Anda di halaman 1dari 100

TUGAS KELOMPOK REVIEW JURNAL

PERILAKU ORGANISASI

DOSEN :
Adi Kristiawan., S.Psi., MM
KELAS :
19:30 – 22:00

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :


1. Rizky Bagus Pratama (1824090145)
2. Andi Dzulfiqar Pratama (1824090133)
3. Yohanes Bramasta Dimas Andaru (1824090152)
4. Alvin Pradana (182409124)
5. Nabila Prilicia (1824090116)

Fakultas Psikologi
Universitas Persada Indonesia Y.A.I.
2020
DAFTAR ISI

Hubungan Budaya Organisasi Dengan Adversity Quotient Pada Karyawan Di Apotek


Mandiri Group.............................................................................................................................1
Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Guru
BK SMA Kota Medan...............................................................................................................16

Pengaruh Stres Kerja, Komitmen Organisasi, dan Kepuasan Kerja Karyawan Terhadap
Turnover Intention.....................................................................................................................33
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi
dan Perilaku Kewargaan Organisasi.......................................................................................63
Kepemimpinan Transformasional, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi...............84
HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN ADVERSITY QUOTIENT PADA
KARYAWAN DI APOTEK MANDIRI GROUP
1 1 1
Ulfa Khairunisa , Tri Rahayuningsih , Rini Anggraini
1
Fakultas Psikologi, Universitas Abdurrab,
Jl. Riau Ujung No. 73 , Pekanbaru, Indonesia 28292
khairunisaulfa65@gmail.com

Abstrak
Adversity quotient adalah kecerdasan dan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengatasi kesulitan dan
kesanggupan untuk bertahan hidup. Sedangkan budaya organisasi adalah suatu pola pikir yang dianut oleh setiap anggota
organisasi sebagai cara untuk merasakan, berpikir dan bertindak secara benar yang membedakan organisasi itu dengan
organisasi lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan budaya organisasi dengan adversity quotient pada
karyawan di Apotek Mandiri Group. Populasi pada penelitian ini berjumlah 110 orang karyawan Apotek Mandiri Group
dan sampel penelitian 78 orang karyawan Apotek Mandiri Group. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan simple
random sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala budaya organisasi (34 aitem) dan skala adversity quotient (20
aitem). Teknik analisis data menggunakan teknik korelasi product moment. Berdasarkan hasil analisis data ditemukan
nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,547 dengan signifikansi (p) sebesar 0,000 (p < 0,05). Dengan demikian hipotesis
dalam penelitian ini diterima sebagai kesimpulan penelitian, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan dengan arah
hubungan positif antara budaya organisasi dengan adversity quotient pada karyawan di Apotek Mandiri Group. Arah
hubungan variabel yang positif menunjukkan bahwa semakin kuat budaya organisasi yang dimiliki karyawan, maka
semakin tinggi adversity quotient pada karyawan di Apotek Mandiri Group, sebaliknya semakin lemah budaya organisasi
yang dimiliki karyawan, maka semakin rendah adversity quotient pada karyawan di Apotek Mandiri Group. Budaya
organisasi memberikan sumbangan efektif sebesar 29,9% pada adversity quotient.
Kata kunci : budaya organisasi, adversity quotient, karyawan
Abstract
Adversity quotient is the intelligence and ability possessed by a person in overcoming difficulties and the ability to
survive. While organizational culture is a mindset embraced by every member of the organization as a way to feel, think
and act correctly that distinguishes the organization with other organizations. This study aimed to determine the
relationship of organizational culture with adversity quotient on employees in Apotek Mandiri Group. The population
in this research totalled 110 employees of Apotek Mandiri Group and sample research 78 employees of Apotek Mandiri
Group. The technique of sampling is done with simple random sampling. Measuring instrument used is the scale
organizational culture (34 aitem) and adversity quotient scale (20 aitem). Data analysis techniques using the technique
of correlation of product moment. Based on the results of the data analysis of the correlation coefficient was found (r)
for 0,547 with significance (p) of 0.000 (p < 0.05). Thus the hypothesis in this study was accepted as the conclusion of
the study, meaning that there is a significant correlations with the direction of the positive correlations organizational
culture with adversity quotient on employees in Apotek Mandiri Group. Direction a positive variable correlations shows
that the stronger the organizational culture of employees-owned then the higher adversity quotient on employees, rather
the weaker the organizational culture of employees-owned then the lower adversity quotient also on employees.
Organizational culture to the effective contribution amounting to 29,9% in adversity quotient.
Keywords: organizational culture, adversity quotient, employees

19 Ulfa Khairunisa – Hubungan Budaya Organisasi dengan Adversity Quotient Pada Karyawan Di Apotek Mandiri Group

PENDAHULUAN

Salah satu tempat pelayanan kesehatan yang mudah ditemukan saat sekarang ini ialah Apotek.
Apotek adalah tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran kesediaan farmasi, dan
perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat yang merupakan salah satu pelayanan kesehatan
dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesejahteraan yang optimal bagi masyarakat,
selain itu juga sebagai salah satu tempat pengabdian dan praktek profesi Apoteker dalam melakukan
perkerjaan kefarmasiaan (Prawiades & Heriyanto, 2015).

1
Apotek Mandiri Group merupakan salah satu tempat pelayanan kesehatan di Kota Pekanbaru.
Apotek Mandiri Group memiliki delapan cabang yang tersebar di Kota Pekanbaru. Setiap Apotek
memiliki dua Apoteker dan beberapa Asisten Apoteker sebagai SDM yang melayani dan memberikan
jasa secara langsung kepada costumer atau pembeli. Setiap bulannya para karyawan dituntut untuk
mencapai target penjualannya masing-masing. Namun disamping itu setiap karyawan memiliki tugas
pokok dalam manajemen Apotek tersebut, seperti pemesanan barang, penerimaan barang, pengecekan
stok barang dan laporan bulanan penjualan Apotek. Oleh karena itu, karyawan dituntut agar dapat
membagi waktu untuk menyelesaikan tugas tepat waktu dan melayani costumer untuk mencapai
target penjualannya masing-masing. Selain itu di Apotek tersebut ada karyawan yang hanya bekerja
dan ada yang bekerja sambil kuliah. Karyawan yang hanya bekerja atau tidak kuliah memiliki jam
kerja sekitar delapan jam sehari, namun karyawan yang kuliah hanya memiliki jam kerja sekitar lima
jam sehari. Oleh sebab itu karyawan yang bekerja sambil kuliah memiliki jam kerja yang lebih singkat
dari karyawan yang tidak kuliah. Namun target yang ditetapkan oleh pimpinan kepada karyawan yang
bekerja sambil kuliah lebih rendah dari karyawan yang tidak sambil kuliah.
Tercapai atau tidaknya target penjualan setiap bulan dipengaruhi oleh kemampuan karyawan
menghadapi kesulitan dalam upaya pencapaian target. Kemampuan tersebut disebut dengan adversity
quotient. Adversity quotient menurut Stoltz (2004) adalah kecerdasan dan kemampuan yang dimiliki
seseorang dalam mengatasi kesulitan dan kesanggupan untuk bertahan hidup. Stoltz menganggap IQ
(Intelegence Quotient) dan EQ (Emotional Quotient) tidaklah cukup dalam meramalkan kesuksesan
seseorang. Ada faktor lain berupa motivasi dan dorongan dari dalam, serta sikap pantang menyerah.
Untuk berani bersaing di dunia kerja, seorang karyawan perlu memiliki daya juang yang tinggi untuk
dapat diperhitungkan di dunia kerja dan bersaing dengan karyawan lainnya serta mampu
menunjukkan kemampuannya sebaik mungkin. Selanjutnya dikatakan bahwa karyawan akan lebih
efektif bekerja bila memiliki kecerdasan dan kemampuan daya juang. Karyawan yang memiliki
adversity quotient yang baik, akan memiliki perilaku climbers (pendaki) yang bisa memotivasi diri
sendiri, memiliki semangat yang tinggi, dan berjuang untuk mendapatkan yang terbaik (Stoltz, 2004).
Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Samsualam (dalam Utami & Dewanto, 2011)
yang menyatakan bahwa kemampuan seseorang dalam menyelesaikan beban kerja yang disebut AQ
(Adversity Quotient) meningkatkan kinerja seseorang, dimana adversity quotient yang tinggi
menghasilkan kinerja yang tinggi juga, sehingga adversity quotient dapat dipakai untuk memprediksi
hasil kinerja seseorang. Kecerdasan adversitas juga dapat memprediksi perilaku cyberloafing dosen
(Rahayuningsih, 2017). Oleh karena kewajiban tri darma Perguruan Tinggi bisa dianggap beban jika
dosen tidak memiliki kemampuan dalam menghadapi tantangan pekerjaan yang sering disebut
sebagai kecerdasan adversitas.
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa adversity quotient pada karyawan dapat
dilihat dari perilakunya di tempat kerja, seperti menetapkan target jumlah penjualan perhari yang
harus dicapai sehingga mampu mencapai target penjualan perbulannya, dan tidak mudah menyerah
ketika target penjualannya belum tercapai. Menurut Robbins (2007) salah satu faktor yang
membentuk sikap dan perilaku karyawan ialah budaya organisasi. Hal itu juga dinyatakan dalam
penelitian yang dilakukan oleh Nurwati (2012) bahwa budaya yang kuat akan mempunyai pengaruh
yang besar pada perilaku anggota-anggotanya, karena tingginya tingkat kebersamaan dan intensitas
menciptakan suatu iklim internal dan kendali perilaku yang tinggi.
Stoltz (2004) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi adversity quotient
ialah mengambil resiko. Dan berdasarkan karakteristik budaya organisasi menurut Robbins (dalam
Lukman dan Kusdiyanto, 2012) mengambil resiko merupakan salah satu karakteristik budaya
organisasi. Menurut Robbins (Handayani, 2012) budaya organisasi adalah sistem makna bersama
yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain.
Sebagai karakteristik utama yang dihargai organisasi yang berkaitan dengan cara karyawan

2
mempersepsikannya, bukan dalam artian karyawan suka atau tidak. Penelitian terdahulu menyatakan
bahwa kepemimpinan profetik dan budaya organisasi dapat mempengaruhi komitmen organisasi
(Rahayuningsih, 2014). Budaya organisasi dan komitmen karyawan dapat dibentuk melalui peran
atasan yang menerapkan sifat nabi seperti sidiq (jujur), amanah (bertanggung jawab), tabligh
(komunikatif), dan fathonah (cerdas) melalui pelatihan kepemimpinan profetik.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul Hubungan Budaya Organisasi dengan Adversity Quotient Pada Karyawan di Apotek Mandiri
Group. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara budaya organisasi dengan
adversity quotient pada karyawan di Apotek Mandiri Group.

TINJAUAN PUSTAKA

Stoltz (2004) menyatakan bahwa adversity quotient adalah kecerdasan dan kemampuan yang
dimiliki seseorang dalam mengatasi kesulitan dan kesanggupan untuk bertahan hidup. Adversity
quotient bermanfaat untuk mengubah hambatan menjadi suatu peluang, dengan meningkatkan
potensi-potensi yang berada di dalam diri seseorang.
a. Stoltz (2004) menyatakan bahwa adversity quotient terdiri dari empat dimensi, yaitu: Control
(kendali), kemampuan individu mengendalikan perasaannya ketika menghadapi permasalahan.
Dimensi kendali ini bersifat internal dan sangat individual. Individu yang sangat rendah
kemampuan pengendaliannya sering menjadi tak berdaya saat menghadapi kesulitan. Namun
semakin tinggi adversity quotient yang dimiliki individu, maka semakin besar kemungkinannya
mempunyai tingkat kendali yang kuat atas peristiwa-peristiwa yang buruk dan mampu bertahan
menghadapi kesulitan.
b. Origin dan Ownership (asal usul dan pengakuan), mempertanyakan dua hal yaitu: siapa atau apa
yang menjadi asal usul kesulitan? dan sampai sejauh mana individu mengakui akibat-akibat
kesulitan itu? Asal usul sendiri terkait dengan rasa bersalah. Individu yang memiliki adversity
quotient rendah, cenderung menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas peristiwa-
peristiwa buruk yang terjadi. Individu melihat dirinya sendiri sebagai satu-satunya penyebab atau
asal usul (Origin) kesulitan tersebut. Semakin rendah skor asal usul individu, semakin besar
kecenderungan individu untuk menyalahkan diri sendiri. Sebaliknya, semakin tinggi skor asal usul
individu, semakin besar kecenderungan individu menganggap sumber kesulitan itu berasal dari
orang lain atau dari luar dan menempatkan peran diri sendiri pada tempat sewajarnya. Namun yang
jauh lebih penting ialah sejauh mana individu mengakui akibat kesulitan itu. Adversity quotient
mengajarkan individu untuk meningkatkan rasa tanggung

jawabnya sebagai salah satu cara memperluas kendali, pemberdayaan, dan motivasi dalam
mengambil tindakan. Oleh karena itu, individu yang memiliki adversity quotient yang tinggi tidak
akan mempersalahkan orang lain sambil mengelakkan tanggung jawab, cenderung mengakui
akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan, seringkali tanpa mengingat penyebabnya.
c. Reach (jangkauan), dimensi ini mempertanyakan sejauh mana kesulitan akan menjangkau bagian-
bagian lain dari kehidupan individu. Respon-respon dengan adversity quotient yang rendah akan
membuat kesulitan merembes ke segi-segi lain dari kehidupan individu. Semakin rendah skor
reach, semakin besar kemungkinan individu menganggap peristiwa- peristiwa buruk sebagai
bencana, dengan membiarkannya meluas, seraya menyedot kebahagiaan dan ketenangan pikiran
saat prosesnya berlangsung. Sebaliknya, semakin tinggi skor reach, semakin besar kemungkinan
individu membatasi jangkauan masalahnya pada peristiwa yang sedang dihadapi.
d. Endurance (daya tahan), dimensi ini mempertanyakan dua hal, yaitu seberapa lama kesulitan akan
berlangsung dan seberapa lama penyebab kesulitan itu akan berlangsung. Semakin tinggi adversity

3
quotient dan skor dimensi ini, semakin besar kemungkinan individu akan memandang kesuksesan
sebagai sesuatu yang berlangsung lama atau bahkan permanen, dan menganggap kesulitan dan
penyebab-penyebabnya sebagai sesuatu yang bersifat sementara, cepat berlalu, dan kecil
kemungkinannya terjadi lagi. Hal ini akan meningkatkan energi, optimisme, dan kemungkinan
individu untuk bertindak. Sebaliknya, semakin rendah adversity quotient dan skor dimensi ini,
semakin besar kemungkinan individu memandang kesulitan dan penyebab-penyebabnya sebagai
peristiwa yang berlangsung lama, dan menganggap peristiwa-peristiwa positif sebagai sesuatu
yang bersifat sementara. Ini bisa menunjukkan jenis respons-respons yang memunculkan perasaan
tak berdaya atau hilangnya harapan.
Menurut Robbins (2007), budaya organisasi adalah sistem makna bersama yang dianut oleh
anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi yang lain. Robbins
(2007) membagi budaya organisasi menjadi tujuh karakteristik, diantaranya yaitu:
1) Inovasi dan pengambilan resiko.
Sejauh mana para karyawan didorong agar inovatif dan mengambil resiko.
2) Perhatian terhadap detail.
Sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan
perhatian terhadap detail.
3) Orientasi hasil.
Sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses
yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
4) Orientasi orang.
Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang- orang
di dalam organisasi itu.
5) Orientasi tim.
Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasarkan tim, bukannya berdasar individu.
6) Keagresifan.
Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai – santai.
7) Kemantapan.
Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo bukannya
pertumbuhan.

4
METODE

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di Apotek Mandiri
Group dengan jumlah subjek sebanyak 78 orang yang diambil dengan menggunakan teknik simple
random sampling (Sugiyono, 2017). Pengambilan data dilakukan pada tanggal 5 Maret sampai 16
Maret 2018. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini berupa kuesioner. Jenis skala yang
digunakan ialah skala likert, terdiri dari skala budaya organisasi dan skala adversity qotient. Jumlah
aitem pada skala budaya organisasi sebanyak 34 aitem dengan koefisien reliabilitas sebesar 0.874,
sedangkan jumlah aitem pada skala adversity quotient sebanyak 20 aitem dengan koefisien
reliabilitas sebesar 0.745. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini ialah teknik
korelasi product momen pearson dengan bantuan program SPSS 20.0 for windows (Sugiyono,
2017; Azwar, 2015).

HASIL PEMBAHASAN
Tabel 1
Hasil Uji Hipotesis
Correlations
Budaya Adversity
Organisasi Quotient
Budaya Organisasi Pearson 1 .547(**)
Correlation
Sig. (2-tailed) .000
N 78 78
Adversity Quotient Pearson .547(**) 1
Correlation
Sig. (2-tailed) .000
N 78 78
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil analisis koefisien korelasi antara budaya organisasi dengan adversity quotient pada karyawan
di Apotek Mandiri Group adalah sebesar (r) = 0.547 dengan taraf probabilitas (p) = 0.000 (p< 0.05).
Hasil ini menunjukan bahwa diterimanya hipotesis yang diajukan, yaitu terdapat hubungan yang
signifikan antara budaya organisasi dengan adversity quotient pada karyawan di Apotek Mandiri
Group. Adapun nilai positif pada nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,547 menunjukkan arah
hubungan yang searah, yaitu semakin kuat budaya organisasi yang dimiliki karyawan, maka
semakin tinggi adversity quotient pada karyawan di Apotek Mandiri Group, sebaliknya semakin
lemah budaya organisasi yang dimiliki karyawan, maka semakin rendah adversity quotient pada
karyawan di Apotek Mandiri Group. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan
oleh Stoltz (2004) bahwa budaya organisasi yang kuat memiliki pengaruh yang kuat terhadap
tingkah laku serta pilihan-pilihan para anggotanya dalam menghadapi tantangan, kemunduran, dan
kekecewaan sehari-hari.
Ada beberapa alasan yang dapat menjelaskan pengaruh budaya organisasi terhadap adversity
quotient pada karyawan yaitu, pertama berdasarkan teori yang dikemukakan Kotter dan Haskett

5
(dalam Lathifah & Rustono, 2015) budaya organisasi yang kuat sering dikatakan membantu kinerja
bisnis karena menciptakan suatu tingkat motivasi yang luar biasa dalam diri para karyawan.
Seseorang yang mempunyai motivasi yang kuat mampu menciptakan peluang dalam kesulitan,
karena akan berupaya menyelesaikan kesulitan dengan menggunakan segenap kemampuan (Stoltz,
2004). Kedua, perubahan budaya di tempat kerja akan menimbulkan hambatan, kesulitan dalam
pelaksanaan tugas. Oleh sebab itu, karyawan perlu memiliki adversity quotient dalam
melaksanakan tugasnya (Ahmad, 2013). Ketiga, setiap karyawan di tempat kerja akan dihadapkan
pada situasi dengan segala kesulitannya, dimana mereka dituntut harus bisa memimpin dan
mengambil keputusan dengan cepat dan tepat. Hal-hal yang demikian menuntut seseorang untuk
memiliki karakter adversity quotient, contohnya karakter pemimpin dan pengambil keputusan
(Dwika dkk, 2014).
Tabel 2
Kriteria Penilaian Skala Budaya Organisasi
Kategori Skor Interval Frekuensi Persentase
Sangat Kuat X ≥ 110.5 26 33.33%
Kuat 93.5 ≤ X < 110.5 52 66.67%
Sedang 76.5 ≤ X < 93.5 - -
Lemah 59.5 ≤ X < 76.5 - -
Sangat Lemah X ≤ 59.5 - -
Jumlah 78 100%
Hasil penelitian juga menunjukkan budaya organisasi pada karyawan di Apotek Mandiri
Group berada pada kategori kuat dengan persentase sebesar 66.67%, sedangkan sisanya sebesar
33.33% berada pada kategori sangat kuat. Hal tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi pada
karyawan di Apotek Mandiri Group secara umum tergolong kuat. Hal itu dapat dilihat dari perilaku
karyawan di tempat kerja. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, karyawan memiliki budaya
dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Dimana jika satu pelanggan telah disapa oleh
salah satu karyawan, karyawan lain tidak dibenarkan untuk kembali menyapa pelanggan tersebut.
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi perselisihan antar karyawan. Kemudian jika pelanggan tersebut
telah ditawarkan untuk membeli suatu produk dan ketika pelanggan tersebut datang kembali
beberapa waktu kemudian, karyawan lain tidak dibenarkan untuk mengganti produk tersebut
dengan produk lainnya. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan kepercayaan pelanggan pada
pelayanan Apotek. Karyawan dituntut untuk menemukan ide-ide baru dalam memberikan
pelayanan dan obat yang cocok kepada pelanggan, sehingga dapat mempertahankan kepercayaan
pelanggan untuk berbelanja di Apotek tersebut. Karyawan harus bisa menyelesaikan sendiri
masalah yang ada di Apotek baik internal maupun masalah yang terjadi pada pelanggan dan
karyawan harus mampu bekerja sama dengan tim dalam menyelesaikan masalah yang ada. Selain
itu karyawan juga dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas tentang penyakit dan obat- obatan
agar dapat memberikan informasi yang tepat dan jelas kepada pelanggan. Budaya tersebut sejalan
dengan teori Robbins (2007) yang menyatakan budaya yang kuat akan mempunyai pengaruh yang
besar pada perilaku anggota-anggotanya karena tingginya tingkat kebersamaan dan intensitas akan
menciptakan iklim internal atas pengendalian perilaku yang tinggi.

6
Robbins (2007) juga menyatakan satu hasil spesifik dari budaya yang kuat seharusnya
adalah menurunnya tingkat keluarnya karyawan, dikarenakan budaya yang kuat akan membina
kekohesifan, kesetiaan, dan komitmen organisasi. Hal tersebut dapat terlihat dari perilaku sebagian
karyawan yang tetap bertahan bekerja di Apotek Mandiri Group.

Tabel 3
Kriteria Penilaian Skala Adversity Quotient

Frekuen
Kategori Skor Interval Si Persentase
Sangat Tinggi X ≥ 65 26 33.33%
Tinggi 55 ≤ X < 65 49 62.82%
Sedang 45 ≤ X < 55 3 3.85%
Rendah 35 ≤ X < 45 - -
Sangat Rendah X ≤ 35 - -
Jumlah 78 100%
Sementara pada variabel adversity quotient sebagian besar subjek memiliki adversity
quotient pada kategori tinggi dengan persentase sebesar 62.82%, sedangkan sisanya sebesar
33.33% berada pada kategori sangat tinggi dan sebesar 3.85% berada pada kategori sedang. Hal
tersebut menunjukkan bahwa adversity quotient pada karyawan di Apotek Mandiri Group secara
umum tergolong tinggi. Hasil tersebut dapat diartikan bahwa sebesar 62.82% karyawan Apotek
Mandiri Group memiliki kemampuan yang tinggi untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan
dalam memenuhi pencapaian target penjualannya. Hal itu dapat dilihat dari perilaku karyawan yang
tetap bersemangat walau target penjualannya belum tercapai dan mampu memunculkan harapan
baru untuk menyelesaikannya, mau mengakui dan menerima konsekuesi jika telah melakukan
kesalahan dan segera mencari solusi ketika muncul masalah dalam pekerjaan, serta tidak membawa
masalah dari luar ke tempat kerja. Perilaku tersebut sejalan dengan dimensi-dimensi adversity
quotient Stoltz (2004) yang terdiri dari kendali (control), yaitu individu mampu mengendalikan
perasaannya ketika menghadapi permasalahan, asal usul dan pengakuan (origin and ownership),
yaitu individu mampu menentukan asal usul dan akibat-akibat dari permasalahan, jangkauan
(reach), yaitu individu mampu membatasi sejauh mana permasalahan mempengaruhi
kehidupannya, daya tahan (endurace), yaitu individu mampu mengatasi masalahnya dan
menganggap bahwa kesulitan bersifat sementara.
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan bahwa sebesar 3.85% berada pada kategori
sedang yang berarti sekitar 3.85% karyawan memiliki kemampuan yang sedang atau kurang
maksimal untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan dalam memenuhi pencapaian target
penjualannya, membuktikan bahwa tidak semua karyawan mampu mencapai target penjualannya
setiap bulan dikarenakan jam kerja yang singkat bagi karyawan yang kuliah, tidak ada penyusunan
rencana target penjualan perharinya, kurangnya semangat untuk bersaing dengan karyawan lain,
dan menganggap kesulitan mencapai target tersebut dikarenakan karyawan lain yang lebih unggul.

Tabel 4
Tabel R Square

7
Measures of Association
R R Squared Eta Eta Squared

Budaya Organisasi *
.547 .299 .784 .614
Adversity Quotient

Berdasarkan hasil analisis menggunakan teknik korelasi product moment pearson dapat
diketahui bahwa pengaruh budaya organisasi terhadap adversity quotient pada karyawan di Apotek
Mandiri Group ialah sebesar 29.9% dan sisanya sebanyak 70.1% dipengaruhi oleh faktor lain yang
tidak disebutkan di dalam penelitian ini. Faktor lain yang mempengaruhi adversity quotient
karyawan bisa terjadi dikarenakan faktor-faktor lain yang berasal dari internal dan eksternal. Faktor
internal yang mempengaruhi adversity quotient dapat berupa kreativitas, motivasi, sikap
mengambil resiko, ketekunan, kinerja, dan kesehatan. Sementara faktor eksternal yang
mempengaruhi adversity quotient dapat berupa lingkungan dan pendidikan (Stoltz, 2004).
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi adversity quotient dapat juga dilihat dari penelitian
sebelumnya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Putri (2016) yang menemukan bahwa ada
hubungan signifikan positif antara dukungan sosial dengan adversity quotient pada wirausahawan
dengan korelasi (r) = 0.602 dan signifikansi p = 0.000 (p< 0.05). Selanjutnya penelitian yang
dilakukan oleh Utami, dkk (2014) yang menemukan bahwa ada hubungan dengan korelasi yang
sangat kuat antara optimisme dengan adversity quotient pada mahasiswa programs studi psikologi
fakultas kedokteran UNS yang mengerjakan skripsi dengan korelasi
(r) = 0.833 dan p< 0.05. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Dwika, dkk (2015) yang
menemukan bahwa ada hubungan dengan korelasi yang rendah antara pengalaman berorganisasi
dengan tingkat adversity quotient pada mahasiswa angkatan 2012 fakultas kedokteran Universitas
Riau dengan korelasi (r) = 0.345 dan p = 0.000. Kemudian penelitian lain yang dilakukan oleh
Niman (2017) yang menjelaskan bahwa ada hubungan antara konsep diri dengan kecerdasan
adversitas, dimana mahasiswa yang memiliki konsep diri yang tinggi akan memiliki kecerdasan
adversitas yang tinggi dengan hasil uji statistik diperoleh P value 0.000 .

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara budaya organisasi dengan adversity quotient pada karyawan di Apotek Mandiri Group
dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.547 dan signifikansi (p) sebesar 0.000 (p < 0.05). Arah
hubungannya positif, yaitu semakin kuat budaya organisasi yang dimiliki karyawan, maka semakin
tinggi adversity quotient pada karyawan di Apotek Mandiri Group, sebaliknya semakin lemah
budaya organisasi yang dimiliki karyawan, maka semakin rendah adversity quotient pada
karyawan di Apotek Mandiri Group.

DAFTAR PUSTAKA

8
Ahmad, S. (2013). Faktor Penentu Keberhasilan Kepala Sekolah. Jurnal Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan Tahun 17, No 1.

Azwar, S. (2015). Penyusunan Skala Psikologi Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Dwika, Y. D., Zulharman, & Hamidy, M. Y. (2015). Hubungan Pengalaman Berorganisasi dengan
Tingkat Adversity Quotient (AQ) Pada Mahasiswa Angkatan 2012 Fakultas Kedokteran
Universitas Riau. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Kedokteran Vol 2, No 1.

Handayani, A. (2012). Peranan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan. Journal Ilmu
Administrasi Bisnis, 95–106.

Lathifah, A. F. U & Rustono, A. (2015). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Cimahi. e-Proceeding of Management Vol.2, No.2.

Lukman, H & Kisdiyanto. (2012). Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Karyawan (Studi Kasus PDAM Kota Surakarta). Jurnal Manajemen, 53–77.

Niman, S. (2017). Hubungan Konsep Diri dengan Kecerdasan Adversitas. eJournal Stikes
Borromeus, 1-5.

Nurwati. (2012). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Perilaku Kerja dan Kinerja Karyawan
(Studi Pada Koperasi Unit Desa Di Provinsi Sulawesi Tenggara). Jurnal Sains Manajemen,
41–51.

Prawiades & Heriyanto, M. (2015). Analisis Strategi Bersaing Industri Bisnis Farmasi/Apotek Di
Kota Pekanbaru. Jom Fisip 2(2), 1–14.

Putri, D. A. I. (2016). Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Adversity Quotient Pada
Wirausahawan. Program Studi Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. Skripsi (Tidak
diterbitkan). Universitas Muhammadiyah Malang.

Rahayuningsih, T. (2014). Kepemimpinan Profetik , Budaya Organisasi , dan Komitmen


Organisasi Karyawan Universitas ABdurrab, 117–121.

Rahayuningsih, T. (2017). Perilaku cyberloafing ditinjau dari kecerdasan adversitas dan komitmen
kerja, 1(1), 49–53.

Robbins, P. S. (2007). Perilaku Organisasi, Edisi Kesepuluh. Jakarta: Indeks.

9
Stoltz, P.G. (2004). Adversity Quotient Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Jakarta: Penerbit
PT Grasindo.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Utami, E. W & Dewanto, A. (2011). Pengaruh Adversity Quotient Terhadap Kinerja Perawat
dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Mediasi (Studi Di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi).
Jurnal Psikologi (66), 1–11.

Utami, I. B, Hardjono & Karyanta, N. A.(2014). Hubungan Antara Optimisme Dengan Adversity
Quotient Pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran UNS yang
Mengerjakan Skripsi. Jurnal Ilmiah Psikologi Candrajiwa Vol 2, No 5.

