaan tersebut
terjadi karena konteks tuturannya berbeda. Dalam hal ini, tujuan dari
penuturannya mungkin sekali tidak sama atau berbeda. Dengan perkataan lain,
pemaknaan tuturan di atas sangat tergantung dari konteksnya.
Selain yang disebutkan di atas itu, lingkup kajian pragmatik juga mencakup
ikutan atau entailment. Dikatakan sebagai ikutan atau entailment kalau
sesungguhnya tuturan yang satu merupakan konsekuensi logis dari kehadiran
tuturan yang satunya lagi. Jika dikatakan, misalnya saja (+) di Yogyakarta
terjadi gempa bumi tadi pagi. (-) 50 orang meninggal menjadi korban dari
bencana alam gempa bumi tersebut.10 dapat dilihat bahwa kalimat kedua
merupakan akibat dari kalimat pertama, maka kedua kalimat tersebut
mengandung ikutan.
Semantik dan pragmatik adalah cabang-cabang ilmu bahasa yang menelaah
makna-makna satuan lingual, hanya saja semantik mempelajari makna secara
inter- nal, sedangkan pragmatik mempelajari makna secara eksternal.11
Sebagai contoh silakan perhatikan kedua kalimat berikut:

10
Rahardi, 47–49.
11
Nurtaqwa Amin, SEMANTIK-PRAGMATIK BAHASA ARAB (Kajian Al-Quran melalui Analisis Relasi Struktur
Linguistik dan Konteks dalam Pelaksanaan Kalimat Imperatif) (Solok: PT.INSAN CENDEKIA MANDIRI GROUP,
2021), 63.
i. “Nilai bahasa Arab Riska bagus sehingga ia mendapat hadiah dari
Guru.”
ii. Mama: Nisa! Berapa nilai ulangan bahasa Arabmu?
Nisa : 50 ma.
Mama: Bagus, besok nontong tv saja lagi...! tidak usah belajar.
Telah kita ketahui bersama bahwa kata “bagus” dalam bahasa Indonesia
berarti “baik”, adapun dalam kedua contoh di atas, tedapat penggunaan kata
bagus yang berbeda, pada contoh (i) kata “bagus” dapat diartikan baik
sebagaimana makna sesungghnya, adapun pada contoh (ii) kata “bagus”
bermakna sebaliknya yang merupakan sindiran terhadap ketidak bagusan nilai
bahasa Arab Nisa. Kajian makna kata tersebut berhubungan dengan konteks
situasi kapan ia digunakan yang merupakan kajian Pragmatik. Oleh karena itu
penelusuran konteks mempunyai peran yang sangat penting dalam kajian
Pragmatik.
2. Objek kajian Pragmatik
Beberapa objek kajian pragmatik yang sudah lazim dapat disebutkan di
antaranya fenomena
tindak tutur Yang pertama kali mengungkapkan gagasan bahwa ba- hasa dapat
digunakan untuk mengungkapkan tindakan mela- lui pembedaan antara ujaran
konstantif dan ujaran performatif adalah Austin. Ujaran kontanstif
menggambarkan atau me- merikan peristiwa, prose, keadaan. Dengan demikian,
ujaran kontanstif dapat dikatakan benar atau salah. Namun ujaran performatif
memperlihatkan bahwa suatu perbuatan telah diselesaikan pembicara dan bahwa
dengan mengungkapkannya berarti perbuatan itu diselesaikan pada saat itu juga."
fenomena implikatur, dan
fenomena kesantunan berbahasa.
3. Konteks
Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa pragmatik adalah studi
bahasa yang mendasarkan analisisnya pada konteks. Konteks yang dimaksud
adalah segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur
dan mitra tutur serta yang menyertai dan mewadahi sebuah pertuturan.12 Konsep
teori konteks dipelopori oleh antropolog Inggris Bronislow Malinowski Dia
berpendapat bahwa untuk memahami ujaran harus diperhatikan konteks situasi.
12
Sadapotto dan Hanafi, “KESANTUNAN BERBAHASA DALAM PERSPEKTIF PRAGMATIK,” 551.
Berdasarkan analisis konteks situasi dapat dipecahkan aspek-aspek bermakna
bahasa sehingga aspek-aspek linguistik dan aspek non-linguistik dapat
dikorelasikan.
Stubbs mengemukakan bahwa unsur-unsur konteks itu adalah pembicara,
pende- ngar, pesan, latar atau situasi, saluran dan kode. Namun Freedle
mengatakan bahwa konteks yang lang- sung berhubungan dengan tuturan adalah
setting, partisipan, bentuk bahasa, topik, dan fungsi tindak tutur. Sementara Dell
Hymes mengemukakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan
komponen yang tersimpulkan dalam akronim SPEAKING.13 Kedelapan
komponen tersebut adalah:
S: Setting, yang merupakan tempat berbicara dan suasana bicara.
