Anda di halaman 1dari 277

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

JENIS RAGAM DAN KARAKTERISTIK RAGAM TUTURAN


GURU DAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA KELAS VIII A
SMP PANGUDI LUHUR I KALIBAWANG
TAHUN AJARAN 2017/2018

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:
Chresensia Apriliana Endang Purwaningrum
NIM: 131224096

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

JENIS RAGAM DAN KARAKTERISTIK RAGAM TUTURAN


GURU DAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA KELAS VIII A
SMP PANGUDI LUHUR I KALIBAWANG
TAHUN AJARAN 2017/2018

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:
Chresensia Apriliana Endang Purwaningrum
NIM: 131224096

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018

i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Bunda Maria

Orang tua tercinta, Risma Situmorang dan Michael Purwanto

Kedua adik, Florentina Betti Ria Wardani dan Fransiskus Asisi Welly
Riskartiawanto

Keempat sahabat, Dhian, Anis, Izmi, dan Rizky

Yang Terkasih, Felix Parama Dwityandra

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MOTTO

Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh
kepercayaan, kamu akan menerimanya.
(Matius, 21: 22)

Barang siapa mau bersabar, ia akan mendapatkan lebih. Lebih tak


melulu soal jumlah, tapi juga ketenangan batin.
(Chresensia Apriliana E. P.)

Cita-cita tidak harus realistis, sebab ketidakrealistisanlah seni


dalam bercita-cita. Kalau cita-cita selalu realistis, pesawat terbang
dan kapal selam tidak pernah ada.
(Chresensia Apriliana E. P.)

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

Purwaningrum, Chresensia Apriliana Endang. 2018. Jenis Ragam dan


Karakteristik Ragam Tuturan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia Kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I Kalibawang
Tahun Ajaran 2017/2018. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP,
Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji jenis ragam dan karakteristik ragam tuturan guru
dan siswa. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan jenis ragam bahasa
Indonesia yang muncul pada kegiatan awal pembelajaran, inti pembelajaran, dan
akhir pembelajaran. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data
penelitian berupa tuturan guru dan siswa yang berwujud kata, kalimat, atau
rangkaian kalimat. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
simak. Metode simak yang digunakan adalah metode simak dengan teknik dasar
sadap. Penyadapan dilakukan melalui proses perekaman dan pencatatan. Teknik
sadap yang digunakan merupakan lanjutan dari teknik sadap yaitu teknik Simak
Bebas Libat Cakap (SBLC). Teknik analisis data dilakukan melalui tahap
transkripsi, klasifikasi, koding, identifikasi, penyajian, dan menarik simpulan.
Dari hasil analisis data diambil dua simpulan. Pertama, jenis ragam yang
ditemukan yaitu, ragam resmi, ragam santai, dan ragam akrab. Dari ketiga ragam
tersebut, ragam santai paling banyak ditemukan dalam tuturan guru kepada siswa,
tuturan siswa kepada guru, dan tuturan sesama siswa. Ragam santai paling
banyak digunakan karena ragam ini dapat membangun suasana pembicaraan yang
santai sehingga proses komunikasi tidak berlangsung kaku dan pesan yang
disampaikan dapat lebih mudah dipahami. Kedua, dari semua data yang dianalisis
ditemukan 10 karakteristik ragam resmi, 12 karakteristik ragam santai, dan 4
karakteristik ragam akrab. Jumlah karakteristik yang ditemukan dalam setiap data
bervariasi. Karakteristik ketiga ragam memiliki perbedaan yang dilihat dari segi
diksi, struktur, dan tujuan. Adapun hal yang menjadi dasar pembedaan semua
jenis ragam adalah situasi pemakaian.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengajukan saran untuk bidang
pembelajaran khususnya bagi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hendaknya
guru memberikan pemahaman, contoh konkret, dan melakukan pembiasaan pada
siswa terkait penggunaan ragam bahasa resmi. Bagi pengembang bidang
sosiolinguistik, hendaknya berusaha mengkaji ragam bahasa Indonesia di bidang
yang lain dalam kehidupan masyarakat. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan
dapat menindaklanjuti penelitian ini secara lebih luas karena penelitian ini baru
menjangkau penggunaan ragam bahasa di satu kelas saja. Peneliti lain dapat
melakukan penelitian dalam proses pembelajaran di beberapa kelas atau di jenjang
yang lebih tinggi misalnya, di SMA atau universitas.

Kata Kunci: ragam, karakteristik ragam, pembelajaran bahasa Indonesia.

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

Purwaningrum, Chresensia Apriliana Endang. 2018. Types and Characteristic of


Variations of The Teacher and Grade VIII A Students Utterance in
Indonesian Language Learning of Pangudi Luhur I Kalibawang Junior
High School in 2017/2018 Academic Year. Thesis. Yogyakarta: PBSI,
FKIP, Universitas Sanata Dharma.

This study examines the types and characteristics of variations of the


teacher and students. The purpose of this research is to describe the types of
Indonesian language that appear in the early activities of learning, the core of
learning, and the end of learning. This research is a qualitative descriptive study.
Research data in the form of teacher and student speech that tangible words,
sentences, or sentence sequences. Data collection is done by using the method
refer. The method used is the method refer to the basic technique called tapping
technique. Tapping is done through the recording and recording process. The
tapping technique used is a continuation of the tapping technique that is Simak
Bebas Libat Cakap (SBLC) Technique. Data analysis technique is done through
transcription, classification, coding, identification, presentation, and drawing
conclusion.
From the analysis taken two conclusions. First, the kind of variety found is
the formal style, casual style, and the intimate style. Of the three varieties, the
most casual variety found in teacher speech to students, student speech to
teachers, and fellow students. Casual variety is most widely used because this
variety can build a relaxed atmosphere of conversation so that the communication
process does not run rigid and the messages conveyed can be more easily
understood. Secondly, of all the analyzed data found 10 formal style
characteristics, 12 casual style characteristics, and 4 intimate style caracteristics.
The number of characteristics found in each data varies. The third characteristic
variation has differences seen in terms of diction, structure, and purpose.
However, the basis for differentiating all types of diversity is the usage situation.
Based on the results of the research, researchers put forward suggestions
for the field of learning, especially for teachers of Indonesian subjects. Teachers
should provide understanding, concrete examples, and familiarize students with
the use of official language variants. For developers in the field of
sociolinguistics, should try to study the variety of Indonesian language in other
fields in public life. For the next researcher, it is expected to follow up this
research more widely because this research only reaches the use of language
variety in one class only. Other researchers can do research in the learning process
in some classes or at higher levels for example, in high school or university.

Keywords: variation, characteristic of variation, Indonesian language learning.

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa atas berkat dan cinta kasih-

Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Jenis Ragam

dan Karakteristik Ragam Tuturan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Bahasa

Indonesia Kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I Kalibawang Tahun Ajaran

2017/2018” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra

Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa banyak pihak yang turut mendukung peneliti

dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, secara khusus peneliti mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.

3. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing.

4. Danang Satria Nugraha, S.S., M.A., selaku dosen triangulator.

5. Seluruh Dosen dan sekretariat Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra

Indonesia.

6. Lembaga Kesejahteraan Mahasiswa yang telah menyalurkan Bidikmisi kepada

peneliti selama empat tahun.

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i


LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv
MOTTO ................................................................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................................. vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............. vii
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .......................................................................................... x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6
1.5 Batasan Istilah ............................................................................................... 7
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 7
1.7 Sistematika Penulisan .................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 10
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ............................................................. 10
2.2 Landasan Teori ............................................................................................ 13
2.2.1 Sosiolinguistik....................................................................................... 13
2.2.2 Konteks ................................................................................................. 46
2.2.3 Pembelajaran Bahasa Indonesia ……………………………………... 56
2.3 Kerangka Berpikir ……………………………………………………..… 58
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 61
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.1 Jenis Penelitian ............................................................................................ 61


3.2 Data dan Sumber Data ................................................................................. 62
3.3 Instrumen Penelitian .................................................................................... 62
3.4 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 62
3.5 Teknik Analisis Data ................................................................................... 64
3.6 Teknik Penyajian Data ................................................................................ 65
3.7 Triangulasi Data .......................................................................................... 67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 68
4.1 Deskripsi Data ............................................................................................. 68
4.2 Analisis Data ............................................................................................... 73
4.2.1 Ragam Resmi ........................................................................................ 74
4.2.2 Ragam Santai ........................................................................................ 78
4.2.3 Ragam Akrab ........................................................................................ 88
4.3 Pembahasan ................................................................................................. 91
4.3.1 Jenis Ragam Tuturan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia Kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I Kalibawang .......................... 97
4.3.3 Perbedaan Karakteristik Ragam Resmi
dengan Ragam Tidak Resmi ........................................................................ 100
4.3.4 Implementasi Ragam Bahasa Indonesia
melalui Model Pembelajaran ...................................................................... 102
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 107
5.1 Simpulan .................................................................................................... 109
5.2 Saran .......................................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 111
LAMPIRAN ................................................................................................... ... 113

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Tabel 3.3 ……………………………………………………….. 57


Tabel 2: Tabel 4.1 ……………………………………………………….. 68

xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Triangulasi Data ………………………………………...……. 101


Lampiran 2: Surat Permohonan Izin Penelitian ……..……………………... 245
Lampiran 3: Daftar Hadir Siswa .…………………………………………... 246
Lampiran 3: Surat Keterangan Penelitian ………………………………….. 247
Lampiran 4: Surat Permohonan Triangulasi ….……………………….…… 248

xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

Bab I merupakan bab pendahuluan. Pendahuluan berisi pembahasan

mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitan, batasan istilah, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Keanekaragaman bahasa di Indonesia merupakan konsekuensi dari letak

geografis Indonesia. Indonesia memiliki wilayah perairan yang sangat luas dan

ribuan pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Kondisi ini

mengakibatkan bangsa Indonesia memiliki banyak suku dan setiap suku

mempunyai bahasa daerahnya masing-masing. Sejalan dengan Sumarsono (2017:

67) yang menyatakan bahwa bahasa dikatakan sebagai alat identitas etnik: bahasa

daerah adalah alat identitas suku. Sebagai contoh, bahasa daerah suku Betawi

adalah bahasa Betawi. Bahasa daerah suku Batak adalah bahasa Batak.

Bahasa dan masyarakat tidak dapat dipisahkan. Pemakaian bahasa sudah

menjadi bagian dari masyarakat. Masyarakat memerlukan bahasa untuk

berkomunikasi. Penggunaan bahasa oleh masyarakat sangat memungkinkan

munculnya penggunaan ragam bahasa. Sama halnya dengan bahasa Indonesia

yang memiliki bahasa baku sebagai ragam tinggi dan bahasa tidak baku sebagai

ragam rendah, masyarakat bahasa juga memiliki ukuran kebakuan untuk bahasa

daerahnya masing-masing. Sebagai contoh, masyarakat Jawa mengenal bahasa

Krama Inggil sebagai ragam tinggi dan bahasa Ngoko sebagai ragam rendah.
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Di luar faktor geografis, munculnya ragam bahasa juga disebabkan oleh

faktor sosial. Faktor sosial ini mencakup status sosial, usia, jenis kelamin,

pendidikan, nilai dan norma, serta pekerjaan. Hal ini sejalan dengan pandangan

Chaer dan Agustina (2004: 62) mengenai ragam bahasa. Pertama, ragam atau

variasi bahasa dilihat sebagai akibat adanya keberagaman sosial penutur bahasa

dan keberagaman fungsi bahasa. Kedua, ragam atau variasi bahasa sudah ada

untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang

beranekaragam. Sebagai contoh, seorang presiden menggunakan ragam bahasa

Indonesia baku saat membawakan pidato kenegaraan sementara ketika

mengunjungi masyarakat di daerah perkampungan, presiden menggunakan ragam

tidak baku untuk berinteraksi dengan warga.

Istilah ragam bahasa dikenal pula sebagai variasi bahasa. Sejalan dengan

Nababan (1986: 12) yang menyatakan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa,

baik variasi bentuk ataupun maknanya. Variasi bahasa adalah keanekaragaman

bahasa yang disebabkan oleh faktor tertentu (Soeparno, 2013: 49). Utorodewo

(2010: 3) menyatakan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa yang terjadi

karena pemakaian bahasa. Dengan demikian, disimpulkan bahwa istilah ragam

bahasa disebut juga sebagai variasi bahasa.

Penelitian ini menggunakan teori Martin Joos untuk menganalisis jenis

ragam. Martin Joos (dalam Alwasilah, 1990: 45) membedakan ragam bahasa

menjadi lima jenis yaitu, ragam beku (frozen style), ragam resmi (formal style),

ragam usaha (consultative style), ragam santai (casual style), dan ragam akrab

(intimate style). Sementara itu, untuk menganalisis karakteristik ragam, peneliti


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menggabungkan teori milik Martin Joos (dalam Alwasilah 1990), Utorodewo

(2010), Chaer & Agustina (2004), Pateda (1990), Supardi (1988), dan Nababan

(1984). Pendapat para ahli ini dikolaborasikan untuk menemukan teori yang

relevan dan memadai dalam proses analisis data.

Salah satu sarana untuk memperkenalkan ragam bahasa adalah melalui

pembelajaran Bahasa Indonesia. Pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki andil

besar dalam membekali peserta didik dengan keterampilan berbahasa. Melalui

pembelajaran Bahasa Indonesia, peserta didik memahami bagaimana berbahasa

Indonesia yang baik dan benar. Pembelajaran bahasa Indonesia sudah semestinya

menjadi perantara yang efektif untuk memperkenalkan ragam bahasa Indonesia

sesuai dengan kaidah-kaidah kebahasaan.

Masyarakat berpandangan bahwa kaum cendekia memiliki prestise yang

lebih tinggi dibandingkan dengan kalangan tidak terpelajar atau berpendidikan

rendah. Oleh karena itu, masyarakat menganggap bahwa kaum cendekia adalah

kalangan yang mampu menggunakan ragam baku secara fasih. Namun, pada

kenyataannya sekolah sebagai sarana untuk mengajarkan bahasa Indonesia yang

baik dan benar justru kurang konsisten dalam menerapkan penggunaan bahasa

baku sebagai ragam tinggi. Sebagai contoh konkret, penggunaan ragam bahasa

baku dalam kegiatan pembelajaran di kelas seringkali diabaikan bahkan pada saat

berlangsungnya pembelajaran bahasa Indonesia. Guru dan siswa terbiasa

menggunakan ragam tidak baku untuk berkomunikasi di kelas. Penggunaan ragam

baku dianggap sulit dan terlalu kaku. Guru dan siswa cenderung memilih ragam

tidak baku seperti ragam santai atau ragam akrab yang dirasa lebih efektif untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menyampaikan pesan. Sebagai contoh konkret, masalah ini ditemukan oleh

peneliti pada saat melakukan penelitian di kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I

Kalibawang. Data awal yang diperoleh peneliti menunjukkan bahwa penggunaan

ragam santai lebih dominan dibandingkan penggunaan ragam resmi.

Di luar kenyataan yang ditemukan peneliti di kelas VIII A SMP Pangudi

Luhur I Kalibawang, masih ada kemungkinan ditemukannya penggunaan ragam

bahasa Indonesia resmi secara konsisten dalam mata pelajaran lain. Baik di

sekolah yang sama maupun di sekolah yang lain. Penelitian ini penting untuk

memberikan gambaran terhadap pihak-pihak yang memerlukan deskripsi

mengenai jenis ragam dan karakteristik ragam dalam kegiatan pembelajaran di

sekolah. Melalui deskripsi terkait penggunaan ragam bahasa, pihak-pihak yang

terkait dengan kajian ragam bahasa dapat mengetahui fakta di lapangan mengenai

penggunaan ragam bahasa dalam proses pembelajaran di sekolah. Dengan

demikian, setiap pihak terkait dapat mengetahui kekurangan yang muncul dalam

hal kebahasaan secara khusus dalam penggunaan ragam bahasa di sekolah, serta

mencari upaya untuk memperbaikinya.

Penelitian ini mendeskripsikan jenis ragam dan karakteristik ragam yang

muncul pada saat berlangsungnya pembelajaran bahasa Indonesia di kelas VIII A

SMP Pangudi Luhur I Kalibawang, tahun pelajaran 2017/2018. Adapun data yang

diolah peneliti adalah data yang berupa tuturan guru dengan siswa, siswa dengan

guru, dan siswa dengan siswa. Oleh karena itu, peneliti merumuskan judul “Jenis

Ragam dan Karakteristik Ragam Tuturan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bahasa Indonesia Kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I Kalibawang Tahun Ajaran

2017/2018”.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang akan diteliti terkait penggunaan ragam bahasa Indonesia di

kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I Kalibawang. Secara rinci masalah tersebut

diuraikan sebagai berikut.

1. Apa sajakah jenis ragam bahasa Indonesia yang muncul pada kegiatan

awal, inti, dan akhir pembelajaran bahasa Indonesia di kelas VIII A SMP

Pangudi Luhur I Kalibawang?

2. Bagaimanakah karakteristik ragam bahasa Indonesia yang digunakan oleh

guru dan siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I Kalibawang?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan jenis ragam bahasa Indonesia yang muncul pada kegiatan

awal, inti, dan akhir pembelajaran bahasa Indonesia di kelas VIII A SMP

Pangudi Luhur I Kalibawang.

2. Mendeskripsikan karakteristik ragam bahasa Indonesia yang digunakan

oleh guru dan siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I Kalibawang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kajian linguistik Indonesia

pada umumnya dan sosiolinguistik khususnya. Selain itu, penelitian ini

diharapkan dapat bermanfaat untuk kepentingan pembelajaran bahasa Indonesia.

Manfaat penelitian ini secara teoritis dan praktis adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya

pengetahuan di bidang linguistik khususnya sosiolinguistik mengenai

ragam bahasa.

2. Manfaat Praktis

Bagi guru Bahasa Indonesia, khususnya guru di SMP Pangudi

Luhur I Kalibawang, penelitian ini diharapkan dapat membantu guru untuk

melihat permasalahan kebahasaan pada pengajaran bahasa Indonesia dan

dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan kemampuan

berbahasa pada siswa.

Bagi siswa, khususnya siswa Kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I

Kalibawang, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan siswa

mengenai ragam bahasa dan meningkatkan keterampilan siswa dalam

berbahasa Indonesia.

Bagi sekolah, khususnya SMP Pangudi Luhur I Kalibawang,

penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan oleh sekolah dalam

melaksanakan kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia khususnya dalam

hal penggunaan ragam bahasa Indonesia.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat dan gambaran bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian

sejenis yang relevan.

1.5 Batasan Istilah

Batasan istilah merupakan definisi istilah. Batasan istilah dimaksudkan

agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlampau luas dan melebar. Selain

itu, batasan istilah berfungsi untuk menghindari salah pengertian ataupun salah

tafsir istilah-istilah yang ada. Berikut ini batasan istilah tersebut.

1. Ragam Bahasa

Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang muncul karena adanya

perbedaan tingkat keresmian bahasa yang dipengaruhi oleh siapa orang yang

bertutur, situasi tutur, dan tujuan pembicaraan. Dalam hal ini ragam bahasa

merupakan kajian sosiolinguistik.

2. Karakteristik Ragam

Karakteristik ragam adalah sifat khas yang dimiliki oleh jenis ragam

tertentu yang membedakannya dengan jenis ragam lain.

3. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang mencakup kegiatan awal atau

pembukaan, kegiatan inti atau dan penutup (Mulyasa, 2014: 125).

4. Pembelajaran Bahasa Indonesia

Aktivitas belajar yang terdiri dari tahap awal, tahap inti, dan tahap penutup

yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru untuk mencapai empat

keterampilan berbahasa yaitu membaca, menyimak, berbicara, dan menulis.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji penggunaan ragam bahasa dalam

tuturan guru dan siswa yang terjadi pada saat berlangsungnya pembelajaran

Bahasa Indonesia di kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I Kalibawang.

1.7 Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I merupakan bab pendahuluan

yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, batasan istilah, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan.

Latar belakang berisi alasan peneliti melakukan penelitian dan permasalahan yang

ditemukan. Rumusan masalah mencakup uraian permasalahan yang berupa

kalimat tanya. Tujuan penelitian berisi tujuan dilakukannya penelitian yang

sejalan dengan rumusan masalah. Manfaat penelitian berisi manfaat atau dampak

dari hasil penelitian. Batasan istilah disertakan untuk membatasi istilah-istilah

yang ada agar tidak terlampau luas. Ruang lingkup penelitian berisi batasan-

batasan penelititan. Dalam sistematika penulisan, peneliti menguraikan alur

penulisan agar tercipta kesistematisan penulisan.

Bab II merupakan landasan teori, berisi penelitian terdahulu yang relevan

dan kajian teori. Penelitian yang relevan menunjukkan posisi tulisan sehingga

tidak dimungkinkan pengulangan karya ilmiah dan peneliti dapat membahas

masalah dengan tajam dan kritis. Kajian teori menunjukkan ketajaman dan

kedalaman alat analisis. Pisau analisis yang berupa dasar teori digunakan sebagai

alat pembedah data dalam penyusunan karya ilmiah.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bab III merupakan metodologi penelitian. Bab ini meliputi jenis

penelitian, data dan sumber data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data,

teknik analisis data, dan teknik penyajian data. Jenis penelitian ini merupakan

pengkategorian menurut data yang diperoleh. Data adalah bahan yang dijadikan

dasar kajian. Sumber data merupakan subjek dari mana data diperoleh. Instrumen

penelitian berisi alat pengumpulan data utama. Teknik pengumpulan data adalah

langkah-langkah untuk mendapatkan data. Teknik analisis data merupakan

langkah lanjutan setelah data dikumpulkan. Teknik penyajian data merupakan

bentuk penyajian data.

Bab IV merupakan bab yang berisi hasil penelitian dan pembahasan. Bab

ini merupakan inti dan jantung karya ilmiah. Pada bagian pembahasan, masalah

yang dirumuskan pada bagian latar belakang dan rumusan masalah dibahas dan

dibedah sesuai teori yang diacu.

Bab V merupakan penutup. Bab ini berisi simpulan dan saran bagi peneliti

selanjutnya. Simpulan berisi pokok-pokok dari hasil pembahasan dan berkaitan

dengan rumusan masalah. Saran merupakan imbauan kepada peneliti selanjutnya

jika ingin melakukan penelitian yang serupa.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab II berisi pembahasan mengenai (1) penelitian terdahulu yang relevan,

(2) landasan teori, dan (3) kerangka berpikir. Ketiga hal tersebut diuraikan ke

dalam subbab yang berkaitan dengan jenis ragam dan karakteristik ragam berikut

ini.

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian terdahulu yang relevan menampilkan penelitian-penelitian

serupa yang pernah dilakukan oleh peneliti lain. Selain itu, penelitian yang relevan

juga digunakan sebagai referensi untuk melengkapi teori-teori para ahli. Dalam

subbab ini juga diuraikan persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan

penelitian yang relevan.

Ada dua penelitian terdahulu yang relevan dan berkaitan dengan analisis

penggunaan ragam bahasa. Pertama, skripsi milik Y. B. Dion Rikayakto (2007)

yang berjudul Ragam Bahasa Indonesia Pemandu Wisata Studi Kasus di PT.

Surya Satjati Wisata Yogyakarta Periode Maret-Mei 2005. Kedua, skripsi milik

Dhany Nugrahani A. (2012) yang berjudul Variasi Bahasa Guru dalam Interaksi

Pembelajaran pada Siswa Tunagrahita di SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

Skripsi Y. B. Dion Rikayakto (2007) mendeskripsikan jenis ragam dan

karakteristik ragam bahasa Indonesia yang dipakai oleh seorang pemandu wisata.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif dan

penelitian kasus. Subjek penelitian ini adalah seorang pemandu wisata dalam

10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

negeri agen tour dan travel PT. Surya Satjati Wisata bernama Yakobus Didi

Setiawan, S.Pd., usia 26 tahun. Data penelitian ini adalah tuturan pemandu wisata.

Metode analisis data penelitian ini adalah metode analitik yang diawali dengan

mencari data kemudian mengidentifikasi dan menganalisis data. Hasil penelitian

Y. B. Dion Rikayakto (2007) menunjukkan ada lima jenis ragam bahasa Indonesia

yang digunakan oleh pemandu wisata. Kelima ragam yang dimaksud adalah

ragam bahasa Indonesia dengan campur kode dialek Jawa, ragam bahasa cendekia

dilihat dari statusnya, ragam bahasa yang menggunakan kata-kata dalam bidang

wisata, ragam bahasa yang menggunakan media kelisanan, dan ragam bahasa

yang menggunakan kata-kata nonstandar yang berindikasi pada pemakaian bahasa

santai. Ciri-ciri ragam yang digunakan oleh pemandu wisata PT. Surya Sadjati

terlihat pada penggunaan aspek afiksasi, semantik, campur kode, diksi, unsur

serapan, tujuan, topik, isi, bentuk, dan pengucapan. Implikasi dari hasil penelitian

ini dapat diterapkan bagi bidang sosiolinguistik, pembelajaran Bahasa Indonesia

di SMA, penelitian selanjutnya, dan perusahaan yang bergerak di bidang

pariwisata. Penelitian Y. B. Dion Rikayakto (2007) relevan dengan penelitian ini

karena sama-sama berpusat pada proses komunikasi secara khusus dalam hal

penggunaan ragam bahasa. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian Y.

B. Dion Rikayakto (2007) terlihat pada subjek penelitian. Subjek penelitian

Rikayakto adalah pemandu wisata sedangkan subjek penelitian ini adalah guru

dan siswa SMP.

Penelitian kedua dilakukan oleh Dhany Nugrahani A. (2012) dalam skripsi

yang berjudul Variasi Bahasa Guru dalam Interaksi Pembelajaran pada Siswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

Tunagrahita di SLB Negeri Pembina Yogyakarta. Jenis penelitian Nugrahani

adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian ini adalah wacana

percakapan, situasi percakapan, dan informasi latar percakapan. Subjek penelitian

ini adalah tuturan yang digunakan oleh guru-guru di SLB Negeri Pembina

Yogyakarta. Metode analisis data yang digunakan oleh Dhany Nugrahani A.

(2012) adalah metode agih (distribusional) dan metode padan. Metode agih

digunakan untuk menganalisis bentuk variasi atau ragam bahasa pada tuturan guru

dalam kegiatan belajar-mengajar. Metode padan digunakan untuk meneliti faktor-

faktor yang menyebabkan penggunaan variasi atau ragam bahasa oleh guru pada

proses belajar mengajar. Penelitian Dhany Nugrahani A. (2012) bertujuan untuk

mendeskripsikan bentuk-bentuk variasi bahasa, mendeskripsikan faktor-faktor

yang memengaruhi penggunaan bentuk-bentuk variasi bahasa, dan

mendeskripsikan fungsi bahasa yang digunakan oleh guru dalam interaksi

pembelajaran.

Hasil penelitian Dhany Nugrahani A. (2012) adalah: (1) bentuk ragam

bahasa yang digunakan guru dalam interaksi belajar mengajar adalah ragam resmi,

ragam usaha, ragam santai, dan ragam akrab. Dari keempat ragam tersebut, ragam

usaha merupakan ragam yang paling dominan karena merupakan ragam yang

operasional. Ragam santai menjadi pilihan kedua karena digunakan untuk

menciptakan suasana belajar yang komunikatif dan akrab; (2) faktor-faktor yang

memengaruhi penggunaan bentuk bahasa adalah situasi, topik pembicaraan, dan

maksud; (3) fungsi bahasa yang digunakan dalam interaksi pembelajaran pada

siswa tunagrahita adalah fungsi instrumental, representasional, interaksional,


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

personal, heuristik dan imajinatif. Fungsi bahasa yang paling sering digunakan

adalah fungsi instrumental yang selaras dengan metode komunikasi yang

cenderung bersifat tanya jawab.

Relevansi penelitian Dhany Nugrahani A. (2012) dengan penelitian ini

adalah sama-sama meneliti penggunaan ragam bahasa Indonesia dalam proses

pembelajaran. Sementara itu, perbedaan penelitian ini dengan penelitian

Nugrahani tampak dari subjek penelitian. Subjek penelitian ini adalah guru dan

siswa SMP sementara subjek penelitian Nugrahani adalah guru SLB tunagrahita.

2.2 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan beberapa teori sebagai kerangka berpikir

untuk menganalisis data-data yang telah terkumpul. Teori-teori yang akan

digunakan adalah: (1) sosiolinguistik, (2) konteks, dan (3) pembelajaran bahasa

Indonesia. Teori sosiolinguistik yang digunakan pada subbab 2.2.1 adalah konsep

dasar tentang bahasa dan ragam bahasa.

2.2.1 Sosiolinguistik

Menurut Sumarsono (2017: 1), sosiolinguistik adalah kajian tentang

bahasa yang dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan (dipelajari oleh ilmu-ilmu

sosial khususnya sosiologi). Sejalan dengan Wardhaugh (2010: 12) yang

menyatakan bahwa sosiolinguistik berkaitan dengan penyelidikan hubungan

antara bahasa dan masyarakat dengan tujuan memberi pemahaman yang lebih

baik tentang struktur bahasa dan bagaimana bahasa berfungsi dalam komunikasi.

Pernyataan kedua ahli tersebut menunjukkan bahwa bahasa dan masyarakat saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

berhubungan. Bahasa adalah bagian dari masyarakat dan masyarakat

membutuhkan bahasa untuk dapat berkomunikasi.

Pemakaian bahasa oleh masyarakat mencerminkan kondisi sosial

masyarakat. Fishman dalam Sumarsono (2017: 2) menjelaskan bahwa

sosiolinguistik menyoroti keseluruhan masalah yang berhubungan dengan

organisasi sosial perilaku bahasa, tidak hanya mencakup pemakaian bahasa saja,

melainkan juga sikap-sikap bahasa, perilaku terhadap bahasa dan pemakai bahasa.

Jadi, dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik beranjak dari permasalahan

kebahasaan yang muncul dalam suatu kelompok masyarakat dengan kondisi sosial

tertentu. Kondisi sosial ini berpengaruh pada pemakaian bahasa oleh masyarakat.

Nababan dalam Sumarsono (2017: 4) menyatakan bahwa sosiolinguistik

adalah kajian atau pembahasan bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu

sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian, penutur bahasa terikat dengan

nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tempat penutur bahasa tinggal.

Sumarsono (2017: 5) menyatakan bahwa nilai selalu terkait dengan apa yang baik

(apa yang boleh) dan apa yang tidak baik (tidak diizinkan), dan ini diwujudkan

dalam kaidah-kaidah yang sebagian besar tidak tertulis tetapi dipatuhi oleh warga

masyarakat. Berdasarkan uraian-uraian diatas, disimpulkan bahwa sosiolinguistik

adalah studi yang mengkaji hubungan antara bahasa dengan masyarakat.

Sosiolinguistik memiliki peran penting terhadap keberlangsungan

interaksi dalam masyarakat. Sosiolinguistik bukan hanya melihat bahasa dari segi

pemakaiannya saja, tetapi juga melihat hubungan antara bahasa dengan

masyarakat. Sosiolinguistik menaruh perhatian pada nilai dan norma yang berlaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

dalam suatu masyarakat tutur, siapa yang saling bertutur, dan pada situasi apa

ragam tertentu digunakan.

Sumarsono (2017: 17) menyebutkan bahwa salah satu konsep dasar di

dalam sosiolinguistik yang harus dipahami adalah gagasan tentang bahasa dan

ragam (variasi) bahasa. Penelitian ini menggunakan dua konsep dasar dalam

sosiolinguistik yaitu teori tentang bahasa dan teori ragam bahasa yang dijelaskan

pada subbab berikut ini.

2.2.1.1 Bahasa

Kridalaksana (1983) dalam buku Linguistik Umum karya Abdul Chaer

(2012: 32) mendefinisikan bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer dan

digunakan oleh para kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan

mengidentifikasikan diri. Dalam artian bahwa semua hal yang digunakan oleh

manusia itu merupakan suatu bahasa yang bertujuan untuk memberi pesan.

Pendapat tersebut didukung oleh Bloch dan Trager dalam Lubis (2011: 1) yang

menyatakan bahwa bahasa adalah sebuah sistem lambang-lambang vokal yang

bersifat arbitrer (language is a system of arbitrary vocalysymbol).

Saphir (1921) dalam Alwasilah (1990) mengungkapkan batasan bahasa

demikian, “A purely human and noninstinctive method of communicating ideas,

emotions, and desires, by means of a system of voluntarily produced symbol”. Inti

dari pernyataan tersebut yaitu, bahasa bersifat manusiawi, dipelajari, sistem,

arbitrer dan simbolik. Berikut ini penjelasan mengenai sifat-sifat tersebut.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

a) Manusiawi

Manusia memiliki sistem simbol untuk berkomunikasi, hewan memiliki

sistem bunyi untuk berkomunikasi, tetapi sistem itu bukanlah kata-kata. Dengan

demikian, binatang tidak memiliki bahasa. Manusia telah berbahasa sejak dini.

Sejarah, dan perkembangan bahasa inilah yang membedakan manusia dari

makhluk lain sehingga mampu berpikir dan berbahasa.

b) Dipelajari

Manusia ketika dilahirkan tidak memiliki kemampuan berbicara.

Manusia harus sedikit demi sedikit belajar berbahasa. Bahasa diperoleh untuk

kebutuhan berkomunikasi, mengaktualisasikan diri, dan berinteraksi dengan

lingkungan sekitar. Dalam pengertian ini bahasa yang dipergunakan oleh manusia

tidak dapat lepas dari peran serta orang lain dan bahasa tidak dengan sendirinya

muncul sehingga ditegaskan bahwa bahasa itu perlu dipelajari.

c) Sistem

Bahasa memiliki seperangkat aturan yang dikenal para penuturnya.

Perangkat inilah yang menentukan struktur bahasa atau sering disebut grammar.

Bagaimanapun primitifnya suatu masyarakat penutur bahasa, masyarakat itu

memiliki aturan-aturan kebahasaan yang harus ditaati. Pernyataan mengenai

aturan berbahasa menegaskan bahwa bahasa sebagai sistem yang memiliki

persoalan pemakaian dan kebiasaan (usage) bukan ditentukan oleh panitia atau

lembaga perumus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

d) Arbitrer

Manusia mempergunakan bunyi-bunyi tertentu dan disusun dalam cara

tertentu pula, keadaan semacam ini merupakan kebetulan saja. Orang

menggunakan satu kata untuk melambangkan satu benda. Contoh yang

mendukung dari pernyataan arbitrer adalah kata “candi” ditujukan untuk

bangunan peninggalan sejarah karena berdasarkan konvensi orang mengatakan

seperti itu.

e) Simbolik

Bahasa terdiri atas rentetan simbol arbitrer yang memiliki arti sehingga

simbol-simbol ini bisa dipergunakan untuk berkomunikasi sesama manusia,

karena manusia sama-sama memiliki perasaan, gagasan, dan keinginan.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, diketahui bahwa bahasa dan

masyarakat memiliki hubungan yang erat. Bahasa memiliki peran yang penting

bagi masyarakat untuk berkomunikasi. Tanpa bahasa, manusia kesulitan untuk

menyampaikan gagasan-gagasannya.

2.2.1.2 Ragam Bahasa

Nababan (1986: 12) menyatakan bahwa ragam bahasa adalah variasi

bahasa, baik variasi bentuk ataupun maknanya. Variasi bahasa adalah

keanekaragaman bahasa yang disebabkan oleh faktor tertentu (Soeparno, 2013:

49). Utorodewo (2010: 3) menyatakan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa

yang terjadi karena pemakaian bahasa. Dengan demikian, disimpulkan bahwa

variasi bahasa disebut juga ragam bahasa.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

Definisi ragam bahasa berindikasi pada faktor-faktor yang memengaruhi

munculnya berbagai ragam bahasa. Faktor-faktor yang mendukung munculnya

ragam bahasa antara lain faktor geografis, kedudukan sosial, situasi berbahasa,

waktu, gaya, kultural, dan individual. Ragam bahasa karena faktor geografis atau

regional disebut ragam geografis atau ragam regional. Wujud pemakaian

bahasanya disebut dialek. Dialek adalah suatu ragam bahasa yang memiliki

bentuk dengan penggunaan khas karena latar belakang penuturnya yang khas pula

(Poedjosoedarmo, 1983: 35 via Atmawati, 2003). Dari pendapat tersebut,

diketahui bahwa ada kekhasan yang membedakan dialek suatu kelompok dengan

kelompok lainnya. Kekhasan tersebut diperoleh dari kesamaan pengalaman suatu

kelompok tutur. Hal ini sejalan dengan (Poedjosoedarmo, 1983: 43-44 via

Atmawati, 2003) yang menyatakan bahwa dialek dapat terbentuk karena adanya

kebersamaan yang dialami oleh masyarakat penuturnya. Kebersamaan itu dapat

terjadi karena pengalaman di dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari,

penghayatan status sosial, kebersamaan di dalam aspirasi hidup, ideologi, dan

lain-lain.

Kridalaksana (1984: 38-39) memaparkan bahwa dialek terbagi menjadi

tiga, yaitu dialek regional, dialek sosial, dan dialek temporal. Dialek regional

adalah ragam bahasa yang dipakai oleh kelompok bahasawan di tempat tertentu.

Ciri dialek ini dibatasi oleh tempat, contoh yang mendukung dari ragam regional

yaitu dialek Solo, dialek Malang, dan lain-lain. Dialek sosial adalah ragam bahasa

yang dipakai oleh golongan atau kelompok sosial tertentu dari suatu kelompok

bahasawan. Dialek sosial tampak pada pemakaian bahasa Melayu oleh


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

bangsawan. Dialek temporal adalah ragam bahasa yang digunakan oleh

bahasawan yang hidup dalam masa tertentu. Fakta yang menunjukkan adanya

dialek temporal, yaitu adanya bahasa Jawa Kuno. Dari pendapat tersebut

disimpulkan bahwa dialek suatu kelompok berbeda dengan dialek kelompok lain.

Faktor kedudukan sosial dalam masyarakat turut memengaruhi tingkah

laku berbahasa. Hal ini terlihat pada penutur bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan lain-

lain. Perbedaan status sosial telah menyebabkan munculnya ragam bahasa. Wujud

pemakaian bahasanya disebut sosiolek (Atmawati, 2003: 6). Contoh dari pengaruh

faktor kedudukan sosial tampak pada masyarakat Jawa. Penggunaan bahasa Jawa

Krama Inggil sebagai ragam tinggi dan penggunaan bahasa Jawa Ngoko sebagai

ragam rendah. Di lingkungan kraton, golongan darah biru berbahasa Jawa Ngoko

ketika berkomunikasi dengan abdi dalem (bawahan) sementara abdi dalem

berbahasa Krama Inggil ketika berkomunikasi dengan raja atau atasannya.

Faktor situasi berbahasa dapat mendorong munculnya ragam lain yang

dinamakan fungsiolek karena hanya berfungsi dalam situasi tertentu. Ragam

fungsional digunakan dalam pokok pembicaraan khusus dengan cara tertentu dan

memiliki tujuan tertentu pula (Halliday, 1992: 62 via Atmawati, 2003).

