Anda di halaman 1dari 8

Otitis Eksterna

1. Definisi
Otitis eksterna didefinisikan sebagai suatu inflamasi difus pada liang telinga
luar, yang dapat juga melibatkan pinna maupun membran timpani (Rosenfeld et al.,
2014). Otitis eksterna ialah radang liang telinga akut maupun kronis yang disebabkan
infeksi bakteri, jamur, dan virus (Soepardi et al., 2020). Otitis eksterna dapat
diklasifikasikan berdasarkan onset kejadian penyakit menjadi akut dan kronik. Otitis
eksterna akut meliputi otitis eksterna sirkumskripta (furunkel), otitis eksterna difusa,
serta otomikosis, sedangkan otitis eksterna kronik meliputi otitis eksterna maligna
(Wiegand et al., 2019; Soepardi et al., 2020).
2. Etiologi
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis yang
disebabkan infeksi bakteri, jamur, dan virus (Soepardi et al., 2020). Hampir seluruh
(98%) penyebab otitis eksterna difusa adalah bakterial. Patogen yang paling umum
dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa (22%-62%) dan Staphylococcus aureus
(11%-34%), seringkali timbul sebagai infeksi polimikrobial (Rosenfeld et al., 2014).
Bakteri gram positif lainnya adalah Staphylococcus albus dan Staphylococcus
epidermidis (Soepardi et al., 2020). Patogen lainnya umumnya adalah organisme
gram negatif selain Pseudomonas aeruginosa, seperti Proteus sp., dimana masing-
masing etiologi berkontribusi tidak lebih dari 2%-3% kasus. Keterlibatan fungal tidak
umum pada otitis eksterna difusa primer, namun mungkin lebih umum dijumpai pada
otitis eksterna kronis atau pasca-tatalaksana otitis eksterna difusa dengan antibiotik
topikal, atau lebih jarang, sistemik dengan prevalensi kejadian mencapai 10% kasus
(Rosenfeld et al., 2014; Lalwani, 2020). Beberapa spesies jamur yang umum dijumpai
adalah Aspergillus sp. dan Candida sp. (Wiegand et al., 2019).
3. Gejala Klinis
a. Otitis eksterna difusa
Gejala otitis eksterna dapat bervariasi, tergantung pada tahapan dan derajat
keparahan penyakit. Gejala klinis otitis eksterna akut adalah nyeri hebat pada
telinga (otalgia) oleh karena iritasi periosteum yang terletak tepat di bawah lapisan
dermis tipis pars osseus meatus akustikus eksternus yang mana tidak memiliki
jaringan subkutis. Nyeri biasanya memberat dengan penekanan pada tragus atau
tarikan pada pinna. Gejala lebih lanjut meliputi otorea, gatal, eritem, dan
pembengkakan liang telinga yang berpotensi menyebabkan tuli konduktif
(Wiegand et al., 2019). Pada tahapan penyakit lanjut, limfadenopati periaurikuler
dan limfonodi servikalis anterior dapat dijumpai. Selulitis dapat timbul pada
infeksi yang lebih berat. Pada tahapan kronik, kulit pada liang telinga luar
mungkin menebal dan mungkin dapat disertai discharge bening (Lalwani, 2020).
b. Otitis eksterna sirkumskripta
Pada otitis eksterna sirkumskripta, gejala yang timbul ialah rasa nyeri yang
hebat, tidak sesuai dengan besar bisul yang disebabkan karena kulit liang telinga
tidak mengandung jaringan longgar di bawahnya. Rasa nyeri timbul pada
penekanan di perikondrium dan dapat juga timbul spontan pada waktu membuka
mulut (sendi temporomandibula). Selain itu, terdapat juga gangguan pendengaran,
bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga (Soepardi et al., 2020). Beberapa
furunkel mungkin bersatu membentuk karbunkel dan jika infeksi berlanjut tidak
diterapi, maka akan timbul selulitis dan mungkin limfadenitis regional.
Furunkulosis sering bersama-sama dengan otitis eksterna difusa. Pada kasus berat,
edema dapat menyebar ke sulkus post aurikular dan menyebabkan daun terdorong
ke depan. Kesulitan diagnosis timbul apabila liang telinga bengkak keseluruhan
sehingga menghalangi pemeriksaan membrana timpani. Keadaan ini harus
dibedakan dari mastoiditis akuta, pembengkakan, dan nyeri tekan yang menyebar
ke daerah post aurikula.
c. Otitis eksterna maligna
Pada otitis eksterna maligna, peradangan meluas secara progresif ke
lapisan subkutis, tulang rawan, dan tulang sekitarnya, sehinnga menimbulkan
kondroitis, osteitis, dan osteomyelitis yang menghancurkan tulang temporal.
Gejalanya adalah rasa gatal di liang telinga yang dengan cepat diikuti oleh nyeri,
sekret yang banyak, serta pembengkakan liang telinga. Kemudian, rasa nyeri
tersebut akan semakin hebat, liang telinga tertutup oleh jaringan granulasi yang
tumbuh cepat. Saraf fasial dapat terkena sehingga menimbulkan paresis atau
paralisis fasial (Soepardi et al., 2020).
d. Otomikosis
Gejala otomikosis seringkali sulit dibedakan dengan otitis eksterna
bakterial. Otomikosis umumnya bermanifestasi dengan timbulnya gejala pruritus
dan sensasi liang telinga penuh, namun sering pula tanpa keluhan (Soepardi et al.,
2020). Selain itu, kadang dapat disertai rasa tidak nyaman, penurunan hingga
hilang pendengaran, tinnitus, otalgia, dan keluarnya cairan (Edward & Irfandy,
2012).
4. Penegakan Diagnosis
Pada prinsipnya, penegakan diagnosis otitis eksterna dapat ditegakkan secara
klinis melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, termasuk setidaknya pemeriksaan
otoskopi liang telinga dan membran timpani, serta pemeriksaan pinna, limfonodi
sekitar, dan kulit. Jika membran timpani tidak dapat diamati, uji penapisan
pendengaran atau pemeriksaan audiologis perlu dilakukan untuk menyingkirkan
keterlibatan telinga dalam. Ketika liang telinga membengkak, pemeriksaan garpu tala
dan uji ambang batas audiogram umumnya menunjukkan kearah tuli konduktif.
(Wiegand et al., 2020).
Anamnesis pada pasien yang tersuspek otitis eksterna harus berfokus untuk
menentukan derajat keparahan gejala dan inflamasi, serta mengidentifikasi kausa
potensialnya. Pemeriksaan ditujukan untuk mengkonfirmasi derajat keparahan dan
mengidentifikasi kausa yang mendasari. Visualisasi direk telinga luar dan liangnya
perlu dilakukan dengan memperhatikan ada tidaknya eritema, pembengkakan, dan
discharge. Perhatikan ada tidaknya eksematosa atau perubahan di kulit sekitar yang
mengindikasikan kausa dermatologis, atau tanda trauma kulit. Pemeriksaan membran
timpani dilakukan untuk menilik tanda-tanda otitis media, perforasi, atau retraksi
membrana timpani (Dickson, 2018). Pada otitis eksterna akut, pemeriksaan penunjang
umumnya tidak diperlukan karena diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
a. Otitis eksterna difusa
Mengacu pada Pedoman Praktik Klinik AAO-HL (2014), terdapat tiga elemen
diagnosis otitis eksterna difusa akut.