10
HASIL REVIEW JURNAL 1 (Reviewer : Rizky Bagus Pratama)

A. Judul Penelitian
Hubungan Budaya Organisasi Dengan Adversity Quotient Pada Karyawan di Apotek Mandiri
Group.

B. Nama Peneliti
Ulfa Khairunisa, Tri Rahayuningsih, dan Rini Anggraini (Fakultas Psikologi, Universitas
Abdurrab, Pekanbaru, Indonesia).

C. Abstrak
Adversity Quotient adalah kecerdasan dan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengatasi
kesulitan dan kesanggupan untuk bertahan hidup. Sedangkan budaya organisasi adalah suatu pola
pikir yang dianut oleh setiap anggota organisasi sebagai cara untuk merasakan, berpikir dan
bertindak secara benar yang membedakan organisasi itu dengan organisasi lainnya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan budaya organisasi dengan Adversity Quotient pada
karyawan di Apotek Mandiri Group. Populasi pada penelitian ini berjumlah 110 orang karyawan
Apotek Mandiri Group dan sampel penelitian 78 orang karyawan Apotek Mandiri Group. Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan simple random sampling. Alat ukur yang digunakan adalah
skala budaya organisasi (34 aitem) dan skala Adversity Quotient (20 aitem). Teknik analisis data
menggunakan teknik korelasi product moment. Berdasarkan hasil analisis data ditemukan nilai
koefisien korelasi (r) sebesar 0,547 dengan signifikansi (p) sebesar 0,000 (p < 0,05). Dengan
demikian hipotesis dalam penelitian ini diterima sebagai kesimpulan penelitian, yang artinya
terdapat hubungan yang signifikan dengan arah hubungan positif antara budaya organisasi dengan
Adversity Quotient pada karyawan di Apotek Mandiri Group. Arah hubungan variabel yang positif
menunjukkan bahwa semakin kuat budaya organisasi yang dimiliki karyawan, maka semakin tinggi
Adversity Quotient pada karyawan di Apotek Mandiri Group, sebaliknya semakin lemah budaya
organisasi yang dimiliki karyawan, maka semakin rendah Adversity Quotient pada karyawan di
Apotek Mandiri Group. Budaya organisasi memberikan sumbangan efektif sebesar 29,9% pada
Adversity Quotient.

D. Pendahuluan/latar belakang masalah


Apotek Mandiri Group merupakan salah satu tempat pelayanan kesehatan di Kota
Pekanbaru. Apotek Mandiri Group memiliki delapan cabang yang tersebar di Kota Pekanbaru.
Setiap Apotek memiliki dua Apoteker dan beberapa Asisten Apoteker sebagai SDM yang melayani
dan memberikan jasa secara langsung kepada costumer atau pembeli. Setiap bulannya para
karyawan dituntut untuk mencapai target penjualannya masing-masing. Namun disamping itu
setiap karyawan memiliki tugas pokok dalam manajemen Apotek tersebut, seperti pemesanan
barang, penerimaan barang, pengecekan stok barang dan laporan bulanan penjualan Apotek.
Tercapai atau tidaknya target penjualan setiap bulan dipengaruhi oleh kemampuan
karyawan menghadapi kesulitan dalam upaya pencapaian target. Kemampuan tersebut disebut

11
dengan Adversity Quotient. Adversity Quotient menurut Stoltz (2004) adalah kecerdasan dan
kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengatasi kesulitan dan kesanggupan untuk bertahan
hidup.
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Adversity Quotient pada karyawan
dapat dilihat dari perilakunya di tempat kerja, seperti menetapkan target jumlah penjualan perhari
yang harus dicapai sehingga mampu mencapai target penjualan perbulannya, dan tidak mudah
menyerah ketika target penjualannya belum tercapai. Menurut Robbins (2007) salah satu faktor
yang membentuk sikap dan perilaku karyawan ialah budaya organisasi
Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Budaya Organisasi
dengan Adversity Quotient Pada Karyawan di Apotek Mandiri Group. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan antara budaya organisasi dengan Adversity Quotient pada karyawan
di Apotek Mandiri Group.

E. Teori/definisi
Stoltz (2004) menyatakan bahwa Adversity Quotient adalah kecerdasan dan kemampuan
yang dimiliki seseorang dalam mengatasi kesulitan dan kesanggupan untuk bertahan hidup.
Adversity Quotient bermanfaat untuk mengubah hambatan menjadi suatu peluang, dengan
meningkatkan potensi-potensi yang berada di dalam diri seseorang.
Sedangkan menurut Robbins (2007), budaya organisasi adalah sistem makna bersama
yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi yang
lain. Robbins (2007) membagi budaya organisasi menjadi tujuh karakteristik, diantaranya yaitu:
1) Inovasi dan pengambilan risiko: Sejauh mana para karyawan didorong agar inovatif dan
mengambil risiko.
2) Perhatian terhadap detail: Sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan
presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian terhadap detail.
3) Orientasi hasil: Sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya
pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
4) Orientasi orang: Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-
hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu.
5) Orientasi tim: Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasarkan tim, bukannya
berdasar individu.
6) Keagresifan: Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai –
santai.
7) Kemantapan: Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo
bukannya pertumbuhan.

F. Hipotesis
Hasil ini menunjukkan bahwa diterimanya hipotesis yang diajukan, yaitu terdapat hubungan yang
signifikan antara budaya organisasi dengan Adversity Quotient pada karyawan di Apotek Mandiri
Group.

12
G. Sampel/subjek penelitian
Populasi pada penelitian ini berjumlah 110 orang karyawan Apotek Mandiri Group, Penelitian ini
dilakukan di Apotek Mandiri Group dengan jumlah subjek sebanyak 78 orang yang diambil dengan
menggunakan teknik Simple Random Sampling (Sugiyono, 2017).

H. Metode Pengambilan Data


Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini berupa kuesioner. Jenis skala yang digunakan ialah
skala likert, terdiri dari skala budaya organisasi dan skala Adversity Quotient. Jumlah aitem pada
skala budaya organisasi sebanyak 34 aitem dengan koefisien reliabilitas sebesar 0.874, sedangkan
jumlah aitem pada skala Adversity Quotient sebanyak 20 aitem dengan koefisien reliabilitas sebesar
0.745.

I. Metode Analisis Data


Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini ialah teknik korelasi product momen
pearson dengan bantuan program SPSS 20.0 for Windows (Sugiyono, 2017; Azwar, 2015).

J. Hasil Penelitian

Hasil analisis koefisien korelasi antara budaya organisasi dengan Adversity Quotient pada
karyawan di Apotek Mandiri Group adalah sebesar (r) = 0.547 dengan taraf probabilitas (p) = 0.000
(p < 0.05). Hasil ini menunjukan bahwa diterimanya hipotesis yang diajukan, yaitu terdapat
hubungan yang signifikan antara budaya organisasi dengan Adversity Quotient pada karyawan di
Apotek Mandiri Group. Adapun nilai positif pada nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,547
menunjukkan arah hubungan yang searah, yaitu semakin kuat budaya organisasi yang dimiliki
karyawan, maka semakin tinggi Adversity Quotient pada karyawan di Apotek Mandiri Group,
sebaliknya semakin lemah budaya organisasi yang dimiliki karyawan, maka semakin rendah
Adversity Quotient pada karyawan di Apotek Mandiri Group.

13
Hasil penelitian juga menunjukkan budaya organisasi pada karyawan di Apotek Mandiri Group
berada pada kategori kuat dengan persentase sebesar 66.67%, sedangkan sisanya sebesar 33.33%
berada pada kategori sangat kuat. Hal tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi pada
karyawan di Apotek Mandiri Group secara umum tergolong kuat. Hal itu dapat dilihat dari perilaku
karyawan di tempat kerja.

Sementara pada variabel Adversity Quotient sebagian besar subjek memiliki Adversity Quotient
pada kategori tinggi dengan persentase sebesar 62.82%, sedangkan sisanya sebesar 33.33% berada
pada kategori sangat tinggi dan sebesar 3.85% berada pada kategori sedang. Hal tersebut
menunjukkan bahwa Adversity Quotient pada karyawan di Apotek Mandiri Group secara umum
tergolong tinggi. Hasil tersebut dapat diartikan bahwa sebesar 62.82% karyawan Apotek Mandiri
Group memiliki kemampuan yang tinggi untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan dalam
memenuhi pencapaian target penjualannya.

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebesar 3.85% berada pada kategori sedang
yang berarti sekitar 3.85% karyawan memiliki kemampuan yang sedang atau kurang maksimal
untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan dalam memenuhi pencapaian target penjualannya,
membuktikan bahwa tidak semua karyawan mampu mencapai target penjualannya setiap bulan
dikarenakan jam kerja yang singkat bagi karyawan yang kuliah, tidak ada penyusunan rencana target
penjualan perharinya, Kurangnya semangat untuk bersaing dengan karyawan lain, dan menganggap
kesulitan mencapai target tersebut dikarenakan karyawan lain yang lebih unggul.

14
Berdasarkan hasil analisis menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson dapat diketahui
bahwa pengaruh budaya organisasi terhadap Adversity Quotient pada karyawan di Apotek Mandiri
Group ialah sebesar 29.9% dan sisanya sebanyak 70.1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
disebutkan di dalam penelitian ini.

K. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
budaya organisasi dengan Adversity Quotient pada karyawan di Apotek Mandiri Group dengan nilai
koefisien korelasi (r) sebesar 0.547 dan signifikansi (p) sebesar 0.000 (p < 0.05). Arah hubungannya
positif, yaitu semakin kuat budaya organisasi yang dimiliki karyawan, maka semakin tinggi
Adversity Quotient pada karyawan di Apotek Mandiri Group, sebaliknya semakin lemah budaya
organisasi yang dimiliki karyawan, maka semakin rendah Adversity Quotient pada karyawan di
Apotek Mandiri Group.

15
Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Guru
BK SMA Kota Medan.
Dr. Edidon Hutasuhut, M.Pd

Jurusan Bimbingan dan Konseling


Universitas Negeri Medan
edidon.hutasuhut1@gmail.com

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : pengaruh langsung budaya organisasi terhadap kinerja guru BK,
pengaruh langsung kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap kinerja guru BK. Penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survey. Populasi dalam
penelitian adalah guru BK SMA di Kota Medan yang berjumlah 238 orang dari 202 sekolah. Sampel penelitian
menggunakan tabel morgan.Hasil pengujian menunjukkan adanya pengaruh langsung budaya organisasi
terhadap kinerja guru BK sebesar 0,168. Pengaruh langsung kepemimpinan transformasional terhadap kinerja
guru BK sebesar 0,371. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa untuk meningkatkan kinerja guru BK
diperlukan efektifitasbudaya organisasi, kepemimpinan transformasional kepala sekolah, kemampuan manajemen
kepala sekolah, dan juga kinerja guru BK .

Kata Kunci: Budaya Organisasi; Kepemimpinan Transformasional; Kinerja Guru BK.

kualitas sekolah perlu dikelola


PENDAHULUAN danditingkatkan agar sekolah
Kelembagaan pendidikan menghasilkan keluaran (output) yang
memberikan sinergi pada tatanan mampu bersaing di lingkungan masyarakat.
kehidupan ekonomi sosial dan semua Pengelolaan sekolah yang dimaksud di atas
urusan yang berkaitan dengan pemenuhan pelaksanaannya tidak terlepas dari
kebutuhan hidup manusia baik perorangan kepemimpinan kepala sekolah. Untuk
maupun kelompok. Pendidikan sebagai mencapai visi, misi dan tujuan pendidikan
faktor yang dianggap penting dalam yang telah ditetapkan bersama, semua
tatanan kehidupan sosial. Peran pendidikan warga sekolah harus memiliki sikap
dalam situasi sosial setiap saat akan profesionalisme sesuai komponen
mengalami perkembangan karena harus pendidikan. Komponen- komponen yang
mampu memberikan keyakinan dan terlibat dalam peningkatan mutu
kepercayaan pada masyarakat. Dalam pendidikan harus saling mendukung antara
kegiatannya pendidikan di sekolah berbagai sumber daya, seperti kepala
memiliki tanggung jawab yang besar untuk sekolah, guru, staf administrasi, siswa,
menciptakan generasi muda yang sesuai sarana dan prasarana, lingkungan yang
dengan tujuan pendidikan. kondusif serta kegiatan bimbingan.
Oleh karena itu upaya peningkatan

16
Menurut Mulyasa (2004) Budaya organisasi tersebut berkaitan
“Pendidikan yang ada belum mampu dengan keterlibatan antar warga sekolah
menghasilkan SDM yang sesuai dengan lain, penyesuaian dan lainya. Hal inilah yang
perkembangan masyarakat dan kebutuhan menajdikan budaya organisasi menajdi
pembangunan, meskipun kondisi yang ada faktor pertimbangan dalam meningkatkan
sekarang belum sepenuhnya kesalahan kinerja guru guru. Selain itu kepemimpinan
pendidikan”. Salah satu usaha untuk oleh seorang kepala sekolah juga memiliki
meningkatkan kualitas SDM ialah melalui peran dalam hal ini.
proses pembelajaran di sekolah. Sedangkan kepemimpinan memiliki
Kinerja merupakan hasil kerja atau banyak ragam salah satunya adalah
prestasi kerja seseorang atau organisasi kepemimpinan transformasional. Jika
dengan penampilan yang melakukan, seorang mampu dan memiliki jiwa
menggambarkan dan menghasilkan sesuatu kepemimpinan yang baik tentu sangat besar
hal, baik yang bersifat fisik dan non fisik kemungkinan bahwa seorang guru atau staf
yang sesuai dengan petunjuk, fungsi dan lainya akan bekerja maksimal.
tugasnya yang didasari oleh pengetahuan,
sikap, ketrampilan, dan motivasi. Kinerja KAJIAN PUSTAKA
guru tersebut langsung berkaitan dengan Kinerja Guru BK
kemampuan seorang guru tersebut untuk
Kinerja guru BK dalam penelitian ini
menyelesaikan tugasnya dengan maksimal.
adalah suatu kondisi yang menunjukkan
Berbeda dengan guru yang hanya sekedar
kemampuan yang ditampilkan guru
mengajar namun tidak memiliki kinerja
bimbingan dan konseling dalam
guru yang tinggi. Namun kinerja guru
melaksanakan tugas berkaitan dengan
tersebut juga dipengaruhi oleh banyak hal.
penyelenggaraan bimbingan dan konseling
Salah satunya adalah budaya organisasi dan
di sekolah yang dapat pula dilihat dari kadar
kepemimpinan oleh seorang kepala sekolah.
penyelesaian tugas-tugas yang diemban
Budaya organisasi yang diterapkan dalam
guru bimbingan dan konseling.
suatu lembaga pendidikan tentu memiliki
Sunaryo Kartadinata (2008: 235-
pengaruh kuat bagi seorang guru dalam
236) mengatakan bahwa seorang konselor
bekerja.
atau guru BK sebagai pelaksana utama

17
tenaga inti dan ahli atau tenaga professional, Bimbingan dan Konseling.
bertugas: j. Berkolaborasi dengan guru mata
a. Melakukan studi kelayakan dan need pelajaran dan wali kelas serta pihak
assessment pelayanan bimbingan dan terkait dalam pelaksanaan program
konseling. bimbingan dan konseling.
b. Merencanakan program bimbingan Selanjutnya kinerja guru BK
dan konseling untuk satuan-satuan tersebut akan dinilai. Penilaian merupakan
waktu tertentu. langkah penting dalam manajemen program
c. Melaksanakan program pelayanan bimbingan. Owens (1995) dalam Wahyudi
bimbingan dan konseling. mengemukakan bahwa penilaian terhadap
d. Menilai proses dan hasil pelaksanaan kinerja memiliki tujuan evaluasi dengan
pelayanan bimbingan dan konseling. penentuan gaji, promosi, penurunan
e. Menganalisis hasil penilaian pangkat, pemberhentian sementara, dan
pelayanan bimbingan dan konseling. pemecatan pegawai, dan tujuan
f. Melaksanakan tindak lanjut pengembangan organisasi, perencanaan
berdasarkan hasil penilaian pelayanan SDM, perbaikan kinerja dan komunikasi.
bimbingan dan konseling. Dalam keseluruhan kegiatan layanan
g. Mengadministrasikan kegiatan bimbingan dan konseling, penilaian
program pelayanan bimbingan dan diperlukan untuk memperoleh umpan balik
konseling yang dilaksanakan. terhadap keefektifan layanan bimbingan
h. Mempertanggung jawabkan yang telah dilaksanakan. Dengan informasi
pelaksanaan tugas dalam pelayanan ini dapat diketahui sampai sejauh mana
bimbingan dan konseling secara tingkat keberhasilan kegiatan layanan
menyeluruh kepada Koordianator bimbingan. Berdasarkan informasi ini dapat
Bimbingan dan Konseling serta ditetapkan langkah-langkah tindak lanjut
Kepala Sekolah/ Madrasah. untuk memperbaiki dan mengembangkan
i. Mempersiapkan diri menerima dan program selanjutnya. Penilaian
berpartisipasi aktif dalam kegiatan keberhasilan layanan BK dijabarkan dalam
pengawasanan oleh Pengawas penilaian dan hasil pelayanan BK sebagai
Sekolah / Madrasah Bidang berikut :

18
1) Evaluasi Program BK 4) Penilaian Kegiatan BK
a. Guru BK melakukan evaluasi a. Guru BK melakukan penilaian dalam
program BK kegiatan BK, meliputi : penilaian
b. Guru BK menginformasikan hasil segera, penilaian jangka pendek,
evaluasi program BK kepada pihak penilaian jangka panjang
terkait b. Guru BK mencatumkan penilaian
c. Guru BK menggunakan hasil evaluasi kegiatan pelayanan BK dalam
untuk mengembangkan program BK LAPERPROG.
selanjutnya 5) Pengawasan Kegiatan BK
2) Pelaporan dan Tindak Lanjut a. Adanya pengawasan kepada guru BK
Layanan BK yang dilakukan oleh kepala sekolah

a. Guru BK menyusun laporan dan pengawas sekolah dalam bidang


pelaksanaan program BK
(LAPERPROG) berdasarkan hasil b. Pengawasan dilakukan secara berkala
evaluasi program BK dan berkelanjutan
b. Guru BK menentukan arah profesi c. Hasil pengawasan kepada guru BK di
(peran dan fungsi guru BK) dokumentasi, dianalisis, dan
c. Guru BK merancang dan ditindaklanjuti
melaksanakan penelitian dalam BK Penilai terhadap penyusunan program
d. Guru BK memanfaatkan hasil BK yang dinilai baik proses maupun hasil
penelitian dalam BK antara lain:

3) Penyusunan Program BK 1. Kesesuaian antara program dengan


a. Guru BK menyusun program pelaksanaan;
berdasarkan need assement yang 2. Keterlaksanaan program;
diperoleh melalui aplikasi 3. Hambatan-hambatan yang dijumpai;
instrumentasi 4. Dampak layanan bimbingan terhadap
b. Guru BK menyusun program kegiatan belajar mengajar
pelayanan BK, meliputi : bidang 5. Respon siswa, personil sekolah, orang
bimbingan, jenis dan kegiatan tua, dan masyarakat terhadap layanan
pendukung, format, sasaran. bimbingan;

19
anggota organisasi. Misalnya berbagi nilai
Budaya Organisasi dan keyakinan yang sama melalui pakaian
Secara komprehensif budaya seragam.
organisasi didefenisikan sebagai sebuah Adapun pengertian organisasi di sini
corak dan asumsi-asumsi dasar ditemukan, lebih diarahkan dalam pengertian organisasi
atau dikembangkan oleh sebuah kelompok formal. Dalam arti, kerja sama yang terjalin
tertentu untuk belajar mengatasi problem- antar anggota memiliki unsur visi dan misi,
problem kelompok darti adaptasi eksternal sumber daya, dasar hukum struktur, dan
dan integrasi internal yang telah bekerja anatomi yang jelas dalam rangka mencapai
dengan baik, cukup relevan untuk tujuan tertentu. Organisasi diartikan sebagai
dipertimbangkan sebagai sesuatu yang kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara
benar untuk berpersepsi, berpikir dan sadar, terdiri dari 2 orang atau lebih yang
berperasaan dalam hubungannya dengan berfungsi atas dasar yang relatif terus
problem- problem tersebut (Schein, E.H, menerus untuk mencapai tujuan atau
1991) seperangkat tujuan bersama.
Menurut Kreiner dan Kinichi (2003) Gibson mengatakan bahwa budaya
budaya organisasi adalah satu wujud organisasi adalah apa yang dipahami oleh
anggapan yang dimiliki, diterima secara seseorang dan bagaimana persepsi itu
implisit oleh kelompok dan menentukan menciptakan sebuah pola dari keyakinan
bagaimana kelompok tersebut rasakan, (beliefs), nilai dan harapan.
pikirkan, dan bereaksi terhadap Pada bagian lain dikemukakan pula
lingkungannya yang beraneka ragam. bahwa nilai mempunyai fungsi : (1) nilai
Budaya organisasi merupakan nilai- sebagai standar; (2) nilai sebagai dasar
nilai dan norma informal yang mengontrol penyelesaian konflik dan pembuatan
individu dan kelompok dalam organisasi keputusan; (3) nilai sebagai motivasi; (4)
berinteraksi satu dengan lainnya di luar nilai sebagai dasar penyesuaian diri; dan (5)
organisasi. (Jennifer M. George & Gareth R. nilai sebagai dasar perwujudan diri.
Jones, 1996).Dalam budaya organisasi
Kepemimpinan Transformasional
ditandai adanya sharing atau berbagi nilai
Kepimpinan pada hakikatnya adalah
dan keyakinan yang sama dengan seluruh
ilmu dan seni untuk mempengaruhi dan

20
mengarahkan orang lain dengan cara team dalam mencapai tujuan-tujuan
membangun kepatuhan, kepercayaan, pendidikan di sekolah.
hormat, dan bekerja sama dengan penuh 3) Intellectual Stimulation: kepala
semangat dalam mencapai tujuan. Richard sekolah dapat menumbuhkan
L. Daft kemudian mempermudah kreativitas dan inovasi di kalangan
pemahaman dengan mendefinisikan guru dan stafnya dengan
kepemimpinan sebagai sebuah hubungan mengembangkan pemikiran kritis dan
yang saling mempengaruhi di antara pemecahan masalah untuk
pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menjadikan sekolah ke arah yang
menginginkan perubahan nyata yang lebih baik.
mencerminkan tujuan bersamanya. 4) Individual consideration : kepala
Terdapat empat faktor untuk sekolah dapat bertindak sebagai
menuju kepemimpinan tranformasional, pelatih dan penasehat bagi guru dan
yang dikenal sebutan 4 I, yaitu: idealized staf dan pegawai administrasinya.
influence, inspirational motivation, Disini kepala sekolah dapat
intellectual stimulation, dan individual melakukan kegiatan yang dapat
consideration. meningkatkan motivasi guru.

1) Idealized influence: kepala sekolah


merupakan sosok ideal yang dapat METODE PENELITIAN

dijadikan sebagai panutan bagi guru Penelitian ini menggunakan metode

dan karyawannya, dipercaya, penelitian deskriptif dengan menggunakan

dihormati dan mampu mengambil pendekatan kuantitatif dengan metode

keputusan yang terbaik untuk survey. Menurut Kerlinger & Lee,

kepentingan sekolah. penelitian survey ditujukan untuk mengkaji

2) Inspirational motivation: kepala populasi besar maupun kecil dengan

sekolah dapat memotivasi seluruh menyeleksi dan mengkaji sampel yang

guru dan karyawannnya untuk dipilih dari populasi itu untuk menemukan

memiliki komitmen terhadap visi insidensi, distribusi dan interrelasi relative

organisasi dan mendukung semangat dari variabel-variabel.


Populasi dalam penelitian ini adalah

21
guru bimbingan dan konseling yang masing-masing variabel. Analisis deskriptif
terdapat di SMA Negeri se-Kota Medan data dilakukan dengan menghitung harga
dengan jumlah 238 orang yang berasal dari rata-rata (M), simpangan baku atau standar
202 SMA. Selanjutnya sampel diambil deviasi (SD), modus (Mo), median (Me), dan
dari table Morgan dan didapat sampel range. Penyajian data deskriptif dilakukan
sebanyak 148 orang. melalui distribusi frekuensi dan histogram
Data penelitian ini dikumpulkan untuk setiap variabel penelitian. Analisis data
melalui penyebaran kuesioner yang didesain selanjutnya adalah melakukan interprestasi
dalam bentuk skala likert (likert scale) dan data dengan cara mengidentifikasi perbedaan
skala peringkat (rating scale).Dalam skala rata-rata antar strata dengan menggunakan
ini pernyataan- pernyataan yang diajukan harga rata-rata dan standar deviasi dari setiap
dilengkapi dengan empat alternatif jawaban variabel. Setelah itu dilakukan uji
berikut bobotnya untuk setiap alternatif kecenderungan setiap variabel dengan
jawaban. Rinciannya adalah: sangat sering menggunakan rata-rata ideal (Mi) dan standar
(SS) diberi skor 4, sering (S) diberi skor 3, deviasi ideal (SDi) seperti rumus :
kadang-kadang (KD) diberi skor 2 dan tidak 𝑀𝑖
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑘𝑠 + 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑚𝑖𝑛
pernah (TP) diberi skor 1. =
2
𝑆𝐷𝑖
Untuk mengukur tingkat kebaikan
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑚𝑖𝑛
instrument, maka peneliti melakukan uji =
6

coba dengan mengadministrasikan Analisis statistik inferensial yang


instrument pada subjek penelitian sebanyak digunakan dalam penelitian ini adalah
30 orang guru BK di SMA se - Kota Medan. menggunakan analisis jalur korelasi,
Tingkat penelitian tersebut adalah validitas metode ini digunakan karena peneliti ingin
dan reliabilitas. menguji hubungan asimetris yang dibangun
Data yang telah diperoleh melalui atas kajian teori kinerja guru BK,
hasil pengukuran dianalisis dengan kemampuan manajemen, dan
menggunakan teknik analisis statistik kepemimpinan transformasional.
deskriptif dan inferensial. Analisis
deskriptif dimaksudkan untuk HASIL PENELITIAN DAN
menggambarkan/ mendeskripsikan data dari PEMBAHASAN

22
Data penelitian meliputi data tiga Kelas
variabel yaitu budaya organisasi (X1), Interval
kepemimpinan transformasional (X2) dan Interval 7,875 9,875 9,875
Banyak Data 148 148 148
kinerja guru bimbingan dan konseling (Y).
Rata-rata 106,8
Data tersebut adalah hasil penjumlahan skor 85,58 116,63
9
dilakukan dengan pemberian skor pada Standar
14,42 19,44 18,82
Deviasi
masing-masing butir untuk setiap
Modus 111,3
pertanyaan untuk setiap variabel yang diisi 86,19 117,61
8
oleh responden.Angket yang diisi dan yang Median 110,1
85,32 116,95
3
dikembalikan sebanyak 30 eksemplar. Skor
Setelah kuesioner yang berjumlah 30 Minimum
Ideal 32 41 40
ekslempar tersebut diperiksa ternyata Skor
keseluruhan ekslempar layak untuk diolah Maksimum
Ideal 128 164 160
dan dianalisis. Data dari responden tersebut Rata-rata 102,5
80,00 100,00
Ideal (Mi) 0
diolah dengan tahapan :membuat tabulasi,
Standar
membuat analisis deskriptif, membuat tabel Deviasi
16,00 20,50 20,00
distribusi frekuensi dari setiap aspek-aspek Ideal
(SDi)
pertanyaan, menghitung korelasi Jumlah 1582
12666 17261
0
antarvariabel, dan menguji hipotesis.
Keterangan:
Rangkuman hasil analisis deskriptif
X1: Budaya Organisasi
disajikan pada tabel berikut ini :
X2: Kepemimpinan Transformaasional
X3: Kinerja Guru BK
Variabel
Analisis
X1 X2 X3 Berdasarkan hasil penelitian
Banyak Data 148 148 148
menunjukan bahwa sebanyak 21,429 %
Skor
51 65 72 responden menyatakan bahwa budaya
Minimum
Skor organisasi mereka sudah tinggi atau sangat
114 144 151
Maksimum
baik60,504 % responden menyatakan sedang
Range 63 79 79
Banyak atau baik, dan sebanyak 14,286 %
8 8 8

23
menyatakan kurang dan sisanya 3,762 % nilai rata-rata terendah yakni 2,75. Hasil
menyatakan budaya masih rendah atau penelitian tersebut mengindikasi bahwa
kurang baik. Nilai rata- rata indikator masih perlu ditingkatkan lagi dalam
keseluruhan budaya organisasi SMA Kota merencanakan layanan bimbingan dan
Medan adalah 2,67. Berdasarkan hasil konseling yang lebih baik.
analisis pada empat indikator, indikator Selanjutnya tentang kepemimpinan
konsisten memperoleh nilai rata-rata transformasional dengan kinerja guru
tertinggi yakni 2,8 dan indikator keterlibatan Berdasarkan hasil analisis deskriptif,
dan misi memperoleh nilai rata-rata terendah Sebanyak 52,70% responden menyatakan
yakni 2,6. Hasil penelitian ini menjelaskan kepemimpinan transformasional kepala
bahwa budaya organisasi dapat ditingkatkan sekolah berada pada kategori tinggi dan
jika sekolah lebih banyak melibatkan segala 47,73% menyatakan kepemimpinan
unsur yang ada di sekolah dan menjelaskan tansformasional kepala sekolah rendah.
serta sering mengingatkan tentang Nilai rata-rata indikator keseluruhan
pentingnya melaksanakan misi sekolah kepemimpinan transformasional kepala
sehingga kinerja guru BK juga dapat sekolah SMA se-Kota Medan adalah 2,61.
meningkat. Dari lima indikator yang dianalisis,
Selanjutnya hasil analisis deskriptif, indikator inspirasi memperoleh nilai rata-
sebanyak 55,41% responden menunjukkan rata tertinggi yakni 2,99 dan indikator
bahwa kinerja guru BK berada pada perhatian pribadi memperoleh nilai rata-
kategori “tinggi” meskipun tidak ada yang rata terendah yakni 2,80. Hasil penelitian ini
masuk pada kategorirendah, namun untuk menjelaskan bahwa kepemimpinan
kategori sangat tinggi masih 26,35% hal ini transformasional perlu lebih ditingkatkan
berarti masih perlu ditingkatkan lagi. lagi dengan meningkatkan perhatian
Sedangkan Nilai rata-rata indikator kinerja pribadi, karisma, pengembangan
guru BK kategori tinggi mencapai 2,88. intelektual, dan juga idealized attributes.
Dari empat indikator yang dianalisis, Hasil penelitian menunjukkan bahwa
indikator evaluasi program BK memperoleh pengaruh variabel eksogenus
nilai rata-rata tertinggi yakni 3,00 dan kepemimpinan transformasional kepala
indikator perencanaan layanan memperoleh sekolah terhadap variabel endogenus