Faktor berlalunya waktu telah menyebabkan munculnya ragam bahasa,

yang dikenal dengan ragam kronologis. Wujud pemakaian bahasanya disebut

kronolek. Perubahan maupun perbedaan karena faktor waktu dapat terjadi pada

ejaan, kata, kata serapan, maupun gaya berbahasa (Ohoiwutun, 1997: 49-60 via

Atmawati 2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

Faktor gaya (style) adalah pemanfaatan atas kekayaan bahasa seseorang

dalam bertutur atau menulis; pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-

efek tertentu (Kridalaksana, 1984: 57). Adapun variasi gaya merupakan ragam

bahasa seseorang baik secara terencana maupun tidak.

Menurut Holmes (2001: 223), “Language varies according to it’s uses

as well as it’s user, according to where it is used and to whom, as well as

according to who is using it”. Kutipan ini diartikan bahwa ragam bahasa berubah-

ubah menurut kegunaan dan penggunaannya, tempat di mana digunakan, siapa

mitra tuturnya serta siapa penutur yang menggunakan bahasa tersebut. Pendapat

ini didukung oleh Pateda (1990: 52) yang menyatakan bahwa dalam variasi

bahasa ada pola-pola bahasa yang sama; pola-pola bahasa itu dapat dianalisis

secara deskriptif; pola-pola yang dibatasi oleh makna tersebut dipergunakan oleh

penuturnya untuk berkomunikasi.

Berdasarkan uraian di atas, ada berbagai pendapat mengenai ragam

bahasa. Para ahli memiliki definisinya masing-masing mengenai ragam bahasa.

Definisi mengenai ragam bahasa berindikasi pada munculnya karakteristik ragam.

Berikut ini uraian mengenai jenis dan karakteristik ragam menurut para ahli.

Utorodewo (2010: 3) membagi ragam bahasa menjadi dua kelompok,

yaitu ragam bahasa berdasarkan media pengantarnya dan ragam bahasa

berdasarkan situasi pemakaiannya. Pemaparan kedua kelompok ragam bahasa

tersebut sebagai berikut.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

a. Ragam Bahasa Berdasarkan Media Pengantarnya

Penggunaan bahasa berdasarkan media pengantarnya atau sarananya

terbagi menjadi ragam lisan dan ragam tulis. Ragam lisan adalah bahasa yang

diujarkan oleh pemakai bahasa.

Ragam tulis adalah bahasa yang tertulis dan tercetak. Ragam lisan dan

tulis dapat ditemukan dalam bentuk formal dan nonformal. Ada pula ragam tulis

dan lisan yang semiformal. Artinya, tidak terlalu formal, namun tidak pula terlalu

nonformal.

b. Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi Pemakaiannya

Ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya dikelompokkan

menjadi ragam formal, ragam nonformal, dan ragam semiformal. Bahasa ragam

formal memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi,

kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam formal tetap luwes sehingga

memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan

perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan modern

(Alwi, dkk., 1998: 14 via Utorodewo, 2010). Pateda (1990, 52-76) membedakan

jenis ragam bahasa berdasarkan tempat, waktu, pemakai, situasi, dialek yang

dihubungkan dengan sapaan, status, dan pemakaian (ragam) yang dijelaskan

sebagai berikut.

Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas, diketahui bahwa dasar

pembedaan ragam formal, nonformal, dan semiformal adalah situasi pemakaian.

Sejalan dengan penelitian ini yang menganalisis jenis dan karakteristik ragam

berdasarkan situasi pemakaian.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

a. Ragam Bahasa Dilihat dari Segi Tempat

Menurut Pateda (1990, 52-70), tempat dapat mengakibatkan variasi

bahasa. Variasi ini menghasilkan apa yang disebut dialek. Dialek adalah

seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda, yang memiliki ciri-ciri

umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk

ujaran dari bahasa lain yang sama dan dialek tidak harus mengambil semua

bentuk ujaran dari sebuah bahasa. Di Indonesia misalnya, dikenal bahasa

Indonesia dialek Jakarta, dialek Manado, dialek Ambon, dialek Banjarmasin,

sedangkan bahasa Gorontalo mengenal dialek Tilamuta dan dialek Suwawa.

Bagaimana melukiskan hubungan-hubungan dalam dialek disebut

geografis dialek. Dalam hubungan ini dikenal dua bentuk, yaitu lento dan alegro.

Bentuk lento adalah bentuk bahasa yang utuh, biasanya dipakai dalam bahasa tulis

atau bahasa yang digunakan dalam situasi resmi. Bentuk alegro merupakan

kependekan misalnya, dulu kependekan dari dahulu. Tak kependekan dari tidak.

Tapi kependekan dari tetapi.

Di samping tempat, bahasa daerah juga memengaruhi variasi bahasa.

Bahasa daerah adalah bahasa yang dipakai oleh penutur bahasa yang tinggal di

daerah tertentu, misalnya bahasa Jawa, bahasa Gorontalo, Kaili. Bahasa daerah

sering dihubungkan dengan suku bangsa (ethnic group). Berikutnya adalah

kolokial. Kolokial turut mempengaruhi munculnya variasi bahasa. Kolokial

(colloquial) adalah bahasa yang dipakai sehari-hari, bahasa percakapan, dan

kadang-kadang disebut bahasa pasar. Terakhir adalah vernakular. Vernakular

adalah bahasa lisan yang berlaku sekarang pada daerah atau wilayah tertentu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

b. Ragam Bahasa Dilihat dari Segi Waktu

Variasi bahasa secara diakronik disebut dialek temporal. Dialek

temporal adalah dialek yang berlaku pada kurun waktu tertentu. Misalnya, bahasa

Melayu zaman Sriwijaya berbeda dengan bahasa Melayu sebelum tahun 1922.

Perbedaan waktu menyebabkan perbedaan makna untuk kata-kata

tertentu. Misalnya, kata juara dahulu bermakna „kepala penyabung ayam‟,

sekarang bermakna „orang yang memperoleh kemenangan dalam perlombaan atau

pertandingan‟. Hal ini terjadi karena bahasa mengikuti garis perkembangan

masyarakat pemakai bahasa. Makna, bunyi (lafal), bahkan bentuk kata dapat

berubah karena bahasa bersifat dinamis, tidak statis.

c. Ragam Bahasa Dilihat dari Segi Pemakai

Istilah pemakai yang dimaksud ialah orang atau penutur bahasa yang

bersangkutan. Variasi bahasa dilihat dari segi pemakai bahasa dapat dirinci

menjadi glosalia, idiolek, jenis kelamin, monolingual, rol, status sosial, dan umur.

Glosalia adalah ujaran yang dituturkan ketika orang kesurupan. Idiolek

adalah cara pembicara (penutur) mengujarkan tuturan, baik yang berhubungan

dengan aksen, intonasi, dan sebagainya. Jenis kelamin turut menimbulkan variasi

bahasa. Suasana pembicaraan, topik pembicaraan, dan pemilihan kata antara laki-

laki dengan perempuan tidaklah sama. Monolingual adalah penutur bahasa yang

hanya mempergunakan satu bahasa saja. Rol adalah peranan yang dimainkan

seorang pembicara dalam interaksi sosial. Berikutnya adalah status sosial. Status

sosial pemakai bahasa yaitu kedudukannya yang dihubungkan dengan tingkat


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

pendidikan dan jenis pekerjaan. Terakhir adalah faktor umur. Faktor umur

mempengaruhi bahasa yang digunakan seseorang.

d. Ragam Bahasa Dilihat dari Segi Pemakaiannya

Menurut pemakaiannya, ragam bahasa dibagi menjadi diglosia, kreol,

lisan, nonstandard, pijin, register, repertories, reputations, standar, tulis, bahasa

tutur sapa, dan jargon. Diglosia adalah penggunaan dua atau lebih bahasa

maupun ragam bahasa dalam situasi yang berbeda. Kreol merupakan akibat

kontak pemakaian bahasa. Bahasa lisan merupakan yang paling penting dalam

kehidupan berbahasa sehari-hari. Pijin merupakan bahasa yang timbul akibat

kontak bahasa yang berbeda. Register merupakan pemakaian bahasa yang

digunakan dalam pekerjaan. Repertories merupakan peralihan bahasa yang

dipakai karena pertimbangan terhadap mitra tutur. Reputations merupakan

pemilihan bahasa karena faktor penilaian terhadap suatu bahasa. Bahasa standar

merupakan bahasa resmi. Bahasa tulis merupakan bahasa yang tertulis dalam

sebuah media tulis. Bahasa tutur sapa merupakan ungkapan yang dipakai dalam

sistem kata sapaan, dan merupakan jenis slang tetapi sengaja dibuat untuk

merahasiakan sesuatu kepada kelompok lain, sementara jargon merupakan

pemakaian bahasa dalam setiap bidang kehidupan.

e. Ragam Bahasa Dilihat dari Segi Situasi

Dilihat dari segi situasinya, ragam bahasa dibedakan menjadi dua, yaitu

bahasa dalam situasi resmi dan bahasa yang tidak dipakai dalam situasi resmi.

Berikut ini penjelasan kedua jenis ragam tersebut.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

1) Bahasa dalam Situasi Resmi

Bahasa resmi adalah bahasa yang secara yuridis diakui sebagai bahasa

resmi dalam suatu negara. Bahasa resmi sesuai dengan keresmiannya mempunyai

fungsi sebagai bahasa resmi negara, bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga

pendidikan, sebagai bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk

kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan dan

sebagai bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu

pengetahuan serta teknologi modern (hasil perumusan Seminar Politik Bahasa

Nasional, 1975 via Pateda, 1990: 75-76).

Bahasa dalam situasi resmi juga memiliki bentuk lain, yaitu ragam beku

(frozen). Disebut ragam beku karena ungkapan dan istilah yang dipakai

sedemikian tetap dan tidak memungkinkan adanya perubahan satu kata pun.

Bahkan, tekanan pelafalannya pun tidak boleh berubah sama sekali. Hal ini

terlihat dalam ungkapan yang dipakai oleh hakim, jaksa, dan pembela di dalam

suatu sidang panggilan (Suhardi, 20013: 64).

2) Bahasa dalam Situasi Tidak Resmi

Bahasa dalam situasi tidak resmi biasanya menggunakan bahasa tidak

standar. Bahasa dalam situasi tidak resmi biasanya ditandai oleh keintiman. Pada

situasi tidak resmi berlaku “asal orang yang diajak bicara mengerti”. Bahasa

yang dipakai pada situasi tidak resmi tampak pada bahasa yang dipakai orang

berjualan di terminal, situasi keluarga, dan lain-lain (Pateda, 1990: 70-71).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

f. Ragam Bahasa Dilihat dari Segi Statusnya

Dilihat dari segi statusnya bahasa dibagi menjadi lima. Kelima

pembagian itu adalah bahasa ibu, bahasa negara, bahasa nasional, bahasa

pengantar, dan bahasa resmi.

Chaer dan Agustina (2004: 62-73) membagi ragam bahasa dari segi

penutur, pemakaian, keformalan, dan sarana. Berikut penjelasan mengenai ragam

bahasa menurut Chaer dan Agustina.

a. Ragam Bahasa dari Segi Penutur

Ragam bahasa dari segi penutur antara lain adalah idiolek. Idiolek

merupakan variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Ragam idiolek berkenaan

dengan warna suara, pilihan kata, gaya bahasa, serta susunan kalimat. Ragam

kedua adalah dialek. Dialek adalah ragam bahasa dari sekelompok penutur dan

jumlahnya relatif berbeda pada setiap tempat, wilayah, atau area tertentu. Ragam

ketiga adalah kronolek atau dialek temporal, yaitu ragam bahasa yang digunakan

oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Ragam keempat sosiolek atau dialek

sosial, yakni bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial

para penuturnya.

b. Ragam Bahasa dari Segi Pemakaian

Ragam bahasa berkenaan dengan pemakaiannya, penggunaannya, atau

fungsinya disebut fungsiolek, ragam, atau register. Ragam ini biasanya

dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, tingkat keformalan, dan saran

penggunaan. Ragam bahasa sastra biasanya menekankan penggunaan bahasa dari

segi estetis, sehingga dipilihlah dan digunakanlah kosakata yang estetis, memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

eufoni, serta daya ungkap yang paling tepat. Ragam bahasa jurnalistik memiliki

ciri tertentu, yaitu bersifat sederhana, komunikatif, dan ringkas. Sederhana karena

harus bisa dipahami dengan mudah; komunikatif karena jurnalistik harus

menyampaikan berita secara tepat dan ringkas oleh karena keterbatasan ruang

(dalam media cetak) dan keterbatasan waktu (dalam media elektronika). Ragam

bahasa militer dikenal dengan cirinya yang ringkas dan tegas, sesuai dengan

kehidupan militer yang disiplin dan penuh instruksi. Ragam bahasa ilmiah juga

dikenal dengan cirinya yang tegas, jelas, dan bebas dari keambiguan, serta segala

macam metafora dan idiom. Bebas dari segala keambiguan karena bahasa ilmiah

harus memberikan informasi keilmuan secara jelas, tanpa keraguan makna, dan

terbebas dari kemungkinan tafsiran makna yang berbeda.

c. Ragam dari Segi Keformalan

Chaer dan Agustina (2004: 62-73) melihat jenis ragam dari segi

keformalan sejalan dengan pendapat Martin Joos (dalam Alwasilah, 1990: 45).

Uraian mengenai jenis ragam dan karakteristik ragam ini akan dipaparkan pada

poin berikutnya.

d. Ragam dari Segi Sarana

Dari segi sarana terdapat ragam lisan dan ragam tulis. Bahasa tulis lebih

menaruh perhatian pada susunan kalimat agar dapat dipahami dengan baik.

Martin Joos (dalam Alwasilah, 1990: 45) membagi variasi bahasa

berdasarkan tingkat keformalan, yaitu ragam beku, ragam resmi, ragam usaha,

ragam santai, dan ragam akrab.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

a. Ragam Beku (Frozen Style)

Ragam beku/frozen style adalah variasi bahasa yang paling formal,

pembentukannya tidak pernah berubah dari masa ke masa oleh siapapun

penuturnya. Contohnya, bahasa dalam pewayangan/suluk, doa, mantra, dan klise

dalam bahasa Melayu.

Ciri-ciri ragam beku yakni, (1) gaya yang digunakan dalam prosa tertulis

dan gaya orang yang tidak kita kenal, (2) tidak ada variasi pendengar yang

membuatnya mengubah gaya ujaran, (3) kaidah polanya sudah ditetapkan secara

mantap dan tidak boleh diubah, (4) susunan kalimat dalam ragam beku biasanya

panjang, biasanya kaku, kata-katanya bersifat lengkap, (5) penutur dan pendengar

ragam beku dituntut keseriusan dan perhatian penuh.

Sejalan dengan teori Joos tentang ragam beku, Chaer dan Agustina

(2004: 70) memaparkan ciri-ciri ragam beku yakni, (1) struktur gramatikalnya

tidak berubah, (2) bentuk kalimatnya bersifat lebih kaku, kata-katanya lengkap,

dan struktur kalimatnya panjang, (3) kosakata yang biasa digunakan untuk

mengawali sebuah kalimat ataupun paragraf antara lain: bahwa, hatta,

sesungguhnya, dan lain sebagainya, dan (4) menuntut sikap yang serius dari

penutur dan pendengarnya.

Nababan (1986: 23) mencontohkan penggunaan ragam beku seperti pada

alinea 1 pembukaan UUD 1945 berikut:

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh

sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai

dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

b. Ragam Resmi (Formal Style)

Martin Joos (dalam Alwasilah, 1990: 45) mengartikan ragam resmi

(formal style) adalah ragam tutur yang digunakan dalam suasana tutur yang resmi.

Contohnya penggunaan ragam resmi dalam buku pelajaran dan surat-menyurat

resmi. Ciri-ciri ragam resmi adalah (1) topik pembicaraan bersifat resmi dan

serius, (2) antarorang yang berbicara saling menghormati, (3) bentuk kebahasaan

yang digunakan mentaati kaidah, (4) struktur fungtor lengkap, dan (5) tingkat

tutur sesuai dengan strata orang yang diajak bicara. Dari pendapat Joos tersebut,

diketahui bahwa bentuk kebahasaan sangat diperhatikan dalam ragam resmi

mengingat resminya topik pembicaraan.

Ragam resmi pada dasarnya sama dengan ragam baku atau standar yang

hanya digunakan dalam situasi resmi, dan tidak dalam situasi yang tidak resmi

(Chaer dan Agustina, 2004: 70). Supardi (1988: 38-39) juga memaparkan ciri-ciri

ragam resmi yang membedakan dengan ragam lainnya sebagai berikut: (1) kata

atau istilah yang dipakai bersifat baku atau sudah dibakukan misalnya, lelah dan

hanya, bukan capai dan cuman; (2) pemakaian afiks secara eksplisit dan konsisten

misalnya, mencari, berjalan-jalan, dikatakan, bukan nyari, jalan-jalan, dikata; (3)

pemakaian kata tugas secara eksplisit dan konsisten misalnya, beberapa hari yang

lalu, sayang kepada anak, berjumpa dengan temannya, bukan beberapa hari lalu,

sayang anak, berjumpa temannya; (4) lafal yang dipakai bersifat baku, artinya

bukan lafal bahasa daerah atau yang tidak dibakukan misalnya, melaksanakan dan

mengembangkan, bukan melaksanaken, dan mengembangken; (5) pemakaian

fungsi-fungsi gramatikal secara eksplisit dan konsisten misalnya, “Mereka


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

mencatat keterangan dari kepala sekolah.” bukan “Mereka mencatat keterangan

daripada kepala sekolah.”; (6) memakai bentuk lengkap dan tidak disingkat baik

pada tataran kalimat maupun kata misalnya, “Akan pergi kemanakah, Ibu? Dia

tidak perlu diajak.”, bukan “Kemana? Dia ndak usah diajak saja.”; (7) memakai

kata ganti resmi misalnya, “Saya dan Anda sudah setuju, tetapi dia belum

setuju.”, bukan “Sini dan situ setuju, tetapi sana belum setuju”.

Nurgiyantoro (dalam Astuti 2000: 25) membedakan baku atau tidaknya

bahasa dengan ciri-ciri khusus yang dijadikan acuan. Adapun ciri-ciri tersebut

yaitu, (1) menunjukkan adanya kelengkapan fungtor-fungtornya, khususnya

fungtor subjek dan predikat, (2) terhindar dari pengaruh struktur bahasa lain

(daerah dan asing), (3) penggunaan pola aspek modal+pelaku+kata kerja pangkal

pada bentuk pasif berlaku, (4) penggunaan afiksasi pada unsur bentukan kata

(morfologis) secara tepat, eksplisit dan konsisten bila diperlukan, (5)

penghindaran kata-kata tidak baku seperti gimana, gini, gitu, ndak, nggak, bikin,

dan lain-lain, dan (6) penghindaran penggunaan kata-kata dari bahasa daerah yang

jelas-jelas tidak ada kata Indonesianya. Adapun ciri-ciri bahasa tidak baku adalah:

(1) penggunaan unsur-unsur daerah atau dialek yang belum berterima; (2)

penggunaan afiks yang tidak eksplisit dan konsisten; (3) penggunaan kata tugas

yang tidak eksplisit dan konsisten; (4) penggunaan pola frasa verbal aspek

+pelaku+kata kerja yang tidak konsisten; (5) penggunaan fungsi-fungsi gramatikal

yang tidak eksplisit dan konsisten; serta (6) penggunaan bentuk yang tidak

lengkap atau disingkat baik pada tataran kata maupun kalimat.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

c. Ragam Usaha (Consultative Style)

Ragam Usaha/Consultative Style adalah variasi bahasa yang digunakan

dalam pembicaraan di sekolah, rapat-rapat, atau pembicaraan yang berorientasi

pada hasil atau produksi. Ciri-ciri ragam usaha adalah (1) tidak perlu ada

perencanaan yang ekstensif tentang apa yang diungkapkan, dan sebenarnya

memang tidak mungkin direncanakan, (2) pembicara sering membuat kesalahan

dalam pembicaraannya, pengulangan kata yang tidak perlu, salah pemilihan

kosakata, atau terlalu banyak menggunakan istilah atau kata tertentu.

Chaer dan Agustina (2004: 71) menyatakan bahwa wujud ragam usaha

berada di antara ragam formal dan ragam informal atau santai. Adapun ciri-ciri

ragam usaha menurut Chaer dan Agustina antara lain: (1) dipergunakan dalam

situasi setengah resmi; (2) dipergunakan untuk mengkonsultasikan suatu masalah;

(3) unsur dialek kedaerahan sudah tidak tampak, namun unsur idiolek kadang-

kadang masih muncul; (4) kadang-kadang tidak menggunakan struktur morfologi

dan sintaksis yang normatif.

Nababan (1986: 12) menambahkan ciri-ciri lain ragam usaha yaitu: (1)

kalimat dan kata hanya berbentuk sekadar cukup supaya jelas dimengerti orang;

(2) bentuk-bentuk pendek tetapi tidak ada unsur-unsur penting yang dihilangkan.

d. Ragam Santai (Casual Style)

Ragam santai adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak

resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib, pembicaraan

di warung kopi, di tempat-tempat rekreasi, di pinggir jalan, dan pembicaraan

santai lainnya. Ciri-ciri ragam santai adalah (1) digunakan dalam pembicaraan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

santai, akrab antara penutur dan mitra tutur, (2) bentuk kebahasaan relatif bebas

jika dibanding ragam resmi, (3) struktur kalimat sering menyelipkan fungtor

kalimat, kata-kata, dan suku kata, (4) sering menggunakan kata-kata yang

dipenggal sebagian silabelnya, (5) sering terjadi pengulangan-pengulangan, (6)

sopan santun tidak berlaku secara ketat, (7) sering digunakan interjeksi, (8)

penggunaan tingkat tutur kadangkala terabaikan dari status hubungan penutur dan

mitra tutur, (9) sering beralih kode, dan (10) topik pembicaraan tidak terarah

secara mantap atau urutan tidak runtut.

Chaer dan Agustina (2004: 71) menambahkan ciri-ciri ragam santai

sebagai berikut: (1) digunakan dalam situasi tidak resmi; (2) banyak

menggunakan bentuk alegro, yaitu bentuk kata frasa, kalimat atau ujaran yang

dipendekkan; (3) kosakatanya banyak dipenuhi unsur leksikal dialek dan unsur

bahasa daerah; (4) seringkali tidak menggunakan struktur morfologi dan sintaksis

yang normatif. Karakteristik ragam santai menurut Chaer dan Agustina ini tidak

jauh berbeda dengan karakteristik ragam santai menurut Joos.

e. Ragam Akrab (Intimate Style)

Ragam akrab adalah variasi bahasa yang digunakan penutur yang

hubungannya sudah amat akrab, seperti seorang ibu dengan anak kecilnya dan

antarteman yang sudah karib. Ciri-ciri ragam akrab adalah (1) ragam ujaran tidak

pernah mengambil bahasa itu sendiri sebagai topik ujaran, (2) membicarakan

grammar (misalnya), otomatis akan memporak-porandakan ujaran gaya intim ini,

(3) ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan

dengan artikulasi yang sering tidak jelas, (4) pemakaian bentuk alegronya sudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

keterlaluan sehingga tidak mungkin dimengerti oleh orang lain tanpa mengetahui

situasinya. Chaer dan Agustina (2004: 71) menambahkan ciri-ciri yang menandai

ragam akrab sebagai berikut: (1) biasa digunakan oleh penutur sudah akrab; (2)

ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan

dengan artikulasi yang sering kali tidak jelas. Hal ini terjadi karena di antara

partisipan sudah ada saling pengertian dan memiliki pengetahuan yang sama; (3)

tanpa mengetahui situasi dan latar belakang pembicaraan, orang lain yang

mendengar tidak akan mengerti maksudnya. Hal ini disebabkan dalam tingkat ini

banyak digunakan bentuk dan istilah-istilah yang khas.

Ditambahkan dari Utorodewo (2010: 4) bahwa ada lima ciri yang dapat

dengan mudah digunakan untuk membedakan ragam formal dari ragam

nonformal. Berikut ini uraian kelima ciri tersebut.

1). Penggunaan Kata Sapaan dan Kata Ganti

Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam

formal dan ragam nonformal yang sangat menonjol. Kepada orang yang dihormati

seseorang cenderung menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara,

Anda, atau menyertakan penyebutan jabatan, gelar, atau pangkat.

Sementara itu, untuk menyapa teman atau rekan sejawat, cukup

menyebut nama atau menggunakan bahasa daerah. Sama halnya dengan

penggunaan kata saya dalam ragam formal, aku dalam ragam semiformal, dan gue

atau ogut dalam nonformal.

2). Penggunaan Kata Tertentu


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai

perbedaan ragam formal dan nonformal. Dalam ragam nonformal akan sering

muncul kata nggak, bakal, gede, udahan, kegedean, cewek, bokap, ortu.

Di samping itu, dalam ragam nonformal sering muncul bentuk penekan,

seperti sih, kok, deh, lho. Dalam ragam formal, bentuk-bentuk itu tidak akan

digunakan.

3). Penggunaan Imbuhan

Ciri ketiga adalah penggunaan imbuhan. Dalam ragam formal, imbuhan

harus digunakan jelas dan teliti. Hanya pada kalimat perintah imbuhan dapat

dihilangkan dalam kata kerjanya (verba).

Dalam ragam nonformal, imbuhan seringkali ditanggalkan. Misalnya,

pake untuk memakai, nurunin untuk menurunkan.

4). Penggunaan Kata Sambung (Konjungsi) dan Kata Depan (Preposisi)

Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi)

merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonformal, seringkali kata sambung

dan kata depan dihilangkan.

Kadangkala, kenyataan itu mengganggu kejelasan kalimat. Dalam laras

jurnalistik kedua kelompok tersebut sering dihilangkan. Hal itu menunjukkan

bahwa laras jurnalistik termasuk ragam semiformal.

5). Kelengkapan Fungsi

Kelengkapan berkaitan dengan adanya bagian dalam kalimat yang

dihilangkan karea situasi sudah dianggap cukup mendukung pengertian. Dalam


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

kalimat-kalimat yang nonformal, predikat kalimat sering dihilangkan. Seringkali

pelepasan fungsi terjadi saat menjawab pertanyaan orang lain.

Sejalan dengan Joos, Nababan (1986: 22-23) membagi ragam bahasa

menjadi lima jenis sebagai berikut.

a. Ragam Beku (Frozen Style)

Merupakan ragam bahasa yang paling resmi yang dipergunakan dalam

situasi-situasi yang khidmat dan upacara-upacara resmi. Dalam bentuk tertulis

ragam beku ini terdapat dalam dokumen-dokumen bersejarah seperti undang-

undang dasar dan dokumen-dokumen penting lainnya.

b. Ragam Resmi (Formal Style)

Merupakan ragam bahasa yang dipakai dalam pidato-pidato resmi, rapat

dinas, atau rapat resmi pimpinan suatu badan.

c. Ragam Usaha (Consultative Style)

Adalah ragam bahasa yang sesuai dengan pembicaraan-pembicaraan

biasa di sekolah, perusahaan, dan rapat-rapat usaha yang berorientasi kepada hasil

atau produksi; dengan kata lain, ragam ini berada pada tingkat yang paling

operasional.

d. Ragam Santai (Casual Style)

Adalah ragam bahasa santai antarteman dalam berbincang-bincang,

rekreasi, berolah raga, dan sebagainya.

e. Ragam Akrab (Intimate Style)

Adalah ragam bahasa antaranggota yang akrab dalam keluarga atau

teman-teman yang tidak perlu berbahasa secara lengkap dengan artikulasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

terang, tetapi cukup dengan ucapan-ucapan yang pendek. Hal ini disebabkan oleh

adanya saling pengertian dan pengetahuan satu sama lain. Dalam tingkat inilah

banyak dipergunakan bentuk-bentuk dan istilah-istilah (kata-kata) khas bagi suatu

keluarga atau sekelompok teman akrab.

Setiap ahli memiliki pendapatnya masing-masing mengenai jenis dan

karakteristik ragam bahasa. Utorodewo membagi ragam bahasa menjadi tiga jenis,

yaitu ragam formal, nonformal, dan semiformal, sementara Pateda membagi

ragam bahasa menjadi dua jenis, yaitu ragam resmi dan tidak resmi. Martin Joos

(1967) dalam Alwasilah (1990) membagi ragam bahasa menjadi lima jenis, yaitu

ragam beku (frozen), ragam resmi (formal), ragam usaha (consultative), ragam

santai (casual), dan ragam akrab (intimate). Tiga dari kelima ragam tersebut, yaitu

ragam usaha, ragam santai, dan ragam akrab diklasifikasikan ke dalam ragam

bahasa tidak resmi dan dua diantaranya merupakan situasi resmi, yaitu ragam

beku dan ragam resmi.

Menurut Martin Joos (dalam Alwasilah, 1990), ragam resmi disebut juga

sebagai ragam formal. Sementara itu, ragam resmi disebut juga ragam baku

sejalan dengan Chaer dan Agustina (2004: 70) yang menyatakan bahwa ragam

resmi pada dasarnya sama dengan ragam baku atau standar yang hanya digunakan

dalam situasi resmi, dan tidak dalam situasi yang tidak resmi. Dapat disimpulkan

bahwa ragam resmi disebut juga ragam baku atau ragam resmi.

Di luar pendapat ketiga ahli di atas, Chaer dan Agustina (2004) serta

Nababan (1984) mendukung pendapat Joos mengenai jenis ragam. Keduanya

setuju bahwa ragam bahasa dibagi menjadi lima jenis yaitu, ragam beku (frozen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

style), ragam resmi (formal style), ragam usaha (consultative style), ragam santai

(casual style), dan ragam akrab (intimate style). Penelitian ini menggunakan teori

jenis ragam menurut Martin Joos (dalam Alwasilah, 1990: 45). Teori ini dipilih

oleh peneliti karena teori ini membedakan jenis-jenis ragam secara spesifik

dibandingkan teori lainnya. Sementara itu, untuk menganalisis karakteristik

ragam, peneliti menggabungkan pendapat para ahli yang relevan. Berikut ini

karakteristik ragam bahasa yang ditemukan oleh peneliti setelah menggabungkan

teori para ahli mengenai karakteristik ragam.

a. Ragam Beku (Frozen Style)

Ragam beku merupakan bentuk lain dari ragam bahasa. Suhardi, (2013:

64), bahasa dalam situasi resmi juga memiliki bentuk lain, yaitu ragam beku

(frozen). Disebut ragam beku karena ungkapan dan istilah yang dipakai

sedemikian tetap dan tidak memungkinkan adanya perubahan satu kata pun.

Bahkan, tekanan pelafalannya pun tidak boleh berubah sama sekali. Hal ini

terlihat dalam ungkapan yang dipakai oleh hakim, jaksa, dan pembela di dalam

suatu sidang panggilan.

Utorodewo (2010: 3) menyatakan bahwa karakteristik ragam beku

antara lain, (1) gaya yang digunakan dalam prosa tertulis dan gaya orang yang

tidak kita kenal; (2) tidak ada variasi pendengar yang membuatnya mengubah

gaya ujaran; (3) kaidah polanya sudah ditetapkan secara mantap dan tidak boleh

diubah; (4) susunan kalimat dalam ragam beku biasanya panjang, biasanya kaku,

kata-katanya bersifat lengkap; (5) penutur dan pendengar ragam beku dituntut

keseriusan dan perhatian penuh; dan (6) penggunaan kata sambung (konjungsi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

dan kata depan (preposisi). Dari karakteristik tersebut, ragam beku adalah ragam

yang sama sekali tidak dapat diubah dari segi manapun karena memiliki sifat

kemutlakan. Sebagai contoh, ragam beku dapat ditemukan dalam UUD 1945,

Pancasila, dan doa-doa yang bentuk kebahasaannya tidak akan mengalami

perubahan sampai kapanpun.

Chaer dan Agustina (2004: 70) berpendapat bahwa karakteristik ragam

beku yakni, (1) struktur gramatikalnya tidak berubah; (2) bentuk kalimatnya

bersifat lebih kaku, kata-katanya lengkap, dan struktur kalimatnya panjang, (3)

kosakata yang biasa digunakan untuk mengawali sebuah kalimat ataupun paragraf

antara lain: bahwa, hatta, sesungguhnya, dan lain sebagainya, dan (4) menuntut

sikap yang serius dari penutur dan pendengarnya. Pendapat Utorodewo (2010) dan

Chaer (2004) ini, menunjukkan relevansi. Kedua pendapat tersebut mempunyai

kemiripan. Secara garis besar, kedua ahli mendeskripsikan sifat ragam beku yang

kaku. Peneliti menggabungkan pendapat kedua ahli dengan melihat kesamaan,

kemiripan, serta perbedaan keduanya untuk menemukan teori yang memadai dan

relevan dalam proses analisis data. Karakteristik ragam beku yang ditemukan

peneliti setelah menggabungkan pendapat-pendapat para ahli yakni, (1) gaya yang

digunakan dalam prosa tertulis dan gaya orang yang tidak kita kenal, (2) struktur

gramatikalnya tidak berubah, (3) kaidah polanya sudah ditetapkan secara mantap

dan tidak boleh diubah, (4) susunan kalimat bersifat kaku, kata-katanya bersifat

lengkap, dan struktur kalimatnya panjang, (5) penutur dan pendengar ragam beku

dituntut keseriusan dan perhatian penuh, dan (6) kosakata yang biasa digunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

untuk mengawali sebuah kalimat ataupun paragraf antara lain: bahwa, hatta,

sesungguhnya, dan lain sebagainya.

b. Ragam Formal (Formal Style)

Ragam formal disebut juga ragam resmi. Hal ini sejalan dengan Joos

dalam Nababan (1984: 22-23) yang menyatakan bahwa ragam resmi disebut juga

ragam formal. Selain itu, ragam formal atau ragam resmi disebut juga ragam baku.

Chaer dan Agustina (2004: 70) menyatakan bahwa ragam resmi pada dasarnya

sama dengan ragam baku atau standar yang hanya digunakan dalam situasi resmi,

dan tidak dalam situasi yang tidak resmi.

Utorodewo (2010: 3) berpendapat bahwa karakteristik ragam resmi

yaitu, (1) penggunaan kata sapaan dan kata ganti Bapak, Ibu, Saudara, Anda, atau

menyertakan jabatan, gelar, maupun pangkat untuk orang yang dihormati dan

penggunaan kata saya untuk menyebut diri sendiri, (2) menghindari penggunaan

bentuk kata nonformal, (3) penggunaan imbuhan secara jelas dan teliti, (4) hanya

pada kalimat perintah imbuhan dapat ditanggalkan dalam kata kerja (verba), (5)

penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi), dan (6)

kelengkapan fungsi dalam kalimat. Berdasarkan karakteristik tersebut, ragam

resmi dapat ditemukan dalam situasi yang resmi. Sebagai contoh dapat ditemukan

pada saat rapat kerja di kantor, seminar ilmiah, dan presentasi tugas di sekolah.

Chaer dan Agustina (2004) berpendapat bahwa karakteristik ragam

resmi yaitu, (1) topik pembicaraan bersifat resmi dan serius, (2) antarorang yang

berbicara saling menghormati, (3) bentuk kebahasaan yang digunakan mentaati

kaidah, (4) struktur fungtor lengkap, dan (5) tingkat tutur sesuai dengan strata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

orang yang diajak bicara. Karakteristik ini relevan dengan karakteristik milik

Utorodewo. Keduanya memiliki kesamaan pada beberapa karakteristiknya.

Supardi (1988: 38-39) menyatakan bahwa karakteristik ragam resmi

yakni, (1) kata atau istilah yang dipakai bersifat baku atau sudah dibakukan

misalnya, lelah dan hanya, bukan capai dan cuman, (2) pemakaian afiks secara

eksplisit dan konsisten misalnya, mencari, berjalan-jalan, dikatakan, bukan nyari,

jalan-jalan, dikata, (3) pemakaian kata tugas secara eksplisit dan konsisten

misalnya, beberapa hari yang lalu, sayang kepada anak, berjumpa dengan

temannya, bukan beberapa hari lalu, sayang anak, berjumpa temannya, (4) lafal

yang dipakai bersifat baku, artinya bukan lafal bahasa daerah atau yang tidak

dibakukan misalnya, melaksanakan dan mengembangkan, bukan melaksanaken,

dan mengembangken, (5) pemakaian fungsi-fungsi gramatikal secara eksplisit dan

konsisten misalnya, “Mereka mencatat keterangan dari kepala sekolah” bukan

“Mereka mencatat keterangan daripada kepala sekolah”, (6) memakai bentuk

lengkap dan tidak disingkat baik pada tataran kalimat maupun kata misalnya,

“Akan pergi kemanakah, Ibu? Dia tidak perlu diajak.”, bukan “Kemana? Dia

ndak usah diajak saja?”, dan (7) memakai kata ganti resmi misalnya, “Saya dan

Anda sudah setuju, tetapi dia belum setuju.”, bukan “Sini dan situ setuju, tetapi

sana belum setuju”.

Menurut Nurgiyantoro (dalam Astuti 2000: 25) karakteristik ragam

resmi yakni, (1) menunjukkan adanya kelengkapan fungtor-fungtornya, khususnya

fungtor subjek dan predikat, (2) terhindar dari pengaruh struktur bahasa lain

(daerah dan asing), (3) penggunaan pola aspek modal+pelaku+kata kerja pangkal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

pada bentuk pasif berlaku, (4) penggunaan afiksasi pada unsur bentukan kata

(morfologis) secara tepat, eksplisit dan konsisten bila diperlukan, (5)

menghindaran kata-kata tidak baku seperti gimana, gini, gitu, ndak, nggak, bikin,

dan lain-lain, dan (6) menghindari penggunaan kata-kata dari bahasa daerah yang

jelas-jelas tidak ada kata Indonesianya. Pendapat ini juga tidak berbeda jauh

dengan pendapat para ahli yang telah diuraikan di atas.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, karakteristik ragam resmi

menurut masing-masing ahli menunjukkan relevansi. Secara garis besar, para ahli

berpendapat bahwa karakteristik ragam resmi tidak dapat lepas dari kaidah-kaidah

kebahasaan. Peneliti mengkolaborasikan pendapat para ahli di atas untuk

menemukan teori yang memadai dalam proses analisis data. Karakteristik ragam

resmi yang ditemukan peneliti setelah menggabungkan pendapat para ahli sebagai

berikut: (1) topik pembicaraan bersifat resmi dan serius, (2) antarorang yang

berbicara saling menghormati, (3) memakai bentuk lengkap dan tidak disingkat

baik pada tataran kalimat maupun kata, (4) struktur fungtor lengkap, khususnya

fungtor subjek dan predikat, (5) tingkat tutur sesuai dengan strata orang yang

diajak bicara, (6) penggunaan kata sapaan dan kata ganti Bapak, Ibu, Saudara,

Anda, atau menyertakan jabatan, gelar, maupun pangkat untuk orang yang

dihormati dan penggunaan kata Saya untuk menyebut diri sendiri, (7) kata atau

istilah yang dipakai bersifat baku atau sudah dibakukan, (8) penggunaan imbuhan

secara jelas dan teliti. Hanya pada kalimat perintah imbuhan dapat ditanggalkan

dalam kata kerja (verba), (9) penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

depan (preposisi), dan (10) terhindar dari pengaruh unsur asing, bahasa daerah

atau bahasa yang tidak dibakukan.

c. Ragam Usaha (Consultative Style)

Martin Joos (dalam Alwasilah, 1990: 45) berpendapat bahwa

karakteristik ragam usaha mencakup: (1) tidak perlu ada perencanaan yang

ekstensif tentang apa yang diungkapkan, dan sebenarnya memang tidak mungkin

direncanakan, (2) pembicara sering membuat kesalahan dalam pembicaraannya,

mungkin pengulangan kata yang tidak perlu, salah pemilihan kosakata, atau

terlalu banyak menggunakan istilah atau kata tertentu, dan (3) kadang-kadang

tidak menggunakan struktur morfologi dan sintaksis yang normatif.