1. Onset gejala cepat (umumnya dalam 48 jam) dalam 3 minggu terakhir, DAN
2. Gejala inflamasi liang telinga, yang meliputi: otalgia (seringkali derajat berat),
gatal, atau sensasi telinga penuh, DENGAN/TANPA hilang pendengaran atau
nyeri rahanga, DAN
3. Tanda inflamasi liang telinga, yang meliputi: nyeri tekan pada tragus, pinna, atau
keduanya ATAU edema liang telinga difus, atau keduanya DENGAN/TANPA
otorea, limfadenitis regional, eritema membran timpani, atau selulitis pinna dan
kulit di sekitar liang telinga.
a
Nyeri pada liang telinga dan sendi temporomandibular memberat dengan pergerakan
rahang.

1) Anamnesis
Diagnosis otitis eksterna difusa akut membutuhkan timbulnya tanda
dan gejala inflamasi liang telinga dalam onset akut, sesuai dengan kriteria
diagnosis yang tercantum pada Tabel 1. Selain menyasar pada keluhan yang
spesifik, anamnesis harus mampu menggali beragam faktor predisposisi yang
berpotensi menyebabkan otitis eksterna, terutama adanya riwayat paparan air
terkontaminasi pada telinga. Faktor-faktor predisposisi lainnya yang mungkin
berkontribusi terhadap kerusakan epitel liang telinga dan berdampak pada
invasi bakteri meliputi tingkat kelembapan atau pajanan air berkepanjangan,
keadaan dermatologis (seperti eksim, seborrea, dan psoriasis), abnormalitas
anatomis (liang sempit, eksostosis), trauma atau penggunaan benda eksternal
(pengangkatan serumen, memasukkan earplug, menggunakan alat bantu
dengar), dan otorea yang disebabkan oleh penyakit telinga tengah. Adanya
riwayat penyakit telinga lain yang mendasari timbulnya otitis eksterna difusa
sekunder, seperti impaksi serumen, corpus alienum, kista dermoid, atau
furunkel, juga perlu digali (Rosenfeld et al., 2014).
2) Pemeriksaan Fisik
Penanda utama (hallmark) dari otitis eksterna difusa akut adalah nyeri
pada tragus (saat ditekan), pada pinna (saat ditarik), atau keduanya. Sifat nyeri
biasanya sangat nyeri dan tidak sebanding terhadap apa yang diharapkan
berdasarkan penampakan liang telinga pada saat inspeksi. Pemeriksaan
otoskopi menuunjukkan edema dan/atau eritema liang telinga difus,
dengan/tanpa otore atau material di dalam liang telinga. Limfadenitis atau
selulitis regional pada pinna dan kulit di sekitarnya dapat dijumpai pada
beberapa pasien. Pada beberapa kasus, otitis eksterna difusa dapat menyerupai
otitis media akut karena eritem yang melibatkan membran timpani.
Pemeriksaan otoskopi pneumatik dapat dilakukan untuk menilai mobilitas
membrane timpani (Rosenfeld et al., 2014).

b. Otitis eksterna sirkumskripta


1) Anamnesis
Otitis eksterna sirkumskripta memiliki gejala yang kurang lebih serupa
dengan otitis eksterna difusa. Gejala berupa nyeri yang hebat, tidak sesuai
dengan besar bisul oleh karena penekanan perikondrium. Nyeri juga dapat
timbul spontan saat membuka mulut (sendi temporomandibular). Gangguan
pendengaran dapat dikeluhkan apabila furunkel besar dan menyumbat liang
telinga (Soepardi et al., 2020).
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada liang telinga luar dapat ditemukan liang eritematosa,
edematosa, dan mungkin berisi pus dan gumpalan debris kulit.

c. Otitis eksterna maligna


Kriteria diagnosis otitis eksterna maligna dibentuk dari kombinasi temuan
klinis, laboratoris, dan radiologis serta pencitraan nuklir. Berdasarkan studi yang
dilakukan Cohen dan Friedman, berikut adalah kriteria mayor (wajib) dan kriteria
minor (okasional). Seluruh kriteria mayor harus terpenuhi untuk menegakkan
diagnosis. Terpenuhinya kriteria minor saja tidak menegakkan diagnosis (Kaya et
al., 2018).

Kriteria Mayor (Wajib) Kriteria Minor (Okasional)


Nyeri Pseudomonas pada hasil kultur
Eksudasi Diabetes melitus
Edema Usia lanjut
Granulasi Keterlibatan saraf kranial
Mikroabses (teramati saat operasi) Radiografi positif*
Citra tulang Technetium-99 positif Perburukan keadaan
*erosi tulang atau demineralisasi tulang temporal pada computed tomography
atau magnetic resonance imaging