24
kinerja guru BK sebesar 0,371.Dengan (52,70) hanya 4,73% yang sebaran nilai
demikian persamaan struktural prediksi rata-rata ke dalam kategori rendah.
bahwa x5 = 0,371 X2. Jika diasumsikan 1.3 Kinerja guru BK cenderung “tinggi”
bahwa pengaruh variabel lain tetap, maka (63,51%) hanya 1,35% yang sebaran
dapat disimpulkan bahwa kenaikan satu nilai rata-rata kedalam kategori rendah
unit kepemimpinan transformasional akan Saran
dapat meningkatkan 0,371 unit kinerja Berdasarkan simpulan dan kajian
guru BK. Dengan kata lain hasil analisis implikasi hasil penelitian seperti telah
memberikan informasi bahwa untuk diuraikan di atas, diajukan beberapa saran
meningkatkan kinerja guru BK dapat untuk meningkatkan kinerja guru BK sebagai
dilakukan dengan meningkatkan berikut :
kepemimpinan transformasional kepala 1. Bagi Kepala Dinas Pendidikan dan
sekolah pada SMA Kota Medan. Kebudayaan Provinsin Sumatera Utara.
a. Perlu menyusun kebijakan dan

PENUTUP program pembinaan kepada kepala

Simpulan sekolah tentang konsep meningkatkan


budaya organisasi di sekolah, dan
Berdasarkan hasil analisis deskripsi
kepemimpinan transformasional agar
data, uji hipotesis, dan pembahasan hasil
memiliki kinerja yang baik, melalui
pengujian hipotesis penelitian, sejumlah
kegiatan pelatihan, workshop serta
informasi dapat disimpulkan sebagai berikut
seminar di SMA yang ada diseluruh
:
wilayah Sumatera Utara.
1. Berdasarkan hasil analisis deskriptif
b. Memiliki sertifikat kekepala
data.
sekolahan, masa kerja, dan
1.1 Budaya organisasi cenderung kepangkatan.
“tinggi” (54,05%). Nilai rata-rata 2. Bagi Kepala Sekolah SMA Negeri dan
keseluruhan budaya organisasi SMA
Swasta di Sumatera Utara.
Kota Medan adalah 2,67.
a. Agar mengembangkan
1.2 Kepemimpinan transformasional kepemimpinan trasformasional di
kepala sekolah cenderung “tinggi” lingkungan sekolah yang dipimpin

25
dalam rangka meningkatkan mengimplementasikan Kompetensi
kinerja guru. Strategi yang kepribadian guru BK dengan cara
dilakukan adalah dengan cara memberi contoh teladan yang baik
memilih dan mengangkat staf yang kepada siswa, menunjukkan tanggung
berkualitas (tidak nepotisme), jawab yang tinggi dalam
memiliki sikap inspirasi kepada melaksanakan tugas, berkomunikasi
bawahannya, membangun dengan santun, bertindak sesuai
solidaritas dan kepemimpinan dengan norma yang berlaku, disiplin
kologial dengan upaya penguatan dalam melaksanakan tugas, sabar, dan
pengembangan SDM, peningkatan menjunjung tinggi kode etik profesi
transparansi, kesejahteraan guru, pendidik .
dan pelibatan semua sumber daya b. Perlu bekerja lebih keras berdasarkan
yang ada secara konsisten dan tupoksi yang ditetapkan dan menjalin
optimal. kerjasama dengan kepala sekolah serta

b. Agar melakukan penilaian / sesama guru melalui kegiatan

evaluasi terhadap kinerja guru di Kelompok Kerja Guru (KKG) untuk

sekolah masing-masing dan menambah wawasan dalam melakukan

digunakan untuk kepentingan karier tugas-tugas sesuai dengan yang

para guru sebagai persyaratan diharapkan.

promosi jabatan, keikutsertaan 4. Bagi Peneliti Berikutnya

dalam pendidikan dan pelatihan, Perlu mengadakan penelitian lanjutan agar

sertifikasi guru, workshop, seminar, dapat menemukan hasil pembuktian

dan pemberian insentif yang bahwa :

berbasis kinerja. a. Kinerja guru BK dapat dipengaruhi

c. Agar melakukan upaya-upaya oleh variabel lain diluar

peningkatan kepemimpinan melalui kepemimpinan transformasional

kegiatan kelompok kerja kepala kepala sekolah, budaya organisasi,

sekolah (KKKS) . karena masih banyak variabel lain

3. Bagi Guru BK SMA Kota Medan yang mempengaruhi kinerja guru BK.

a. Perlu meningkatkan dan

26
DAFTAR PUSTAKA Robert Kreitner dan Angelo Kinicki
Organization Theory and The New
Agus Irianto. (2010). Statistik ; Konsep
Dasar, Aplikasi, dan Public Administration Baston Allyn
Pengembangannya. Jakarta : and Bacon, Inc, 2003, p.79
Kencana., hlm., 7 – 48.
Robbin, Stephen, 2003, Perilaku Organisasi:
Edgar H Schein, “Organizational Konsep, Kontroversi dan Aplikasi,
Culture & Leadership”. MT Sloan Jakarta: Prenhallindo
Management Review
Stephen P.Robbins and Timothy A Judge,
Fred N Kerlinger & Howard B. Lee, Organization Behavior, New Jersey
Foundations of Behavioral McGraw-Hill, 2007, p.585
Research (Forth Worth: Harcourt
Collge Publisher, 2000), p.599
Taliziduhu Ndraha. 1997. Budaya
Organisasi. Jakarta: PT Rineka Cipta
Muh Su’ud. 2000. Persepsi Sosial
tentang Kredibilitas Pemimpin,
Sinerji Kajian Bisnis dan Thohah, Miftah. 2007. Kinerja Organisasi:
Manajemen. Vo;. 3. No. 1. Hal. 51- Konsep dasar dan Aplikasinya.
65 Jakarta. Rajawali Pers.

Robert G. Owens, Organizational


behavior in Education. (Needham
height: Prentice Hall Int, Edition,
1991), h. 172

Schein, E.H, 1991, Organizational


Culture and leadership, San
fransisco: Joosey Bass,p.113

Stoner, James, A.F Freeman, R.edward


and Gilbert JR, Daniel R, 1996.
Manajemen Jakarta BIP. P. 76

William M. Lindsay & Joseph A. Petrick,


Total Quality and Organizational
Development, (Florida St. Lucie
Press, 1997), h.26

27
HASIL REVIEW JURNAL 2 (Reviewer: Andi Dzulfiqar Pratama)

A. Judul Penelitian
Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan TransformasionalTerhadap Kinerja Guru BK SMA
Kota Medan.

B. Nama Peneliti
Dr. Edidon Hutasuhut, M.Pd

C. Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : pengaruh langsung budaya organisasi terhadap
kinerja guru BK, pengaruh langsung kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap
kinerja guru BK. Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan metode survey. Populasi dalam penelitian adalah guru BK SMA di Kota Medan
yang berjumlah 238 orang dari 202 sekolah. Sampel penelitian menggunakan tabel morgan.Hasil
pengujian menunjukkan adanya pengaruh langsung budaya organisasi terhadap kinerja guru BK
sebesar 0,168. Pengaruh langsung kepemimpinan transformasional terhadap kinerja guru BK sebesar
0,371. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa untuk meningkatkan kinerja guru BK diperlukan
efektifitasbudaya organisasi, kepemimpinan transformasional kepala sekolah, kemampuan
manajemen kepala sekolah, dan juga kinerja guru BK .

D. Pendahuluan/latar belakang masalah


Kelembagaan pendidikan memberikan sinergi pada tatanan kehidupan ekonomi sosial dan semua
urusan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup manusia baik perorangan maupun
kelompok. Pendidikan sebagai faktor yang dianggap penting dalam tatanan kehidupan sosial. Peran
pendidikan dalam situasi sosial setiap saat akan mengalami perkembangan karena harus mampu
memberikan keyakinan dan kepercayaan pada masyarakat. Dalam kegiatannya pendidikan di
sekolah memiliki tanggung jawab yang besar untuk menciptakan generasi muda yang sesuai dengan
tujuan pendidikan. Oleh karena itu upaya peningkatan kualitas sekolah perlu dikelola dan
ditingkatkan agar sekolah menghasilkan keluaran (output) yang mampu bersaing di lingkungan
masyarakat. Pengelolaan sekolah yang dimaksud di atas pelaksanaannya tidak terlepas dari
kepemimpinan kepala sekolah. Untuk mencapai visi, misi dan tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan bersama, semua warga sekolah harus memiliki sikap profesionalisme sesuai komponen
pendidikan. Komponenkomponen yang terlibat dalam peningkatan mutu pendidikan harus saling
mendukung antara berbagai sumber daya, seperti kepala sekolah, guru, staf administrasi, siswa,
sarana dan prasarana, lingkungan yang kondusif serta kegiatan bimbingan.

Menurut Mulyasa (2004) “Pendidikan yang ada belum mampumenghasilkan SDM yang sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan pembangunan, meskipun kondisi yang ada
sekarang belum sepenuhnya kesalahan pendidikan” . Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas
SDM ialah melalui proses pembelajaran di sekolah.

28
Kinerja merupakan hasil kerja atau prestasi kerja seseorang atau organisasi dengan penampilan yang
melakukan, menggambarkan dan menghasilkan sesuatu hal, baik yang bersifat fisik dan non fisik
yang sesuai dengan petunjuk, fungsi dan tugasnya yang didasari oleh pengetahuan, sikap,
ketrampilan, dan motivasi. Kinerja guru tersebut langsung berkaitan dengan kemampuan seorang
guru tersebut untuk menyelesaikan tugasnya dengan maksimal. Berbeda dengan guru yang hanya
sekedar mengajar namun tidak memiliki kinerja guru yang tinggi. Namun kinerja guru tersebut juga
dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah budaya organisasi dan kepemimpinan oleh
seorang kepala sekolah. Budaya organisasi yang diterapkan dalam suatu lembaga pendidikan tentu
memiliki pengaruh kuat bagi seorang guru dalam bekerja.

Budaya organisasi tersebut berkaitan dengan keterlibatan antar warga sekolah lain, penyesuaian dan
lainya. Hal inilah yang menajdikan budaya organisasi menajdi faktor pertimbangan dalam
meningkatkan kinerja guru guru. Selain itu kepemimpinan oleh seorang kepala sekolah juga
memiliki peran dalam hal ini.

Sedangkan kepemimpinan memiliki banyak ragam salah satunya adalah kepemimpinan


transformasional. Jika seorang mampu dan memiliki jiwa kepemimpinan yang baik tentu sangat
besar kemungkinan bahwa seorang guru atau staf lainya akan bekerja maksimal.

E. Teori/definisi
Kinerja guru BK dalam penelitian ini adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan yang
ditampilkan guru bimbingan dan konseling dalam melaksanakan tugas berkaitan dengan
penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah yang dapat pula dilihat dari kadar penyelesaian
tugas-tugas yang diemban guru bimbingan dan konseling.
Sunaryo Kartadinata (2008: 235- 236) mengatakan bahwa seorang konselor atau guru BK
sebagai pelaksana utama, tenaga inti dan ahli atau tenaga professional, bertugas:
a. Melakukan studi kelayakan dan need assessment pelayanan bimbingan dan konseling.
b. Merencanakan program bimbingan dan konseling untuk satuan-satuan waktu tertentu.
c. Melaksanakan program pelayanan bimbingan dan konseling.
d. Menilai proses dan hasil pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.
e. Menganalisis hasil penilaian pelayanan bimbingan dan konseling.
f. Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan hasil penilaian pelayanan bimbingan dan konseling.
g. Mengadministrasikan kegiatan program pelayanan bimbingan dan konseling yang
dilaksanakan.
h. Mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas dalam pelayanan bimbingan dan konseling
secara menyeluruh kepada Koordianator Bimbingan dan Konseling serta Kepala Sekolah/
Madrasah.
i. Mempersiapkan diri menerima dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengawasanan oleh
Pengawas Sekolah/Madrasah Bidang Bimbingan dan Konseling.
j. Berkolaborasi dengan guru mata pelajaran dan wali kelas serta pihak terkait dalam
pelaksanaan program bimbingan dan konseling.

F. Hipotesis

29
Berdasarkan hasil analisis deskripsi data, uji hipotesis, dan pembahasan hasil pengujian hipotesis
penelitian dapat disimpulkan bahwa Budaya organisasi cenderung “tinggi” (54,05%). Nilai rata-rata
keseluruhan budaya organisasi SMA Kota Medan adalah 2,67, Kepemimpinan transformasional
kepala sekolah cenderung “tinggi” (52,70) hanya 4,73% yang sebaran nilai rata-rata ke dalam
kategori rendah, Kinerja guru BK cenderung “tinggi” (63,51%) hanya 1,35% yang sebaran nilai rata-
rata kedalam kategori rendah.

G. Sampel/subjek penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah guru bimbingan dan konseling yang terdapat di SMA Negeri
se-Kota Medan dengan jumlah 238 orang yang berasal dari 202 SMA. Selanjutnya sampel diambil
dari table Morgan dan didapat sampel sebanyak 148 orang.

H. Metode Pengambilan Data


Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan metode survey. Dan Data penelitian ini dikumpulkan melalui penyebaran
kuesioner yang didesain dalam bentuk skala likert (likert scale) dan skala peringkat (rating scale).

I. Metode Analisis Data


Analisis statistik inferensial yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis jalur
korelasi, metode ini digunakan karena peneliti ingin menguji hubungan asimetris yang dibangun atas
kajian teori kinerja guru BK, kemampuan manajemen, dan kepemimpinan transformasional.

J. Hasil Penelitian
Data penelitian meliputi data tiga variabel yaitu budaya organisasi (X1), kepemimpinan
transformasional (X2) dan kinerja guru bimbingan dan konseling (Y).Data tersebut adalah hasil
penjumlahan skor dilakukan dengan pemberian skor pada masing-masing butir untuk setiap
pertanyaan untuk setiap variabel yang diisi oleh responden.Angket yang diisi dan yang dikembalikan
sebanyak 30 eksemplar. Setelah kuesioner yang berjumlah 30 eksemplar tersebut diperiksa ternyata
keseluruhan ekslempar layak untuk diolah dan dianalisis. Data dari responden tersebut diolah dengan
tahapan membuat tabulasi, membuat analisis deskriptif, membuat tabel distribusi frekuensi dari
setiap aspek-aspek pertanyaan, menghitung korelasi antarvariabel, dan menguji
hipotesis.Rangkuman hasil analisis deskriptif disajikan pada tabel berikut ini :

30
Keterangan: X1: Budaya Organisasi X2: Kepemimpinan Transformaasional X3: Kinerja Guru BK

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 21,429 % responden menyatakan bahwa
budaya organisasi mereka sudah tinggi atau sangat baik 60,504 % responden menyatakan sedang
atau baik, dan sebanyak 14,286 % menyatakan kurang dan sisanya 3,762 % menyatakan budaya
masih rendah atau kurang baik. Nilai ratarata indikator keseluruhan budaya organisasi SMA Kota
Medan adalah 2,67. Berdasarkan hasil analisis pada empat indikator, indikator konsisten
memperoleh nilai rata-rata tertinggi yakni 2,8 dan indikator keterlibatan dan misi memperoleh nilai
rata-rata terendah yakni 2,6. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa budaya organisasi dapat
ditingkatkan jika sekolah lebih banyak melibatkan segala unsur yang ada di sekolah dan
menjelaskan serta sering mengingatkan tentang pentingnya melaksanakan misi sekolah sehingga
kinerja guru BK juga dapat meningkat.

31
Selanjutnya hasil analisis deskriptif, sebanyak 55,41% responden menunjukkan bahwa kinerja
guru BK berada pada kategori “tinggi” meskipun tidak ada yang masuk pada kategorirendah,
namun untuk kategori sangat tinggi masih 26,35% hal ini berarti masih perlu ditingkatkan lagi.
Sedangkan Nilai rata-rata indikator kinerja guru BK kategori tinggi mencapai 2,88. Dari empat
indikator yang dianalisis, indikator evaluasi program BK memperoleh nilai rata-rata tertinggi yakni
3,00 dan indikator perencanaan layanan memperoleh nilai rata-rata terendah yakni 2,75.Hasil
penelitian tersebut mengindikasi bahwa masih perlu ditingkatkan lagi dalam merencanakan
layanan bimbingan dan konseling yang lebih baik.

Selanjutnya tentang kepemimpinan transformasional dengan kinerja guru Berdasarkan hasil


analisis deskriptif, Sebanyak 52,70% responden menyatakan kepemimpinan transformasional
kepala sekolah berada pada kategori tinggi dan 47,73% menyatakan kepemimpinan
tansformasional kepala sekolah rendah. Nilai rata-rata indikator keseluruhan kepemimpinan
transformasional kepala sekolah SMA se-Kota Medan adalah 2,61. Dari lima indikator yang
dianalisis, indikator inspirasi memperoleh nilai ratarata tertinggi yakni 2,99 dan indikator perhatian
pribadi memperoleh nilai ratarata terendah yakni 2,80. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa
kepemimpinan transformasional perlu lebih ditingkatkan lagi dengan meningkatkan perhatian
pribadi, karisma, pengembangan intelektual, dan juga idealized attributes.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh variabel eksogenus kepemimpinan


transformasional kepala sekolah terhadap variabel endogenus kinerja guru BK sebesar
0,371.Dengan demikian persamaan struktural prediksi bahwa x5= 0,371 X2. Jika diasumsikan
bahwa pengaruh variabel lain tetap, maka dapat disimpulkan bahwa kenaikan satu unit
kepemimpinan transformasionalakan dapat meningkatkan 0,371 unit kinerja guru BK. Dengan kata
lain hasil analisis memberikan informasi bahwa untuk meningkatkan kinerja guru BK dapat
dilakukan dengan meningkatkan kepemimpinan transformasional kepala sekolah pada SMA Kota
Medan.

K. Kesimpulan
1. Budaya organisasi cenderung “tinggi” (54,05%). Nilai rata-rata keseluruhan budaya
organisasi SMA Kota Medan adalah 2,67.
2. Kepemimpinan transformasional kepala sekolah cenderung “tinggi” (52,70) hanya 4,73%
yang sebaran nilai rata-rata ke dalam kategori rendah.
3. Kinerja guru BK cenderung “tinggi” (63,51%) hanya 1,35% yang sebaran nilai rata- rata
kedalam kategori rendah.

32
PENGARUH STRES KERJA, KOMITMEN ORGANISASI, DAN KEPUASAN
KERJA KARYAWAN TERHADAP TURNOVER INTENTION

Ni Nyoman Yani Sri Lestari1 Ni


Wayan Mujiati2
1,2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia
e-mail : lestari.feb@gmail.com

ABSTRAK
Tingginya tingkat turnover intention pada kayawan akan menimbulkan dampak negatif bagi
perusahaan yang dapat menciptakan ketidakstabilan dan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut
tidak efektif, oleh sebab itu suatu perusahaan harus mengetahui faktor- faktor yang dapat
menyebabkan turnover intention. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh stres kerja,
komitmen organisasi dan kepuasan kerja terhadap turnover intention. Penelitian ini dilakukan pada
pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar. Jumlah responden
penelitian yang diambil sebanyak 70 karyawan. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier
berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
turnover intention. Komitmen organisasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover
intention. Kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention.
Kata Kunci: turnover intention, stres kerja, komitmen organisasi, kepuasan kerja.

ABSTRACT
The high level of turnover intention on the rich will cause a negative impact for companies that can
create instability and show that the company is not effective, therefore a company must know the
factors that can cause turnover intention. The purpose of this study was to examine the effect of work
stress, organizational commitment and job satisfaction on turnover intention. This research was
conducted at PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Gatot Subroto Branch Denpasar. The number
of research respondents taken as many as 70 employees. The analysis technique used is multiple linear
regression. The results showed that work stress had a positive and significant effect on turnover
intention. Organizational commitment has a negative and significant effect on turnover intention. Job
satisfaction has a negative and significant effect on turnover intention.

Keywords: turnover intention, work stress, organizational commitment, job satisfaction.

PENDAHULUAN

Keinginan untuk berpindah (turnover intention) merupakan permasalahan yang sangat

serius dalam manajemen sumber daya manusia (Fah et al., 2010). Permasalahan dalam SDM

akan menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan suatu perusahaan, dimana tujuan

tersebut tidak akan tercapai apabila karyawan tidak melaksanakan pekerjaan dengan baik

(Sylvia, dkk., 2014). Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukannya sumber daya manusia

33
yang berkualitas agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan.

Sumber daya manusia berkualitas tentu akan memberikan dampak positif setiap

perusahaan, salah satunya di dunia perbankan. Faktor utama dalam keberhasilan organisasi

itu sendiri yaitu Sumber Daya Manusia, karena Sumber Daya Manusia (SDM) tersebut yang

akan mengelola seluruh sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan. Pentingnya

memiliki kualitas sumber daya manusia dalam perusahaan perbankan yaitu pertama semakin

tinggi tingkat kebutuhan masyarakat dalam dunia perbankan, masyarakat akan memilih

salah satu bank dengan pelayanan terbaik yaitu melayani dengan setulus hati dan terpercaya.

Kedua, semakin tingginya persaingan antar perbankan. Apabila perusahaan memberikan

pelayanan terbaik kepada nasabah, akan mendapatkan point tersendiri pada perusahaan yaitu

kepercayaan nasabah, citra yang baik pada perusahaan, meningkatkan eksistensi perusahaan

serta memperoleh laba yang diharapkan dapat tercapai.

Bank Rakyat Indonesia (BRI) adalah salah satu bank milik pemerintah yang terbesar di

Indonesia. Pada awalnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh

Raden Bei Aria Wirjaatmadja dengan nama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche

Hoofden atau ”Bank Bantuan dan Simpanan Milik kaum Priyai Purwokerto”. Lembaga tersebut

berdiri tanggal 16 Desember 1895, yang kemudian dijadikan hari kelahiran BRI. Kantor Pusat Bank

Rakyat Indonesia (BRI) berlokasi di Gedung BRI I, Jalan Jendral Sudirman Kav. 44-46, Jakarta

10210. Saat ini, Bank BRI memiliki 19 kantor wilayah, 1 kantor inspeksi pusat, 19 kantor inspeksi

wilayah, 462 kantor cabang domestik, 1 kantor cabang khusus, 609 kantor cabang pembantu, 984

kantor kas, 5.380 BRI unit, 3.180 teras & teras keliling dan 3 teras kapal. Dasar dari kegiatan

perbankan adalah kepercayaan, tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat terhadap perbankan dan

juga sebaliknya pihak perusahaan terhadap masyarakat kegiatan perbankan tidak dapat berjalan

dengan baik (Darsana, 2009:37). Penelitian ini dilakukan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (persero)

Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto No. 362, Denpasar, Bali.

34
Turnover intention merupakan salah satu bentuk perilaku menarik diri (withdrawal) dalam

dunia kerja, akan tetapi sekaligus juga merupakan hak bagi setiap individu untuk menentukan

pilihannya apakah tetap bekerja atau keluar dari perusahaan tersebut. Namun perilaku seperti itu

tidaklah buruk sebab bisa saja seorang karyawan ingin keluar dari tempat dimana ia bekerja untuk

mendapatkan kesempatan yang jauh lebih baik untuk bekerja di tempat lain atau juga ingin keluar

karena sudah tidak tahan dengan situasi di tempatnya bekerja saat itu (Yulianto, dalam Sidharta

& Margetha (2011). Turnover Intention perlu mendapatkan perhatian yang serius dari pihak

manajemen perusahaan terutama devisi sumber daya manusia, karena akan berakibat negatif jika

tidak ditangani. Tingginya tingkat turnover intention pada kayawan akan menimbulkan dampak

negatif bagi perusahaan yang dapat menciptakan ketidak stabilan dan ketidak pastian terhadap

kondisi tenaga kerja serta dalam peningkatan sumber daya manusia.

Turnover intention yang tinggi dapat menunjukkan bahwa perusahaan tersebut tidak efektif,

mengurangi efisiensi serta produktivitas sehingga dapat membahayakan perusahaan, pada akhirnya

perusahaan kehilangan karyawan yang sudah memiliki pengalaman sebelumnya dan perlu melatih

karyawan yang baru (Joarder et al., 2011). Keputusan karyawan meninggalkan perusahaan inilah

yang menjadi masalah besar bagi setiap perusahaan (Mahdi et al.,2012). Penelitian ini sangat

penting untuk mengetahui penyebab tingginya turnover intention di suatu perusahaan, untuk

mengurangi biaya, serta kerugian perusahaan. Ada banyak factor yang mempengaruhi turnover

intention diantaranya adalah stres kerja, komitmen organisasi, kepuasan kerja dan sebagainya

(Sutanto dan Gunawan, 2013).

Agung dkk. (2013) telah melakukan penelitian dan berhasil membuktikan bahwa kepuasan

kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention karyawan. Sementara itu, stres

kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover intention karyawan. Penelitian yang

dilakukan oleh Manurung (2012) menunjukkan bahwa variabel stres kerja berpengaruh positif

terhadap turnover intention karyawan. Kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap turnover

35
intention karyawan. Suciati, dkk. (2015) menyatakan bahwa stress berpengaruh positif terhadap

turnover intention. Ahmad et al. (2012) hasil dalam penelitiannya bahwa karyawan yang mengalami

stres kerja tinggi memiliki niat yang tinggi untuk berhenti dari pekerjaannya. Siddiqui dan Jamil

(2015) menyatakan bahwa stress berpengaruh langsung terhadap turnover intention. Hal ini berarti

semakin tinggi tingkat stres kerja di perusahaan maka akan memicu tingginya tingkat turnover.

Salah satu penyebab keinginan karyawan keluar dari perusahaan disebabkan oleh stres kerja.

Stres kerja merupakan sesuatu yang menyangkut interaksi antar individu dan lingkungan yaitu

interaksi antara stimulasi dan respons. Jadi stres adalah konsekuensi setiap tindakan dan situasi

lingkungan yang menimbulkan tuntunan psikologis dan fisik yang berlebihan pada seseorang

(Sunyoto, 2015:54). Velnampy dan Aravinthan (2013) menyatakan bahwa stres kerja adalah pola

emosional perilaku kognitif dan reaksi psikologis terhadap aspek yang merugikan dan berbahaya

dari setiap pekerjaan, organisasi kerja dan lingkungan kerja. Stres kerja terjadi ketika ada

ketidakseimbangan antara tuntutan tempat kerja dan kemampuan pekerja untuk mengatasi masalah

(Mosadeghrad, 2013). Stres kerja adalah kondisi dinamik yang didalamnya individu menghadapi

peluang, kendala (constraints), atau tuntutan (demands) yang terkait dengan apa yang sangat

diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting (Robbins, 2006).

Faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja menurut Robbins (2006), yaitu faktor organisasi, faktor

lingkungan, dan faktor individu. Dengan tuntutan tempat kerja dan kemampuan kerja yang

mengharuskan karyawannya bekerja dengan sangat baik, itu mengakibatkan stres pada karyawan

maka dari itu sebelum karyawan memulai bekerja pada sebuah perusahaan, harus mengetahui

komitmen perusahaan tersebut.

Menurut Tobing (2009) komitmen karyawan merupakan tingkat keterikatan yang dimiliki karyawan

terhadap perusahaannya dan dapat dijadikan jaminan untuk menjaga kelangsungan perusahaan

tempat karyawan itu bekerja. Komitmen organisasional menunjukkan upaya seorang karyawan

dalam melaksanakan pekerjaannya, setia kepada instansinya untuk pencapaian tujuan dan

36
pengidentifikasian karyawan dalam memenuhi tujuan organisasi (Haq et al., 2014). Agar komitmen

organisasi yang dimiliki karyawan tinggi, perusahaan harus berusaha memenuhi hak-hak karyawan

agar mereka memiliki loyalitas dan komitmen yang tinggi Anis (2003). Perusahaan yang mampu

memenuhi hak- hak karyawan dapat mampu menciptakan loyalitas dan kepuasan kerja karyawan.

Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.

Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. kepuasan ini dinikmati

dalam pekerjaan, luar pekerjaan dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Karyawan dengan tingkat

kepuasan rendah akan menunjukkan sikap negatif, baik terhadap pekerjaannya maupun terhadap

terhadap lingkungan kerjanya, sehingga karyawan merasa tidak aman dalam dirinya dan merasakan

kegelisahannya, hingga pada akhirnya karyawan akan niat berpindah dan meninggalkan

pekerjaannya (Hanafiah, 2014). Lu et al. (2013) membagi kepuasan kerja ke dalam kepuasan kerja

internal yaitu perasaan yang berasal dari hubungan individu dengan pekerjaan itu sendiri, dimana

tingkat kepuasan tersebut diperoleh dari pekerjaan itu sendiri dan kepuasan kerja eksternal yaitu rasa

kepuasan yang tidak berhubungan langsung antara alasan merasa puas dengan pekerjaan itu sendiri.

Kepuasan kerja berorientasi pada sikap individu karyawan terhadap tugasnya, karyawan dengan

tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki sikap positif terhadap kewajibannya, sedangkan yang

tidak puas akan memiliki sikap negatif terhadap kewajibannya, karyawan mempunyai tingkat

kepuasan yang berbeda terhadap sistem nilai yang berlaku tingginya penilaian terhadap kegiatan dan

keinginan yang dirasakan karyawan, berdampak pada tingginya kepuasan yang diperoleh maka

kepuasan kerja adalah penilaian yang menunjukkan perasaan sikap kepuasan dalam bekerja (Septiadi

dan Supartha, 2013).

Observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti kepada Bapak Riza Kerta Yuda dan Ibu

I Gusti Ayu Agung Rani, selaku Personalia SDM pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

cabang Gatot Subroto Denpasar, mengatakan bahwa dalam turnover karyawan pada perusahaan BRI

salah satu di dunia perbankan, pada tahun 2014-2015 ada beberapa karyawan yang meninggalkan

37
perusahaan diantaranya adalah bagian manajer pemasaran, yaitu AO (Account Officer), karyawan

yang menawarkan kredit, memasarkan produk-produk perusahaan kepada calon nasabah, AAO

(Associate Account Officer) asisten dari karyawan AO yang ikut menawarkan kredit kepada

calon nasabah dan FO (Funding Officer) karyawan pencari dana kepada calon nasabah, sedangkan

manajer operasional bagian pelayanan kasir nasabah (Teller) dan pelayanan nasabah (Customer

Service), dikarenakan keinginan karyawan itu sendiri, dan dari pihak perusahaan bank tidak

memperpanjang kontrak dari beberapa karyawan.

Turnover intention karyawan pada suatu organisasi mengakibatkan ketidakstabilan dan

ketidakpastian terhadap kondisi tenaga kerja dan peningkatan biaya-biaya sumber daya manusia,

seperti mengeluarkan biaya cukup besar pada perekrutan karyawan dan biaya pelatihan karyawan

baru maupun karyawan yang sudah senior untuk memberikan pendidikan dan bekal pengetahuan

tentang perusahaan, karyawan akan di training pada lembaga pelatihan khusus BRI “BRI

CORPORATE UNIVERSITY” di Surabaya. Pendidikan yang diberikan setiap tingkatan jabatan

mengharuskan karyawan untuk training artinya perusahaan sudah mengeluarkan biaya yang sangat

besar dan menaruh harapan perusahaan kepada karyawannya. Turnover yang tinggi juga

mengakibatkan perusahaan tidak efektif karena dapat kehilangan karyawan yang berpengalaman dan

menghambat proses produksi dari suatu perusahaan.

Terjadinya turnover merupakan hal yang tidak dihendaki oleh perusahaan dimana salah satu

penyebab turnover pada perusahaan yaitu stres karyawan, stres pada karyawan akan muncul bila

terdapat ketidakseimbangan antara kemampuan individu dengan tuntutan dari pekerjaan salah satu

penyebab stres pada karyawan antara lain : 1) tuntutan tugas yaitu adanya persaingan besar

antar perbankan untuk karyawan dengan target tinggi sehingga beberapa karyawan stres tidak

tercapainya target simpanan dan pinjaman dalam suatu perusahaan membuat semangat karyawan

menurun, 2) tuntutan hubungan antar pribadi yaitu kemaampuan untuk mempertahankan yang

saling menguntungkan ditandai dengan adanya sikap memberi dan menerima orang lain dalam

38
situasi yang harmonis atau dalam kedekatan emosional antar karyawan, serta 3) tuntutan peran dalam

melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab karyawan pada perusahaan. Dapat dikatakan bahwa

stres kerja dapat timbul jika tuntutan kerja tidak seimbangan dengan kemampuan untuk memenuhi

tuntutannya tersebut sehingga menimbulkan berbagai taraf, antara lain : 1) taraf sedang, stres

berperan sebagai motivator yang memberikan dampak positif pada tingkah laku termaksud tingkah

laku kerja. 2) taraf tinggi, terjadi berulang-ulang dan berlansung lama sehingga individu merasakan

ancaman, mengalami gangguan fisik, psikis, dan perilaku kerja (Suwatno dan priansa, 2013:255).

Dari uraian di atas, maka peneliti ingin menguji pengaruh stres kerja, komitmen organisasi

dan kepuasan kerja karyawan terhadap turnover intention pada PT. Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah memberikan

solusi dan saran yang dapat diambil perusahaan guna menekan tingkat turnover intention karyawan

dilihat dari sudut pandang stres kerja, komitmen organisasi dan kepuasan kerja karyawan.

Stres kerja karyawan menyebabkan kehilangan kemampuan untuk mengambil keputusan

dan perilakunya menjadi tidak teratur dan memicu keinginan untuk keluar (Anggraini, 2013). Hal

tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Waspodo dkk. (2013) dalam

penelitiannya yang berjudul pengaruh kepuasan kerja, stres kerja terhadap turnover intention pada

karyawan PT. Unitex di Bogor, menemukan bahwa stres kerja memiliki pengaruh positif terhadap

turnover intention, ini artinya jika stres kerja meningkat maka turnover intention juga akan

meningkat. Arnanta dkk. (2017) menambahkan bahwa stres berpengaruh positif terhadap turnover

intention yang ditunjukkan dari nilai β 0,323 dan sig. 0,000.

Stres merupakan penyebab utama terhadap turnover intention pada karyawan (Mitchell et

al., 2014). (Arshadi et al., 2013) menunjukkan hasil penelitiannya bahwa stres kerja berpengaruh

positif terhadap turnover intention ditunjukkan dari nilai r 0,45 p<0,01. Lee et al. (2016)

menunjukkan hasil penelitian bahwa stres berpengaruh positif terhadap turnover intention. Young

dan Kwon menyatakan dalam penelitiannya stres kerja berpengaruh positif terhadap turnover

39
intention. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat stres kerja yang dirasakan karyawan, maka semakin

tinggi pula turnover intention karyawan yang terjadi pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

Cabang Gatot Subroto Denpasar. Rumusan hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut.

H1: Stres Kerja berpengaruh positif terhadap Turnover Intention pada PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar.

Menurut Jehanzeb, dkk. (2013) menunjukkan hasil penelitiannya bahwa komitmen

organisasi berpengaruh negatif dengan keinginan keluar dari organisasi. Jonathan, et al. (2013)

mendapatkan hasil bahwa komitmen organisasi berpengaruh negative terhadap terhadap keinginan

keluar. Hal tersebut menunjukkan konsistensi komitmen organisasi dalam memprediksi keinginan

karyawan untuk keluar dari organisasi. Monica (2017) dalam penelitiannya menemukan bahwa

komitmen organisasional berpengaruh negatif terhadap turnover intention. Sianipar dan Haryanti

(2014), menemukan hubungan yang negatif antara komitmen organisasional dan turnover intention.

Kalidass dan Arsiah (2015) mendapatkan hasil bahwa komitmen organisasi dengan hubungan negatif

terhadap turnover intention.

Hal ini berarti semakin tinggi tingkat komitmen organisasi yang dirasakan karyawan, maka

semakin rendah tingkat turnover intention karyawan yang terjadi pada PT. Bank Rakyat Indonesia

(Persero Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar. Rumusan hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut.

H2 : Komitmen Organisasi berpengaruh negatif terhadap Turnover Intention pada PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar.

Ibrahim et.al (2016) dalam penelitiannya yang berjudul Effect of Job Satisfaction on

Turnover Intention : An Empirical Investigation on Nigerian Banking Industry yang menemukan

bahwa terdapat bahwa terdapat korelasi negatif dan signifikan antara kepuasan kerja terhadap

turnover intention. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Leisanyane dan Khaola

(2013) dalam penelitiannya yang berjudul the case of clay brick manufacturing company in lesotho

40
yang menemukan bahwa terdapat korelasi negatif dan signifikan antara kepuasan kerja dan turnover

intention.

Rageb et al. (2013) dalam penelitian bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap turnover intention. Youcef et al. (2016) dalam penelitiannya kepuasan kerja

berpengaruh negatif pada turnover intention. Saeka (2016) mendapatkan hasil bahwa kepuasan kerja

berpengaruh negatif terhadap turnover intention. Young dan Kwon menyatakan dalam penelitiannya

kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention. Ghandi et.al (2017)

menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh langsung kepuasan kerja terhadap turnover

intention. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan Susiani (2014) pada perusahaan The Stones

Entertaiment Center yang berlokasi di Kuta, Bali menyatakan bahwa kepuasa kerja berpengaruh

negatif pada turnover intention. Aspek kepuasan kerja seperti pembentukan suasana kekeluargaan

serta kesempatan memperoleh kenaikan jabatan meningkatkan kepuasan kerja membuat karyawan

untuk tetap bekerja pada perusahaan.

Hal ini berarti jika kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan tinggi, maka

berpengaruh pada rendahnya tingkat turnover intention karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk Cabang Gatot Subroto Denpasar. Rumusan hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut.

H3: Kepuasan Kerja berpengaruh negatif terhadap Turnover Intention pada PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar.

41
(+)
Stres Kerja
(X1)

Komitmen (-) Kinerja


Organisasi (X2) Karyawan (Y)

Kepuasan Kerja
(X3) (-)

Gambar 1. Kerangka Konseptual

METODE PENELITIAN

Penelitian ini ialah penelitian penelitian asosiatif (pengaruh) karena dalam

penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh sebab akibat dari variabel-

variabel yang diteliti (Sugiyono, 2013:5). Variabel yang diteliti dalam penelitian ini

adalah Stres Kerja (X1), Komitmen Organisasi (X2), Kepuasan Kerja Karyawan (X3)

sebagai variabel bebas, serta Turnover Intention (Y) sebagai variabel terikat.

Lokasi penelitian dilakukan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

Cabang Gatot Subroto Denpasar yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto No. 362

Denpasar, Bali. Adapun alasan melaksanakan penelitian di PT. Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar dimana perusahaan ini mempunyai

masalah terhadap turnover intention. Sedangkan objek penelitiannya adalah stres kerja,

komitmen organisasi, kepuasan kerja dan turnover intention pada PT. Bank Rakyat

Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Turnover intention (Y) yang diukur

42
dengan menggunakan tiga indikator yaitu malas bekerja, peningkatan sanksi terhadap

pelanggaran tata tertib kerja, dan peningkatan protes terhadap atasan. Variabel bebas

dalam penelitian ini adalah stres kerja, komitmen organisasi, dan kepuasan kerja. Stres

kerja (X1) diukur dengan menggunakan lima indikator yaitu beban kerja, desakan waktu,

frustasi, konflik peran, dan konflik antar kelompok. Komitmen organisasi (X2) diukur

dengan menggunakan tiga indikator yaitu komitmen afektif, komitmen berkelanjutan,

dan komitmen normatif. Kepuasan kerja (X3) diukur dengan menggunakan lima

indikator yaitu prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, pertumbuhan, dan peluang

untuk maju.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif berupa data

jumlah absensi, jumlah karyawan dan hasil perhitungan statistik (SPSS). Data kualitatif

berupa sejarah perusahaan, gambaran umum perusahaan, struktur organisasi, dan uraian

jabatan karyawan. Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sumber primer berupa data yang didapatkan dengan observasi langsung dan kuesioner

yang disebarkan kepada responden yaitu karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar. Sumber sekunder diperoleh dari

perusahaan dalam bentuk sudah jadi, seperti sejarah perusahaan dan struktur organisasi

perusahaan.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan pada PT. Bank Rakyat

Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar yang berjumlah 70 karyawan

bagian AO, AAO, FO, ADK Komersial, ADK Consumer, Teller, CS. Dalam penelitian

ini tidak digunakan teknik sampling yang diteliti adalah keseluruhan dari populasi yang

ada atau disebut sensus, mengingat jumlah populasi hanya sebesar 70 karyawan, maka

43
layak untuk diambil keseluruhan untuk dijadikan responden tanpa harus mengambil

sampel dalam jumlah tertentu.

Metode pengumpulan data yang digunakanadalam penelitianainiaadalah metode

kuesioner, wawancara, dan observasi. Kuesioner dengan mempergunakan daftar

pertanyaan yang disebarkan kepada responden yaitu karyawan pada PT. Bank Rakyat

Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar mengenai stres kerja,

komitmen organisasi dan kepuasan terhadap turnover intention. Wawancara dengan

melakukan wawancara secara langsung dengan karyawan pada PT. Bank Rakyat

Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar. Observasi dilakukan dengan

cara mengamati situasi keadaan perusahaan secara langsung: aktivitas, kejadian,

peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang.

Penelitian ini menggukanan teknik analisis regresi linear berganda. Uji ini

bertujuan untuk mencari pengaruh stres kerja (X1), komitmen organisasi (X2), kepuasan

kerja (X3) dan turnover intention (Y). Teknik pengolahan data penelitian ini

menggunakan program IBM SPSS Statistics version 20. Model regresi linear berganda

yang digunakan adalah dengan menggunakan rumus :

Y = a + b1X1 + b 2X2 + b 3X3 + e1............................................................(1)

Keterangan :
Y = turnover intention
a = Konstanta
X1 = stres kerja
X2 = komitmen organisasi
X3 = kepuasan kerja
b1 = koefisien regresi stres kerja
b2 = koefisien regresi komitmen organisasi
b3 = koefisien regresi kepuasan kerja
e1 = koefisien pengganggu

44
HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden
Berdasarkan data dari 70 responden PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

Cabang Gatot Subroto Denpasar, karakteristik responden dilihat dari beberapa kriteria, yaitu

umur, jenis kelamin, lama bekerja, dan jenis pendidikan. Karakteristik reponden diuraikan

sebagai berikut.

Tabel 1 menunjukkan presentase responden perempuan sebesar 41,4 persen dan

responden laki-laki sebesar 58,6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa responden laki-laki

lebih banyak dibandingkan responden perempuan. Berdasarkan usia menunjukkan

kelompok umur yang paling dominan adalah pada usia 22-27 tahun dengan presentase 44,2

persen.

Tabel 1.
Karakteristik Responden
No Variabel Klasifikasi Jumlah Persentase (%)
1 Jenis Kelamin Laki-laki 41 58,6
Perempuan 29 41,4
Jumlah 70 100
2 Usia 22-27 Tahun 31 44,2
28-33 Tahun 15 21,4
34-39 Tahun 13 18,6
≥ 40 Tahun 11 15,8

Jumlah 70 100
3 Lama Bekerja 1-7 Tahun 9 12,9
8-14 Tahun 27 38,5
15-21Tahun 13 18,6
22-28Tahun 11 15,8
≥ 29 Tahun 10 14,2
Jumlah 70 100
4 Jenis Pendidikan D3 18 25,7
S1 30 42,9
S2 22 31,4
Jumlah 70 100
Sumber: Data primer, data diolah, 2017

Sedangkan untuk kelompok umur yang terendah adalah pada usia ≥ 40 tahun dengan

45
presentase 15,8 persen. Berdasarkan lama bekerja menunjukkan pengelompokan responden

berdasarkan lamanya bekerja paling dominan adalah 8-14 tahun dengan presentase 38,5

persen. Sedangkan untuk kelompok lama bekerja yang terendah 1-7 tahun dengan presentase

12,9 persen. Berdasarkan pendidikan terakhir menunjukkan responden tertinggi memiliki

jenis pendidikan S1 dengan presentase 42,9 persen. Sedangkan jumlah terendah adalah

responden yang memiliki jenis pendidikan D3 dengan presentase 25,7 persen.

Hasil Uji Validitas

Suatu kuisioner dikatakan valid jika butir pertanyaan mampu mengungkapkan sesuatu

yang diukur oleh kuisioner tersebut. Uji Validitas dilakukan dengan mengkorelasikan antara

skor faktor dengan skor total dan bila korelasi tiap faktor tersebut positif > 0,30 maka

dinyatakan valid.

Tabel 2.
Hasil Uji Validitas Instrumen
No. Variabel Indikator Koefisien Korelasi Keterangan
No Variabel Indikator Koefisien Korelasi Keterangan
1. Stres Kerja X1.1 0,885 Valid
(X1) X1.2 0,841 Valid
X1.3 0,843 Valid
X1.4 0,863 Valid
X1.5 0,823 Valid
2. Komitmen Organisasi X2.1 0,888 Valid
(X2) X2.2 0,897 Valid
X2.3 0,871 Valid
3. Kepuasan Kerja X3.1 0,877 Valid
(X3) X3.2 0,921 Valid
X3.3 0,889 Valid
X3.4 0,856 Valid
4. Turnover Intention Y1.1 0,832 Valid
Y1.2 0,790 Valid
Y1.3 0,809 Valid
Sumber: Data primer, data diolah, 2017

Tabel 2. diatas menunjukkan bahwa hasil uji validitas dari masing-masing indikator

yang digunakan menghasilkan koefisien korelasi dengan validitas tertinggi 0,921 dan

46
koefisien korelasi dengan validitas terendah yaitu 0,790. Maka hasil uji validitas

menunjukkan bahwa seluruh koefisien korelasi dari 15 indikator dengan 70 responden

memiliki nilai lebih dari 0,30, dapat disimpulkan bahwa seluruh indikator dalam penelitian

ini dinyatakan valid atau memenuhi syarat validitas data.

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengukur konsistensi jawaban atas pertanyaan yang

diberikan didalam kuisioner yang digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini. Hasil

dari uji statistic Cronbach Alpha apabila lebih besar dari 0,60 menunjukkan bahwa

instrument yang digunakan reliabel.

Tabel 3.
Hasil Uji Reabilitas
Variabel Cronbach Alpha Keterangan
X1 0,904 Reliabel
X2 0,844 Reliabel
X3 0,901 Reliabel
Y 0,738 Reliabel
Sumber : Data primer, data diolah, 2017

Hasil uji reliabilitas yang disajikan dalam Tabel 3. menunjukkan bahwa keempat

instrument penelitian memiliki koefisien Cronbach Alpha lebih dari 0,60. Hal ini dapat

dikatakan bahwa semua instrument reliable sehingga dapat digunakan untuk melakukan

penelitian.

Hasil Analisis Faktor Konfirmatori

Uji Kaiser Meyer Olkin (KMO) digunakan untuk mengetahui kecukupan sampel.

Analisis faktor dianggap layak jika besaran KMO memiliki nilai minimal 0,5. Hasil uji

KMO dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4
Conformatory Factor Analysis (CFA)
Var KMO Sig. Communalities Component Matrix Comulative %
X1 0,794 0,000 0,624 0,790 67, 347

47
X2 0,718 0,000 0,820 0,905 77,928
X3 0,813 0,000 0,783 0,855 77,300
Y 0,670 0,000 0,658 0,811 66,028
Sumber: Data primer, data diolah, 2017

Tabel 4. menunjukkan bahwa nilai Kaiser Meyer Olkin (KMO) untuk masing-masing

variabel lebih besar dari 0,5 dengan signifikansi lebih kecil α=0,05. Jadi, dapat disimpulkan

bahwa masing-masing variabel mempunyai kecukupan sampel untuk melakukan analisis

faktor.

Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah suatu data berdistribusi normal atau

tidak. Penentuan normal atau tidaknya distribusi data dapat dilakukan penghujian dengan

menggunakan Kolomogorov Smirnov.

Tabel 5.
Hasil Uji Normalitas

Unstandardized Residual
N 70
Normal Parameters a,b Mean .0000000
Std. Deviation .49937565
Most Extreme Absolute .065
Differences Positive .065
Negative -.054
Kolmogorov-Smirnov .547
Z Asymp. Sig. (2- .926
Sumber: Data primer, data diolah, 2017

Tabel 5. menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,926. Oleh karena

nilai Asymp. Sig. (p-value) 0,926 lebih besar daripada α (0,05) maka, dapat

diinterpretasikan bahwa residual model telah berdistribusi normal.

Hasil Uji Heteroskedasitas

48
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui bahwa model regresi terjadi

ketidaksamaan varian dari residual satu ke pengamatan yang lain tetap maka disebut

heteroskedastisitas (Ghozali, 2009). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas

dapat dilakukan dengan Uji Glejser, yaitu dengan meregres variabel terhadap absolut

residual. Jika variabel terikat signifikan mempengaruhi variabel bebas, maka ada indikasi

terjadi heteroskedastisitas.

Tabel 6.
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Unstandardized Standardized
Coefficient Coefficients
B Std. Error Beta
1 (Constant) .385 .038 10.204 .000
Stres kerja -.059 .048 -.188 -1.241 .219
Komitmen org. -.020 .052 -.065 -.389 .699
Kepuasan kerja .021 .045 .065 .457 .649
Sumber: Data primer, data diolah, 2017

Berdasarkan olahan data dengan SPSS pada Tabel 6. dilihat bahwa tidak ada

pengaruh variabel bebas (X1, X2, dan X3) terhadap absolut residual (abs- res), baik secara

serempak maupun parsial karena Sig. lebih besar 0,05. Dengan demikian model yang dibuat

tidak mengandung gejala heteroskedastisitas, sehingga layak untuk memprediksi variabel

dependen.

Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

Model analisis linier berganda digunakan untuk mencari koefisien regresi yang akan

menentukan apakah hipotesis yang akan dibuat diterima atau ditolak. Hasil analisis yang

disajikan pada Tabel 7. dapat disusun persamaan regresi sebagai berikut.

Ŷ = 0,000+0,593X1-0,179X2-0,269X3...................................................................................... (2)

Keterangan:
Y = Turnover Intention

49
X1 = Stres Kerja
X2 = Komitmen Organisasi X3
= Kepuasan Kerja

Tabel 7.
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Koefisien B Std. Eror Beta T Sig.
Konstanta (a) 0,000 0,061 0,000 1,000
Stres Kerja 0,593 0,077 0,593 7,716 0,000
Komitmen
Organisasi -0,179 0,084 -0,179 -2,124 0,037
Kepuasan Kerja -0,269 0,073 -0,269 -3,704 0,000
F hitung : 66.220
Signisikansi F : 0,000
R Square : 0,751
Adjusted R Square : 0,739
Sumber: Data primer, data diolah, 2017

Nilai X1 = 0,593, berarti bahwa stres kerja memiliki pengaruh positif terhadap turnover

intention karyawan pada Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot

Subroto Denpasar. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 persen stres kerja,

maka turnover intention mengalami peningkatan sebesar 0,593 persen dengan asumsi

variabel lain konstan, dan sebaliknya. Nilai X2 = -0,179, berarti bahwa komitmen organisasi

memiliki pengaruh negatif terhadap turnover intention karyawan pada Pada PT. Bank

Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar. Nilai X3 = - 0,269, berarti

bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh negatif terhadap turnover intention karyawan pada

Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar. Hal ini

menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 persen kepuasan kerja, maka turnover intention

mengalami penurunan 0,269 persen dengan asumsi variabel lain konstan, dan sebaliknya.

Nilai R2 = 0,751, berarti bahwa stres kerja, komitmen organisasi dan kepuasan kerja

terhadap turnover intention pada Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang

50
Gatot Subroto Denpasar sebesar 75,1 persen, sedangkan sisanya sebesar 24,9 persen

dipengaruhi oleh faktor lainnya yang tidak dijelaskan dalam model.

Hasil Uji Kelayakan Model (Uji F)

Hasil uji F dapat dijelaskan dengan nilai signifikan anova < α = 0,05 maka model ini

dikatakan layak atau variabel bebas mampu dijelaskan variabel terikat, uji F dapat dilihat

dalam Tabel 8.

Tabel 8.
Hasil Uji F
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 51.793 3 17.264 66.220 .000
Residual 17.207 66 .261
Total 69.000 69
Sumber: Data primer, data diolah, 2017

Tabel 8. menunjukkan nilai signifikan sebesar 0,000 yang lebih kecil dari α=0,05

maka model regresi linier berganda layak digunakan sebagai alat analisis untuk menguji

pengaruh variabel bebas terhadap terikat.

Hasil Uji t

Tabel 7. nilai signifikan uji t sebesar 0,000. Hasil analisis pengaruh stres kerja terhadap

Turnover Intention diperoleh Sig. t sebesar 0,000 dengan koefisien beta (β) 0,593. Nilai sig.

t 0,000 < 0,05 mengindikasikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini mempunyai

arti bahwa Stres Kerja berpengaruh positif terhadap Turnover Intention.

Tabel 7. nilai signifikan uji t sebesar 0,037. Hasil analisis pengaruh stres kerja terhadap

Turnover Intention diperoleh Sig. t sebesar 0,037 dengan koefisien beta (β) -0,179. Nilai sig.

t 0,037 < 0,05 mengindikasikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini mempunyai arti

bahwa Komitmen Organisasi berpengaruh negatif terhadap Turnover Intention.

Tabel 7. nilai signifikan uji t sebesar 0,000. Hasil analisis pengaruh stres kerja terhadap

51
Turnover Intention diperoleh Sig. t sebesar 0,000 dengan koefisien beta (β) -0,269. Nilai sig.

t 0,000 < 0,05 mengindikasikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini mempunyai arti

bahwa Kepuasan Kerja berpengaruh negatif terhadap Turnover Intention.

Pengaruh Stres Kerja Terhadap Turnover Intention Pada PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar
Pengujian untuk hipotesis pertama menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh

positif dan signifikan terhadap turnover intention pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)

Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar. Tingkat stres karyawan pada PT. Bank Rakyat

Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar sebagian besar disebabkan oleh

adanya ketidaknyamanan konflik kerja antar kelompok. Dalam hal ini konflik kerja harus

bisa diperkecil dengan mengaadakan pertemuan rutin di dalam organisasi perusahaan itu

sendiri dan meningkatkan kualitas supervise yang lebih baik untuk merendam

ketidaknyamanan konflik kerja yang telah terjadi di perusahaan itu sendiri. Sebaiknya

tingginya tingkat stres kerja pada karyawan dapat di turunkan untuk meminimalisir

tingginya tingkat turnover intention pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang

Gatot Subroto Denpasar.

Disimpulkan bila stres kerja menurun maka tingginya tingkat turnover intention pada

karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar juga

akan menurun. Ini menunjukkan bahwa variabel independent stres kerja (X1) terbukti

berpengaruh positif signifikan terhadap variabel dependent turnover intention (Y)

intention pada karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto

Denpasar. Hasil penelitian ini mengembangkan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini

(2013), Waspodo dkk., (2013), Arnanta, dkk., (2017), Mitchell et al. (2014), Arshadi et

52
al. (2013), Byoung, dkk (2016)

Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Turnover Intention Pada PT. Bank


Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar
Pengujian untuk hipotesis kedua menunjukkan bahwa komitmen organisasi

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention pada PT. Bank Rakyat

Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar. Tingkat komitmen organisasi

karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. cabang Gatot Subroto Denpasar

sebagian besar disebabkan oleh adanya perasaan bangga menjadi bagian dari organisasi. Hal

ini dapat mencapai tujuan aktivitas organisasi dengan cara pimpinan memberikan semangat,

motivasi dan arahan yang lebih baik lagi, serta mengutamakan komunikasi yang baik antar

rekan kerja di perusahaan.

Disimpulkan bila mempunyai perasaan bangga menjadi bagian dari organisasi

meningkat, maka tingkat turnover intention pada karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar juga akan menurun. Ini menunjukkan bahwa

variabel independent komitmen organisasi (X2) terbukti berpengaruh negatif signifikan

terhadap variabel dependent turnover intention (Y) intention pada karyawan PT. Bank

Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. cabang Gatot Subroto Denpasar. Hasil penelitian ini

mengembangkan penelitian yang dilakukan oleh Menurut Jehanzeb,dkk. (2013), Jonathan,

et al. (2013), Monica (2017), Kumar et al (2013), Sianipar dan Haryanti (2014), Anneswary

dan Arsiah (2015).

Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Turnover Intention Pada PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar
Pengujian untuk hipotesis ketiga menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap turnover intention pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)

53
Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar. Tingkat kepuasan kerja karyawan pada PT. Bank

Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar sebagian besar disebabkan

oleh adanya pekerjaan yang menyenangkan di dalam perusahaan. Hal ini dapat membuat

turnover intention menurun apabila karyawan merasa puas berada di perusahaan. Karyawan

merasa puas memiliki pekerjaan yang menyenangkan tentu akan merasa nyaman untuk

berada di perusahaannya, dan karyawan yang merasa tidak puas akan keluar dari perusahaan.

Karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar

merasa puas dengan pekerjaannya maka pimpinan hendaknya memberikan kesempatann

kerja yang lebih baik dengan cara memberikan kesempatan peningkatan pengalaman dan

kemampuan karyawan selama bekerja. Hasil penelitian ini mengembangkan penelitian yang

dilakukan oleh Leisanyane dan Khaola (2013), Susiani (2014), Saeka (2016), Ibrahim et.al

(2016), Ghandi et.al.(2017).

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa stres kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover intention karyawan pada PT. Bank

Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar. Sedangkan komitmen

organisasi dan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover

intention karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto

Denpasar. Sementara itu, saran yang dapat diberikan untuk meminimalisir tingkat stres kerja

karyawan maka hendaknya perusahaan memberikan pekerjaan yang sesuai dengan

bidangnya, dan tingkat beban kerja karyawan yang sesuai dengan kemampuan karyawan.

Perusahaan diharapkan meningkatkan komitmen karyawan dengan memberikan dukungan

54
dan perhatian kepada karyawannya, dan memberikan kepuasan karyawan yang dapat

memacu semangat kerja karyawan. Penelitian selanjutnya diharapkan menambah variabel

dan mengambil sampel diluar lingkungan perbankan serta menggunakan model lain sebagai

alat analisisnya.

REFERENSI

Agung, W., N. C. Handayani., dan W. Paramita. 2013. Pengaruh Kepuasan Kerja dan Stres
Kerja Terhadap Turnover Intention Karyawan PT. Unitex Bogor. Jurnal Riset
Manajemen Sains Indonesia (JRMSI), 4(1), 97-115.
Ahmad, B., M. Shahid., H. Zill., and H. Sajjad. 2012. Turnover Intention: An HRM Issue
In Textile Sector. Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research In Business,
3(12), 125-130.
Anggraini, M. I. 2013. Pengaruh Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasional dan Stres
Kerja Terhadap Keinginan Untuk Keluar. Universitas Atmajaya. Tesis. Yogyakarta.
Anis, K. 2003. Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional Terhadap
Keinginan Berpindah Kerja Auditor (Studi Kasus pada KAP di Jawa Tengah). Jurnal
Ekonomi dan Bisnis, 4(2), 141-152.
Arnanta, I. G. P., dan I. W. Mudiartha. 2017. Pengaruh Stres Kerja, Kepuasan Kerja dan
Iklim Kerja Terhadap Turnover Intention Karyawan CV. DHARMA SIADJA. E-
Jurnal Manajemen Universitas Udayana, 6(6).
Arshadi, N., dan D. Hojaat. 2013. The Relationship of Job Stress with Turnover Intention
and Job Perfomance: Moderating Role of OBSE. Procedia Social and Behavioralv
Sciences. 84(1), 706-710.
Fah, C. B., S. Y. Foon., C. Leong., dan S. Osman. 2010. An Exploratory Study on Turnover
Intention among Private Sector Employees. International Journal of Business and
Management, 5(8), 57-64.
Ghandi, P., E. Hejazi., dan N. Ghandi. 2017. A Study on the Relationship between
Resilience and Turnover Intention: With an Emphasis on the Mediating Roles of Job.
Bulletin de la Société Royale des Sciences de Liège. 86, 189- 200.
Hanafiah, M. 2014. Pengaruh Kepuasan Kerja dan Ketidakamanan kerja (Job Insecurity)
dengan intensi Pindah Kerja (Turnover) Pada Karyawan PT. Buma Desa Suaran
Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau. E-Jurnal Psikologi, 1(3), 303-312.