Chaer dan Agustina (2004: 71) berpendapat bahwa karakteristik ragam

usaha mencakup (1) dipergunakan dalam situasi setengah resmi, (2) dipergunakan

untuk mengkonsultasikan suatu masalah, dan (3) unsur dialek kedaerahan sudah

tidak tampak, namun unsur idiolek kadang-kadang masih muncul. Nababan

(1986: 22-23) berpendapat bahwa karakteristik ragam usaha yakni, (1) kalimat

dan kata hanya berbentuk sekadar cukup supaya jelas dimengerti orang dan (2)

bentuk kalimat pendek tetapi tidak ada unsur-unsur penting yang dihilangkan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, terlihat kemiripan karakteristik

ragam usaha menurut masing-masing ahli. Secara garis besar, para ahli

berpendapat bahwa karakteristik ragam usaha tidak mempermasalahkan kaidah

kebahasaan selama pesan yang disampaikan dapat dipahami maksudnya. Peneliti

menggabungkan pendapat para ahli dengan membandingkan kemiripan,

kesamaan, dan perbedaannya untuk menemukan teori yang memadai dan relevan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

dalam proses analisis data. Karakteristik ragam usaha/consultative yang

ditemukan peneliti setelah menggabungkan pendapat-pendapat di atas yakni, (1)

tidak perlu ada perencanaan yang ekstensif tentang apa yang diungkapkan, (2)

pembicara sering membuat kesalahan dalam pembicaraannya, mungkin

pengulangan kata yang tidak perlu, salah pemilihan kosakata, atau terlalu banyak

menggunakan istilah atau kata tertentu, (3) dipergunakan dalam situasi setengah

resmi, (4) dipergunakan untuk mengkonsultasikan suatu masalah, (5) unsur dialek

kedaerahan sudah tidak tampak, namun unsur idiolek kadang-kadang masih

muncul, (6) kadang-kadang tidak menggunakan struktur morfologi dan sintaksis

yang normatif, (7) kalimat dan kata hanya berbentuk sekadar cukup supaya jelas

dimengerti orang, dan (8)bentuk kalimat pendek tetapi tidak ada unsur-unsur

penting yang dihilangkan.

d. Ragam Santai (Casual Style)

Martin Joos (dalam Alwasilah, 1990: 45) berpendapat bahwa

karakteristik ragam santai yakni, (1) digunakan dalam pembicaraan santai, akrab

antara penutur dan mitra tutur, (2) bentuk kebahasaan relatif bebas jika dibanding

ragam resmi, (3) struktur kalimat sering menyelipkan fungtor kalimat, kata-kata,

dan suku kata, (4) sering menggunakan kata-kata yang dipenggal sebagian

silabelnya, (5) sering terjadi pengulangan-pengulangan, (6) sopan santun tidak

berlaku secara ketat, (7) sering digunakan interjeksi, (8) penggunaan tingkat tutur

kadangkala terabaikan dari status hubungan penutur dan mitra tutur, (9) sering

beralih kode, dan (10) topik pembicaraan tidak terarah secara mantap atau urutan

tidak runtut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

Chaer dan Agustina (2004: 71) berpendapat bahwa karakteristik ragam

santai yakni, (1) digunakan dalam situasi tidak resmi, (2) banyak menggunakan

bentuk alegro, yaitu bentuk kata frasa, kalimat atau ujaran yang dipendekkan, (3)

kosakatanya banyak dipenuhi unsur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah, dan

(4) seringkali tidak menggunakan struktur morfologi dan sintaksis yang normatif.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, terlihat kemiripan karakteristik

ragam santai menurut masing-masing ahli. Secara garis besar, para ahli

berpendapat bahwa ragam santai menggunakan bentuk kebahasaan yang lebih

bebas dan berlangsung dalam situasi pembicaraan yang santai. Peneliti

mengkolaborasikan pendapat para ahli untuk menemukan teori yang memadai

dalam proses analisis data. Karakteristik ragam santai yang ditemukan peneliti

setelah menggabungkan pendapat-pendapat di atas adalah: (1) digunakan dalam

pembicaraan santai, akrab antara penutur dan mitra tutur, (2) bentuk kebahasaan

relatif bebas jika dibanding ragam resmi, (3) fungtor kalimat tidak lengkap, (4)

sering menggunakan kata-kata yang dipenggal sebagian silabelnya, (5) sering

terjadi pengulangan-pengulangan, (6) sopan santun tidak berlaku secara ketat., (7)

sering digunakan interjeksi, (8) penggunaan tingkat tutur kadangkala terabaikan

dari status hubungan penutur dan mitra tutur, (9) sering beralih kode, (10) topik

pembicaraan tidak terarah secara mantap atau urutan tidak runtut, (11)

kosakatanya banyak dipenuhi unsur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah, dan

(12) banyak menggunakan bentuk alegro, yaitu bentuk kata frasa, kalimat atau

ujaran yang dipendekkan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

e. Ragam Akrab (Intimate Style)

Martin Joos (dalam Alwasilah, 1990: 45) berpendapat bahwa

karakteristik ragam akrab mencakup: (1) ragam ujaran tidak pernah mengambil

bahasa itu sendiri sebagai topik ujaran, (2) membicarakan grammar (misalnya),

otomatis akan memporak-porandakan ujaran gaya intim ini, (3) ditandai dengan

penggunaan bahasa yang lengkap, pendek-pendek, dan dengan artikulasi yang

sering tidak jelas, dan (4) pemakaian bentuk alegronya sudah keterlaluan

sehingga tidak mungkin dimengerti oleh orang lain tanpa mengetahui situasinya.

Chaer dan Agustina (2004: 71) berpendapat bahwa karakteristik ragam

akrab yakni, (1) biasa digunakan oleh penutur sudah akrab, (2) ditandai dengan

penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan dengan atikulasi

yang sering kali tidak jelas. Hal ini terjadi karena di antara partisipan sudah ada

saling pengertian dan memiliki pengetahuan yang sama, dan (3) tanpa mengetahui

situasi dan latar belakang pembicaraan, orang lain yang mendengar tidak akan

mengerti maksudnya. Hal ini disebabkan dalam tingkat ini banyak digunakan

bentuk dan istilah-istilah yang khas.

Nababan (1986: 22-23) berpendapat bahwa karakteristik ragam akrab

mencakup (1) tidak perlu berbahasa secara lengkap dengan artikulasi yang terang,

tetapi cukup dengan ucapan-ucapan yang pendek. Hal ini disebabkan oleh adanya

saling pengertian dan pengetahuan satu sama lain dan (2) banyak dipergunakan

bentuk-bentuk dan istilah-istilah (kata-kata) khas bagi suatu keluarga atau

sekelompok teman akrab.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, terlihat kemiripan karakteristik

ragam akrab menurut masing-masing ahli. Secara garis besar, para ahli

berpendapat bahwa dalam ragam akrab sering digunakan istilah-istilah khas yang

hanya dimengerti oleh kelompok yang bertutur dan mengetahui konteks

pembicaraan. Peneliti membandingkan kemiripan, kesamaan, dan perbedaan

pendapat para ahli untuk menemukan teori yang memadai dan relevan untuk

proses analisis data. Karakteristik ragam akrab yang ditemukan peneliti setelah

menggabungkan pendapat-pendapat para ahli adalah: (1) biasa digunakan oleh

penutur yang sudah akrab, (2) ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak

lengkap, pendek-pendek, dan dengan artikulasi yang sering tidak jelas, (3) maksud

pembicaraan tidak dapat dimengerti oleh orang lain tanpa mengetahui situasinya,

dan (4) banyak dipergunakan bentuk-bentuk dan istilah-istilah (kata-kata) khas

bagi suatu keluarga atau sekelompok teman akrab.

2.2.2 Konteks

Mey (dalam Nadar 2009: 3) menyatakan bahwa konteks adalah situasi

lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta tutur untuk dapat

berinteraksi dan dapat membuat ujaran mereka dapat dipahami. Adapun konteks

yang dimaksud oleh Mey bahwa konteks merupakan situasi yang berada di luar

kerangka kebahasaan seperti lingkungan yang mendukung. Melalui situasi

lingkungan yang mendukung, proses pemahaman ujaran antara penutur dan mitra

tutur akan lebih mudah.

Cumings (2007: 5) memaparkan bahwa gagasan tentang konteks berada di

luar pengejawantahan yang jelas seperti latar fisik tempat dihasilkannya suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

ujaran yang mencakup faktor-faktor linguistik, sosial, dan epistemis. Konteks

yang dimaksud Cumings (2007: 5) adalah proses ujaran atau komunikasi berada

di luar studi tata bahasa tetapi mencakup konteks yang melatarbelakanginya dan

mewadahinya. Jadi, faktor-faktor yang berada di luar ujaran akan mendukung

keberhasilan suatu proses komunikasi.

Uraian mengenai konteks dipaparkan secara lebih rinci oleh Dell Hymes

(1974) dalam jurnal berjudul Konteks dan Jembatan Komunikasi milik Annisa dan

Handayani (2013). Hymes menyebutkan konteks ini sebagai komponen tutur

(component of speech). Komponen tutur mencakup delapan elemen yang

dirumuskan dalam teori SPEAKING. Teori SPEAKING merumuskan faktor-faktor

penentu peristiwa tutur. Adapun yang dimaksud dengan teori SPEAKING adalah

Setting and scene (S), Participant (P), End (E), Act Sequences (A), Key (K),

Instrumentalities (I), Norms (N), dan Genres (G). Hymes dalam Rahardi (2001:

29-35) menjelaskan konsep SPEAKING berikut ini.

1). Setting and Scene, yaitu latar dan suasana. Latar (setting) bersifat fisik, yaitu

meliputi tempat dan waktu terjadinya tuturan. Sementara Scene adalah latar psikis

yang lebih mengacu pada suasana psikologis yang menyertai peristiwa tutur.

2). Participant, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan, baik langsung

maupun tidak langsung. Hal-hal yang berkaitan dengan partisipan seperti usia,

pendidikan, latar sosial, dan sebagainya, juga menjadi perhatian. Pihak pertama

adalah penutur dan pihak kedua adalah mitra tutur. Dalam waktu dan situasi

tertentu dapat juga terjadi bahwa jumlah peserta tutur lebih dari dua, yakni dengan

hadirnya pihak ketiga.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

3). End, yaitu hasil atau tanggapan dari suatu pembicaraan yang memang

diharapkan oleh penutur (ends as outcomes), dan tujuan akhir pembicaraan itu

sendiri (end in views goals). Sebuah tuturan mungkin sekali dimaksudkan untuk

menyampaikan informasi atau buah pikiran, tuturan itu dipakai untuk membujuk,

merayu, mendapatkan kesan, dan sebagainya. Sebuah tuturan mungkin juga

ditujukan untuk mengubah perilaku sesorang dalam dalam masyarakat. Tuturan

yang dimaksudkan untuk mengubah perilaku dari seseorang itu sering disebut

tujuan konatif dari penutur.

4). Act sequences (pesan/amanat), terdiri dari bentuk pesan (messages form) dan

isi pesan (messages content).

5). Key, meliputi cara, nada, sikap, atau semangat dalam melakukan percakapan.

6). Instrumentalities (sarana), yaitu sarana percakapan. Maksudnya, dengan media

apa percakapan tersebut disampaikan, misalnya: dengan cara lisan, surat, radio,

dan sebagainya.

7). Norms merujuk pada norma atau aturan yang membatasi percakapan.

Misalnya, apa yang boleh dibicarakan dan tidak, bagaimana cara

membicarakannya: halus, kasar, terbuka, jorok, dan sebagainya.

8). Genres, yaitu jenis tutur menunjuk pada jenis kategori kebahasaan yang

sedang dituturkan. Jenis tutur yang menyangkut kategori wacana, misalnya:

wacana telepon, wacana koran, wacana puisi, ceramah, dan sebagainya.

Poedjosoedarmo (dalam Rahardi 2001: 35-36) memiliki konsep komponen

tutur yang merupakan pengembangan dari konsep Dell Hymes. Menurut

Poedjosudarmo, komponen tutur ada tiga belas, yakni, 1) pribadi si penutur atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

orang pertama, 2) anggapan penutur terhadap kedudukan sosial dan relasinya

dengan orang yang diajak bicara, 3) kehadiran orang ketiga, 4) maksud dan

kehendak si penutur, 5) warna emosi si penutur, 6) nada suasana bicara, 7) pokok

pembicaraan, 8) urutan bicara, 9) bentuk wacana, 10) sarana tutur, 11) adegan

tutur, 12) lingkungan tutur, dan 13) norma kebahasaan lainnya. Berikut ini uraian

mengenai ketigabelas komponen tutur tersebut.

1). Pribadi Si Penutur atau Orang Pertama

Pribadi si penutur atau orang pertama banyak menentukan kuantitas

tuturan yang disampaikan seseorang. Berkenaan dengan hal ini terdapat dua hal

penting yang perlu di sebutkan. Pertama adalah siapakah kejatian atau identitas

orang pertama itu dan yang kedua adalah dari manakah asul-usul penutur itu.

Identitas orang pertama akan ditentukan oleh tiga hal penting yakni, (1) keadaan

fisiknya, (2) keadaan mentalnya, dan (3) kemampuan berbahasanya.

Kedua hal penting yang telah dipaparkan Poedjosudarmo (dalam Rahardi

2001: 37) sangat berpengaruh pada kuantitas tuturan. Sebagai contoh, seorang

balita yang baru bisa berbicara banyak mengeluarkan celoteh. Orang yang

mentalnya terganggu juga sering menuturkan sesuatu namun sangat sulit dipahami

oleh pendengarnya. Seorang warga yang bertemu dengan turis asing di lokasi

wisata dan tidak dapat berbahasa Inggris hanya menggunakan bahasa isyarat

ketika menanggapi ujaran turis yang hanya bisa berbahasa Inggris.

2). Anggapan Penutur terhadap Kedudukan Sosial dan Relasinya dengan Orang

yang Diajak Bicara


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

Masalah latar belakang penutur, perlu dikaitkan dengan masalah jenis

kelamin, daerah asal, suku, umur, golongan kelas dalam masyarakat, dan agama

atau kepercayaan. Seseorang yang berjenis kelamin wanita tentu akan

menggunakan bahasa yang berbeda dengan pria.

Menurut Wardhaugh, (dalam Rahardi 2001: 37), seorang pria memiliki

kecenderungan untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan olah raga,

politik, dan sebagainya sedangkan wanita cenderung membicarakan masalah

rumah tangga, perhiasan, pakaian, dan semacamnya. Demikian juga masyarakat

golongan atas akan berbicara dengan cara yang berbeda dengan anggota

masyarakat golongan bawah. Orang-orang golongan atas dapat berbicara ihwal

bisnis besar, barang mewah, dan semacamnya sedangkan anggota masyarakat

golongan bawah tidak mungkin melakukan hal yang demikian itu.

3) Kehadiran Orang Ketiga

Kehadiran orang ketiga kadang-kadang dapat juga dipakai sebagai penentu

berubahnya kode yang dipakai seseorang dalam berkomunikasi. Sebagai contoh,

dalam peristiwa tawar-menawar yang berbahasa Jawa dalam tingkat tutur Krama

bercampur dengan Ngoko, mendadak berubah menjadi bahasa Jawa Krama tanpa

dicampuri dengan variasi Ngoko karena datangnya teman pedagang yang

barangkali juga bisa berbahasa Jawa dengan semua langganannya. Kedatangaan

sang teman pedagang dalam peristiwa tutur itu akan menuntutnya menggunakan

bahasa yang sama dengan pedagang itu.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kehadiran orang ketiga berpengaruh

pada bahasa yang digunakan. Seringkali penutur harus mengubah kode tuturannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

supaya orang yang memiliki latar belakang kebahasaan berbeda dapat terlibat

dalam komunikasi.

4) Maksud dan Kehendak Si Penutur

Faktor maksud dapat pula berpengaruh terhadap kode bahasa yang dipilih

seseorang dalam bertutur. Seorang anak yang biasanya berbicara dengan bahasa

Jawa ngoko kepada ibunya, sekejap dapat berubah berbahasa dengan

menggunakan variasi bahasa dalam tingkat krama karena maksud-maksud tertentu

yang penentuan hasilnya adalah pada pihak sang Ibu. Pada saat anak minta

dibelikan pakaian baru oleh ibunya, anak itu akan mengubah kodenya supaya

maksudnya tercapai.

Dari uraian di atas, diketahui bahwa perubahan kode berkaitan pula

dengan maksud tuturan. Supaya maksud tuturan dapat dipahami oleh lawan

bicara, seorang penutur harus menggunakan kode tertentu yang mendukung

maksud.

5) Warna Emosi Si Penutur

Terkait erat dengan faktor maksud dan kehendak dari penutur adalah

warna emosi. Penutur yang sedang gugup barangkali akan menimbulkan tuturan

yang tidak jelas ditangkap oleh mitra tutur. Ketidakjelasan itu mungkin

dikarenakan oleh banyaknya frasa yang terpenggal, banyaknya tuturan yang tidak

lengkap, banyaknya pengulangan tuturan yang bahkan membingungkan, dan

sebagainya.

Dalam bahasa Jawa, hal yang demikian itu dikatakan sebagai tumpang suh

yang artinya tuturan yang tidak memiliki keteraturan urutan. Faktor warna emosi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

ini barangkali menjadi amat jelas manakala orang sedang marah. Orang yang

sedang marah atau dalam keadaan emosi tingkat tinggi dapat dipastikan kesulitan

dalam mengontrol tuturannya. Dengan emosi yang demikian itu si penutur akan

banyak mengeluarkan kata-kata yang terlepas dari pilihan tingkat tutur.

6) Nada Suasana Bicara

Terkait dengan emosi adalah nada suasana bicara. Nada suasana dapat

berpengaruh terhadap perasaan dan emosi penutur dan lawan tutur sehingga

akhirnya akan berpengaruh juga terhadap tuturan.

Sebagai contoh adalah manakala terjadi peristiwa kematian dalam suatu

keluarga. Nada suasana yang ada pada saat itu adalah kesedihan. Suasana yang

demikian sudah barang tentu mewarnai perasaan para anggota keluarga bahkan

anggota masyarakat itu. Apabila mereka bertutur, sudah barang tentu perasaan

sedih itu tidak dapat disembunyikan. Dengan kata lain tuturan mereka pada saat

berkomunikasi dan mengadakan kontak dengan yang lain dipengaruhi oleh nada

suasana yang melingkunginya.

7) Pokok Pembicaraan

Agak dekat dengan masalah nada suasana tutur adalah masalah bidang

atau masalah yang dibicarakan. Membicarakan masalah politik sudah barang tentu

berbeda dengan membicarakan masalah olah raga. Berbicara ihwal politik pasti

disertai dengan unsur keseriusan, kendatipun hanya dalam batas-batas tertentu,

sedangkan berbicara masalah olah raga cenderung untuk bersifat santai dan tidak

menegangkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

Dari uraian di atas, diketahui bahwa pokok pembicaraan juga

memengaruhi situasi pembicaraan. Topik pembicaraan yang serius akan

menciptakan suasana pembicaraan yang serius. Topik pembicaraan yang santai

akan menciptakan suasana pembicaraan yang santai.

8) Urutan Bicara

Masalah urutan dalam bertutur juga sangat berpengaruh terhadap tuturan.

Pada saat terjadi percakapan antara dosen dengan seorang mahasiswa yang sedang

berkonsultasi tentang penulisan tesisnya sudah barang tentu sang dosen itu akan

berbicara dengan lebih leluasa. Di lain pihak mahasiswa akan berbicara dengan

lebih hati-hati dan cenderung hanya menjawab apa yang ditanyakan oleh

dosennya.Artinya bahwa karena urutan bicara sang mahasiswa adalah di belakang

sang dosen, maka urutan yang muncul dari mahasiswa itu pun cenderung terbatas.

Dari uraian di atas diketahui bahwa urutan bicara berkaitan pula dengan

status atau kedudukan sosial. Dosen merupakan orang yang dihormati oleh

mahasiswanya dari segi usia maupun ilmu yang dimilikinya.

9) Bentuk Wacana

Di dalam suatu masyarakat biasanya terdapat tuturan dalam bentuk yang

sudah mapan (established speech form). Bentuk tutur orang berpidato, orang

memberikan sambutan, orang mengundang kenduri (dalam masyarakat Jawa)

mengandung urut-urutan tutur yang sudah hampir pasti dan selalu sama. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa bentuk tuturan dalam wacana-wacana itu sudah

mapan dan orang tidak demikian mudah mengganti urutan bentuk tuturan itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

Uraian di atas menunjukkan perbedaan dengan ragam lisan yang bentuk

kebahasaannya dapat berubah sesuai dengan situasi pemakaian. Sementara

wacana merupakan ragam tulis yang umumnya memiliki ketetapan bentuk dan

urutan.

10) Sarana Tutur

Sarana tutur menunjuk kepada saluran dan media disampaikannya tuturan

itu kepada lawan tutur, juga menentukan tuturan yang muncul dari seseorang.

Orang berbicara dengan berhadapan langsung antara penutur dan lawan tutur tentu

berbeda dengan tuturan orang yang berbicara melalui pesawat telepon. Berbicara

melalui telepon akan cenderung bersifat membatasi tuturan yang harus

disampaikan oleh penutur. Hal demikian disebabkan oleh berbagai faktor seperti

ekonomi, etika, dan sebagainya.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa proses komunikasi

menggunakan sarana tertentu berbeda dengan proses komunikasi secara langsung.

Seseorang tentu lebih leluasa mengutarakan maksudnya secara langsung daripada

menggunakan sarana atau media misalnya melalui telepon.

11) Adegan Tutur

Komponen adegan tutur yang menunjuk pada aspek tempat, waktu, dan

peristiwa tutur yang juga banyak berpengaruh terhadap tuturan. Tempat terjadinya

percakapan sudah barang tentu menentukan tuturan yang akan dimunculkan oleh

penutur dan lawan tutur.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

Orang di pasar atau di pinggir jalan besar pasti akan bertutur dengan cara

yang berbeda dengan di tempat-tempat keramat misalnya makam, tempat ziarah,

dan sebagainya.

12) Lingkungan Tutur

Komponen lain yang juga ikut menentukan tuturan seseorang adalah

lingkungan di mana tuturan itu terjadi. Sebagai contoh tuturan yang terjadi dalam

sebuah ruangan keluarga yang terdapat sejumlah anggota keluarga menikmati

acara kethoprak dalam televisi pasti akan menentukan tuturan yang muncul.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa lingkungan memengaruhi

penggunaan bahasa. Ragam bahasa yang digunakan seseorang tentunya harus

disesuaikan dengan lingkungan yang melingkupi ujaran.

13) Norma Kebahasaan

Norma kebahasaan masyarakat juga sangat menentukan ujaran anggota

masyarakatnya. Dalam masyarakat Jawa, terdapat semacam norma yang tidak

tertulis bahwa berbicara dengan seseorang yang lebih tua harus pelan-pelan dan

tidak boleh dengan suara yang lantang. Norma dalam masyarakat Jawa ini

kadang-kadang disertai juga dengan hal yang sifatnya paralinguistik, seperti

bungkukan tubuh, pengedepanan kedua tangan, senyuman, dan sebagainya.

Norma yang dimaksud dalam uraian di atas tentunya disesuaikan dengan

norma di mana penutur berada. Norma suatu kelompok masyarakat tentunya

berbeda dengan norma kelompok masyarakat yang lain. Misalnya, norma

kebahasaan masyarakat Jawa berbeda dengan masyarakat Batak. Masyarakat Jawa


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

dikenal dengan gaya bahasanya yang lembut sementara masyarakat Batak dikenal

dengan gaya bicaranya yang lantang.

2.2.3 Pembelajaran Bahasa Indonesia

Menurut Abidin (2013: 3) pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang

dilakukan siswa guna mencapai hasil belajar tertentu dalam bimbingan dan arahan

serta motivasi dari seorang guru, sementara pembelajaran bahasa Indonesia adalah

serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa untuk mencapai keterampilan

berbahasa tertentu. Dari pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa guru berperan

penting dalam pembelajaran. Namun, di luar kompetensi guru sebagai pengajar,

aktivitas guru dan siswa ini harus difasilitasi dengan prinsip pembelajaran yang

tepat, pendekatan pembelajaran yang relevan, metode dan teknik pembelajaran

yang sesuai tujuan, karakteristik siswa dan konteks sosial masyarakat.

Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, terdapat empat keterampilan

berbahasa yang harus dikuasai siswa yaitu membaca, menyimak, berbicara, dan

menulis. Dari keempat keterampilan tersebut, pembelajaran bahasa Indonesia

memiliki fungsi yang penting sebab kemampuan berbahasa akan menunjang

kemampuan keilmuan yang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Abidin (2013: 3)

bahwa bidang empat keterampilan berbahasa pada dasarnya merupakan bidang

implementasional yang akan digunakan sebagai wadah seluruh bidang lain.

Artinya, baik sastra maupun bahasa yang dipadukan dengan pendidikan dan

konteks keindonesiaan akan disalurkan kepada siswa dalam bentuk keterampilan

berbahasa baik melalui menyimak, berbicara, membaca, ataupun menulis.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

Di Sekolah Menengah Pertama (SMP), pembelajaran bahasa Indonesia

mendapat alokasi 4 jam per minggu. Pelajaran Bahasa Indonesia memperoleh

porsi yang banyak sebab mata pelajaran ini dianggap penting untuk diajarkan di

sekolah. Pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan mampu membantu peserta

didik mengenal dirinya, budayanya, budaya orang lain, mengemukakan gagasan

dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa

tertentu, serta menemukan dan menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif

yang ada dalam diri siswa (Sufanti, 2010: 12). Jadi, pembelajaran bahasa

Indonesia bukan semata-mata mempelajari keterampilan-keterampilan berbahasa

melainkan juga mengenal budaya sendiri maupun budaya lain.

Tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia juga relevan dengan penelitian

yang akan dilaksanakan. Adapun tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia menurut:

(Sufanti, 2010: 13) yakni, (1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai

dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, (2) menghargai dan

bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa

negara, (4) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan

kreatif untuk berbagai tujuan, (5) penggunakan bahasa Indonesia untuk

meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial, (6)

menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,

memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan kemampuan berbahasa, dan (7)

menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan

intelektual manusia Indonesia. Dari ketujuh tujuan mata pelajaran tersebut,

dibutuhkan komunikasi yang baik antara guru dengan siswa, siswa dengan guru,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

dan siswa dengan siswa. Komunikasi yang baik dapat terwujud apabila pesan

yang disampaikan penutur dapat dipahami oleh mitra tutur sehingga terjadi proses

timbal balik dalam komunikasi. Salah satu hal yang dapat memengaruhi terjadinya

komunikasi yang baik adalah penggunaan ragam yang tepat, sesuai dengan situasi

pembicaraan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

2.1 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir akan memaparkan alur atau tahapan berpikir. Alur ini

membantu peneliti untuk menemukan jawaban atas rumusan masalah penelitian.

JENIS RAGAM DAN KARAKTERISTIK RAGAM TUTURAN


GURU DAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA KELAS VIII A SMP PANGUDI LUHUR I
KALIBAWANG TAHUN AJARAN 2017/2018

PENDEKATAN SOSIOLINGUISTIK

JENIS & KARAKTERISTIK RAGAM

Utorodewo (2010)
Chaer dan Agustina (2004)
Pateda (1990)
Martin Joos (dalam Alwasilah, 1990)
Supardi (1988)
Nababan (1984)

METODE PENELITIAN KUALITATIF

PENGUMPULAN DATA

HASIL PENELITIAN

TRIANGULASI DATA OLEH PAKAR BAHASA


(2010: 3)
(
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

Peneliti melakukan kajian pustaka untuk mendapatkan landasan teori.

Landasan teori yang digunakan terkait dengan penggunaan ragam bahasa dan

karakteristik ragam bahasa. Landasan teori ragam bahasa dan karakteristik ragam

bahasa berisi teori-teori terkait konsep ragam bahasa yang digunakan dalam

penelitian. Adapun konsep ragam bahasa yang digunakan adalah kolaborasi

konsep Utorodewo (2010), Chaer dan Agustina (2004), Pateda (1990), Martin

Joos (dalam Alwasilah, 1990), Supardi (1988), dan Nababan (1984).

Berikutnya, analisis jenis ragam dan karakteristik ragam tuturan guru dan

siswa. Tuturan yang dimaksud meliputi tuturan antara guru dengan siswa, siswa

dengan guru, dan antarsiswa. Tuturan ini diperoleh oleh peneliti dengan

melakukan penelitian saat proses pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung di

kelas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari jenis penelitian, data dan sumber data, instrumen

penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik penyajian

data. Keenam hal tersebut akan diuraikan pada subbab berikut ini.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif karena penelitian

ini menggunakan kata-kata untuk mendeskripsikan fenomena diglosia pada

tuturan guru dan siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas VIII A di

SMP Pangudi Luhur I Kalibawang. Menurut Arikunto (2013: 3) penelitian

deskriptif kualitatif merupakan penelitian yang benar-benar hanya memaparkan

apa yang terdapat atau apa yang terjadi dalam sebuah kancah, lapangan, atau

wilayah tertentu.

Penelitian ini mendeskripsikan jenis ragam dan karakteristik ragam tuturan

guru dan siswa. Oleh karena itu, hasil penelitian berupa deskripsi data dalam

bentuk kata-kata tertulis mengenai “Jenis Ragam dan Karakteristik Ragam

Tuturan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas VIII A

SMP Pangudi Luhur I Kalibawang Tahun Ajaran 2017/2018”.

3.2 Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini adalah tuturan guru dengan siswa, siswa dengan

guru, dan siswa dengan siswa yang berwujud kata, kalimat, atau rangkaian

kalimat. Sumber data dalam penelitian merupakan subjek dari mana data dapat
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

diperoleh (Arikunto, 2013: 172). Hal ini sejalan dengan Sangadji (2010: 43) yang

menyatakan bahwa sumber data adalah subjek penelitian tempat data menempel.

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII A dan guru mata

pelajaran Bahasa Indonesia kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I Kalibawang.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri. Moleong (2006: 9)

menyatakan bahwa instrumen penelitian merupakan alat pengumpulan data utama.

Pendapat ini didukung oleh Sugiyono (2012: 222) yang menyatakan bahwa

peneliti kualitatif sebagai human interest, berfungsi untuk menetapkan fokus

penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,

menilai kualitas data, menganalisis data, menafsirkan data dan membuat

kesimpulan atas temuannya.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah-langkah untuk

mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, peneliti tidak

akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono,

2010: 308). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode

simak. Metode simak digunakan sebagai upaya penyediaan data melalui

penyimakan terhadap tuturan yang muncul dari guru dan siswa dalam proses

pembelajaran di kelas. Metode simak memiliki teknik dasar yang disebut teknik

sadap. Disebut teknik sadap karena pada praktik penelitian sesungguhnya

penyimakan dilakukan dengan cara menyadap pembicaraan (Mahsun, 2007: 242).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

Teknik sadap mempunyai dua teknik lanjutan yaitu teknik Simak Bebas

Libat Cakap (SBLC) dan teknik Simak Libat Cakap. Teknik Simak Bebas Libat

Cakap (SBLC) meniadakan peran peneliti untuk turut terlibat dalam peristiwa

tutur. Peneliti hanya berperan sebagai pengamat. Teknik ini menjaga perilaku

berbahasa guru dan siswa sehingga tuturan yang muncul adalah tuturan yang

alami, bukan dibuat-buat. Situasi dan konteks yang tampak adalah situasi dan

konteks yang sesungguhnya sehingga data yang diperoleh adalah data alamiah.

Berikutnya adalah teknik Simak Libat Cakap yaitu, upaya penyadapan peristiwa

tutur dengan cara peneliti turut terlibat dalam peristiwa tutur tersebut. Peneliti

tidak hanya menjadi pengamat tetapi ikut menyatu atau manunggal dengan

partisipan yang hendak disimak (Mahsun, 2007: 243). Teknik ini memungkinkan

adanya stimulus dari peneliti untuk memperoleh data yang diharapkan dari peserta

tutur. Peneliti terlibat dalam tuturan dengan ikut seta menyampaikan tuturan

maupun menanggapi tuturan.

Penelitian ini menggunakan teknik lanjutan dari teknik sadap yaitu teknik

Simak Bebas Libat Cakap (SBLC) karena peneliti hanya berperan sebagai

pengamat dalam proses pengambilan data dan tidak ambil bagian dalam

pembicaraan. Peneliti mengharapkan data yang diperoleh adalah data alamiah

dengan konteks yang sebenarnya. Berikut ini langkah-langkah pengumpulan data

penelitian.

1). Teknik Rekam

Teknik rekam dilaksanakan tanpa mengganggu proses pembelajaran yang

berlangsung sebab kehadiran peneliti sebatas untuk merekam tuturan-tuturan yang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

muncul. Hal ini sejalan dengan Sudaryanto, (2015: 205) yang menyatakan bahwa

pelaksanaan teknik rekam harus dilakukan sedemikian rupa supaya tidak

mengganggu kewajaran proses kegiatan pertuturan yang sedang terjadi. Peneliti

menggunakan alat rekam suara (audio) dan video (audiovisual) berupa telepon

genggam (handphone) dan laptop.

Melalui teknik rekam, peneliti menghasilkan data berupa tuturan guru dan

siswa yang berwujud kata, kalimat, atau rangkaian kalimat. Untuk melaksanakan

teknik ini memerlukan beberapa alat perekam. Alat rekam yang digunakan adalah

telepon genggam dan laptop. Hal ini sejalan dengan Sudaryanto (2015: 205) yang

menyatakan bahwa dalam perkembangan teknologi informasi yang semakin

canggih, alat perekam yang dimaksud dapat lebih beraneka dengan hasil yang

saksama, meliputi tindakan omong yang mampu didengarkan maupun tingkah

laku dan perbuatan lain yang mampu dilihat, baik verbal maupun non-verbal;

handycam misalnya.

2). Teknik Catat

Di samping melakukan perekaman, peneliti juga melakukan pencatatan

tuturan-tuturan yang kemungkinan tidak terekam pada kartu data. Kartu data

berisi tuturan-tuturan yang menunjukkan situasi diglosia melalui tuturan yang

muncul, jenis ragam bahasa, dan konteks tuturan.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

analisis deskriptif kualitatif. Bogdan & Biklen (dalam Moleong, 2014: 248)

mengungkapkan bahwa analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

dengan jalan bekerja dengan data. Sementara analisis deskriptif bertujuan untuk

menggambarkan situasi diglosia yang muncul pada tuturan guru dan siswa di

kelas VIII A dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan wujud dan

fungsi ragam.

Langkah-langkah analisis data yang digunakan peneliti adalah (1)

mentranskripsi tuturan dari rekaman video sesuai dengan tuturan asli yang

berlangsung, (2) mengklasifikasi data menjadi tiga bagian, yaitu bagian pembuka

pembelajaran, bagian inti, dan bagian penutup pembelajaran, (3) melakukan

reduksi data memilih data-data yang dianggap pokok dan penting dan membuang

data yang dianggap tidak sesuai tujuan penelitian yang akan dicapai, (4) peneliti

melakukan koding dengan menyusun kode 01, 02, 03 dan seterusnya untuk urutan

tuturan, kode G untuk Guru sebagai penutur, kode S1 untuk Siswa 1 sebagai

penutur, kode S2 untuk Siswa 2 sebagai penutur, dan seterusnya, kode I untuk

Ragam Beku, kode II untuk Ragam Resmi, kode III untuk Ragam Usaha, kode IV

untuk Ragam Santai, dan kode V untuk Ragam Akrab, (5) mengidentifikasi data

berdasarkan jenis ragam, karakteristik ragam, fungsi ragam, dan konteks tuturan,

(6) menyajikan hasil analisis dalam tabel analisis data tentang fenomena diglosia

pada tuturan guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas VIII A

SMP Pangudi Luhur I Kalibawang dalam bentuk tabel dan uraian, dan (7) menarik

simpulan.

3.6 Teknik Penyajian Data

Salah satu teknik yang digunakan di akhir sebuah penelitian data adalah

teknik penyajian data. Teknik penyajian data bertujuan agar pembaca mudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

memahami hasil penelitian. Pada tahap awal penelitian, peneliti memilih data dan

sumber data, selanjutnya memilih instrumen penelitian, melakukan teknik

pengumpulan data, dan melakukan teknik analisis data. Dalam rangkaian

penelitian deskriptif kualitatif tersebut, peneliti menyajikan data dalam bentuk

kalimat yang memaparkan secara panjang lebar. Hal ini sejalan dengan pendapat

Nurasti (2007: 130) yang memaparkan bahwa analisis dengan merinci dan

menjelaskan secara panjang lebar keterkaitan data penelitian dalam bentuk

kalimat.

Tahap menarik kesimpulan dan memahami hasil penelitan akan

dipermudah dengan penyajian hasil analisis data dalam bentuk tabel. Berikut ini

format tabel yang digunakan.

Tabel 3.6: Format Hasil Analisis Data

KONTEKS PENANDA
NO. KODE JENIS RAGAM KARAKTERISTIK
TUTURAN RAGAM
RB RR RU RS RA

Keterangan:

1. NO : Nomor Urut Data

2. RB : Ragam Beku

3. RR : Ragam Resmi

4. RU : Ragam Usaha

5. RS : Ragam Santai

6. RA : Ragam Akrab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

3.7 Triangulasi Data

Sugiyono (2014: 125) memaparkan bahwa triangulasi data diartikan

sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai

waktu. Triangulasi digunakan sebagai proses memantapkan derajat kepercayaan

(kredibilitas/validitas) dan konsistensi (reabilitas) data, serta sebagai alat bantu

analisis data di lapangan (Gunawan, 2013: 218).

Bertolak dari pendapat para ahli di atas, maka data penelitian tentang

ragam bahasa pada tuturan guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia

di kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I Kalibawang tahun ajaran 2017/2018 ini

ditriangulasikan oleh Danang Satria Nugraha, M.A.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian mengenai (1) deskripsi data, (2) analisis data, dan (3)

pembahasan. Deskripsi data berisi gambaran mengenai data-data yang diperoleh

peneliti di lapangan. Pada bagian analisis data peneliti memaparkan proses

peneliti menganalisis data. Pada bagian pembahasan dideskripsikan alasan-alasan

penutur dan mitra tutur memilih ragam bahasa tertentu serta dideskripsikan pula

karakteristiknya.