1) Anamnesis
Gejala otitis eksterna maligna dimulai dengan rasa gatal pada liang
telinga yang dengan cepat diikuti oleh nyeri hebat dan sekret banyak, serta
pembengkakan liang telinga. Internsitas nyeri semakin menghebat, liang
telinga tertutup oleh tumbuhnya jaringan granulasi yang tumbuh secara cepat.
Saraf fasial dapat terkena, sehingga menimbulkan paresis dan paralisis fasial.
Penebalan endotel yang mengiringi diabetes melitus berat bersama-sama
dengan kadar gula darah yang tinggi oleh karena infeksi aktif dapat
menimbulkan kesulitan pengobatan yang adekuat.
2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya inflamasi yang terlihat
pada liang telinga luar dan jaringan lunak periaurikuler. Inflamasi
bermanifestasi sebagai adanya kekekuan pada jaringan lunak ramus mandibula
dan mastoid dan adanya jaringan granulasi pada dasar hubungan tulang dan
tulang rawan. Jaringan granulasi ini patognomonik pada otitis eksterna
maligna. Pemeriksaan otoskopi juga dapat melihat keterlibatan tulang. Pada
otoskopi liang telinga biasanya didapatkan membran timpani intak.
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan hitung leukosit biasanya normal atau mengalami
leukositosis ringan. Leukositosis shift-to-the-left jarang ditemukan. Nilai
laju endap darah (LED) dapat mengalami peningkatan beragam, dengan
rerata 87 mm/jam. Nilai ini berangsur menurunan dalam 2 minggu sejak
terapi inisial, namun membutuhkan waktu lebih lama untuk kembali ke
nilai normal. LED dapat digunakan untuk mendukung diagnosis klinis
karena otitis eksterna akut atau keganasan liang telinga biasanya tidak
menyebabkan peningkatan nilai LED. Kimiawi serum, terutama pada
penderita diabetes melitus, butuh diperiksa untuk menentukan apakah
infeksi mempengaruhi intolerensi glukosa baseline-nya. Intoleransi
glukosa sebaiknya juga diperiksa pada pasien tanpa riwayat DM
(Nussenbaum et al., 2020).
Pemeriksaan kultur dari cairan telinga harus dilakukan idealnya
sebelum pemberian terapi antimmikrobial. Organisme penyebab paling
umum adalah batang Gram-negatif, anaerobik P. aeruginosa (95%).
Pseudomonas sp. memiliki lapisan mukoid untuk menghidari fagositosis.
Eksotoksin (seperti eksotoksin A, kalogenase, elastase) yang dihasilkannya
dapat menyebabkan nekrosis jaringan, dan beberapa strain menghasilkan
neurotoksin yang turut berkontribusi terhadap neuropati kranial
(Nussenbaum et al., 2020).
b. Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan ini penting untuk menentukan adanya osteomyelitis,
perluasan penyakit, dan respon terapi, antara lain CT scan dan MRI, yang
mana keduanya berguna untuk memeriksa perluasan inflamasi terhadap
anatomi jaringan lunak, pembentukan abses, dan komplikasi intrakranial
(Nussenbaum et al., 2020). CT scan memiliki keunggulan untuk
mendeteksi erosi dan demineralisasi tulang. Temuan CT biasanya
menunjukkan obliterasi lapisan lemak (fat plane) di area subtemporal dan
kerusakan korteks tulang mastoid. MRI, di sisi lain, lebih superior
daripada CT untuk mendeteksi lokasi anatomis dan invasi komponen
jaringan lunak, serta lebih baik dalam mengevaluasi komplikasi
intrakranial, seperti thrombosis dan persebaran intrakranial. Namun, MRI
sulit untuk membedakan antara inflamasi aktif dan infeksi yang telah
beresolusi (Al Aaraj & Kelley, 2020).
Pemindaian nuklir menggunakan Galium sitrat (Ga-67) merupakan
suatu alat yang berguna untuk memonitor resolusi penyakit. Daerah yang
terdampak biasanya menunjukkan peningkatan ambilan. Namun, rasio area
lesi terhadap non-lesi harus dihitung untuk mendapatkan hasil yang lebih
akurat mengenai aktivitas otitis eksterna maligna. Pemindaian tulang
dengan Technetium (Tc-99) metilen difosfat berguna untuk evaluasi awal
penyakit, namun uji ini tidak berguna menilai prognosis penyakit, karena
hasilnya tetap positif untuk waktu yang lama, meskipun setelah resolusi
infeksi (Al Aaraj & Kelley, 2020).
Pencitraan nuklir tidak cukup untuk menunjukkan derajat
keterlibatan anatomis penyakit. CT dan MRI sebaiknya disertai dengan
pencitraan tulang SPECT untuk diagnosis awal. SPECT, sebagai tambahan
dari citra gallium-67, merupakan intervensi investigasi pilihan untuk
menilai progresivitas penyakit (Al Aaraj & Kelley, 2020).
d. Otomikosis
Gejala otomikosis dan otitis eksterna bakterial seringkali tidak dapat
dibedakan. Namun, pruritus hampir selalu menjadi karakteristik infeksi jamur dan
disertai dengan ketidaknyamanan, sensasi telinga penuh, otalgia, dan discharge.
Otoskopi sering kali menunjukkan miselia yang menegakkan diagnosis. Liang
telinga luar mungkin tampak eritematosa disertai dengan debris fungal berwarna
putih, keabuan, atau hitam. Pasien biasanya telah menggunakan agen antibakterial
topikal namun tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Diagnosis
otomikosis dapat ditegakkan dengan mengidentifikasi elemen fungal pada
preparat KOH atau dengan kultur jamur (Edward & Irfandy, 2020).
Karakteristik pemeriksaan fisik pada infeksi fungal menunjukkan jamur
umum (common molds) dengan spora dan hifa rapuh yang tampak pada spesies
Aspergilus. Candida, jamur ragi, sering kali membentuk anyaman miselia
berwarna putih yang tampak kekuningan saat bercampur dengan serumen. Infeksi
candida relatif lebih sulit dideteksi secara linis karena kurangnya penampakan
khas dibandingkan dengan Aspergillus sp., seperti otorea dan tidak berespons
terhadap antibiotik aural. Otomikosis yang disebabkan oleh Candida sp. biasa
teridentifikasi berdasarkan data kultur (Edward & Irfandy, 2020).

Anda mungkin juga menyukai