P: Participant, adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan. misalnya saja
jenis kelaminnya, usianya, latar belakang sosial-budayanya, asumsi-asumsi
personal dan komunal dalam kehidupannya, dan masih banyak lagi aspek
lainnya. Dalam perspektif waktu yang berbeda, diyakini akan terjadi
perkembangan elemen konteks situasi yang berbeda-beda pula.14
E: End, merupakan tujuan petuturan.
A: Act Sequeces, adalah bentuk ujaran atau suatu peristiwa di mana seseorang
pembicara sedang mempergunakan kesempatan bicara.
K: Key, mengacu pada nada, cara dan ragam bahasa: yang digunakan dalam
menyampaikan pendapatnya dan cara mengemukakan pendapatnya. Nada
tuturan yang tinggi menunjukkan maksud kemarahan atau emosi, cara bertutur
yang tidak sopan menunjukkan sifat yang tidak santun pula.
I: Instrument, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan seperti bahasa lisan,
bahasa tulis, dan juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan seperti bahasa,
dialek, dan lain-lain. Jika Anda berbicara dengan lantang, tidak perlu Anda
bersuara dengan berteriak-teriak. Demikian pula ketika Anda berbicara dengan
menggunakan perantara handphone, tidak perlu perbincangan itu dilakukan
dengan suara yang keras karena dengan suara yang tidak keras pun suara Anda
sudah akan dapat didengar dengan jelas dan lantang. Jadi, demikian itulah yang
dimaksud dengan saluran tuturan atau instrumen.
13
Amin, SEMANTIK-PRAGMATIK BAHASA ARAB, 67.
14
Kunjana Rahardi, “Mendeskripsi Peran Konteks Pragmatik: Menuju Perspektif Cyberpragmatics,”
Transformatika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya 3, no. 2 (12 Agustus 2020): 165,
https://doi.org/10.31002/transformatika.v3i2.2333.
N: Norm, yaitu aturan dalam berinteraksi misalnya yang berhubungan dengan
aturan memberi tahu, memerintah, bertanya, minta maaf, basa-basi, mengkritik,
dan sejenisnya. Sebagai contoh ketika seseorang sedang menghadiri sebuah
pesta pernikahan di desa yang masih menggunakan bahasa Jawa secara amat
santun, tentu saja Anda harus menyesuaikannya agar dapat pula berbahasa
secara santun. Jadi, itulah norma berinteraksi. Dengan seseorang yang sudah
berumur tua, tentu saja anda tidak dapat berbicara dengan semaunya saja, tetapi
Anda harus mengindahkan norma-norma yang berlaku sebagaimana layaknya
seseorang ketika berinteraksi dengan orang yang lebih tua.
G: Genre, yaitu jenis kegiatan seperti formal atau santai.
C. Penelitian dengan perspektif Pragmatik
1. Contoh-contoh penelitian menggunakan perspektif Pragmatik
a. Yusti Dwi Nurwendah1dan Intan Annisaul Mahera, KAJIAN PRAGMATIK
DALAM BAHASA ARAB : ANALISIS BENTUK DAN FUNGSI TINDAK
TUTUR DIREKTIF BAHASA ARAB DALAM FILM “ASHABUL KAHFI”.
Penelitian ini berfungsi untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk tindak tutur
direktif dan fungsinya dalam film "Ashabul Kahfi".
b. Yeni Lailatul Wahidah dan Hendriana Wijaya, “ANALISIS KESANTUNAN
BERBAHASA MENURUT LEECH PADA TUTURAN BERBAHASA ARAB
GURU PONDOK PESANTREN IBNUL QOYYIM PUTRA YOGYAKARTA
TAHUNAJARAN 2016/2017 (KAJIAN PRAGMATIK)”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui struktur pidato bahasa Arab yang digunakan
oleh guru dan aspek kesopanan bahasa dalam pidato bahasa Arab yang
digunakan oleh Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim Anak Laki-Laki saat
mengajar santri di kelas. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
dengan mengumpulkan data dengan berinteraksi dengan orang-orang yang
menjadi subjek penelitian.
c. Aditya Rachman, “TINDAK TUTUR DIREKTIF BAHASA ARAB DALAM
FILM ‘UMAR” Penelitian ini adalah penelitian tindak tutur direktif bahasa
Arab dalam film ‘Umar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
jenis-jenis tindak tutur direktif bahasa Arab dalam film ‘Umar dan
mendeskripsikan fungsi tindak tutur direktifnya.