4.1 Deskripsi Data

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Pangudi Luhur I Kalibawang yang

beralamat di Boro, Banjar Asri, Kalibawang, Kulon Progo, Daerah Istimewa

Yogyakarta. Data penelitian ini adalah tuturan guru dan siswa yang berwujud

kata, kalimat, atau rangkaian kalimat. Penelitian dilakukan dalam 3 kali

pertemuan. Pada pertemuan pertama, peneliti melakukan pengamatan terhadap

proses komunikasi di kelas untuk memperoleh gambaran awal penelitian. Pada

pertemuan kedua, peneliti mengambil data awal untuk melihat secara kasar

bagaimana penggunaan ragam bahasa di kelas VIII A. Pada pertemuan ketiga,

peneliti melakukan proses pengambilan data dengan merekam tuturan guru dan

siswa selama pembelajaran berlangsung. Dari rekaman yang ditranskrip, peneliti

menemukan 251 tuturan. Dari 251 tuturan tidak semua tuturan dianalisis karena

ada 12 tuturan yang merupakan ragam tulis sementara penelitian ini berfokus pada

ragam lisan saja.

68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

Di samping 12 ragam tulis yang tidak dianalisis, ada 95 tuturan yang tidak

dapat dianalisis karena tidak memenuhi informasi untuk dianalisis misalnya,

tuturan-tuturan yang muncul saat guru memeriksa daftar hadir siswa. Peneliti

menemukan 54 data tuturan yang memenuhi informasi untuk dianalisis.

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII A dan guru

mata pelajaran Bahasa Indonesia. Berikut ini data siswa dan guru.

Data Si swa Kelas VIII A

Kode
No. Nama Kelamin Siswa Suku
1 AGATA DWI MARWATI Perempuan S1 Jawa
2 AGUSTINUS HERJUNO Laki-laki S2 Jawa
HANDIKA PRADINTA
3 AGUSTINUS Laki-laki S3 Jawa
PRASETYA WIBAWA
4 AHMAD MAYSWARA Laki-laki S4 Betawi
AMANDA GIRI
5 ALUOSIYA GEDRUDA Perempuan S5 Papua
SEDIK
6 ANA EVANITA DIYAN Perempuan S6 Betawi
PUTRI UTAMI
7 ANCELMA YONA Perempuan S7 Jawa
YEKTIANI
8 AURELIA BUNGA Perempuan S8 Jawa
CALISTA
9 CHRISTIAN INDITO Laki-laki S9 Jawa
MURTIAJI
10 CHRISTIAN KEVIN Laki-laki S10 Jawa
11 DAVID PURBA JATI Laki-laki S11 Jawa
12 EMANUEL Laki-laki S12 Jawa
YOGISVORO
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

13 EMERENTIA NESZA Perempuan S13 Dayak


KARTIKA
14 FRANSISA GALIH SRI Perempuan S14 Jawa
WIBAWATI
15 HERCULANUS Laki-laki S15 Jawa
NATANAEL BRILLIANT
DANADYAKSA
16 LAURENSIUS FERDIE Laki-laki S16 Jawa
SAPUTRA
17 MARIA VIVIT Perempuan S17 Jawa
WIDYANING
PANGESTU
18 MATEUS EKO Laki-laki S18 Jawa
PRIHASTANTO
19 MONICA MERLYNA Perempuan S19 Jawa
PUSPITASARI
20 OKTAVIANUS ERWIN Laki-laki S20 Jawa
KURNIANTO
21 PILIPUS ALDU Laki-laki S21 Dayak
22 SEPTAMA Laki-laki S22 Jawa
23 VERONIKA NIRMALA Perempuan S23 Sunda
MEI ANGGRAENI
24 VINCENTINE CAROLIN Perempuan S24 Dayak
DARMA DJAJA
25 YUSUP ELFAND Laki-laki S25 Jawa
WICAKSONO

Dari data di atas diketahui bahwa jumlah murid kelas VIII A sebanyak 25

siswa yang terdiri dari 11 siswi dan 14 siswa. Peneliti membuat kode siswa yang

mewakili nama siswa mulai dari kode S1 (siswa dengan nomor urut 1) hingga

kode S25 (siswa dengan nomor urut 25) untuk mempermudah proses pengolahan

data. Dilihat dari latar belakang sosialnya, terdapat keanekaragaman suku di kelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

VIII A. Mayoritas siswa adalah suku Jawa sementara yang lainnya adalah suku

Betawi, Sunda, Dayak, dan Papua. Selain siswa, sumber data penelitian ini adalah

guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I

Kalibawang, Yosefa Indah Kurniati, usia 55 tahun, dan berlatarbelakang suku

Jawa.

Foto Subjek Penelitian

(Yosefa Indah Kurniati, S.Pd.)

Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2017. Data

penelitian ini adalah tuturan guru dan siswa yang muncul selama berlangsungnya

proses pembelajaran. Tuturan yang dimaksud adalah tuturan yang muncul dalam

komunikasi guru dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa.

Tuturan diperoleh dari hasil perekaman tuturan dalam bentuk audio dan

audiovisual.

Berdasarkan observasi diperoleh data seperti yang menjadi pertanyaan

dalam rumusan masalah penelitian ini. Data yang diperoleh adalah data jenis

ragam bahasa Indonesia yang muncul pada kegiatan awal, inti, dan akhir

pembelajaran bahasa Indonesia kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I Kalibawang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

dan data karakteristik ragam bahasa Indonesia yang digunakan oleh guru dan

siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I Kalibawang. Berikut ini tabel jenis

ragam yang muncul dalam tuturan guru dan siswa.

Tabel 4.1: Temuan Ragam Tuturan

No. Jenis Ragam Jumlah


1. Beku -
2. Resmi 2
3. Usaha -
4. Santai 44
5. Akrab 8
JUMLAH 54

Berdasarkan tabel di atas, ditemukan 54 data tuturan yang terdiri dari 2

tuturan ragam resmi, 44 tuturan ragam santai, dan 8 tuturan ragam akrab. Ragam

beku dan ragam usaha tidak ditemukan. Tabel di atas memperlihatkan bahwa

ragam santai adalah ragam bahasa yang paling banyak digunakan dalam proses

komunikasi di kelas, diikuti oleh ragam akrab kemudian yang paling jarang

digunakan adalah ragam resmi.

Data penelitian ini telah melalui tahap triangulasi. Triangulasi data

dilaksanakan pada 25 April 2018. Triangulasi data dilakukan oleh dosen program

studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta, yaitu Danang Satria Nugraha, M.A. Sebelum triangulasi, data yang

diperoleh peneliti sebanyak 54 tuturan. Setelah triangulasi, data yang disetujui

oleh triangulator sebanyak 50 tuturan dan data yang tidak disetujui oleh

triangulator sebanyak 4 tuturan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

Data yang tidak disetujui adalah data nomor 20, nomor 22, nomor 27, dan

nomor 47. Keempat data tersebut tidak disetujui karena triangulator berpendapat

bahwa data-data yang dinyatakan sebagai ragam santai oleh peneliti, merupakan

ragam akrab. Data yang tidak disetujui kemudian ditindaklanjuti oleh peneliti

dengan cara melakukan analisis ulang. Setelah melakukan analisis ulang, peneliti

melakukan pembetulan terhadap analisis yang tidak tepat. Dari hasil analisis ulang

dan meninjau kembali kajian pustaka, peneliti menemukan bahwa 3 dari 4 data

yang tidak disetujui triangulator dan dinyatakan sebagai ragam akrab oleh

triangulator merupakan ragam santai. Data tersebut adalah data nomor 20, nomor

27, dan nomor 47. Ketiga data tersebut memenuhi syarat ragam santai. Sementara

itu, data nomor 22 merupakan ragam akrab karena memenuhi syarat ragam akrab.

4.2 Analisis Data

Bagian analisis data memaparkan data-data yang ditemukan dan

dianalisis sesuai dengan tahap analisis data. Ada tujuh tahap analisis data dalam

penelitian ini yaitu, transkripsi, klasifikasi, reduksi, koding, identifikasi,

penyajian, dan penarikan simpulan.

Pada tahap pertama, peneliti membuat transkipsi data tuturan yang telah

direkam pada proses pengambilan data. Rekaman berupa suara (audio), video

(audiovisual), dan dilengkapi dengan catatan lapangan. Dengan menggunakan

berbagai media perekam, diharapkan data yang diperoleh adalah data yang

autentik.

Pada tahap berikutnya, peneliti mengklasifikasi data menjadi tiga bagian

yaitu, tuturan yang muncul pada tahap awal pembelajaran, tuturan yang muncul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

pada tahap inti pembelajaran, dan tuturan yang muncul pada tahap penutup

pembelajaran. Pada tahap reduksi, peneliti memilah data-data yang diperlukan.

Data yang diperlukan adalah data yang memenuhi informasi untuk dianalisis.

Tahap keempat adalah koding, peneliti membuat kode atas data-data yang telah

dipilah berdasarkan jenis ragam, penutur, dan urutan tuturan. Berikutnya

dilakukan identifikasi untuk memastikan jenis ragam. Pada tahap ini, dianalisis

pula konteks yang melingkupi masing-masing tuturan serta karakteristik ragam

tiap tuturan. Pada tahap penyajian, analisis data ditampilkan dalam bentuk tabel

analisis. Setelah itu, peneliti melaporkan hasil analisis data dalam bentuk

deskripsi.

Analisis data penelitian ini meliputi analisis jenis ragam bahasa dan

analisis karakteristik ragam bahasa. Berikut ini analisis jenis ragam dan

karakteristik ragam tuturan guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia

di Kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I Kalibawang.

4.2.1 Ragam Resmi

Berdasarkan hasil penelitian dan jumlah data yang diperoleh, peneliti

menemukan tiga tuturan yang merupakan ragam resmi. Ragam resmi muncul pada

bagian inti pembelajaran, tepatnya pada saat berlangsungnya pembahasan tugas.

Berikut beberapa tuturan ragam resmi yang ditemukan dalam penelitian ini.

1. Tuturan Guru dengan Siswa

(1) (G-II167) Apa judul berita yang dibacakan oleh Yona?


Konteks: Tuturan terjadi di ruang kelas VIII A pada saat
berlangsungnya tahap inti pembelajaran. Suasana pembelajaran serius.
Partisipan pembicaraan adalah guru Bahasa Indonesia dan siswa-siswi
kelas VIII A. Guru sebagai penutur dan para siswa sebagai mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

Maksud dari pembicaraan ini adalah guru meminta para siswa


menanggapi berita yang baru saja dibacakan oleh salah seorang siswi
bernama Yona. Guru mendorong keaktifan siswa dengan melontarkan
pertanyaan terlebih dulu. Pertanyaan yang dilontarkan terkait dengan
judul berita.
(2) (G-II209) Mengapa peristiwa itu terjadi, Darma Djaja?
Konteks: Tuturan terjadi di ruang kelas VIII A pada saat
berlangsungnya tahap inti pembelajaran. Suasana pembicaraan
berlangsung serius. Partisipan pembicaraan adalah guru bahasa
Indonesia dan Siswa 27 (S27). Guru sebagai pembicara dan Siswa 27
(S27) sebagai lawan bicara. Maksud dari pembicaraan ini adalah guru
menanyakan unsur mengapa.

Data tuturan (1) merupakan bentuk penggunaan ragam resmi oleh guru

dalam proses pembelajaran di kelas. Tuturan tersebut dikategorikan sebagai ragam

resmi karena memenuhi 9 karakteristik dari 10 karakteristik ragam resmi. Adapun

karakteristik yang tidak muncul adalah karakteristik 6 yaitu terkait penggunaan

kata sapaan dan kata ganti Bapak, Ibu, Saudara, Anda, atau menyertakan jabatan,

gelar, atau pangkat untuk orang yang dihormati dan penggunaan kata saya untuk

menyebut diri sendiri.

Sembilan karakteristik yang dimaksud adalah karakteristik 1, topik

pembicaraan dalam tuturan ini bersifat resmi dan serius terkait pembahasan judul

berita yang telah dipresentasikan oleh seorang siswi bernama Yona. Karakteristik

2 adalah antarorang yang berbicara saling menghormati ditandai dengan kata-kata

yang digunakan adalah kata-kata baku atau resmi. Karakterisik 3 ditandai dengan

penggunaan kata dan kalimat yang lengkap dan tidak disingkat. Karakteristik 4

ditandai dengan struktur fungtor yang lengkap, mengandung subjek, predikat, dan

objek. Apabila diuraikan menjadi demikian, Apa judul berita merupakan objek

kalimat, yang dibacakan merupakan predikat, dan oleh Yona menempati fungsi

subjek kalimat. Karakteristik 5 terkait kesesuaian tingkat tutur dengan orang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

diajak bicara. Kesesuaian tingkat tutur ini ditandai dengan penggunaan kata

sapaan Yona (nama siswa) yang digunakan guru untuk menyebut siswanya.

Menyebut siswa dengan nama dianggap sesuai dengan tingkat tutur karena usia

siswa jauh lebih muda dibandingkan dengan guru dan guru merupakan orang yang

dihormati di kelas. Kata yang dipakai bersifat baku atau sudah dibakukan.

Karakteristik 7 ditandai dengan penggunaan bahasa baku ditandai dengan tidak

tampaknya penggunaan kata tidak baku atau yang belum dibakukan. Karakteristik

8 adalah penggunaan imbuhan secara jelas dan teliti yang tampak pada

penggunaan imbuhan -kan pada kata dibacakan. Karakteristik 9 ditandai dengan

penggunaan kata sambung (konjungsi) yang dan oleh. Karakteristik 10 ditandai

dengan tidak hadirnya pengaruh unsur asing, bahasa daerah atau bahasa yang

tidak dibakukan.

Data tuturan (2) juga merupakan ragam resmi yang dituturkan oleh guru.

Tuturan tersebut memenuhi 6 dari 10 karakteristik ragam resmi. Adapun

karakteristik yang tidak muncul adalah karakteristik 2, karakteristik 6, karateristik

8, dan karakteristik 9.

Data tuturan (2) dikategorikan sebagai ragam resmi karena memenuhi

karakteristik 1 terkait topik pembicaraan. Menurut Martin Joos (dalam Alwasilah,

1990: 45) ciri pertama ragam resmi adalah topik pembicaraan bersifat resmi dan

serius. Data tuturan (2) memenuhi karakteristik tersebut. Topik pembicaraan

dalam tuturan ini bersifat resmi dan serius terkait penyebab terjadinya peristiwa

dalam berita yang dibacakan oleh Siswa 27 yang ditandai dengan bentuk

kebahasaan yang digunakan mentaati kaidah terbukti dengan pemilihan kata-kata


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

baku (formal). Karakteristik 3 yaitu kata dan kalimat bentuk lengkap ditandai

dengan tidak adanya penggunaan singkatan dalam tataran kata maupun kalimat.

Karakteristik 4 adalah kelengkapan fungtor. Fungtor dikatakan lengkap karena

minimal mengandung subjek dan predikat. Karakteristik 5 ditandai dengan tingkat

tutur yang sesuai dengan orang yang diajak bicara, hal ini tampak dari penyebutan

Darma Djaja (nama siswa) yang digunakan oleh guru untuk memanggil siswanya

secara langsung. Memanggil siswa dengan nama dianggap sesuai dengan tingkat

tutur karena usia siswa lebih muda dari guru dan guru merupakan orang yang

dihormati di kelas. Karakteristik 7 adalah istilah yang dipakai bersifat baku atau

sudah dibakukan. Hal ini ditandai dengan ketidakhadiran bentuk tidak baku atau

tidak resmi. Karakteristik 10 yaitu kalimat terhindar dari pengaruh unsur asing,

bahasa daerah atau bahasa yang tidak dibakukan.

2. Tuturan Siswa dengan Guru

Dalam penelitian ini tidak ditemukan tuturan siswa dengan guru yang

merupakan ragam resmi. Berdasarkan data yang ditemukan peneliti, siswa

cenderung menggunakan ragam santai ketika berkomunikasi dengan guru.

Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan ragam resmi oleh siswa ketika

berkomunikasi dengan guru tidak ditemukan. Selama berlangsungnya kegiatan

pembelajaran di kelas, hanya ragam santai yang digunakan oleh siswa kepada

guru. Ragam resmi hanya ditemukan pada ragam tulis sementara penelitian ini

bukan menganalisis ragam tulis melainkan ragam lisan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

3. Tuturan Sesama Siswa

Dalam penelitian ini, sama sekali tidak ditemukan ragam resmi dalam

tuturan sesama siswa. Siswa cenderung menggunakan ragam santai dan ragam

akrab untuk berkomunikasi dengan siswa yang lain.

4.2.2 Ragam Santai

Berdasarkan hasil penelitian dan jumlah data yang diperoleh, peneliti

menemukan 44 tuturan yang merupakan ragam santai. Ragam santai dalam

penelitian ini muncul secara konsisten pada semua tahap pembelajaran baik pada

tahap awal, tahap inti, maupun tahap akhir. Intensitas pemakaian ragam santai

jauh lebih tinggi dibandingkan penggunaan ragam resmi dan ragam akrab. Berikut

ini beberapa tuturan ragam santai yang ditemukan dalam penelitian ini.

1. Tuturan Guru dengan Siswa

Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya menggunakan ragam resmi

untuk berkomunikasi dengan siswanya. Hal ini dibuktikan dengan temuan data

yang menunjukkan bahwa guru sering memilih ragam santai dibandingkan ragam

resmi. Berikut ini beberapa data tuturan ragam santai yang dituturkan oleh guru

kepada siswa.

(3) (G-IV01) Nah, kemarin dah belajar unsur berita. Nah, pokoknya ini
jangan sampai lupa ya, ada jembatan keledai. Ada berapa unsur?
Konteks: Tuturan terjadi di ruang kelas VIII A pada awal
berlangsungnya pembelajaran. Suasana pembicaraan berlangsung
santai. Partisipan pembicaraan adalah guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia dan siswa-siswi kelas VIII A. Guru sebagai penutur dan
siswa-siswi sebagai mitra tutur. Maksud dari pembicaraan ini adalah
guru membuka pelajaran dengan mengingatkan para siswa mengenai
materi pembelajaran pada pertemuan sebelumnya terkait teori unsur
berita. Guru mengingatkan para siswa secara lisan sambil menuliskan
cara jembatan keledai di papan tulis. Jembatan keledai yang dimaksud
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

adalah Adiksimba yang merupakan akronim dari apa, di mana, kapan,


siapa, mengapa, dan bagaimana.
(4) (G-IV03) Nah, tugas untuk hari ini menulis tiga berita yang harus
lengkap dengan enam unsur berita. Nah, nanti penilaiannya seperti
ini ya, setelah kalian menulis berita kalian maju membacakan
beritanya lalu temannya menyimak. Nah, teman yang bisa mengoreksi
kekurangan dari berita yang sudah maju, itu yang akan mendapat
nilai. Dah paham belum?
Konteks: Tuturan terjadi di ruang kelas VIII A pada saat
berlangsungnya tahap inti pembelajaran. Suasana pembicaraan
berlangsung santai. Partisipan pembicaraan adalah guru bahasa
Indonesia dan siswa-siswi kelas VIII A. Guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia sebagai pembicara dan siswa-siswi kelas VIII A sebagai
lawan bicara. Maksud dari pembicaraan ini adalah guru memberi
tugas untuk menulis tiga berita. Guru menerangkan secara lisan
dengan intonasi yang agak lambat mengenai kriteria penulisan berita
yang harus memenuhi enam unsur berita serta mengenai sistem
penilaian tugas.
(5) (G-IV05) Nah, misalnya nanti saya panggil Ahmad. Ahmad kamu
membacakan beritanya. Lalu, oh ternyata… Kalian menyimak ta ya?
Beritanya Ahmad kurang unsur “kapan” ya, dihilangkan. Nanti
tunjuk jari ya “Saya, Bu. Saya…”, ya. Jangan disuruh, ya. Ini kurang
unsur “kapan”, ya. Bisa seperti itu? Jadi yang mendapat nilai itu
yang bisa memberi apa? Koreksian, ya. Semua anak nulis tiga berita.
Dimulai dari sekarang waktunya 30 menit, ya. Beritanya bebas ya.
Setiap berita harus lengkap. Harus lengkap keenam unsurnya. Nanti
ingat ya anak-anak, yang perlu adalah kalian menyimak,
mendengarkan, dan memberi masukan pada teman yang sedang maju.
Oke? Siap menulis. Ditulis dalam buku tugas kalian masing-masing.
Sendiri-sendiri ya. Boleh berita apa saja. Ada berita olahraga,
pendidikan, kriminal, ya. Tapi jangan berita yang mengarah ke
pornografi. Ada pertanyaan? Tunjuk jari. Apa?
Konteks: Tuturan terjadi di ruang kelas VIII A pada saat
berlangsungnya tahap inti pembelajaran. Suasana pembicaraan
berlangsung santai. Partisipan pembicaraan adalah guru dan siswa.
Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagai pembicara dan siswa-
siswi kelas VIII A sebagai lawan bicara. Maksud dari pembicaraan ini
adalah siswa dapat menangkap dengan jelas sistem penilaian tugas.
(6) (G-IV88) Belum tahu ta ya? Jadi, membuat judulnya pun harus
diperhatikan ya. Kebakaran rumah lalu kebakaran dua rumah di
Sleman. Karena apa? Karena apa peristiwa itu terjadi
Konteks: Tuturan terjadi di ruang kelas VIII A pada saat
berlangsungnya tahap inti pembelajaran. Suasana pembicaraan
berlangsung santai. Partisipan pembicaraan adalah guru Bahasa
Indonesia dan para siswa. Guru sebagai pembicara dan para siswa
sebagai lawan bicara. Maksud dari pembicaraan ini adalah guru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

mengkonfirmasi tanggapan para siswa atas jawaban Siswa 7 terkait


judul berita. Guru menegaskan bahwa judul Kebakaran di Sleman
kurang mengambarkan isi berita. Kemudian guru mengingatkan para
siswa untuk membuat judul berita dengan jelas. Kemudian guru
melanjutkan pembahasan dengan bertanya pada para siswa terlebih
dulu mengenai penyebab terjadinya peristiwa kebakaran.

Data tuturan (3) merupakan ragam santai. Tuturan ini memenuhi 8 dari 12

karakteristik ragam santai. Adapun karakteristik yang tidak muncul adalah

karakteristik 8, karakteristik 9, karakteristik 10, dan karakteristik 11. Karakteristik

8 terkait dengan penggunaan tingkat tutur. Karakteristik 9 terkait alih kode.

Karakteristik 10 terkait keruntutan topik pembicaraan. Karakteristik 11 adalah

kosakata yang banyak dipenuhi oleh unsur leksikal dialek, unsur bahasa daerah

atau unsur bahasa asing.

Karakteristik yang tepenuhi adalah karakteristik 1 terkait suasana

pembicaraan yang berlangsung santai antara penutur (guru) dengan mitra tutur

(siswa) ditandai dengan munculnya bentuk tidak baku dah yang berasal dari

bentuk baku sudah. Karakteristik 2 ditandai dengan bentuk kebahasaan yang

bebas ditandai dengan bentuk tidak baku dah yang berasal dari bentuk baku sudah

serta hadirnya kalimat tanya “Ada berapa unsur?” yang tidak disertai dengan kata

sapaan. Karakteristik 3 adalah ketidakhadiran subjek dalam kalimat “Nah,

pokoknya ini jangan sampai lupa ya, ada jembatan keledai”. Karakteristik 4 yaitu,

pemenggalan silabel su- yang berasal dari kata sudah menjadi dah. Karakteristik 5

adalah pengulangan interjeksi Nah sebanyak dua kali pada kalimat, “Nah, kemarin

dah belajar unsur berita” dan “Nah, pokoknya ini jangan sampai lupa ya, ada

jembatan keledai”. Karakteristik 6 ditandai dengan sopan santun yang tidak

digunakan secara ketat, terbukti dengan tidak digunakannya kata ganti dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

kalimat tanya, “Ada berapa unsur?”. Karakteristik 7 ditandai dengan munculnya

interjeksi Nah dalam kalimat “Nah, kemarin dah belajar unsur berita” dan “Nah,

pokoknya ini jangan sampai lupa ya, ada jembatan keledai”. Munculnya alegro

dalam bentuk ujaran yang dipendekkan berikut ini: ujaran sudah dipendekkan

menjadi dah serta kalimat pendek, “Ada berapa unsur?”. Karakteristik 12 terkait

alegro dalam bentuk ujaran yang dipendekkan ditandai dengan ujaran sudah

dipendekkan menjadi dah serta kalimat pendek, “Ada berapa unsur?”.

Data tuturan (4) merupakan ragam santai. Tuturan ini memenuhi 9 dari 12

karakteristik ragam santai. Adapun karakteristik yang tidak muncul adalah

karakteristik 6 tentang sopan santun yang tidak berlaku ketat, karakteristik 8

terkait penggunaan tingkat tutur yang kadangkala terabaikan, dan karakteristik 9

tentang alih kode, dan karakteristik 11 terkait penggunaan unsur asing.

Karakteristik yang muncul adalah karakteristik 1 terkait situasi

pembicaraan yang berlangsung santai karena adanya kedekatan relasi antara

penutur (guru) dan mitra tutur (siswa-siswi) ditandai oleh pemakaian kata ganti

kalian oleh guru dalam kalimat “Nah, nanti penilaiannya seperti ini ya, setelah

kalian menulis berita kalian maju membacakan beritanya lalu temannya

menyimak”. Karakteristik 2 terkait bentuk kebahasaan yang bebas ditandai

dengan munculnya kata mubazir dari pada kal imat “Nah, teman yang bisa

mengoreksi kekurangan dari berita yang sudah maju, itu yang akan mendapat

nilai”. Dikatakan mubazir karena pemakaian dari opsional apabila yang

ditonjolkan adalah berita. Karakteristik 3 adalah ketidaklengkapan fungtor

kalimat yang ditandai dengan ketiadaan subjek pada kalimat, “Dah paham
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

belum?”. Karakteristik 4 ditandai oleh pemenggalan silabel su- pada kata sudah

menjadi dah dalam kalimat, “Dah paham belum?”. Karakteristik 5 terkait

pengulangan yang ditandai dengan pengulangan interjeksi Nah sebanyak 3 kali.

Karakteristik 7 ditandai dengan munculnya interjeksi Nah sebanyak tiga kali.

Karakteristik 10 ditandai dengan topik pembicaran yang tidak konsisten. Kalimat

pertama, “Nah, tugas untuk hari ini menulis tiga berita yang harus lengkap dengan

enam unsur berita” menunjukkan bahwa topik kalimat adalah penugasan menulis

berita. Berikutnya pada kalimat, “Nah, nanti penilaiannya seperti ini ya, setelah

kalian menulis berita kalian maju membacakan beritanya lalu temannya

menyimak” topik pembicaraan beralih ke sistem penilaian tugas. Karakteristik 12

ditandai dengan munculnya ujaran yang dipendekkan, yaitu dah yang berasal dari

kata sudah dalam kalimat, “Dah paham belum?”.

Data tuturan (5) merupakan ragam santai. Tuturan tersebut memenuhi 9

dari 12 karakteristik ragam santai. Adapun karakteristik yang tidak muncul adalah

karakteristik 6 terkait sopan santun, karakteristik 8 tentang penggunaan tingkat

tutur yang kadangkala terabaikan, dan karakteristik 9 tentang alih kode.

Karakteristik yang muncul antara lain, karakteristik 1 yang ditandai oleh situasi

pembicaraan berlangsung santai karena adanya kedekatan relasi antara penutur

(guru) dan mitra tutur (siswa-siswi) ditandai oleh pemakaian kata ganti kalian,

kamu, dan anak-anak yang dituturkan oleh guru terhadap siswa. Karakteristik 2

tentang kebahasaan yang bebas ditandai dengan penggunaan kata mubazir dari

dalam kalimat “Dimulai dari sekarang waktunya 30 menit, ya”, dikatakan

mubazir karena dari mendahului penanda kala sekarang. Karakteristik 3 terlihat


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

dari ketidaklengkapan fungtor kalimat yang ditandai dengan ketiadaan subjek

pada kalimat berikut, “Siap menulis”. Karakteristik 4 ditandai dengan

pemenggalan silabel dari kata tetapi menjadi tapi, menulis menjadi nulis,

diperlukan menjadi perlu. Karakteristik 5 terkait pengulangan kata ya sebanyak

12 kali. Karakteristik 7 ditandai dengan hadirnya interjeksi Nah dalam kalimat

“Nah, misalnya nanti saya panggil Ahmad” dan interjeksi Oh dalam kalimat

“Lalu, oh ternyata…”. Karakteristik 10 tentang alih kode ditandai oleh beralihnya

topik pembicaraan dari perintah untuk segera mengerjakan kemudian beralih ke

topik penjelasan macam-macam berita. Karakteristik 11 ditandai oleh hadirnya

unsur bahasa asing oke yang berasal dari bahasa Inggris Okay yang berarti iya,

baik, atau baiklah dan unsur bahasa Jawa ta yang berarti kan dalam kalimat,

“Kalian menyimak ta ya?”. Karakteristik 12 ditandai oleh munculnya kalimat-

kalimat yang dipendekkan berikut, “Ada pertanyaan?”, “Apa?”, “Beritanya bebas

ya”, “Jangan disuruh, ya”, dan “Koreksian, ya”.

Data tuturan (6) merupakan ragam santai. Tuturan memenuhi 9 dari 12

karakteristik ragam santai. Adapun karakteristik yang tidak muncul adalah

karakteristik 3, karakteristik 8, karakteristik 9. Karakteristik 3 terkait fungtor.

Karakteristik 8 tentang penggunaan tingkat tutur. Karakteristik 9 tentang alih

kode. Adapun karakteristik yang tampak adalah karakteristik 1. Karakteristik 1

tampak dari suasana pembicaraan berlangsung santai ditandai dengan hadirnya

unsur bahasa Jawa ta yang berarti kan dalam kalimat, “Belum tahu ta ya?”.

Karakteristik 2 terlihat dari bentuk kebahasan yang bebas ditandai dengan

hadirnya ragam ta yang berasal dari bahasa Jawa. Karakteristik 4 ditandai oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

pemenggalan silabel i- yang berasal dari kata kata iya menjadi ya. Karakteristik 5

ditandai dengan pengulangan unsur kalimat karena apa dalam kalimat, “Karena

apa?” dan kalimat, “Karena apa peristiwa itu terjadi?”. Karakteristik 6 terkait

kesantunan. Kesantunan tuturan masih kurang, ditandai dengan ketiadaan kata

sapaan pada kalimat tanya yang ditujukan oleh penutur kepada mitra tutur dalam

kalimat, “Karena apa?” dan “Karena apa peristiwa itu terjadi?”. Karakteristik 7

ditandai oleh hadirnya interjeksi ta yang dalam bahasa Indonesia berarti kan.

Karakteristik 10 ditandai dengan beralihnya topik tuturan dari topik penulisan

judul berita ke topik pembahasan unsur karena. Karakteristik 11 ditandai dengan

penggunaan unsur daerah ta yang dalam bahasa Indonesia berarti kan dalam

kalimat “Belum tahu ta ya?”. Karakteristik 12 ditandai dengan munculnya kalimat

yang dipendekkan, “Karena apa?”.

2. Tuturan Siswa dengan Guru

Proses komunikasi antara siswa dengan guru didominasi oleh ragam

santai. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa seluruh tuturan siswa terhadap guru

adalah tuturan ragam santai. Berikut ini beberapa data ragam santai dalam tuturan

siswa dengan guru.

(7) (S6-IV174) Aku, Bu. Bu, aku. Jembatan kreo.


Konteks: Tuturan terjadi di ruang kelas VIII A pada saat berlangsungnya
tahap inti pembelajaran Bahasa Indonesia. Suasana pembicaraan berlangsung
santai. Partisipan pembicaraan adalah Siswa 6 dan guru Bahasa Indonesia.
Siswa 6 sebagai pembicara dan guru sebagai lawan bicara. Maksud dari
pembicaraan ini adalah Siswa 6 ingin menjawab pertan yaan guru terkait
unsur di mana dalam berita yang telah dibacakan oleh Siswa 7. Siswa 6
mencoba mengangkat tangan supaya ditunjuk oleh guru untuk menjawab
pertanyaan. Namun, guru menunjuk siswa lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

(8) (G-IV202) Bu, gak denger Bu.


Konteks: Tuturan terjadi di ruang kelas VIII A pada saat berlangsungnya
tahap inti pembelajaran Bahasa Indonesia. Suasana pembicaraan berlangsung
santai. Partisipan pembicaraan adalah Siswa 7 dan guru Bahasa Indonesia.
Siswa 7 sebagai pembicara dan guru sebagai lawan bicara. Maksud dari
pembicaraan ini adalah Siswa 7 menyampaikan kesulitannya untuk
mendengarkan berita yang sedang dibaca oleh Siswa 9 sebab suara Siswa 9
hanya terdengar lirih.

Data tuturan (7) merupakan ragam santai. Tuturan ini memenuhi 6 dari 12

karakteristik ragam santai. Adapun karakteristik yang tidak muncul adalah

karakteristik 7 terkait interjeksi, karakteristik 9 tentang alih kode, karakteristik 10

terkait topik pembicaraan, karakteristik 11 terkait penggunaan unsur daerah atau

unsur asing, dan karakteristik 12 terkait penggunaan alegro. Adapun karakteristik

yang terpenuhi adalah sebagai berikut.

Karakteristik 1 terkait suasana pembicaraan ditandai dengan suasana

pembicaraan yang berlangsung santai ditandai dengan pemakaian bentuk tidak

resmi aku yang memiliki bentuk resmi saya menandakan adanya relasi yang akrab

antara penutur dengan mitra tutur. Karakteristik 2 terkait bentuk kebahasaan

ditandai dengan bentuk kebahasaan yang bebas ditandai dengan hadirnya bentuk

tidak resmi aku yang berasal dari bentuk resmi saya. Karakteristik 3 terkait

kelengkapan fungtor ditandai dengan ketidakhadiran predikat pada, “Aku, Bu.”

dan “Bu, aku.” serta ketidakhadiran subjek dan predikat pada, “Jembatan Kreo”.

Karakteristik 4 terkait pemenggalan silabel yang ditandai dengan pemenggalan

silabel i- pada kata Bu yang berasal dari kata Ibu. Karakteristik 5 terkait

pengulangan ditandai dengan pengulangan kata aku dan kata Bu. Karakteristik 6

terkait sopan santun ditandai dengan sopan santun tidak digunakan secara ketat,

terbukti dengan penggunaan bentuk tidak resmi aku yang seharusnya tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

muncul pada komunikasi resmi, terlebih mitra tutur adalah guru (orang yang

dihormati).

Data tuturan (8) merupakan ragam santai. Tuturan ini memenuhi 4 dari 12

karakteristik ragam santai. Adapun karakteristik yang tidak muncul adalah

karakteristik 7 terkait interjeksi, karakteristik 9 tentang alih kode, karakteristik 10

terkait topik pembicaraan,dan karakteristik 11 terkait penggunaan unsur daerah

atau unsur asing. Adapun karakteristik yang terpenuhi adalah berikut ini.

Karakteristik 1 terkait suasana pembicaraan yang santai ditandai dengan

adanya kedekatan relasi antara penutur dengan mitra tutur ditandai dengan

penggunaan ragam tidak resmi gak denger yang tidak seharusnya muncul dalam

proses belajar mengajar di kelas terlebih penutur adalah siswa yang semestinya

menggunakan ragam resmi untuk bertutur dengan guru. Karakteristik 2 terkait

bentuk kebahasaan yang bebas ditandai dengan hadirnya bentuk tidak resmi gak

denger. Karakteristik 3 terkait kelengkapan fungtor ditandai dengan

ketidakhadiran subjek kalimat. Karakteristik 4 terkait pemenggalan silabel

ditandai dengan pemenggalan silabel i- pada kata bu yang berasal dari kata Ibu.

Karakteristik 5 terkait pengulangan ditandai dengani dua kali pengulangan kata

Bu. Karakteristik 6 terkait sopan santun yang kurang ketat terbukti dengan

penggunaan bentuk tidak resmi gak denger oleh siswa terhadap guru yang

seharusnya digunakan oleh siswa untuk berbicara kepada teman sebaya dalam

situasi tidak resmi. Karakteristik 8 terkait tingkat tutur ditandai dengan tingkat

tutur yang terabaikan oleh penutur (siswa) yang menggunakan ragam tidak resmi

untuk berbicara dengan orang yang dihormati (guru) dalam situasi pembelajaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

yang resmi di kelas. Karakteristik 12 terkait penggunaan bentuk allegro yang

muncul pada ujaran-ujaran yang dipendekkan seperti Ibu menjadi Bu dan tidak

menjadi gak.

9. Tuturan Sesama Siswa

Ragam santai tidak ditemukan dalam tuturan sesama siswa. Siswa

cenderung memilih ragam akrab yang didominasi dengan penggunaan unsur

bahasa Jawa mengingat latar belakang siswa yang mayoritas asli suku Jawa.

Demikian pula para siswa yang berlatar belakang suku lainnya yang sudah

memiliki kemampuan berbahasa Jawa secara pasif dan mulai bisa berkomunikasi

menggunakan bahasa Jawa meskipun tuturan yang diucapkan seringkali tidak

sesuai dengan kaidah bahasa Jawa.

Kemampuan berbahasa Jawa siswa berlatar belakang suku non Jawa ini

diperoleh sejak mereka duduk di bangku sekolah dasar. Siswa yang berasal dari

luar daerah bertempat tinggal di panti asuhan. Para siswa tinggal di Panti Asuhan

Putra Santa Theresia Boro dan para siswi tinggal di Panti Asuhan Putri Brayat

Pinuji Boro yang keduanya terletak tidak jauh dari lingkungan sekolah. Para siswa

ini umumnya mulai tinggal di panti asuhan sejak usia sekolah dasar. Hal inilah

yang melatarbelakangi kemampuan berbahasa siswa kelas VIII A yang bukan

suku Jawa, baik kemampuan berbahasa secara aktif maupun pasif.

Di luar data-data yang telah ditemukan di atas, ragam santai juga

ditemukan pada data nomor G-IV07, G-IV13, G-IV65, G-IV70, G-IV71, S2-

IV72, G-IV73, G-IV74, G-IV78, G-IV84, G-IV90, G-IV92, G-IV95, G-IV104, G-

IV110, G-IV112, G-IV115, G-IV124, G-IV134, G-IV142, G-IV144, G-IV146, G-


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

IV150, G-IV152, G-IV154, G-IV159, G-IV177, G-IV181, G-IV183, G-IV186, G-

IV205, G-IV225, G-IV229, G-IV231, G-IV242, S3-IV243, dan G-IV244.