55
Haq, M. A., U. Y. Jindong., dan H. Zafar. 2014. Factor Affecting Organizational
Commitment Among Bank In Pakistan. Journal Business and Management, 16(4),
18-24.
Ibrahim, M. G., H. Hilman., dan N. Kaliappen. 2016. “Effect of Job Satisfaction on
Turnover Intention: An Empirical Investigation on Nigerian Bank Industry.
International Journal of Organizational and Business Excellence, 1(2).
Jehanzeb, K., A. Rasheed dan F. Rasheed. 2013. Organizational Commitment and
Turnover Intentions: Impact of Employee’s Training in Private Sector of Saudi
Arabia. International Journal of Business and Management, 8(8), 79- 90.
Joarder, M., S. Mohamad and A. Kawsar 2011. Mediating Role Of Affective Commitment
in HRM Praktices and Turnover Intention Relationship : A Study in Developing
Context. Business and Economics Research Journal, 2(4), 135-158.
Jonathan, H., T. Motena and C. Darroux. 2013. impact Investigation of Organizational
Commitment on Intention to Leave of Public Secondary School Teachers in
Tanzania. Developing Country Studies, 3(11).
Kalidass, A. dan A. Bahron. 2015. The Relationship between Perceived Supervisor
Support, Perceived Organizational Support, Organizational Commitmen and
Employee Turnover Intention. International Journal of Business Administration,
6(5).
Leisanyane, K., dan P. P. Khaola. 2013. The Influence Of Organisational Culture and Job
Satisfaction on Intentions To Leave: The Case Of Clay Brick Manufacturing
Company In Lesotho. EASSRR. 29(01), 59-75.
Lu, Chia-Ju, Yi-Yu Shih, and Yi-Lien Chen. 2013. Effects of Emotional Labor and Job
Satisfaction on Organizational Citizenship Behaviors: A Case Study On Business
Hotel Chains. The International Journal of Organizational Innovation, 5(4), 165-
176.
Mahdi, A., M. Zaid., M. Roslan., A. Asmidi and A. Sulaiman. 2012. The Relationship
Between Job Satisfaction And Turnover Intention. American Journal of Applied
Scienes, 9 (9), 1518-1526.
Manurung, T. M., dan I. Ratnawati. 2012. Analisis Pengaruh Stres Kerja dan Kepuasan
Kerja Terhadap Turnover Intention Karyawan (Studi Pada Stikes Widya Husada
Semarang). Diponegoro Journal Of Management, 1(2), 145- 157.
Mitchell, O. M., D. Layton., S. Gaylene., dan J. Gover. 2014. The Impact of Individual,
Organizational, and Environmental Attributes on Voluntary Turnover Among
Juvenile Correctional Staf Members. Justice Quarterly: Academy of Criminal Justice
Science, 17(2), 332-357.

56
Monica, T. J., dan M. S. Putra. 2017. Pengaruh Stres Kerja, Komitmen Organisasi, dan
Kepuasan Kerja Terhadap Turnover Intention. E-Jurnal Manajemen Universitas
Udayana, 6(3).
Mosadeghrad, A. M. 2013. Occupational Stress and Turnover Intention: Implications for
Nursing Management. International Journal of Health Policy dan Management,
1(2), 169–176.
Rageb, A. M., E. Mohamed., and S. Farid. 2013. Organizational Commitmen, Job
Satisfaction and Job Perfomance as a Mediator between Role Stressors and Turnover
Intention A Study from an Egyptian Cultural Perspective, 3(2).
Robbins, S. P. Perilaku Organisasi: Konsep, kontroversi, aplikasi, Jakarta: Prenhallindo.
Robbins, P. S. 2006. Teori Organisasi Struktur, Desain & Aplikasi. Edisi 3. Penerbit Arcan:
Jakarta.

Robbins, P. S. 2010. Manajemen. Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga.


Saeka, I. P. P., dan I. W. Suana. 2016. Pengaruh Kepuasan Kerja, Komitmen
Organisasional dan Stres Kerja Terhadap Turnover Intention karyawan PT.
INDONUSA ALGA EMAS PRIMA BALI. E-Jurnal Manajemen Universitas
Udayana, 5(6).
Septiadi, I. M. dan W. G. Supartha. 2013. Pengaruh Kepemimpinan, Komunikasi, dan
Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Kepuasan Kerja Pada PT. BPR Sriartha Lestari
Denpasar. E-Journal Universitas Udayana, 2(8), 986-1001.
Siddiqui, A. A., and A. Jamil. 2015 Antecedes of Employees’ Intentions: Evidence from
Private Educational Institutions. American Journal of Economics and Business
Administrasion, 7(4), 160-165
Sidharta, N. M. 2011. Dampak Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap
Turnover Intention : Studi Empiris pada Karyawan bagian Operator di salah satu
Perusahaan Garmen di Cimahi. Jurnal Manajemen, 10 (22), 129-142.
Suciati, A. T. H., dan M. M. Minarsih. 2015. Pengaruh Job Insecurity dan Stres kerja
Terhadap Turnover Intention Pegawai pada karyawan PT. Berkat Abadi Surya
Cermelang Semarang (HO). Jurnal, 1(1), 1-12.
Sugiyono. 2014. Metode penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta.
Sunyoto, D. 2015. “Penelitian Sumber Daya Manusia. Jakarta”, Jakarta: PT Buku Seru.

Susiani, V. 2014. Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi pada Turnover
Intention. Jurnal Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Sutanto E. M. dan C. Gunawan. 2013. Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasional dan


Turnover Intentions, Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis, 4(1).

57
Suwatno, J. P. 2013. Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan Bisnis. (Cetakan
ketiga). Bandung: Alfabeta.
Sylvia, L. I., B. Swasto., dan G. Eko Nurtjahjono. 2014. Pengaruh Motivasi Kerja dan
Disiplin Kerja terhadap Prestasi Kerja Karyawan (Studi Pada Karyawa PT. AXA
Financial Indonesia Sales Office Malang). Jurnal Administratif Bisnis (JAB), 7(1), 1-
8.
Tobing. 2009. Pengaruh Komitmen Organisasional dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan PT. Perkebunan Nusantara III di Sumatera Utara. Jurnal Manajemen Dan
Kewirausahaan, 11(1), 31-37.
Velnampy, T. and S. A. Aravinthan. 2013. Occupational Stress and Organizational
Commitment in Private Banks: A Sri Lanka Experience. European Journal of
Business and Management, 5(7), 78-99.
Widodo, R. 2010. Analisis Pengaruh Keamanan Kerja dan Komitmen Organisasional
terhadap Turnover Intention serta Dampaknya pada Kinerja karyawan Outsourcing
(Studi pada PT. PLN Persero APJ Jakarta). Tesis. Semarang: Program Pasca Sarjana
Magister Manajemen Universitas Diponogoro.
Youcef, S., S. S. Ahmed, B. Ahmed. 2016. The Impact of Job Satisfaction by the Existence
of Organizational Commitment, and of Organizational Commitment, and Inten to
Stay as Intermediates Variables Using approach PLS In Sample Worker Department
of Transport Saida, 6(6), 198-202.

Young, K. K., dan H. J. Kwon. 2016. The Influence of Job Stress and Job Satisfaction on
Turnover Intention for Male Dental Hygienists. Journal of Dental Hygiene Science,
16(2), 142-149.

58
REVIEW JURNAL 3 (Reviewer: Yohanes Bramasta Dimas Andaru)

A. Judul Penelitian
Pengaruh Stres Kerja, Komitmen Organisasi, dan Kepuasan Kerja Karyawan Terhadap Turnover
Intention.

B. Nama Peneliti
Ni Nyoman Yani Sri Lestari , Ni Wayan Mujiati

C. Abstrak
Tingginya tingkat turnover intention pada kayawan akan menimbulkan dampak negatif bagi
perusahaan yang dapat menciptakan ketidakstabilan dan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut
tidak efektif, oleh sebab itu suatu perusahaan harus mengetahui faktor-faktor yang dapat
menyebabkan turnover intention. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh stres kerja,
komitmen organisasi dan kepuasan kerja terhadap turnover intention. Penelitian ini dilakukan pada
pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar. Jumlah
responden penelitian yang diambil sebanyak 70 karyawan. Teknik analisis yang digunakan adalah
regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap turnover intention. Komitmen organisasi berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap turnover intention. Kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover
intention.

D. Pendahuluan/latar belakang masalah


Keinginan untuk berpindah (turnover intention) merupakan permasalahan yang sangat serius dalam
manajemen sumber daya manusia (Fah et al., 2010). Permasalahan dalam SDM akan menentukan
keberhasilan dalam mencapai tujuan suatu perusahaan, dimana tujuan tersebut tidak akan tercapai
apabila karyawan tidak melaksanakan pekerjaan dengan baik (Sylvia, dkk., 2014). Untuk
mewujudkan hal tersebut diperlukannya sumber daya manusia yang berkualitas agar dapat
mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan.
Sumber daya manusia berkualitas tentu akan memberikan dampak positif setiap perusahaan, salah
satunya di dunia perbankan. Faktor utama dalam keberhasilan organisasi itu sendiri yaitu Sumber
Daya Manusia, karena Sumber Daya Manusia (SDM) tersebut yang akan mengelola seluruh sumber
daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan. Pentingnya memiliki kualitas sumber daya manusia
dalam perusahaan perbankan yaitu pertama semakin tinggi tingkat kebutuhan masyarakat dalam
dunia perbankan, masyarakat akan memilih salah satu bank dengan pelayanan terbaik yaitu
melayani dengan setulus hati dan terpercaya. Kedua, semakin tingginya persaingan antar
perbankan. Apabila perusahaan memberikan pelayanan terbaik kepada nasabah, akan mendapatkan
point tersendiri pada perusahaan yaitu kepercayaan nasabah, citra yang baik pada perusahaan,
meningkatkan eksistensi perusahaan serta memperoleh laba yang diharapkan dapat tercapai.

E. Teori/definisi

59
Turnover intention merupakan salah satu bentuk perilaku menarik diri (withdrawal) dalam dunia
kerja, akan tetapi sekaligus juga merupakan hak bagi setiap individu untuk menentukan pilihannya
apakah tetap bekerja atau keluar dari perusahaan tersebut. Turnover Intention perlu mendapatkan
perhatian yang serius dari pihak manajemen perusahaan terutama devisi sumber daya manusia,
karena akan berakibat negatif jika tidak ditangani. Tingginya tingkat turnover intention pada
kayawan akan menimbulkan dampak negatif bagi perusahaan yang dapat menciptakan ketidak
stabilan dan ketidak pastian terhadap kondisi tenaga kerja serta dalam peningkatan sumber daya
manusia. Ada banyak factor yang mempengaruhi turnover intention diantaranya adalah stres kerja,
komitmen organisasi, kepuasan kerja dan sebagainya (Sutanto dan Gunawan, 2013).
Velnampy dan Aravinthan (2013) menyatakan bahwa stres kerja adalah pola emosional perilaku
kognitif dan reaksi psikologis terhadap aspek yang merugikan dan berbahaya dari setiap pekerjaan,
organisasi kerja dan lingkungan kerja. Stres kerja terjadi ketika ada ketidakseimbangan antara
tuntutan tempat kerja dan kemampuan pekerja untuk mengatasi masalah (Mosadeghrad, 2013).
Stres kerja adalah kondisi dinamik yang didalamnya individu menghadapi peluang, kendala
(constraints), atau tuntutan (demands) yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang
hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting (Robbins, 2006). Faktor-faktor yang
mempengaruhi stres kerja menurut Robbins (2006), yaitu faktor organisasi, faktor lingkungan, dan
faktor individu.
Menurut Tobing (2009) komitmen karyawan merupakan tingkat keterikatan yang dimiliki
karyawan terhadap perusahaannya dan dapat dijadikan jaminan untuk menjaga kelangsungan
perusahaan tempat karyawan itu bekerja. Komitmen organisasional menunjukkan upaya seorang
karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, setia kepada instansinya untuk pencapaian tujuan
dan pengidentifikasian karyawan dalam memenuhi tujuan organisasi (Haq et al., 2014). Perusahaan
yang mampu memenuhi hakhak karyawan dapat mampu menciptakan loyalitas dan kepuasan kerja
karyawan.
Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap
ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. kepuasan ini dinikmati dalam
pekerjaan, luar pekerjaan dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Karyawan dengan tingkat
kepuasan rendah akan menunjukkan sikap negatif, baik terhadap pekerjaannya maupun terhadap
terhadap lingkungan kerjanya, sehingga karyawan merasa tidak aman dalam dirinya dan merasakan
kegelisahannya, hingga pada akhirnya karyawan akan niat berpindah dan meninggalkan
pekerjaannya (Hanafiah, 2014).

F. Hipotesis
Komitmen organisasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention. Kepuasan
kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention.

G. Sampel/subjek penelitian
Seluruh karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar
yang berjumlah 70 karyawan bagian AO, AAO, FO, ADK Komersial, ADK Consumer, Teller, CS.

H. Metode Pengambilan Data

60
Metode kuesioner, wawancara, dan observasi.

I. Metode Analisis Data


Analisis refresi linear berganda.

J. Hasil Penelitian
Karakteristik Responden
Berdasarkan jenis kelamin, persentase responden pada laki-laki sebesar 58,6 persen dan perempuan
sebesar 41,4 persen.
Usia menunjukkan kelompok umur yang paling dominan adalah pada usia 22-27 tahun dengan
presentase 44,2 persen. Sedangkan untuk kelompok umur yang terendah adalah pada usia ≥ 40
tahun dengan presentase 15,8 persen.
Berdasarkan lama bekerja, pengelompokan responden paling dominan adalah 8-14 tahun dengan
presentase 38,5 persen. Sedangkan yang terendah 1-7 tahun dengan presentase 12,9 persen.
Berdasarkan pendidikan terakhir, responden tertinggi memiliki jenis pendidikan S1 dengan
presentase 42,9 persen. Sedangkan jumlah terendahnya yaitu responden yang memiliki jenis
pendidikan D3 dengan presentase 25,7 persen.
Uji Validitas
Uji Validitas dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor faktor dengan skor total dan bila
korelasi tiap faktor tersebut positif > 0,30 maka dinyatakan valid. Hasil uji validitas dari masing-
masing indikator yang digunakan menghasilkan koefisien korelasi dengan validitas tertinggi 0,921
dan koefisien korelasi dengan validitas terendah yaitu 0,790.
Uji Reliabilitas
Hasil dari uji statistik Cronbach Alpha apabila lebih besar dari 0,60 menunjukkan bahwa instrument
yang digunakan reliabel.
Analisis Faktor Konfirmatori
Nilai Kaiser Meyer Olkin (KMO) untuk masing-masing variabel lebih besar dari 0,5 dengan
signifikansi lebih kecil α=0,05. Jadi, dapat disimpulkan bahwa masing-masing variabel mempunyai
kecukupan sampel untuk melakukan analisis faktor.
Uji Normalitas
Karena nilai Asymp. Sig. (p-value) 0,926 lebih besar daripada α (0,05) maka, dapat diinterpretasikan
bahwa residual model telah berdistribusi normal.
Uji Heteroskedasitas
Berdasarkan olahan data dengan SPSS, tidak ada pengaruh variabel bebas (X1, X2, dan X3)
terhadap absolut residual (abs- res), baik secara serempak maupun parsial karena Sig. lebih besar
0,05. Dengan demikian model yang dibuat tidak mengandung gejala heteroskedastisitas, sehingga
layak untuk memprediksi variabel dependen.
Analisis Regresi Linear Berganda
Nilai R2 = 0,751, berarti bahwa stres kerja, komitmen organisasi dan kepuasan kerja terhadap
turnover intention pada Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto
Denpasar sebesar 75,1 persen, sedangkan sisanya sebesar 24,9 persen dipengaruhi oleh faktor
lainnya yang tidak dijelaskan dalam model.

61
Uji F
Nilai signifikan sebesar 0,000 yang lebih kecil dari α=0,05 maka model regresi linier berganda
layak digunakan sebagai alat analisis untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap terikat.
Uji T
Hasil analisis pengaruh stres kerja berpengaruh positif terhadap Turnover Intention diperoleh Sig.
t sebesar 0,000 dengan koefisien beta (β) 0,593. Nilai sig. t 0,000 < 0,05 mengindikasikan bahwa
H0 ditolak dan H1 diterima.
Hasil analisis pengaruh stres kerja terhadap Turnover Intention diperoleh Sig. t sebesar 0,037
dengan koefisien beta (β) -0,179. Nilai sig. t 0,037 < 0,05 mengindikasikan bahwa H0 ditolak dan
H1 diterima. Hasil ini mempunyai arti bahwa Komitmen Organisasi berpengaruh negatif terhadap
Turnover Intention.
Hasil analisis pengaruh stres kerja terhadap Turnover Intention diperoleh Sig. t sebesar 0,000
dengan koefisien beta (β) -0,269. Nilai sig. t 0,000 < 0,05 mengindikasikan bahwa H0 ditolak dan
H1 diterima. Hasil ini mempunyai arti bahwa Kepuasan Kerja berpengaruh negatif terhadap
Turnover Intention.

K. Kesimpulan
Stres kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover intention karyawan pada PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar. Sedangkan komitmen organisasi
dan kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention karyawan pada
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Gatot Subroto Denpasar.

62
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Komitmen
Organisasi dan Perilaku Kewargaan Organisasi

Ahmad Syarief*
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor

Kampus Dramaga Bogor 16680


e-mail: ahmadsyarief78@gmail.com

M. Syamsul Maarif
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor
Kampus Dramaga Bogor 16680

Anggraini Sukmawati
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor
Kampus Dramaga Bogor 16680
e-mail: anggrainism@apps.ipb.ac.id

ABSTRACT
Organizational commitment and extra role behavior of the employees in the workplace is needed by every
institution for service excellent to stakeholders and can be implemented very well. Many factors influence the
organizational commitment and extra role of the employee. Among them are leadership style and organizational
culture. This study aims to analyze the influence of transformational leadership and organizational culture on
organizational commitment and organizational citizenship behavior. The data was collected by distributing 115
questionnaires to the employee of the Faculty of Economics and Business of the Universitas Indonesia. Analytical
tool used Structural Equation Modeling (SEM). The results showed that transformational leadership style did not
affect organizational commitment; furthermore organizational culture had a significant influence on
organizational commitment. Transformational leadership had an influence on the organizational citizenship
behavior, organizational culture did not affect organizational citizenship behavior, and organizational commitment
had a significant effect on organizational citizenship behavior.
Keywords: transformational leadership, organizational culture, organizational commitment, organizational
citizenship behavior, work place, SEM

ABSTRAK
Komitmen organisasi dan sikap ekstra peran karyawan dalam bekerja sangat dibutuhkan oleh setiap institusi
agar pelayanan terhadap pemangku kepentingan dapat dilaksanakan dengan sangat baik. Banyak faktor yang
mempengaruhi komitmen dan sikap ekstra peran pada karyawan. Diantaranya adalah gaya kepemimpinan dan
budaya organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan transformasional dan
budaya organisasi terhadap komitmen organisasi dan perilaku kewargaan organisasi. Pengambilan data dilakukan
dengan cara penyebaran sebanyak 115 kuesioner kepada karyawan tenaga kependidikan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah Structural Equation Modelling (SEM). Hasil
penelitian menunjukkan gaya kepemimpinan transformasional tidak mempengaruhi komitmen organisasi, budaya
organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasi. Kepemimpinan transformasional

63
memiliki pengaruh terhadap perilaku kewargaan organisasi, budaya organisasi tidak mempengaruhi perilaku
kewargaan organisasi, dan komitmen organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku kewargaan
organisasi.
Kata kunci: kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, komitmen organisasi, perilaku kewargaan
organisasi, SEM.

*Corresponding author

I. Pendahuluan
Suatu organisasi untuk mencapai tujuannya diperlukan karyawan yang berkualitas dan
produktif. Karyawan yang berkualitas merupakan salah satu sumber keunggulan bersaing bagi
suatu organisasi. Selain itu, efektivitas organisasi dan pencapaian visi dan misi perusahaan juga
dipengaruhi oleh kemampuan karyawan dalam bekerja secara individu maupun kelompok serta
mempunyai kedisiplinan yang tinggi. Bekerja dalam kelompok memerlukan kemampuan
komunikasi yang baik, bekerja sama, saling membagi pengetahuan dan mempunyai visi yang
sama. Karyawan diharapkan mempunyai kemauan dan inisiatif melakukan pekerjaan yang
lebih dari sekedar deskripsi pekerjaannya, dan dapat melebihi standar (ekstra peran). Karyawan
melakukan pekerjaan biasanya berdasarkan deskripsi pekerjaannya saja, namun tidak cukup
dengan itu saja melainkan juga memerlukan perilaku yang lebih dari harapan berupa peran lain
yang tidak tercantum dalam deskripsi pekerjaan, dimana perilaku tersebut merupakan karakter
yang dibutuhkan organisasi dalam terbentuknya Perilaku Kewargaan Organisasi (Chiaburu dan
Byrne 2009). Perilaku kewargaan organisasi diartikan juga sebagai perilaku ekstra peran.
Karyawan yang mempunyai perilaku ekstra peran disebut sebagai karyawan yang baik.
Perilaku kewargaan organisasi dapat juga diartikan sebagai jenis perilaku khusus yang
memberikan ciri terhadap individu dalam mencapai tujuan organisasi melalui peran secara
sosial dan psikologis (Rotundo dan Sacket 2002). Menurut Robbins dan Judge (2013) perilaku
yang dikategorikan dalam kelompok ekstra peran adalah membantu rekan kerja, sukarela
melakukan kegiatan ekstra ditempat kerja, menghindari konflik, menjaga properti kantor,
mentaati peraturan organisasi, memberikan saran yang membangun, dan tidak membuang-
buang waktu ditempat kerja.
Organisasi yang ingin sukses membutuhkan karyawan yang dapat melakukan pekerjaan
lebih dari sekedar tugas formal mereka atau deskripsi pekerjaan dan mau memberikan kinerja
yang melebihi target. Menurut Robbins dan Judge (2013), fakta menunjukkan bahwa
organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki ekstra peran, akan memiliki kinerja yang
lebih baik dari organisasi lain. Pendapat lain juga menyatakan bahwa semakin banyak
karyawan yang memiliki ekstra peran, maka organisasi tersebut semakin sukses (Yen dan
Niehoff 2004).
Setiap organisasi atau perusahaan pasti membutuhkan karyawan yang memiliki ekstra
peran. Begitu juga dengan organisasi pada bidang pendidikan seperti Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI). Seiring dengan berjalannya waktu dan tekanan
perubahan serta meningkatnya jumlah mahasiswa, telah menempatkan FEB UI dalam persaingan
di tingkat nasional maupun internasional dengan universitas lain, negeri maupun swasta. Saat ini
FEB UI sedang mengajukan akreditasi internasional. Langkah peningkatan mutu pendidikan dan
pelayanan harus terus dilakukan agar FEB UI menjadi institusi pendidikan berskala internasional
yang menyelenggarakan pendidikan berkualitas tinggi dan bersifat global. Oleh karena itu, FEB

64
UI membutuhkan SDM yang berkualitas serta mempunyai kemampuan dalam pekerjaan
administratif dan pelayanan prima. Karyawan tenaga kependidikan FEB UI merupakan salah
satu pemangku kepentingan yang turut berperan dalam pengembangan potensi FEB UI.
Karyawan tenaga kependidikan harus dilibatkan dalam mewujudkan visi dan misi FEB UI.
Pimpinan FEB UI diharapkan dapat memberikan prioritas kepada pembenahan SDM.
Pembenahan SDM perlu dilakukan untuk meningkatkan komitmen organisasi dan penciptaan
perilaku ekstra peran agar pelayanan terhadap seluruh pemangku kepentingan atau civitas
akademika FEB UI dapat dilakukan secara maksimal sehingga tujuan organisasi dapat tercapai
dengan efektif.
Sebagian besar karyawan tenaga kependidikan di FEB UI sebanyak 213 dari 379
karyawan (56%) telah bekerja selama lebih dari 15 tahun. Hal ini membuktikan bahwa loyalitas
dan komitmen organisasional yang ada pada karyawan tenaga kependidikan sangat baik.
Dengan kondisi tersebut tentunya pimpinan berharap bawahannya memiliki komitmen yang
tinggi, tidak akan menarik diri dari karir dan pekerjaan mereka, bahkan diharapkan mempunyai
sikap ekstra peran yang akan sangat berguna bagi kemajuan organisasi secara efektif dan
efisien.
Menurut Wirawan (2013), perilaku kewargaan organisasi muncul karena ada sejumlah
faktor yang memengaruhinya. Diantaranya adalah budaya organisasi, komitmen organisasi dan
kepemimpinan transformasional. Khan dan Rashid (2012) menyatakan bahwa budaya
organisasi, gaya kepemimpinan, keadilan organisasi dan komitmen organisasi, berhubungan
dengan perilaku kewargaan organisasi. Komitmen organisasi mempunyai pengaruh yang
paling kuat terhadap perilaku kewargaan organisasi. Pada penelitian Waspodo, Ristiani, dan
Handaru (2014) juga menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap perilaku
kewargaan organisasi, komitmen organisasional terbukti secara empris memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap perilaku kewargaan organisasi, gaya kepemimpinan dan komitmen
organisasional terbukti secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku
kewargaan organisasi.
Berdasarkan pembahasan yang dikemukakan pada latar belakang maka perumusan
masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan transformasional
terhadap komitmen organisasi, pengaruh budaya organisasi terhadap komitmen organisasi,
pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap perilaku kewargaan organisasi,
pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasi, dan pengaruh komitmen
organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasi pada karyawan tenaga kependidikan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka
tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan transformasional
dan budaya organisasi terhadap komitmen organisasi dan perilaku kewargaan organisasi pada
karyawan tenaga kependidikan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.