2. Menentukan masalah dalam penelitian
Secara umum cara menentukan masalah dalam penelitian bahasa menurut
Mc Guigan setidak-tidaknya ada tiga keadaan yang dapat memunculkan
masalah, yaitu:
a. ada informasi yang mengakibatkan munculnya kesenjangan dalam
pengetahuan kita; kesenjangan antara teori yang diketahui dengan bukti-bukti
empiris yang teramati.
b. ada hasil-hasil (penelitian) yang bertentangan; maksudnya adalah, pertama
terjadi pertentangan antara hasil penelitian yang satu dengan hasil penelitian
yang lain yang objek sasarannya berupa bahasa dan aspek kebahasaan yang
diteliti sama dan kedua, terjadi pertentangan antara hasil penelitian dengan
bukti-bukti empiris, yang berupa pemakaian bahasa yang sesungguhnya.
Pengertian yang kedua di atas dapat terjadi dalam sebuah penelitian,
sedangkan pada pengertian yang pertama setidak-tidaknya terjadi di antara
dua buah penelitian.
c. ada suatu kenyataan dan kita bermaksud menjelaskannya melalui penelitian;
maksudnya adalah berhubungan dengan suatu kondisi peneliti menemukan
bahasa tertentu atau aspek tertentu dari bahasa tertentu yang belum pernah
diteliti. Kita dapat mengangkat hal itu sebagai masalah untuk diteliti.
Adapun dalam penelitian pragmatik adalah jika ketiga hal tersebut
ditemukan dalam objek-objek, atau fenomena-fenomena yang menjadi kajian
Pragmatik atau ada sebuah fenomena kebahasaan yang ingin diteliti secara
Pragmatik karena penelitian tersebut belum pernah dilakukan sebelumnya.
3. Jenis penelitian
Dari contoh-contoh penelitian yang penulis sebutkan penulis mengambil
kesimpulan bahwa Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan
metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif digunakan dengan
tujuan untuk memberikan gambaran data secara sistematis dan akurat karena
data deskriptif adalah data-data berupa kata-kata tertulis maupun lisan yang
didapatkan dari objek penelitian untuk selanjutnya di analisis.
4. Manfaat penelitian
Analisis pragmatik dapat dimanfaatkan untuk memahami dan mendalami
lebih tuntas teks tuturan yang menjadi objek penelitian. Teks tuturan dapat
dibedah dan dianalisis bukan hanya dari aspek-aspek sintaktik dan semantiknya
tetapi juga aspek-aspek pragmatiknya. Melalui cara itu, analisis terhadap teks
tuturan menjadi lebih lengkap dan tuntas.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pragmatik merupakan salah satu cabang Linguistik yaitu ilmu yang
mempelajari makna suatu ungkapan atau tuturan berdasarkan konteks yang
melatar belakangi ungkapan atau tuturan tersebut diutarakan.
2. Ruang lingkup kajian Pragmatik Menurut Kunjana Raharji lingkup kajian
pragmatik mencakup tiga, yakni pranggapan atau presuposisi, implikatur
percakapan dan ikutan atau entailment adapun fenomena yang menjadi
objeknya adalah fenomena tindak tutur, Implikatur, deksis, dan kesantunan
berbahasa. Lingkup dan objek kajian tersebut tidak terlepas dari konteks
yang melatas belakanginya.
3. Penelitian dengan perspektif Pragmatik merupakan penelitian tentang
fenomena kebahasaan yang menguak tentang konteks fenomena tersebut
terjadi, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, berbentuk analisis
suatu fenomena berdasarkan teori-teori Pragmatik.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini pemakalah masih merasa kurang dalam
menganalisis berbagai referensi yang dijadikan rujukan maka rekomendasi untuk
makalah selanjutnya agar dapat menganalisis lebih sempurna sehingga dapat tersaji
makalah dengan penjelasan yang lebih detail.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Nurtaqwa. SEMANTIK-PRAGMATIK BAHASA ARAB (Kajian Al-Quran melalui Analisis


Relasi Struktur Linguistik dan Konteks dalam Pelaksanaan Kalimat Imperatif). Solok:
PT.INSAN CENDEKIA MANDIRI GROUP, 2021.
Fauzi, Moch. Sony. Pragmatik dan Ilmu Al-Maaniy Persinggungan Ontologik dan Epistimologik.
Malang: UIN-Maliki Press, 2012.
Iqbal, Muhammad, Azwardi, dan Rostina Taib. Linguistik Umum. Banda Aceh: Syiah Kuala
University Press, 2017.
Rahardi, Kunjana. “Mendeskripsi Peran Konteks Pragmatik: Menuju Perspektif Cyberpragmatics.”
Transformatika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya 3, no. 2 (12 Agustus 2020): 164.
https://doi.org/10.31002/transformatika.v3i2.2333.
———. PRAGMATIK KONTEKS INTRALINGUISTIK DAN KONTEKS EKSTRALINGUISTIK.
Amara Books, 2019.
Sadapotto, Andi, dan Muhammad Hanafi. “KESANTUNAN BERBAHASA DALAM PERSPEKTIF
PRAGMATIK,” t.t., 8.

Anda mungkin juga menyukai