4.2.3 Ragam Akrab

Berdasarkan hasil penelitian dan jumlah data yang diperoleh, peneliti

menemukan 8 tuturan yang merupakan ragam akrab. Ragam akrab dalam

penelitian ini muncul dengan intensitas yang sering dibandingkan dengan ragam

resmi namun dan jumlahnya tidak sebanyaknya ragam santai. Ragam akrab paling

banyak muncul pada saat berlangsungnya bagian penutup pembelajaran yaitu

sebanyak lima kali. Sementara itu, pada tahap awal pembelajaran, ragam ini tidak

muncul. Di tahap inti pembelajaran, ragam akrab muncul tiga kali. Berikut ini

beberapa tuturan ragam akrab yang ditemukan oleh peneliti.

1. Tuturan Guru dengan Siswa

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, tidak ditemukan ragam akrab

dalam tuturan guru kepada siswa. Guru cenderung menggunakan ragam santai dan

ragam resmi dibandingkan ragam lainnya. Ragam akrab tidak dipilih oleh guru

karena tidak sesuai dengan situasi pembelajaran di kelas.

Guru dan siswa memiliki latar belakang pengetahuan yang berbeda. Kode-

kode yang terdapat dalam ragam akrab hanya dimengerti oleh penutur dan mitra

tutur yang memiliki kelompok bergaul yang sama atau yang disebut sebagai

restricted code. Di samping itu, ragam akrab tidak cocok digunakan untuk

menyampaikan materi pembelajaran. Bahasa dalam kegiatan pembelajaran

memiliki bentuk kebahasaan dengan ciri khas formal dan taat pada kaidah ragam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

baku meskipun pada praktiknya tidak jarang guru memilih bentuk ragam tidak

resmi untuk mempermudah proses pemahaman siswa.

2. Tuturan Siswa dengan Guru

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, tidak ditemukan ragam akrab

dalam tuturan siswa kepada guru. Siswa cenderung menggunakan ragam santai

ketika berkomunikasi dengan guru. Ragam akrab paling banyak muncul dalam

tuturan siswa dengan siswa.

Ragam akrab adalah ragam yang di dalamnya sering muncul kode-kode

tertentu yang hanya dimengerti oleh kelompok yang mempunyai latar belakang

pengetahuan yang sama. Siswa dan guru tidak memiliki latar belakang yang sama,

baik dari segi tingkat tutur, usia, maupun pengetahuan. Oleh sebab itu, ragam

akrab lebih tepat digunakan dalam komunikasi sesama siswa.

3. Tuturan Sesama Siswa

Ditemukan 8 data dalam tuturan sesama siswa yang merupakan ragam

akrab. Berikut ini beberapa tuturan yang ditemukan.

(9) (S11-IV66) Wah, kurang pirang menit iki wektune Leh?


Konteks: Tuturan terjadi di ruang kelas VIII A pada saat
berlangsungnya tahap inti pembelajaran Bahasa Indonesia. Suasana
pembicaraan berlangsung akrab. Partisipan pembicaraan adalah Siswa
11 dan Siswa 4. Siswa 11 sebagai pembicara dan Siswa 4 sebagai
lawan bicara. Maksud dari pembicaraan ini yaitu, Siswa 11
menanyakan sisa waktu pengerjaan tugas kepada Siswa 4. Siswa 11
merasa waktu pengerjaan tugas berjalan sangat cepat.

(10) (S7-V247) Kok aku. Aku ketuane pa?


Konteks: Tuturan terjadi di ruang kelas VIII A pada saat
berlangsungnya tahap penutup pembelajaran. Suasana pembicaraan
berlangsung akrab. Partisipan pembicaraan adalah Siswa 7 dan siswa-
siswi yang lain di kelas. Siswa 7 sebagai penutur dan siswa-siswi
lainnya sebagai mitra tutur. Maksud dari tuturan ini adalah Siswa 7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

merasa keberatan untuk mengumpulkan tugas sebab, ia merasa bahwa


dirinya bukan ketua kelas.

(11) (S1-V250) Ferdie, bukune dikumpulke ta?


Konteks: Tuturan terjadi di ruang kelas VIII A pada saat
berlangsungnya tahap penutup pembelajaran. Suasana pembicaraan
berlangsung akrab. Partisipan pembicaraan adalah Siswa 1 dan Siswa
16. Siswa 1 sebagai penutur dan Siswa 16 sebagai mitra tutur.
Maksud dari tuturan ini adalah Siswa 1 memastikan pada ketua kelas
(Siswa 16) apakah buku tugas dikumpulkan.

Data tuturan (9) merupakan ragam akrab. Tuturan tersebut memenuhi

empat karakteristik ragam akrab yaitu, karakteristik 1, karakteristik 2,

karakteristik 3, dan karakteristik 4. Karakteristik 1 terkait keakraban antara

penutur dengan mitra tutur. Keakraban antara penutur dengan mitra tutur dalam

data tuturan (7) ditandai dengan penggunaan bahasa daerah (bahasa Jawa) serta

munculnya istilah Leh yang merupakan istilah tidak baku atau tidak resmi dalam

bahasa Jawa. Penggunaan bahasa Jawa dan istilah Leh ini menunjukkan bahwa

antara penutur dan mitra tutur memiliki relasi yang akrab.

Karakteristik 2 terkait dengan dengan penggunaan bahasa yang tidak

lengkap. Pada tuturan (7) tampak bahwa maksud tuturan tidak dipaparkan secara

jelas. Penutur tidak menjelaskan maksud dari kata wektune (waktunya) secara

jelas. Karakteristik 3 terkait maksud pembicaraan yang tidak dapat dimengerti

oleh orang lain tanpa mengetahui situasinya. Karakteristik ini muncul pada tuturan

(7) yang tidak dapat diketahui maksudnya apabila mitra tutur tidak mengetahui

konteks pembicaraan. Hanya mitra tutur yang mengetahui konteks pembicaraan

yang dapat menangkap bahwa makna wektune (waktunya) yang dimaksud penutur

adalah waktu yang tersisa untuk mengerjakan tugas. Karakteristik 4 terkait

munculnya istilah khas yang hanya dimengerti oleh penutur dan mitra tutur dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

suatu kelompok. Istilah khas yang muncul dalam tuturan sesama siswa ini adalah

istilah Leh yang hanya dimengerti oleh penutur dan mitra tutur. Istilah ini muncul

pada saat bahasa Jawa ragam Ngoko (tidak resmi) digunakan oleh para siswa.

Istilah ini dipakai sebagai kata ganti untuk memanggil atau menyebut satu sama

lain yang seumuran atau sebaya.

Data tuturan (10) merupakan ragam akrab. Data tuturan (7) memenuhi 3

dari 4 karakteristik ragam akrab. Ketiga karakteristik yang dimaksud adalah

karakteristik 1, karakteristik 2, dan karakteristik 3. Karakteristik 1 terkait

kedekatan relasi. Karakteristik ini ditandai dengan penggunaan bahasa daerah

(bahasa Jawa) yang menempati posisi ragam rendah apabila digunakan dalam

proses belajar mengajar dan tidak seharusnya dipakai dalam komunikasi resmi di

kelas. Karakteristik 2 adalah penggunaan bahasa yang pendek-pendek dan tidak

lengkap. Karakteristik ini tampak pada ujaran “Kok aku” dan kata pa (dibaca: po)

pada kalimat “Aku ketuane pa?” yang dalam bahasa Indonesia berarti apa.

Karakteristik 3 terkait maksud pembicaraan yang tidak dapat dimengerti oleh

orang lain tanpa mengetahui situasinya. Tuturan 8 tidak dapat langsung

dimengerti maksud tuturannya apabila orang-orang yang terlibat dalam tuturan

tidak mengetahui konteks pembicaraan. Mitra tutur tidak akan mengerti ketua apa

yang dimaksud dalam kalimat, “Aku ketuane pa?” yang dalam bahasa Indonesia

berartu, “Memang saya ketua?”.

Data tuturan (11) merupakan ragam akrab. Tuturan ini memenuhi 3 dari 4

karakteristik ragam akrab. Adapun karakteristik yang tidak muncul adalah

karakteristik 4 terkait penggunaan istilah-istilah khas. Karakteristik-karakteristik


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

yang terpenuhi antara lain, karakteristik 1, karakteristik 2, dan karakteristik 3.

Karakteristik 1 terkait keakraban antara penutur dengan mitra tutur. Hal ini

ditandai dengan penggunaan bahasa daerah (bahasa Jawa) yang menempati posisi

ragam rendah dalam proses komunikasi di di kelas dan semestinya tidak muncul

dalam komunikasi resmi. Penggunaan bahasa daerah menandakan bahwa antara

penutur dan mitra tutur memiliki relasi yang akrab. Karakteristik 2 terkait

penggunaan bahasa yang tidak lengkap atau pendek-pendek. Hal ini dapat dilihat

dari bentuk ujaran yang singkat dan tidak rinci pada kata bukune (bukunya). Kata

ganti –ne pada bukune atau yang dalam bahasa Indonesia adalah kata ganti -nya

pada bukunya tidak jelas ditujukan untuk siapa dan penggunaan kata ganti tersebut

tidak sesuai konteks. Karakteristik 3 terkait maksud pembicaraan. Bentuk ujaran

yang singkat dan tidak rinci mengakibatkan tuturan hanya dapat dipahami oleh

mitra tutur yang mengetahui konteks dan terlibat langsung dalam pembicaraan.

Demikian analisis tuturan ragam akrab yang meliputi komunikasi antara

guru dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa. Di luar analisis

data yang telah diuraikan di atas, ragam akrab juga ditemukan pada data nomor

S3-V165, S3-V178, S1-V246, S5-V248, dan S3-V251.

4.3 Pembahasan

Penelitian yang berjudul “Jenis Ragam dan Karakteristik Ragam Tuturan

Guru dan Siswa Kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I Kalibawang Tahun Ajaran

2017/2018” bertujuan untuk mendeskripsikan jenis ragam dan karakteristik

ragam. Peneliti menggunakan konsep dasar sosiolinguistik yang terdiri dari teori

bahasa dan ragam bahasa, teori konteks, dan teori pembelajaran bahasa Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

Sasaran penelitian ini adalah tuturan guru dan siswa dalam proses belajar

mengajar di kelas.

Peneliti mengangkat jenis ragam dan karakteristik ragam sebagai topik

penelitian karena sekolah sebagai sarana untuk mengajarkan bahasa Indonesia

yang baik dan benar justru kurang konsisten dalam menerapkan penggunaan

bahasa baku sebagai ragam tinggi. Sebagai contoh konkret, penggunaan ragam

bahasa baku dalam proses belajar-mengajar di kelas seringkali diabaikan. Bahkan,

pada saat berlangsungnya pembelajaran bahasa Indonesia sekalipun. Hal ini juga

terbukti pada saat peneliti melakukan penelitian di kelas VIII A SMP Pangudi

Luhur I Kalibawang.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis ragam dan

karakteristik ragam yang muncul pada tuturan guru dan siswa saat berlangsungnya

proses pembelajaran di kelas. Dalam mencapai tujuan tersebut, peneliti

menggunakan metode simak dan teknik sadap untuk mengumpulkan data.

Penelitian ini menggunakan teknik lanjutan dari teknik sadap yaitu teknik Simak

Bebas Libat Cakap (SBLC) karena peneliti hanya berperan sebagai pengamat

dalam proses pengambilan data. Peneliti mengharapkan data yang diperoleh

adalah data alamiah dengan konteks yang sebenarnya. Metode simak yang

digunakan adalah metode simak dengan teknik dasar yang disebut teknik sadap.

Penyadapan dilakukan melalui proses perekaman dan pencatatan. Teknik tersebut

diharapkan mampu menghasilkan data yang berkualitas dan akurat.

Pada bagian pembahasan, peneliti menjawab keseluruhan rumusan

masalah dengan menghubungkan teori yang menjadi pisau analisis data.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

Penelitian ini menggunakan teori jenis ragam menurut Martin Joos (dalam

Alwasilah, 1990: 45). Sementara itu untuk menganalisis karakteristik ragam,

peneliti menggabungkan pendapat beberapa ahli. Peneliti menggabungkan teori

Utorodewo (2010), Chaer dan Agustina (2004), Pateda (1990), Supardi (1988),

Nurgiyantoro (dalam Astuti 2000), Martin Joos (dalam Alwasilah 1990), dan

Nababan (1984). Uraian penjelasan dibahas dalam masing-masing rumusan

masalah berikut ini.

4.3.1 Jenis Ragam Tuturan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Bahasa

Indonesia Kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I Kalibawang

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode simak serta teknik

rekam dan teknik catat sebagai tahap awal pengumpulan data. Metode simak yang

digunakan peneliti merupakan salah satu metode dimana peneliti menyimak

penggunaan bahasa penutur kepada mitra tutur. Proses menyimak penggunaan

bahasa dapat berupa bahasa tulis maupun bahasa lisan. Peneliti menyimak

penggunaan bahasa lisan, khususnya tuturan guru kepada siswa, siswa kepada

guru, dan antarsiswa saat berlangsungnya pembelajaran di kelas.

Dalam pengumpulan data, peneliti menyimak tuturan yang muncul melalui

teknik rekam dan teknik catat. Teknik rekam merupakan salah satu cara peneliti

untuk mendapatkan data dengan merekam segala tuturan guru dan siswa di kelas

melalui alat perekam. Teknik catat merupakan salah satu cara peneliti untuk

mendapatkan data dengan mencatat tuturan-tuturan yang muncul pada saat

berlangsungnya proses pembelajaran di kelas. Penggunaan dua teknik tersebut

sangat membantu peneliti untuk mengumpulkan dan melengkapi data.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

Penelitian ini mengkaji penggunaan ragam bahasa di kelas. Nababan

(1986: 12) menyatakan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa, baik variasi

bentuk ataupun maknanya. Menurut Holmes (2001: 223), “Language varies

according to it’s uses as well as it’s user, as it’s user, according to where it is

used and to whom, as well as according to who is using it”. Kutipan ini diartikan

bahwa ragam bahasa berubah-ubah menurut kegunaan dan penggunaannya,

tempat di mana digunakan, siapa mitra tuturnya serta siapa penutur yang

menggunakan bahasa tersebut. Pernyataan-pernyataan tersebut berindikasi pada

jenis-jenis ragam. Ada banyak pendapat ahli mengenai jenis ragam dan

karakteristik ragam. Masing-masing ahli memiliki kriteria tertentu untuk

menentukan suatu ragam. Penelitian ini menggunakan teori jenis ragam menurut

Martin Joos (dalam Alwasilah, 1990: 45). Teori ini dipilih karena teori ini

memaparkan jenis-jenis ragam secara spesifik dibandingkan teori lainnya.

Sementara itu untuk menganalisis karakteristik ragam, peneliti menggabungkan

pendapat beberapa ahli yaitu, teori Utorodewo (2010), Chaer dan Agustina

(2004), Pateda (1990), Supardi (1988), Nurgiyantoro (dalam Astuti 2000), Martin

Joos (dalam Alwasilah 1990), dan Nababan (1984).

Tuturan guru dan siswa dalam pembelajaran di kelas VIII A SMP

Pangudi Luhur I Kalibawang dianalis menggunakan teori Martin Joos (dalam

Alwasilah 1990) untuk mengetahui jenis ragam yang muncul berdasarkan tingkat

keformalan atau situasi yang melingkupi tuturan. Martin Joos (dalam Alwasilah,

1990: 45) membagi variasi bahasa berdasarkan tingkat keformalan, yaitu ragam

beku, ragam resmi, ragam usaha, ragam santai, dan ragam akrab. Berdasarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

hasil analisis data penelitian ini, peneliti menemukan tiga jenis ragam yang

muncul dalam proses belajar mengajar di kelas. Jenis ragam tersebut antara lain,

ragam resmi, ragam santai, dan ragam akrab. Ragam resmi paling jarang

ditemukan dalam proses belajar mengajar di kelas. Guru dan siswa lebih sering

memakai ragam santai. Sementara itu, ragam akrab lebih sering muncul dalam

tuturan sesama siswa.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan ragam tidak resmi

seperti ragam santai dan ragam akrab lebih sering digunakan dalam pembelajaran,

baik oleh guru maupun siswa. Ragam resmi yang seharusnya digunakan dalam

proses pembelajaran terlebih pada saat berlangsungnya pelajaran Bahasa

Indonesia justru jarang muncul. Ragam resmi hanya muncul dua kali dalam

penelitian ini. Ragam resmi ini muncul di bagian inti pembelajaran pada saat guru

dan siswa melakukan pembahasan tugas. Sementara itu, ragam santai muncul

hampir merata di setiap bagian pembelajaran, baik pada bagian awal, inti, maupun

akhir. Penerapan ragam resmi atau formal seringkali dirasa sulit baik oleh guru

maupun siswa. Ragam resmi dirasa terlalu kaku dan dapat menimbulkan jarak

yang jauh antara guru dengan siswa sehingga proses pemahaman siswa dapat

terhambat. Ragam tidak resmi seperti ragam santai dan ragam akrab lebih sering

digunakan supaya pesan guru terhadap peserta didik dapat tersampaikan dengan

baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

4.3.2 Karakteristik Ragam Tuturan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran

Bahasa Indonesia Kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I Kalibawang

Peneliti menemukan tiga jenis ragam tuturan dalam pembelajaran di

kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I Kalibawang. Ketiga ragam yang dimaksud

adalah ragam resmi, ragam santai, dan ragam akrab. Setiap ragam yang ditemukan

memiliki karakteristiknya masing-masing.

Ragam resmi memiliki 10 karakteristik. Karakteristik tersebut yaitu, (1)

topik pembicaraan bersifat resmi dan serius, (2) antarorang yang berbicara saling

menghormati, (3) memakai bentuk lengkap dan tidak disingkat baik pada tataran

kalimat maupun kata, (4) struktur fungtor lengkap, khususnya fungtor subjek dan

predikat, (5) tingkat tutur sesuai dengan strata orang yang diajak bicara, (6)

penggunaan kata sapaan dan kata ganti Bapak, Ibu, Saudara, Anda, atau

menyertakan jabatan, gelar, maupun pangkat untuk orang yang dihormati dan

penggunaan kata saya untuk menyebut diri sendiri, (7) kata atau istilah yang

dipakai bersifat baku atau sudah dibakukan, (8) penggunaan imbuhan secara jelas

dan teliti. Hanya pada kalimat perintah imbuhan dapat ditanggalkan dalam kata

kerja (verba), (9) penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan

(preposisi), dan (10) terhindar dari pengaruh unsur asing, bahasa daerah atau

bahasa yang tidak dibakukan. Dalam penelitian ini ditemukan 2 data tuturan yang

merupakan ragam resmi. Kedua data tersebut memenuhi 9 dan 6 dari 10

karakteristik ragam resmi.

Ragam santai memiliki 12 karakteristik. Karakteristik tersebut yaitu, (1)

digunakan dalam pembicaraan santai, akrab antara penutur dan mitra tutur, (2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

bentuk kebahasaan relatif bebas jika dibanding ragam resmi, (3) fungtor kalimat

tidak lengkap, (4) sering menggunakan kata-kata yang dipenggal sebagian

silabelnya, (5) sering terjadi pengulangan-pengulangan, (6) sopan santun tidak

berlaku secara ketat, (7) sering digunakan interjeksi, (8) penggunaan tingkat tutur

kadangkala terabaikan dari status hubungan penutur dan mitra tutur, (9) sering

beralih kode, (10) topik pembicaraan tidak terarah secara mantap atau urutan tidak

runtut, (11) kosakatanya banyak dipenuhi unsur leksikal dialek, unsur bahasa

daerah atau unsur bahasa asing, dan (12) banyak menggunakan bentuk alegro,

yaitu bentuk kata frasa, kalimat atau ujaran yang dipendekkan. Dalam penelitian

ini ditemukan 44 tuturan yang merupakan ragam santai. Tiap tuturan yang dianalis

minimal memenuhi 9 dari 10 karakteristik ragam santai.

Ragam akrab memiliki 4 karakteristik. Karakteristik tersebut adalah (1)

biasa digunakan oleh penutur yang sudah akrab, (2) ditandai dengan penggunaan

bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan dengan artikulasi yang sering

tidak jelas, (3) maksud pembicaraan tidak dapat dimengerti oleh orang lain tanpa

mengetahui situasinya, dan (4) banyak dipergunakan bentuk-bentuk dan istilah-

istilah (kata-kata) khas bagi suatu keluarga atau sekelompok teman akrab. Dalam

penelitian ini ditemukan 8 data tuturan yang merupakan ragam akrab. Tiap tuturan

minimal memenuhi 3 dari 4 karakteristik ragam akrab.

Penelitian ini melengkapi penelitian terdahulu yang sama-sama

menganalisis jenis ragam. Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan

antara penelitian yang dilakukan oleh Y. B. Dion Rikayakto (2007) dan Dhany

Nugrahani A. (2012) dengan penelitian ini. Perbedaan Pertama, sumber data


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

penelitian Y. B. Dion Rikayakto (2007) adalah pemandu wisata PT. Surya Satjati

Wisata Yogyakarta dan sumber data Dhany Nugrahani A. (2012) adalah guru SLB

Negeri Pembina Yogyakarta. Sementara sumber data penelitian ini adalah siswa

kelas VIII A dan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VIII A SMP

Pangudi Luhur I Kalibawang.

Perbedaan kedua, penelitian Y. B. Dion Rikayakto (2007) menggunakan

dua rumusan masalah yaitu mencari: (1) ragam bahasa Indonesia, dan (2) ciri-ciri

ragam bahasa Indonesia. Sementara itu, penelitian Dhany Nugrahani A. (2012)

menggunakan tiga rumusan masalah yaitu mencari: (1) bentuk variasi bahasa, (2)

faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan variasi bahasa, dan (3) fungsi

bahasa dalam penggunaan variasi bahasa.

Perbedaan ketiga, dalam penelitian Y. B. Dion Rikayakto (2007)

ditemukan lima jenis ragam bahasa yaitu, ragam bahasa cendekia dilihat dari

statusnya, ragam bahasa yang menggunakan kata-kata dalam bidang wisata,

ragam bahasa yang menggunakan media kelisanan, dan ragam bahasa yang

menggunakan kata-kata nonstandar yang berindikasi pada pemakaian subragam

bahasa santai. Sementara itu, dalam penelitian Dhany Nugrahani A. (2012)

ditemukan dua jenis ragam tuturan guru dan siswa yakni, ragam santai dan ragam

akrab. Berbeda dengan penelitian ini yang menemukan tiga jenis ragam bahasa

pada tuturan guru dan siswa yaitu, ragam resmi, ragam santai, dan ragam akrab.

Ini artinya, ada perbedaan jenis ragam yang digunakan dalam proses pembelajaran

dengan ragam bahasa yang digunakan dalam bidang pariwisata. Penelitian Dhany

Nugrahani A. (2012) dengan penelitian ini juga menunjukkan perbedaan jenis


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

ragam yang ditemukan meskipun sama-sama dilakukan dalam kegiatan

pembelajaran. Dalam penelitian ini, penggunaan ragam santai paling dominan di

antara jenis ragam yang lain sementara pada penelitian Dhany Nugrahani A.

(2012), ragam usaha paling sering digunakan.

Perbedaan keempat, penelitian Dhany Nugrahani A. (2012) berfokus pada

bentuk atau jenis ragam, faktor-faktor penggunaan ragam tertentu, serta fungsi

ragam yang muncul dalam tuturan guru saja. Demikian pula dengan penelitian Y.

B. Dion Rikayakto (2007) hanya berfokus pada tuturan pemandu wisata saja.

Sementara itu, penelitian ini berfokus pada jenis dan karakteristik ragam tuturan

guru maupun siswa.

Berdasarkan perbedaan-perbedaan di atas dapat dilihat bahwa penelitian

ini dengan kedua penelitian di atas tidaklah sama. Baik dari sumber data maupun

analisis data yang dilakukan sehingga jenis dan karakteristik ragam yang

ditemukan juga berbeda. Di samping melengkapi temuan sebelumnya, teori yang

digunakan dalam penelitian ini juga melengkapi teori-teori yang digunakan pada

penelitian sebelumnya. Hal ini terlihat dari beragam pendapat ahli mengenai jenis

dan karakteristik ragam bahasa yang dikolaborasikan oleh peneliti demi

menemukan teori yang memadai untuk proses analisis penggunaan ragam bahasa

dan karakteristik ragam bahasa dalam proses belajar mengajar di kelas.

4.3.3 Perbedaan Karakteristik Ragam Resmi dengan Ragam Tidak Resmi

Salah satu karakteristik yang membedakan ragam resmi dengan ragam

tidak resmi adalah pemilihan diksi. Penggunaan ragam resmi selalu diikuti oleh

penggunaan kata baku atau kata yang sudah dibakukan. Supardi (1988: 38-39)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

memaparkan penggunaan kata baku atau kata yang sudah dibakukan sebagai salah

satu ciri ragam resmi. Sementara dalam situasi tidak resmi, diksi yang digunakan

berasal dari bahasa tidak baku atau nonstandar, sejalan dengan Pateda (1990: 70-

71) yang berpendapat bahwa bahasa dalam situasi tidak resmi biasanya

menggunakan bahasa tidak standar.

Struktur kebahasaan dalam ragam resmi cenderung kaku dibandingkan

dengan struktur kebahasaan dalam ragam tidak resmi. Kata dan kalimat yang

digunakan selalu mentaati kaidah kebahasaan. Hal tersebut ditandai dengan

penggunaan afiks dan kata tugas yang eksplisit dan konsisten. Sementara pada

ragam resmi tidak tampak konsistensi tersebut. Penggunaan unsur-unsur daerah

atau dialek dalam ragam resmi sangat dihindari, sementara pada ragam tidak

resmi penggunaan unsur daerah yang belum berterima sering ditemukan. Pada

ragam resmi, penggunaan bentuk yang tidak lengkap atau disingkat baik pada

tataran kata maupun kalimat sangat dihindari sementara dalam ragam tidak resmi

seringkali digunakan singkatan-singkatan.

Tujuan adalah gabungan atau campuran dari maksud-maksud dalam

suatu pembicaraan. Menurut Ochs dan Winker (1979: 9) via Tarigan (1985: 15-

16) tujuan pembicaraan meliputi memberitahu (to inform), menghibur (to

entertain), dan membujuk (to persuade). Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan, tujuan pembicaraan guru adalah memberitahu atau memberi informasi

kepada siswa. Dalam menyampaikan informasi kepada siswa, guru menggunakan

ragam resmi meskipun intensitasnya sangat jarang. Supaya informasi yang

disampaikan kepada siswa dapat diterima dengan baik, guru cenderung


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

menggunakan ragam santai untuk menghindari situasi pembelajaran yang kaku.

Penggunaan ragam santai memungkinkan munculnya tujuan menghibur (to

entertain) untuk menciptakan suasana pembicaraan yang nyaman dan akrab, baik

oleh siswa maupun oleh guru. Tujuan pembicaraan membujuk (to persuade) juga

digunakan guru untuk membimbing siswa selama kegiatan pembelajaran

berlangsung disertai dengan penggunaan ragam santai. Di luar tiga perbedaan

yang diuraikan, dasar pembedaan yang utama dari kelima jenis ragam, baik ragam

resmi, ragam santai, ragam akrab, ragam usaha maupun ragam adalah situasi

pemakaian. Situasi pemakaian menentukan penggunaan suatu ragam.

4.3.4 Implementasi Ragam Bahasa Indonesia melalui Model Pembelajaran

Implementasi ragam bahasa Indonesia dalam pembelajaran di kelas perlu

dikaitkan dengan model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Guru harus

menemukan model pembelajaran yang sesuai dengan karakter peserta didiknya

untuk dapat mengajarkan dan mencontohkan penggunaan ragam bahasa sesuai

dengan situasi pemakaian. Penelitian di kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I

Kalibawang menunjukkan penerapan penggunaan ragam bahasa Indonesia di

kelas belum dikaitkan dengan model pembelajaran yang digunakan oleh guru.

Penggunaan ragam bahasa hanya sebatas siswa mengerti apa yang disampaikan

oleh guru. Akibatnya, ragam tidak resmi menjadi ragam yang paling banyak

ditemukan di kelas.

Salah satu manfaat penelitian ini adalah membantu guru untuk melihat

permasalahan kebahasaan pada proses pengajaran dan menjadi bahan evaluasi

untuk meningkatkan kemampuan berbahasa siswa khususnya dalam hal


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

penggunaan ragam. Maka dari itu, peneliti berupaya untuk membantu guru

dengan cara memberikan pandangan yang dapat dijadikan pertimbangan untuk

mengimplementasikan ragam bahasa melalui model pembelajaran. Salah satu

model pembelajaran yang sangat mungkin digunakan oleh guru untuk menerapkan

penggunaan ragam bahasa Indonesia di kelas adalah model pembelajaran aktif,

inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan atau PAIKEM.

Model pembelajaran PAIKEM diuraikan secara lengkap oleh Suprijono

(2009). Unsur yang pertama adalah pembelajaran. Pembelajaran menunjuk pada

proses belajar yang menempatkan peserta didik sebagai center stage performance.

Pembelajaran lebih menekankan bahwa peserta didik sebagai makhluk

berkesadaran memahami arti penting interaksi dirinya dengan lingkungan yang

menghasilkan pengalaman adalah kebutuhan. Kebutuhan baginya

mengembangkan seluruh potensi kemanusiaan yang dimilikinya. Dari uraian

tersebut, interaksi peserta didik dengan diri sendiri dan lingkungannya adalah hal

yang harus digarisbawahi. Penerapan ragam bahasa di kelas relevan dengan

pernyataan ini. Guru perlu membantu siswa untuk menyadari bahwa interaksi

yang baik memerlukan proses komunikasi yang baik pula. Komunikasi yang baik

didapatkan apabila terjadi timbal balik. Hal ini perlu didukung dengan

penggunaan bahasa yang baik, benar, dan santun di mana ragam bahasa sangat

berpengaruh di dalamnya.

Unsur kedua adalah aktif, pembelajaran harus menumbuhkan suasana

sedemikian rupa sehingga peserta didik aktif bertanya, mempertanyakan, dan

mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan proses aktif dari si


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang

menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Pembelajaran aktif adalah

proses belajar yang menumbuhkan dinamika belajar bagi peserta didik. Dinamika

untuk mengartikulasikan dunia idenya dengan mengkonfrontir ide itu dengan

dunia realitas yang dihadapinya. Dari uraian ini, peserta didik dituntut untuk aktif

di kelas. Selain itu, guru juga perlu memancing keaktifan kelas. Kelas yang aktif

tentunya memudahkan guru untuk mengajak peserta didiknya bersama-sama

mengenal, memahami, dan menerapkan penggunaan ragam bahasa Indonesia

sesuai dengan situasi pembicaraan.

Unsur ketiga adalah inovatif, pembelajaran merupakan proses pemaknaan

atas realitas yang dipelajari. Makna itu hanya bisa dicapai jika pembelajaran dapat

memfasilitasi kegiatan belajar yang memberi kesempatan kepada peserta didik

melalui aktivitas belajar. Dari uraian ini dipahami bahwa makna pembelajaran

harus didukung oleh fasilitas belajar. Dalam hal penerapan ragam, guru perlu

menggunakan metode pembelajaran yang menarik dan mendukung tercapainya

tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran ini juga harus didukung dengan media

pembelajaran. Untuk mewujudkannya, diperlukan fasilitas yang memadai. Dalam

hal ini guru memerlukan dukungan sekolah.

Unsur keempat, adalah kreatif. Pembelajaran harus menumbuhkan

pemikiran kritis, karena dengan pemikiran kritis seperti itulah kreativitas bisa

dikembangkan. Pemikiran kritis adalah pemikiran reflektif dan produktif yang

melibatkan evaluasi bukti. Kreativitas adalah kemampuan berpikir tentang sesuatu

dengan cara baru dan tidak biasa serta menghasilkan solusi unik atas suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

problem. Dari uraian ini, guru dan siswa harus memiliki sikap kreatif. Guru harus

mampu merangsang kelas yang kreatif melalui kreativitas yang dimiliki oleh guru.

Unsur kelima adalah efektif. Pembelajaran efektif adalah jantung sekolah

efektif. Efektivitas pembelajaran merujuk pada berdaya dan berhasil guna seluruh

komponen pembelajaran yang diorganisir untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pembelajaran efektif mencakup keseluruhan tujuan pembelajaran baik yang

berdimensi mental, fisik, maupun sosial. Pembelajaran efektif memudahkan

peserta didik belajar sesuatu yang bermanfaat. Dari uraian ini, pembelajaran yang

efektif harus tercapai dalam semua tujuan pembelajaran. Kreativitas dan

kompetensi guru harus dijalankan seefisien mungkin sesuai dengan tujuan

pembelajaran.

Unsur keenam adalah menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan

adalah pembelajaran dengan suasana socio emotional climate positif. Peserta

didik merasakan bahwa proses belajar yang dialaminya bukan sebuah derita yang

mendera dirinya, melainkan berkah yang harus disyukuri. Belajar bukanlah

tekanan jiwa pada dirinya, namun merupakan panggilan jiwa yang harus

ditunaikan. Pembelajaran menyenangkan menjadikan peserta didik ikhlas

menjalaninya. Dari uraian tersebut, dipahami bahwa kelas yang menyenangkan

akan menumbuhkan motivasi dari dalam diri peserta didik. Motivasi yang tinggi

akan memudahkan peserta didik memahami segala hal yang dipelajarinya

termasuk belajar menerapkan ragam bahasa Indonesia secara tepat. Kondisi

pembelajaran menyenangkan inilah yang harus dibangun oleh guru.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

Model pembelajaran PAIKEM hanyalah sebagai masukan bagi guru yang

ingin memberikan pemahaman kepada siswa mengenai penggunaan ragam bahasa

Indonesia yang tepat sesuai dengan situasi pembicaraan. Tidak menutup

kemungkinan guru dapat menggunakan model pembelajaran yang lain, sesuai

dengan karakteristik peserta didiknya. Di samping itu, kreativitas guru juga sangat

diperlukan.

Dari analisis data sampai dengan pembahasan di atas disimpulkan bahwa

penelitian ini tetap mendukung penelitian-penelitian terdahulu yang relevan

karena jenis dan karakteristik ragam yang ditemukan dalam penelitian ini juga

relevan dengan penelitian terdahulu. Selain itu, penelitian ini dapat menjawab

rumusan masalah dan tujuan penelitian sehingga dapat memberikan manfaat bagi

pihak-pihak yang bersangkutan yaitu, guru bahasa Indonesia, siswa SMP kelas

VIII, dan peneliti lain.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V

PENUTUP

Bab penutup berisi simpulan dan saran. Simpulan dan saran diuraikan

dalam dua subbab. Berikut ini paparan mengenai simpulan dan saran.

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dalam penelitian yang berjudul,

Jenis Ragam dan Karakteristik Ragam Tuturan Guru dan Siswa Kelas VIII A

SMP Pangudi Luhur I Kalibawang Tahun Ajaran 2017/2018, peneliti mengambil

simpulan sebagai berikut ini.

a. Jenis Ragam

Jenis ragam yang ditemukan dalam penelitian ini ada tiga yaitu, ragam

resmi, ragam santai, dan ragam akrab. Ragam resmi ditemukan sebanyak 3 tuturan

dan ragam santai ditemukan sebanyak 44 tuturan. Sementara itu, ragam akrab

ditemukan sebanyak 8 tuturan dari total jumlah data tuturan sebanyak 54 data

Jenis ragam yang paling sering muncul dalam proses pembelajaran adalah

ragam santai. Ragam santai muncul secara merata pada tiap tahap pembelajaran

baik pada tahap awal, tahap inti, maupun tahap akhir pembelajaran. Ragam resmi

adalah ragam yang paling jarang muncul sementara ragam akrab muncul dalam

komunikasi sesama siswa. Maka, dapat dikatakan bahwa pemahaman dan

kesadaran siswa dalam menggunakan ragam resmi pada proses pembelajaran

masih sangat kurang. Ragam santai paling sering digunakan karena ragam ini

107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

dapat membangun suasana pembicaraan yang santai sehingga proses komunikasi

tidak berlangsung kaku dan pesan yang disampaikan dapat lebih mudah dipahami.

b. Karakteristik Ragam

Karakteristik yang sering muncul dalam ragam resmi adalah (1) topik

pembicaraan bersifat resmi dan serius, (2) antarorang yang berbicara saling

menghormati, (3) memakai bentuk lengkap dan tidak disingkat baik pada tataran

kalimat maupun kata, (4) struktur fungtor lengkap, khususnya fungtor subjek dan

predikat, (5) tingkat tutur sesuai dengan strata orang yang diajak bicara, (6) kata

yang dipakai bersifat baku atau sudah dibakukan, (7) penggunaan imbuhan secara

jelas dan teliti, hanya pada kalimat perintah imbuhan dapat ditanggalkan dalam

kata kerja (verba), (8) penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan

(preposisi), dan (9) terhindar dari pengaruh unsur asing, bahasa daerah atau

bahasa yang tidak dibakukan.

Karakteristik yang selalu muncul dalam ragam santai adalah (1)

digunakan dalam pembicaraan santai, akrab antara penutur dan mitra tutur, (2)

bentuk kebahasaan relatif bebas jika dibanding ragam resmi, (3) fungtor kalimat

tidak lengkap, (4) sering menggunakan kata-kata yang dipenggal sebagian

silabelnya, (5) sering terjadi pengulangan-pengulangan, (6) sering digunakan

interjeksi, (7) sering beralih kode, (8) topik pembicaraan tidak terarah secara

mantap atau urutan tidak runtut, (9) kosakatanya banyak dipenuhi unsur leksikal

dialek, unsur bahasa daerah atau unsur bahasa asing, dan (10) banyak

menggunakan bentuk alegro, yaitu bentuk kata frasa, kalimat atau ujaran yang

dipendekkan. Karakteristik yang sering muncul dalam ragam akrab adalah (1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

biasa digunakan oleh penutur yang sudah akrab, (2) ditandai dengan penggunaan

bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan dengan artikulasi yang sering

tidak jelas, (3) maksud pembicaraan tidak dapat dimengerti oleh orang lain tanpa

mengetahui situasinya, dan (4) banyak dipergunakan bentuk-bentuk dan istilah-

istilah (kata-kata) khas bagi suatu keluarga atau sekelompok teman akrab.

Selain dua simpulan terkait jenis ragam dan karakteristik di atas, peneliti

menyimpulkan bahwa pemahaman siswa mengenai penggunaan ragam bahasa

Indonesia dalam pembelajaran perlu ditingkatkan. Hal ini penting untuk

membekali peserta didik dengan kemapuan berbahasa yang baik, benar, dan

santun. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah mengatasi permasalahan

kebahasaan ini melalui model pembelajaran yang sesuai, salah satunya adalah

model pembelajaran PAIKEM.

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan di atas, peneliti memiliki tiga saran yang ditujukan

untuk guru bahasa Indonesia, siswa kelas VIII SMP, dan peneliti lain. Saran yang

dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Guru Bahasa Indonesia khususnya di SMP Pangudi Luhur I Kalibawang,

hendaknya memberikan pemahaman dan contoh konkret kepada siswa terkait

penggunaan ragam bahasa resmi dalam proses belajar mengajar di kelas supaya

siswa terbiasa menggunakan ragam resmi pada situasi yang resmi.