II. Metode Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia yang
terletak di Depok (Jawa Barat) dan Salemba (Jakarta). Penelitian dilakukan mulai bulan April
2017. Populasi meliputi seluruh karyawan tenaga kependidikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Indonesia yang berjumlah sekitar 379 orang. Penentuan jumlah sampel
menggunakan teori dari Ferdinand (2002) yang dikutip oleh Sanusi (2014) yang menyatakan
bahwa Jumlah sampel adalah jumlah indikator variabel bentukan yang dikali dengan 5 sampai

65
dengan 10. Penelitian ini terdapat 22 indikator, maka sampel minimal sebanyak 110. Pada
penelitian ini mengambil sampel sebanyak 115 responden. Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dari responden
melalui kuesioner terstruktur yang disebarkan kepada responden yaitu 115 (seratus limabelas)
karyawan tenaga kependidikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Data
sekunder yang digunakan oleh peneliti adalah data yang diperoleh melalui kajian kepustakaan
berupa buku dan jurnal serta data yang diperoleh dari institusi berupa data-data karyawan
tenaga kependidikan.
Metode pengolahan data yang pertama adalah Statistik deskriptif. Statistik deskriptif
digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskriptifkan atau menggambarkan data
yang terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku
umum atau generalisasi (Sanusi 2014). Metode berikutnya dengan menggunakan Structural
Equation Modelling (SEM). Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
model persamaan struktural dengan menggunakan software LISREL.
Penelitian ini terdiri atas variabel laten eksogen, yaitu kepemimpinan transformasional
dan budaya organisasi, dan variabel laten endogen yaitu komitmen organisasi dan perilaku
kewargaan organisasi. Model teoritis yang digunakan pada variabel kepemimpinan
transformasional menggunakan teori dari Bass dan Avolio (2004). Teori ini digunakan karena
merupakan gaya kepemimpinan yang paling optimal. Robbins dan Judge (2013) juga
berpendapat bahwa pemimpin transformasional lebih efektif karena mereka lebih kreatif, dan
juga mereka selalu mendorong pengikutnya untuk menjadi kreatif. Perusahaan dengan
pemimpinnya yang bergaya transformasional memiliki rasa tanggung jawab yang lebih baik
dan berani mengambil risiko. Menurut Bass dan Avolio (2004), Bono dan Judge (2003) yang
dikutip oleh Humphrey (2012) terdapat lima komponen pada kepemimpinan transformasional,
yaitu atribut pengaruh teridealisasi, perilaku pengaruh teridealisasi, motivasi inspirasional,
stimulasi intelektual dan perhatian individual.
Atribut Pengaruh teridealisasi adalah seorang pemimpin yang berperilaku dengan standar
etika dan moral yang tinggi dan diandalkan untuk melakukan hal yang benar. Hubungan antara
pimpinan dan bawahan tidak didasari aturan dan kebijakan formal organisasi, penghargaan
ataupun sanksi, namun lebih didasarkan pada pemahaman personal. Perilaku pengaruh
teridealisasi adalah seorang pemimpin yang bertindak sebagai model peran yang pengikutnya
berusaha untuk meniru. Motivasi inspirasional adalah perilaku pemimpin yang mampu
mengkomunikasikan harapan yang tinggi, menyampaikan visi bersama secara menarik, dan
menginspirasi bawahan untuk mencapai tujuan yang menghasilkan kemajuan penting bagi
organisasi (Wirawan 2013). Stimulasi intelektual adalah perilaku pemimpin yang mampu
menstimulasi para bawahan agar kreatif dan inovatif. Pemimpin mendorong bawahannya untuk
menggunakan imajinasi dan menantang cara melakukan sesuatu yang dapat diterima oleh sistem
sosial (Wirawan 2013). Perhatian individual adalah tipe pemimpin yang memperlakukan
bawahan sebagai individu, memberikan empati dan mendukung para bawahan, memberikan
perhatian secara individual terhadap kebutuhan karyawan, mendengarkan keinginan dan
kebutuhan karyawan dan mampu bertindak sebagai mentor (Wirawan 2013. Kuesioner yang
digunakan adalah Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) dari Bass dan Avolio (2004)
yang dikutip dalam penelitian Wahab et al. (2014) dan penelitian dari Chusminah (2015).
Pada Variabel budaya organisasi menggunakan teori dari Robbins (1994). Budaya
organisasi adalah suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota organisasi tersebut
dan hal itu menjadi pembeda organisasi tersebut dengan organisasi yang lain (Robbins dan

66
Judge 2013). Menurut Robbins (1994), budaya organisasi memiliki sepuluh karakteristik yaitu:
Inisiatif individual, toleransi terhadap risiko, pengarahan, integrasi, dukungan dari manajemen,
kontrol, identitas, sistem imbalan, toleransi terhadap konflik dan pola komunikasi. Inisiatif
individual adalah tingkat tanggung jawab, kebebasan dan indepedensi yang dipunyai individu.
Toleransi terhadap tindakan berisiko adalah sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk
bertindak agresif, inovatif, dan mengambil risiko. Pengarahan adalah sejauh mana organisasi
tersebut menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan mengenai prestasi. Integrasi adalah
tingkat sejauh mana unit-unit dalam organisasi di dorong untuk bekerja dengan cara yang
terkoordinasi. Dukungan dari manajemen adalah tingkat sejauh mana para manajer memberi
komunikasi yang jelas, bantuan serta dukungan terhadap bawahan mereka. Kontrol adalah
jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan
mengendalikan perilaku pegawai. Identitas adalah tingkat sejauh mana para anggota
mengidentifikasi dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya dibanding dengan kelompok
kerja tertentu atau dengan bidang keahlian profesional. Sistem imbalan adalah tingkat sejauh
mana alokasi imbalan (kenaikan gaji, promosi) didasarkan atas kriteria prestasi pegawai
sebagai kebalikan dari senioritas, sikap pilih kasih dan sebagainya. Toleransi terhadap konflik
adalah tingkat sejauh mana para pegawai didorong untuk bersikap kritis terhadap konflik. Pola
komunikasi adalah tingkat sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh hierarki
kewenangan yang formal. Kuesioner yang digunakan pada variabel ini mengadopsi dari
penelitian dari Brannen, McDonnell, & Schmitt (2013).
Variabel komitmen Organisasi menggunakan teori dari Meyer dan Allen (1991). Teori ini
merupakan konsep yang paling sering dibahas oleh para ahli. Komitmen organisasional adalah
tingkat sampai mana seorang karyawan memihak suatu organisasi serta tujuan-tujuan dan
keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut (Robbins dan
Judge 2013). Komitmen organisasional muncul dari keterikatan emosional dan intelektual yang
menghubungkan individu dengan organisasi. Komitmen mengimplikasikan penerimaan
terhadap arah dan tujuan organisasi dan keinginan kuat untuk menjadi bagian dari organisasi
(Kreitner dan Kinicki 2013). Menurut Meyer dan Allen (1991) dimensi dari komitmen organisasi
adalah komitmen afektif, komitmen berkelanjutan, dan komitmen normatif. Komitmen afektif
adalah perasaan cinta pada organisasi, keterikatan emosional dan keterlibatan di dalam
organisasi sehingga memutuskan untuk berkontribusi di dalam organisasi. Komitmen ini
mencerminkan tingginya rasa memiliki terhadap organisasi dan kemauan individu berpartisipasi
dalam pencapaian tujuan organisasi, kemauan tetap tinggal dalam organisasi karena adanya
perasaan ingin mengabdi dan kebutuhan terhadap organisasi. Komitmen berkelanjutan adalah
perasaan berat untuk meninggalkan organisasi karena kebutuhan akan biaya dan pekerjaan yang
didapatkan dalam organisasi. Hal tersebut berhubungan dengan keuntungan yang diperoleh jika
karyawan tetap bertahan di organisasi, dibandingkan dengan kerugian yang didapat jika
meninggalkan organisasi. Komitmen normatif adalah perasaan yang mengharuskan bertahan
dalam organisasi karena merasa bertanggung jawab untuk tinggal dan meningkatkan kinerja
organisasi. Hal ini biasanya didasari atas pertimbangan norma nilai dan keyakinan karyawan
yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh organisasi. Pengukuran variabel komitmen
organisasi menggunakan Organizational Commitment Questionnaire (OCQ) yang dibuat oleh
Allen dan Meyer (1990).
Variabel perilaku kewargaan organisasi menggunakan teori dari Organ (1988). Perilaku
kewargaan organisasi diartikan sebagai suatu perilaku anggota organisasi yang memberikan
kontribusi yang lebih baik dalam hal pekerjaan, yang mana perilaku tersebut tidak termasuk

67
dalam deskripsi pekerjaannya, namun dapat membantu keefektifan organisasi. Perilaku tersebut
bukan persyaratan yang harus dilakukan oleh karyawan namun dilakukan atas inisiatif sendiri
dan secara sukarela tanpa adanya penghargaan secara eksplisit. Podsakoff (2000) yang mengutip
dari Organ (1988) mendefinisikan perilaku kewargaan organisasi sebagai Perilaku individu yang
ekstra, yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem reward formal, dan secara
keseluruhan mempromosikan fungsi efektif organisasi. Perilaku tersebut tidak dipersyaratkan
dan dilaksanakan dari peran atau deskripsi pekerjaan, namun perilaku yang merupakan pilihan
pribadi yang tanpa paksaan, sehingga kelalaian dalam perilaku tersebut tidak mendapat
hukuman. Podsakoff et al. (1990) yang mengutip dari Organ (1988) mengatakan bahwa dimensi
Perilaku Kewargaan Organisasi yaitu Altruism, Conscientiousness, Sportmanship, Courtesy dan
Civic Virtue. Altruism adalah perilaku membantu rekan kerja tertentu dengan tugas atau masalah
yang relevan dengan pekerjaan. Conscientiousness adalah perilaku karyawan yang melampaui
persyaratan minimum seperti kehadiran, mematuhi peraturan, bekerja sesuai waktu jam kerja,
beristirahat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan sebagainya. Sportmanship adalah
sikap karyawan yang tidak mengeluh terhadap suatu keadaan yang kurang berkenan, selalu
menghindari sifat mengeluh dan tidak membesar-besarkan suatu permasalahan. Courtesy adalah
perilaku sopan pada karyawan yang ditujukan untuk mencegah masalah yang berhubungan
dengan pekerjaan dengan orang lain terjadi. Civic Virtue adalah perilaku keanggotaan yang baik,
merasa bertanggung jawab untuk berpartisipasi secara sukarela dan memberikan dukungan
terhadap fungsi-fungsi organisasi. Hal ini diperlukan untuk memberikan pelayanan yang
diperlukan bagi kepentingan organisasi. Pengukuran variabel perilaku kewargaan organisasi
mengadopsi kuesioner penelitian Podsakoff P. M., et al. (1990).

Pada Gambar 1 adalah path diagram yang merupakan model awal untuk mendeskripsikan
suatu hubungan antara variabel laten eksogen dengan endogen.

Gambar 1 Path Diagram pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Budaya Organisasi terhadap Komitmen
Organisasi dan Perilaku Kewargaan Organisasi

Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:


H1 : kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap komitmen
organisasi.
H2 : budaya organisasi berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi.
H3 : kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap perilaku kewargaan
organisasi.
H4 : budaya organisasi berpengaruh positif terhadap perilaku kewargaan organisasi. H5 :

68
komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap perilaku kewargaan organisasi.

III. Hasil dan Pembahasan


III.1.Profil Responden
Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 115 karyawan. Beberapa deskripsi
responden didapat dari hasil kuesioner yaitu kategori jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir,
masa kerja dan status kepegawaian.

Tabel 1 Profil Responden


No Profil Jumlah Persentase (%)
Responden
1. Jenis kelamin
Pria 83 72.17
Wanita 32 27.83
2. Usia (tahun)
< 25 4 3.48
26-30 9 7.83
31-40 40 34.78
41-50 47 40.87
> 51 15 13.04
3. Pendidikan terakhir
SMA 48 41.74
D3 9 7.83
Sarjana 49 42.61
Master/Magister 9 7.83
4. Masa kerja
< 5 tahun 15 13.04
6 - 10 tahun 15 13.04
11 - 15 tahun 31 26.96
16 -20 tahun 19 16.52
21 - 25 tahun 22 19.13
26 - 30 tahun 9 7.83
> 31 tahun 4 3.48
5. Status kepegawaian
Pegawai Negeri Sipil 15 13.04
Pegawai Universitas Indonesia 100 86.96

Data diatas menunjukkan jumlah responden didominasi oleh pria sebanyak 83 orang
(72.17%). Usia responden terbanyak antara 41-50 tahun dan yang kedua adalah 31-40 tahun.
Hal ini menandakan bahwa pegawai di FEB UI didominasi oleh usia produktif dan telah lama
bekerja. Pendidikan terakhir responden sebagian besar adalah Sarjana sebanyak 42.61%, yang
kedua SMA sebanyak 41.74%. Hal ini disebabkan banyak pegawai yang lulusan SMA telah
melanjutkan studi ke jenjang Sarjana karena pendidikan yang lebih tinggi akan memengaruhi
golongan dan komponen penggajian dari setiap pegawai. Masa kerja pegawai sebagian besar
telah memasuki 11-15 tahun. Hal ini menandakan bahwa pegawai FEB UI sangat loyal dan
mempunyai komitmen yang tinggi terhadap tempat bekerja. Bahkan hampir 12% responden
telah memasuki usia kerja selama lebih dari 26 tahun. Status kepegawaian responden sebagian
besar adalah Pegawai Universitas Indonesia (non PNS) sebanyak 86.96%.

69
III.2.Analisis Deskriptif
Pada analisis deskriptif digambarkan persepsi dan tanggapan responden terhadap
masing-masing variabel dan dimensinya.

Tabel 2 Persentase Skor Kepemimpinan Transformasional


Persentase (%)
Sangat
Sangat
Dimensi Modus Tidak Setuju Netral Setuju
Setuju
setuju
Pengaruh Teridealisasi 4 0.87 2.61 20.00 55.65 20.87
Motivasi Inspirasional 4 1.74 4.35 27.83 46.96 19.13
Stimulasi Intelektual 4 0.00 5.22 31.30 53.91 9.57
Perhatian individual 4 0.87 2.61 20.00 60.00 16.52

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memberikan tanggapan


setuju untuk variabel kepemimpinan transformasional. Lebih dari 60% responden memberikan
tanggapan setuju dan sangat setuju, hal ini menandakan bahwa penerapan gaya kepemimpinan
transformasional di FEB UI sangat baik.
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa tanggapan responden pada variabel budaya organisasi
sebagian besar setuju. Kecuali pada dimensi kontrol (netral/ragu-ragu; 44.35%), sistem imbalan
(netral/ragu-ragu; 44.35%), dan toleransi terhadap konflik (netral/ragu-ragu; 39.13%). Pada
dimensi-dimensi tersebut sebagian besar menjawab netral atau ragu-ragu. Hasil ini menandakan
bahwa masih banyak karyawan yang ragu dengan penerapan sistem imbalan di FEB UI apakah
sudah sesuai atau tidak. Pada indikator kontrol, karyawan masih banyak yang ragu dengan
penerapan peraturan dan pengawasan langsung karena masih ada beberapa karyawan yang tidak
disiplin seperti telat datang, tidak masuk bekerja tanpa alasan yang jelas dan mangkir pada saat
jam kerja dan lain-lain.

Tabel 3 Persentase skor Budaya Organisasi


Persentase (%)
Sangat Sangat
Dimensi Modus Setuju Netral Setuju
Tidak setuju Setuju
Inisiatif Individual 4 0.00 3.48 31.30 61.74 3.48
Pengarahan 4 0.00 6.96 39.13 51.30 2.61
Dukungan dari manajemen 4 0.87 9.57 20.00 62.61 6.96
Kontrol 3 0.87 21.74 44.35 33.04 0.00
Identitas 4 0.00 8.70 32.17 57.39 1.74
Toleransi terhadap Risiko 4 0.87 5.22 30.43 61.74 1.74
Integrasi 4 1.74 6.96 24.35 62.61 4.35
Sistem Imbalan 3 3.48 18.26 44.35 33.04 0.87
Toleransi terhadap Konflik 3 2.61 21.74 39.13 32.17 4.35
Pola Komunikasi 4 4.35 18.26 36.52 36.52 4.35

Pada Tabel 4 sebagian besar responden menjawab setuju dan sangat setuju pada variabel

70
komitmen organisasi. Namun cukup banyak (41.74%) yang menjawab netral/ragu-ragu pada
dimensi komitmen afektif. Hasil ini menandakan masih cukup banyak karyawan yang kurang
atau ragu memiliki perasaan keterikatan emosional dan keterlibatan dalam organisasi. Namun
secara keseluruhan karyawan memiliki tingkat komitmen yang sangat tinggi sehingga ingin tetap
tinggal dan tidak memiliki keinginan untuk pindah ke institusi lain.

Tabel 4 Persentase Skor Komitmen Organisasi


Persentase (%)
Sangat Sangat
Dimensi Modus Setuju Netral Setuju
Tidak setuju Setuju
komitmen afektif 3 3.48 10.43 41.74 33.04 11.30
komitmen berkelanjutan 5 2.61 13.91 27.83 21.74 33.91
komitmen normatif 4 1.74 15.65 33.91 42.61 6.09

Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden setuju dan sangat setuju
terhadap variabel perilaku kewargaan organisasi. Hasil ini menandakan bahwa karyawan FEB
UI sudah memiliki perilaku ekstra peran dan menjadi warga oganisasi yang sangat baik.

Tabel 5 Persentase Skor Perilaku Kewargaan Organisasi


Persentase (%)
Sangat Sangat
Dimensi Modus Setuju Netral Setuju
Tidak setuju Setuju
Altruism 4 2.61 8.70 22.61 48.70 17.39
Civic Virtue 4 0.87 3.48 18.26 44.35 33.04
Conscientiousness 4 0.87 5.22 14.78 64.35 14.78
Courtesy 4 0.00 2.61 10.43 61.74 25.22
Sportsmanship 4 0.87 3.48 16.52 47.83 31.30

III.3.Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Budaya Organisasi terhadap Komitmen


Organisasi dan Perilaku Kewargaan Organisasi
Analisis model diawali dengan pengujian kecocokan model secara keseluruhan. Analisis
ini akan menentukan kesesuaian antara model dengan data dan apakah model dapat diterima.
Indikator yang digunakan adalah goodness of fit index (Tabel 6).
Tabel 6 Goodness of Fit Index Model Keseluruhan
Model
Goodness-of-Fit Cut-off Value Hasil
Kecocokan
RMR(Root Mean Square Residual) 0,05 atau 0,1 0.058 Good Fit
RMSEA(Root Mean square Error of Approximation) 0,08 0.071 Good Fit
GFI(Goodness of Fit) 0,90 0.94 Good Fit
AGFI(Adjusted Goodness of Fit Index) 0,90 0.92 Good Fit
CFI (Comparative Fit Index) 0,90 1.00 Good Fit
NFI (Normed Fit Index) 0,90 1.00 Good Fit
Relative Fit Index (RFI) 0,90 1.00 Good Fit

71
Berdasarkan Tabel 6 hasil uji kecocokan model keseluruhan (Goodness of Fit Index)
diatas, model penelitian dapat diterima (good fit) karena nilai kriterianya memenuhi nilai
standar yang telah ditentukan (Cut-off Value), sehingga model layak untuk dianalisis lebih
lanjut.
Pada tahap berikutnya adalah analisis model struktural. Analisis ini adalah hasil
pengolahan data untuk menjawab hasil penelitian. Hubungan dan tingkat signifikansi antar
variabel dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 2 Kecocokan model struktural, diagram T-Values

Gambar 2 menunjukkan bahwa terdapat 2 hipotesis yang tidak signifikan karena nilai T-
values berada pada rentang -1.96 sampai 1.96, yaitu kepemimpinan transformasional terhadap
komitmen organisasi dengan nilai -0.41 dan budaya organisasi terhadap perilaku kewargaan
organisasi dengan nilai 0.83. Kedua nilai tersebut tidak signifikan yang berarti tidak
mempunyai pengaruh. Sedangkan nilai T- values yang lain berada diatas 1.96 yang berarti
signifikan dan mempunyai pengaruh yaitu, budaya organisasi terhadap komitmen organisasi
(7.83), kepemimpinan transformasional terhadap perilaku kewargaan organisasi (2.72), dan
komitmen organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasi (2.75).
Gambar 3 menunjukkan besarnya pengaruh antara variabel laten. Variabel
kepemimpinan tranformasional terhadap komitmen organisasi memiliki nilai koefisien jalur -
0.02, dan variabel budaya organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasi memiliki nilai
0.07, yang berarti kedua nilai tersebut menandakan tidak adanya pengaruh antar variabel.
Sedangkan pada variabel budaya organisasi terhadap komitmen organisasi memiliki nilai
koefisien sebesar 0.37, kepemimpinan transformasional terhadap perilaku kewargaan
organisasi (0.22), dan komitmen organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasi (0.54)
sehingga dapat dikatakan bahwa variabel yang paling kuat dan positif berhubungan adalah
komitmen organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasi.

72
Gambar 3 Kecocokan model struktural, diagram koefisien jalur

III.4.Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dapat dilihat dari hasil koefisien jalur dan nilai T-hitung. Batas dari
penerimaan hipotesis adalah -1.96 < t > 1.96. Jika nilai T-hitung lebih kecil dari - 1.96 dan
lebih besar dari 1.96 maka H1 diterima dan H0 ditolak. Jika nilai T-hitung berada pada rentang
-1.96 sampai 1.96, maka H1 ditolak dan H0 diterima. Berikut adalah hasil model struktural
pada Tabel 7.
Tabel 7 Hasil Model Struktural
Koefisien
Hubungan antar variabel |t-hit| hasil kesimpulan
Jalur
H1 Kepemimpinan → Komitmen - 0.02 0.41 Tidak Signifikan H1 ditolak
H2 Budaya → Komitmen 0.37 7.33 Signifikan H2 diterima
H3 Kepemimpinan → Perilaku 0.22 2.72 Signifikan H3 diterima
H4 Budaya → Perilaku 0.07 0.83 Tidak Signifikan H4 ditolak
H5 Komitmen → Perilaku 0.54 2.75 Signifikan H5 diterima

Pada Tabel 7 hasil model struktural menunjukkan terdapat dua hipotesis yang ditolak
yaitu H1: kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi,
dan H4: budaya organisasi berpengaruh positif terhadap perilaku kewargaan organisasi. Nilai
koefisien variabel kepemimpinan transformasional terhadap komitmen organisasi -0.02 dan t-
values dibawah 1.96 yaitu 0.41. Hasil tersebut berarti H1 ditolak. Hasil tersebut memberikan
bukti empiris yang berbeda pada penelitian sebelumnya yang menyatakan sebaliknya. Pada
penelitian Acar (2012) menyatakan bahwa ada hubungan antara gaya kepemimpinan
transformasional dengan komitmen organisasi. Pada penelitian Aydin, Sarier, dan Uysal (2013)
menyatakan bahwa efek dari kepemimpinan transformasional kepala sekolah mempengaruhi
kepuasan kerja dan komitmen organisasi para guru. Sedangkan pada penelitian di FEB UI
menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh terhadap komitmen
organisasional para karyawan. Artinya adalah gaya memimpin di FEB UI tidak mempengaruhi

73
sikap rasa memiliki, kebutuhan dan rasa tanggung jawab untuk tetap tinggal di instansi pada
karyawan. Namun, Bagaimanapun sikap dan gaya kepemimpinan di FEB UI, karyawan tetap
mempunyai komitmen yang tinggi untuk tetap tinggal pada instansi. Hasil yang sama ada pada
penelitian Chusminah (2015) yang menemukan bahwa kepemimpinan transformasional tidak
berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa tidak
selalu kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap komitmen organisasi.
Pada hipotesis keempat (H4): variabel budaya organisasi terhadap perilaku kewargaan
organisasi mempunyai nilai koefisien 0.07 dan t-values 0.83. Hasil tersebut berarti H4 ditolak.
Hasil tersebut juga memberikan bukti empiris yang berbeda pada penelitian sebelumnya yang
menyatakan sebaliknya. Pada penelitian Erkutlu (2011) menyatakan bahwa dalam budaya
organisasi, aspek komunikasi seperti tingkat kebaikan dan kepekaan menjadi aspek yang
mempengaruhi perilaku kewargaan organisasi. Penelitian tersebut memberikan kontribusi
untuk penelitian tentang perilaku kewargaan organisasi dan keadilan organisasi dengan
menunjukkan bahwa budaya organisasi adalah variabel kontekstual yang relevan dalam
menentukan pentingnya persepsi keadilan dan perilaku kewargaan organisasi untuk hubungan
pemimpin dengan bawahan. Pada penelitian Vahdati, Moghaddam, dan Jafari, (2014)
menyatakan bahwa budaya organisasi dapat menjadi kekuatan pendorong bagi perilaku
kewargaan organisasi dalam organisasi. Sedangkan pada penelitian di FEB UI ini
menghasilkan bahwa budaya organisasi di FEB UI tidak berpengaruh terhadap sikap perilaku
kewargaan organisasi atau perilaku ekstra peran pada karyawan FEB UI. Artinya
bagaimanapun budaya organisasi di FEB UI, tidak mempengaruhi sikap perilaku kewargaan
organisasi pada karyawan.
Pada hipotesis kedua (H2): budaya organisasi berpengaruh positif terhadap komitmen
organisasi. Hipotesis ini diterima karena mempunyai nilai koefisien 0.37 dan t-values 7.33, t-
values > 1.96 berarti berpengaruh positif dan signifikan. Hasil penelitian ini mendukung
penelitian dari Kwantes (2009) dan Parra dan Castillo (2013) yang menyatakan bahwa budaya
organisasi berhubungan dengan komitmen organisasi. Hal ini berarti budaya organisasi di FEB
UI telah menciptakan komitmen organisasional pada karyawan. Semakin kuat budaya
organisasi, maka akan meningkatkan komitmen karyawan.
Hipotesis ketiga (H3) : yaitu kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap
perilaku kewargaan organisasi. Hipotesis ini juga diterima karena berpengaruh positif dan
signifikan (t-values 2.72). Hal ini menunjukkan bahwa sikap kepemimpinan transformasional
pada FEB UI dapat meningkatkan sikap ekstra peran pada bawahannya. Semakin tinggi nilai
kepemimpinan maka akan semakin tinggi sikap ekstra peran pada karyawan FEB UI. Hasil ini
sejalan dengan penelitian Suliman dan Al Obaidli (2013) yang menyatakan bahwa ketika sikap
kepemimpinan transformasional tinggi maka karyawan akan memperlakukan rekan-rekan
mereka dengan lebih hormat dan akan menghindari masalah di tempat kerja.
Pada hipotesis kelima (H5): Komitmen Organisasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Perilaku Kewargaan Organisasi dengan t-values 2.75. Hipotesis ini diterima karena
berpengaruh positif dan signifikan. Hasil ini menyatakan bahwa semakin tinggi komitmen pada
karyawan FEB UI maka akan meningkatkan sikap ektra peran di dalam organisasi. Sebaliknya,
semakin rendah komitmen organisasi maka rendah pula sikap ekstra peran pada karyawan FEB
UI. Hasil ini sejalan dengan penelitian Gellatly, Meyer, dan Luchak (2006) yang menyatakan
bahwa karyawan dengan komitmen yang kuat dan cenderung untuk tetap tinggal dengan
organisasi akan menjadi warga organisasi yang baik. Demikian juga dengan penelitian dari
Waspodo, Ristiani, dan Handaru (2014) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi terbukti
secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku kewargaan organisasi.

74
IV. Kesimpulan
Persepsi karyawan tenaga kependidikan FEB UI terhadap gaya kepemimpinan
transformasional sebagian besar memberikan tanggapan setuju. Lebih dari 60% responden
memberikan tanggapan setuju dan sangat setuju, hal ini menandakan bahwa penerapan gaya
kepemimpinan transformasional di FEB UI sangat baik.
Persepsi karyawan tenaga kependidikan FEB UI pada variabel budaya organisasi
sebagian besar setuju. Kecuali pada dimensi kontrol (netral/ragu-ragu; 44.35%), sistem imbalan
(netral/ragu-ragu; 44.35%), dan toleransi terhadap konflik (netral/ragu-ragu; 39.13%). Hasil ini
menandakan bahwa masih banyak karyawan yang ragu dengan penerapan sistem imbalan di
FEB UI apakah sudah sesuai atau tidak. Pada indikator kontrol, karyawan masih banyak yang
ragu dengan penerapan peraturan dan pengawasan langsung karena masih ada beberapa
karyawan yang tidak disiplin seperti telat datang, tidak masuk bekerja tanpa alasan yang jelas
dan mangkir pada saat jam kerja dan lain-lain.
Persepsi karyawan tenaga kependidikan FEB UI pada variabel komitmen organisasi
sebagian besar setuju dan sangat setuju. Namun cukup banyak (41.74%) yang menjawab
netral/ragu-ragu pada dimensi komitmen afektif. Hasil ini menandakan masih cukup banyak
karyawan yang kurang atau ragu memiliki perasaan keterikatan emosional dan keterlibatan
dalam organisasi. Namun secara keseluruhan karyawan memiliki tingkat komitmen yang
sangat tinggi sehingga ingin tetap tinggal dan tidak memiliki keinginan untuk pindah ke
institusi lain.
Persepsi karyawan tenaga kependidikan FEB UI terhadap variabel perilaku kewargaan
organisasi sebagian besar setuju dan sangat setuju. Hasil ini menandakan bahwa karyawan FEB
UI sudah memiliki perilaku ekstra peran dan menjadi warga oganisasi yang sangat baik.
Kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasional para
karyawan. Artinya adalah gaya memimpin di FEB UI tidak mempengaruhi sikap rasa memiliki,
kebutuhan dan rasa tanggung jawab untuk tetap tinggal di instansi pada karyawan. Budaya
organisasi berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi. Hal ini berarti budaya organisasi
di FEB UI telah menciptakan komitmen organisasional pada karyawan. Semakin kuat budaya
organisasi, maka akan meningkatkan komitmen karyawan.
Kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap perilaku kewargaan organisasi.
Hal ini menunjukkan bahwa sikap kepemimpinan transformasional pada FEB UI dapat
meningkatkan sikap ekstra peran pada bawahannya. Semakin tinggi nilai kepemimpinan maka
akan semakin tinggi sikap ekstra peran pada karyawan FEB UI. Budaya organisasi di FEB UI
tidak berpengaruh terhadap sikap perilaku kewargaan organisasi atau perilaku ekstra peran
pada karyawan FEB UI. Artinya bagaimanapun budaya organisasi di FEB UI, tidak
mempengaruhi sikap perilaku kewargaan organisasi pada karyawan. Variabel yang paling
berpengaruh positif dan signifikan adalah antara komitmen organisasi terhadap perilaku
kewargaan organisasi, karena karyawan FEB UI memiliki tingkat komitmen organisasi yang
tinggi sehingga sangat mempengaruhi sikap ekstra peran pada karyawan. Hasil ini menyatakan
bahwa semakin tinggi komitmen pada karyawan tenaga kependidikan FEB UI maka akan
meningkatkan sikap ekstra peran di dalam organisasi.

V. Daftar Pustaka
Acar AZ. 2012. Organizational Culture, Leadership Styles and Organizational Commitment in
Turkish Logistics Industry. Social and Behavioral Sciences, 58, 217–226.

75
Allen NJ. and Meyer JP. 1990. The Measurement and Antecedents of Affective, Continuance
and Normative Commitment to the Organization. Journal of Occupational Psychology,
63, 1-18.
Aydin A, Sarier Y, and Uysal Ş. 2013. The Effect of School Principals’ Leadership Styles on
Teachers’ Organizational Commitment and Job Satisfaction. Educational Sciences:
Theory & Practice, 13(2), 806-811.

Bass BM. and Avolio BJ. 2004. The Implication of Transactional and Transformational
Leadership for Individual, Team, Organizational Development. Research in
Organizational Change and Development, Vol. 4, 231-272.
Brannen DE, McDonnell MA, and Schmitt A. 2013. Organizational Culture on Community
Health Outcomes After the 2009 H1N1 Pandemic. Journal of Organizational Culture,
Communications and Conflict, 17(1), 1-17.
Chiaburu DS. and Byrne AS. 2009. Predicting OCB Role Definitions: Exchanges with the
Organization and Psychological Attachment. Journal of Business Psychology, 24, 201-
214.
Chusminah. 2015. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Budaya Organisasi
terhadap Organizational Citizenship Behavior melalui Mediasi komitmen Organisasi
(studi kasus pada auto 2000 cabang Yos Sudarso Jakarta). Depok: Tesis, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.
Erkutlu H. 2011. The Moderating Role of Organizational Culture in the Relationship Between
Organizational Justice and Organizational Citizenship Behaviors. Leadership &
Organization Development Journal, 32(6): 532-554.
Gellatly IR, Meyer JP, and Luchak AA. 2006. Combined effects of the three commitment
components on focal and discretionary behaviors: A test of Meyer and Herscovitch’s
propositions. Journal of Vocational Behavior, 69, 331–345.
Humphreys JH. (2012). Transformational leader behavior, proximity and successful services
marketing. Journal of Services Marketing, Vol. 16, 93 No. 6, 487-502.
Kreitner and Kinicki. 2013. Perilaku Organisasi. Jakarta (ID): Salemba Empat.
Khan, S.K. and Rashid, M. A. 2012. The Mediating Effect of Organizational Commitment in
the Organizational Culture, Leadership and Organizational Justice Relationship with
Organizational Citizenship Behavior: A Study of Academicians in Private Higher
Learning Institutions in Malaysia. International Journal of Business and Social
Science, 3(8), 83-91.
Kwantes CT. 2009. Culture, Job Satisfaction and Organizational Commitment in India and the
United States. Journal of Indian Business Research, 1(4): 196 – 212.
Meyer JP. and Allen NJ. 1991. A Three Component Conceptualitation of Organizational
Commitment. Human Resourc Management Review, 61-89.
Parra AO. and Castillo MA. 2013. Impact of Perceived Corporate Culture on Organizational
Commitment. Management Decision, 51(5), 1071-1083.
Podsakoff PM, MacKenzie SB, Moorman RH, and Fetter R. 1990. Transformational Leader
Behaviors and Their Effect on Followers' Trust in Leader, Satisfaction and
Organizational Citizenship Behaviors. Leadership Quarterly, 107-142.
Robbins SP. and Judge TA. 2013. Organizational Behaviour (15 ed.). New York: Prentice Hall
International.