2. Siswa kelas VIII khususnya siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I

Kalibawang, hendaknya mau memperkaya pemahaman mengenai ragam bahasa


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

Indonesia, serta mau membiasakan diri menggunakan ragam resmi pada situasi

yang resmi.

3. Peneliti lain hendaknya menindaklanjuti penelitian ini secara lebih luas karena

penelitian ini baru menjangkau penggunaan ragam bahasa di satu kelas saja.

Peneliti lain dapat melakukan penelitian dalam proses pembelajaran di kelas yang

lebih tinggi atau di jenjang yang lebih tinggi misalnya, di SMA atau universitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. 2012. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter.


Bandung: PT Rafika Aditama.
Alwasilah, A. Chaedar. 1990. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.
Annisa dan Handayani. 2013. Konteks sebagai Jembatan Komunikasi. [Online].
Tersedia: lib.ui.ac.id [13 Juli 2018].
Arikunto, Suharsimi. 2013. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Aslinda. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT Rafika Aditama.
Astuti, Ani Widya. 2000. “Analisis Kebakuan Penggunaan Bahasa Indonesia pada
Surat Resmi Organisasi Bhayangkari Cabang Kulonprogo”. Skripsi pada
PBSI FBS Universitas Negeri Yogyakarta: tidak diterbitkan.
Atmawati, Dwi. 2003. Variasi Bahasa Indonesia Cermin Pluralisme Budaya.
Semarang: Balai Bahasa.
Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer dan Agustina. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Gunawan, Imam. 2014. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta:
Bumi Aksara.
Holmes, Janet. 1992. An Introduction to Sosiolinguistics. New York: Long Man.
Ismawati, Esti. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra.
Surakarta: Yuma Pustaka.
Kemdikbud. 2014. Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan. Jakarta: Kemdikbud.
Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.
Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Lubis, A. Hamid Hasan. 2011. Analisis Wacana. Bandung: Angkasa.
Mahsun, M.S. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Manaf, Abdul. 2010. Pengembangan Bahasa Indonesia dan Pelestarian Bahasa
Daerah melalui Penstabilan Diglosia. Jember: Universitas Jember.
Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip dan Analisis
Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Mulyasa. 2014. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung:
Remaja Rosda.
Nababan, PWJ. 1986. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Press.
Nadar, FX. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Jakarta: Lunar Indigo.
111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

Pateda, Mansoer. 1990. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.


Rahardi, R. Kunjana. 2001. Sosiolinguistik, Kode, dan Alih Kode.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Soeparno. 2013. Dasar-dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Suandi, I Nengah. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta; Sanata
Dharma University Press.
Sufanti. 2010. Strategi Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Surakarta:
Yuma Pustaka.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi.
Bandung: Alfabeta.
Suhardi. 2013. Pegantar Linguistik Umum. Jakarta: Arr-Ruz Media.
Sumarsono. 2017. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Supardi, Susilo. 1988. Bahasa Indonesia dalam Konteks. Jakarta: Depdikbud.
Surjono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Utorodewo. 2010. “Laras Ilmiah dan Ragam Bahasa”. Bahasa Indonesia Sebuah
Pengantar. 1, 1-2.
Wijana dan Rohmadi. 2006. Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

TRIANGULASI DATA
Berikut ini tabulasi dan triangulasi data dalam proses komunikasi guru dan siswa, dari penelitian yang berjudul Jenis Ragam
dan Karakteristik Ragam Tuturan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I
Kalibawang Tahun Ajaran 2017/2018.

Petunjuk pengisian:

1. Triangulator dimohon untuk memberi tanda checklist (√) pada kolom YA, apabila triangulator setuju dengan jenis ragam dan

karakteristik ragam bahasa yang tertera.

2. Triangulator dimohon untuk memberi tanda checklist (√) pada kolom TIDAK, apabila triangulator tidak setuju dengan jenis
ragam dan karakteristik ragam bahasa yang tertera.
3. Triangulator dimohon untuk menuliskan kritik ataupun saran pada kolom keterangan.

Rumusan Masalah:

Rumusan masalah penelian ini adalah:

1) Apa sajakah jenis ragam bahasa Indonesia yang muncul pada kegiatan awal, inti, dan akhir pembelajaran bahasa Indonesia

kelas VIII A SMP Pangudi Luhur I Kalibawang?

114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2) Bagaimanakah karakteristik ragam bahasa Indonesia yang digunakan oleh guru dan siswa kelas VIII A SMP Pangudi

Luhur I Kalibawang?

Keterangan:

K1 : Karakteristik 1 G : Guru 01 : Urutan tuturan nomor 01

K2 : Karakteristik 2 S1 : Siswa 1 02 : Urutan tuturan nomor 02

K3 : Karakterik 3 S2 : Siswa 2 03 : Urutan tuturan nomor 03

Dan seterusnya Dan seterusnya Dan seterusnya

Aspek Penentu Jenis Ragam

No. Jenis Ragam Karakteristik Ragam

1. Ragam Beku/Frozen Style K1. Gaya yang digunakan dalam prosa tertulis dan gaya orang yang tidak kita

kenal.

K2. Struktur gramatikalnya tidak berubah.

K3. Kaidah polanya sudah ditetapkan secara mantap dan tidak boleh diubah.

115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

K4. Susunan kalimat bersifat kaku, kata-katanya bersifat lengkap, dan struktur

kalimatnya panjang.

K5. Penutur dan pendengar ragam beku dituntut keseriusan dan perhatian penuh.

K6. Kosakata yang biasa digunakan untuk mengawali sebuah kalimat ataupun

paragraf antara lain: bahwa, hatta, sesungguhnya, dan lain sebagainya.

2. Ragam Resmi/Formal Style K1. Topik pembicaraan bersifat resmi dan serius.

K2. Antarorang yang berbicara saling menghormati.

K3. Memakai bentuk lengkap dan tidak disingkat baik pada tataran kalimat

maupun kata.

K4. Struktur fungtor lengkap, khususnya fungtor subjek dan predikat.

K5. Tingkat tutur sesuai dengan strata orang yang diajak bicara.

K6. Penggunaan kata sapaan dan kata ganti Bapak, Ibu, Saudara, Anda, atau

menyertakan jabatan, gelar, maupun pangkat untuk orang yang dihormati

116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan penggunaan kata saya untuk menyebut diri sendiri.

K7. Kata atau istilah yang dipakai bersifat baku atau sudah dibakukan.

K8. Penggunaan imbuhan secara jelas dan teliti. Hanya pada kalimat perintah

imbuhan dapat ditanggalkan dalam kata kerja (verba).

K9. Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi).

K10. Terhindar dari pengaruh unsur asing, bahasa daerah atau bahasa yang tidak

dibakukan.

3. Ragam Usaha/Consultative K1. Tidak perlu ada perencanaan yang ekstensif tentang apa yang diungkapkan.

Style
K2. Pembicara sering membuat kesalahan dalam pembicaraannya, mungkin

pengulangan kata yang tidak perlu, salah pemilihan kosakata, atau terlalu

banyak menggunakan istilah atau kata tertentu.

K3. Dipergunakan dalam situasi setengah resmi.

K4. Dipergunakan untuk mengkonsultasikan suatu masalah.

117
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

K5. Unsur dialek kedaerahan sudah tidak tampak, namun unsur idiolek kadang-

kadang masih muncul.

K6. Kadang-kadang tidak menggunakan struktur morfologi dan sintaksis yang

normatif.

K7. Kalimat dan kata hanya berbentuk sekadar cukup supaya jelas dimengerti

orang.

K8. Bentuk kalimat pendek tetapi tidak ada unsur-unsur penting yang

dihilangkan.

4. Ragam Santai/Casual Style K1. Digunakan dalam pembicaraan santai, akrab antara penutur dan mitra tutur.

K2. Bentuk kebahasaan relatif bebas jika dibanding ragam resmi.

K3. Fungtor kalimat tidak lengkap.

K4. Sering menggunakan kata-kata yang dipenggal sebagian silabelnya.

K5. Sering terjadi pengulangan-pengulangan.

118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

K6. Sopan santun tidak berlaku secara ketat.

K7. Sering digunakan interjeksi.

K8. Penggunaan tingkat tutur kadangkala terabaikan dari status hubungan

penutur dan mitra tutur.

K9. Sering beralih kode.

K10. Topik pembicaraan tidak terarah secara mantap atau urutan tidak runtut.

K11. Kosakatanya banyak dipenuhi unsur leksikal dialek, unsur bahasa daerah

atau unsur bahasa asing.

K12. Banyak menggunakan bentuk alegro, yaitu bentuk kata frasa, kalimat atau

ujaran yang dipendekkan.

5. Ragam Akrab/Intimate Style K1. Biasa digunakan oleh penutur yang sudah akrab.

K2. Ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek,

dan dengan artikulasi yang sering tidak jelas.

K3. Maksud pembicaraan tidak dapat dimengerti oleh orang lain tanpa

119
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengetahui situasinya.

K4. Banyak dipergunakan bentuk-bentuk dan istilah-istilah (kata-kata) khas bagi

suatu keluarga atau sekelompok teman akrab.

120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

A. Bagian Pembuka Pembelajaran

NO. KODE PENANDA TRIANGU


JENIS RAGAM KETERANGAN
LATOR
KARAKTERISTIK
TUTURAN KONTEKS RB RR RU RS RA RAGAM S TS
1 G-IV01 - Nah, kemarin Tuturan terjadi di √ - K1 √
dah belajar ruang kelas VIII A Penanda:
unsur berita. pada awal suasana
Nah, berlangsungnya pembicaraan
pokoknya ini pembelajaran Bahasa berlangsung
jangan Indonesia. Suasana santai antara
sampai lupa penutur (guru)
pembicaraan
ya, ada dengan mitra
berlangsung santai.
jembatan tutur (siswa)
keledai. Ada Partisipan yang ditandai
berapa pembicaraan adalah dengan
unsur? guru mata pelajaran munculnya
Bahasa Indonesia dan bentuk tidak
siswa-siswi kelas VIII baku dah yang
A. Guru sebagai berasal dari

121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

penutur dan siswa- bentuk baku


siswi sebagai mitra sudah.
tutur. Maksud dari - K2
pembicaraan ini Penanda: bentuk
adalah guru membuka kebahasaan
pelajaran dengan yang bebas
ditandai dengan
mengingatkan para
bentuk tidak
siswa mengenai baku dah yang
materi pembelajaran berasal dari
pada pertemuan bentuk baku
sebelumnya terkait sudah serta
teori unsur berita. hadirnya
Guru mengingatkan kalimat tanya
para siswa secara lisan “Ada berapa
sambil menuliskan unsur?” yang
cara jembatan keledai tidak disertai
di papan tulis. dengan kata kata
Jembatan keledai yang sapaan yang
menyertai
dimaksud adalah
kalimat.
Adiksimba yang
- K3
merupakan akronim
dari apa, di mana, Penanda:
kapan, siapa, ketidakhadiran
mengapa, dan subjek dalam
bagaimana. kalimat “Nah,
pokoknya ini
jangan sampai
lupa ya, ada

122
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

jembatan
keledai”.
- K4
Penanda:
Pemenggalan
silabel su- yang
berasal dari kata
sudah menjadi
dah.
- K5

Penanda:
pengulangan
interjeksi Nah
sebanyak dua
kali pada
kalimat, “Nah,
kemarin dah
belajar unsur
berita” dan
“Nah, pokoknya
ini jangan
sampai lupa ya,
ada jembatan
keledai”.
- K6

Penanda: sopan
santun tidak
digunakan

123
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

secara ketat,
terbukti dengan
tidak
digunakannya
kata ganti dalam
kalimat tanya,
“Ada berapa
unsur?”.
- K7
Penanda:
Munculnya
interjeksi Nah
dalam kalimat
“Nah, kemarin
dah belajar
unsur berita”
dan “Nah,
pokoknya ini
jangan sampai
lupa ya, ada
jembatan
keledai”.
- K12

Penanda:
Munculnya
alegro dalam
bentuk ujaran
yang
dipendekkan

124
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berikut ini:
ujaran sudah
dipendekkan
menjadi dah
serta kalimat
pendek, “Ada
berapa unsur?”.

125
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Bagian Inti Pembelajaran

NO. KODE JENIS RAGAM PENANDA TRIANGU


LATOR
KARAKTERISTIK
TUTURAN KONTEKS KETERANGAN
RB RR RU RS RA RAGAM

S TS
2 G-IV03 - Nah, tugas Tuturan terjadi di √ - K1 √
untuk hari ruang kelas VIII A Penanda: situasi
ini menulis pada saat pembicaraan
tiga berita berlangsungnya tahap berlangsung
yang harus inti pembelajaran santai karena
lengkap Bahasa Indonesia. adanya
dengan kedekatan relasi
Suasana pembicaraan
enam unsur antara penutur
berlangsung santai.
berita. Nah, (guru) dan mitra
nanti Partisipan tutur (siswa-
penilaianny pembicaraan adalah siswi) ditandai
a seperti ini guru bahasa Indonesia oleh pemakaian
ya, setelah dan siswa-siswi kelas kata ganti kalian
kalian VIII A. Guru mata oleh guru dalam
menulis pelajaran Bahasa kalimat “Nah,
berita Indonesia sebagai nanti
kalian maju pembicara dan siswa- penilaiannya
membacaka siswi kelas VIII A seperti ini ya,
n beritanya sebagai lawan bicara. setelah kalian
lalu menulis berita
126
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

temannya Maksud dari kalian maju


menyimak. pembicaraan ini membacakan
Nah, teman adalah guru memberi beritanya lalu
yang bisa tugas untuk menulis temannya
mengoreksi tiga berita. Guru menyimak”.
kekurangan menerangkan secara - K2
dari berita Penanda:
lisan dengan intonasi
yang sudah Penggunaan
yang agak lambat
maju, itu kata mubazir
yang akan mengenai kriteria dari pada
mendapat penulisan berita yang kalimat “Nah,
nilai. Dah harus memenuhi enam teman yang bisa
paham unsur berita serta mengoreksi
belum? mengenai sistem kekurangan dari
penilaian tugas. berita yang
sudah maju, itu
yang akan
mendapat nilai”.
Dikatakan
mubazir karena
pemakaian dari
opsional apabila
yang
ditonjolkan
adalah berita.
- K3
Penanda:
ketidaklengkapa
n fungtor
kalimat yang

127
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ditandai dengan
ketiadaan subjek
pada kalimat,
“Dah paham
belum?”.
- K4
Penanda:
Pemenggalan
silabel su- pada
kata sudah
menjadi dah
dalam kalimat,
“Dah paham
belum?”.
- K5

Pengulangan
Nah sebanyak 3
kali.
- K7
Penanda:
Muncul
interjeksi Nah
sebanyak tiga
kali.
- K10
Penanda: topik
pembicaran
tidak konsisten.
Kalimat pertama

128
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menunjukkan
bahwa topik
kalimat adalah
penugasan
menulis berita.
Namun pada
kalimat kedua
topik
pembicaraan
beralih ke
sistem penilaian
tugas.
- K12

Penanda:
munculnya
ujaran yang
dipendekkan,
yaitu dah yang
berasal dari kata
sudah dalam
kalimat, “Dah
paham belum?”.
3 G-IV05 - Nah, Tuturan terjadi di √ - K1 √
misalnya ruang kelas VIII A Penanda: situasi
nanti saya pada saat pembicaraan
panggil berlangsungnya tahap berlangsung
Ahmad. inti pembelajaran santai karena
Ahmad Bahasa Indonesia. adanya
kamu kedekatan relasi
Suasana pembicaraan
129
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

membacaka berlangsung santai. antara penutur


n beritanya. Partisipan (guru) dan mitra
Lalu, oh pembicaraan adalah tutur (siswa-
ternyata… guru dan siswa. Guru siswi) ditandai
Kalian mata pelajaran Bahasa oleh pemakaian
menyimak Indonesia sebagai kata ganti
ta ya? kalian, kamu,
pembicara dan siswa-
Beritanya dan anak-anak
siswi kelas VIII A
Ahmad yang dituturkan
kurang sebagai lawan bicara. oleh guru
unsur Maksud dari terhadap siswa.
“kapan” ya, pembicaraan ini - K2
dihilangkan adalah siswa dapat Penanda:
. Nanti menangkap dengan Penggunaan
tunjuk jari jelas sistem penilaian kata mubazir
ya “Saya, tugas. dari dalam
Bu. kalimat
Saya…”, “Dimulai dari
ya. Jangan sekarang
disuruh, ya. waktunya 30
Ini kurang menit, ya”,
unsur dikatakan
“kapan”, mubazir karena
ya. Bisa dari mendahului
seperti itu? penanda kala
Jadi yang sekarang.
mendapat - K3
nilai itu
yang bisa Penanda:
memberi ketidaklengkapa

130
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

apa? n fungtor
Koreksian, kalimat yang
ya. Semua ditandai dengan
anak nulis ketiadaan subjek
tiga berita. pada kalimat
Dimulai berikut, “Siap
dari menulis”.
sekarang - K4
waktunya Penanda:
30 menit, Pemenggalan
ya. silabel dari kata
Beritanya tetapi menjadi
bebas ya. tapi, menulis
Setiap menjadi nulis,
berita harus diperlukan
lengkap. menjadi perlu.
Harus - K5
lengkap Penanda:
keenam pengulangan
unsurnya. kata ya
Nanti ingat sebanyak 12
ya anak- kali.
anak, yang - K7
perlu adalah
kalian Penanda:
menyimak, Muncul
mendengark interjeksi Nah
an, dan dalam kalimat
memberi “Nah, misalnya
masukan nanti saya

131
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pada teman panggil Ahmad”


yang dan interjeksi
sedang Oh dalam
maju. Oke? kalimat “Lalu,
Siap oh ternyata…”
menulis. - K10
Ditulis
dalam buku Penanda:
tugas kalian beralihnya topik
masing- pembicaraan
masing. dari perintah
Sendiri- untuk segera
sendiri ya. mengerjakan
Boleh berita kemudian
apa saja. beralih ke topik
Ada berita penjelasan
olahraga, macam-macam
pendidikan, berita.
kriminal, - K11
ya. Tapi
jangan Penanda:
berita yang hadirnya unsur
mengarah bahasa asing oke
ke yang berasal
pornografi. dari bahasa
Ada Inggris Okay
pertanyaan? yang berarti iya,
Tunjuk jari. baik, atau
Apa? baiklah dan
unsur bahasa

132
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Jawa ta yang
berarti kan
dalam kalimat,
“Kalian
menyimak ta
ya?”.
- K12

Penanda:
munculnya
kalimat-kalimat
yang
dipendekkan
berikut, “Ada
pertanyaan?”,
“Apa?”,
“Beritanya
bebas ya”,
“Jangan
disuruh, ya”,
dan “Koreksian,
ya”.
4 G-IV07 Beritanya Tuturan terjadi di √ - K1
mengarang ruang kelas VIII A
karena kita pada saat Penanda:
tidak berlangsungnya tahap pembicaraan
mempunyai berlangsung
inti pembelajaran
berita yang dalam suasana
Bahasa Indonesia.
sesungguhn santai dan
Suasana pembicaraan menggambarkan
ya. Syukur
berlangsung santai.
133
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bisa Partisipan hubungan yang


memberitak pembicaraan adalah akrab antara
an yang guru Bahasa Indonesia penutur (guru)
tadi, apa dan Siswa 1. Guru dan mitra tutur
yang sudah mata pelajaran Bahasa (siswa) ditandai
terjadi di Indonesia sebagai dengan
lapangan, penggunaan
penutur dan siswa 1
ya. Itu bisa bentuk-bentuk
sebagai lawan tutur.
ditulis tidak baku kan
sebagai Maksud dari dan nulis.
berita, ya pembicaraan ini - K2
karena kan adalah guru memberi
kejadian jawaban atas Penanda: bentuk
yang tidak pertanyaan siswa kebahasaan
seperti terkait kebenaran isi yang bebas
biasanya, berita. Guru ditandai dengan
ya. Nah, menjawab secara lisan penggunaan
silakan dengan intonasi yang konjungsi yang
mengarang. di awal kalimat,
agak lambat bahwa
Nanti kalau “Yang belum
siswa tidak diharuskan
jadi jelas, ada?”.
menulis peristiwa - K3
wartawan
beritanya yang benar-benar
harus terjadi namun, apabila Penanda: tidak
sungguh- berita yang ditulis adanya subjek
sungguh ya. menceritakan fakta dalam kalimat,
Kalau maka akan lebih baik. “Nah, silakan
sekarang, mengarang” dan
tadi ada “Silakan
berita. Ada dibuat”.

134
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kejadian - K4
yang bisa
dipakai Penanda:
untuk Pemenggalan
membuat silabel dari kata
berita. 30 menulis menjadi
Menit untuk nulis.
tiga berita, - K5
berarti satu
berita 10 Penanda:
menit. munculnya kata
Silakan ya sebanyak
dibuat. tujuh kali.
Siapa yang - K7
belum jelas
silakan Penanda:
bertanya. Muncul
Yang belum interjeksi Nah
jelas, ada? dalam kalimat
Ada yang “Nah, silakan
belum jelas mengarang”.
dengan - K10
perintahnya
Penanda: topik
? Kalau
pembicaraan
sudah
yang tidak
silakan
runtut. Terlihat
nulis ya.
dari topik terkait
Sekarang
penjelasan
jam 11
kefaktualan
lewat 5
berita kemudian
135
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

nanti jam beralih ke topik


11.35 ya. lamanya waktu
Jam 11.35 yang disediakan
semua siap untuk menulis
maju untuk berita.
membacaka - K12
n beritanya
masing- Penanda:
masing. munculnya
Siapa lagi kalimat-kalimat
yang yang
bertanya? dipendekkan
berikut, “Siapa
lagi yang
bertanya?”,
“Kalau sudah
silakan nulis
ya”, “Yang
belum jelas,
ada?”, “Silakan
dibuat”.

5 G- - Beritanya… Tuturan terjadi di √ - K1


IV13 Satu-satu ruang kelas VIII A Penanda:
nanti kalau pada saat kedekatan
satu selesai berlangsungnya tahap relasi antara
baru dua inti pembelajaran guru dengan
terus tiga. Bahasa Indonesia. para siswa

136
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Semua harus Suasana pembicaraan ditandai


mendapat berlangsung santai. dengan
tiga ya. Siapa Partisipan munculnya
lagi? Sambil pembicaraan adalah kata sapaan
menulis guru dan Siswa 1. Ibu oleh orang
sambil Ibu Guru mata pelajaran pertama (guru)
mengabsen untuk
Bahasa Indonesia
ya. menyebut
sebagai pembicara dan dirinya sendiri.
Siswa 1 sebagai lawan - K2
bicara. Maksud dari Penanda:
pembicaraan ini munculnya
adalah guru memberi kata terus yang
jawaban atas merupakan
pertanyaan siswa bentuk
mengenai presentasi nonformal dari
hasil kerja. Guru lalu dalam
menjawab secara lisan kalimat “Satu-
dengan intonasi yang satu nanti
kalau satu
agak lambat bahwa
selesai baru
ketiga berita yang
dua terus tiga”.
ditulis akan dibaca - K4
satu per satu. Apabila Penanda:
waktu memungkinkan pemenggalan
maka ketiga berita silabel i- pada
akan dibaca. Setelah kata iya
memberi jawaban atas menjadi ya.
pertanyaan siswa, - K5
guru mulai Penanda:

137
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mempresensi pengulangan
kehadiran siswa kata satu, ya,
sementara siswa dan sambil.
memulai tugasnya - K10
untuk menulis berita. Penanda: topik
pembicaraan
tidak terarah
secara mantap.
Pada awal
pembicaraan,
guru
menjelaskan
bahwa setiap
siswa akan
diminta
membaca satu
berita terlebih
dulu, namun
apabila siswa
berhasil
menyelesaikan
ketiga berita
maka ketiga
berita harus
dibacakan.
Topik ini
terdapat pada
kalimat, “Satu-
satu nanti
kalau satu

138
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

selesai baru
dua terus tiga”,
kemudian pada
kalimat
berikutnya
topik beralih,
guru meminta
siswanya
untuk
membacakan
ketiga berita,
“Semua harus
mendapat tiga
ya”.
- K12
Penanda:
munculnya
kalimat-
kalimat yang
dipendekkan
berikut,
“Semua harus
mendapat tiga
ya”, dan
“Siapa lagi?”.
6 G- - Jangan lupa! Tuturan terjadi di √ - K1
IV65 Jangan nulis ruang kelas VIII A Penanda:
judul berita pada saat pembicaraan
ya! Jangan berlangsungnya tahap berlangsung
lupa! inti pembelajaran dalam situasi

139
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bahasa Indonesia. yang santai


Suasana pembicaraan ditandai
berlangsung santai. dengan
Partisipan hadirnya
pembicaraan adalah bentuk tidak
guru Bahasa Indonesia resmi nulis
yang berasal
dan para siswa. Guru
dari bentuk
sebagai pembicara dan
resmi menulis.
para siswa sebagai
lawan bicara. Maksud - K2
dari pembicaraan ini
Penanda:
adalah guru
munculnya
mengingatkan siswa
bentuk
agar tidak lupa kebahasaan
menulis judul berita. yang bebas
ditandai
dengan
hadirnya kata
kerja nulis
yang berasal
dari bentuk
menulis namun
nelah
mengalami
penanggalan
imbuhan men-.
- K3
Penanda:

140
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ketidaklengkap
an fungtor
kalimat yang
ditandai
dengan
ketiadaan
subjek pada
setiap kalimat.
- K4
Penanda:
pemenggalan
silabel me-
kata menulis
menjadi nulis.
- K5
Penanda:
pengulangan
kalimat
“Jangan lupa”
sebanyak dua
kali.
- K6
Penanda:
sopan santun
tidak berlaku
ketat terlihat
dari tidak
dipakainya
kata sapaan
untuk

141
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memperhalus
kalimat
perintah.
- K12
Penanda:
munculnya
kalimat-
kalimat yang
dipendekkan
“Jangan
lupa!” serta
ujaran nulis
yang
dipendekkan
dari bentuk
menulis.
7 S11- - *Wah, Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV66 kurang ruang kelas VIII A Penanda:
pirang menit pada saat penutur dan
iki wektune berlangsungnya mitra tutur
Leh? tahap inti memiliki relasi
pembelajaran yang akrab
ditandai
Bahasa Indonesia.
*Wah, dengan
Suasana
kurang penggunaan
pembicaraan bahasa daerah
berapa menit berlangsung akrab. (bahasa Jawa)
ini Partisipan serta
waktunya? pembicaraan munculnya
adalah Siswa 11 istilah Leh

142
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan Siswa 4. yang


Siswa 11 sebagai merupakan
pembicara dan istilah tidak
Siswa 4 sebagai baku atau tidak
lawan bicara. resmi dalam
Maksud dari bahasa Jawa.
- K2
pembicaraan ini
Penanda:
adalah Siswa 11 penggunaan
menanyakan sisa bahasa yang
waktu pengerjaan tidak lengkap
tugas kepada terlihat pada
Siswa 4. Siswa 11 tuturan yang
merasa waktu tidak
pengerjaan tugas memaparkan
berjalan sangat secara jelas
cepat. maksud
tuturan.
Penutur tidak
menjelaskan
waktu apa
yang
dimaksud.
- K3
Penanda: mitra
tutur yang
tidak
mengetahui
konteks
pembicaraan

143
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tidak dapat
menangkap
bahwa waktu
yang dimaksud
penutur adalah
waktu yang
tersisa untuk
mengerjakan
tugas.
- K4
Penanda:
munculnya
istilah Leh
yang hanya
dimengerti
oleh penutur
dan mitra
tutur. Istilah
ini muncul
pada saat
bahasa Jawa
ragam Ngoko
(tidak resmi)
digunakan oleh
para siswa.
Istilah ini
dipakai untuk
memanggil
atau menyebut
satu sama lain

144
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang seumuran
atau sebaya.
8 G- - Satu aja Tuturan terjadi di √ - K1
IV70 belum Bu. ruang kelas VIII A Penanda:
pada saat tuturan terjadi
berlangsungnya pada suasana
tahap inti yang santai,
pembelajaran ditandai
dengan
Bahasa Indonesia.
penggunaan
Suasana bentuk tidak
pembicaraan resmi aja yang
berlangsung merupakan
santai. Partisipan bentuk
pembicaraan nonformal dari
adalah Siswa 6 saja oleh siswa
dan guru Bahasa sebagai
Indonesia. Siswa 6 penutur kepada
sebagai pembicara guru sebagai
dan guru sebagai mitra tutur.
lawan bicara. - K2
Penanda:
Maksud dari
bentuk
pembicaraan ini
kebahasaan
adalah Siswa 6 yang relatif
merasa keberatan bebas ditandai
atas waktu dengan tidak
pengerjaan tugas tampaknya
yang diberikan penggunaan
oleh guru sebab, ragam resmi

145
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Siswa 6 belum oleh siswa


menyelesaikan kepada guru
satu berita pun. ditandai
dengan
hadirnya
bentuk tidak
resmi aja.
- K4
Pemenggalan
silabel i- kata
Ibu menjadi
Bu.
- K6
Penanda:
kesantunan
tidak berlaku
ketat ditandai
dengan
penggunaan
bentuk tidak
resmi aja oleh
siswa kepada
guru sebagai
orang yang
dihormati.
- K8
Penanda:
Tingkat tutur
terabaikan oleh
penutur

146
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(siswa) yang
tampak dalam
penggunaan
bentuk
nonformal
pada kalimat
“Satu aja
belum Bu”
yang
sebenarnya
kurang tepat
apabila
dituturkan oleh
siswa kepada
guru sebagai
orang yang
dihormati.
9 G- - Tujuh menit Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV71 lagi harus ruang kelas VIII A Penanda:
selesai. Nanti pada saat suasana
kalau berlangsungnya pembicaraan
waktunya tahap inti berlangsung
hanya tepat pembelajaran akrab ditandai
satu-satu dengan kata
Bahasa Indonesia.
maju ganti Ibu yang
Suasana
membaca dituturkan oleh
satu-satu pembicaraan penutur (guru)
yang lain berlangsung untuk
nanti santai. Partisipan menyebut
dikumpulkan pembicaraan dirinya sendiri.

147
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ya. Yang dua adalah guru - K2


nanti Ibu Bahasa Indonesia Penanda:
nilai sendiri dan siswa-siswi penggunaan
yang satu kelas VIII A. Guru bentuk
bareng- sebagai pembicara kebahasaan
bareng. dan siswa-siswi yang bebas,
ditandai
sebagai lawan
dengan
bicara. Maksud penggunaan
dari pembicaraan bentuk tidak
ini adalah Guru resmi bareng-
menenangkan bareng yang
siswa-siswinya berasal dari
yang mulai gelisah bentuk resmi
karena waktu bersama-sama
pengerjaan tugas serta
sudah hampir penggunaan
habis. Guru konjungsi
menenangkan yang kurang
tepat di awal
siswa-siswinya
kalimat, “Yang
dengan
dua nanti Ibu
mengatakan, nilai sendiri
apabila waktu yang satu
tidak bareng-
memungkinkan bareng”.
maka berita yang - K4
dibaca hanya satu Pemenggalan
saja sedangkan silabel i- kata
dua berita lainnya iya menjadi ya

148
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

akan dikoreksi dalam kalimat


langsung oleh “Nanti kalau
guru. waktunya
hanya tepat
satu-satu maju
membaca satu-
satu yang lain
nanti
dikumpulkan
ya”.
- K5
Penanda:
pengulangan
unsur kalimat
satu-satu
dalam kalimat
“Nanti kalau
waktunya
hanya tepat
satu-satu
maju membaca
satu-satu yang
lain nanti
dikumpulkan
ya” dan
pengulangan
kata yang
dalam kalimat
“Yang dua
nanti Ibu nilai

149
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sendiri yang
satu bareng-
bareng”.
10 S2- - Bu, ada Tuturan terjadi di √ - K1
IV72 tambahan ruang kelas VIII A Penanda:
waktu pada saat penggunaan
nggak? berlangsungnya bentuk tidak
tahap inti resmi nggak
pembelajaran oleh siswa
terhadap guru
Bahasa Indonesia.
saat
Suasana berlangsungny
pembicaraan a
berlangsung pembelajaran,
santai. Partisipan menggambark
pembicaraan an adanya
adalah Siswa 2 kedekatan
dan guru Bahasa relasi.
Indonesia. Siswa 2 - K2
sebagai pembicara Penanda:
dan guru sebagai bentuk
lawan bicara. kebahasaan
yang bebas
Maksud dari
ditandai
pembicaraan ini
dengan
adalah Siswa 2 hadirnya kata
bertanya pada tidak resmi
guru apakah ada nggak yang
tambahan waktu. berasal dari
bentuk resmi

150
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tidak.
K4
Penanda:
Pemenggalan
silabel i- pada
kata Ibu
menjadi Bu.
- K6
Penanda:
munculnya
ragam tidak
resmi nggak
yang kurang
santun jika
dituturkan oleh
siswa terhadap
guru sebagai
orang yang
dihormati.
- K8
Penanda:
penggunaan
ragam resmi
yang
terabaikan
antara siswa
terhadap orang
yang dihormati
(guru) tampak
pada

151
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

penggunaan
ragam tidak
resmi nggak.
- K12
Penanda:
penggunaan
ujaran yang
dipendekkan
pada kata
nggak yang
berasal dari
bentuk resmi
tidak.
11 G- - Nggak. Tidak Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV73 ada tambahan ruang kelas VIII A Penanda:
waktu ya. pada saat suasana
berlangsungnya pembicaraan
tahap inti berlangsung
pembelajaran santai ditandai
munculnya
Bahasa Indonesia.
bentuk tidak
Suasana resmi nggak
pembicaraan yang
berlangsung menggambark
santai. Partisipan an adanya
pembicaraan kedekatan
adalah guru relasi antara
Bahasa Indonesia guru dengan
dan Siswa 6. Guru siswa.
sebagai penutur - K2

152
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan Siswa 6 Penanda:


sebagai mitra bentuk
tutur. Maksud dari kebahasaan
pembicaraan ini relatif bebas
adalah guru ditandai
menjawab dengan
hadirnya
pertanyaan Siswa
ragam nggak
6 bahwa tidak ada yang
tambahan waktu merupakan
pengerjaan tugas. bentuk tidak
resmi.
- K4
Penanda:
pemenggalan
silabel i- pada
kata iya
menjadi ya.
- K12
Penanda:
penggunaan
ujaran yang
dipendekkan
pada kata
nggak yang
berasal dari
bentuk resmi
tidak.
12 G- - Ya baik, akan Tuturan terjadi di √ - K1 √
Ibu panggil ruang kelas VIII A Penanda:

153
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

IV74 supaya maju pada saat suasana


ke depan. berlangsungnya tahap pembicaraan
Mulai dari inti pembelajaran berlangsung
Agatha Dwi Bahasa Indonesia. akrab ditandai
Marwati Suasana pembicaraan dengan kata
bacakan berlangsung santai. ganti Ibu yang
beritamu. dituturkan oleh
Partisipan
Temannya penutur (guru)
pembicaraan adalah
menyimak, untuk
tolong guru Bahasa Indonesia menyebut
dikoreksi dan Siswa 2. Guru dirinya sendiri.
kurang apa sebagai penutur dan - K2
ya, berita Siswa 2 sebagai mitra Penanda:
milik Dwi tutur. Maksud dari penggunaan
Marwati. pembicaraan ini bentuk
Silakan maju adalah guru mengajak kebahasaan
Agatha Dwi siswa untuk memulai yang bebas
Marwati. presentasi dengan ditandai
Nah, yang memanggil Siswa 2 dengan
keras. hadirnya kata
untuk membacakan
Teman- ganti orang
berita yang telah
temannya ketiga –nya
mendengarka dibuatnya. Guru pada temannya
n. Silakan meminta Siswa 2 dan teman-
semua membaca dengan temannya yang
mendengarka suara keras dan siswa tidak sesuai
n dengan lainnya diminta untuk konteks.
baik. menyimak teman yang - K4
sedang presentasi. Penanda:
Pemenggalan

154
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

silabel i- pada
kata iya
menjadi ya
dalam kalimat
“Ya baik, akan
Ibu panggil
supaya maju
ke depan”.
- K7
Penanda:
munculnya
interjeksi nah
dalam kalimat,
“Nah, yang
keras”.
- K12
Penanda:
munculnya
kalimat yang
dipendekkan
pada “Nah,
yang keras”.
Maksud dari
kalimat ini
adalah guru
meminta siswa
untuk bersuara
dengan keras.
13 G- - Baik masih Tuturan terjadi di √ - K1 √
tetap di ruang kelas VIII A Penanda:

155
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

IV78 depan. Siapa pada saat suasana


yang akan berlangsungnya pembicaraan
mengoreksi bagian inti berlangsung
pekerjaan pembelajaran Bahasa santai ditandai
Dwi Indonesia. Suasana dengan
Marwati? pembicaraan munculnya
Tunjuk jari. bentuk tidak
berlangsung santai.
Nilainya resmi yok.
Partisipan
justru berada - K2
di sini. Yok, pembicaraan adalah Penanda:
tunjuk jari. guru Bahasa Indonesia penggunaan
Ada yang dan para siswa. Guru kata yang
mau mencari sebagai pembicara dan mubazir pada
nilai? para siswa sebagai kalimat, “Baik
Teman- lawan bicara. Maksud masih tetap di
temannya dari tuturan ini adalah depan”. Kata
mendengar guru membuka sesi masih yang
tidak tadi? tanya jawab dengan diikuti kata
meminta para siswa tetap bersifat
opsional,
mengomentari berita
apabila kata
yang telah dibacakan
masih tidak
oleh Dwi Marwati. dipakai tidak
Guru memancing para akan
siswa untuk bertanya mengubah
dengan memberi nilai makna.
pada siswa yang aktif - K3
mengomentari berita Penanda:
yang dibacakan oleh ketidakhadiran
teman. Guru terus subjek dalam

156
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memancing siswa kalimat “Baik


untuk bertanya sebab masih tetap di
belum ada siswa yang depan”.
mau bertanya.
14 G- - Kebakaran Tuturan terjadi di √ - K1
IV84 itu bisa ruang kelas VIII A Penanda:
berbagai pada saat keakraban
macam ya, berlangsungnya tahap relasi antara
misalnya inti pembelajaran penutur (guru)
kebakaran Bahasa Indonesia. terhadap mitra
pasar, tutur (siswa)
Suasana pembicaraan
kebakaran yang ditandai
berlangsung santai.
rumah, dengan
kebakaran Partisipan ketiadaan kata
toko. Tadi pembicaraan adalah sapaan pada
judulnya guru Bahasa Indonesia kalimat tanya,
apa? dan Siswa 7. Guru “Tadi judulnya
sebagai pembicara dan apa?”.
Siswa 7 sebagai lawan - K2
bicara. Maksud dari Penanda:
pembicaraan ini bentuk
adalah guru kebahasaan
mengkonfirmasi yang bebas
ditandai
jawaban Siswa 7 atas
dengan
jawaban Siswa 7
ketidakhadiran
bahwa peristiwa yang konjungsi dan
terjadi dalam berita untuk
yang dibacakan Dwi menghubungk

157
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Marwati adalah an klausa


peristiwa kebakaran. kebakaran
Guru menjelaskan pasar,
bahwa jawaban Siswa kebakaran
7 kurang spesifik rumah,
sebab tidak dijelaskan kebakaran
toko dalam
kebakaran apa yang
kalimat,
terjadi. Selanjutnya “Kebakaran itu
guru melanjutkan bisa berbagai
pembahasannya macam ya,
tentang judul berita misalnya
milik Dwi Marwati. kebakaran
pasar,
kebakaran
rumah,
kebakaran
toko”.
- K4
Penanda:
pemenggalan
silabel i- kata
iya menjadi ya.
- K5
Penanda:
pengulangan
kata kebakaran
dalam kalimat,
“…kebakaran
pasar,

158
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kebakaran
rumah,
kebakaran
toko”.
- K6
Penanda:
sopan santun
tidak
digunakan
secara ketat,
terbukti
dengan tidak
digunakannya
kata sapaan
saudara/sauda
ri/anak-anak
dalam kalimat
tanya, “Tadi
judulnya
apa?”.
- K10
Penanda:
beralihnya
topik dari
topik macam-
macam
kebakaran ke
topik judul
berita.
15 G- - Belum tahu Tuturan terjadi di √ - K1 √

159
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

IV88 ta ya? Jadi, ruang kelas VIII A Penanda:


membuat pada saat suasana
judulnya pun berlangsungnya tahap pembicaraan
harus inti pembelajaran berlangsung
diperhatikan Bahasa Indonesia. santai ditandai
ya. Suasana pembicaraan dengan
Kebakaran hadirnya unsur
berlangsung santai.
rumah lalu bahasa Jawa ta
Partisipan
kebakaran yang berarti
dua rumah di pembicaraan adalah kan dalam
Sleman. guru Bahasa Indonesia kalimat,
Karena apa? dan para siswa. Guru “Belum tahu ta
Karena apa sebagai pembicara dan ya?”.
peristiwa itu para siswa sebagai - K2
terjadi? lawan bicara. Maksud Penanda:
dari pembicaraan ini bentuk
adalah guru kebahasan
mengkonfirmasi yang bebas
tanggapan para siswa ditandai
dengan
atas jawaban Siswa 7
hadirnya
terkait judul berita.
ragam ta yang
Guru menegaskan berasal dari
bahwa judul bahasa Jawa.
Kebakaran di Sleman - K4
kurang Penanda:
mengambarkan isi pemenggalan
berita. Kemudian guru silabel i- yang
mengingatkan para berasal dari
siswa untuk membuat kata kata iya

160
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

judul berita dengan menjadi ya.


jelas. Kemudian guru - K5
melanjutkan Penanda:
pembahasan dengan pengulangan
bertanya pada para unsur kalimat
siswa terlebih dulu karena apa
dalam kalimat,
mengenai penyebab
“Karena apa?”
terjadinya peristiwa dan kalimat,
kebakaran. “Karena apa
peristiwa itu
terjadi?”.
- K6
Penanda:
kurangnya
kesantunan
tuturan yang
ditandai
ketiadaan kata
sapaan pada
kalimat tanya
yang ditujukan
oleh penutur
kepada mitra
tutur dalam
kalimat,
“Karena apa?”
dan “Karena
apa peristiwa
itu terjadi?”.

161
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

- K7
Penanda
hadirnya
interjeksi ta
yang dalam
bahasa
Indonesia
adalah kan.
- K10
Penanda:
beralihnya
topik tuturan
dari topik
penulisan
judul berita ke
topik
pembahasan
unsur karena.
- K11
Penanda:
penggunaan
unsur daerah
ta yang dalam
bahasa
Indonesia
adalah kan
dalam kalimat
“Belum tahu ta
ya?”.
- K12

162
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Penanda:
munculnya
kalimat yang
dipendekkan,
“Karena apa?”.
16 G- - Ledakan Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV90 Tabung Gas. ruang kelas VIII A Penanda:
Di mana pada saat suasana
tepatnya berlangsungnya tahap pembicaraan
kejadian itu inti pembelajaran berlangsung
terjadi? Bahasa Indonesia. santai ditandai
Peristiwa itu dengan
Suasana pembicaraan
terjadi di… hadirnya unsur
berlangsung santai.
Sleman? Kan bahasa Jawa ta
Sleman itu Partisipan yang berarti
luas. Nah, pembicaraan adalah kan dalam
temannya guru Bahasa Indonesia kalimat, “Nah,
kalau dan para siswa. Guru temannya
memperhatik sebagai pembicara dan kalau
an pasti bisa para siswa sebagai memperhatika
bertanya ya lawan bicara. Maksud n pasti bisa
ta? Di mana dari pembicaraan ini bertanya ya
tadi Sleman- adalah Guru ta?”.
nya? mengkonfirmasi unsur - K2
Misalnya di Penanda:
di mana dalam berita
Kulon Progo. penggunaan
tentang kebakaran.
Kulon Progo bentuk
kan luas Guru mengatakan kebahasaan
sekali ya? bahwa informasi yang bebas
Berarti ini tempat dalam berita ditandai

163
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tempatnya tersebut kurang rinci dengan


kurang sebab dalam berita hadirnya kata
terperinci. hanya disebutkan ganti orang
Lanjut. Siapa bahwa berita terjadi di ketiga –nya
yang daerah Sleman yang tidak
mengalami sedangkan wilayah sesuai konteks
peristiwa pada temannya
Sleman sangat luas.
tersebut? dalam kalimat,
terjadi. Kemudian “Nah,
guru melanjutkan temannya
pembaasan tentang kalau
unsur siapa dalam memperhatika
berita tersebut dengan n pasti bisa
bertanya pada para bertanya ya
siswa. ta?”.
- K4
Penanda:
pemenggalan
silabel i- pada
kata iya
menjadi ya.
- K7
Penanda:
Muncul
interjeksi Nah
dan ta dalam
kalimat “Nah,
temannya
kalau
memperhatika

164
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

n pasti bisa
bertanya ya
ta?” serta
interjeksi kan
pada kalimat,
“? Kan Sleman
itu luas”.
- K11
Penanda:
penggunaan
unsur daerah
ta? (kan?)
dalam kalimat
“Nah,
temannya
kalau
memperhatika
n pasti bisa
bertanya ya
ta?”.
- K12
Penanda:
munculnya
ujaran yang
dipendekkan
yaitu, “Lanjut”
serta kalimat
yang
dipendekkan,
“Di mana tadi

165
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Sleman-nya?”.
17 G- - Oh, terus Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV92 bagaimana ruang kelas VIII A Penanda:
terjadinya pada saat suasana
peristiwa berlangsungnya tahap pembicaraan
tersebut? inti pembelajaran berlangsung
Bahasa Indonesia. santai ditandai
dengan
Suasana pembicaraan
penggunaan
berlangsung santai. bentuk tidak
Partisipan resmi terus
pembicaraan adalah yang berasal
guru Bahasa Indonesia dari bentuk
dan Siswa 19. Guru resmi
sebagai pembicara dan kemudian atau
Siswa 19 sebagai lalu.
lawan bicara. Maksud - K2
dari pembicaraan ini Penanda:
adalah guru Penggunaan
melanjutkan bentuk
kebahasaan
pembahasan berita
yang bebas
tentang unsur
ditandai
bagaimana. Guru hadirnya kata
menanyakan kepada terus yang
para siswa bagaimana merupakan
kronologis terjadinya bentuk tidak
peristiwa kebakaran. resmi
kemudian kata
lalu.

166
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

- K6
Penanda:
ketiadaan kata
sapaan dalam
kalimat tanya,
“Oh, terus
bagaimana
terjadinya
peristiwa
tersebut?”
yang
mengurangi
kesantunan
tuturan.
- K7
Penanda:
Muncul
interjeksi Oh.
18 G- - Baik. Silakan Tuturan terjadi di √ - K1
IV95 duduk nanti ruang kelas VIII A Penanda:
kita liat. pada saat suasana
Temannya berlangsungnya tahap pembicaraan
nanti yang inti pembelajaran berlangsung
harus Bahasa Indonesia. santai diandai
memberi dengan
Suasana pembicaraan
komentar penggunaan
berlangsung santai.
bukan Ibu ya. kata sapaan
Ini tadi Partisipan ibu oleh
belum ada. pembicaraan adalah penutur (guru)
Baik, guru bahasa Indonesia untuk

167
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Agustinus dan siswa-siswi kelas menyebut


Herjuno. VII A. Guru sebagai dirinya sendiri.
pembicara dan para - K2
siswa sebagai lawan Penanda:
bicara. Maksud dari Penggunaan
pembicaraan ini bentuk
kebahasaan
adalah guru
yang bebas
mengakhiri ditandai
pembahasan terhadap dengan kata
presentasi yang liat yang
dilakukan oleh siswa 3 merupakan
kemudian guru bentuk tidak
menegaskan kembali resmi dari
supaya para siswa lihat.
bersikap lebih proaktif - K3
ketika menanggapi Penanda:
presentasi temannya. ketidakhadiran
Berikutnya guru subjek pada
kalimat,
meminta Siswa 2
“Silakan
(Herjuno) maju untuk
duduk nanti
membacakan berita kita liat”.
yang telah dibuat. - K4
Penanda:
pemenggalan
silabel i- pada
kata iya
menjadi ya.
- K5

168
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Penanda:
pengulangan
kata baik.
- K12
Penanda:
munculnya
kalimat yang
dipendekkan
berikut, “Ini
tadi belum
ada”.

19 G- - Baik, Tuturan terjadi di √ - K1 √


IV104 temannya ada ruang kelas VIII A Penanda:
yang akan pada saat suasana
mengoreksi? berlangsungnya tahap pembicaraan
Temannya inti pembelajaran berlangsung
mendengarka Bahasa Indonesia. santai ditandai
n jangan dengan
Suasana pembicaraan
ribut sendiri. keleluasaan
berlangsung santai.
Agatha penutur untuk
silakan Partisipan menegur mitra
mendengarka pembicaraan adalah tutur dalam
n supaya guru Bahasa Indonesia kalimat,
kamu bisa dan siswa-siswi kelas “Temannya
mengomentar VIII A. Guru sebagai mendengarkan
i apa yang pembicara dan para jangan ribut
telah dibaca siswa sebagai lawan sendiri”.
oleh teman bicara. Maksud dari - K2
kita. Apa pembicaraan ini Penanda:

169
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang terjadi? adalah guru bentuk


Sekarang mempersilakan para kebahasaan
yang Ibu siswa untuk bebas ditandai
tanya yang menanggapi berita dengan
mendengarka tentang penangkapan penggunaan
n. Apa yang bandar narkoba yang kata ganti –nya
terjadi? pada kata
telah dibacakan oleh
temannya yang
Siswa 3. Guru tidak sesuai
meminta siswa untuk konteks dalam
mengoreksi berita kalimat, “Baik,
yang telah dibacakan temannya ada
Siswa 3 namun tidak yang akan
ada siswa yang mengoreksi?”
berkomentar. Guru dan
pun meminta siswa “Temannya
untuk memperhatikan mendengarkan
teman yang sedang jangan ribut
presentasi. Guru juga sendiri”.
- K4
menegur Siswa 1
Penanda:
(Agatha) yang ribut
pemenggalan
sendiri dan tidak silabel –kan
memperhatikan pada kata
presentasi. Kemudian dibacakan
guru mencoba menjadi
bertanya pada Nirmala dibaca dalam
yang dianggap kalimat,
memperhatikan “Agatha
presentasi. Guru silakan

170
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bertanya pada Nirmala mendengarkan


mengenai peristiwa supaya kamu
apa yang terjadi dalam bisa
berita tersebut. mengomentari
apa yang telah
dibaca oleh
teman kita”.
- K5
Penanda:
pengulangan
kalimat tanya,
“Apa yang
terjadi?”.
- K10
Penanda:
topik
pembicaraan
tidak runtut
ditandai
dengan
beralihnya
topik
pembicaraan
dari topik
pembahasan
tugas
kemudian
beralih pada
teguran dan
nasihat pada

171
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

para siswa
supaya
memperhatika
n lalu, berali
lagi ke topik
unsur apa
berita yang
sedang
dibahas.
20 G- - Nah, di Tuturan terjadi di √ - K1 √ Ragam Akrab
IV110 sebuah ruang kelas VIII A Penanda:
kontrakan di pada saat suasana
Jakarta Utara berlangsungnya tahap pembicaraan
ya. Terus inti pembelajaran berlangsung
siapa yang Bahasa Indonesia. santai ditandai
mengalami dengan
Suasana pembicaraan
peristiwa digunakannya
berlangsung santai.
tadi? Hana. unsur bahasa
Hana... Partisipan Jawa “Njajal
*Njajal nang pembicaraan adalah nang ngarep
ngarep dewe guru Bahasa Indonesia dewe
ngrungokke dan Siswa 6(Hana). ngrungokke
ora. Tadi Guru sebagai ora”, yang
pakai inisial pembicara dan Siswa seharusnya
siapa? Ada 6 Sebagai lawan tidak muncul
yang ingat? bicara. Maksud dari dalam
Yang tuturan ini adalah guru komunikasi
belakang mengkonfirmasi resmi di kelas.
*ora - K2
bahwa lokasi
ngalamun Penanda:
penangkapan bandar
172
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

wae. narkoba berada di ditanggalkann


wilayah Jakarta Utara. ya awalan me-
Kemudian guru pada kata
melanjutkan memakai
pembahasan dengan menjadi pakai.
*Coba di - K4
bertanya pada Siswa 6
depan sendiri Penanda:
terkait unsur siapa
mendengarka hilangnya
dalam berita tersebut
n atau tidak. silabel i- pada
namun, siswa yang kata iya
*…jangan bersangkutan tidak menjadi ya
melamun menjawab. Akhirnya dalam kalimat,
saja. guru mengingatkan “Nah, di
kembali supaya para sebuah
siswa menyimak kontrakan di
presentasi. Jakarta Utara
ya”.
- K7
Penanda:
Muncul
interjeksi Nah
dalam kalimat
“Nah, di
sebuah
kontrakan di
Jakarta Utara
ya”.
- K9
Penanda:
munculnya

173
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

alih kode ke
dalam bahasa
Jawa ditandai
hadirnya unsur
bahasa Jawa
“Njajal nang
ngarep dewe
ngrungokke
ora”.
- K11
Penanda:
munculnya
unsur bahasa
daerah pada
kalimat, “Yang
belakang ora
ngalamun
wae”.
- K12
Penanda:
ujaran
memakai yang
dipendekkan
menjadi pakai
dalam kalimat,
“Tadi pakai
inisial siapa?”.

174
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21 G- - Siapa? “M”. Tuturan terjadi di √ - K1 √


IV112 “M”, ya... ruang kelas VIII A Penanda:
Tidak pada saat suasana
disebutkan berlangsungnya tahap pembicaraan
namanya tapi inti pembelajaran berlangsung
inisialnya Bahasa Indonesia. santai ditandai
“M”. Baik dengan
Suasana pembicaraan
silakan penggunaan
berlangsung santai.
duduk. kata ibu oleh
Sekarang Partisipan penutur (guru)
dengarkan pembicaraan adalah untuk
semuanya guru bahasa Indonesia menyebut
karena Ibu dan para siswa. Guru dirinya sendiri,
akan sebagai pembicara dan menandakan
bertanya para siswa sebagai adanya
pada kalian lawan bicara. Maksud kedekatan
ya, tidak dari pembicaraan ini antara penutur
pada yang adalah guru dengan mitra
membuat mengkonfirmasi tutur.
berita. - K2
jawaban siswa terkait
Mmm… Penanda:
unsur siapa dalam
Ahmad. bentuk
Yang keras berita yang dibacakan kebahasaan
sehingga Siswa 3 berinisial bebas ditandai
teman yang “M”. Selanjutnya guru dengan
di belakang meminta Siswa 4 penggunaan
mendengar. (Ahmad) untuk maju konjungsi
membacakan berita yang di awal
yang ia buat dengan kalimat “Yang
keras sehingga

175
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

suara yang keras. teman yang di


belakang
mendengar”.
- K3
Penanda:
ketidaklengkap
an fungtor
pada kalimat,
“Baik silakan
duduk”,
ditandai
dengan
ketiadaan
subjek kalimat.
- K4
Penanda:
hilangnya
silabel i- pada
kata iya
menjadi ya
yang muncul
beberapa kali.
- K7
Penanda:
munculnya
interjeksi
Mmm…
dalam kalimat,
“Mmm…
Ahmad. Yang

176
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

keras sehingga
teman yang di
belakang
mendengar”.
- K12
Penanda:
bentuk ujaran
yang pendek-
pendek pada,
“Siapa? M. M,
ya...”.
22 S7- - Hahaha… Tuturan terjadi di √ - K1 √ Ragam Akrab
V114 Mosok ruang kelas VIII A Penanda:
arwahe pada saat penutur dan
gentayangan. berlangsungnya tahap mitra tutur
inti pembelajaran saling akrab
Bahasa Indonesia. ditandai
dengan
Suasana pembicaraan
penggunaan
berlangsung akrab. bahasa daerah
Penutur tuturan ini (bahasa Jawa)
adalah siswa 7. yang
Tuturan ditujukan menempati
kepada Siswa 3 yang posisi ragam
baru saja membacakan rendah dan
berita. Di bagian akhir tidak
berita disebutkan seharusnya
bahwa arwah korban muncul dalam
kecelakaan proses
bergentayangan. komunikasi

177
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Siswa resmi di kelas.


- K2
Penanda:
penggunaan
bahasa yang
tidak lengkap
terlihat dari
munculnya
istilah arwahe
(arwahnya)
yang tidak
menjelaskan
maksud
pembicaraan
secara rinci
bahwa -nya
yang dimaksud
dalam
arwahnya
adalah arwah
korban
kecelakaan
yang
meninggal.
- K3
Penanda:
tuturan tidak
menggunakan
bahasa yang
lengkap dan

178
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tidak
menjelaskan
maksud secara
rinci sehingga
hanya mitra
tutur yang
mengetahui
konteks
pembicaraan
yang dapat
memahami
maksud
penutur.
23 G- - Ya suka-suka Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV115 yang menulis ruang kelas VIII A Penanda:
berita ya. pada saat kedekatan
Apa yang berlangsungnya tahap relasi antara
terjadi dalam inti pembelajaran penutur
peristiwa Bahasa Indonesia. dengan mitra
tersebut? Apa tutur yang
Suasana pembicaraan
yang terjadi? ditandai
berlangsung santai.
Apa yang dengan
terjadi Vivit? Partisipan penyebutan
Ada pembicaraan adalah nama secara
kecelakaan? guru Bahasa Indonesia sebagai kata
Di? dan Siswa 6. Guru sapaan dalam
sebagai pembicara dan kalimat, “Apa
Siswa 6 sebagai yang terjadi
sebagai lawan bicara. Vivit?”.
Maksud dari - K2

179
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pembicaraan ini Penanda:


adalah guru penggunaan
menanggapi Siswa 6 bentuk
yang mengomentari kebahasaan
berita yang dibaca yang bebas
Siswa 4 bahwa arwah ditandai
dengan
korban kecelakaan
hadirnya
kini bergentayangan. kalimat yang
Guru sambil menahan tidak lengkap
tawa berkata pada dan pendek-
Siswa 6 bahwa apapun pendek pada
berita yang ditulis kalimat-
adalah kebebasan si kalimat
penulis berita berikut, “Ada
meskipun kecelakaan?
sesungguhnya bagian Di?”.
tersebut memang lucu - K3
atau janggal. Penanda:
ketidaklengkap
Berikutnya guru
an fungtor
kembali bertanya pada
seperti pada
Siswa 17 terkait unsur kalimat, “Ada
tempat dalam berita kecelakaan
Siswa 4. di?”.
- K4
Penanda:
pemenggalan
silabel i- pada
kata iya

180
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menjadi ya
yang muncul
beberapa kali.
- K5
Penanda:
pengulangan
kalimat “Apa
yang terjadi?”
sebanyak dua
kali serta
pengulangan
kata suka.
- K12
Penanda:
bentuk ujaran
yang pendek-
pendek berikut
ini, “Ada
kecelakaan?
Di?”.
24 G- - Mengantuk Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV124 ya ta? Ya, ruang kelas VIII A Penanda:
silakan pada saat kedekatan/kea
duduk. Tapi berlangsungnya tahap kraban antara
harus lebih inti pembelajaran guru dengan
memperhatik Bahasa Indonesia. siswa yang
an lagi ditandai
Suasana pembicaraan
supaya kalau dengan
berlangsung santai.
ditanya bisa penggunaan
menjawab Partisipan kata ibu oleh

181
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tetapi yang di pembicaraan adalah penutur (guru)


depan guru, Siswa 4, dan untuk
syaratnya Siswa 5. Guru sebagai menyebut
ngomongnya pembicara sedangkan dirinya sendiri
juga harus Siswa 4, para siswa, dalam kalimat,
keras. Karena dan Siswa 5 sebagai “Ibu tunjuk
ini sekalian harus bisa
lawan bicara. Maksud
latihan menjawab”.
dari pembicaraan ini
berbicara ya. - K2
Nah, adalah guru Penanda:
selajutnya mengonfirmasi bahwa penggunaan
Aluosiya. unsur mengapa dalam bentuk
Perhatikan berita yang dibacakan kebahasaan
betul. oleh Siswa 4 adalah yang bebas
Siapapun kondisi sopir yang ditandai
yang Ibu mengantuk. Setelah dengan
tunjuk harus pembahasan unsur- hadirnya
bisa unsur berita milik bentuk
menjawab. Siswa 4 selesai, guru nonformal
*Ora omong ngomong
mempersilakan Siswa
wae. Ahmad diikuti kata
4 kembali duduk.
dengarkan. ganti orang
Berikutnya guru ketiga –nya
kembali mengngatkan yang kurang
para siswa supaya tepat pada
memperhatikan teman ngomongnya
*Jangan yang sedang dalam kalimat,
bicara terus. presentasi, sementara “Tetapi yang
teman yang sedang di depan
presentasi juga harus syaratnya

182
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

membacakan ngomongnya
beritanya dengan juga harus
suara yang keras. keras”.
Setelah itu guru - K3
meminta Siswa 5 Penanda:
untuk membacakan ketidaklengkap
an fungtor
beritanya. Sebelum
yang ditandai
Siswa 5 membaca, dengan
guru kembali ketiadaan
mengingatkan siswa subjek pada
untuk benar-benar kalimat, “Ya,
memperhatikan silakan
presentasi agar ketika duduk”.
ditanya siswa dapat - K4
menjawab. Guru juga Penanda:
menegur Siswa 4 pemenggalan
(Ahmad) yang terus- silabel i- pada
menerus mengobrol kata iya
dengan temannya. menjadi ya
yang muncul
beberapa kali
dan
pemenggalan
silabel te- dari
kata tetapi
menjadi tapi
pada kalimat,
“Tetapi yang
di depan

183
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

syaratnya
ngomongnya
juga harus
keras”.
- K5
Penanda:
pengulangan
kata ya.
- K7
Penanda:
Muncul
interjeksi Nah
dalam kalimat
“Nah,
selajutnya
Aluosiya”.
- K9
Penanda:
munculnya
alih kode dari
bahasa
Indonesia ke
dalam bahasa
Jawa yang
tampak pada
kalimat “Ora
omong wae”.
- K11
Penanda:
munculnya

184
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

unsur bahasa
daerah yaitu
bahasa Jawa
pada kalimat,
“Mengantuk
ya ta?” yang
dalam bahasa
Indonesia
berarti,
“Mengantuk,
ya kan?”.
25 G- - Oh… Kapan Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV134 terjadinya. ruang kelas VIII A Penanda:
Nah, ada pada saat suasana
belum kapan berlangsungnya tahap pembicaraan
terjadinya inti pembelajaran berlangsung
peristiwa itu? Bahasa Indonesia. santai ditandai
Sudah dengan kalimat
Suasana pembicaraan
belum? tanya yang
berlangsung santai.
Sudah ditujukan
belum? Partisipan langsung oleh
pembicaraan adalah penutur kepada
guru dan Siswa 5. mitra tutur
Guru sebagai tanpa
pembicara dan Siswa menggunakan
5 sebagai lawan kata sapaan
bicara. Maksud dari berikut ini,
pembicaraan ini “Nah, ada
adalah guru belum kapan
mengonfirmasi terjadinya

185
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tanggapan Siswa 5 peristiwa itu?


dengan menanyakan Sudah belum?
kepada siswa lain Sudah
apakah benar unsur belum?”.
kapan atau waktu - K2
terjadinya peristiewa Penanda:
bentuk
belum disebutkan
kebahasaan
dalam berita milik bebas ditandai
Siswa 5. dengan kata
sambung atau
yang
dihilangkan di
antara kata
ada dan belum
dalam kalimat
“Nah, ada
belum kapan
terjadinya
peristiwa itu?”
serta pada
kalimat
“Sudah
belum?”.
- K3
Penanda:
ketidaklengkap
an fungtor
pada masing-
masing

186
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kalimat.
- K5
Penanda:
terjadi dua kali
pengulangan
kalimat tanya,
“Sudah
belum?”.
- K7
Penanda:
munculnya
interjeksi Oh
dan Nah.
- K12
Penanda:
bentuk kalimat
yang pendek-
pendek berikut
ini, “Oh…
Kapan
terjadinya”
dan “Sudah
belum?”.
26 G- - Dah ada. Tuturan terjadi di √ - K1
IV142 Coba Ahmad ruang kelas VIII A Penanda:
kamu jawab pada saat suasana
bagaimana berlangsungnya tahap pembicaraan
peristiwa itu inti pembelajaran berlangsung
terjadi? Bahasa Indonesia. santai ditandai
Coba. dengan kata
Suasana pembicaraan
187
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berlangsung santai. sapaan yang


Partisipan langsung
pembicaraan adalah merujuk pada
guru Bahasa Indonesia nama mitra
dan Siswa 8. Guru tutur yaitu
sebagai pembicara dan Ahmad dalam
kalimat, “Coba
Siswa 8 sebagai lawan
Ahmad kamu
bicara. Maksud dari jawab
pembicaraan ini bagaimana
adalah guru peristiwa itu
menanyakan unsur terjadi?”.
bagaimana dalam - K2
berita yang dibaca Penanda:
oleh Siswa 5 kepada bentuk
Siswa 8. kebahasaan
bebas yang
ditandai
dengan
penggunaan
ragam tidak
resmi dah
yang berasal
dari bentuk
resmi sudah.
- K3
Penanda:
ketidaklengkap
an fungtor
pada kalimat,

188
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

“Dah ada” dan


“Coba” di
mana kedua
kalimat
tersebut hanya
terdiri satu
unsur yaitu
unsur predikat.
- K4
Penanda:
pemenggalan
silabel su-
yang berasal
dari kata sudah
menjadi dah
pada kalimat
“Dah ada”.
- K5
Penanda:
pengulanganka
ta coba
sebanyak dua
kali.
- K6
Penanda:
penggunaan
kata sapaan
kamu yang
merupakan
bentuk

189
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

nonformal dari
saudara,
saudari, dan
anda dalam
kalimat “Coba
Ahmad kamu
jawab
bagaimana
peristiwa itu
terjadi?”
seharusnya
tidak muncul
dalam
komunikasi
resmi,
sehingga akan
mengurangi
kadar
kesopanan
ujaran.
- K12
Penanda:
munculnya
ujaran Dah
yang
dipendekkan
dari kata sudah
serta
munculnya
ujaran pendek

190
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Coba.
27 G- - Nah, kenapa Tuturan terjadi di √ - K1 √ Ragam Akrab
IV144 kok bisa ada ruang kelas VIII A Penanda:
peristiwa di pada saat suasana
bawah berlangsungnya tahap pembicaraan
mobil? Kan inti pembelajaran berlangsung
pasti ada Bahasa Indonesia. santai ditandai
awal dengan
Suasana pembicaraan
peristiwanya munculnya
berlangsung santai.
ya. *Ora ragam bahasa
ujug-ujug wis Partisipan Jawa dalam
nang kana pembicaraan adalah kalimat, “Ora
kui tiba-tiba guru Bahasa Indonesia ujug-ujug wis
di bawah dan para siswa. Guru nang kana kui
mobil. sebagai pembicara dan tiba-tiba di
Kenapa? para siswa sebagai bawah mobil”.
lawan bicara. Maksud - K2
dari pembicaraan ini Penanda:
adalah guru ingin adanya bentuk
mengajak para siswa kebahasaan
yang bebas
berpikir lebih kritis
ditandai
untuk menemukan
dengan
unsur bagaimana penggunaan
sehingga para siswa ragam tidak
* Tidak tiba- dapat menemukan resmi kenapa
tiba sudah kronologis terjadinya yang
ada di situ”. peristiwa seorang merupakan
anak berada di bawah bentuk resmi
mobil. Guru mengapa.

191
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

membantu siswa - K4
untuk berpikir dengan Penanda:
pertanyaan pancingan pemenggalan
bagaimana seorang ilabel i dalam
anak dapat berada di kata iya
bawah mobil. menjadi ya
pada kalimat,
“Kan pasti ada
awal
peristiwanya
ya”.
- K7
Penanda:
pemakaian
interjeksi kan
pada kalimat,
“Kan pasti ada
awal
peristiwanya
ya” dan
interjeksi Nah
dalam kalimat
“Nah, kenapa
kok bisa ada
peristiwa di
bawah
mobil?”.
- K9
Penanda:
munculnya

192
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

alih kode dari


bahasa
Indonesia ke
dalam bahasa
Jawa pada
kalimat “Kan
pasti ada awal
peristiwanya
ya” beralih ke
kalimat, “Ora
ujug-ujug wis
nang kono
kui”.
- K11
Penanda:
munculnya
unsur bahasa
daerah yaitu
bahasa Jawa
pada kalimat,
Ora ujug-ujug
wis nang kono
kui”.
28 G- - Oh, anaknya Tuturan terjadi di √ - K1
IV146 menyeberang ruang kelas VIII A Penanda:
. Jadi, ada pada saat Suasana
peristiwa berlangsungnya tahap pembicaraan
terjadi mesti inti pembelajaran berlangsung
ada awalnya Bahasa Indonesia. santai ditandai
ya. Awal dengan kata
Suasana pembicaraan
193
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

peristiwa. berlangsung santai. sapaan yang


Baik, silakan Partisipan merujuk
duduk. Kita pembicaraan adalah langsung pada
lanjutkan, guru dan Siswa 8. nama mitra
sekarang Guru bahasa tutur yaitu Ana
yang maju Indonesia sebagai Evanita dalam
Ana Evanita! kalimat
pembicara dan Siswa
Wah, coba perintah, “Kita
8 sebagai lawan
sekarang lanjutkan,
lebih fokus bicara. Maksud dari sekarang yang
supaya bisa pembicaraan ini maju Ana
mengoreksi. adalah guru Evanita!” yang
mengkonfirmasi memperlihatka
jawaban Siswa 8 n adanya
bahwa kronologis kedekatan
peristiwa seorang relasi antara
anak berada di bawah penutur
mobil berawal dari dengan mitra
seorang anak yang tutur.
- K2
hendak menyeberang
Penanda:
jalan. Guru
bentuk
memberikan kebahasaan
peneguhan pada siswa yang bebas
bahwa suau peristiwa ditandai
dapat terjadi karena dengan
adanya awal peristiwa. penggunaan
Selanjutnya guru kata mesti
mempersilakna Siswa yang
5 kembali duduk. merupakan

194
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Berikunya guru bentuk tidak


meminta Siswa 2 resmi dari
untuk maju bentuk resmi
membacakan berita. harus pada
kalimat “Jadi,
ada peristiwa
terjadi mesti
ada awalnya”.
- K3
Penanda:
ketidaklengkap
an fungtor
yang ditandai
dengan
ketidakhadiran
subjek dan
objek pada
kalimat, “Baik,
silakan
duduk”.
- K4
Penanda:
pemenggalan
silabel i- pada
kata iya
menjadi ya
yang muncul
dalam kalimat,
“Jadi, ada
peristiwa

195
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

terjadi mesti
ada awalnya
ya”.
- K7
Penanda:
munculnya
interjeksi oh
pada kalimat
“Oh, anaknya
menyeberang”
dan interjeksi
wah pada
kalimat “Wah,
coba
sekarang lebih
fokus supaya
bisa
mengoreksi”.
29 G- - Ana, Ana, Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV150 tolong ruang kelas VIII A Penanda:
diperkeras pada saat keakraban atau
volume berlangsungnya tahap kedekatan
suaranya. inti pembelajaran yang ditandai
Tidak Bahasa Indonesia. dengan
kedengaran pemakaian
Suasana pembicaraan
dari
berlangsung santai. kata ganti –mu
belakang.
Partisipan pada kata
Nanti
temanmu gak pembicaraan adalah temanmu dan
bisa guru Bahasa Indonesia pekerjaanmu

196
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengoreksi dan Siswa 2. Guru yang tidak


pekerjaanmu. sebagai pembicara dan resmi dan
Yang keras. Siswa 2 sebagai lawan seharusnya
bicara. Maksud dari tidak dipakai
pembicaraan ini dalam
adalah guru kembali komunikasi
meminta Siswa 2 resmi
untuk membaca memperlihatka
dengan suara keras n bahwa
karena suara Siswa 2 penutur dan
tidak terdengar dari mitra tutur
belakang sehingga memiliki
dikhawatirkan teman kedekatan
yang memperhatikan relasi.
presentasi akan
- K2
kesulitan mengoreksi
Penanda:
berita yang dibacakan
Penggunaan
oleh Siswa 2.
bentuk
kebahasaan
yang bebas
ditandai
dengan
hadirnya kata
gak yang
merupakan
bentuk tidak
resmi dari

197
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tidak.
- K3
Penanda:
struktur
kalimat tidak
memiliki
kelengkapan
fungtor,
terlihat dari
kalimat “Tidak
kedengaran
dari
belakang”dan
kalimat, “yang
keras” yang
tidak memiliki
unsur subjek
dan objek.
- K5
Penanda:
pengulangan
kata sapaan
Ana.
- K12
Penanda:
munculnya
ujaran pendek,
“Yang keras”.
30 G- - Ya, baik. Tuturan terjadi di √ - K1 √
Apa yang Penanda:
198
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

IV152 terjadi, ruang kelas VIII A suasana


Natanael? pada saat pembicaraan
Apa yang berlangsungnya tahap berlangsung
terjadi, inti pembelajaran santai ditandai
Natanael? Bahasa Indonesia. dengan kata
Ya, Natanael. Suasana pembicaraan sapaan yang
langsung
berlangsung santai.
merujuk pada
Partisipan nama mitra
pembicaraan adalah tutur, yaitu
guru Bahasa Indonesia Natanael yang
dan Siswa 15. Guru menandakan
sebagai pembicara dan adanya
Siswa 15 sebagai kedekatan
lawan bicara. relasi antara
Maksud dari penutur
pembicaraan ini dengan mitra
adalah guru tutur.
menanyakan unsur - K4
Penanda:
apa dalam berita yang
pemenggalan
dibaca oleh Siswa 2
silabel i- pada
kepada Siswa 15. kata ya dalam
kalimat “Ya,
baik”dan pada
kalimat “Iya,
Natanael.”
- K5
Penanda:
terjadi

199
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pengulangan
kalimat “Apa
yang terjadi
Natanael?”
sebanyak dua
kali.
31 G- - Longsor… Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV154 Di mana ruang kelas VIII A Penanda:
terjadi pada saat suasana
peristiwa itu berlangsungnya tahap pembicaraan
Yusup inti pembelajaran berlangsung
Elfand? Di Bahasa Indonesia. santai ditandai
mana dengan
Suasana pembicaraan
terjadinya? hadirnya kata
berlangsung santai.
Di mana, sapaan yang
Darma Partisipan langsung
Djaja? pembicaraan adalah merujuk pada
guru Bahasa Indonesia nama mitra
dan para siswa. Siswa tutur yaitu,
15 sebagai pembicara Yusuf Elfand
dan guru sebagai dan Darma
lawan bicara. Guru Djaja
mengkonfirmasi menandakan
jawaban Siswa 15 adanya
bahwa unsur apa kedekatan
relasi antara
dalam berita yang
penutur
dibacakan oleh 2
dengan mitra
adalah peristiwa tutur.
longsor. - K2

200
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Penanda:
bentuk
kebahasaan
bebas ditandai
dengan
hadirnya dua
kalimat tanya
yang tidak
lengkap, “Di
mana
terjadinya?”
dan “Di mana,
Darma
Djaja?”.
- K4
Penanda:
pemenggalan
silabel –nya
pada kata
terjadi dalam
kalimat “Di
mana terjadi
peristiwa itu?”.
- K5
Penanda:
terjadi
pengulangan
kata tanya di
mana pada
ketiga kalimat

201
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berikut: Di
mana
terjadinya
peristiwa itu
Yusup Elfand?
Di mana
terjadinya? Di
mana
Darmajaya?
- K12
Penanda:
munculnya
kalimatalimat
pendek
berikut, “Di
mana
terjadinya?”
dan “Di mana,
Darma
Djaja?”.
32 G- - Samigaluh. Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV159 Ya. Kapan ruang kelas VIII A Penanda:
terjadinya pada saat suasana
peristiwa berlangsungnya tahap pembicaraan
tanah longsor inti pembelajaran berlangsung
tersebut? Bahasa Indonesia. santai ditandai
Erwin, kapan dengan
Suasana pembicaraan
terjadinya? munculnya
berlangsung santai. kalimat tanya
Partisipan dengan sapaan

202
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pembicaraan adalah Erwin yang


guru bahasa ditujukan
Indonesia, Siswa 25, langsung
dan Siswa 20. Guru kepada mitra
mengkonfirmasi tutur
jawaban Siswa 25 menandakan
pula adanya
bahwa unsur apa
relasi yang
dalam berita yang dekat antara
dibacakan oleh Siswa penutur
6 adalah di Samgaluh. dengan mitra
Selanjutnya guru tutur.
melanjutkan - K3
pembahasan unsur Penanda:
kapan dengan ketidaklengkap
bertanya pada Siswa an fungtor
20 kapan terjadinya pada kalimat,
peristiwa tanah longor “Erwin, kapan
dalam berita yang terjadinya?”
yang tidak
dibacakan oleh Siswa
memiliki objek
6.
kalimat.
- K4
Penanda:
pemenggalan
silabel i- pada
kata iya.
- K5
Penanda:
terjadi

203
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pengulangan
kapan
terjadinya
sebanyak dua
kali.
- K12
Penanda:
munculnya
ujaran-ujaran
pendek
berikut,
“Samigaluh.
Ya”.
33 S3- - *Pertigaan Tuturan terjadi di √ - K1 √
V165 Kreo ngendi? ruang kelas VIII A Penanda:
pada saat adanya
berlangsungnya tahap hubungan
* Pertigaan inti pembelajaran akrab antara
Kreo mana? Bahasa Indonesia. penutur
dengan mitra
Suasana pembicaraan
tutur (Siswa 3
berlangsung akrab. dengan Siswa
Penutur tuturan ini 7) yang
adalah siswa 3. ditandai
Tuturan ditujukan dengan
kepada Siswa 7 yang penggunaan
sedang membacakan bahasa daerah
judul berita di depan. (bahasa Jawa)
Siswa 3 merasa judul yang
berita yang dibacakan menempati

204
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

oleh Siswa 7 kurang posisi ragam


jelas sehingga Siswa 3 rendah apabila
menanyakan pada muncul saat
Siswa 7, pertigaan berlangsungny
Kreo manakah yang a proses
dimaksud. pembelajaran
di kelas.
- K2
Penanda:
bentuk
kebahasaan
tidak lengkap
yang terlihat
dari tuturan
dalam bentuk
kalimat tanya
yang singkat
dan kurang
terperinci. Hal
ini tampak
apabila ujaran
diartikan
dalam bahasa
Indonesia
maka akan
muncul bentuk
kalimat tanya
pendek,
“Pertigaan
Kreo Mana?”.