76
Robbins SP. 1994. Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi, Alih Bahasa Jusuf
Udaya, Jakarta: Arcan.
Rotundo M. and Sackett PR. 2002. The Relative Importance of Task, Citizenship and
Counterproductive Performance to Global Ratings of Job Performance: A Policy-
Capturing Approach. Journal of Applied Psychology, 87(1), 66-80.
Sanusi A. 2014. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Suliman A. and Al Obaidli H. 2013. Leadership and Organizational Citizenship Behavior
(OCB) in the Financial Service Sector. The Case of the UAE. Asia-Pacific Journal of
Business Administration, 5(2), 115-134
Vahdati H, Moghaddam JT, and Jafari MS. 2014. The Impact of Organizational Culture on
Organizational Citizenship Behavior (Case study: Lorestan Mellat Bank). Asian
Journal of Research in Social Sciences and Humanities, 4(6), 312-321.
Wahab JA, Fuad CM, Ismail H, and Majid S. 2014. Headmasters’ Transformational Leadership
and Their Relationship with Teachers’ Job Satisfaction and Teachers’ Commitments.
International Education Studies, 7(13), 40-48. doi:10.5539/ies.v7n13p40.
Waspodo A, Ristiani R, dan Handaru AW. 2014. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan
Komitmen Organisasional terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) di
Biro Administrasi Umum dan Keuangan Universitas Negeri Jakarta. Jurnal Riset
Manajemen Sains Indonesia, 5(2), 222-242.
Wirawan. 2013. Kepemimpinan; Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi dan
Penelitian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Yen HR. and Niehoff BP. 2002. Relationship between organizational citizenship behaviors,
efficiency, and customer service perceptions in Taiwanese banks. Journal of Applied
Social Psychology, 34, 1617- 1637.

77
HASIL REVIEW JURNAL 4 (Reviewer : Alvin Pradana)

A. Judul Penelitian
Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi dan
Perilaku Kewargaan Organisasi.

B. Nama Peneliti
 Ahmad Syarief Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor Kampus Dramaga Bogor 16680 e-mail: --- ahmadsyarief78@gmail.com
 M. Syamsul Maarif Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor Kampus Dramaga Bogor 16680
 Anggraini Sukmawati Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor Kampus Dramaga Bogor 16680 e-mail: anggrainism@apps.ipb.ac.id

C. Abstrak
Komitmen organisasi dan sikap ekstra peran karyawan dalam bekerja sangat dibutuhkan oleh setiap
institusi agar pelayanan terhadap pemangku kepentingan dapat dilaksanakan dengan sangat baik.
Banyak faktor yang mempengaruhi komitmen dan sikap ekstra peran pada karyawan. Diantaranya
adalah gaya kepemimpinan dan budaya organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi terhadap komitmen organisasi
dan perilaku kewargaan organisasi. Pengambilan data dilakukan dengan cara penyebaran sebanyak
115 kuesioner kepada karyawan tenaga kependidikan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah Structural Equation Modelling (SEM). Hasil
penelitian menunjukkan gaya kepemimpinan transformasional tidak mempengaruhi komitmen
organisasi, budaya organisasi.

D. Pendahuluan/latar belakang masalah


Suatu organisasi untuk mencapai tujuannya diperlukan karyawan yang berkualitas dan produktif.
Karyawan yang berkualitas merupakan salah satu sumber keunggulan bersaing bagi suatu
organisasi. Selain itu, efektivitas organisasi dan pencapaian visi dan misi perusahaan juga
dipengaruhi oleh kemampuan karyawan dalam bekerja secara individu maupun kelompok serta
mempunyai kedisiplinan yang tinggi. Bekerja dalam kelompok memerlukan kemampuan
komunikasi yang baik, bekerja sama, saling membagi pengetahuan dan mempunyai visi yang sama.
Karyawan diharapkan mempunyai kemauan dan inisiatif melakukan pekerjaan yang lebih dari
sekedar deskripsi pekerjaannya, dan dapat melebihi standar (ekstra peran). Karyawan melakukan
pekerjaan biasanya berdasarkan deskripsi pekerjaannya saja, namun tidak cukup dengan itu saja
melainkan juga memerlukan perilaku yang lebih dari harapan berupa peran lain yang tidak
tercantum dalam deskripsi pekerjaan, dimana perilaku tersebut merupakan karakter yang
dibutuhkan organisasi dalam terbentuknya Perilaku Kewargaan Organisasi (Chiaburu dan Byrne
2009).

78
Organisasi yang ingin sukses membutuhkan karyawan yang dapat melakukan pekerjaan lebih dari
sekedar tugas formal mereka atau deskripsi pekerjaan dan mau memberikan kinerja yang melebihi
target. Menurut Robbins dan Judge (2013), fakta menunjukkan bahwa organisasi yang mempunyai
karyawan yang memiliki ekstra peran, akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain.
Pendapat lain juga menyatakan bahwa semakin banyak karyawan yang memiliki ekstra peran, maka
organisasi tersebut semakin sukses (Yen dan Niehoff 2004).

Setiap organisasi atau perusahaan pasti membutuhkan karyawan yang memiliki ekstra peran.
Begitu juga dengan organisasi pada bidang pendidikan seperti Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Indonesia (FEB UI). Seiring dengan berjalannya waktu dan tekanan perubahan serta
meningkatnya jumlah mahasiswa, telah menempatkan FEB UI dalam persaingan di tingkat nasional
maupun internasional dengan universitas lain, negeri maupun swasta. Saat ini FEB UI sedang
mengajukan akreditasi internasional. Langkah peningkatan mutu pendidikan dan pelayanan harus
terus dilakukan agar FEB UI menjadi institusi pendidikan berskala internasional yang
menyelenggarakan pendidikan berkualitas tinggi dan bersifat global. Oleh karena itu, FEB UI
membutuhkan SDM yang berkualitas serta mempunyai kemampuan dalam pekerjaan administratif
dan pelayanan prima. Karyawan tenaga kependidikan FEB UI merupakan salah satu pemangku
kepentingan yang turut berperan dalam pengembangan potensi FEB UI. Karyawan tenaga
kependidikan harus dilibatkan dalam mewujudkan visi dan misi FEB UI. Pimpinan FEB UI
diharapkan dapat memberikan prioritas kepada pembenahan SDM. Pembenahan SDM perlu
dilakukan untuk meningkatkan komitmen organisasi dan penciptaan perilaku ekstra peran agar
pelayanan terhadap seluruh pemangku kepentingan atau civitas akademika FEB UI dapat dilakukan
secara maksimal sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan efektif.

Sebagian besar karyawan tenaga kependidikan di FEB UI sebanyak 213 dari 379 karyawan (56%)
telah bekerja selama lebih dari 15 tahun. Hal ini membuktikan bahwa loyalitas dan komitmen
organisasional yang ada pada karyawan tenaga kependidikan sangat baik. Dengan kondisi tersebut
tentunya pimpinan berharap bawahannya memiliki komitmen yang tinggi, tidak akan menarik diri
dari karir dan pekerjaan mereka, bahkan diharapkan mempunyai sikap ekstra peran yang akan
sangat berguna bagi kemajuan organisasi secara efektif dan efisien.

E. Teori/definisi
Perilaku kewargaan organisasi diartikan juga sebagai perilaku ekstra peran. Karyawan yang
mempunyai perilaku ekstra peran disebut sebagai karyawan yang baik. Perilaku kewargaan
organisasi dapat juga diartikan sebagai jenis perilaku khusus yang memberikan ciri terhadap
individu dalam mencapai tujuan organisasi melalui peran secara sosial dan psikologis (Rotundo
dan Sacket 2002). Menurut Robbins dan Judge (2013) perilaku yang dikategorikan dalam
kelompok ekstra peran adalah membantu rekan kerja, sukarela melakukan kegiatan ekstra ditempat
kerja, menghindari konflik, menjaga properti kantor, mentaati peraturan organisasi, memberikan
saran yang membangun, dan tidak membuang-buang waktu ditempat kerja.

Menurut Wirawan (2013), perilaku kewargaan organisasi muncul karena ada sejumlah faktor yang
memengaruhinya. Diantaranya adalah budaya organisasi, komitmen organisasi dan kepemimpinan
transformasional. Khan dan Rashid (2012) menyatakan bahwa budaya organisasi, gaya
kepemimpinan, keadilan organisasi dan komitmen organisasi, berhubungan dengan perilaku

79
kewargaan organisasi. Komitmen organisasi mempunyai pengaruh yang paling kuat terhadap
perilaku kewargaan organisasi. Pada penelitian Waspodo, Ristiani, dan

80
Handaru (2014) juga menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap perilaku
kewargaan organisasi, komitmen organisasional terbukti secara empris memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap perilaku kewargaan organisasi, gaya kepemimpinan dan komitmen
organisasional terbukti secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku
kewargaan organisasi.

F. Hipotesis
H1 : kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi. H2
: budaya organisasi berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi.
H3 : kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap perilaku kewargaan organisasi.
H4 : budaya organisasi berpengaruh positif terhadap perilaku kewargaan organisasi. H5 :
komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap perilaku kewargaan organisasi.

G. Sampel/subjek penelitian
Penentuan jumlah sampel menggunakan teori dari Ferdinand (2002) yang dikutip oleh Sanusi (2014)
yang menyatakan bahwa Jumlah sampel adalah jumlah indikator variabel bentukan yang dikali
dengan 5 sampai dengan 10. Penelitian ini terdapat 22 indikator, maka sampel minimal sebanyak
110. Pada penelitian ini mengambil sampel sebanyak 115 responden.

H. Metode Pengambilan Data


Pengambilan data dilakukan dengan cara penyebaran 115 kuesioner kepada karyawan tenaga
kependidikan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.

I. Metode Analisis Data


Yang pertama adalah Statistik deskriptif. Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskriptifkan atau menggambarkan data yang terkumpul sebagaimana adanya
tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi (Sanusi 2014). Metode
berikutnya dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). Data yang terkumpul
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan model persamaan struktural dengan menggunakan
software LISREL.

J. Hasil Penelitian
Beberapa deskripsi responden didapat dari hasil kuesioner yaitu kategori jenis kelamin, usia,
pendidikan terakhir, masa kerja dan status kepegawaian. Tabel 1 Profil Responden No Profil Jumlah
responden Persentase (%) 1 Jenis kelamin Pria 83 72.17 Wanita 32 27.83 2 Usia (tahun) < 25
4 3.48 26-30 9 7.83 31-40 40 34.78 41-50 47 40.87 > 51 15 13.04 3 Pendidikan terakhir SMA 48

81
41.74 D3 9 7.83 Sarjana 49 42.61 Master/Magister 9 7.83 .Lanjutan Tabel 1. No Profil Jumlah
responden Persentase (%) 4 Masa Kerja < 5 tahun 15 13.04 6 - 10 tahun 15 13.04 11 - 15 tahun
31 26.96 16 -20 tahun 19 16.52 21 - 25 tahun 22 19.13 26 - 30 tahun 9 7.83 > 31 tahun 4 3.48 5
Status kepegawaian Pegawai Negeri Sipil 15 13.04 Pegawai Universitas Indonesia 100 86.96 Data
diatas menunjukkan jumlah responden didominasi oleh pria sebanyak 83 orang (72.17%). Usia
responden terbanyak antara 41-50 tahun dan yang kedua adalah 31-40 tahun. Hal ini menandakan
bahwa pegawai di FEB UI didominasi oleh usia produktif dan telah lama bekerja. Pendidikan
terakhir responden sebagian besar adalah Sarjana sebanyak 42.61%, yang kedua SMA sebanyak
41.74%. Hal ini disebabkan banyak pegawai yang lulusan SMA telah melanjutkan studi ke jenjang
Sarjana karena pendidikan yang lebih tinggi akan memengaruhi golongan dan komponen
penggajian dari setiap pegawai. Masa kerja pegawai sebagian besar telah memasuki 11-15 tahun.
Hal ini menandakan bahwa pegawai FEB UI sangat loyal dan mempunyai komitmen yang tinggi
terhadap tempat bekerja. Bahkan hampir 12% responden telah memasuki usia kerja selama lebih
dari 26 tahun. Status kepegawaian responden sebagian besar adalah Pegawai Universitas Indonesia
(non PNS) sebanyak 86.96%.

K. Kesimpulan
Persepsi karyawan tenaga kependidikan FEB UI terhadap gaya kepemimpinan transformasional
sebagian besar memberikan tanggapan setuju. Lebih dari 60% responden memberikan tanggapan
setuju dan sangat setuju, hal ini menandakan bahwa penerapan gaya kepemimpinan
transformasional di FEB UI sangat baik.

Persepsi karyawan tenaga kependidikan FEB UI pada variabel budaya organisasi sebagian besar
setuju. Kecuali pada dimensi kontrol (netral/ragu-ragu; 44.35%), sistem imbalan (netral/ragu-ragu;
44.35%), dan toleransi terhadap konflik (netral/ragu-ragu; 39.13%). Hasil ini menandakan bahwa
masih banyak karyawan yang ragu dengan penerapan sistem imbalan di FEB UI apakah sudah sesuai
atau tidak. Pada indikator kontrol, karyawan masih banyak yang ragu dengan penerapan peraturan
dan pengawasan langsung karena masih ada beberapa karyawan yang tidak disiplin seperti telat
datang, tidak masuk bekerja tanpa alasan yang jelas dan mangkir pada saat jam kerja dan lain-lain.

Persepsi karyawan tenaga kependidikan FEB UI pada variabel komitmen organisasi sebagian besar
setuju dan sangat setuju. Namun cukup banyak (41.74%) yang menjawab netral/ragu-ragu pada
dimensi komitmen afektif. Hasil ini menandakan masih cukup banyak karyawan yang kurang atau
ragu memiliki perasaan keterikatan emosional dan keterlibatan dalam organisasi. Namun secara
keseluruhan karyawan memiliki tingkat komitmen yang sangat tinggi sehingga ingin tetap tinggal
dan tidak memiliki keinginan untuk pindah ke institusi lain.

Persepsi karyawan tenaga kependidikan FEB UI terhadap variabel perilaku kewargaan organisasi
sebagian besar setuju dan sangat setuju. Hasil ini menandakan bahwa karyawan FEB UI sudah
memiliki perilaku ekstra peran dan menjadi warga oganisasi yang sangat baik. Kepemimpinan
transformasional tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasional para karyawan. Artinya
adalah gaya memimpin di FEB UI tidak mempengaruhi sikap rasa memiliki, kebutuhan dan rasa
tanggung jawab untuk tetap tinggal di instansi pada karyawan. Budaya organisasi berpengaruh
positif terhadap komitmen organisasi. Hal ini berarti budaya organisasi di FEB UI telah menciptakan

82
komitmen organisasional pada karyawan. Semakin kuat budaya organisasi, maka akan
meningkatkan komitmen karyawan.

Kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap perilaku kewargaan organisasi. Hal ini


menunjukkan bahwa sikap kepemimpinan transformasional pada FEB UI dapat meningkatkan sikap
ekstra peran pada bawahannya. Semakin tinggi nilai kepemimpinan maka akan semakin tinggi sikap
ekstra peran pada karyawan FEB UI. Budaya organisasi di FEB UI tidak berpengaruh terhadap sikap
perilaku kewargaan organisasi atau perilaku ekstra peran pada karyawan FEB UI. Artinya
bagaimanapun budaya organisasi di FEB UI, tidak mempengaruhi sikap perilaku kewargaan
organisasi pada karyawan. Variabel yang paling berpengaruh positif dan signifikan adalah antara
komitmen organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasi, karena karyawan FEB UI memiliki
tingkat komitmen organisasi yang tinggi sehingga sangat mempengaruhi sikap ekstra peran pada
karyawan. Hasil ini menyatakan bahwa semakin tinggi komitmen pada karyawan tenaga
kependidikan FEB UI maka akan meningkatkan sikap ekstra peran di dalam organisasi.

83
Kepemimpinan Transformasional, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi

Susilo Susiawan Abdul Muhid


Fakultas Psikologi Fakultas Psikologi
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Universitas Islam Negeri Surabaya

Abstract. This study aims to examine the relationship between transformational


leadership and job satisfaction and organizational commitment. Subjects were
employees of the production division of PT. Barata Indonesia (Persero) Gresik
totaling 30 people. Data were obtained using a scale of organizational
commitment, scale transformational leadership and job satisfaction scale. Based
on the analysis of data by multiple regression unknown regression F value =
24.063, p = 0.000 (p < 0.001), which indicates that there is a very significant
positive relationship between transformational leadership and job satisfaction and
organizational commitment. Thus, the hypothesis "There is a relationship between
transformational leadership and job satisfaction and organizational commitment"
is acceptable. The coefficient of determination (R square) amounted to 0,641,
which means the effective contribution of the two predictors of transformational
leadership and job satisfaction on organizational commitment criterion amounted
to 64.1%. While the remaining 35.9% influenced by other variables not included
in this study.
Keywords : transformational leadership, job satisfaction, organizational commitment

Intisari. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kepemimpinan


transformasional dan kepuasan kerja dengan komitmen organisasi. Subyek
penelitian adalah karyawan Divisi produksi PT. Barata Indonesia (Persero) Gresik
yang berjumlah 30 orang. Data penelitian diperoleh menggunakan skala komitmen
organisasi, skala kepemimpinan transformasional, dan skala kepuasan kerja.
Berdasarkan hasil analisis data dengan regresi ganda diketahui nilai F regresi =
24,063 dengan p = 0,000 (p < 0,001) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang
positif sangat signifikan antara kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja
dengan komitmen organisasi. Dengan demikian, hipotesis “ Ada hubungan antara
kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja dengan komitmen organisasi”
adalah diterima. Koefisien determinasi (R square) sebesar 0,641 yang berarti
sumbangan efektif kedua prediktor kepemimpinan transformasional dan kepuasan
kerja terhadap kriterium komitmen organisasi sebesar 64,1 %. Sedangkan sisanya
yaitu sebesar 35,9 % dipengaruhi variabel lain yang tidak diikutsertakan dalam
penelitian ini.
Kata kunci : Kepemimpinan transformasional, kepuasan kerja, komitmen
organisasi

yang paling penting dalam suatu organisasi


PENDAHULUAN
baik organisasi dalam skala besar maupun
Sumber daya manusia merupakan aset kecil, karena merupakan sumber yang

84
menggerakkan dan mengarahkan organisasi menunjukkan bahwa sebagian karyawan
serta mempertahankan dan mengembangkan mempunyai komitmen organisasi yang
organisasi dalam berbagai tuntutan rendah. Fenomena yang terjadi sehubungan
masyarakat dan zaman. Menurut Santamaria dengan komitmen organisasi ini merupakan
(dalam Dahesihsari dan Seniati, 2002), pertanda bahwa perusahaan tidak dapat
karyawan tidak hanya memperhitungkan memenuhi harapan seperti yang diinginkan
reward dalam bentuk uang, tetapi juga karyawan. Oleh karena itu akan sulit bagi
mengharapkan kualitas tertentu dari perlakuan karyawan untuk mempertahankan
dalam tempat kerjanya. Sebagai tambahan komitmennya pada saat dihadapkan pada
dari reward, karyawan mencari martabat, alternatif pekerjaan lain yang lebih
penghargaan, kebijakan yang dirasakan adil, menjanjikan harapan yang lebih tinggi.
rekan kerja kooperatif, serta kompensasi yang Rendahnya komitmen karyawan ini
adil. Salah satu faktor penting yang merupakan kerugian besar bagi perusahaan,
mempengaruhi keputusan ini adalah terutama bila terjadi pada karyawan yang telah
komitmen karyawan terhadap organisasi. banyak dilatih oleh perusahaan (Suseno &
Komitmen terhadap organisasi Sugiyanto, 2010).
merupakan suatu aspek yang memegang Permasalahan yang ditimbulkan
peranan penting dalam suatu organisasi, akibat rendahnya komitmen karyawan dalam
sebab komitmen terhadap organisasi dapat suatu perusahaan tidak terlepas dari adanya
mempengaruhi peningkatan efektivitas serta peranan seorang pemimpin dalam
efisiensi kerja. Northcraft dan Neale (dalam perusahaan. Beberapa hasil penelitian
Suyasa dan Coawanta, 2004) mengatakan, menunjukkan bahwa salah satu faktor yang
bahwa umumnya karyawan yang memiliki dianggap penting yang mempengaruhi
komitmen tinggi terhadap organisasi akan komitmen organisasional adalah
menunjukkan upaya lebih maksimal dalam kepemimpinan (Mowday et al., dalam Avolio
melakukan tugas. Organisasi perusahaan et al., 2004). Sebagai bagian dari organisasi,
membutuhkan karyawan-karyawan yang kepemimpinan ikut mempengaruhi
berkualitas dan memiliki tingkat komitmen komitmen melalui hubungan antara atasan
yang tinggi untuk dapat bertahan dalam dunia dengan bawahan, antara karyawan dengan
bisnis yang sangat kompetitif saat ini. pemimpinnya (Meyer & Allen, 1997). Peran
Komitmen yang tinggi menunjukkan adanya utama seorang pemimpin adalah
kesediaan karyawan untuk bekerja keras bagi mempengaruhi orang lain untuk secara
perusahaan, adanya keyakinan yang kuat dan sukarela mencapai sasaran yang telah
penerimaan tujuan serta nilai-nilai perusahaan ditetapkan. Pemimpin menciptakan visi dan
serta adanya keinginan pada diri karyawan menginspirasi orang lain untuk mencapai visi
untuk mempertahankan keanggotaannya tersebut dan memperluas diri mereka diluar
dalam perusahaan. Kondisi yang ideal yang kapabilitas normalnya.
seperti inilah yang didambakan oleh
perusahaan. Sukarno Marzuki (dalam Darwito,
Namun demikian, kenyataan yang ada 2008) menyatakan, bahwa setiap pemimpin

85
pada lingkungan organisasi kerja, karyawan. Kepuasan kerja ditemukan sebagai
berkewajiban memberikan perhatian yang prediktor dari komitmen organisasi. Dalam
sungguh-sungguh untuk membina, penelitian ini ditemukan adanya hubungan
menggerakkan, dan mengarahkan semua yang positif antara kepuasan kerja dan
potensi karyawan agar dapat meningkatkan komitmen organisasi. Hal ini berarti, bahwa
kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan jika kepuasan kerja meningkat maka
kinerja yang tinggi. Banyak model komitmen organisasional akan ikut
kepemimpinan, dalam penelitian ini lebih meningkat.
memfokuskan pada model Kepemimpinan
Transformasional yang dipandang lebih Komitmen Organisasi
lengkap dan memiliki banyak keunggulan Komitmen organisasional dipandang
terutama terhadap perubahan organisasi. sebagai suatu orientasi nilai terhadap
Kepemimpinan Transformasional diartikan organisasi yang menunujukkan individu
sebuah proses saling meningkatkan diantara sangat memikirkan dan mengutamakan
para pemimpin dan pengikut ke tingkat pekerjaan dan organisasinya. Individu akan
moralitas dan motivasi yang tinggi (Badeni, berusaha memberikan segala usaha yang
2013). dimilikinya dalam rangka membantu
Penelitian menunjukkan bahwa organisasi mencapai tujuannya. Komitmen
kemampuan para pemimpin dalam terhadap organisasi merupakan suatu sikap
mengimplementasikan gaya kepemimpinan yang menggambarkan tingkat individu
transformasional dalam organisasi memihak dan terlibat dengan organisasi
mempunyai dampak yang signifikan terhadap tempat mereka berada serta tidak berniat
komitmen organisasional (Ismail et al., 2011). untuk meninggalkannya (Greenberg dan
Faktor lain yang diduga mempunyai hubungan Baron, 2003).
dengan tinggi rendahnya komitmen organisasi Luthans (2002), menyatakan bahwa
adalah kepuasan kerja (job satisfaction). komitmen terhadap organisasi sebagai sikap,
Kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang sering didefinisikan menjadi : (a) keinginan
positif dan kuat terhadap organizational untuk tetap menjadi anggota dalam
commitment. Orang yang mendapatkan organisasi, (b) kemauan untuk mempertinggi
tingkat kepuasan kerja lebih tinggi cenderung tingkat usaha demi kepentingan organisasi,
merasa tingkat affective commitment dan (c) meyakini secara pasti dan menerima nilai-
normative commitment lebih tinggi, nilai serta tujuan organisasi. Dengan kata lain,
sedangkan pengaruhnya pada continuance komitmen terhadap organisasi merupakan
commitment adalah lebih lemah (Wibowo, sikap yang menggambarkan kesetiaan
2013). Penelitian yang dilakukan oleh Azeem karyawan terhadap organisasi, melalui proses
(2010) telah memberikan kontribusi terhadap terus menerus yakni anggota organisasi
teori perilaku organisasi. Temuan ini sangat mengekspresikan perhatian mereka terhadap
informatif dalam menjelaskan aspek perilaku organisasi dan berlanjut hingga memperoleh
organisasi khususnya faktor-faktor yang kesuksesan.
berkontribusi terhadap komitmen organisasi Steers dan Porter (dalam Suseno dan

86
Sugiyanto, 2010) mendefinisikan komitmen karyawan terhadap organisasi memiliki tiga
sebagai rasa identifikasi (kepercayaan aspek utama, yaitu : a). Identifikasi,
terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan merupakan keyakinan dan penerimaan
(kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin terhadap serangkaian nilai dan tujuan
demi kepentingan organisasi), dan loyalitas organisas. b). Keterlibatan, yaitu keinginan
(keinginan untuk tetap menjadi anggota yang kuat untuk berusaha demi kepentingan
organisasi yang bersangkutan), yang organisasi. c). Loyalitas karyawan terhadap
dinyatakan oleh seorang karyawan terhadap organisasi memiliki makna kesediaan
organisasinya. Lebih lanjut disampaikan, seseorang untuk mempertahankan
bahwa komitmen organisasi merupakan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu
kondisi dimana karyawan sangat tertarik dengan mengorbankan kepentingan
terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran pribadinya demi mencapai kesuksesan dan
organisasinya. Komitmen terhadap keberhasilan organisasi.
organisasi, artinya lebih dari sekedar
keanggotaan formal, karena meliputi sikap Kepemimpinan Transformasional
menyukai organisasi dan kesediaan untuk Istilah kepemimpinan, sebagai
mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi terjemahan dari leadership sering dijumpai
kepentingan organisasi demi pencapaian dalam kehidupan sehari-hari. Kepemimpinan
tujuan. menurut Kreitner dan Kinicki (2010) adalah
Allen & Meyer (1990), sebagai berikut: “Influencing employees to
mengemukakan ada tiga komponen voluntarily pursue organizational goals.”
komitmen organisasi, yaitu : a). Komitmen Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa
afektif, yaitu keterikatan emosional, kepemimpinan merupakan suatu proses
identifikasi dan keterlibatan dalam suatu pengaruh sosial di mana pemimpin
organisasi. Dalam hal ini individu menetap mengusahakan partisipasi sukarela dari para
dalam suatu organisasi karena keinginannya bawahan dalam suatu usaha untuk mencapai
sendiri, b). Komitmen kontinuan, yaitu tujuan organisasi. Senada dengan pendapat
komitmen individu yang didasarkan pada Greenberg dan Baron (dalam Wibowo, 2013)
pertimbangan tentang apa yang harus kepemimpinan adalah suatu proses dimana
dikorbankan bila akan meninggalkan satu individu mempengaruhi anggota
organisasi. Dalam hal ini individu kelompok lain menuju tujuan kelompok atau
memutuskan untuk menetap pada suatu organisasional yang didefinisikan.
organisasi karena menganggapnya sebagai Colquit, LePine, dan Wesson (2011)
suatu pemenuhan kebutuhan, c). Komitmen mendefinisikan kepemimpinan sebagai
normatif, yaitu keyakinan individu tentang penggunaan kekuasaan dan pengaruh untuk
tanggung jawab terhadap organisasi. Individu mengarahkan aktifitas pengikut kearah
tetap tinggal pada suatu organisasi karena pencapaian tujuan. Arah tersebut dapat
merasa wajib untuk loyal pada organisasi mempengaruhi interpretasi kejadian
tersebut. pengikut, organisasi aktivitas pekerjaan
Menurut Steers (1988) komitmen mereka, komitmen mereka terhadap tujuan

87
utama, hubungan mereka dengan pengikut, sebagai psikologi integratif. Lebih lanjut
atau akses mereka pada kerjasama dan Suseno & Sugiyanto (2010) yang mengutip
dukungan dari unit kerja lain. Dengan pendapat Bruce, mengartikan kepemimpinan
mengacu pada berbagai pendapat para ahli transformasional sebagai kemampuan
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemimpin untuk mempengaruhi nilai-nilai,
kepemimpinan adalah kemampuan individu sikap dan kepercayaan, dan perilaku
dengan menggunakan kekuasaannya pemimpin-pemimpin lain dengan maksud
melakukan proses mempengaruhi, untuk menyelesaikan misi organisasi.
memotivasi, dan mendukung usaha yang Kepeminpinan transformasional
memungkinkan orang lain memberikan berusaha untuk mengubah status quo dan
kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi. mewujudkan suatu visi tertentu tentang seperti
Salah satu pendekatan yang dapat apa seharusnya organisasi. Hal ini dilakukan
digunakan untuk memahami kesuksesan dari dengan cara mengejawantahkan visi pada
kepemimpinan, yaitu dengan memusatkan anggota dan menanamkan nilai-nilai yang
perhatian pada apa yang dilakukan oleh dapat membawa perubahan ke arah
pemimpin tersebut. Jadi yang dimaksudkan pengembangan anggota dan organisasi.
disini adalah gayanya. Gaya kepemimpinan Perwujudan ini memerlukan seorang
merupakan norma perilaku yang digunakan pemimpin yang dikagumi oleh pengikutnya.
oleh seseorang pada seseorang tersebut Kekaguman tersebut terjadi karena
mencoba mempengaruhi perilaku orang lain kemampuannya, sifat-sifatnya yang terpuji,
seperti yang diinginkannya. Gaya semangatnya, daya tarik pribadinya,
kepemimpinan dalam organisasi sangat kemampuan retoriknya, perhatiannya dengan
diperlukan untuk mengembangkan kesejahteraan orang lain dan kemajuan
lingkungan kerja yang kondusif dan organisasi (Badeni, 2013). Kesimpulan yang
membangun iklim motivasi bagi karyawan dapat diambil adalah bahwa kepemimpinan
sehingga diharapkan akan menghasilkan transformasional dapat diartikan sebagai
produktivitas yang tinggi. penilaian kemampuan pemimpin dalam
Kepemimpinan transformasional dapat mempengaruhi bawahan untuk
menciptakan sesuatu yang baru dari sesuatu membangkitkan kesadarannya akan
yang lama. Menurut Avolio & Bruce (Suseno pentingnya hasil kerja, mendahului
dan Sugiyanto, 2010), praktik gaya kepentingan kelompok dan meningkatkan
kepemimpinan transformasional mampu kebutuhan-kebutuhan bawahan pada
membawa perubahan-perubahan yang lebih tingkatan yang lebih tinggi sehingga tercapai
mendasar seperti perubahan nilai-nilai, tujuan, kualitas hidup yang lebih baik.
dan kebutuhan bawahan. Sedangkan Bass
(Suseno & Sugiyanto, 2010) mengemukakan Kepuasan Kerja
mengenai konsep kepemimpinan ini Handoko (2000), mengemukakan
merupakan gabungan antara paradigma “trait” bahwa kepuasan kerja adalah keadaan
dan gaya pendekatan kontingensi atau emosional yang menyenangkan dan tidak
ketergantungan, hal ini sering juga disebut menyenangkan dalam memandang pekerjaan

88
mereka, kepuasan mencerminkan perasaan dengan Komitmen Organisasi. b). Ada
seseorang terhadap pekerjaannya. Colquitt, hubungan yang positif antara Kepemimpinan
LePine, Wesson (2011) menyatakan bahwa Transformasional dengan Komitmen
kepuasana kerja adalah tingkat perasaan Organisasi. c). Ada hubungan yang positif
menyenangkan yang diperoleh dari penilaian antara Kepusasn Kerja dengan Komitmen
pekerjaan seseorang atau pengalaman kerja. Organisasi.
Dengan kata lain, kepuasan kerja
mencerminkan bagaimana kita merasakan METODE
tentang pekerjaan kita dan apa yang Penelitian yang dilakukan merupakan
dipikirkan tentang pekerjaan kita. penelitian korelasional dengan menggunakan
Pendapat lain dikemukakan oleh variabel bebas kepemimpinan
Kreitner dan Kinicki (2010), bahwa kepuasan transformasional dan kepuasan kerja dengan
kerja adalah respon afektif atau emosional variabel tergantung adalah komitmen kerja.
terhadap berbagai aspek dari pekerjaan Subyek penelitian adalah karyawan Divisi
seseorang. Definisi ini secara tidak langsung Produksi PT. BI di Gresik. Jumlah sampel
menyatakan bahwa kepuasan kerja bukanlah sebanyak 30 karyawan dari 307 karyawan
merupakan konsep tunggal, melainkan orang yang mempunyai masa kerja diatas lima tahun
dapat secara relatif puas dengan satu aspek dan status sebagai karyawan tetap. Penelitian
dari pekerjaannya dan tidak puas dengan satu ini menggunakan skala komitmen organisasi
aspek atau lebih. Kepuasan kerja karyawan yang disusun bedasarkan teori Steers (1988),
merupakan salah satu elemen yang cukup yang terdiri dari aspek-aspek, yaitu (1)
penting dalam organisasi. Hal ini disebabkan identifikasi dengan organisasi, (2)
kepuasan kerja dapat mempengaruhi perilaku keterlibatan, dan (3) loyalitas. Koefisien
kerja, seperti malas, rajin, produktif, dan lain- korelasi aitem – total bergerak dari rbt = 0,369
lain atau mempunyai hubungan dengan – 0,906. Reliabilitas 36 aitem yang valid
beberapa jenis perilaku yang sangat penting sebesar (α = 978). Skala kepemimpinan
dalam organisasi (Badeni, 2013). Dari transformasional disusun berdasarkan
berbagai pandangan tersebut diatas, dapat indikator yang dikemukakan oleh Xirasagar
disimpulkan bahwa pada hakikatnya (2008) , yaitu (1) kharismatik, (2)
kepuasan kerja adalah merupakan tingkat inspirasional, (3) stimulasi intelektual.
perasaan senang seseorang sebagai penilaian Koefisien korelasi aitem – total bergerak dari
positif terhadap pekerjaannya dan lingkungan rbt = 0,341 – 0,698. Reliabilitas 32 aitem yang
tempat kerjanya. valid sebesar (α = 0,910). Skala kepuasan
kerja disusun berdasarkan teori Azeem
HIPOTESIS (2010), yang terdiri dari aspek-aspek, yaitu (1)
Berdasarkan dari rumusan masalah dan pekerjaan itu sendiri, (2) pengawasan, (3)
landasan teori diatas, maka hipotesis yang upah/gaji, (4) promosi, (5) rekan kerja.
diajukan pada penelitian ini adalah : a). Ada Koefisien korelasi aitem – total bergerak dari
hubungn yang positif antara Kepemimpinan rbt = 0,321 – 0,834. Reliabilitas 36 aitem yang
Transformasional dan Kepuasan Kerja valid sebesar (α = 0,946). Uji hipotesa

89
menggunakan teknik statistik regresi ganda 47,20 %.
dengan menggunakan Seri Program Statistik
(SPS 2000). PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian seperti
HASIL yang telah diuraikan diatas, hipotesis pertama
Dari analisis data dengan dalam penelitian ini yang menyatakan ada
menggunakan regresi ganda diperoleh hasil F hubungan antara kepemimpinan
regresi = 24,063 dengan p = 0,000 (p< transformasional dan kepuasan kerja
0,001). Hasil ini berarti hipotesis yang terhadap komitmen organisasi bisa
diajukan dalam penelitian ini bahwa ada dibuktikan. Secara simultan ditemukan ada
hubungan positif sangat signifikan antara hubungan yang sangat signifikan antara
kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transformasional dan
kepuasan kerja dengan komitmen organisasi kepuasan kerja dengan komitmen organisasi.
diterima. Selain itu dari pengujian antara Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
masing masing variabel bebas terhadap kepemimpinan transformasional dan
variabel tergantung komitmen kerja kepuasan kerja berkaitan secara sistematis
menunjukan bahwa : a) Nilai korelasi parsial dengan komitmen organisasi.
antara kepemimpinan transformasional Kedua variabel kepemimpininan
dengan komitmen kerja didapatkan hasil r = transformasional dan kepuasan kerja masing-
0,448 dan t hitung = 2,602 dengan p = 0.015 masing mempunyai sumbangan efektif (R²)
(p< 0,005). Hasil ini menunjukkan bahwa sebesar 16,90 % dan 47, 20 %, sehingga
hipotesis yang berbunyi ada hubungan yang sumbangan efektif kedua variabel independen
positif antara kepemimpinan tersebut sebesar 64,1 % sedangkan sisanya
transformasional dengan komitmen 35,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang
organisasi diterima. b). Nilai korelasi parsial tidak diikutkan dalam penelitian ini. Beberapa
antara kepuasan kerja dengan komitmen kerja penelitian lain menunjukkan adanya variabel
didapatkan hasil r = 0,707 dan t hitung = yang berhubungan dengan komitmen
5,200 dengan p = 0,000 (p < 0,001). Hasil ini organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh
menunjukkan, bahwa hipotesis yang Miftahun Ni’mah Suseno dan Sugiyanto
berbunyi ada hubungan yang positif kepuasan (2010) menunjukkan bahwa adanya pengaruh
kerja dengan komitmen organisasi diterima. motivasi kerja terhadap komitmen organisasi.
c). Sumbangan efektif kedua variabel antara Chaterina Melina Taurisa dan Intan Ratnawati
kepemimpinan transformasional dan (2012) menyatakan dalam penelitiannya
kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi terdapat pengaruh yang searah antara budaya
sebesar 64,1 % (R² = 0,641). Sumbangan organisasi dan komitmen organisasi. Hal ini
efektif variabel kepemimpinan menunjukkan bahwa semakin kuat budaya
transformasional (X1) terhadap komitmen organisasi semakin tinggi komitmen
organisasi (Y) = 16,90 %, sedangkan organisasi.
sumbangan efektif variabel kepuasan kerja Hasil penelitian ini kiranya sesuai
(X2) terhadap komitmen organisasi (Y) = dengan landasan teori yang telah dipaparkan

90
sebelumnya. Perilaku atasan atau pimpinan karyawan dalam menciptakan kelangsungan
yang baik adalah yang dapat dijadikan hidup perusahaan sehingga mempengaruhi
panutan, dapat membimbing, mengawasi dan komitmen, yaitu hasrat karyawan untuk tetap
juga mengayomi bawahan. Kepemimpinan tinggal dan bekerja serta mengabdikan diri
transformasional digambarkan sebagai bentuk bagi perusahaan (Silalahi, 2008).
kepemimpinan yang mampu meningkatkan Kepuasan kerja mempunyai pengaruh
komitmen organisasi. Komitmen dapat lahir yang positif dan kuat terhadap komitmen
dengan diterapkan gaya kepemimpinan organisasi . Karyawan yang mendapatkan
transformasional sebab dengan gaya ini tingkat kepuasan kerja lebih tinggi cenderung
muncul iklim yang kondusif bagi merasa tingkat affective commitment dan
berkembangnya inovasi dan kreatifitas. normative commitment tinggi (Wibowo,
Kepemimpinan transformasional terbukti 2013). Senada dengan pendapat Chang & Lee
mampu membawa perubahan-perubahan yang (Parwita, 2013), menjelaskan bahwa
lebih mendasar, seperti perubahan nilai-nilai, karyawan yang sudah terpenuhi kepuasan
tujuan dan kebutuhan bawahan dan intrinsiknya akan menunjukkan kepedulian
perubahan-perubahan tersebut berdampak yang tinggi kepada perusahaan tempatnya
pada timbulnya komitmen, karena bekerja. Dalam kenyataannya diketemukan
terpenuhinya kebutuhan yang lebih tinggi bahwa terdapat hubungan yang positif antara
(Rizadinata dan Suhariadi, 2013). kepuasan kerja dengan komitmen organisasi.
Pimpinan transformasional merupakan Hal ini menunjukkan, bahwa jika tingkat
pemimpin yang karismatik, yang memiliki kepuasan kerja tinggi maka tingkat komitmen
pengaruh besar terhadap pengikutnya. terhadap oragnisasi akan tinggi pula. Dengan
Pemimpin karismatik, adalah pemimpin yang kata lain, bahwa pada saat kepuasan kerja
mampu menimbulkan emosi yang kuat. seseorang meningkat, maka pada saat itu pula
Pemimpin diidentifikasi dengan dijadikan komitmen organisasi mereka akan meningkat
panutan oleh bawahannya, dapat dipercaya, juga. Penjelasan logis yang dapat ditarik dari
dihormati, dan mempunyai visi dan misi yang penelitian ini adalah komitmen organisasi
jelas, yang menurut persepsi bawahannya merupakan fungsi kepuasan kerja (Parwita,
dapat diwujudkan (Bass, dalam Suseno dan 2013).
Sugiyanto, 2010) Pada kenyataannya
kepemimpinan transformasional mampu
KESIMPULAN dan SARAN
menghasilkan komitmen organisasi yang
Kesimpulan
lebih tinggi karena kepemimpinan
transformasional mampu memotivasi Berdasarkan hasil analisis data dari
bawahan untuk lebih terlibat dalam pekerjaan penelitian yang telah dilakukan pada
mereka. Kepemimpinan transformasional karyawan Divisi Produksi PT. BI di Gresik,
mempengaruhi komitmen tanpa dapat diketahui terdapat hubungan yang
menggunakan penghargaan atau hukuman. positif sangat signifikan antara kepemimpinan
Kepemimpinan transformasional secara transformasional dan kepuasan kerja dengan
langsung mempengaruhi tingkatan partisipasi komitmen organisasi, sedangkan secara

91
sendiri- sendiri terdapat hubungan yang positif a. Mengembangkan gaya
antara kepemimpinan transformasional kepemimpinan transformasional
dengan komitmen organisasi, dan terdapat pada para pimpinan mulai dari
hubungan yang positif signifikan antara tingkat supervisor sampai kepada
kepuasan kerja dengan komitmen organisasi. tingkat kepala divisi dengan
memberikan pelatihan khusus
Saran kepemimpinan transformasional.
Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa b. Melakukan upaya upaya untuk
hal yang dapat dikemukakan sebagai saran menaikkan kepuasan kerja guna
yang diharapkan dapat memberi manfaat, meningkatkan komitmen organisasi
yaitu : dalam diri karyawan, antara lain
dengan cara : 1). Mentapkan kebijakan
1. Saran metodologis
kompensasi, pengembangan karir, serta
a. Dari hasil penelitian terlihat, bahwa
promosi kompetensi dan prestasi yang
jumlah sumbangan efektif kedua dicapai karyawan, 2). Menyediakan
prediktor yaitu kepemimpinan fasilitas yang mendukung bagi
transformasional dan kepuasan kerja karyawan agar mereka dapat bekerja
terhadap kriterium komitmen dengan baik, 3). Membina komunikasi
organisasi sebesar 64,1 %. Oleh dan hubungan yang baik antara atasan
karena itu bagi penelitian lanjutan, dengan karyawan maupun sesame
disarankan secara rekan kerja sehingga tercipta suatu
khusus memperhatikan aspek-aspek kondisi kerja yang menyenangkan,
lain yang belum ikut diperhatikan dengan cara sering melaksanakan
simulasi- simulasi serta diskusi-diskusi
dalam penelitian ini, seperti
dengan membentuk kelompompok
misalnya sistem pengembangan
kecil untuk membahas penyelesaian
karir, aktualisasi diri, lingkungan pekerjaan.
jabatan, pengalaman kerja.
b. Menambah atau memperbanyak
jumlah sampel, sehingga lebih dapat DAFTAR PUSTAKA
mewakili populasi yang diinginkan. Allen, N. J. & Meyer, JP (1990). The
c. Meperluas populasi dan cuplikan Mesurement and Antecedents of
penelitian pada bidang pekerjaan Affective, Continuance, and Normative
lain, sehingga dapat menambah Commitment to Organization. Journal
keyakinan kaitan antara kepemimpinan of Occupational Psychology, 63, 1-18.
transformasional maupun kepuasan (1997). Commitmen
kerja terhadap komitmen organisasi. in the Workplace Theory Research and
2. Saran praktis Application. California : Sage
Mengingat pentingnya variabel- Publication.
variabel dalam penelitian ini dapat Avolio, B.J, Zhu, W., & Bathia, P . (2004).
mempengaruhi komitmen organisasi, maka Transformational Leadership &
peneliti menyarankan kepada perusahaan Organizational Commitment :
sebagai berikut :

92
Mediating Role of Psychological Untuk Meningkatkan Kinerja
Empowerment and Moderating Role Karyawan. Tesis. Program Studi
of Structural istance. Journal of Magister Manajemen Universitas
Organizational Behavior. 25 (8), pp : Diponegoro Semarang.
Greenberg, Jeral and Robert A Baron. (2003).
951 – 968
Behavior Organizational. New Jersey
Azeem, Hohammad S. (2010). Job : Pearson Education, Inc.
Satisfaction and Organizational
Handoko, T. Hani. (2000). Manajemen
Commitment among Employees in
Personalia & Sumber Daya Manusia.
the Sultanate of Oman, Scientific
Research, vol.1. pp295- 299. Edisi 2. Yogyakarta : BPFE.

Badeni. (2013). Kepemimpinan dan Perilaku Ismail; Azman; Mohammed, Hasan A;


Organisasi.Penerbit : ALFABETA Sulaiman, Ahmad Z; Mohammed,
Hanuran, M; Yusuf Munirah H.
Bandung.
(2011). An Empirical Study of the
Bass, B.M, Avolio, B.J. (1990). Relationship between
Transformational Leadership Transformational Leadership,
Development. Consulting Psychologist Empowerment and Organizational
Press. Inc. Palo Alto California.
Commitment. Business and
Betty Y Silalahi. (2008). Kepemimpinan Economics Research Journal.
Transformasional, Motivasi Kerja, Kaihatu, Thomas S dan Rini, Wahyu A.
Budaya Organisasi, dan Komitmen Kepemimpinan Transformasional dan
Organisasi. Jurnal Psikologi Vol. 2 Pengaruhnya Terhadap Kepuasan atas
No. 1 Desember 2008 Kualitas Kehidupan Kerja. Komitmen
Organisasi, dan Perilaku Ekstra Peran
Colquit, Jason A. Jeffery A LePine, and
: Studi pada Guru-Guru SMU di Kota
Michael J Wesson. (2011).
Surabaya. Jurusan Ekonomi
Organizational Behavior. New
Manajemen, Fakultas Ekonomi
York : McGra-Hill.
– Universitas Kristen Petra.
Dahesihsari, Rayini dan Seniati, Ali Nina L.
Kreitner, Robert, and Angelo Krinicki.
(2002). Hubungan Antara Peran Jenis
(2010). Organizational Behavior.
Kelamin, Fear of Success dan
New York : McGra-Hill.
Kesukubangsaan Dengan Komitmen
Dosen Perempuan Terhadap Luthans, F. (2002). Organizational behavior
Organisasi. Anima Indonesian . 10th ed., McGraw-Hill, Singapore Natzir, Syahir.
Psychological Journal, Vol. 17, No. 4. (2004). Ringkasan Disertasi :
332 – 345. Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Darwito. (2008). Analisis Pengaruh Gaya Terhadap Perilaku Kerja dan Kinerja
Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Karyawan Perbankan di Sulawesi
Kerja dan Komitmen Organisasi Tengah. Disertasi. Universitas

93
Airlangga Surabaya. Organisasi. Jurnal Psikologi Vol. 2,
Nurcahyo, Ardhila dan Rosyid, Haryanto F. No. 1.
(2008). Hubungan Antara Kepuasan
Taurisa, Chaterina M. dan Ratnawati, Intan.
Kerja Dengan Komitmen Organisasi
(2012). Analisis Pengaruh Budaya
Karyawan Garuda Hotel Yogyakarta.
Organisasi Dan Kepuasan Kerja
Naskah Publikasi. Universitas
Terhadap Komitmen Organisasional
Islam Indonesia Yogyakarta.
Dalam Meningkatkan Kinerja
Parwita, Gde Bayu Surya. (2013). Pengaruh
Karyawan. Jurnal Bisnis dan
Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen
Ekonomi (JBE).
Organisasi dan disiplin Kerja. Tesis.
Wibowo. (2013). Perilaku Dalam Organisasi.
Universitas Udayana Bali.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Purwanto, Budi, dan Adisubrata, Dalil.
Xirasagar, Sudha. (2008). Transformational,
(2001). Hubungan antara Gaya
Transactional and Laissez-Faire
Kepemimpinan Transformasional dan
Leadership Among Psysician
Ttransaksional dengan Komitmen
Executive. Journal of Health
Organisasi. Journal Sosiohumanika,
Organization and Management Vol.
14 (1).
22 (6), pp : 599-613.
Rizadinata dan Suhariadi Fendy. (2013).
Hubungan Kepemimpinan Yukl, Gery. (2010). Kepemimpinan Dalam
Transformasional dengan Komitmen Organisasi. Edisi kelima : PT. Indeks
Organisasi pada Karyawan Divisi
Produksi PT. Gunawan Dianjaya Steel
Surabaya. Jurnal Psikologi Industri
dan Organisasi, Vol.02, No. 1.
Steer, R.M. (1988). Introduction
to Organizational Behavior. 3th
Edition. USA : Scott Foresmand and
Company.
Suseno, Miftahun N dan Sugiyanto. (2010).
Pengaruh Dukungan Sosial dan
KepemimpinanTransformasional
Terhadap Komitmen Organisasi
Dengan Mediator Motivasi Kerja.
Jurnal Psikologi , Volume 37, No. 1,
94-109.
Suyasa, P. Tommy Y.S. dan Coawanta, Julia
A. (2004). Sikap Terhadap Budaya
Organisasi dan Komitmen

94
HASIL REVIEW JURNAL 5 (Reviewer : Nabila Prilicia)

A. Judul Penelitian
Kepemimpinan Transformasional, Kepuasan Kerja Dan Komitmen Organisasi

B. Nama Peneliti
Susilo Susiawan (Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya) dan Abdul Muhid
(Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Surabaya)

C. Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kepemimpinan transformasional dan
kepuasan kerja dengan komitmen organisasi. Subyek penelitian adalah karyawan Divisi produksi
PT. Barata Indonesia (Persero) Gresik yang berjumlah 30 orang. Data penelitian diperoleh
menggunakan skala komitmen organisasi, skala kepemimpinan transformasional, dan skala
kepuasan kerja. Berdasarkan hasil analisis data dengan regresi ganda diketahui nilai F regresi =
24,063 dengan p = 0,000 (p < 0,001) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif sangat
signifikan antara kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja dengan komitmen organisasi.
Dengan demikian, hipotesis “Ada hubungan antara kepemimpinan transformasional dan kepuasan
kerja dengan komitmen organisasi” adalah diterima. Koefisien determinasi (R square) sebesar
0,641 yang berarti sumbangan efektif kedua prediktor kepemimpinan transformasional dan
kepuasan kerja terhadap kriterium komitmen organisasi sebesar 64,1 %. Sedangkan sisanya yaitu
sebesar 35,9 % dipengaruhi variabel lain yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini.

D. Pendahuluan/latar belakang masalah


Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting dalam suatu organisasi baik dalam skala
besar maupun skala kecil, karena merupakan sumber yang menggerakkan serta mengembangkan
organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman. Menurut Santamaria (dalam
Dahesihsari dan Seniati, 2002), karyawan tidak hanya melihat reward dalam bentuk uang,
melainkan mengharapkan kualitas tertentu dari perlakuan dalam tempat kerjanya. Salah satu faktor
penting yang mempengaruhi keputusan ini adalah komitmen karyawan terhadap organisasi.
Northcraft dan Neale (dalam Suyasa dan Coawanta, 2004) mengatakan, bahwa umumnya karyawan
yang memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi akan menunjukkan upaya lebih maksimal
dalam melakukan tugas di mana hal ini bertujuan untuk dapat bertahan dalam dunia bisnis yang
sangat kompetitif saat ini. Komitmen yang tinggi menunjukkan kesediaan karyawan untuk bekerja
keras dengan adanya keyakinan yang kuat yang diserti adanya keinginan pada diri karyawan untuk
mempertahankan keanggotaannya dalam perusahaan. Kondisi ideal inilah yang didambakan oleh
perusahaan.
Namun, fenomena yang terjadi bahwa sebagian karyawan mempunyai komitmen organisasi yang
rendah merupakan pertanda bahwa perusahaan tidak dapat memenuhi harapan seperti yang

95
diinginkan karyawan, karena akan sulit bagi karyawan untuk mempertahankan komitmennya pada
saat dihadapkan pada pekerjaan lain yang harapannya lebih tinggi sehingga hal ini merupakan
kerugian besar bagi perusahaan, terutama pada karyawan yang telah banyak dilatih oleh perusahaan
(Suseno & Sugiyanto, 2010). Sampai sekarang permasalahan ini tidak terlepas dari adanya peranan
seorang pemimpin dalam perusahaan.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor penting yang mempengaruhi
komitmen organisasional adalah kepemimpinan (Mowday et al., dalam Avolio et al., 2004). Peran
utama seorang pemimpin adalah mempengaruhi orang lain untuk secara sukarela mencapai sasaran
yang telah ditetapkan, seperti menciptakan visi dan menginspirasi orang lain untuk mencapai visi
tersebut dan memperluas diri mereka diluar kapabilitas normalnya.
Sukarno Marzuki (dalam Darwito, 2008) menyatakan bahwa setiap pemimpin pada lingkungan
organisasi kerja berkewajiban memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk membina,
menggerakkan, dan mengarahkan semua potensi karyawan agar dapat meningkatkan kepuasan
kerja, komitmen organisasi, dan kinerja yang tinggi. Banyak model kepemimpinan, dalam
penelitian ini lebih memfokuskan pada model Kepemimpinan Transformasional yang dipandang
lebih lengkap dan memiliki banyak keunggulan terutama terhadap perubahan organisasi.

E. Teori/definisi
a) Komitmen Organisasi
Komitmen terhadap organisasi merupakan suatu sikap yang menggambarkan tingkat individu
memihak dan terlibat dengan organisasi tempat mereka berada serta tidak berniat untuk
meninggalkannya (Greenberg dan Baron, 2003). Komitmen terhadap organisasi, artinya lebih
dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan
untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian
tujuan.
Komitmen organisasi merupakan kondisi dimana karyawan sangat tertarik terhadap tujuan,
nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi, artinya lebih dari
sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk
mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan.
Loyalitas karyawan terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk
mempertahankan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan
kepentingan pribadinya demi mencapai kesuksesan dan keberhasilan organisasi.
b) Kepemimpinan Tranformasional
Istilah kepemimpinan berasal dari terjemahan kata leadership yang sering kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Kepemimpinan merupakan kemampuan individu dengan menggunakan
kekuasaannya melakukan proses mempengaruhi, memotivasi, dan mendukung usaha yang
memungkinkan orang lain memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi. Salah
satu pendekatan yang dapat digunakanyaitu dengan memusatkan perhatian pada apa yang
dilakukan oleh pemimpin tersebut, artinya yang dimaksud disini adalah gayanya.
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada
seseorang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang diinginkannya.
Gaya kepemimpinan dalam organisasi sangat diperlukan untuk mengembangkan lingkungan
kerja yang kondusif dan membangun iklim motivasi bagi karyawan sehingga diharapkan akan

96
menghasilkan produktivitas yang tinggi.
Kepemimpinan transformasional dapat menciptakan sesuatu yang baru dari sesuatu yang lama.
kepemimpinan transformasional dapat diartikan sebagai penilaian kemampuan pemimpin
dalam mempengaruhi bawahan untuk membangkitkan kesadarannya akan pentingnya hasil
kerja, mendahului kepentingan kelompok dan meningkatkan kebutuhan-kebutuhan bawahan
pada tingkatan yang lebih tinggi sehingga tercapai kualitas hidup yang lebih baik.
c) Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja bukan merupakan konsep tunggal, melainkan orang secara relatif puas dengan
satu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan satu aspek atau lebih. Kepuasan kerja
karyawan merupakan salah satu elemen yang cukup penting dalam organisasi yang disebabkan
kepuasan kerja dapat mempengaruhi perilaku kerja, seperti malas, rajin, produktif, dan lainlain
atau mempunyai hubungan dengan beberapa jenis perilaku yang sangat penting dalam
organisasi (Badeni, 2013). pada hakikatnya kepuasan kerja merupakan tingkat perasaan
senang seseorang sebagai penilaian positif terhadap pekerjaannya dan lingkungan tempat
kerjanya.

F. Hipotesis
Keduanya antara variabel bebas dengan variabel bergantung memiliki hubungan yang positif.
Dengan demikian, hipotesis “Ada hubungan antara kepemimpinan transformasional dan kepuasan
kerja dengan komitmen organisasi” adalah diterima.

G. Sampel/subjek penelitian
Karyawan Divisi produksi PT. Barata Indonesia (Persero) Gresik yang berjumlah 30
orang dari 307 karyawan yang mempunyai masa kerja diatas lima tahun dan status sebagai
karyawan tetap.

H. Metode Pengambilan Data


a) Skala komitmen organisasi
Skala ini disusun bedasarkan teori Steers (1988), yang terdiri dari beberapa aspek, yaitu :
(1) Identifikasi dengan organisasi.
(2) Keterlibatan.
(3) Loyalitas.
b) Skala kepemimpinan transformasional
Skala ini disusun bedasarkan indikator yang dikemukakan oleh Xirasagar (2008) , yaitu :
(1) Kharismatik.
(2) Inspirasional.
(3) Stimulasi intelektual.
c) Skala kepuasan kerja
Skala ini disusun bedasarkan teori Azeem (2010), yang terdiri dari beberapa aspek, yaitu :
(1) Pekerjaan itu sendiri.

97
(2) Pengawasan.
(3) Upah / gaji.
(4) Promosi.
(5) Rekan kerja.

I. Metode Analisis Data


Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian korelasional dengan menggunakan analisis data
dengan regresi ganda.

J. Hasil Penelitian
Nilai F regresi = 24,063 dengan p = 0,000 (p < 0,001) menunjukkan bahwa ada hubungan yang
positif sangat signifikan antara kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja dengan
komitmen organisasi. Selain itu dari pengujian antara masing masing variabel bebas terhadap
variabel tergantung komitmen kerja menunjukan bahwa :
a) Nilai korelasi parsial memiliki hubungan yang positif antara kepemimpinan
transformasional dengan komitmen kerja didapatkan hasil r = 0,448 dan t hitung = 2,602
dengan p = 0.015 (p < 0,005).
b) Nilai korelasi parsial memiliki hubungan yang positif antara kepuasan kerja dengan
komitmen kerja didapatkan hasil r = 0,707 dan t hitung = 5,200 dengan p = 0,000 (p <
0,001).
c) Sumbangan efektif kedua variabel antara kepemimpinan transformasional dan kepuasan
kerja terhadap komitmen organisasi sebesar 64,1 % (R² = 0,641).
d) Sumbangan efektif variabel :
 Kepemimpinan transformasional (X1) terhadap komitmen organisasi (Y) = 16,90 %.
 Kepuasan kerja (X2) terhadap komitmen organisasi (Y) = 47,20 %.

K. Kesimpulan
Terdapat hubungan yang positif sangat signifikan antara kepemimpinan transformasional dan
kepuasan kerja dengan komitmen organisasi, sedangkan secara sendiri- sendiri terdapat hubungan
yang positif antara kepemimpinan transformasional dengan komitmen organisasi, dan terdapat
hubungan yang positif signifikan antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi.

98

Anda mungkin juga menyukai