205
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

- K3
Penanda:
bentuk kalimat
tanya yang
singkat dan
tidak rinci
membuat
ujaran hanya
dimengerti
oleh mitra
tutur yang
mengetahui
konteks dan
terlibat
langsung
dalam
pembicaraan.
34 G- - Apa judul Tuturan terjadi di √ - K1 √ .
II167 berita yang ruang kelas VIII A Penanda: topik
dibacakan pada saat pembicaran
oleh Yona? berlangsungnya tahap serius terkait
inti pembelajaran pembahasan
Bahasa Indonesia. judul berita
yang telah
Suasana pembelajaran
dipresentasika
serius. Partisipan n.
pembicaraan adalah - K2
guru Bahasa Indonesia Penanda: antar

206
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan guru. Guru orang yang


sebagai penutur dan berbicara
para siswa kelas VIII saling
A sebagai mitra tutur. menghormati
Maksud dari ditandai
pembicaraan ini dengan
penggunaan
adalah Guru meminta
kata-kata
para siswa baku/resmi.
menanggapi berita - K3
yang baru saja Penanda:
dibacakan oleh salah bentuk kata
seorang siswi bernama dan kalimat
Yona. Guru yang
memancing keaktifan digunakan
siswa dengan lengkap dan
melontarkan tidak
pertanyaan terlebih disingkat.
dulu. Pertanyaan yang - K4
Penanda:
dilontarkan terkait
struktur
dengan judul berita.
fungtor
lengkap,
mengandung
subjek,
predikat, dan
objek. Apa
judul berita-
(Objek) yang
dibacakan-

207
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(Predikat) oleh
Yona?-
(Subjek)
- K5
Penanda:
tingkat tutur
sesuai dengan
orang yang
diajak bicara,
ditandai
dengan
penggunaan
kata sapaan
Yona (nama
siswa) yang
digunakan
guru untuk
menyebut
siswanya.
Menyebut
siswa dengan
nama dianggap
sesuai dengan
tingkat tutur
guru sebagai
orang yang
dihormati di
kelas.
- K7
Penanda: kata

208
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang dipakai
bersifat baku
atau sudah
dibakukan.
- K8
Penanda:
penggunaan
imbuhan -kan
pada kata
dibacakan
secara jelas
dan teliti.
- K9.
Penggunaan
kata sambung
(konjungsi)
yang dan oleh.
- K10
Penanda: tidak
hadirnya
pengaruh
unsur asing,
bahasa daerah
atau bahasa
yang tidak
dibakukan.
35 S6- - Aku, Bu. Bu, Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV174 aku. ruang kelas VIII A Penanda:
Jembatan pada saat suasana
kreo. berlangsungnya tahap pembicaraan

209
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

inti pembelajaran berlangsung


Bahasa Indonesia. santai ditandai
Suasana pembicaraan dengan
berlangsung santai. pemakaian
Partisipan bentuk tidak
pembicaraan adalah resmi aku yang
memiliki
Siswa 6 dan guru
bentuk resmi
Bahasa Indonesia. saya
Siswa 6 sebagai menandakan
pembicara dan guru adanya relasi
sebagai lawan bicara. yang akrab
Maksud dari antara penutur
pembicaraan ini dengan mitra
adalah Siswa 6 ingin tutur.
menjawab pertan yaan - K2
guru terkait unsur di Penanda:
mana dalam berita bentuk
yang telah dibacakan kebahasaan
bebas ditandai
oleh Siswa 7. Siswa 6
dengan
mencoba mengangkat
hadirnya
tangan supaya bentuk tidak
ditunjuk oleh guru resmi aku yang
untuk menjawab berasal dari
pertanyaan. Namun, bentu resmi
guru menunjuk siswa saya.
lain. - K3
Penanda:
ketidakhadiran

210
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

predikat pada,
“Aku, Bu” dan
“Bu, aku” serta
ketidakhadiran
subjek dan
predikat pada,
“Jembatan
Kreo”.
- K4
Penanda:
Pemenggalan
silabel i- pada
kata Bu yang
berasal dari
kata Ibu.
- K5
Penanda:
pengulangan
kata aku dan
kata Bu.
- K6
Penanda:
sopan santun
tidak
digunakan
secara ketat,
terbukti
dengan
penggunaan
bentuk tidak

211
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

resmi aku yang


seharusnya
tidak muncul
pada
komunikasi
resmi, terlebih
mitra tutur
adalah guru
(orang yang
dihormati).
36 G- - Oh, di Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV177 pertigaan ruang kelas VIII A Penanda:
Jembatan pada saat pembicaraan
Kreo. Ya, berlangsungnya tahap berlangsung
silakan inti pembelajaran santai ditandai
duduk. Nah, Bahasa Indonesia. dengan
Bunga hadirnya kata
Suasana pembicaraan
bacakan sapaan Bunga
berlangsung santai.
beritamu. yang merujuk
Partisipan langsung pada
pembicaraan adalah mitra tutur
guru Bahasa menandakan
Indonesia, Siswa 22 adanya
dan Siswa 3. Guru kedekatan
sebagai pembicara relasi antara
sementara Siswa 22 penutur
dan Siswa 3 sebagai dengan mitra
lawan bicara. Guru tutur.
mengkonfirmasi - K3
Penanda:
jawaban Siswa 22
212
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

terkait unsur di mana ketidaklengkap


dalam berita yang an fungtor
telah dibacakan oleh yang ditandai
Siswa 7. Guru dengan
membenarkan bahwa ketidakhadiran
unsur di mana dalam subjek dan
objek dalam
berita Siswa 7 adalah
kalimat, “Ya,
di pertigaan jembatan silakan
Kreo. Setelah itu guru duduk”.
mempersilakan Siswa - K4
22 duduk kembali. Penanda:
Berikutnya guru pemenggalan
meminta Siswa 3 silabel i- pada
untuk maju kata ya yang
membacakan berita berasal dari
yang telah dibuatnya. kata iya dalam
kalimat “Ya,
silakan
duduk”.
- K7
Penanda:
penggunaan
interjeksi Oh
pada kalimat
“Oh, di
pertigaan
Jembatan
Kreo” dan
interjeksi Nah

213
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pada kalimat
“Nah, Bunga
bacakan
beritamu”.
37 S3- - Yon... Yona, Tuturan terjadi di √ - K1 √
V178 sejak kapan ruang kelas VIII A Penanda:
Sleman nang pada saat situasi
Kulon berlangsungnya tahap pembicaraan
Progo? inti pembelajaran berlangsung
Bahasa Indonesia. santai ditandai
dengan
Suasana pembicaraan
* Yon... hadirnya unsur
berlangsung akrab.
Yona, sejak bahasa Jawa
kapan Penutur tuturan ini nang.
Sleman di adalah siswa 3. - K2
Kulon Tuturan ditujukan Penanda:
Progo? kepada Siswa 22 yang Ditandai
telah membacakan dengan bentuk
judul berita di depan. kebahasaan
Siswa 3 merasa judul yang bebas
berita yang dibacakan ditandai
oleh Siswa 22 tidak dengan
tepat. Siswa 22 hadirnya
kalimat yang
mengatakan bahwa
memiliki unsur
Sleman terletak di
tidak lengkap.
Kulon Progo - K3
sementara Penanda:
kenyataannya Sleman ketidaklengkap
dan Kulon Progo an fungtor

214
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

adalah dua kabupaten yang tampak


yang berlainan di dari
DIY. ketidakhadiran
predikat pada
kalimat,
“Yona, sejak
kapan Sleman
di Kulon
Progo?”.
- K11
Penanda:
hadirnya unsur
bahasa Jawa
nang yang
berarti di.
38 G- - Dah, yang Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV181 lain ruang kelas VIII A Penanda:
memperhatik pada saat situasi
an. Bunga berlangsungnya tahap pembicaraan
membaca inti pembelajaran berlangsung
yang keras. Bahasa Indonesia. santai ditandai
Agak maju dengan
Suasana pembicaraan
saja. Agak hadirnya
berlangsung santai.
maju saja. bentuk tidak
Partisipan resmi dah.
pembicaraan adalah - K3
guru dan Siswa 8. Penanda:
Guru sebagai ketidaklengkap
pembicara dan Siswa an fungtor
8 sebagai lawan yang ditandai

215
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bicara. Maksud dari dengan


pembicaraan ini ketidakhadiran
adalah guru meminta objek dalam
Siswa 8 melanjutkan kalimat,
pembacaan berita “Bunga
dengan suara keras membaca yang
keras” dan
dan siswa yang lain
kalimat, “Dah,
diminta untuk yang lain
memperhatikan memperhatika
presentasi. n” serta
kalimat yang
hanya terdiri
dari predikat
pada kalimat,
“Agak maju
saja”.
- K4
Penanda:
Pemenggalan
silabel su-
pada kata dah
yang berasal
dari bentuk
sudah.
- K5
Penanda:
Terjadi
pengulangan
kata agak maju

216
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

saja.
39 G- - Baik. Ada Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV183 yang mau ruang kelas VIII A Penanda:
koreksi? Apa pada saat suasana
yang terjadi, berlangsungnya tahap pembicaraan
Galih? Apa inti pembelajaran berlangsung
yang terjadi, Bahasa Indonesia. santai ditandai
Galih? dengan bentuk
Suasana pembicaraan
kebahasaan
berlangsung santai. yang bebas.
Partisipan - K2
pembicaraan adalah Penanda:
guru Bahasa Indonesia bentuk
dan Siswa 14. Guru kebahasaan
sebagai pembicara dan relatif bebas
Siswa 14 sebagai ditandai
lawan bicara. Maksud dengan kata
dari pembicaraan ini tanya apa yang
adalah guru meminta tidak tepat
menunjuk Siswa 14 digunakan
dalam kalimat
untuk menanggapi
tanya, “Ada
berita yang telah
yang mau
dibaca oleh Siswa 8. koreksi?”.
Guru menanyakan - K3
unsur apa pada Siswa Penanda:
8. ketidaklengkap
an fungtor
yang ditandai
dengan

217
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ketidakhadiran
objek dalam
kalimat, “Ada
yang mau
koreksi?”
- K4
Penanda:
Pemenggalan
silabel dari
kata
mengoreksi
menjadi
koreksi.
- K5
Penanda:
Terjadi
pengulangan
kalimat,”Apa
yang terjadi
Galih?”
sebanyak dua
kali.
40 G- - 2005. Wah, Tuturan terjadi di √ - K1
IV186 berapa tahun ruang kelas VIII A Penanda:
yang lalu ya pada saat suasana
itu beritanya? berlangsungnya tahap pembicaraan
Tahun 2005. inti pembelajaran berlangsung
Gak papa Bahasa Indonesia. santai ditandai
baru lahir. dengan
Suasana pembicaraan
Apa berita ini munculnya
berlangsung santai.
218
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tadi sudah Partisipan bentuk tidak


lengkap? pembicaraan adalah resmi gak
guru Bahasa Indonesia papa yang
dan para siswa. Guru berasal dari
sebagai pembicara dan bentuk resmi
para siswa sebagai tidak apa-apa.
- K2
lawan bicara. Maksud
Penanda:
dari pembicaraan ini
bentuk
adalah guru
kebahasaan
mengkonfirmasi
yang bebas
jawaban Siswa 19
terlihat bentuk
bahwa unsur kapan
kalimat
dalam berita yang
mubazir
telah dibacakan oleh
ditandai dari
Siswa 8 adalah tahun
munculnya
2005. Guru
kata tadi
mengatakan peristiwa
dalam kalimat,
dalam berita tersebut
“Apa berita ini
sudah berlangsung
tadi sudah
bertahun-tahun yang
lengkap?”.
lalu bahkan sebelum
Kata tadi
para siswa lahir.
dikatakan
Kemudian guru
mubazir sebab
menanyakan pada
bersifat
para siswa apakah
opsional,
unsur-nsur dalam
apabila tidak
berita yang dibacakan
kata tadi tidak
oleh Siswa 8 sudah
hadir maka
219
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

lengkap. tidak akan


mengubah
makna
kalimat.
- K3
Penanda:
ketidaklengkap
an fungtor
pada tiap
kalimat.
- K4
Penanda:
pemenggalan
silabel –kah
pada kata
apakah
menjadi apa
dalam kalimat,
Apa berita ini
tadi sudah
lengkap?”.
- K7
Penanda:
penggunaan
interjeksi wah
pada kalimat,
“Wah, berapa
tahun yang
lalu ya itu

220
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

beritanya?”.
- K10
Penanda: topik
tidak runtut
terlihat dari
tuturan yang
diawali dengan
pembahasan
tentang unsur
kapan (waktu
terjadinya
peristiwa
dalam berita
yang dibaca
siswa)
kemudian pada
kalimat
terakhir beralih
ke topik
kelengkapan
unsur berita.
- K12
Penanda:
bentuk ujaran
yang tidak
lengkap
berikut ini,
“2005”.
41 G- - Bu, gak Tuturan terjadi di √ - K1
denger Bu. ruang kelas VIII A Penanda:

221
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

IV202 pada saat adanya


berlangsungnya tahap kedekatan
inti pembelajaran relasi antar
Bahasa Indonesia. penutur
Suasana pembicaraan dengan mitra
berlangsung santai. tutur ditandai
dengan
Partisipan
penggunaan
pembicaraan adalah ragam tidak
Siswa 7 dan guru resmi gak
Bahasa Indonesia. denger yang
Siswa 7 sebagai tidak
pembicara dan guru seharusnya
sebagai lawan bicara. muncul dalam
Maksud dari proses belajar
pembicaraan ini mengajar di
adalah Siswa 7 kelas terlebih
menyampaikan penutur adalah
kesulitannya untuk siswa yang
semestinya
mendengarkan berita
menggunakan
yang sedang dibaca
ragam resmi
oleh Siswa 9 sebab untuk bertutur
suara Siswa 9 hanya dengan guru.
terdengar lirih. - K2
Penanda:
bentuk
kebahasaan
bebas ditandai
dengan
222
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

hadirnya
bentuk tidak
resmi gak
denger.
- K3
Penanda:
Ketidaklengka
pan fungtor
yang ditandai
dengan
ketidakhadiran
subjek kalimat.
- K4
Penanda:
pemenggalan
silabel i- pada
kata bu yang
berasal dari
kata Ibu.
- K5
Penanda:
terjadi dua kali
pengulangan
kata Bu.
- K6
Penanda:
sopan santun
kurang ketat
terbukti

223
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan
penggunaan
bentuk tidak
resmi gak
denger oleh
siswa terhadap
guru yang
seharusnya
digunakan oleh
siswa untuk
berbicara
kepada teman
sebaya dalam
situasi tidak
resmi.
- K8
Penanda:
tingkat tutur
terabaikan oleh
penutur
(siswa) yang
menggunakan
ragam tidak
resmi untuk
berbicara
dengan orang
yang dihormati
(guru) dalam
situasi
pembelajaran

224
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang resmi di
kelas.
- K12
Penanda:
munculnya
ujaran-ujaran
yang
dipendekkan
seperti Ibu
menjadi Bu
dan tidak
menjadi gak.
42 G- - Apa yang Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV205 terjadi? Apa ruang kelas VIII A Penanda:
Agatha? pada saat suasana
berlangsungnya tahap pembicaraan
inti pembelajaran berlangsung
Bahasa Indonesia. santai ditandai
dengan
Suasana pembicaraan
penyebutan
berlangsung santai. nama Agatha
Partisipan secara
pembicaraan adalah langsung
guru dan Siswa 1. dalam kalimat
Guru sebagai tanya, “Apa
pembicara dan Siswa Agatha?”.
1 sebagai lawan - K3
bicara. Maksud dari Penanda:
pembicaraan ini ketidakhadiran
adalah guru bertanya subjek dalam

225
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pada Siswa 1 terkait kalimat “Apa


unsur apa dalam yang terjadi?”.
berita yang telah - K5
dibacakan oleh Siswa Penanda:
9. pengulangan
kata apa.
- K6
Penanda:
sopan santun
tidak digunaan
secara ketat,
terbukti
dengan tidak
digunakannya
kata sapaan
saudara/sauda
ri/anak-anak
dalam kalimat
“Apa yang
terjadi?”.
- K12
Penanda:
munculnya
kalimat yang
dipendekkan
pada “Apa
Agatha?” yang
telah
menghilangka
n unsur

226
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

predikat.
43 G- - Mengapa Tuturan terjadi di √ - K1 √
II209 peristiwa itu ruang kelas VIII A Penanda: topik
terjadi, pada saat pembicaran
Darma berlangsungnya tahap serius terkait
Djaja? inti pembelajaran penyebab
Bahasa Indonesia. terjadinya
peristiwa
Suasana pembicaraan
dalam berita
berlangsung serius. yang
Partisipan dibacakan oleh
pembicaraan adalah Siswa 27.
guru bahasa Indonesia - K3
dan Siswa 27. Guru Penanda:
sebagai pembicara dan memakai
Siswa 27 sebagai bentuk lengkap
lawan bicara. Maksud ditandai
dari pembicaraan ini dengan tidak
adalah guru adanya
menanyakan unsur penggunaan
mengapa. singkatan
dalam tataran
kata.
- K4
Penanda:
struktur
fongtor
lengkap,
minimal
mengandung

227
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

subjek dan
predikat.
- K5
Penanda:
tingkat tutur
sesuai dengan
orang yang
diajak bicara,
ditandai
dengan
penyebutan
Darma Djaja
(nama siswa)
yang
digunakan oleh
guru untuk
menyebut
siswanya.
Menyebut
siswa dengan
nama dianggap
sesuai dengan
tingkat tutur
guru sebagai
orang yang
dihormati di
kelas.
- K7
Penanda: Kata
atau istilah

228
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang dipakai
bersifat baku
atau sudah
dibakukan.
- K10
Penanda:
terhindar dari
pengaruh
unsur asing,
bahasa daerah
atau bahasa
yang tidak
dibakukan.
44 G- - Baik supaya Tuturan terjadi di √ - K1
IV225 semua ruang kelas VIII A Penanda:
mengoreksi pada saat suasana
tolong berlangsungnya tahap pembicaraan
berikan inti pembelajaran berlangsung
beritamu Bahasa Indonesia. santai ditandai
kepada teman dengan
Suasana pembicaraan
di penggunaan
berlangsung santai.
belakangmu. kata ganti
Paling Partisipan tidak resmi
belakang pembicaraan adalah –mu dan kamu
berikan pada guru dan para siswa. yang hanya
teman yang Guru Bahasa muncul pada
paling depan. Indonesia sebagai tuturan yang
Lalu pembicara dan para ditunjukkan
dikoreksi. siswa sebagai lawan untuk orang
Diberi nama bicara. Maksud dari yang sudah

229
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pengoreksi pembicaraan ini dikenal dan


ya. Kalau ada adalah guru meminta memiliki
yang kurang, semua siswa untuk kedekatan
belum terlibat dalam relasi.
lengkap mengoreksi berita - K2
unsurnya milik teman dengan Penanda:
diberi penggunaan
cara guru meminta
catatan. bentuk
para siswa untuk
Nama kebahasaan
pengoreksi di saling tukar hasil yang bebas
bawah. Kalau pekerjaan dan ditandai
kurang bersama-sama dengan
ditulisi yang mengoreksi berita hadirnya
kurang yang milik teman. Guru konjungsi
mana ya, menyampaikan yang di awal
misalnya rambu-rambu untuk kalimat.
belum ada melakukan koreksi. - K3
tempat, Pertama, siswa Penanda:
belum ada diminta untuk ketidaklengkap
waktu. Yang an fungtor
menuliskan namanya
sudah yang ditandai
masing-masing di
lengkap dengan
ditulisi bawah berita yang ketiadaan
lengkap ya. dikoreksi. Kemudian subjek dan
Yang kurang siswa diminta objek pada
ditulisi menemukan kalimat, “Lalu
kurang apa. kekurangan yang ada dikoreksi”.
Yang dalam berita yang - K4
nilainya dikoreksi. Siswa harus Penanda:
tinggi yang menuliskan unsur apa pemenggalan

230
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dapat yang belum termuat silabel i- pada


menemukan dalam berita. Apabila kata iya
kekurangann berita sudah memuat menjadi ya
ya. semua unsur berita yang muncul
Pengoreksi maka berita ditandai beberapa kali
yang dapat dengan dibubuhi dan
menulis pemenggalan
tulisan lengkap. Guru
kekurangann silabel te- dari
juga menyampaikan
ya mendapat kata tetapi
nilai tinggi. sistem penilaian untuk menjadi tapi
*Sing ming korektor yaitu, baran pada kalimat,
nulis siapa dapat “Tetapi yang
lengkap, menemukan di depan
lengkap, kekurangan dalam syaratnya
lengkap, berita yang dikoreksi, ngomongnya
tidak dialah yang mendapat juga harus
mendapat nilai tinggi. keras”.
nilai. - K5
Ternyata Penanda:
ditulisi pengulangan
lengkap tapi kata yang
tidak lengkap berturut-turut
kamu tidak serta
dapat nilai ya pengulangan
tapi kalau kata ya.
memang - K11
lengkap Penanda:
ditulis munculnya
lengkap ya unsur daerah
dapat nilai. (bahasa Jawa)

231
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pada kalimat
“Sing ming
*Yang hanya nulis lengkap,
nulis lengkap,
lengkap, lengkap, tidak
lengkap, mendapat
lengkap, nilai.”
tidak - K12
mendapat Penanda:
nilai. munculnya
ujaran pendek,
“Lalu
dikoreksi”.
45 G- - Jangan Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV229 dikembalikan ruang kelas VIII A Penanda:
dulu. Dah pada saat suasana
yang lain berlangsungnya tahap pembicaraan
duduk. inti pembelajaran berlangsung
Jangan Bahasa Indonesia. santai ditandai
dikembalikan dengan
Suasana pembicaraan
dulu. Sudah? hadirnya
berlangsung santai.
Sekarang bentuk tidak
menyimak Partisipan resmi kamu
lagi ya. Ibu pembicaraan adalah yang memiliki
akan guru dan para siswa. bentuk resmi
memanggil Guru sebagai Anda serta
seorang anak pembicara dan para bentuk tidak
yang akan siswa sebagai lawan resmi dah
membacakan bicara. Maksud dari yang berasal
berita pembicaraan ini dari bentuk

232
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

temannya adalah guru meminta resmi sudah


lalu nanti siswa yang sudah memperlihatka
menurut dia selesai mengoreksi n adanya
sudah berita untuk tidak kedekatan
lengkap mengembalikan ralasi antara
belum, pekerjaan temannya penutur
menurut dengan mitra
terlebih dahulu sebab
kamu sudah tutur.
para siswa masih
lengkap - K2
belum. Yang dimita untuk Penanda:
bisa bersuara memperhatikan guru. bentuk
keras. Guru akan memanggil kebahasaan
salah seorang siswa yang bebas,
untuk membacakan terlihat pada
berita milik temannya pemakain
lalu si pembaca berita ragam tidak
diminta untuk resmi dah serta
menyampaikan penggunaan
pendapatnya konjungsi
yang letaknya
mengenai
tidak tepat
kelengkapan unsur
yaitu berada di
dalam berita yang awal kalimat,
dibacanya. “Yang bisa
bersuara
keras”.
- K3
Penanda:
ketidaklengkap
an fungtor

233
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ditandai
dengan
ketiadaan
subjek dan
predikat dalam
kalimat,
“Jangan
dikembalikan
dulu”.
- K4
Penanda:
Pemenggalan
silabel su- kata
sudah menjadi
dah dalam
kalimat, “Dah
yang lain
duduk”.
- K5
Penanda:
pengulangan
kalimat,
“Jangan
dikembalikan
dulu”.
- K6
Penanda:
hadirnya kata
ganti orang

234
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ketiga dia
yang
merupakan
bentuk tidak
resmi dari
beliau, bapak,
ibu, saudara,
atau saudari
pada kalimat,
“…lalu nanti
menurut dia
sudah lengkap
belum,
menurut kamu
sudah lengkap
belum”
menandakan
kesantunan
tidak berlaku
ketat.
46 G- - Nah, ya ayok Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV231 Ferdy ruang kelas VIII A Penanda:
Saputra pada saat suasana
silakan berlangsungnya tahap pembicaraan
bacakan inti pembelajaran berlangsung
berita yang Bahasa Indonesia. santai ditandai
kamu dengan
Suasana pembicaraan
koreksi.
berlangsung santai. pemakaian
Partisipan bentuk tidak

235
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pembicaraan adalah resmi kamu


guru Bahasa Indonesia yang berasal
dan Siswa 16. Guru dari bentuk
sebagai pembicara dan resmi Anda
Siswa 16 sebagai menandakan
lawan bicara. Maksud adanya
dari pembicaraan ini kedekatan
adalah guru meminta relasi antara
Siswa 16 untuk penutur
membacakan berita dengan mitra
milik teman yang tutur.
sudah ia koreksi.
- K2
Penanda:
bentuk
kebahasaan
bebas ditandai
dengan
penggunaan
bentuk tidak
resmi ayok
yang berasal
dari berasal
dari bentuk
resmi ayo.
- K4
Penanda:
pemenggalan
silabel i- pada
kata ya yang
236
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berasal dari
bentuk iya.
- K7
Penanda:
penggunaan
interjeksi nah
di awal
kalimat.
47 G- - Kamu tidak Tuturan terjadi di √ - K1 √ Ragam Akrab
IV242 usah ruang kelas VIII A Penanda:
terganggu pada saat suasana
sama situasi berlangsungnya tahap pembicaraan
di luar. *Ra inti pembelajaran berlangsung
sah noleh Bahasa Indonesia. santai ditandai
noleh njaba dengan
Suasana pembicaraan
madhep munculnya
berlangsung santai.
ngarep bentuk tidak
kabeh. Partisipan resmi sama
pembicaraan adalah yang berasal
guru Bahasa Indonesia dari bentuk
dan siswa-siswi kelas resmi dengan
VIII A. Guru sebagai dalam kalimat
pembicara dan para “Kamu tidak
siswa sebagai lawan usah terganggu
bicara. Maksud dari sama situasi
*Tidak usah pembicaraan ini di luar” yang
menoleh adalah guru meminta tidak
keluar, seharusnya
para siswa agar fokus
menghadap muncul dalam
membacakan berita
ke depan komunikasi
dan tidak perlu
237
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

semua. menghiraukan situasi resmi.


di luar kelas. Guru - K2
juga meminta para Penanda:
siswa untuk tidak bentuk
melihat ke arah luar kebahasaan
dan semua siswa harus bebas ditandai
dengan
fokus menghadap ke
hadirnya
depan untuk bentuk tidak
memperhatikan guru resmi sama
dan teman yang dan unsur
sedang membaca bahasa daerah
berita. “Ra sah noleh
noleh njaba
madhep
ngarep
kabeh”.
- K5
Penanda:
pengulangan
kalimat dengan
makna yang
sama dalam
bahasa yang
berbeda, yaitu
bahasa
Indonesia
(tidak usah)
dan bahasa
Jawa (ra

238
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

usah).
- K6
Penanda:
munculnya
kata sapaan
nonformal
kamu yang
dituturkan oleh
guru terhadap
siswa sebagai
mitra tutur.
- K9
Penanda:
terjadi alih
kode dari
bahasa
Indonesia yang
tampak pada
kalimat
pertama ke
dalam bahasa
Jawa yang
tampak pada
kalimat kedua.
- K11
Penanda:
hadirnya unsur
bahasa daerah
yaitu, bahasa
Jawa pada

239
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tuturan, “Ra
sah noleh
noleh njaba
madhep
ngarep
kabeh”.

240
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48 S3- - Bu, udah Tuturan terjadi di √ - K1 √


IV243 pulang Bu, ruang kelas VIII A Penanda:
udah pulang. pada saat suasana
berlangsungnya tahap pembicaraan
inti pembelajaran berlangsung
Bahasa Indonesia. santai ditandai
dengan kata
Suasana pembicaraan
sapaan Bu
berlangsung santai. yang
Partisipan menandakan
pembicaraan adalah adanya
Siswa 3 dan guru kedekatan
Bahasa Indonesia. relasi antara
Siswa 3 sebagai penutur
pembicara dan guru dengan mitra
sebagai lawan bicara. tutur.
Maksud dari - K2
pembicaraan ini Penanda:
adalah Siswa 3 Bentuk
kebahasaan
mendengar bel tanda
bebas ditandai
pulang berbunyi
dengan
kemudian Siswa 3 hadirnya
menyampaikan pada bentuk tidak
guru bahwa waktu resmi udah
pulang sudah tiba. yang berasal
dari bentuk
resmi dari kata
sudah.
- K4

241
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Penanda:
pemenggalan
silabel i- pada
kata Ibu
menjadi Bu
pada kalimat
pertama dan
kedua.
- K5
Penanda:
Terjadi
pengulangan
kalimat “Bu,
udah pulang”.
- K6
Penanda:
sopan santun
kurang berlaku
ketat ditandai
dengan
penggunaan
bentuk tidak
resmi udah
oleh siswa
kepada guru
sebagai orang
yang
dihormati.
- K8
Penanda:

242
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

penutur (Siswa
mengabaikan
penggunaan
ragam formal
untuk
berbicara
kepada orang
yang dihormati
(guru) ditandai
dengan
penggunaan
bentuk
nonformal
udah.

243
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. Bagian Penutup Pembelajaran


PENANDA TRIANGU
NO.
KARAKTERISTIK LATOR
KOD JENIS RAGAM KETERANGAN
E
RAGAM
TUTURAN KONTEKS RB RR RU RS RA S TS
49 G- - Oh, iya. Tuturan terjadi di √ - K1 √
IV244 Buku ruang kelas VIII A Penanda:
dikumpulkan pada saat Munculnya
! Buku berlangsungnya tahap kalimat
dikumpulkan penutup pembelajaran. perintah yang
! Suasana pembicaraan singkat dan
tidak
berlangsung santai.
disertai kata
Partisipan sapaan.
pembicaraan adalah - K3
guru Bahasa Indonesia Penanda:
dan para Siswa. Guru ketidaklengkap
sebagai pembicara dan an fungtor
para siswa sebagai kalimat yang
lawan bicara. Maksud ditandai
dari tuturan ini adalah dengan
guru menutup ketiadaan
pembelajaran dengan objek masing-
meminta para siswa masing
kalimat.
mengumpulkan buku
- K5
tugas mereka masing-
Penanda;
masing. terjadi
pengulangan
244
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kalimat
perintah,
“Buku
dikumpulkan!”
- K6
Penanda:
sopan santun
tidak
digunakan
secara ketat,
terbukti
dengan tidak
digunakannya
kata tolong
atau mohon
untuk
memperhalus
kalimat
perintah.
- K7
Penanda:
penggunaan
interjeksi oh.

245
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50 S1- - Dikumpulke Tuturan terjadi di √ - K1 √


V246 nang nggon ruang kelas VIII A Penanda:
Pras. pada saat adanya
berlangsungnya tahap hubungan
penutup pembelajaran. akrab antara
Suasana pembicaraan penutur
dengan mitra
berlangsung akrab.
tutur (ditandai
Partisipan dengan
pembicaraan adalah penggunaan
Siswa 1 dan para bahasa daerah
*Dikumpulkan siswa yang lain di (bahasa Jawa)
pada Pras. kelas. Siswa 1 sebagai yang
penutur dan siswa- menempati
siswi lainnya sebagai posisi ragam
mitra tutur. Maksud rendah dalam
dari tuturan ini adalah proses
Siswa 1 memberi tahu komunikasi di
siswa-siswi yang lain di kelas. Dan
tidak
bahwa buku tugas
seharusnya
dikumpulkan pada
muncul dalam
Pras. proses belajar
mengajar yang
resmi.
- K2
Penanda:
bentuk ujaran
pendek dan
tidak jelas

246
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

terlihat dari
kata
dikumpulke
(dikumpulkan)
yang tidak
diikuti dengan
penjelasan
mengenai apa
yang harus
dikumpulkan
serta ujaran
nggon
dipendekkan
dari kata
panggon yang
berarti tempat.
- K3
Penanda:
penggunaan
bahasa yang
pendek dan
tidak rinci
membuat
tuturan hanya
dapat dipahami
maksudnya
oleh mitra
tutur yang
mengetahui

247
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

konteks dan
terlibat
langsung
dalam
percakapan.

248
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51 S7- - Kok aku. Aku Tuturan terjadi di √ - K1 K3. Maksud


V247 ketuane pa? ruang kelas VIII A Penanda: pembicaraan
pada saat adanya tidak dapat
berlangsungnya tahap hubungan dimengerti
penutup pembelajaran. akrab antara oleh orang
Suasana pembicaraan penutur lain tanpa
dengan mitra mengetahui
*Kok saya. berlangsung akrab.
tutur ditandai situasinya.
Memangsaya Partisipan dengan K4. Banyak
ketua? pembicaraan adalah penggunaan dipergunakan
Siswa 7 dan siswa- bahasa daerah bentuk-
siswi yang lain di (bahasa Jawa) bentuk dan
kelas. Siswa 7 sebagai yang istilah-istilah
penutur dan siswa- menempati (kata-kata)
siswi lainnya sebagai posisi ragam khas bagi
mitra tutur. Maksud rendah apabila suatu
dari tuturan ini adalah digunakan keluarga atau
Siswa 7 merasa dalam proses sekelompok
keberatan untuk belajar teman akrab.
mengajar dan
mengumpulkan tugas
tidak
sebab, ia merasa
seharusnya
bahwa dirinya bukan dipakai dalam
ketua kelas. komunikasi
resmi di kelas.
- K2
Penanda:
penggunaan
bahasa yang
pendek-pendek

249
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan tidak
lengkap pada
ujaran “Kok
aku” dan kata
pa pada
kalimat “Aku
ketuane pa?”
yang berasal
dari kata apa
(“opo”) yang
dalam bahasa
Indonesia
berarti apa.
- K3
Penanda:
maksud
pembicaraan
hanya dapat
dimengerti
oleh penutur
yang
mengetahui
konteks
pembicaraan
dan terlibat
langsung
dalam proses
komunikasi.

250
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52 S5- - Kumpulke Tuturan terjadi di √ - K1


V248 pa? ruang kelas VIII A Penanda:
pada saat adanya
berlangsungnya tahap hubungan
penutup pembelajaran. akrab antara
*Memang Suasana pembicaraan penutur
dikumpulkan dengan mitra
berlangsung akrab.
? tutur (Siswa 5
Partisipan dengan siswa-
pembicaraan adalah siswi yang
Siswa 5 dan siswa- lain) ditandai
siswi yang lain di dengan
kelas. Siswa 5 sebagai penggunaan
penutur dan siswa- bahasa daerah
siswi lainnya sebagai (bahasa Jawa)
mitra tutur. Maksud yang
dari tuturan ini adalah menempati
Siswa 5 bertanya pada posisi ragam
siswa-siswi yang lain rendah dalam
proses
untuk memastikan
komunikasi di
apakah buku tugas
di kelas.
benar-benar - K2
dikumpulkan. Penanda:
penggunaan
kata dalam
bahasa Jawa
yang tidak
lengkap pada
kata pa yang

251
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berasal dari
kata apa.
- K3
Penanda:
Maksud
pembicaraan
tidak dapat
dimengerti
oleh orang lain
tanpa
mengetahui
situasinya.
- K4
Penanda:
tuturan hanya
dipahami oleh
mitra tutur
yang
mengetahui
konteks atau
memiliki
pengetahuan
awal yang
sama.

252
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53 S1- - Ferdie, Tuturan terjadi di √ - K1 √


V250 bukune ruang kelas VIII A Penanda:
dikumpulke pada saat adanya
ta? berlangsungnya tahap hubungan
penutup pembelajaran. akrab antara
Suasana pembicaraan penutur
dengan mitra
berlangsung akrab.
tutur ditandai
Partisipan dengan
* Ferdie, pembicaraan adalah penggunaan
bukunya Siswa 1 dan Siswa 16. bahasa daerah
dikumpulkan Siswa 1 sebagai (bahasa Jawa)
ya? penutur dan Siswa 16 yang
sebagai mitra tutur. menempati
Maksud dari tuturan posisi ragam
ini adalah Siswa 1 rendah dalam
memastikan pada proses
ketua kelas (Siswa 16) komunikasi di
apakah buku tugas di kelas dan
dikumpulkan. semestinya
tidak muncul
dalam
komunikasi
resmi.
- K2
Penanda:
bentuk ujaran
yang singkat
dan tidak rinci
terlihat dari

253
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kata bukune
(bukunya). –ne
atau -nya pada
bukunya tidak
jelas ditujukan
untuk siapa
dan
penggunaan
kata ganti
tersebut tidak
sesuai konteks.
- K3
Penanda:
bentuk ujaran
yang singkat
dan tidak rinci
hanya dapat
dipahami oleh
mitra tutur
yang
mengetahui
konteks dan
terlibat
langsung
dalam
pembicaraan.

254
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54 S3- - Ferdie… √ - K1 √
V251 Ferdie… Ayo Penanda:
cepet ta, Fer. adanya
hubungan
akrab antara
penutur
dengan mitra
tutur (Siswa 3
* Ferdie… dengan siswa-
Ferdie… Ayo siswi yang
cepatlah, Fer. lain) ditandai
dengan
penggunaan
bahasa daerah
(bahasa Jawa)
yang
menempati
posisi ragam
rendah dalam
proses
komunikasi di
di kelas.
- K2
Penanda:
penggunaan
kalimat yang
pendek-
pendek.
- K3
Penanda:

255
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

maksud
pembicaraan
hanya
dimengerti
oleh mitra
tutur yang
mengetahui
konteks.

256
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

257
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

258
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

259
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

260
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

261

BIOGRAFI PENELITI
Chresensia Apriliana Endang Purwaningrum lahir
di Kulon Progo, pada tanggal 3 April 1994, putri
sulung dari pasangan Michael Purwanto dan Risma
Situmorang. Menempuh pendidikan tingkat dasar
di SD Pangudi Luhur I Boro dan tamat pada tahun
2006. Setelah itu melanjutkan pendidikan di SMP
Pangudi Luhur I Kalibawang dan tamat pada tahun
2009. Pada tahun 2013 menamatkan pendidikan di
SMA Negeri 1 Sentolo. Setelah itu melanjutkan
studi di perguruan tinggi S-1 Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia pada tahun 2013 dan lulus pada tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai